Anda di halaman 1dari 279

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/336036591

FILM DAN DAKWAH (MEMAHAMI REPRESENTASI PESAN-


PESAN DAKWAH DALAM FILM MELALUI ANALISIS SEMIOTIK)

Book · September 2019

CITATIONS READS
9 2,016

1 author:

Sri Wahyuningsih
Universitas Trunojoyo Madura
27 PUBLICATIONS 61 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Sri Wahyuningsih on 25 September 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


F I
LM
&
DAK
WA H
MEMAHAMI REPRESENTASI PESAN-PESAN
DAKWAH DALAM FILM MELALUI ANALISIS
SEMIOTIK

SRI WAHYUNINGSIH
PERPUSTAKAAN REPUBLIK INDONESIA
KATALOG DALAM TERBITAN (KDT)

FILM DAN DAKWAH

MEMAHAMI REPRESENTASI PESAN-PESAN DAKWAH


DALAM FILM MELALUI ANALISIS SEMIOTIK

Sri Wahyuningsih

Copyright © 2019 by Penerbit Media Sahabat Cendekia


Surabaya

Diterbitkan oleh:
Penerbit Media Sahabat Cendekia
Pondok Maritim Indah Blok PP-7, Balas Klumprik, Wiyung, Kota
Surabaya 60222
Telp. 0881 – 3223 – 878
penerbitmsc@gmail.com
Anggota IKAPI No. 228/JTI/2019

Penyunting: Lutfiah, S.HI


Tata letak: Setyaningrum
Desain Cover: Muhamad Fakih

ISBN : 978-602-53362-8-7

Hak Cipta dilindungi undang-undang


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan bentuk dan
cara apa pun tanpa izin tertulis dari penerbit.

ii
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014
Tentang Hak Cipta
1) Setiap orang yang dengan tanpa hak melakukan
pelanggaran terhadap hak ekonomi sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf i untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan
ancaman pidana penjara paling lama 1 (satu)
tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah)

2) Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa


izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d,
huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

3) Setiap orang dengan tanpa hak dan/atau tanpa


izin Pencipta atau Pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b,
huruf e, dan/atau huruf g untuk peggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling
lama (empat) tahun dan/atau pidana denda paling
banyak Rp. 1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

iii
4) Setiap orang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud ayat (3) yang dilakukan dalam bentuk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling
lama 10 (sepuluh) tahun dan/ atau pidana denda
paling banyak Rp. 4.000.000.000 (empat miliar rupiah)

iv
Halaman
Persembahan
Karya ini ada karena ada orang-orang yang sangat
mencintai dan menyayangi aku sebagai hambaMu Yaa
Rabb...
Alhamdullillah Yaa Rabb semua karena Ridha Mu...
Tangan, pikiran, jiwa, tubuh serta sekitarku ini tergerak
atas ijinMu...
Akhirnya karya ini terwujud dan aku persembahkan
untuk...
Bapakku Almarhum Rustam Rusdiyanto semoga selalu
tenang di surgaMu Yaa Rabb...
Mamiku Sukarsini orang yang selalu mendukung dalam
doa dan air matanya pada setiap perjuanganku...
Suamiku terkasih Arief yang selalu mendukung dalam
suka dan duka disetiap perjalananku...
Anak-anakku Mas Naufal, Mbak Labiba, Mbak Nahdah,
Adik Shalihah mereka yang selalu menghiasi hari-hariku
penuh dengan kebahagiaan, senyuman, candaan, dan
tangisan dalam setiap langkah dan karyaku love you all...
Saudara-Saudaraku yang tersayang, Mas Yuli, Mas Andik
(Almarhum), Te Wiwik, dan Te Mita, mereka yang selalu
mendukung perjalanan karya ini...

v
Mas Hanung Bramantyo sutradara dalam film AAC ini,
yang menyempatkan waktu khususnya untuk terwujudnya
karya ini....
Dosen saya yang telah banyak andil dalam buku ini Dr.
Dede Mulkan (Almarhum) semoga selalu dalam surgaMu
Yaa Rabb...
Dan tentunya para pembaca budiman yang memerlukan
referensi buku Film dan Dakwah ini...

vi
PRAKATA PENULIS

Penulis memanjatkan puji syukur kepada Allah


SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang
telah dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan buku ini. Awalnya, buku ini adalah tesis
yang berhasil penulis pertahankan di hadapan sidang
penguji Program Magister Bidang Kajian Utama Ilmu
Komunikasi Universitas Padjajaran (Unpad), Bandung.
Dengan diubahnya tesis tersebut ke dalam format buku,
tentu saja ada sejumlah perubahan yang penulis lakukan.
Penulis, misalnya, menambahkan materi-materi baru
yang dianggap perlu untuk disampaikan dan diketahui
oleh khalayak pembaca, khususnya bagi mereka yang
mengambil studi komunikasi. Oleh karena itu, bisa
dikatakan bahwa konten dan redaksional buku ini tidak
lagi sepenuhnya sama dengan bentuk awalnya.
Kendati upaya menyunting isi naskah dilakukan
secara terus-menerus, penulis menyadari bahwa buku
ini tetap memiliki kelemahan dan kekurangan. Terlebih
lagi dengan munculnya berbagai kajian terkini dalam
bidang film dan komunikasi massa yang sangat mungkin
belum mampu dimuat oleh buku ini. Dengan demikian,
penulis berharap akan ada masukan dan kritikan yang
membangun dari para pembaca guna membantu penulis
dalam melengkapi isi buku ini untuk cetakan atau edisi
berikutnya.

vii
Selain itu, penulis juga menyadari banyak pihak
yang terlibat, baik dalam hal memberi dorongan semangat
maupun materil selama penulisan tesis sampai menjadi
buku ini. Tanpa bantuan dari berbagai pihak tersebut,
rasanya tidak mungkin penulis dapat menyelesaikan buku
ini. Oleh sebab itu, tanpa bermaksud ingin melewatkan
satu per satu pihak yang turut terlibat, penulis ingin sekali
mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga
dan sanak saudara penulis yang terus memberikan
suntikan semangat untuk menyelesaikan buku ini. Akhir
kata, kepada pembaca, penulis mengucapkan, selamat
membaca dan mudah-mudahan buku ini memberi
manfaat bagi kita semua. Amin.

Bandung, Mei 2019

Sri Wahyuningsih

viii
Daftar Isi

LEMBARAN PERSEMBAHAN................................... v
PRAKATA PENULIS................................................... vii
DAFTAR ISI................................................................ ix
DAFTAR TABEL.......................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR.................................................... xv
PENDAHULUAN........................................................ xvi

BAGIAN I: PERKENALAN SINGKAT TENTANG


FILM

BAB 1 BERKENALAN DENGAN FILM...................... 1


A. Pengantar...................................................................... 1
B. Pengertian Film........................................................... 1
C. Jenis-Jenis Film............................................................ 3
D. Film sebagai Media Komunikasi Massa.............. 6
E. Film sebagai Media Dakwah................................... 8
F. Sejarah Perkembangan Film Indonesia............... 10

BAB 2 ASPEK-ASPEK DALAM FILM........................ 15


A. Pengantar...................................................................... 15
B. Teknik Pengambilan dan Pemaknaan Gambar
dalam Pembuatan Film............................................ 15
C. Gerakan Kamera dalam Pembuatan Film.......... 22
D. Elemen-Elemen Pengambilan Gambar dalam
Film.................................................................................. 24

ix
E. Simbol-Simbol Nonverbal dalam Film................ 27
F. Adaptasi dari Novel ke Film.................................... 36

BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK


UNTUK KAJIAN FILM

BAB 3 MEDIA, REPRESENTASI DAN SEMIOTIKA... 45


A. Pengantar...................................................................... 45
B. Media dan Praktik Representasi............................. 45
C. Media dan Konstruksi Realitas............................... 49
D. Pesan Verbal dan Nonverbal dalam Komunikasi 54
E. Komunikasi dan Dakwah......................................... 57
F. Semiotika....................................................................... 66

BAGIAN III: ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP


REPRESENTASI PESAN-PESAN DAKWAH DALAM
FILM

BAB 4 FILM AYAT-AYAT CINTA


(OBJEK PENELITIAN)................................................ 91
A. Pengantar...................................................................... 91
B. MD Entertainment...................................................... 91
C. Proses Produksi Film Ayat-Ayat Cinta................. 94
D. Komponen Produksi Film Ayat-Ayat Cinta........ 96
E. Tim Produksi dan Kru Film Ayat-Ayat Cinta..... 102
F. Tokoh-Tokoh dalam Film Ayat-Ayat Cinta......... 103

x
BAB 5 METODE PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT CINTA........................................... 113
A. Pengantar...................................................................... 113
B. Unit Analisis Penelitian............................................. 113
C. Teknik Pengumpulan Data...................................... 115
D. Teknik Analisa Data................................................... 117
E. Uji Keabsahan Data................................................... 119

BAB 6 TEMUAN PENELITIAN


FILM AYAT-AYAT CINTA........................................... 125
A. Pengantar ..................................................................... 125
B. Analisis Denotatif dan Konotatif Adegan
Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta............. 125
C. Analisis Mitos Adegan Pesan-Pesan Dakwah
secara Verbal dan Nonverbal dalam Film
Ayat-Ayat Cinta........................................................... 176

BAB 7 PEMBAHASAN TERHADAP TEMUAN


PENELITIAN FILM AYAT-AYAT CINTA..................... 189
A. Pengantar...................................................................... 189
B. Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta............. 190
C. Representasi Pesan-Pesan Dakwah Verbal
dan Nonverbal dalam Media Film Ayat-Ayat
Cinta................................................................................ 222

xi
DAFTAR PUSTAKA.................................................... 234
GLOSARIUM.............................................................. 243
INDEKS...................................................................... 247
BIODATA PENULIS.................................................... 250

xii
Daftar Tabel
Tabel 2.1. Elemen-Elemen dalam Gambar....................... 25
Tabel. 2.2. Isyarat Perilaku Hangat dan Dingin.............. 28
Tabel. 2.3. Zona Jarak Sosial.................................................. 33
Tabel. 2.4. Arti Warna dan Suasana Hati.......................... 34
Tabel 3.1. Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol Peirrce........... 76
Tabel 3.2. Perbandingan antara Konotasi dan
Denotasi................................................................... 86
Tabel 6.1. Deskripsi Scene-1................................................... 127
Tabel 6.2. Deskripsi Scene-2................................................... 131
Tabel 6.3. Deskripsi Scene-3................................................... 135
Tabel 6.4. Deskripsi Scene-4................................................... 138
Tabel 6.5. Deskripsi Scene-5................................................... 143
Tabel 6.6. Deskripsi Scene-6................................................... 146
Tabel 6.7. Deskripsi Scene-7................................................... 149
Tabel 6.8. Deskripsi Scene-8................................................... 152
Tabel 6.9. Deskripsi Scene-9................................................... 154
Tabel. 6.10. Deskripsi Scene-10............................................. 158
Tabel. 6.11. Deskripsi Scene-11............................................. 162
Tabel. 6.12. Deskripsi Scene-12............................................. 166
Tabel. 6.13. Deskripsi Scene-13............................................. 170
Tabel 6.14. Anjuran Menikah pada Scene-1..................... 180
Tabel 6.15. Hubungan Muslim dengan Non Muslim
pada Scene- 2........................................................ 181
Tabel 6.16. Haram Bersentuhan Bukan Muhrimnya
pada Scene-3......................................................... 181

xiii
Tabel 6.17. Menjunjung Tinggi Perempuan pada
Scene-4.................................................................... 182
Tabel 6.18. Ajakan Ta’aruf pada Scene-5............................ 182
Tabel 6.19. Adil dalam Poligami Scene-6........................... 183
Tabel 6.20. Hubungan Sesama Muslim pada
Scene-7.................................................................... 183
Tabel 6.21. Sabar dan Ikhlas dalam Ujian-Nya pada
Scene-8.................................................................... 184
Tabel 6.22. Ikhlas dalam Poligami pada Scene-9............ 184
Tabel 6.23. Aurat Laki-Laki pada Scene-10........................ 185
Tabel 6.24. Menjaga Pandangan Menghindari
Zina Mata pada Scene-11................................. 185
Tabel 6.25. Shalat Media Komunikasi Spiritual pada
Scene-12.................................................................. 186
Tabel 6.26. Meninggal Husnul Khatimah pada
Scene-13.................................................................. 186

xiv
Daftar Gambar
Gambar 2.1. Long Shot (LS).............................................. 16
Gambar 2.2. Wide Shot/Angle......................................... 17
Gambar 2.3. Medium Long Shot..................................... 17
Gambar 2.4. Medium Shot................................................ 18
Gambar 2.5. Medium Close Up/Sh................................. 19
Gambar 2.6. Close Up/Shot............................................... 19
Gambar 2.7. Big Close Up/Shot....................................... 20
Gambar 2.8. Group Shot..................................................... 20
Gambar 2.9. Two Shot......................................................... 21
Gambar 2.10. Over Shoulder Shot.................................. 22
Gambar 3.1. Pola Hubungan Dakwah bersifat
Interaksional (Sumber: Arifin, 2000:67-68).................. 66
Gambar 3.2. Diagram Tanda dari Saussure (Sumber:
Berger, 1982:8)....................................................................... 69
Gambar 3.3. Elemen-Elemen Makna Saussure
(Sumber: Fiske, 1990:44).................................................... 70
Gambar 3.4. Peta Tanda Roland Barthes...................... 79
Gambar 3.5. Signifikasi Dua Tahap Barthes................ 83

xv
PENDAHULUAN

Di era teknologi informasi saat ini, beragam media


komunikasi massa bertumbuh dan berkembang dengan
begitu pesat. Melalui berbagai saluran komunikasi massa
tersebut, kita kini bisa saling berbagi pesan.
Salah satu sarana komunikasi massa yang saat ini
digunakan untuk menyampaikan pesan adalah film. Tidak
sekadar memiliki fungsi menghibur, film juga memiliki
fungsi lain, seperti fungsi edukatif dan fungsi informatif.
Berbeda dengan sarana lain, film banyak memanfaatkan
unsur-unsur seperti plot, dialog, konflik, penokohan
dan sebagainya yang tercermin melalui adegan-adegan
cerita yang dikembangkan—baik itu yang bersifat verbal
maupun nonverbal. Beragamnya fungsi yang dimiliki film
dan bervariasinya unsur yang terkandung di dalamnya
membuat film oleh sebagian besar pihak menjadi sarana
favorit dan efektif untuk menyalurkan pesan. Pesan yang
disampaikan di dalam film tentu bisa beragam dan itu
bergatung pada tujuan si pengirim pesan itu sendiri.
Salah satu pesan yang disampaikan melalui film
adalah pesan-pesan yang bersifat religi atau ajaran
agama. Pesan yang bersifat religi atau ajaran agama
menjadikan film mampu menampilkan diri tidak semata
berfungsi sebagai sarana hiburan, tetapi berfungsi pula
sebagai sarana pendidikan dan pengajaran. Dari situ, tidak

xvi
sedikit pihak lalu memanfaatkan film sebagai salah satu
sarana dakwah, yaitu sebagai sarana untuk menyebarkan
pesan-pesan religi atau ajaran agama yang acap dikemas
dengan berbagai teknik pengemasan tertentu. Umumnya,
film yang menampilkan pesan-pesan agama adalah film
bergenre religi—walaupun di genre lain secara implisit
kadang kita juga bisa menangkap pesan-pesan religi di
dalamnya.
Di Indonesia, film religi cukup berkembang. Ini
dapat dilihat dari pertumbuhan judul dari film religi yang
cukup banyak di Indonesia. Untuk menyebutkan beberapa
judul saja, ada beragam film bertema religi, seperti Emak
Ingin Naik Haji, Ayat-Ayat Cinta, Ketika Cinta Bertasbih,
Sang Pencerah, 99 Cahaya di Langit Eropa, Sang Kiai,
Surga yang Tak Dirindukan, Assalamualaikum Beijing,
Mencari Hilal, Tenggelamnya Kapan van der Wijck, Di
Bawah Lindungan Kabah, dan seterusnya. Dalam film-film
tersebut terungkap baik secara eksplisit maupun implisit
pesan-pesan religi atau ajaran agama melalui adegan
verbal maupun nonverbal, yang dikemas baik secara
komedi, romansa percintaan, atau tragedi.
Namun, tentu perlu diberi garis tebal, tidak
semua pesan religi yang disampaikan dalam film mudah
ditangkap. Ini karena tidak jarang pesan yang disampaikan
bersifat implisit baik melalui adegan verbal maupun
adegan nonverbal. Oleh sebab itu, untuk memahami
atau menangkap pesan-pesan religi atau agama, kadang
atau kerap kali tidak cukup dengan hanya mengandalkan

xvii
common sense, melainkan harus mengandalkan perangkat
teoritis dan langkah metodis tertentu untuk menelusuri
pesan yang ingin disampaikan sehingga pesan yang
dimaksud oleh film tersebut dapat diungkap dan dipahami
dengan baik.
Buku ini hadir kepada sidang pembaca, salah
satunya, bertujuan untuk menyajikan perangkat teoristis
dan langkah metodis itu, yaitu bagaimana menelusuri,
menangkap dan memahami pesan-pesan (religi) yang
terdapat dalam film, terutama dalam genre religi. Di buku
ini disampaikan tiga bagian besar, yakni pengenalan
terhadap film, kerangka teoritis dan metodis untuk kajian
film, dan analisis semiotik terhadap representasi pesan-
pesan dakwah dalam film dengan menghadirkan sebuah
studi kasus, yakni film Ayat-Ayat Cinta (2008).
Bagian pertama, yaitu perkenalan singkat tentang
film, terdiri atas dua bab. Bab yang pertama menyajikan
hal-hal yang bersifat umum mengenai film, mulai dari
pengertian film, jenis-jenis film, film sebagai media
komunikasi massa, hingga film sebagai media dakwah
dan disinggung juga sedikit sejarah perkembangan film
Indonesia. Bab selanjutnya menghadirkan aspek-aspek
dalam film, seperti teknik pengambilan dan pemaknaan
gambar dalam pembuatan film, gerakan kamera dalam
pembuatan film, elemen-elemen pengambilan gambar
dalam film, simbol-simbol nonverbal dalam film, dan
adaptasi dari novel ke film.
Bagian kedua, yakni kerangka teoritis dan metodis

xviii
untuk kajian film, terdiri atas satu bab. Bab tersebut
membicarakan media, representasi dan semiotika. Perincian
materinya mulai dari media dan praktik representasi, media
dan konstruksi realitas, pesan verbal dan nonverbal dalam
komunikasi, komunikasi dan dakwah, dan semiotika.
Bagian ketiga, yakni analisis semiotik terhadap
representasi pesan-pesan dakwah dalam film dengan
mengambil sebuah studi kasus yakni pada film Ayat-Ayat
Cinta, terdiri atas 4 bab. Bab yang pertama memaparkan
film Ayat-Ayat Cinta, yang menjadi studi kasus yang akan
dinalisis di buku ini. Materi-materi yang dibahas di sini
mulai dari MD entertainment, proses produksi film Ayat-
Ayat Cinta, komponen produksi film Ayat-Ayat Cinta,
tim produksi dan kru film Ayat-Ayat Cinta, dan tokoh-
tokoh dalam film Ayat-Ayat Cinta. Di bab selanjutnya
dibahas tentang metode penelitian yang akan digunakan
untuk meneliti film Ayat-Ayat Cinta. Materinya mulai
dari pembahasan tentang unit analisis penelitian, teknik
pengumpulan data, teknik analisa data, uji keabsahan
data, hingga lokasi penelitian. Di bab berikutnya dibahas
mengenai temuan penelitian, yang pembahasannya
meliputi analisis denotatif dan konotatif, serta analisis
“mitos” atas adegan pesan-pesan dakwah secara verbal
dan nonverbal dalam film Ayat-Ayat Cinta. Setelah itu,
disajikan pembahasan mengenai hasil temuan tersebut
di bab berikutnya. Pembahasannya meliputi pesan-pesan
dakwah secara verbal dan nonverbal dalam film Ayat-Ayat
Cinta dan representasi pesan-pesan dakwah verbal dan

xix
nonverbal dalam media film Ayat-Ayat Cinta.
Walaupun isi buku ini dipecah menjadi tiga bagian
utama, tetapi tiap bagian yang terdiri dari bab tertentu
dengan topik pembahasan tertentu itu bukan berarti tidak
memiliki hubungan. Pada bagian pertama menjelaskan
pengetahuan yang dibutuhkan untuk mengenal dunia
film secara umum. Di bagian kedua dipaparkan kerangka
atau perspektif teoritis dan metodis untuk kajian film.
Pada bagian selanjutnya diberikan sebuah contoh kasus
bagaimana kerangka teoritis dan metodis tersebut
diimplementasikan dalam kajian film, terutama untuk
mengungkap pesan-pesan dakwah yang terkandung di
film religi. Kendatipun dalam buku ini studi kasus yang
digunakan adalah film Ayat-Ayat Cinta, tetapi kerangka
teoritis dan langkah metodisnya dapat diduplikasi pula
oleh mereka yang hendak meneliti film-film religi lain atau
bahkan meneliti film genre lain guna mengungkap pesan-
pesan yang terkandung di film tersebut.
Buku ini sendiri penulis sadari tidak terlepas dari
kekurangan. Karena itu, kepada para pembaca buku
ini—mahasiswa dan akademisi khususnya dari Fakultas
Komunikasi dan Dakwah, atau sinieas, seniman peran,
penikmat film dan lain-lain—kritikan berartinya sangat
penulis nanti untuk perbaikan buku ini di kemudian hari.
Akhir kata, penulis mengucapkan, selamat membaca dan
semoga buku ini membawa manfaat bagi kita semua.

xx
xxi
1
PERKENALAN SINGKAT TENTANG FILM

xxii
BAB 1 BERKENALAN DENGAN FILM
A. Pengantar
B. Pengertian Film
C. Jenis-Jenis Film
D. Film sebagai Media Komunikasi Massa
E. Film sebagai Media Dakwah
F. Sejarah Perkembangan Film Indonesia

BAB 2 ASPEK-ASPEK DALAM FILM


A. Pengantar
B. Teknik Pengambilan dan Pemaknaan Gambar
dalam Pembuatan Film
C. Gerakan Kamera dalam Pembuatan Film
D. Elemen-Elemen Pengambilan Gambar dalam
Film
E. Simbol-Simbol Nonverbal dalam Film
F. Adaptasi dari Novel ke Film

xxiii
PERKENALAN SINGKAT TENTANG FILM

01

xxiv
01
BAB 1
PERKENALAN
SINGKAT
Berkenalan Dengan Film
TENTANG
FILM

A. Pengantar
Bab ini akan memperkenalkan secara singkat
tentang film. Hal tersebut mencakup pengertian, jenis,
film sebagai komunikasi massa, media dakwah, dan
sejarah perkembangannya di Indonesia. Secara umum,
uraian-uraian tersebut akan menegaskan bahwa film
merupakan salah satu medium untuk menyampaikan
pesan secara massal. Dengan kata lain, film merupakan
sebuah bagian dari media komunikasi massa. Pemahaman
seperti ini tentunya akan memberikan sejumlah gambaran
bagaimana film kemudian dapat memengaruhi wacana di
dalam suatu masyarakat melalui konten-konten yang ada
pada dirinya. Pada tahap selanjutnya, film menemukan
dirinya tidak lagi sebatas sebagai media hiburan, akan
tetapi juga menjadi media pendidikan, informasi, bahkan
propaganda negara.

B. Pengertian Film
Film dalam pengertian sempit adalah penyajian
gambar melalui layar lebar. Adapun dalam pengertian
yang lebih luas, gambar yang disiarkan melalui televisi
(TV) dapat pula dikategorikan sebagai film (Cangara,

1
01
2002). Gamble (1986) berpendapat bahwa film adalah
sebuah rangkaian gambar statis yang direpresentasikan
di hadapan mata secara berturut-turut dalam kecepatan
PERKENALAN
yang tinggi. Sementara Jean Luc Godard, sineas new SINGKAT
TENTANG
wave asal Perancis, mengilustrasikan film sebagai “papan FILM
tulis”. Menurutnya, sebuah film yang revolusioner dapat
menunjukkan bagaimana perjuangan senjata dapat
dilakukan.
Dalam sejarah perkembangannya, film sendiri
dapat dikatakan sebagai evolusi hiburan yang berawal
dari penemuan pita seluloid pada abad ke-19. Mula-mula
hanya dikenal film tanpa warna (hitam-putih) dan suara.
Kemudian, film bersuara mulai dikenal pada akhir 1920-an,
disusul film berwarna pada 1930-an. Peralatan produksi film
pun terus mengalami perkembangan sehingga film masih
mampu menjadi tontonan yang menarik bagi khalayak
luas sampai saat ini (Sumarno, 1996). Pada sejumlah
periode tertentu film pun tidak hanya berkembang sebagai
media hiburan, akan tetapi juga sebagai media informasi
maupun pendidikan. Selain itu, fungsi film sebagai
perekam berbagai peristiwa menjadikannya sebagai salah
satu arsip sejarah dan kebudayaan yang cukup penting
dalam kehidupan masyarakat.
Berdasarkan sejumlah pengertian di atas, dapat
dipahami bahwa film merupakan salah satu bagian dari
media komunikasi. Dengan kata lain, film merupakan
medium untuk menyampaikan pesan dari komunikator
kepada komunikan. Perlu dicermati pula bahwa film tidak

2
01
hanya menjadi medium penyampaian pesan kepada satu
atau dua orang komunikan, melainkan masyarakat yang
lebih luas alias massal. Dari pengertian seperti ini kemudian
PERKENALAN
SINGKAT film dapat lebih spesifik lagi dikategorikan sebagai
TENTANG
FILM sebuah media komunikasi massa. Lebih jauh, penjelasan
ini membuat film dapat dimaknai sebagai medium yang
menghubungkan komunikator dan komunikan yang
berjumlah banyak, berbeda tempat tinggal, heterogen,
dan menimbulkan efek tertentu (Tan dan Wright, dalam
Ardianto & Erdinaya, 2005:3).

C. Jenis-jenis Film
Jenis-jenis film dapat dibedakan berdasarkan cara
bertutur maupun pengolahannya. Adapun jenis-jenis film
yang umumnya dikenal sampai saat ini adalah sebagai
berikut:
1. Film Cerita (Story Film)
Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu
cerita, yaitu yang lazim diputar di gedung-gedung
bioskop. Film jenis ini dibuat dan didistribusikan untuk
publik seperti halnya barang dagangan (Effendy,
2003). Topik cerita yang diangkat dalam film jenis ini
bisa berupa fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi,
sehingga ada unsur menarik, baik dari jalan ceritanya
maupun dari segi gambar yang lebih artistik (Ardianto
dan Erdinaya, 2007). Dalam Mari Membuat Film:
Panduan Menjadi Produser (2006:13), Heru Effendy,

3
01
membagi film cerita menjadi Film Cerita Pendek (Short
Films) yang biasanya berdurasi di bawah 60 menit.
Film dengan durasi lebih dari 60 menit, dikategorikan
PERKENALAN
sebagai Film Cerita Panjang (Feature-Length Films). Film SINGKAT
TENTANG
yang diputar di bioskop umumnya termasuk ke dalam FILM
Film Cerita Panjang dengan durasi 90-100 menit.
2. Film Dokumenter (Documentary Film)
John Grierson mendefinisikan film dokumenter sebagai
“karya ciptaan mengenai kenyataan (creative treatment
of actuality).” Titik berat film dokumenter adalah fakta
atau peristiwa yang terjadi (Effendy, 2003:213). Intinya,
film dokumenter berpijak pada fakta-fakta (Effendy,
2006:12).
3. Film Berita (News Reel)
Seperti halnya film dokumenter, film berita atau news
reel juga berpijak pada fakta dari sebuah peristiwa
yang benar-benar terjadi. Karena sifatnya berita, film
yang disajikan pun harus mengandung nilai berita
(news value) (Effendy, 2003:212). Perbedaan mendasar
antara film berita dan dokumenter terletak pada cara
penyajian dan durasi.
4. Film Kartun (Cartoon Film)
Pada awalnya, film kartun dibuat untuk anak-anak.
Namun, dalam perkembangannya, film yang menyulap
gambar lukisan menjadi hidup ini juga diminati oleh
berbagai kalangan, termasuk orang dewasa. Menurut
Effendy (2003:216), titik berat pembuatan film kartun

4
01
adalah seni lukis dan setiap lukisan memerlukan
ketelitian. Satu per satu dilukis dengan seksama untuk
kemudian dipotret satu per satu. Hasil pemotretan itu
PERKENALAN
SINGKAT kemudian dirangkai dan diputar dalam proyektor film
TENTANG
FILM sehingga memunculkan efek gerak dan hidup.
5. Film-film Jenis Lain
a. Profil Perusahaan (Corporate Profile)
Film ini diproduksi oleh institusi tertentu terkait
pekerjaan atau proyek yang mereka lakukan. Film
ini sendiri umumnya berfungsi sebagai alat bantu
presentasi.
b. Iklan Televisi (TV Commercial)
Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran
informasi, baik tentang produk (iklan produk)
maupun layanan masyarakat (iklan layanan
masyarakat atau public service announcement/
PSA). Tujuan penyebaran informasi dalam iklan
televisi ini umumnya cenderung bersifat persuasif.
c. Program Televisi (TV Program)
Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa
televisi. Secara umum, program televisi dibagi
menjadi dua jenis, yakni cerita dan non cerita.
d. Video Klip (Music Video)
Dipopulerkan pertama kali melalui saluran televisi
MTV pada tahun 1981, sejatinya video klip
adalah sarana bagi para produser musik untuk

5
01
memasarkan produknya lewat medium televisi.
(Effendy, 2006:13-14).

PERKENALAN
SINGKAT
D. Film sebagai Media Komunikasi Massa TENTANG
FILM
Film sebagai media komunikasi massa salah satunya
disebutkan dalam UU nomor 33 tahun 2009 tentang
perfilman, yaitu pengertian film adalah karya seni budaya
yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi
massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi
dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
Sebagai salah satu bentuk media komunikasi massa, film
digunakan tidak hanya sebagai media yang merefleksikan
realitas, namun juga bahkan membentuk realitas. Dalam
hal ini, film memiliki kapasitas untuk memuat pesan yang
sama secara serempak dan mempunyai sasaran yang
beragam dari agama, etnis, status, umur, dan tempat
tinggal.
Bentuk-bentuk pengaruh dan karakteristik film
selanjutnya diuraikan oleh Quick dan La Bau (1972: 11)
serta McQuaill (2000: 18). Menurutnya, film sebagai media
komunikasi audio-visual memiliki karakteristik yang unik
dan agak berbeda dengan media lain, di antaranya:
1. Memiliki dampak psikologis yang besar, dinamis,
dan mampu mempengaruhi penonton.
2. Biasanya lebih dramatis dan lengkap daripada
hidup itu sendiri.

6
01
3. Terdokumentasikan, baik gambar maupun suara.
4. Mudah disitribusikan dan dipertunjukkan.
PERKENALAN 5. Mampu membangun sikap dengan
SINGKAT
TENTANG memperhatikan rasio dan emosi sebuah film.
FILM
6. Terilustrasikan dengan cepat sebagai
pengejawantahan dari sebuah ide atau sesuatu
yang lain.
7. Interpretatif: mampu menghubungkan sesuatu
yang sebelumnya tidak berhubungan.
8. Mampu menjual sebuah produk dan ide (sebuah
alat propaganda yang ampuh).
9. Mampu menjembatani waktu: baik masa lampau,
sekarang, dan masa yang akan datang.
10. Mampu memperbesar dan memperkecil objek;
dapat memperlihatkan sesuatu secara mendetail.
11. Dapat menunjukkan sesuatu yang kompleks dan
terstruktur.
12. Berorientasi untuk ditampilkan kepada publik.
13. Bersifat internasional dan membawa ideologi
tertentu.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat dipahami
bahwa film mampu memberikan pengaruh yang sangat
besar sekali pada penonton. Pengaruh ini tidak hanya
terjadi selama menonton saja, akan tetapi juga bisa sampai
waktu yang cukup lama. Pengaruh paling besar yang

7
01
ditimbulkan film adalah imitasi atau peniruan. Peniruan
ini diakibatkan oleh anggapan bahwa apa yang dilihat
atau ditonton adalah wajar dan pantas untuk dilakukan
PERKENALAN
setiap orang, seperti misalnya peniruan terhadap cara SINGKAT
TENTANG
berpakaian atau model rambut. Dengan demikian, jika isi FILM
film tidak sesuai dengan nilai dan norma suatu masyarakat
tertentu, hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap
keseluruhan aspek kehidupan yang ada.

E. Film sebagai Media Dakwah


Dakwah selama ini diidentikkan dengan ceramah
melalui media lisan (dakwah bil lisan). Namun demikian,
seiring perkembangan teknologi informasi dan komunikasi,
media teknologi seperti film segera menggesernya.
Sekalipun dakwah dengan lisan masih tetap eksis, media
film tetap dianggap telah mengambil peranan yang cukup
signifikan dalam penyebaran pesan-pesan keagamaan
sampai hari ini. Terkait hal ini, Onong Uchjana Effendi
(2000) turut menegaskan bahwa film merupakan salah
satu media komunikasi yang ampuh, bukan saja untuk
hiburan, tetapi juga untuk penerangan dan pendidikan,
termasuk dakwah.
Menurut Enjang AS (2004), dalam proses menonton
film biasanya terjadi gejala identifikasi psikologis. Ketika
proses decoding terjadi, para penonton menyamakan atau
meniru seluruh pribadinya dengan salah seorang pemeran
film. Mereka memahami dan merasakan apa yang dialami

8
01
oleh pemeran sehingga seolah-olah mereka mengalami
sendiri adegan dalam film tersebut. Pun demikian
pengaruh film tidak hanya sampai di situ. Pesan-pesan
PERKENALAN
SINGKAT yang termuat dalam adegan-adegan film akan membekas
TENTANG
FILM dalam jiwa penonton dan kemudian membentuk karakter
mereka.
Dalam konteks film sebagai media komunikasi
pesan-pesan keagamaan inilah kemudian dikenal suatu
istilah film dakwah. Secara sederhana, suatu film dikatakan
film dakwah karena memang di dalamnya memuat
pesan-pesan keagamaan tertentu. Namun demikian,
film dakwah dituntut mengombinasikan dakwah dengan
hiburan, ceramah dengan cerita, atau nilai-nilai syari’at
dengan imajinasi sehingga mampu berperan efektif
dalam menyampaikan pesan. Pesan yang disampaikan
film dakwah perlu disampaikan secara halus seperti
yang sukses dicontohkan oleh film Children of Heaven
karya sineas Iran. Film tersebut berhasil menyampaikan
pesan dakwah sampai mampu menguras air mata para
penontonnya.
Selain itu, film dakwah juga bukan film yang penuh
dengan gambaran mistik, supranatural, berbau tahayul,
dan khurafat. Film dakwah sejatinya bersinggungan
dengan realitas kehidupan nyata sehingga mampu
memberi pengaruh pada jiwa penonton. Di sisi lain,
film dakwah juga dituntut memainkan peranan sebagai
media penyampaian gambaran budaya muslim, sekaligus
jembatan budaya dengan peradaban lain. Film dakwah

9
01
juga dinilai perlu sebagai wacana alternatif terhadap film-
film Barat yang memuat budaya hedonis.1

PERKENALAN
SINGKAT
F. Sejarah Perkembangan Film Indonesia TENTANG
FILM
Perkembangan film di Indonesia tak lepas dari peran
Belanda yang membawa dan memperkenalkan film kepada
“bumi putera.” Pada awalnya, Belanda menggunakan dan
memutar film di Indonesia untuk mempresentasikan gaya
hidup, moralitas, dan kebudayaan adiluhung orang-orang
Eropa. Belanda sendiri menetapkan sasaran pemutaran film
kepada kelompok-kelompok yang berpotensi melawan.
Dengan demikian, di sini Belanda sebagai otoritas
penguasa menjadikan film sebagai alat propaganda, yaitu
dengan meneguhkan kedigdayaan kolonialisme Eropa dan
melemahkan mentalitas perlawanan bangsa Indonesia.
Adalah L. Heuveldorp dan G. Krugers yang dianggap
sebagai orang yang memelopori produksi film di tanah
air. Melalui rumah produksinya, N.V. Java Film Company,
keduanya memproduksi sebuah film yang diadopsi dari
cerita rakyat Parahyangan berjudul Loetoeng Kasaroeng
pada tahun 1926. Terwujudnya film ini berkat dukungan
dari Bupati Bandung saat itu, R.A.A. Wiranatakusumah V,
dan raja bioskop Bandung, Buse yang tak lain adalah adik
ipar Krugers.
Setahun kemudian, yaitu 1927, keduanya kembali
memproduksi film yang diberi judul Eulis Atjih. Kedua film
1 Kanguwes.wordpress.com/2008/02/22/menanti-film-dakwah-berkualitas/ - 32k
-, akses 19 Mei 2008. 10.05.

10
01
tersebut mendapat apresiasi positif dari publik. Bahkan,
sejak itu, film menjadi lahan bisnis baru yang─tentu
saja─menguntungkan. Bak cendawan di musim hujan,
PERKENALAN
SINGKAT perusahaan-perusahaan film pun mulai bertumbuhan.
TENTANG
FILM Selama masa itu tercatat beberapa judul film diproduksi,
seperti Lily van Java (1928), Naik Djadi Dewa (1927), Si
Tjonat, Rampok Preanger, Lari ka Arab, Atma de Visser
(1929), Resia Borobudur (1929), Nyai Dasima (1929), dan
Nyai Dasima II (1930).
Salah satu judul film yang cukup fenomenal
pada masa itu adalah Pareh, hasil garapan Mannus
Franken (produksi Albert Balink dan Wong Bersaudara).
Sayangnya, film ini tak laku di pasaran karena dianggap
terlalu idealis dan “berat” oleh masyarakat yang waktu itu
masih menganggap film sebagai hiburan. Baru kemudian
di tahun 1937, Balink, yang memproduksi Pareh kembali
meluncurkan sebuah film bicara pertama berjudul Terang
Boelan, berdasarkan naskah seorang penulis Indonesia,
Saerun. Film ini melambungkan pasangan aktor pribumi,
Rd. Mochtar dan Roekijah sebagai bintang, bahkan
sampai keduanya menjadi pasangan suami-isteri (Effendy,
2003:217).
Tahap selanjutnya, film Indonesia mulai diproduksi
oleh orang-orang pribumi sehingga perkembangannya
cukup menggembirakan. Namun, ketika era penjajahan
Jepang, film-film terkena sensor yang sangat ketat. Sama
seperti Belanda, Jepang di sini memanfaatkan film sebagai
alat propaganda (Ardianto, 2007:135). Dengan demikian,

11
01
film-film yang diperkenankan tayang adalah film-film
buatan Jepang dan sekutunya atau film yang berkaitan
langsung dengan upaya propaganda.
PERKENALAN
Pada tanggal 30 Maret 1950, Perusahaan Film SINGKAT
TENTANG
Nasional Indonesia (Perfini) melalui Usmar Ismail (Bapak FILM

Perfilman Indonesia), memproduksi film pertama kali


berjudul Darah dan Doa. Alhasil, melalui Keppres No.
25/1999, tanggal 30 Maret pun ditetapkan sebagai Hari
Film Nasional.2 Lama setelah itu industri film Indonesia
mulai menampakkan geliatnya, terutama antara tahun
1970-1980 dimana produksi film nasional bisa mencapai
seratus buah per tahun. Namun, perkembangan ini
mengalami kelesuan ketika memasuki awal tahun 90-an.3
Industri film Indonesia kembali bangkit pada
tahun 2001 dengan kesuksesan film musikal anak-anak
Petualangan Sherina, karya sineas muda Mira Lesmana dan
Riri Reza dari rumah produksi Miles Production. Kemudian
diikuti film remaja karya sutradara Rudi Sujarwo berjudul
Ada Apa Dengan Cinta? pada tahun 2002. Sejak saat itu
pula banyak bermunculan rumah produksi meskipun tidak
semua dapat dianggap mampu melahirkan film-film yang
2 Kepres No. 25/1999 “Hari Perfilman Nasional” melalui www.republika .com, akses
10 Maret 2008,13.00.
3 Jumlah penonton dalam skala nasional tahun 1977/78 - 1987/88 tercatat
937.700.000. Penurunan terjadi sebanyak 50 persen hingga tahun 1992. Di Jakarta
sendiri dari rata-rata 100.000 - 150.000 penonton, turun menjadi 77.665 penonton
pada tahun 1991. Hal ini berdampak pula pada jumlah film. Dari rata-rata 75
- 100 film per tahun (1991/92), pihak Deppen RI justru hanya mengeluarkan 8
buah Surat Izin Produksi sampai Mei 1993 (www.geocities.com, diakses Mei 2008,
09.15). Adapun film Indonesia banyak diproduksi dan merajai bioskop pada era
tahun 1980-an. Pada tahun-tahun tersebut, acara penghargaan tertinggi bagi
insan perfilman Indonesia, Festival Film Indonesia (FFI), masih diadakan tiap
tahun. Namun, akibat kelesuan pada era 1990-an, FFI pun tidak diselenggarakan
lagi.

12
01
bermutu. Bagaimanapun, kebangkitan ini mendorong
diselenggarakannya kembali Festival Film Indonesia pada
tahun 2007 di Riau.
PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
Sejarah panjang industri perfilman di Indonesia
FILM menjelaskan setidaknya bagaimana film-film lahir
berdasarkan semangat zaman. Hal ini sesuai dengan
beberapa teori film yang menyatakan bahwa film adalah
arsip sosial yang menangkap jiwa zaman (zeitgeist)
masyarakat pada saat itu (Imanjaya, 2006:29). Segfried
Kracaucer (dalam Imanjaya, 2006:30) menyatakan bahwa
perkembangan film hanya dapat dipahami dengan baik
jika perkembangan itu dilihat dalam hubungannya dengan
latar belakang perkembangan sosial budaya bangsa itu.
Dengan kata lain, latar belakang kolonialisme dengan
karakteristik kekuasaan otoriter seperti Belanda dan
Jepang telah melahirkan film-film propaganda. Setelah
itu, era kemerdekaan memberikan ruang lebih leluasa
bagi bermunculannya industri perfilman Indonesia, baik
dari segi konten, teknologi, dan para pelakunya. Film
Indonesia kemudian memasuki masa-masa kelesuan dan
kebangkitan kembali. Geliat kebangkitan kembali film
Indonesia ini tentunya muncul dengan semangat zaman
yang berbeda. Salah satu indikasi dari semangat zaman
yang berbeda itu adalah munculnya film-film bergenre
religi yang tidak hanya memperlakukan film sebagai
media penyampaian informasi, pendidikan, dan hiburan,
melainkan juga sebagai media dakwah bagi suatu agama
tertentu.

13
ASPEK-ASPEK DALAM FILM 01

02 ASPEK-ASPEK
DALAM FILM
PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

A. Pengantar
B. Teknik Pengambilan dan Pemaknaan
Gambar dalam Pembuatan Film
C. Gerakan Kamera dalam
Pembuatan Film
D. Elemen-Elemen Pengambilan
Gambar dalam Film
E. Simbol-Simbol Nonverbal dalam Film
F. Adaptasi dari Novel ke Film

Dalam bab ini, akan terlihat bahwa film tidak hanya melulu tentang cerita,
melainkan juga kompleksitas dari aktivitas gerak,gambar, suara, dan warna.
Keseluruhan aspek tersebut sesungguhnya mempengaruhi secara langsung
ataupun tidak persepsi para penonton film.

ASPEK-ASPEK
14 DALAM FILM
02
01
BAB 2
Aspek-Aspek Dalam Film
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM

A. Pengantar
Setelah membahas mengenai pengertian dan
sedikit latar belakang mengenai film, bab selanjutnya
akan mendiskusikan aspek-aspek yang terkait dalam
film. Hal ini dianggap penting untuk lebih memahami
bagaimana film dibuat melalui seperangkat teknologi dan
teknik audio visual tertentu. Dalam bab ini, akan terlihat
bahwa film tidak hanya melulu tentang cerita, melainkan
juga kompleksitas dari aktivitas gerak, gambar, suara,
dan warna. Keseluruhan aspek tersebut sesungguhnya
mempengaruhi secara langsung ataupun tidak persepsi
para penonton film. Pada bab ini juga akan dibahas
adaptasi novel ke film sebagai ilustrasi bagaimana pesan,
kesan, dan makna akan berubah seiring bergantinya
medium penyampaian yang digunakan.

B. Teknik Pengambilan dan Pemaknaan Gambar


dalam Pembuatan Film
Gambar merupakan aspek penting dalam
produksi film. Tanpa gambar, mustahil sebuah film bisa
ditonton. Salah satu unsur yang selalu diperhatikan

15
02
01
pada sebuah gambar dalam film adalah keindahannya.
Untuk menghasilkan gambar yang indah dan enak
dipandang mata, terdapat teknik pengambilan gambar
ASPEK-ASPEK
atau yang lazim disebut shoting. Namun demikian, selain DALAM FILM

bertujuan untuk menghasilkan gambar yang baik, teknik-


teknik pengambilan gambar ini juga ditujukan untuk
mempresentasikan kesan dan makna. Oleh karena itu,
berbagai jenis shot dan pemaknaan gambar akan diuraikan
di bawah ini:
1) Long Shot (LS) digunakan untuk pengambilan gambar
secara keseluruhan. Bila objeknya orang maka seluruh
tubuh dan latar belakang akan tampak semua.
Makna: menunjukkan situasi dan kondisi keberadaan
obyek secara keseluruhan di suatu tempat di mana
adegan itu terjadi.

Gambar 2.1. Long Shot (LS)4

4 Sumber: P.C.S. Sutisno. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario Televisi dan
Video. Jakarta: Grasindo, hlm. 34-35.

16
02
01
2) Wide Shot/Angle (WS/WA) hasilnya seperti LS.
Bedanya, bagian tepinya berkesan melengkung.

ASPEK-ASPEK Makna: menunjukkan situasi dan kondisi keberadaan


DALAM FILM
obyek di suatu tempat, tetapi lebih memfokuskan pada
obyek secara keseluruhan.

Gambar 2.2. Wide Shot/Angle5

3) Medium Long Shot (MLS) disebut juga Knee Shot. Bila


objeknya orang maka yang tampak hanya dari kepala
sampai lutut. Bagian-bagian latar belakang terlihat
rinci. Makna: tidak menunjukkan situasi, kondisi, dan
keberadaan obyek secara keseluruhan.

Gambar 2.3. Medium Long Shot6


5 Ibid.
6 Ibid.

17
02
01
4) Medium Shot (MS) disebut juga Waist Shot. Bila
objeknya orang maka yang tampak hanya dari kepala
sampai pinggang. Untuk objek benda dapat terlihat
ASPEK-ASPEK
seluruhnya. DALAM FILM

Makna: menunjukkan aktivitas obyek dengan


memfokuskan pada gerakannya terhadap suatu benda.

Gambar 2.4. Medium Shot7

5) Medium Close /Shot (MCU/MCS) atau sering disebut


Chest/Bust Shot. Untuk objek orang tampak kepala
sampai dada atas. Jika objeknya adalah benda, tampak
seluruh bagiannya.
Makna: menunjukkan situasi dan kondisi emosi yang
terfokus pada obyek.

7 Ibid.

18
02
01

ASPEK-ASPEK
DALAM FILM

Gambar 2.5. Medium Close Up/Sh8

6) Close Up/Shot (CU/CS) untuk objek orang hanya


tampak wajahnya sedangkan untuk benda tampak
jelas bagian-bagiannya.
Makna: menunjukkan situasi dan kondisi emosi yang
lebih terfokus pada obyek.

Gambar 2.6. Close Up/Shot9

8 Ibid.
9 Ibid.,

19
02
01
7) Big Close Up/Shot (BCU/BCS) atau sering disebut
Very Close Shot (VCS) bila objeknya orang hanya
tampak bagian tertentu, seperti mata dan bagian-
ASPEK-ASPEK
bagian yang terlihat jelas. Makna: emosi, dramatik, DALAM FILM

momen penting.

Gambar 2.7. Big Close Up/Shot10

8) Group Shot (Group S) pengambilan gambar untuk


sekelompok orang (bila objeknya gambar orang).
Makna: menunjukkan situasi dan kondisi pada aktivitas
sekumpulan orang atau obyek.

Gambar 2.8. Group Shot11

10 Ibid.,
11 Ibid.,

20
02
01
9) Two Shot (2-Shot/2S) bila objeknya orang,
pengambilan difokuskan kepada dua orang. Makna:
menunjukkan aktivitas apa yang dilakukan dua obyek
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM secara jelas karena diambil dari depan. Selain itu, dapat
pula menunjukkan suatu hubungan kedekatan antara
kedua obyek.

Gambar 2.9. Two Shot12

10) Over Shoulder Shot (OSS) biasanya digunakan


untuk meliput dua orang yang sedang bercakap-
cakap. Pengambilannya melalui belakang bahu orang
(membelakangi kamera) secara bergantian.
Makna: menunjukkan aktivitas dengan fokus pada
dua obyek yang sedang bercakap-cakap secara
bergantian. Apabila obyek pertama sedang berbicara,
maka pengambilan gambar akan lebih difokuskan
kepadanya.

12 Ibid.

21
02
01

ASPEK-ASPEK
DALAM FILM

Gambar 2.10. Over Shoulder Shot13

C. Gerakan Kamera dalam Pembuatan Film


Gerakan kamera dalam pembuatan film akan
menghasilkan efek yang bagus pada hasil gambar dan
pemaknaannya. Gerakan kamera dalam pembuatan film
adalah sebagai berikut:14
1. Panning adalah gerakan kamera secara horizontal
(posisi kamera tetap di tempat) dari kiri ke kanan
atau sebaliknya. Ada 2 jenis panning, di antaranya
adalah:
- Pan right : gerak kamera mendatar dari kiri
ke kanan.
- Pan left : gerak kamera mendatar dari
kanan ke kiri.
2. Tilting adalah gerakan kamera secara vertikal
(posisi kamera tetap di tempat) dari atas ke
13 Ibid.,
14 http://wakji.wordpress.com/2008/03/14/sistematika-pembuatan-film-2/, akses
selasa 24 juni 2008. 12.15.

22
02
01
bawah atau sebaliknya. Ada 2 jenis tilting, di
antaranya adalah:

ASPEK-ASPEK - Tilt up : gerak kamera secara vertikal dari


DALAM FILM
bawah ke atas.
- Tilt down : gerak kamera secara vertikal
dari atas ke bawah.
3. Tracking Track adalah gerakan kamera mendekati
atau menjauhi obyek. Teknik ini dapat pula
dilakukan dengan cara mengikuti gerakan objek.
- Track out: gerak kamera menjauhi obyek
4. Follow adalah kamera mengikuti obyek bergerak
searah.
5. Motivated Pan adalah kamera mengikuti gerakan
orang yang melintasi jalan karena terdapat
alasan untuk gerakan kamera tersebut.
6. Zoom out adalah pengambilan gambar dapat
dimulai dari sebuah obyek yang dekat dan
kemudian ditarik menjauh ke gambar lebar
dengan menggunakan lingkaran zoom.
7. Zoom in adalah gambar dimulai dari bidang
lebar dan bergerak menuju lebih detail dengan
menggunakan zoom.
8. High angle
Efek dramatis secara psikologis dapat dilakukan
melalui penataan tinggi kamera terhadap obyek.
Keterlibatan penonton dan reaksi tehadap

23
02
01
adegan yang disajikan bisa dipengaruhi oleh
apakah adegan yang ditampakkan sama tinggi,
di atas, atau di bawah mata. Shot yang diambil
ASPEK-ASPEK
dengan high angle adalah segala macam shot di DALAM FILM

mana mata kamera diarahkan ke bawah untuk


menangkap obyek. Sebuah shot high angle bisa
saja dipilih atas dasar alasan estetika, teknis, atau
pertimbangan psikologis. Memosisikan kamera
lebih tinggi dari obyek umumnya bertujuan
untuk menghasilkan kesan bahwa obyek tersebut
adalah kecil, takluk, rendah, dan sebagainya.
9. Low angle
Low angle adalah setiap shot di mana kamera
menengadah dalam merekam obyek. Pada
umumnya digunakan untuk merangsang rasa
kagum, kokoh, gagah, atau kegairahan.

D. Elemen-Elemen dalam Gambar


Teknik-teknik pengambilan gambar dalam
film ditujukan untuk setidaknya dua hal. Pertama,
menghasilkan kualitas, mutu, dan keindahan gambar. Dan
kedua, memperkuat kesan, pesan, dan adegan. Dengan
demikian, melalui teknik pengambilan gambar yang
dilakukan, seringkali para penonton film pun diharapkan
mampu menangkap maksud yang hendak disampaikan
meskipun tanpa suara sekali pun.

24
02
01
Cara atau teknik pengambilan gambar adalah
penanda (signifier). Sebagai penanda, ia memproduksi
petanda, yaitu makna yang ditangkap oleh siapapun yang
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM melihat gambar atau menonton film. Cara menangkap
ini tentunya dapat berbeda-beda bagi setiap orang.
Sebab, mereka memiliki latar belakang budaya, frame of
reference, dan field of experience yang berbeda-beda pula.
Meskipun demikian, makna-makna yang dapat dihasilkan
dengan sejumlah teknik pengambilan gambar tersebut
umumnya telah disepakati dan menjadi standar bagi para
pelaku industri film. Selanjutnya, penjelasan tersebut
dapat dipetakan dalam Tabel berikut ini:

Tabel 2.1.
Elemen-Elemen dalam Gambar
Penanda (Signifier) Petanda (Signified)
Pengambilan Gambar Kesan, Pesan, Adegan
Big Close Up Emosi, dramatik, momen
Close Up penting

Medium Shot Intim, dekat

Long Shot Hubungan personal dengan


subyek
Konteks, perbedaan publik
Sudut Pandang (Angle)
Pengambilan Gambar

25
02
01
High Dominasi, kekuasaan, otoritas
Eye Level Kesejajaran, kesamaan,
Low sederajat ASPEK-ASPEK
DALAM FILM
Didominasi, dikuasai, kurang
otoritas
Tipe Lensa
Wide Angle Dramatis, akan memberikan
Normal pandangan atas keseluruhan
keadaan.
Telephoto
Normalitas, keseharian
Tidak personal, voyeuristic
Focus
Selective focus Meminta perhatian (lihat
Soft focus yang ini saja)

Deep focus Romantis, nostalgia


Semua unsur adalah penting
(lihat semuanya!)
Pencahayaan
High Key Riang, cerah
Low Key Suram, muram
High Contrast Dramatik, teatrikal
Low Contrast Realistik, dokumenter
Pewarnaan

26
02
01
Warm (kuning, oranye, Optimis, harapan, hasrat,
merah, abu-abu) agitasi
ASPEK-ASPEK Cool (biru, hijau) Pesimis, tidak ada harapan
DALAM FILM
Black and White Realisme, aktualitas, faktual
Sumber: Keith Selby dan Ron Cowdery

E. Simbol-Simbol Nonverbal dalam Film


Istilah nonverbal biasanya digunakan untuk
melukiskan semua peristiwa komunikasi di luar kata-
kata terucap dan tertulis. Pada saat yang sama kita harus
menyadari bahwa banyak peristiwa dan perilaku nonverbal
ini justru ditafsirkan melalui simbol-simbol verbal. Dengan
demikian, dalam pengertian ini, peristiwa dan perilaku
nonverbal itu sebenarnya tidak sungguh-sungguh bersifat
nonverbal.
a. Bahasa Tubuh
Gerakan tubuh manusia dapat memiliki
berbagai makna berdasarkan konteks ruang dan
waktu yang melingkupinya. Dalam hal ini, setiap
anggota tubuh seperti wajah (termasuk senyuman
dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki, dan
bahkan tubuh secara keseluruhan dapat digunakan
sebagai isyarat simbolik (Mulyana, 2001:317).
Sebagai ilustrasi, gerakan bangkit dari duduk dan
berdiri akan memiliki makna yang biasa jika tidak
dalam situasi yang khusus. Namun demikian,

27
02
01
seseorang yang melakukan gerakan tersebut
ketika dirinya dihampiri atasannya, dapat dikatakan
sedang melakukan sebuah penghormatan. Isyarat-
ASPEK-ASPEK
isyarat visual juga dapat melengkapi informasi yang DALAM FILM

dikirimkan melalui saluran-saluran lain yang berdiri


sendiri. Sebagai contoh, gerakan kepala tertentu,
semakna dengan pesan verbal singkat tertentu
pula seperti pernyataan “ya” atau “tidak”.
Film merupakan media yang sarat akan gerakan
atau bahasa tubuh. Banyak sekali isyarat tubuh
seperti gerakan tangan, gerakan kepala, postur
tubuh dan poisisi kaki, ekspresi wajah serta tatapan
mata. Berbagai gerakan tersebut dapat dipahami
sebagai isyarat simbolik “hangat” dan “dingin”. Hal
tersebut selanjutnya dapat dicermati pada Tabel
berikut ini:
Tabel. 2.2.
Isyarat Perilaku Hangat dan Dingin
Perilaku yang dinilai sebagai Hangat dan Dingin
Perilaku Hangat Perilaku Dingin
Menatap matanya secara Menatap tanpa perasaan
langsung
Menyentuh tangannya Mencemohkan
Bergerak ke arahnya Menguap
Sering tersenyum Mengerutkan kening
Memandang dari kepala Bergerak menjauhinya
hingga tumitnya
Menampilkan wajah riang Melihat ke langit-langit
Tersenyum lebar Membersihkan gigi

28
02
01
Menunjukkan wajah lucu Menggelengkan kepala
tanda menolak
Duduk tepat Membersihkan kuku
ASPEK-ASPEK dihadapannya
DALAM FILM
Menganggukkan kepala Memalingkan kepala
tanda menyetujui
Menggerak-gerakkan bibir Mencibir
Menjilati bibir Merokok terus menerus
Mengangkat alis Menekuk-nekukkan jari
Membuka mata lebar- Melihat ke sekeliling ruangan
lebar
Menggunakan tangan Menarik kedua tangannya
yang ekspresif
sambil berbicara
Mengejap-ngejapkan Memainkan ujung rambut
mata
Meregangkan badan Membaui rambut
(Sumber: Stewart L. Tubbs dan Silvia Moss, Human
Communication, Prinsip-prinsip Dasar. Terjemahan Deddy
Mulyana, 2001:128)

b. Parabahasa
Parabahasa atau vokalika (vocalics) merujuk
pada aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat
dipahami, seperti misalnya kecepatan berbicara,
nada (tinggi atau rendah), intensitas (volume)
suara, intonasi, dialek, suara terputus-putus, suara
gemetar, suitan, siulan, tawa, erangan, tangis,
gerutuan, gumaman, desahan dan sebagainya
(Mulyana, 20 01:342). Suara yang terengah-engah

29
02
01
bisa menandakan kelemahan, sedangkan ucapan
yang terlalu cepat menandakan ketegangan,
kemarahan dan ketakutan. Mehrabian dan Ferris
ASPEK-ASPEK
menyebutkan bahwa parabahasa adalah aspek DALAM FILM

terpenting kedua setelah ekspresi wajah dalam


menyampaikan perasaan atau emosi (Mulyana,
2001:342-3 43). Menurut formula mereka,
parabahasa mempunyai andil hingga 35 persen
dari keseluruhan impak pesan. Adapun ekspresi
wajah mempunyai andil 55 persen dari keseluruhan
impak pesan.

c. Penampilan Fisik
Penampilan fisik erat kaitannya dengan busana
dan karakter. Hal ini sangat berpengaruh bagi
tokoh yang bermain dalam sebuah film. Dengan
penampilan fisik, karakter yang ditampilkan akan
semakin kuat. Selain itu, faktor busana juga sangat
mempengaruhi penyampaian pesan, seperti nilai-
nilai agama, kebiasaan, lingkungan (tertulis atau
tidak), nilai kenyamanan dan pencitraan (Mulyana,
2001:346).

d. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi


Manusia sebagai individu memiliki ruang
pribadi. Selanjutnya, di dalam ruang pribadi
tersebut terdapat ruang pribadi (personal space)

30
02
01
imajiner. Jika ruang pribadi imajiner ini dilanggar
atau diganggu, setiap individu akan merasa tidak
nyaman (Mulyana, 2001:357). Layaknya hewan yang
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM selalu mempertahankan wilayah kekuasaannya,
maka manusia pun memiliki perilaku penguasaan
wilayah. Hal ini senada dengan pendapat Edward T.
Hall, seorang antropolog yang menelaah persepsi
manusia atau ruang:
“Sudah merupakan sifat hewan, demikian juga
manusia untuk memiliki perilaku yang kita
namakan penguasaan wilayah (territoriality).
Dalam melakukan ini, hewan menggunakan
inderanya untuk membedakan antara suatu
ruang atau jarak dengan yang lainnya.
Jarak spesifik yang dipilih bergantung pada
transaksi, hubungan individu yang berinteraksi,
bagaimana perasaan mereka, dan apa yang
mereka lakukan” (Hall, 1959:128 diikuti Tubbs,
2001:119).
Adapun wilayah-wilayah yang disebutkan
tersebut dapat dibedakan berdasarkan kategori
jarak sebagai berikut:
1. Jarak Intim
Pada jarak intim, delapan belas inci atau
kurang, kehadiran orang lain tampak begitu
jelas. Hal tersebut terkadang juga tampak
berlebihan karena masukan pengindera

31
02
01
yang meningkat pesat (Hall, 1959:116).
2. Jarak Pribadi
Hall membandingkan jarak pribadi dari ASPEK-ASPEK
DALAM FILM
satu setengah sampai empat kaki dengan
sebuah pola perlindungan kecil atau
gelembung yang dipertahankan oleh suatu
organisme antara dirinya dengan yang
lainnya (Mulyana, 2001:120).
3. Jarak Sosial
Jarak sosial berkisar dari empat hingga
dua belas kaki. Jarak ini digambarkan
sebagai jarak psikologis, yakni “suatu jarak
yang mulai menggelisahkan hewan bila
ia melampaui batas tersebut. Kita dapat
membayangkan hal ini sebagai suatu garis
tersembunyi yang meliputi kelompok ini
(Mulyana, 2001:120).” Adapun manusia
memiliki jarak sosial yang diperpanjang
dengan bantuan berbagai alat komunikasi,
seperti walkie-talkie, telepon, radio dan
televisi.
4. Jarak Publik
Zona terbesar, jarak publik, merupakan
ruang sepanjang dua belas kaki atau
lebih, dan hanya muncul dalam hubungan
manusia (Mulyana, 2001:121).

32
02
01
Tabel. 2.3.
ASPEK-ASPEK Zona Jarak Sosial
DALAM FILM
Deskripsi Karakteris-
Jarak Isi Pesan
Jarak tik Vokal
Intim
0 - 6 inci (dekat) Bisikan halus Paling rahasia
Intim Bisikan ter-
6 - 18 inci ( jauh) dengar Amat rahasia
1,5 - 2,5 Pribadi Masalah
kaki (dekat) Suara halus pribadi
Pribadi Suara di- Masalah
2,5 - 4 kaki ( jauh) pelankan pribadi
Sosial Informasi
4 - 7 kaki (dekat) Suara penuh biasa
Sosial Informasi
7 - 12 kali ( jauh) Suara penuh publik untuk
agak diker- didengarkan
askan orang lain
12 - 25 Publik Suara keras Informasi
kaki (dekat) bicara publik untuk
pada kelom- didengar
pok orang lain
berteriak,
25 kaki Publik Suara paling salam per-
atau lebih ( jauh) keras pisahan
(Sumber: Stewart L. Tubbs dan Silvia Moss, Human
Communication, Prinsip-prinsip Dasar. Terjemahan
Deddy Mulyana, 2001:128)

33
02
01
e. Warna
Warna sering sekali digunakan untuk
menunjukkan suasana hati, cita rasa, afiliasi politik, ASPEK-ASPEK
dan bahkan keyakinan agama. Di bawah ini adalah DALAM FILM

uraian suasana hati yang diasosiasikan dengan


warna:
Tabel. 2.4.
Arti Warna dan Suasana Hati
DENOTASI KONOTASI
Merah Menggairahkan, merangsang
Biru Aman, nyaman
Oranye Tertekan, terganggu, bingung
Biru Lembut, menenangkan
Merah, coklat,
biru, ungu,
hitam Melindungi, mempertahankan
Hitam, coklat Sangat sedih, patah hati,
tidak bahagia, murung
Biru, hijau Kalem, damai, tenteram
Ungu Berwibawa, agung
Kuning Menyenangkan, riang, gembira
Merah, oranye, Menentang, melawan,
hitam memusuhi
Hitam Berkuasa, kuat, bagus sekali
(Sumber: Deddy Mulyana, Ilmu Komunikas:, Suatu
Pengantar, 2001:377)

34
02
01
Pada 1940-an, S.V. Krakov, seorang ilmuwan
Rusia, menemukan bahwa warna merah dapat
merangsang bagian simpatik dan sistem syaraf
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM otonom, sementara warna biru merangsang bagian
parasimpatik. Penemuan ini diperkuat oleh Gerard
dari Amerika Serikat pada tahun 1958. Menurut
Gerard, warna merah merangsang subyek-subyek
kecemasan dan ketegangan, menghasilkan perasaan
arousal (semangat), sementara biru memiliki efek
yang menenangkan, damai, dan sejahtera. Selain
itu, tekanan darah ternyata meningkat di bawah
sinar merah dan menurun di bawah sinar biru. Hal
ini menunjukkan bahwa kegiatan psikofisiologis
meningkat seiring dengan meningkatnya panjang
gelombang dari biru ke merah.

f. Artefak
adalah benda apa saja yang dihasilkan
oleh kecerdasan manusia. Aspek ini merupakan
perluasan lebih jauh dari pakaian dan penampilan
fisik (Mulyana, 2001:380). Benda-benda yang
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan
interaksi manusia sering mengandung makna-
makna tertentu. Dalam sebuah film, dapat diartikan
sebagai perlengkapan interior atau setting tempat.
Sebuah setting tempat ini menyajikan berbagai
perlengkapan yang relevan dengan cerita.

35
02
01
F. Adaptasi dari Novel ke Film
Dalam membuat karya, adaptasi sering dilakukan
oleh para seniman. Hal ini dapat dicermati dari berbagai ASPEK-ASPEK
DALAM FILM
contoh, seperti adaptasi puisi menjadi musik, cerpen ke
dalam komik, novel ke film, atau sebaliknya (Sumarno,
1996). Bahkan dalam sejarah perfilman dunia, khususnya
Hollywood, 90 persen karya skenario film dan televisi
berasal dari adaptasi. Sebut saja misalnya, Harry Potter
(adaptasi novel), The Shawshank Redemption (novela),
Madison (artikel), Malcom X (autobiografi), dan Spiderman
(komik). Berbagai karya-karya sastra klasik legendaris
pun telah diadaptasi, seperti misalnya karya-karya
William Shakespeare Othello (oleh Oliver Parker, 1995), A
Midsummer Night’s Dream (Adrian Noble, 1995), Twelfth
Night (Trevor Nunn, 1995), Looking for Richard (Al Pacino,
1994), Romeo and Juliet (Baz Luhrman, 1996), Hamlet
(Kenneth Branagh, 1996), dan Sense and Sensibility (Ang
Lee, 1995). Proses adaptasi ini sendiri menjadi bagian
yang sering dilakukan oleh pekerja film karena lebih
memudahkan mereka dalam penggarapan (Krevolin,
2003).
Di Indonesia, proses adaptasi dari novel ke film, baik
layar lebar maupun sinetron terus dilakukan kendati tidak
terlalu sering. Beberapa contoh yang dapat disebut adalah
film layar lebar Roro Mendut karya Ami Priyono yang
diangkat dari novel Roro Mendut karya Y.B. Mangunwijaya,
film Atheis karya Sjumandjaja yang diangkat berdasarkan
novel Atheis karya Achdiat K. Mihardja, Si Doel Anak

36
02
01
Betawi karya Sjumandjaja yang diangkat dari novel
Si Doel Anak Betawi karya Aman Dt. Madjoindo, film
Darah dan Mahkota Ronggeng karya Ami Priyono yang
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM diangkat dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad
Tohari, film Salah Asuhan karya Asrul Sani yang diangkat
berdasarkan novel Salah Asuhan karya Abdoel Moeis, film
Ca Bau Kan karya Nia Dinata yang diangkat dari novel
Ca Bau Kan karya Remy Sylado, dan film Eiffel Im In Love
karya Nasry Chepy yang diangkat dari novel Rachmania
Arunita. Sedangkan film sinetron di antaranya adalah Siti
Nurbaya karya Dedi Setiadi yang diangkat berdasarkan
novel Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Contoh lainnya
adalah Sengsara Membawa Nikmat karya Tulis Sutan Sati
(TVRI), Lupus karya Hilman Wijaya (Indosiar), Padamu Aku
Bersimpuh dan Al Bahri karya Gola Gong (RCTI dan TV7),
Cintaku di Kampus Biru karya Ashadi Siregar (RCTI), dan
Keluarga Cemara karya Arswendo (RCTI).
Adapasi dari novel ke dalam film umumnya lebih
mempertimbangkan nilai ekonomi yang akan diperoleh.
Hal ini dikarenakan sebelum menjadi film, novel-novel
tersebut sudah laris di pasaran sehingga masyarakat
dinilai sudah tidak asing lagi terhadap ceritanya. Namun
demikian, ada pula yang menitikberatkan pada ide cerita
karena dianggap bagus, penting, dan relevan. Di sisi lain,
adaptasi karya ini juga cukup membantu penulis skenario
film untuk menggagas cerita yang akan disajikan.
Menurut Dwight V Swain dan Joye R Swain yang
dikutip Maroeli Simbolon, ada tiga cara utama untuk

37
02
01
mengadaptasi karya sastra ke film, yaitu mengikuti
buku, mengambil konflik-konflik penting, dan membuat
cerita baru. Kemudian, ia melanjutkan bahwa dari cara-
ASPEK-ASPEK
cara tersebut, cara ketiga adalah yang sering dilakukan. DALAM FILM

Pernyataan tersebut senada dengan pendapat Krevolin,


seorang penulis skenario Hollywood dan pakar dari UCLA,
yang menjelaskan bahwa ketika seorang penulis skenario
mengadaptasi sebuah novel, maka ia tak mempunyai
hutang terhadap karya asli. Tugas seorang penulis skenario
ketika mengadaptasi suatu karya ke dalam skenario film
bukanlah mempertahankan sebanyak mungkin kemiripan
dengan cerita asli, akan tapi membuat pilihan terbaik dari
materi untuk menghasilkan skenario sebaik mungkin.
Dengan demikian, penulis skenario berhak mengambil
keputusan lain berdasarkan interpretasinya. Hal tersebut
bisa terjadi dalam menentukan tokoh utama. Dalam film
Shawshank Redemption, misalnya, tokoh utama bukan Red
seperti dalam novel, melainkan Andi. Sedangkan dalam
film Shiloh terdapat tokoh Samantha yang dimunculkan
dalam film tetapi tidak terdapat dalam novel. Selain itu,
penulis skenario juga dapat menafsirkan ulang sejarah,
seperti dalam film O, Brother, Where Art Thou? atau
membubuhi fantasi sejarah seperti dalam film The Patriot.
Kenyataan bahwa adaptasi novel ke film yang
melahirkan elemen-elemen baru pada cerita ini
sesungguhnya memiliki dampak signifikan terhadap
masyarakat penonton. Sangat mungkin timbul rasa
kecewa terhadap hasilnya, baik dari penulis novelnya

38
02
01
maupun para pembaca karya tersebut. Respon pasar yang
kecewa atau sebaliknya ini sangat lumrah dalam proses
adaptasi mengingat telah terjadi perubahan medium atau
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM platform, yakni dari tulisan (puisi, cerpen, novel) menjadi
audio visual (film). Pada akhirnya, selain memunculkan
berbagai elemen atau cerita yang sama sekali berbeda,
adaptasi ini juga akan memproduksi makna-makna baru
dalam konten komunikasi yang berlangsung.
Ernest Hemingway merupakan salah satu sastrawan
besar Amerika yang sering kecewa apabila novel-novelnya
difilmkan atau diangkat ke layar lebar. Pemenang hadiah
nobel ini malahan bersedia membayar biaya yang
dikeluarkan oleh produser film asalkan salah satu film
hasil adaptasi dari novelnya tidak diedarkan. Sementara
itu, penulis novel Indonesia yang kecewa terhadap proses
tersebut adalah Motinggo Busye sehingga ia terdorong
untuk terjun ke dunia film. Pun begitu dengan Y.B.
Mangunwijaya yang merasa kecewa dengan film Roro
Mendut garapan Ami Priono.
Asrul Sani menegaskan bahwa seorang pembaca
novel mempunyai kebebasan untuk berimajinasi tentang
tokoh, latar, dan kejadian-kejadian yang diceritakan
dalam novel tersebut. Di sisi lain, penonton film tidak
mempunyai kebebasan semacam itu. Imajinasi penonton
film sangat dibatasi oleh gambar-gambar yang dihadirkan
film. Oleh karena itu, seorang penonton atau bahkan
novelis seringkali merasa kecewa ketika melihat novel
kesayangannya diangkat ke layar lebar. Di sini pengalaman-

39
02
01
pengalaman individual yang berkesan bagi pembaca
pada saat menikmati novel, tidak selalu dapat ditemukan
dalam film. Demikian juga ketika suatu film diadaptasi ke
ASPEK-ASPEK
dalam novel, tidak mungkin segala sesuatu yang ada di DALAM FILM

dalam film diceritakan kembali secara lengkap ke dalam


novel. Berdasarkan gugatan yang kerap terjadi tersebut,
Kloves menulis skenario Harry Potter dengan setia tanpa
ada banyak perubahan. Alasannya, buku JK Rowling
ia nilai memiliki pembaca yang─selain banyak, juga
fanatik. Adanya perbedaan, sekecil apa pun, pasti akan
mengundang gugatan. Jika Kloves tak mempertimbangkan
hal tersebut, filmnya dinilai bakal gagal.
Krevolin sendiri pernah menyatakan bahwa film The
Lord of the Rings benar-benar merupakan sebuah adaptasi
yang sempurna dari novel Tolkien yang ditulis pada tahun
1954. Namun adaptasi tersebut dinilainya bukan karena
betul-betul mirip dengan novel aslinya, melainkan karena
sukses menangkap esensi, ruh, dan jiwa novelnya. Bukan
melakukan transkripsi secara harfiah dan setia terhadap
materi sumber, yang dalam banyak hal mustahil untuk
dilakukan, melainkan menangkap kebenaran dari karya
asli dan membawanya ke layar lebar (Krevolin, 2003).
Terkait perbedaan medium tulisan dan audio visual
ini, sutradara film Ayat-Ayat Cinta (novel ditulis oleh
Habiburrahman El Zirazy) Hanung Bramantyo menjelaskan:
“Film adalah bahasa visual sedangkan novel adalah
bahasa tulis (baca: teks). Teks mampu membimbing
imajinasi kita secara bebas, sedangkan visual memberikan

40
02
01
bentuk ‘nyata’. Teks juga mampu menggambarkan secara
detil suasana hati, sudut lokasi secara berurutan berikut
kiasan-kiasannya, juga memaparkan latar belakang
ASPEK-ASPEK
DALAM FILM persoalan secara berkelindan, meloncat ke masa silam
atau mendadak menjamah masa depan seolah tanpa ada
beban. Tapi visual, dengan sifatnya yang nyata, bukan
berarti tidak mampu menggambarkan detail persoalan,
suasana hati dan latar belakang, akan tetapi memiliki
karakteristik yang berbeda. Kita bisa melihat teks yang
dibuat Ayu Utami dalam Saman. Lompatan bahasa antara
orang pertama, kedua dan ketiga dengan bebas Ayu
mainkan yang mana belum tentu memiliki kekuatan sama
ketika itu divisualkan. Pendeknya, membaca novel dengan
menonton film adalah dua pengalaman yang berbeda.”
Senada dengan Hanung, sutradara Laskar
Pelangi (novel ditulis oleh Andrea Hirata) Riri Reza
juga mengatakan bahwa novel dan film adalah dua
hal yang berbeda. Menurutnya, novel merupakan
seni yang bertutur dengan kata. Adapun film adalah
seni yang bertutur dengan gambar dan bunyi.

41
01

PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

2
KERANGKA TEORITIK DAN METODIK
UNTUK KAJIAN FILM

42
01

PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

BAB 3 MEDIA, REPRESENTASI DAN SEMIOTIKA


A. Pengantar
B. Media dan Praktik Representasi
C. Media dan Konstruksi Realitas
D. Pesan Verbal dan Nonverbal dalam Komuni-
kasi
E. Komunikasi dan Dakwah
F. Semiotika

43
KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK KAJIAN FILM 01

03 MEDIA,
REPRESENTASI
PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

DAN SEMIOTIKA
A. Pengantar
B. Media dan Praktik Representasi
C. Media dan Konstruksi Realitas
D. Pesan Verbal dan Nonverbal
dalam Komunikasi
E. Komunikasi dan Dakwah
F. Semiotika

BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK


KAJIAN FILM

Bab sebelumnya telah menyinggung aspek-aspek dalamfilm yang


mempengaruhi persepsi para penontonnya. Pada bab ini, hal tersebut
semakin ditegaskansecara teoritis

MEDIA,
44 REPRESENTASI
DAN SEMIOTIKA
03

MEDIA,
BAB 3
Media, Representasi
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA

Dan Semiotika

A. Pengantar
Bab sebelumnya telah menyinggung aspek-
aspek dalam film yang mempengaruhi persepsi para
penontonnya. Pada bab ini, hal tersebut semakin
ditegaskan secara teoritis. Artinya, sebagai suatu media
komunikasi massa, film merupakan suatu objek yang
berkontribusi dalam membentuk realitas sosial. Melalui
sifat-sifatnya, film mampu mengonstruksi sebuah wacana,
pesan, dan kesan terhadap realitas sosial tertentu. Jika
demikian, diperlukan suatu alat analisis untuk dapat
memahami apa yang berada “di luar” film.

B. Media dan Praktik Representasi


Representasi merujuk pada bagaimana seseorang,
suatu kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam suatu pesan media, baik dalam bentuk
pemberitaan maupun wacana media lainnya (Eriyanto,
2001:113). Representasi penting untuk memahami dua
hal. Pertama, apakah seseorang, kelompok, atau gagasan

45
03
tersebut ditampilkan sebagaimana mestinya atau
dimarjinalkan lewat penggambaran yang buruk. Kedua,
bagaimana representasi tersebut ditampilkan.
MEDIA,
Media menjadi sarana yang efektif untuk REPRESENTASI
SEMIOTIKA
DAN

mengarahkan atau menghilangkan gagasan seseorang


atau kelompok tertentu. Sebagai produsen informasi,
menurut John Fiske (dalam Basarah, 2004: 34), pekerja
media setidaknya menghadapi tiga proses dalam
memproduksi realitas. Level pertama adalah peristiwa
yang ditandakan (encode) sebagai realitas. Dalam bahasa
gambar, hal ini umumnya berhubungan dengan aspek-
aspek spesifik yang tertangkap secara visual, seperti
pakaian, lingkungan, ucapan, dan ekspresi.
Level kedua adalah bagaimana realitas tersebut
digambarkan. Di sini digunakan perangkat secara teknis.
Dalam bahasa tulis, perangkat teknis itu adalah kata,
kalimat, proposisi, grafik dan sebagainya. Pada bahasa
gambar, perangkat tersebut dapat berupa kamera,
pencahayaan, sudut pengambilan (angle), editing, dan
musik. Penggunaan kata, kalimat, proposisi, atau elemen
retoris lainnya dapat memberikan makna tertentu ketika
diterima oleh khalayak.
Adapun pada level ketiga adalah bagaimana
peristiwa tersebut diorganisir ke dalam konvensi-konvensi
yang diterima secara logis. Bagaimana kode-kode tersebut
dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koherensi
sosial, seperti kelas sosial, atau kepercayaan dominan
yang ada dalam masyarakat. Fiske mengatakan bahwa

46
03
ketika representasi tersebut dilakukan, bias ideologi akan
dihindari. Bias ideologi ini seringkali menjelma menjadi
kepercayaan sosial yang diterima secara common sense
MEDIA,
REPRESENTASI DAN dan tidak lagi dipertanyakan, bahkan oleh para produsen
SEMIOTIKA
pesan itu sendiri. Dengan demikian, dapat dipahami
bahwa representasi media tidak dapat begitu saja diterima
sebagai konstruksi realitas yang otentik.
Konsep Stuart Hall (1992:41-42) mengenai proses
representasi media adalah konsep encoding/decoding
yang menjelaskan bagaimana proses sebuah peristiwa
dimaknai oleh media maupun khalayak media. Hall
mengatakan, proses encoding media terhadap suatu
realitas tidak terlepas dari aspek-aspek ideologi, baik
yang bersifat institusional, personal, maupun aspek-aspek
yang berkaitan dengan kondisi sosio-kultural. Dalam hal
ini, seseorang akan terlibat dengan politik penandaan
ketika ia mencoba membuat gambaran tentang realitas.
Hal ini dimulai dengan proses encoding. Nilai-nilai akan
digunakan ketika seseorang memberikan penandaan
terhadap sebuah peristiwa. Dalam konsepsi Hall, peristiwa
yang telah “ditandai” tersebut kemudian diarahkan untuk
memiliki tingkat kesesuaian yang baik ketika diterima
dan dipahami oleh khalayak. Apa yang dimaksud dengan
kesesuaian pada proses penerimaan (decode) dalam
konsepsi Hall adalah adanya pengaruh, baik berupa
masukkan, hiburan, instruksi, atau ajakan yang tentu
saja memiliki kompleksitas aspek-aspek perseptual di
dalamnya yang bersifat kognitif, emosional, ideologis,

47
03
atau konsekuensi perilaku (behavioral) lainnya.
Representasi dianggap membentuk benang sosial
dalam hidup masyarakat. Representasi adalah masalah MEDIA,
yang penting sebab ia bukan merupakan presentasi atau REPRESENTASI
SEMIOTIKA
DAN

tampilan langsung dari dunia dan hubungan orang-orang


di dalamnya, melainkan representasi yang berhubungan
dengan proses aktif dalam pemilihan dan penampilan
yang melalui proses seleksi dan penyusunan makna
yang sedemikian rupa. Jadi, representasi bukan semata
penyampaian makna yang sudah ada, melainkan sebuah
usaha aktif untuk membuat sesuatu memiliki makna
tertentu.
Sejalan dengan apa yang dikatakan Fiske mengenai
proses representasi, Eriyanto (2001:116) mengatakan
paling tidak ada dua proses yang dilakukan media.
Pertama, memilih fakta. Proses memilih fakta ini didasarkan
pada asumsi bahwa tidak mungkin media melihat
peristiwa tanpa sebuah perspektif. Kedua, menuliskan
fakta. Proses ini berkaitan dengan bagaimana fakta yang
dipilih tersebut disajikan kepada khalayak. Gagasan ini
kemudian diungkapkan melalui bahasa dalam bentuk
kata, kalimat, proposisi, juga dengan bantuan aksentuasi
bahasa gambar dan komponen grafik lainnya, seperti foto,
gambar, ilustrasi, serta penebalan huruf yang mewakili
sebuah pemaknaan tertentu.
Pemilihan fakta juga merupakan praktik
reprensentasi yang selanjutnya akan dibungkus dengan
menggunakan bahasa tertentu guna memapankan

48
03
definisi media terhadap suatu realitas. Dalam hal ini, dapat
dipahami bahwa bahasa tidak hanya ditujukan untuk
mendefinisikan atau mencerminkan realitas, akan tetapi
MEDIA,
REPRESENTASI DAN justru menciptakan realitas itu sendiri. Alhasil, dalam
SEMIOTIKA
praktik representasi media, bahasa digunakan untuk
memilih fakta sekaligus membuang dan mengabaikan
fakta lainnya. Dengan konstruksi semacam inilah realitas
media hadir sebagai sebuah wacana di hadapan khalayak.

C. Media dan Konstruksi Realitas


Pekerjaan media pada hakikatnya adalah
mengonstruksikan realitas. Hal ini karena merujuk pada
sifat dan tujuan media yang tak lain adalah merekam
dan melaporkan berbagai peristiwa melalui tulisan,
suara, maupun gambar. Perlu ditekankan di sini bahwa
setiap upaya “menceritakan” sebuah peristiwa, keadaan,
benda, atau apa pun, pada hakikatnya adalah usaha
mengonstruksikan realitas (Sobur, 2001:88). Dalam konteks
media massa, setiap perekaman sampai dengan pelaporan
berita akan melalui mekanisme redaksional tertentu. Pada
tahap ini keterlibatan ideologi dan perspektif, baik dari
para pekerja media maupun pemiliknya merupakan suatu
keniscayaan. Dengan kata lain, mekanisme redaksional
setidaknya akan menentukan aspek 5 W + 1 H (What,
Who, When, Where, Why, dan How) dalam pemberitaan
suatu fakta atau peristiwa. Jika demikian, dapat dikatakan
bahwa media massa mempunyai peluang yang sangat
besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang

49
03
dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikannya. Proses ini
juga sekaligus menegaskan bahwa seluruh isi media massa
adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed
MEDIA,
reality). REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
Media massa memanfaatkan bahasa sebagai
perangkat dasar dalam mengonstruksikan realitas. Dalam
hal ini, bahasa bukan saja dimanfaatkan sebagai alat
untuk menggambarkan atau merepresentasikan realitas,
akan tetapi juga bisa menentukan relief seperti apa yang
akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut
(Hamad, 2001:57). Keberadaan bahasa bisa menentukan
gambaran (citra) yang akan muncul di benak khalayak.
Bahasa yang digunakan media massa berdampak amat
luas sehingga mampu mempengaruhi cara melafalkan
(pronunciation), tata bahasa (grammar), susunan kalimat
(syntax), perluasan dan modifikasi perbendaharaan kata,
dan akhirnya mengubah dan atau mengembangkan
percakapan (speech), bahasa (language), dan makna
(meaning) (DeFleur dan Ball Rockeach, 1989:265-269
dalam Sobur, 2001:90).
Menurut DeFleur dan Ball-Rokeach (1989:267)
dalam Sobur (2001:90), ada berbagai cara media
massa mempengaruhi bahasa dan makna ini, antara
lain: mengembangkan kata-kata baru beserta makna
asosiatifnya; memperluas makna dari istilah-istilah yang
ada; mengganti makna lama sebuah istilah dengan makna
baru; memantapkan konvensi makna yang telah ada dalam
suatu sistem bahasa. Dengan pola seperti ini, penggunaan

50
03
bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan
makna tertentu.

MEDIA, Dalam konstruksi realitas, bahasa merupakan unsur


REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
utama. Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan
realitas. Bahasa adalah alat konseptualisasi dan alat narasi.
Posisi bahasa dalam media massa setidaknya dapat
diilustrasikan melalui Becker dalam (Sobur, 2001:93) yang
menyatakan:
Events do not signify...to be intelligible
events must be put into symbolic form...
the communicator has a choice of codes or
sets of symbols. The one chosen affects the
meaning of the events for receivers. Since
every language-every symbol-cincides with
an ideology, the choice of a set of symbols
is, whether conscious or not, the choice of
an ideology (Peristiwa tidak bisa dijelaskan
... (sehingga) agar bisa dipahami, ia harus
dijelaskan melalui simbol-simbol ... dan si
penyampai pesan lah yang mempunyai
pilihan terhadap seperangkat kode atau
simbol. Pilihan tersebut akan mempengaruhi
makna dari sebuah peristiwa bagi
penerimanya. Karena setiap bahasa─setiap
simbol─hadir bersamaan dengan ideologi.
Dengan kata lain, pilihan atas seperangkat
simbol, sengaja atau tidak, merupakan
pilihan atas ideologi) (Littlejohn, 1996:236).

51
03
McLuhan (dalam Rakhmat, 2004:224) memandang
realitas yang dikonstruksikan oleh media massa tersebut
merupakan salah satu problem serius dalam masyarakat
MEDIA,
modern. Hal ini dikarenakan kecenderungan mereka REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
dalam memperoleh informasi melalui media massa
sebagai perpanjangan alat indera manusia (The Extension
of Man). Permasalahan utama di sini adalah masyarakat
tidak terbiasa mengecek kebenaran informasi yang mereka
peroleh dari media massa (Rakhmat, 2004:224). Padahal,
informasi yang ditampilkan oleh media massa tersebut
telah diseleksi, atau realitas yang ada merupakan realitas
tangan kedua (second hand reality) yang kerap memberikan
citra dunia yang keliru atau pulasan (pseudoworld) (Van
den Haag dan C. Wright Mills dalam Rakhmat, 2004:226).
Pemahaman masyarakat pada akhirnya terbentuk atau
terkonstruksi berdasarkan citra atau realitas kedua ini.
Kamla Bagin juga menyatakan bahwa media massa
hanyalah mencerminkan realitas sosial atau kebenaran
yang bersifat parsial. Selain itu, media massa memiliki
hubungan dua arah dengan realitas sosial; mencerminkan
apa yang ada sekaligus juga mempengaruhi realitas
sosial. Oleh karena itu, kesadaran adalah hal yang paling
penting dalam konstruksi sosial, karena konstruksi sosial
amat terkait dengan kesadaran manusia terhadap realitas
sosial itu.
Jika merujuk pada teori konstruksi sosial yang
digagas oleh Berger dan Luckman, dapat dipahami bahwa
realitas sosial merupakan sesuatu yang dikonstruksikan

52
03
oleh setiap individu maupun kelompok. Senada dengan itu,
Dahlgren (dalam Mulyana, 2004:170) mengatakan bahwa
realitas sosial menurut─setidaknya sebagian─pandangan
MEDIA,
REPRESENTASI DAN konstruktivis (fenomenologis) adalah produksi manusia,
SEMIOTIKA
hasil proses budaya, termasuk di dalamnya penggunaan
bahasa. Dalam konsepsi ini, realitas sosial dan manusia
berinteraksi secara dialektis dan simultan. Berger dan
Luckman menggunakan istilah objektivasi, eksternalisasi,
dan internalisasi untuk menjelaskan proses dialektika
tersebut. Objektivasi merupakan proses ketika realitas sosial
dianggap sebagai suatu hal yang berada di luar individu,
seperti misalnya media massa. Sebagai entitas objektif,
media massa kemudian mengalami proses eksternalisasi
karena ”diedarkan” oleh individu-individu tertentu
kepada individu-individu lainnya. Selanjutnya setiap
individu yang menggunakan media massa mengalami
proses internalisasi. Proses ini dapat mengakibatkan
seorang individu terpengaruh atau dapat pula melakukan
interpretasi terhadap konten-konten dari media massa.
Hal ini dikarenakan, dalam proses konstruksi sosial, akan
terjadi penyesuaian dengan simbol-simbol yang berlaku
dalam suatu masyarakat tertentu (Listianti, 2002:15-
16). Dalam konteks media massa, proses internalisasi ini
dapat dikatakan sebagai penyerapan konten oleh individu
sehingga kemudian melahirkan suatu wacana dan cara
berpikir. Proses ini kemudian kembali ke awal, yakni ke
tahap eksternalisasi, karena individu-individu yang telah
mengonsumsi media massa juga akan ”mengedarkan”
interpretasi, penyerapan, atau pengetahuannya kepada

53
03
individu-individu lainnya.
Keterkaitan media massa, konstruksi sosial, dan
realitas sosial tentunya memiliki relevansi dengan film. MEDIA,
Dalam hal ini, film dapat dinilai sebagai suatu realitas REPRESENTASI
SEMIOTIKA
DAN

social yang dikonstruksikan oleh kelompok tertentu.


Adapun sejumlah individu yang dinilai sangat berperan
besar dalam mengonstruksi nilai-nilai di dalam film adalah
pemilik modal, sutradara, dan penulis naskah. Pemilik
modal atau produser sangat berperan dalam pembiayaan
film. Posisinya merupakan yang paling strategis dalam
menentukan arah, konten, dan berbagai kebijakan penting
dalam produksi film. Sedangkan sutradara memiliki
peran mengontrol tindakan dan dialog di depan kamera
dan bertanggung jawab untuk merealisasikan apa yang
dimaksud oleh penulis naskah atau produser (Effendy,
2005:134). Penulis naskah atau script writter merupakan
penulis dari sebuah screenplay, yaitu naskah lengkap yang
menjadi bahan untuk melakukan produksi film (Effendy,
2005:149).

D. Pesan Verbal dan Nonverbal dalam


Komunikasi
a. Pesan Verbal
Pesan Verbal adalah suatu pesan yang disampaikan
dengan menggunakan kata-kata yang dilancarkan secara
lisan maupun tulisan. Tubb (1998:8) mengemukakan
bahwa pesan verbal adalah semua jenis komunikasi lisan

54
03
yang menggunakan satu kata atau lebih. Selanjutnya,
Tubbs mengemukakan bahwa pesan verbal terbagi atas
dua kategori yakni, (1) pesan verbal disengaja dan (2)
MEDIA,
REPRESENTASI DAN pesan verbal tidak disengaja. Pesan verbal yang disengaja
SEMIOTIKA
adalah usaha-usaha yang dilakukan secara sadar untuk
berhubungan dengan orang lain secara lisan. Adapun
pesan verbal yang tidak disengaja adalah sesuatu
dikatakan tanpa bermaksud mengatakan hal tersebut.
Salah satu hal yang penting dalam pesan verbal
adalah lambang bahasa. Konsep ini perlu dipahami agar
dapat mendukung secara positif aktivitas yang dilakukan
seseorang. Liliweri (1994:2) mengatakan bahwa bahasa
merupakan medium atau sarana bagi manusia yang
berpikir dan berkata tentang suatu gagasan sehingga
dikatakan bahwa pengetahuan itu adalah bahasa.
Bagi manusia bahasa, merupakan faktor utama yang
menghasilkan persepsi, pendapat, dan pengetahuan.
Dalam hal ini, Rakhmat (2001:269) mendefinisikan bahasa
secara fungsional dan formal. Definisi fungsional melihat
bahasa dari fungsinya, sehinggga bahasa diartikan sebagai
“alat yang dimiliki bersama untuk mengungkapkan
gagasan” karena bahasa hanya dapat dipahami bila ada
kesepakatan antara anggota-anggota kelompok sosial
untuk menggunakannya. Definisi formal menyatakan
bahasa sebagai semua kalimat yang terbayangkan yang
dapat dibuat menurut peraturan tata bahasa. Setiap
bahasa mempunyai peraturan bagaimana kata-kata harus
disusun dan dirangkai supaya memberikan makna.

55
03
b. Pesan Nonverbal
Pesan nonverbal adalah suatu pesan tanpa kata- MEDIA,
REPRESENTASI DAN
kata. Tubbs (1996:9) mengemukakan bahwa pesan SEMIOTIKA
nonverbal adalah semua pesan yang disampaikan tanpa
kata-kata atau selain dari kata yang dipergunakan. Dalam
kaitannya dengan bahasa, pesan-pesan nonverbal masih
dipergunakan karena dalam praktiknya, antara pesan
verbal dan nonverbal dapat berlangsung secara serentak
atau simultan. Menurut Knapp (1997:177-178), komunikasi
nonverbal ada enam fungsi utama, yaitu:
1. Untuk menekankan. Komunikasi nonverbal
digunakan untuk menekankan atau menonjolkan
beberapa bagian dari pesan verbal
2. Untuk melengkapi. Komunikasi nonverbal
digunakan untuk memperkaya pesan verbal
3. Untuk menunjukkan kontradiksi. Pesan nonverbal
digunakan untuk menolak pesan verbal, atau
memberikan makna lain terhadap pesan nonverbal
4. Untuk mengatur. Komunikasi nonverbal digunakan
untuk mengendalikan atau mengisyaratkan
keinginan komunikator untuk mengatur pesan
verbal
5. Untuk mengulangi. Pesan ini digunakan untuk
mengulangi kembali gagasan yang sudah
dikemukakan secara verbal.

56
03
Adapun menurut DeVito (1997:187-216),
komunikasi nonverbal dapat berupa gerakan tubuh,
wajah, mata, komunikasi ruang kewilayahan, komunikasi
MEDIA,
REPRESENTASI DAN sentuhan, parabahasa, dan waktu. Seorang komunikator
SEMIOTIKA
dituntut kemampuannya dalam mengendalikan
komunikasi nonverbal berupa gerakan tubuh (gerakan
tangan, anggukan kepala dan bergegas), gerakan wajah
(tersenyum, cemberut, kontak mata), dan parabahasa
(suara lembut, merendahkan suara dan menaikan suara).
Di lain pihak, Stewart dan D’Angelo (1980) dalam
Mulyana (2005:112-113) berpendapat bahwa bila
dicermati perbedaan antara verbal dan nonverbal dan
vokal dan nonvokal, terdapat empat kategori atau jenis
komunikasi.
1. Komunikasi verbal/vokal merujuk pada
komunikasi melalui kata yang diucapkan.
2. Komunikasi verbal/nonvokal kata-kata
digunakan tapi tidak diucapkan.
3. Komunikasi nonverbal/vokal adalah mencakup
gerutuan, atau vokalisasi
4. Komunikasi nonverbal/nonvokal mencakup
sikap dan penampilan.

E. Komunikasi dan Dakwah


Tujuan komunikasi adalah mengubah sikap (to change
the attittude), mengubah opini/pendapat/pandangan (to

57
03
change the opinion), mengubah perilaku (to change the
behavior), mengubah masyarakat (to change the society)
(Effendy, 2000:55). Berdasarkan tujuan tersebut, sangat
MEDIA,
mudah melihat keterkaitan antara komunikasi dan dakwah. REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
Dakwah sendiri adalah terma yang terambil dari Al-Qur’an.
Dakwah secara lughawi berasal dari bahasa Arab yang
artinya seruan, panggilan, atau undangan. Secara istilah,
kata dakwah berarti menyeru atau mengajak manusia
untuk melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk,
menyuruh berbuat kebajikan dan melarang perbuatan
munkar yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya
agar manusia mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.
Syaikh Ali Mahfuzh, murid Syaikh Muhammad
Abduh, sebagai pencetus gagasan dan penyusunan pola
ilmiah ilmu dakwah memberi batasan mengenai da’wah
sebagai berikut:
“Membangkitkan kesadaran manusia di
atas kebaikan dan bimbingan, menyuruh
berbuat ma’ruf dan mencegah dari perbuatan
yang munkar, supaya mereka memperoleh
keberuntungan kebahagiaan di dunia dan di
akhirat.”

Dakwah adalah usaha penyebaran pemerataan


ajaran agama di samping amar ma’ruf dan nahi munkar.
Terhadap umat Islam yang telah melaksanakan risalah

58
03
Nabi lewat tiga macam metode yang paling pokok yakni
dakwah, amar ma’ruf, dan nahi munkar, Allah memberi
mereka predikat sebagai umat yang berbahagia atau
MEDIA,
REPRESENTASI DAN umat yang menang.
SEMIOTIKA
Dakwah mengandung pengertian sebagai suatu
kegiatan ajakan baik dalam bentuk lisan, tulisan, tingkah
laku, cerita dan sebagainya yang dilakukan secara sadar
dan berencana dalam usaha mempengaruhi orang lain,
baik secara individual maupun secara kelompok agar
supaya timbul dalam dirinya suatu pengertian, kesadaran,
sikap penghayatan serta pengalaman terhadap ajaran
agama sebagai message yang disampaikan kepadanya
dengan tanpa adanya unsur paksaan. Dengan demikian,
esensi dakwah terletak pada ajakan, dorongan (motivasi),
rangsangan serta bimbingan terhadap orang lain untuk
menerima ajaran agama dengan penuh kesadaran demi
untuk keuntungan pribadinya sendiri, bukan untuk
kepentingan juru dakwah/juru penerangan (Arifin, 2000:6).
Dakwah Islamiah adalah risalah yang bertujuan
untuk merubah jiwa dan manusia supaya men-tauhidkan
Allah, melaksanakan ibadat, berakhlak mulia serta kasih
sayang antara satu sama lain yang tergabung keperluan-
keperluan akhlak (mental), makrifah (cognitive), ruhiyyah
(spiritual), jasadiyyah (fizikal), maddiyyah (material) dan
sebagainya (Qazalba & Ismail, 1993:100). Tujuan dakwah
ialah untuk menyebar dan memperkembangkan Islam
dan menyuruh membuat baik (Al-Khair) dan melarang
membuat jahat (Al-Munkar) (Qazalba & Ismail, 1993:26).

59
03
Allah berfirman:
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan
cara hikmah (ialah perkataan yang tegas dan benar MEDIA,
yang dapat membedakan antara yang hak dengan REPRESENTASI
SEMIOTIKA
DAN

yang bathil) dan pelajaran yang baik dan bantahlah


mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya
Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang
siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk” (QS An Nahl:125).
Atau di ayat lain:
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan
mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu
lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-
orang yang fasik” (QS Ali Imran:110).

Adapun mengenai tujuan dakwah, yaitu: pertama,


mengubah pandangan hidup. Dalam QS. Al Anfal:24
tersirat bahwa yang menjadi maksud dari dakwah adalah
menyadarkan manusia akan arti hidup yang sebenarnya.
Hidup bukanlah makan, minum dan tidur saja. Manusia
dituntut untuk mampu memaknai hidup yang dijalaninya.
Kedua, mengeluarkan manusia dari gelap-gulita menuju
terang-benderang. Ini diterangkan dalam firman Allah:

60
03
“Inilah kitab yang kami turunkan kepadamu untuk
mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada terang-
benderang dengan izin Tuhan mereka kepada jalan yang
MEDIA,
REPRESENTASI DAN perkasa, lagi terpuji.” (QS. Ibrahim:1).
SEMIOTIKA
Bagi seorang muslim, dakwah berarti menerjemahkan
kepercayaan tersebut dalam kehidupan pribadi, keluarga,
kehidupan sehari-hari, kehidupan sosial, politik,
ekonomi, dan budaya secara totalitas. Dalam Al-Qur’an,
Nabi Muhammad diperintahkan mengajak manusia
menyerahkan diri kepada Allah. Menurut Natsir (1986:109),
dakwah dalam arti amar makruf nahi munkar adalah
syara mutlak bagi kesempurnaan dan keselamatan hidup
masyarakat. Hal ini adalah kewajiban sebagai pembawaan
fitrah manusia selaku social being (makhluk ijtimai); dan
kewajiban yang ditegaskan oleh risalah: oleh kitabullah
dan sunah Rasul. Dakwah adalah kewajiban setiap muslim
yang harus dilakukan secara bersinambungan, yang
bertujuan akhir mengubah perilaku manusia berdasarkan
pengetahuan dan sikap yang benar, yakni untuk membawa
manusia mengabdi kepada Allah secara total, mencintai
Allah dan Rasul mereka lebih daripada kecintaan mereka
kepada diri mereka sendiri, seperti yang ditunjukkan para
sahabat Nabi (Mulyana, 1999:54). Oleh karena itu, bagi
seorang muslim/muslimah, berdakwah adalah tugas yang
diamanatkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT.
Menurut Bactiar (1999:34-35), ada empat metode
dakwah Islam yaitu sebagai berikut:
1. Dakwah bil hal, yaitu dakwah yang dilakukan

61
03
melalui perilaku yang sopan sesuai dengan
ajaran Islam, memelihara lingkungan, mencari
nafkah dengan tekun, ulet, sabar, semangat, kerja
MEDIA,
keras, dan menolong sesama (memelihara yatim REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
piatu, mendirikan sekolah, mendirikan pusat
pernbelanjaan, dan lain-lain).
2. Dakwah bil lisan, yaitu dakwah yang dilakukan
berupa ceramah, seminar symposium, diskusi,
khutbah, sarasehan, dan brain storming.
3. Dakwah bil qalam, yaitu dakwah melalui tulisan
berupa buku, majalah, surat kabar, spanduk,
pamphlet, dan lukisan-lukisan.
4. Dakwah bil qishas, yaitu dakwah yang dilakukan
melalui penyampaian cerita atau sejarah dan
dongeng. Contoh cerita seperti kisah para Nabi
dan kisah Rasulullah Muhammad Saw.
Dengan demikian, ada berbagai cara untuk
berdakwah dalam menyampaikan kebenaran yang
bersumber dari firman Allah yang terangkum dalam Al-
Qur’an dan sunnah Rasul yang terangkum dalam hadits.
Di antaranya dengan ceramah di masjid, majelis taklim,
televisi, dan radio yang dikategorikan sebagai dakwah bil
lisan. Dapat juga melalui tulisan di koran, majalah, sebagai
dakwah bil qalam. Bahkan, kemudian berkembang dakwah
lewat film layar lebar seperti yang dilakukan oleh Hanung
Bramantyo dalam film Ayat-Ayat Cinta.

62
03
Dakwah melalui media film Ayat-Ayat Cinta ini bisa
dikategorikan sebagai dakwah bil qalam sekaligus dakwah
bil qishas. Hal ini dikarenakan film yang terinspirasi dari
MEDIA,
REPRESENTASI DAN novel Habiburrahman El Zhirazy tersebut diungkapkan
SEMIOTIKA
secara tertulis melalui skenario kemudian dikemas dalam
sebuah film layar lebar. Apa yang dilakukan sutradara
melalui film Ayat-Ayat Cinta merupakan salah satu bentuk
dakwah bil qishas, yang tidak hanya mampu mengungkap
realitas yang ada tetapi juga menjadikannya bahan
renungan. Sebagaimana dikatakan oleh Amirudin (dalam
Mulyana, 2005:vi), di antara kelebihan dakwah dengan
teknik qishas (bercerita) adalah berkurangnya kesan
“menggurui”, tetapi akan lebih diartikan sebagai ajakan
berpikir.
Allah SWT memerintahkan agar berdakwah itu
dilakukan dengan bijaksana, menggunakan kalimat-
kalimat santun, dan tidak mengejek tapi harus mengajak.
Adapun sasaran dakwah adalah sebagai berikut:
1. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat
dilihat dari segi sosiologis berupa masyarakat
terasing, pedesaan, kota besar dan kecil, serta
masyarakat didaerah marginal dari kota besar.
2. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat
dilihat dari segi struktur kelembagaan berupa
masyarakat, pemerintah, dan keluarga.
3. Sasaran yang berupa kelompok-kelompok
masyarakat dilihat dari segi sosial kultural berupa

63
03
golongan priyayi, abangan, dan santri. Klasifikasi
itu terutama terdapat dalam masyarakat Jawa.
4. Sasaran yang berhubungan dengan golongan MEDIA,
masyarakat dilihat dari segi usia berupa golongan REPRESENTASI
SEMIOTIKA
DAN

anak-anak, remaja, dan orang tua.


5. Sasaran yang berhubungan dengan golongan
masyarakat dilihat dari segi profesi atau pekerjaan
berupa golongan petani, pedagang, seniman,
buruh, pegawai negeri.
6. Sasaran yang menyangkut golongan masyarakat
dilihat dari segi tingkat hidup sosial-ekonomis
berupa golongan orang kaya, menengah, dan
miskin.
7. Sasaran yang menyangkut kelompok masyarakat
dilihat dari segi jenis kelamin (sex) berupa golongan
wanita, pria, dan sebagainya.
8. Sasaran yang berhubungan dengan golongan
dilihat dari segi khusus berupa golongan masyarakat
tuna susila, tuna wisma, tuna karya, narapidana dan
sebagainya (Arifin, 2000:3-4).
Di dalam proses kegiatan dakwah itu terdapat
beberapa faktor pedagogis yang menyebabkan kegiatan
dakwah dan penerangan tersebut dapat berlangsung
dengan baik. Faktor-faktor tersebut adalah menyangkut
hal-hal sebagai berikut:

64
03
1. Pelaksana dakwah di dalam masyarakat terkenal
dengan sebutan mubaligh.

MEDIA, 2. Objek atau sasaran dakwah yang berupa manusia


REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
yang harus dibimbing dan dibina menjadi manusia
beragama sesuai dengan tujuan dakwah.
3. Lingkungan dakwah adalah suatu faktor yang besar
pengaruhnya bagi perkembangan sasaran dakwah
baik berupa individu maupun berupa kelompok
manusia serta kebudayaan.
4. Alat-alat dakwah atau disebut juga media dakwah
adalah faktor yang dapat menentukan kelancaran
proses dakwah. Faktor ini kadang disebut
dependent variable artinya dalam penggunaanya
atau efektivitasnya bergantung pada faktor lainnya,
terutama orang yang menggunakannya. Namum
kegunaannya bisa polypragmatis (kemanfaatan
berganda) atau monopragmatis (kemanfaatan yang
tunggal) dalam rangka mencapai tujuan dakwah.
5. Tujuan dakwah agama adalah suatu faktor yang
menjadi pedoman arah proses yang dikendalikan
secara sistematis dan konsisten.
Dalam proses berdakwah, diperlukan adanya sistem
interaksi dan komunikasi yang mantap dan terarah secara
sistematis dan konsisten sehingga terbentuklah pola
hubungan yang bersifat interaksional (saling pengaruh
mempengaruhi antara satu faktor dengan lainnya) yang
dapat digambarkan sebagai berikut:

65
03

MEDIA,
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA

Gambar 3.1. Pola Hubungan Dakwah bersifat Interaksional (Sumber:


Arifin, 2000:67-68).

F. Semiotika
Kata semiotika berasal dari bahasa Yunani, semeion,
yang berarti “tanda” (Sudjiman dan Van Zoest, 1996:vii)
atau seme, yang berarti “penafsir tanda” (Cobley dan Jansz,
1999:4). Teori tanda dikembangkan oleh Pierrce pada
abad ke-18 yang dipertegas dengan munculnya buku The
Meaning of Meaning (Ogden dan Richards,1923). Dalam
perkembangannya, teori tanda kemudian dikenal dengan
semiotik, yang dibagi dalam (tiga) cabang, yakni:
1. Semantik, yaitu yang berhubungan dengan tanda-
tanda;
2. Sintaktik, yaitu yang berhubungan dengan
gabungan tanda-tanda (susunan tanda-tanda);
3. Pragmatik, yaitu yang berhubungan dengan asal-
usul, pemakaian, dan akibat pemakaian tanda-
tanda di dalam tingkah laku berbahasa.

66
03
Ferdinand de Saussure merupakan salah satu
tokoh utama dalam perkembangan semiotika. Semiotika
sendiri pada awalnya kerap hanya dihubungkan dengan
MEDIA,
REPRESENTASI DAN ilmu linguistik saja. Hal tersebut mungkin saja karena
SEMIOTIKA
Saussure sendiri adalah seorang ahli linguistik, walaupun
sebenarnya ilmu linguistik hanyalah merupakan bagian
dari semiotika secara umum (Chandler, 2005 dalam).
Model kajian semiotika pada ilmu linguistik kemudian
diterapkan pula pada fenomena (teks) yang lain. Di sini
fenomena diperlakukan sebagaimana bahasa, dan dengan
menempatkan hubungan (relationship) sebagai hal yang
penting dan bukan semata-mata sebagai benda. Berkaitan
dengan hal tersebut, Jonathan Culler menyatakan:
“Gagasan bahwa linguistik dapat berguna
dalam mempelajari fenomena kultural
didasarkan dua pandangan penting.
Pertama, fenomena sosial dan kultural
bukanlah sekedar objek material atau
kejadian semata-mata, tetapi objek kejadian
dengan makna–dan oleh sebab itu–tanda-
tanda. Kedua, mereka tidak mempunyai
esensi kecuali jika didefinisikan dalam sebuah
jaringan hubungan” (Berger, 1982:17).

Menurut Saussure, persepsi dan pandangan kita


tentang realitas, dikonstruksikan oleh kata-kata dan tanda-
tanda lain yang digunakan dalam konteks sosial. Dalam
hal ini, selain merefleksikan realitas yang ada, tanda juga

67
03
dapat membentuk persepsi manusia (Bignell, 1997, dalam
Listiorini, 1999). Bagi Saussure, tanda disusun berdasarkan
dua elemen, yaitu aspek citra tentang bunyi (semacam
MEDIA,
kata atau representasi visual) dan sebuah konsep di mana REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
citra bunyi disandarkan. Inilah antara lain yang dikatakan
oleh Saussure:
“Saya menyebut kombinasi konsep dan citra
bunyi sebagai tanda. Namun, dalam penggunaan
dewasa ini, dalam istilah umum, hanya digunakan
citra bunyi. Sebuah kata yang digunakan untuk
contoh (arbor/pohon, dsb). Orang cenderung
mengatakan bahwa kata tersebut mengandung
konsep tentang pohon (tree), akibatnya konsep
tentang ide pancaindera secara tak langsung turut
menyatakan ide tentang keseluruhan. Ambiguitas
akan muncul bila ketiga makna yang tercakup di
sini ditandai dengan tiga makna yang masing-
masing maknanya berlawanan satu sama lain.
Saya bermaksud memastikan bahwa kata “tanda”
(signe) itu untuk menyusun keseluruhan dan untuk
menggantikan konsep dan citra-bunyi masing-
masing dengan “petanda” (signifie/signified) dan
“penanda” (signifian/signifier). Kedua istilah terakhir
lebih menguntungkan untuk mengindikasikan
oposisi keterpisahannya dari aspek yang lain dan
dari aspek keseluruhan yang membangunnya”
(Berger, 2000b:11 dalam Sobur, 2003:32).
Hubungan antara petanda (signified/konsep)

68
03
dengan penanda (signifier/citra suara) dapat digambarkan
sebagai berikut:

MEDIA,
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA

Gambar 3.2. Diagram Tanda dari Saussure (Sumber: Berger,


1982:8)

Saussure selanjutnya mengatakan bahwa tanda


adalah objek fisik dengan sebuah makna. Ia mengatakan
bahwa tanda (sign) terdiri dari sebuah penanda (signifier)
atau yang menandai, yang merupakan bentuk tanda, dan
petanda (signified) atau yang ditandai, yang merupakan
arti tanda. Littlejohn (1999:66) mengatakan bahwa tanda
(sign) sebagai basis dari komunikasi. Oleh karena itu,
simbol atau tanda yang bekerja ini tidak hadir dalam
suatu ruang hampa sosial, melainkan ada pada konteks
dan situasi tertentu. Tanda tercipta melalui proses
berpikir dan pemahaman. Hal tersebut selalu berkaitan
dengan referensi terhadap dunia acuan dari objek yang
disimbolkan.
Saussure menyebut signifier sebagai bunyi atau
coretan yang bermakna, sedangkan signified adalah

69
03
gambaran mental atau konsep sesuatu dari signifier.
Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan konsep
mental tersebut dinamakan signification. Dengan kata lain,
MEDIA,
signifcation adalah upaya dalam memberi makna terhadap REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
dunia (Fiske, 1990:44). Pada dasarnya apa yang disebut
signifier dan signified tersebut adalah produk kultural.
Hubungan di antara keduanya bersifat arbitrer (manasuka)
dan hanya berdasarkan konvensi, kesepakatan, atau
peraturan dari kultur pemakai bahasa tersebut. Hubungan
antara signifier dan signified tidak bisa dijelaskan dengan
nalar apa pun, baik pilihan bunyi-bunyinya maupun pilihan
untuk mengaitkan rangkaian bunyi tersebut dengan benda
atau konsep yang dimaksud. Karena hubungan yang
terjadi antara signifier dan signified bersifat arbitrer, maka
makna signifier harus dipelajari, yang berarti ada struktur
yang pasti atau kode yang membantu menafsirkan makna.
Lebih jauh Saussure menggambarkan tanda yang terdiri
atas penanda (signifier) dan petanda (signified) sebagai
berikut:

Gambar 3.3. Elemen-Elemen Makna Saussure (Sumber: Fiske, 1990:44)

70
03
Tokoh semiotik lainnya adalah Umberto Eco, yang
mengembangkan proses dimana kultur memproduksi
tanda dan atau menghubungkan makna pada tanda.
MEDIA,
REPRESENTASI DAN Walaupun bagi Eco memproduksi makna merupakan
SEMIOTIKA
aktivitas sosial, namun dia mengijinkan faktor subyektif
dilibatkan pada setiap tindakan individual dalam
melakukan tindakan semiotik (act of semiotics) (Chandler,
2005).
Berger (1982:14) memberikan rangkuman mengenai
semiotika sebagai berikut:
1) Semiotika menaruh perhatian pada bagaimana,
makna diciptakan dan disampaikan melalui teks
dan khususnya melalui narasi (cerita).
2) Fokus perhatian pada semiotika adalah tanda
yang ditemukan dalam teks. Tanda-tanda dapat
dipahami sebagai kombinasi dari penanda dan
petanda.
Mengingat tidak satu pun mempunyai makna untuk
dirinya sendiri, hubungan yang ada diantara tanda-tanda
menjadi sangat penting. Sebuah analogi dapat dibuat
melalui kata dan tata bahasa: adalah cara bagaimana kata-
kata dikombinasikan yang menentukan apa maknanya.
Bahasa adalah institusi sosial yang menjelaskan bagaimana
kata-kata digunakan, percakapan adalah individual yang
berdasarkan pada bahasa.
Sampai saat ini, kajian semiotik dapat dibedakan
dalam dua jenis, yakni semiotika komunikasi dan

71
03
semiotika signifikasi (lihat antara lain Eco, 1979:8-9; Hoed,
2001:140 dalam Sobur, 2003:15). Semiotika komunikasi
hanya memperhatikan denotasi suatu tanda, sedangkan
MEDIA,
semiotika signifikasi mempelajari makna konotatif dari REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
tanda, sehingga kerap diidentikkan dengan jenis semiotika
lain, yaitu semiotik konotasi. Jenis semiotika komunikasi
menekankan pada teori tentang produksi tanda yang salah
satu di antaranya mengasumsikan adanya enam faktor
dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem
tanda), pesan, saluran komunikasi, dan acuan (hal yang
dibicarakan) (Jakobson, 1963; Hoed 2001:140 dalam Sobur,
2003:15). Adapun jenis semiotika signifikansi memberikan
penekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam
suatu konteks tertentu. Pada jenis yang kedua, tidak
dipersoalkan adanya tujuan berkomunikasi karena hal
yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda.
Dengan demikian, proses kognisi pada penerima tanda
lebih diperhatikan daripada proses komunikasinya.
Definisi semiotika, seperti yang kemudian dilanjutkan
oleh Lechte (2001:191), adalah teori tentang tanda dan
penandaan. Lebih jelasnya lagi, semiotika adalah suatu
disiplin yang menyelidiki semua bentuk komunikasi yang
terjadi berdasarkan sarana tanda-tanda (signs) dan sistem
tanda (sign system/code) (Seger, 2000:4). Cobley da Jansz
(1999:4) menyebut semiotika sebagai suatu disiplin untuk
menganalisis berbagai tanda atau studi mengenai fungsi
pada sistem tanda. Dalam hal ini, Charles Sanders Pierrce
(dalam Littlejohn, 1996:64) turut mendefinisikan semiotika

72
03
sebagai suatu hubungan antara tanda, objek, dan makna.
Selain itu, Charles Morris (dalam Seger, 2000:5) menyebut
semiotika sebagai suatu “proses tanda”, yakni ketika
MEDIA,
REPRESENTASI DAN sesuatu merupakan tanda bagi beberapa organisme
SEMIOTIKA
(dalam Sobur, 2003:16).
Dalam istilah Barthes, semiotika kerap disebut
semiologi. Menurutnya, semiologi ini hendak mempelajari
bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai berbagai
hal (things). Bartehz menekankan bahwa memaknai
(to signify) di sini tidak dapat dicampuradukkan
dengan mengomunikasikan (to communicate). Dalam
pandangannya, memaknai berarti bahwa objek-objek
tidak hanya membawa informasi, sebagaimana objek-
objek itu hendak berkomunikasi, melainkan juga
mengonstitusi sistem terstruktur dari tanda (Barthes,
1988:179; Kurniawan, 2001:53 dalam Sobur, 2003:15).
Pada dasarnya, para semiotisan atau semiotikus melihat
kehidupan sosial dan budaya sebagai pemaknaan,
bukan sebagai hakikat esensial objek semata. Tanda itu
sendiri dalam semiotika merupakan segala sesuatu yang
dapat diamati, atau dibuat teramati, mengacu kepada
hal yang dirujuknya (object) dan dapat diinterpretasikan
(intrenpretant) (Sobur, 2006:8).
Sebagai unit analisis dalam semiotika, tanda
memiliki seperangkat karakteristik tertentu. Dalam hal
ini, tanda adalah perangkat yang digunakan untuk
mencari jalan di dunia ini, di tengah-tengah dan bersama-
sama manusia. Singkatnya, tanda-tanda (signs) adalah

73
03
basis dari seluruh komunikasi (littlejohn, 2000:4 dalam
Sobur, 2003:15). Manusia dengan perantaraan tanda-
tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.
MEDIA,
Hjelmslev (dalam Christomy, 2001:7) mendefinisikan REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
tanda sebagai “suatu keterhubungan antara wahana
ekspresi (expression plan) dan wahana isi (content plan).”
Umberto Eco menyebut tanda sebagai “kebohongan”
(Gottdiener, 1995, dalam Listiorini,1999); dalam tanda
ada sesuatu yang tersembunyi di baliknya dan bukan
merupakan tanda itu sendiri. Sesuatu yang tersembunyi
itu adalah makna (meaning) yang dapat dilacak melalui
hubungan antara suatu objek atau ide dengan suatu
tanda (Littlejohn, 1996:64). Konsep dasar ini mengikat
seperangkat teori yang amat luas, yang membuat suatu
analisis akan berurusan dengan simbol, bahasa, wacana,
dan bentuk-bentuk nonverbal.
Bagi Charles Sander Pierrce (Pateda, 2001:44
dalam Sobur, 2003:41), tanda “is something which stand
to somebody for something in some respect or capacity.”
Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi oleh
Peirrce disebut ground. Konsekuensinya, tanda (sign
atau representamen) selalu terdapat dalam hubungan
triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar
hubungan ini, Peirrce mengadakan klasifikasi tanda.
Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi
qualisign, sinsign, dan ligisign. Qualisign adalah kualitas
yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras,
lemah, lembut, merdu. Sinsign adalah eksistensi aktual

74
03
benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata
kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai
keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai.
MEDIA,
REPRESENTASI DAN Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda,
SEMIOTIKA
misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-
hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.
Berdasarkan objeknya, Pierrce membagi tanda atas
icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah
tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya
bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata
lain, ikon adalah hubungan antara tanda dan objek atau
acuan yang bersifat kemiripan; misalnya potret dan peta.
Indeks adalah tanda yang menunjukkan adanya hubungan
yang alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat
kausal atau hubungan sebab-akibat, atau tanda yang
langsung mengacu pada kenyataan. Contoh yang paling
jelas ialah asap sebagai tanda adanya api. Tanda dapat
pula mengacu pada denotatum melalui konvensi. Tanda
seperti itu adalah tanda konvensional yang biasa disebut
simbol. Jadi, simbol adalah tanda yang menunjukkan
hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya.
Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau semena,
hubungan berdasarkan konvensi (perjanjian masyarakat).
Tabel berikut ini dapat memperjelas rumusan tersebut:

75
03
Tabel 3.1.
Trikotomi Ikon/Indeks/Simbol Peirrce
Tanda Ikon Indeks Simbol MEDIA,
REPRESENTASI DAN
Ditandai den- Persamaan Hubungan sebab- Konvensi SEMIOTIKA
gan: (kesamaan) akibat
Kata-kata
Contoh: Gambar-gam- Asap/api
Isyarat
bar
Gejala/penyakit
Patung-patung

Tokoh besar
Bercak merah/
Harus dipela-
Foto Reagen campak
Proses jari
Dapat dilihat Dapat diperkira-
kan
Sumber: Arthur Asa Berger. 2000b. Tanda-tanda dalam Kebudayaan
Kontemporer. Yogyakarta:PT Tiara Wacana, hal.14 dalam (Sobur,
2003:34).

Berdasarkan interpretant, tanda (sign,


representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau dicisign
dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan
orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang
yang matanya merah dapat saja menandakan bahwa
orang itu baru menangis, atau menderita penyakit mata,
atau mata dimasuki insekta, atau baru bangun, atau ingin
tidur. Dicent sign atau dicisign adalah tanda sesuai dengan
kenyataan. Misalnya, jika pada suatu jalan sering terjadi
kecelakaan, maka di tepi jalan dipasang rambu lalu lintas
yang menyatakan bahwa di situ sering terjadi kecelakaan.

76
03
Argument adalah tanda yang langsung memberikan
alasan tentang sesuatu.

MEDIA, Tanda menjadi bermakna manakala diuraikan isi


REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
kodenya (decoded) menurut konvensi dan aturan budaya
yang dianut secara sadar maupun tidak sadar (Sobur,
2003:14). Dalam konteks film, tanda merupakan sebuah
fondasi sehingga film merupakan bidang kajian yang
amat relevan dalam analisis semiotika (Sobur, 2004:128).
Van Zoest (dalam Sobur, 2004:128) mengungkapkan
bahwa film dibangun semata-mata dengan tanda. Film
sendiri mempergunakan tanda-tanda ikonis, yakni tanda-
tanda yang menggambarkan suatu realitas. Berdasarkan
landasan teoritis inilah dapat dijawab pertanyaan seputar
bagaimana representasi pesan-pesan dakwah verbal dan
nonverbal islami yang dihadirkan dalam film Ayat-Ayat
Cinta film Ayat-Ayat Cinta.

a. Semiotika Roland Barthes


Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang
pemikir strukturalis yang getol mempraktikkan model
linguistik dan semiologi Saussurean. Ia juga intelektual
dan kritikus sastra Prancis yang ternama; eksponen
penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra.
Bertens (2001:208 dalam Sobur, 2003:63) menyebutnya
sebagai tokoh yang memainkan peran sentral dalam
strukturalisme tahun 1960-an dan 1970-an.
Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem

77
03
tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu
masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Ia mengajukan
pandangan ini dalam Writing Degree Zero (1953; terj.
MEDIA,
Inggris 1977) dan Critical Essays (1964; terj.Inggris 1972) REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
(Sobur, 2003:63). Roland Barthes, sebagai salah satu tokoh
semiotika, melihat signifikasi (tanda) sebagai sebuah
proses yang total dengan suatu susunan yang sudah
terstruktur. Signifikasi itu tidak terbatas pada bahasa,
tetapi terdapat pula pada hal-hal yang bukan bahasa. Pada
akhirnya, Barthes menganggap kehidupan sosial, apapun
bentuknya, merupakan suatu sistem tanda tersendiri pula
(Kurniawan, 2001:53).
Semiotika (atau semiologi) Roland Barthes mengacu
kepada Saussure dengan menyelidiki hubungan antara
penanda dan petanda pada sebuah tanda. Hubungan
penanda dan petanda ini bukanlah kesamaan (equality),
tetapi ekuivalen. Bukannya yang satu kemudian membawa
pada yang lain, tetapi korelasilah yang menyatukan
keduanya (Hawkes dalam Kurniawan,2001:22). Barthes
sendiri dalam setiap esainya kerap membahas fenomena
keseharian yang kadang luput dari perhatian (Cobley &
Jansz, dalam Sobur, 2004:68). Barthes juga mengungkapkan
adanya peran pembaca (the reader) dengan tanda
yang dimaknainya. Dia berpendapat bahwa “konotasi”,
walaupun merupakan sifat asli tanda, membutuhkan
keaktifan pembaca agar dapat berfungsi.
Bagi Barthes, seperti yang ia tuangkan dalam
karyanya yang berjudul The Pleasure of The Text (1975),

78
03
apabila sebuah teks tidak mampu menggetarkan buhul-
buhul darah para pembaca, maka teks tersebut tidak akan
memiliki arti (meaning) apapun. Suatu teks harus dapat
MEDIA,
REPRESENTASI DAN menggelinjang keluar dari bahasa yang dipergunakannya.
SEMIOTIKA
Barthes mengatakan bahwa, “The world is full of signs, but
these signs do not all have the fine simplicity of the letters of
the alphabet, of highway signs, or of military uniforms: they
are infinitely more complex. (Dunia penuh dengan tanda-
tanda, tapi tidak semuanya punya kesederhanaan murni
dari huruf-huruf, alfabet, tanda lalu lintas, atau seragam
militer: mereka secara tak terbatas lebih kompleks)” (Sobur,
2006:16). Sejak Barthes, tidak hanya karya sastra yang
dikaji lewat semiotika jenis ini, namun juga merambah ke
pelbagai gejala sosial lainnya, seperti mode, foto dan film
(Sobur, 2006:11). Berikut adalah peta tanda dari Roland
Barthes:
1. Signifer 2. Signified
(Penanda) (petanda)
3. Denotative Sign
(Tanda Denotatif)
4. CONNOTATIVE SIGNIFIER 5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF) (PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF)

Gambar 3.4. Peta Tanda Roland Barthes

Sumber: Paul Cobley & Litza Jansz. 1999. Introducing Semiotics. NY:
Totem Books, hal.51

dalam Sobur, 2003:69.

79
03
Dari peta Barthes di atas terlihat bahwa tanda
denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2).
Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah
MEDIA,
juga penanda konotatif (4). Dengan kata lain, hal tersebut REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
merupakan unsur material: hanya jika Anda mengenal
tanda “singa”, barulah konotasi seperti harga diri,
kegarangan, dan keberanian menjadi mungkin (Cobley
dan Jansz, 1999:51 dalam Sobur, 2003:69). Jadi, dalam
konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekedar memiliki
makna tambahan, namun juga mengandung kedua
bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya.
Sesungguhnya, inilah sumbangan Barthes yang sangat
berarti bagi penyempurnaan semiologi Saussure, yang
berhenti pada penandaan dalam tataran denotatif (Sobur,
2003:69).
Daniel Chandler dalam Semiotics for Beginners
mengungkapkan bahwa denotasi merupakan tanda
tahap pertama, yang terdiri dari penanda dan petanda.
Sedangkan konotasi merupakan tanda tahap kedua, yang
termasuk di dalamnya adalah denotasi, sebagai penanda
konotatif dan petanda konotatif (Chandler, 2006). Barthes
sendiri tidak sebatas itu memahami proses penandaan,
tetapi juga melihat aspek lain dari penandaan, yaitu
mitos (myth) yang menandai suatu masyarakat. Mitos
(atau mitologi) sebenarnya merupakan istilah lain yang
dipergunakan oleh Barthes untuk ideologi. Mitologi
ini merupakan level tertinggi dalam penelitian sebuah
teks, dan merupakan rangkaian mitos yang hidup dalam

80
03
sebuah kebudayaan. Mitos merupakan hal yang penting
karena tidak hanya berfungsi sebagai pernyataan (charter)
bagi kelompok yang menyatakan, tetapi merupakan kunci
MEDIA,
REPRESENTASI DAN pembuka bagaimana pikiran manusia dalam sebuah
SEMIOTIKA
kebudayaan bekerja (Berger, 1982:32 dalam Basarah,
2006: 36).
Mitos ini tidak dipahami sebagaimana pengertian
klasiknya, tetapi lebih diletakkan pada proses penandaan
itu sendiri. Artinya, mitos berada dalam diskursus
semiologinya tersebut. Menurut Barthes mitos berada
pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk
sistem tanda-penanda-petanda, maka tanda tersebut
akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki
petanda kedua dan membentuk tanda baru. Konstruksi
penandaan pertama adalah bahasa, sedang konstruksi
penandaan kedua merupakan mitos, dan konstruksi
penandaan tingkat kedua ini dipahami oleh Barthes
sebagai metabahasa (metalanguage). Perspektif Barthes
tentang mitos ini menjadi salah satu ciri khas semiologinya
yang membuka ranah baru semiologi, yakni penggalian
lebih jauh penandaan untuk mencapai mitos yang
bekerja dalam realitas keseharian masyarakat (Kurniawan,
2001:22-23).
Menurut Budiman (2001), dalam mitos-mitos yang
secara analogis (bukan logis) membayangkan adanya
hubungan natural antara bahasa dan dunia itu tersirat
juga suatu kebijaksanaan, yaitu bahwa kata menciptakan
kenyataan, yang juga menjadi salah satu inti pelajaran ilmu

81
03
bahasa Saussure. Yang membedakannya dari Saussure
dan menjadi persoalan adalah bahwa “kenyataan”
yang diciptakan oleh bahasa itu, dari sudut pandang
MEDIA,
semiotik, tidak serta merta serupa dengan kenyataan REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
yang sesungguhnya ( jika ada sesuatu yang semacam itu)
karena memang bahasa bukan medium, refleksi, atau
imitasi kenyataan. Atau dalam bahasa Lacan, “Yang real
adalah realitas yang tidak pernah kita ketahui–kenyataan
ini berada di luar bahasa, suatu realitas yang harus kita
asumsikan karena tidak pernah kita ketahui (Kurniasih,
2005). Hal serupa juga dikatakan oleh Psikoanalitis Gustav
Jung (1989), “Sebuah kata atau gambaran bersifat simbolis
bila ia mengandung makna lebih daripada arti yang jelas
dan langsung”. Yang dipertegas oleh Berger dan Luckman
(1966), “Language originated in and has its primary
reference to everyday life; it refers above all to reality I
experience in wide awake consciousness (bahasa lahir
dalam dan terutama sekali mengacu kepada kehidupan
sehari-hari; ia terutama sekali mengacu pada kenyataan
yang saya alami dalam keadaan sadar sepenuhnya”. Jadi,
bahasa bukan imitasi kenyataan, tetapi mengacu kepada
kenyataan (Sobur, 2006: 14-15). Adapun 2 (dua) tahap
penandaan signifikasi (two order of signification) Barthes
dapat digambarkan sebagai berikut:

82
03

MEDIA,
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA

Gambar 3.5. Signifikasi Dua Tahap Barthes

Sumber: John Fiske, Introduction to Communication Studies, 1990,


hlm.88.

dalam (Sobur, 2001:12).

Melalui gambar 3.5 ini Barthes, seperti dikutip


Fiske, menjelaskan: signifikasi tahap pertama merupakan
hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah
tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya
sebagai denotasi, yaitu makna paling nyata dari
tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes
untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini
menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda
bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca
serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Konotasi mempunyai
makna subyektif atau paling tidak intersubyektif.

83
03
Pemilihan kata-kata kadang merupakan pilihan terhadap
konotasi, misalnya kata “penyuapan” dengan “memberi
uang pelicin”. Dengan kata lain, denotasi adalah apa yang
MEDIA,
digambarkan tanda terhadap sebuah objek; sedangkan REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
konotasi adalah bagaimana menggambarkannya (Fiske,
1990:88 dalam Sobur, 2001:128).
Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan
dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos
adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau
memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala
alam. Mitos merupakan produk kelas sosial mengenai
hidup dan mati, manusia dan dewa, dan sebagainya.
Sedangkan mitos masa kini misalnya mengenai feminitas,
maskulinitas, ilmu pengetahuan, dan kesuksesan (Fiske,
1990:88 dalam Sobur, 2001:128).
Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi
merupakan sistem signifikasi tahap pertama, sementara
konotasi merupakan sistem signifikasi tahap kedua. Dalam
hal ini, denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan
makna, dan dengan demikian, merupakan sensor atau
represi politis. Sedangkan konotasi identik dengan operasi
ideologi, yang disebutnya sebagai mitologi (mitos),
seperti yang telah diuraikan di atas, yang berfungsi untuk
memgungkapkan dan memberikan pembenaran bagi
nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode
tertentu. Barthes juga mengungkapkan bahwa baik di
dalam mitos maupun ideologi, hubungan antara penanda
konotatif dengan petanda konotatif terjadi secara

84
03
termotivasi (Budiman dalam Sobur, 2004:70-71).
Dalam pengamatan Barthes, hubungan mitos
MEDIA, dengan bahasa terdapat pula dalam hubungan antara
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA
penggunaan bahasa literer dan estetis dengan bahasa
biasa. Dalam fungsi ini yang diutamakan adalah konotasi,
yakni penggunaan bahasa untuk mengungkapkan sesuatu
yang lain daripada apa yang diucapkan. Baginya, lapisan
pertama itu taraf denotasi, dan lapisan kedua adalah
taraf konotasi: penanda-penanda konotasi terjadi dari
tanda-tanda sistem denotasi. Dengan demikian, konotasi
dan kesusastraan pada umumnya, merupakan salah satu
sistem penandaan lapisan kedua yang ditempatkan di atas
sistem lapisan pertama dari bahasa (Sobur, 2006:19-20).
Barthes menggunakan konsep connotation-
nya Hjemslev untuk menyingkap makna-makna yang
tersembunyi (Dahana, 2001: 23). Konsep ini menetapkan
dua pemunculan makna yang bersifat promotif, yakni
denotatif dan konotatif. Pada tingkat denotatif, tanda-
tanda itu mencuat terutama sebagai makna primer
yang “alamiah”. Namun pada tingkat konotatif, di tahap
sekunder, muncullah makna yang ideologis. Arthur Asa
Berger mencoba membandingkan antara konotasi dan
denotasi sebagai berikut:

85
03
Tabel 3.2.
Perbandingan antara Konotasi dan Denotasi
KONOTASI DENOTASI MEDIA,
REPRESENTASI DAN
Pemakaian figure Literatur SEMIOTIKA

Petanda Penanda
Kesimpulan Jelas
Memberi kesan tentang Menjabarkan
makna
Dunia keberadaan/eksistensi
Dunia mitos
Sumber: Arthur Asa Berger. 2000a. Media Analysis Techniques.
Edisi Kedua. Penerjemeh Setio Budi HH. Yogyakarta: Penerbitan
Univ. Atma Jaya, hal: 15 dalam (Sobur, 2001: 264).

Tanda-tanda denotatif dan konotatif yang akan


dianalisis dalam penelitian ini adalah adegan-adegan yang
membawakan pesan-pesan dakwah verbal dan nonverbal
yang terpilih melalui karakter, sikap dan perilaku, bahasa
tubuh, gaya berbicara, kata-kata yang dipergunakan dalam
berdialog, dan juga gaya berbusana yang dipergunakan
oleh tokoh dalam film Ayat-Ayat Cinta. Dari hasil analisis
inilah diharapkan dapat ditemukan makna-makna tertentu
dalam film tersebut.

86
03

MEDIA,
REPRESENTASI DAN
SEMIOTIKA

87
01

PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

3
ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI
PESAN-PESAN DAKWAH DALAM FILM: SEBUAH STUDI
KASUS TERHADAP FILM AYAT-AYAT CINTA

88
01
BAB 4 FILM AYAT-AYAT CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
A. Pengantar
PERKENALAN B. MD Entertainment
SINGKAT
TENTANG
C. Proses Produksi Film Ayat-Ayat Cinta
FILM D. Komponen Produksi Film Ayat-Ayat Cinta
E. Tim Produksi dan Kru Film Ayat-Ayat Cinta
F. Tokoh-Tokoh dalam Film Ayat-Ayat Cinta

BAB 5 METODE PENELITIAN FILM AYAT-AYAT


CINTA
A. Pengantar
B. Unit Analisis Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Teknik Analisa Data
E. Uji Keabsahan Data
F. Lokasi Penelitian

BAB 6 TEMUAN PENELITIAN FILM AYAT-AYAT


CINTA
A. Pengantar
B. Analisis Denotatif dan Konotatif Adegan
Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta
C. Analisis Mitos Adegan Pesan-Pesan Dakwah
secara Verbal dan Nonverbal dalam
Film Ayat-Ayat Cinta

BAB 7 PEMBAHASAN TERHADAP TEMUAN


PENELITIAN FILM AYAT-AYAT CINTA
A. Pengantar
B. Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta
C. Representasi Pesan-Pesan Dakwah Verbal dan
Nonverbal dalam Media Film Ayat-

89
ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN
DAKWAH DALAM FILM
01

04 FILM AYAT-AYAT CINTA


(OBJEK PENELITIAN)
PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG
FILM

A. Pengantar
B. MD Entertainment
C. Proses Produksi Film Ayat-Ayat Cinta
D. Komponen Produksi Film Ayat-Ayat
Cinta
E. Tim Produksi dan Kru Film Ayat-Ayat
Cinta
F. Tokoh-Tokoh dalam Film Ayat-Ayat Cinta
BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK
KAJIAN FILM

Bab ini akan mengulas suatu film religi yang berjudul Ayat-Ayat Cinta.
Sesuai dengan pembahasan sebelumnya, film merupakan subjek penelitian
yang sangat relevan dalam kajian semiotika.

ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN


90 DAKWAH DALAM FILM
04
01
BAB 4
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK
PENELITIAN) Film Ayat-Ayat Cinta
(Objek Penelitian)

A. Pengantar
Bab ini akan mengulas suatu film religi yang berjudul
Ayat-Ayat Cinta. Sesuai dengan pembahasan sebelumnya,
film merupakan subjek penelitian yang sangat relevan
dalam kajian semiotika. Namun demikian, untuk memulai
analisis semiotik, bab ini akan mengulas secara singkat
film Ayat-Ayat Cinta. Pembahasan tersebut di antaranya
mencakup pihak produser, sutradara, pemain, dan kru
film. Dengan mengulas sejumlah hal tersebut, diharapkan
keseluruhan konteks dalam film Ayat-Ayat Cinta dapat
dipahami secara lebih mendalam.

B. MD Entertainment
MD Entertainment merupakan salah satu rumah
produksi cukup produktif dalam menelurkan film di
Indonesia. Sepanjang tahun 2008, MD Entertainment
setidaknya menghasilkan enam film, yaitu Ayat-Ayat
Cinta, Cinlok, Asoy Geboy, Namaku Dick, Oh Baby, dan
Best Friend. Dari semua judul tersebut, Ayat-Ayat Cinta

91
04
01
dinilai sebagai film produksi MD Entertainment yang
paling menarik perhatian masyarakat. Berbagai elemen
masyarakat tertarik menonton dan membicarakan film
FILM AYAT-AYAT
dari novel Habiburrahman El Shirazy tersebut. Beberapa CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
tokoh seperti Hidayat Nur Wahid, BJ Habibie, dan AM
Fatwa bahkan menggelar nonton bersama Ayat-Ayat
Cinta. Di depan media, mereka mengaku menitikkan air
mata saat menonton film tersebut.
Dari segi bisnis, menurut estimasi kasar Adiyanto
Sumarjono, direktur IFI (Investor Film Indonesia), setelah
menghitung jumlah penonton dan hasil penjualan tiket,
Ayat-Ayat Cinta diklaim mampu meraup uang sebesar
15 miliar. Jumlah ini belum termasuk dari hasil penjualan
DVD, souvenir, dan hak di TV yang jumlah totalnya bisa
mencapai satu miliar. Angka ini akan terus bertambah
seiring masuknya Ayat-Ayat Cinta ke berbagai daerah
maupun negara serumpun. Angka fenomenal yang
menambah kejayaan Ayat-ayat Cinta juga telah dicapai
Original Soundtrack-nya yang dinyanyikan Rossa, yang
menurut pihak Trinity, penjualannya telah mencapai 100
ribu keeping. Adapun ring back tone-nya sudah terjual
sebanyak 800 ribu.15 Penghargaan yang telah diraih
oleh film Ayat-ayat Cinta, yaitu Film Terpuji, Sutradara
Terpuji, Aktor Terpuji, Penata Musik Terpuji, dan Penata
Artistik Terpuji (Festival Film Bandung 2008), penghargaan
dari Museum Rekor Indonesia (MURI) karena jumlah
penontonnya terbanyak yakni 3,8 juta orang lebih.
15 Tabloid Bintang, op.cit.

92
04
01
Di lain pihak, Ayat-Ayat Cinta turut menuai banyak
protes, terutama dari kalangan muslim yang lebih skriptural.
Protes pertama adalah ungkapan-ungkapannya yang
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK dianggap ”kurang mewakili semangat Islam”, khususnya
PENELITIAN)
dalam karakterisasi tokoh utama film ini. Tokoh utama film
ini, Fahri, dinilai tampak bimbang, tak berdaya, dan tak
punya semangat ideologis ketika mengambil keputusan.
Padahal, di dalam novel Fahri adalah seorang tokoh
sempurna─cenderung idyllic─yang mengambil keputusan
berdasarkan kesadaran ideologisnya. Selain itu, kritik juga
ditujukan pada proses pembuatan film. Misalnya pada soal
pertimbangan pemilihan pemain yang harus beragama
Islam atau nilai muatan dakwah di dalamnya. Menanggapi
kritik tersebut, Hanung Bramantyo menanggapi secara
diplomatis bahwa Ayat-Ayat Cinta merupakan kompromi
antara empat pihak, yakni sutradara, penulis skenario,
penulis novel, dan produser.
Bagaimanapun, setelah Ayat-Ayat Cinta menjadi film
Indonesia yang paling banyak ditonton, terjadi perumusan
ulang yang serius terhadap hubungan antara Islam dan
film. Dalam hal ini, sinema dan budaya pop sendiri segera
menjadi pergulatan baru di dalam wacana umat Islam di
Indonesia. Erick Sasono mengomentari kesuksesan Ayat-
Ayat Cinta adalah karena keberhasilannya mencabut
sekat antara Islam dan romansa. Menurutnya, Ayat-Ayat
Cinta seperti memberikan sebuah jalan bagi romansa
yang melodramatis, yang biasanya menjadi wacana
kelas menengah dan kaum borjuasi, ke dalam wacana

93
04
01
masyarakat Islam Indonesia.
Ayat-Ayat Cinta adalah sebuah gambaran tentang
melodrama dalam Islam. Dalam hal ini, terang bahwa FILM AYAT-AYAT
tema-tema melodrama yang memancing tangis dari CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
kesulitan posisi perempuan adalah cenderung terjadi
dan dinikmati oleh kelas menengah. Representasi kelas
menengah ini juga dapat dilacak, misalnya, melalui tokoh
utama. Ia adalah seorang terdidik, mahasiswa pasca
sarjana, yang dengan demikian termasuk ke dalam kelas
menengah. Tokoh-tokoh lainnya pun berlatar belakang
kelas menengah Mesir yang cenderung selesai dengan
persoalan-persoalan konsumsi primer mereka. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa Ayat-Ayat Cinta adalah
sebuah eksemplar dari representasi kelas menengah Islam
dalam layar perak.

C. Proses Produksi Film Ayat-Ayat Cinta


Film ini diadaptasi dari novel dengan judul yang
sama, Ayat-Ayat Cinta, yang ditulis oleh Habiburrahman
El Shirazy. Menurut sutradara film Ayat-Ayat Cinta,
Hanung Bramantyo, proses produksi film ini mengalami
berbagai kendala. Ayat-Ayat Cinta yang diperkirakan
dapat rampung dalam tempo setengah tahun, akhirnya
mundur sampai 1,5 tahun. Hanung pun sempat menangis
saat dibenturkan dengan banyaknya hambatan. Salah
satunya saat gagal berangkat ke Kairo, padahal mereka
sudah bersiap-siap dari Bandara Soekarno-Hatta.

94
04
01
Proses casting pemain memakan waktu lima bulan.
Untuk peran Aisha dan Maria semula akan dipakai wanita
asal Mesir, tetapi tidak ada yang pas. Pada awalnya, tokoh
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK Aisha akan diperankan oleh Carissa Putri, sementara
PENELITIAN)
tokoh Aisha untuk Rianti Cartwright. Pertukaran itu terjadi
10 menit sebelum jumpa pers pembuatan film Ayat-
Ayat Cinta. Sedangkan peran Fahri sempat dicari lewat
pesantren-pesantren, tapi tak juga menuai hasil. Fedi Nuril
akhirnya terpilih menjadi Fahri lantaran dinilai bersikap
apa adanya dan mau belajar.
Pada awalnya Ayat-Ayat Cinta direncanakan akan
banyak berdialog dengan bahasa Arab. Namun, karena
pertimbangan komersial, skenario awal dirombak kembali.
Kru pun beberapa kali bongkar pasang. Soundtrack dan
Music Scoring dari film Ayat-Ayat Cinta digarap bersama
dengan Trinity Optima Records.
Karena tak bisa syuting di Kairo, Ayat-Ayat Cinta
mengambil lokasi di India (Jodphur), Jakarta dan Semarang.
Beberapa tempat di Jakarta dan Semarang pun disulap
menjadi seolah Kairo, seperti misalnya perpustakaan
dan ruang talaqi Masjid Al Azhar dibuat di Gedung Cipta
Niaga, Jakarta Kota. Flat Fahri, flat Maria, dan Pasar El
Khaliki dibuat di Kota Lama dan Gedung Lawang Sewu,
Semarang. Saat ”menciptakan” pasar di El Giza di Kota
Lama, Semarang, kru film pun meminjam unta dari Kebun
Binatang Gembiraloka, Yogyakarta.
Kala syuting di India, tim Ayat-Ayat Cinta harus
menjalani jalan darat yang melelahkan. Mereka sempat

95
04
01
naik bus dari Bombay-Johdpur berjarak sekitar 850 km.
Akibatnya, mereka kehilangan tenaga dan waktu yang
sebetulnya bisa dilakukan untuk syuting. Ketika syuting
FILM AYAT-AYAT
di padang pasir, tim Ayat-Ayat Cinta harus mendaki CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
gunung pasir dengan berjalan kaki. Unta digunakan untuk
mengangkat kamera dan perlengkapannya. Kaki-kaki
mereka terasa sakit tertusuk tanaman duri. Bibir banyak
yang pecah karena panas matahari. Hanung mengatakan
mereka mirip kafilah-kafilah yang kehausan di tengah
Gurun Sahara.
Setelah syuting selesai, Ayat-Ayat Cinta masih
menemui masalah. Ketika Ayat-Ayat Cinta akan
diperbanyak, hasilnya scratch. Lab film di Jakarta tak bisa
memperbaiki. Padahal tenggang tayang di bioskop sudah
dekat. Setelah di bawa ke Bangkok, persoalan stratch
teratasi. Persoalan lain muncul, saat 70 copy Ayat-Ayat
Cinta tak boleh di bawa semuanya ke Jakarta dengan
pesawat terbang. Jadilah seorang kru stay sehari di
Bangkok untuk mengirim 60 copy via kargo.

D. Komponen Produksi Film Ayat-Ayat Cinta


a. Sutradara (Hanung Bramantyo)
Setiawan Hanung Bramantyo lahir di Yogyakarta
pada 1 Oktober 1975. Dalam Festival Film Indonesia
2005, ia terpilih sebagai Sutradara Terbaik lewat film
arahannya, Brownies (untuk Piala Citra - film layar lebar).
Ia juga dinominasikan sebagai Sutradara Terbaik untuk

96
04
01
film cerita lepasnya, Sayekti dan Hanafi. Pada Festival
Film Indonesia 2007 ia kembali terpilih sebagai Sutradara
Terbaik melalui film Get Married. Hanung pernah kuliah
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK di Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia namun
PENELITIAN)
tak sampai selesai. Setelah itu, ia mempelajari dunia
film di Jurusan Film, Fakultas Film dan Televisi Institut
Kesenian Jakarta. Melalui film Ayat-Ayat Cinta, Hanung
meraih penghargaan Sutradara Terbaik dalam Festival
Film Bandung 2008. Film-film yang telah disutradarainya
antara lain, Perempuan Berkalung Sorban (dalam proses),
Doa yang Mengancam (2008), Ayat-Ayat Cinta (2008), Get
Married (2007), Legenda Sundel Bolong (2007), Kamulah
Satu-Satunya (2007), Lentera Merah (2006), Jomblo (2006),
Sayekti dan Hanafi (TV) (2005), Catatan Akhir Sekolah
(2005), Brownies (2004), When ... (film pendek) (2003),
Gelas-Gelas Berdenting (2001), Topeng Kekasih (2000).

b. Penulis Skenario (Salman Aristo & Ginatri S. Noer)


Pasangan suami-istri Salman Aristo (32) dan Ginatri
S.Noer (22) adalah orang yang termasuk berbahagia
atas suksesnya film Ayat-Ayat Cinta. Mereka lah penulis
skenario film Ayat-Ayat Cinta. Keberhasilan film Ayat-Ayat
Cinta membuktikan Aris tak salah memilih istri sebagai
partner kerja. Dari Gina, Aris banyak mendapat masukan
tentang dunia perempuan. “Kerjasama kami berdua akan
memberikan hal yang unik pada produknya. Alhamdulillah,
orang bilang Ayat-Ayat Cinta menjadi perempuan sekali.
Sisi perempuannya amat menonjol, meski laki-laki yang

97
04
01
mendorong plotnya,” ungkap Aris.16
Ada proses adaptasi yang dilakukan Aris dan Ginatri
saat menulis skenario Ayat-Ayat Cinta. “Terutama plot FILM AYAT-AYAT
cerita. Di novel alurnya panjang. Kalau dipakai semua CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
dalam film akan terasa membosankan. Lalu, di novel
karakter Fahri digambarkan sempurna sekali. Tetapi di film
ia digambarkan lebih manusiawi,” tambah ibu muda itu
yang baru agustus lalu melahirkan.
Meski Aris sudah berpengalaman mengadaptasi
beberapa novel ke layar lebar, saat memulai menulis
skenario Ayat-Ayat Cinta ia merasa terbebani. Diskusi
pembuatan skenario berlangsung hingga delapan bulan
lamanya. Dari pagi hingga pagi lagi, sampai terbawa
ke tempat tidur. Sekadar informasi, Gina yang lulusan
Broadcasting Diploma Universitas Indonesia, 2006, telah
berpengalaman membuat film sejak SMA. Sedangkan Aris
juga banyak pengalaman dalam menulis skenario film. Dua
karyanya Brownies dan Jomblo masuk nominasi FFI tahun
2005 dan 2006. Apa pun hasilnya, Aris dan Gina senang
telah berhasil membuat orang yang semula alergi masuk
bioskop, kini berbondong-bondong menonton filmnya.
“Kami enggak menyangka sampai ada serombongan ibu-
ibu pengajian sewa angkot buat nonton Ayat-Ayat Cinta,
lho. Sedari awal kami memang menginginkan membuat
film yang populis yang bisa diapresiasi masyarakat
luas. Kami ingin menunjukkan bahwa film-film berlatar
belakang religi seperti Ayat-Ayat Cinta ada penontonnya.”

16 Nova No.1049/XXI 31 Maret–6 April 2008.

98
04
01
Lewat Ayat-Ayat Cinta, Salman mencapai targetnya:
mendatang orang yang malas ke bioskop. “Saat ditawari
mengadaptasi Ayat-Ayat Cinta, saya melihat kemungkinan
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK film ini bisa tampil dengan gaya humble dan masuk ke
PENELITIAN)
orang-orang yang dekat dengan Islam. Banyak pasar lain
yang bisa dibuka dan dimasuki.17

c. Allan Sebastian (Art Director)


Usianya baru 30 tahun. Tapi prestasi di bidang
art director layar lebar patut diacungi jempol. Karya
terakhirnya, film Ayat-Ayat Cinta diakui seperti menggarap
lima proyek film sekaligus. Untuk menggarap film ini,
harus mengesett 900-an tempat. Perlu banyak perubahan
setting agar sesuai dengan skenario. Ketika ditanya tentang
perpindahan Kairo ke Semarang, Allan mengatakan:
“Untuk syuting di Semarang, kami membawa sekitar
8 truk properti dari Jakarta. Semua pintu, jendela,
dan teralis diganti agar sesuai dengan arsitektur di
Kairo. Belum lagi tambahan lainnya, seperti teralis
jendela flat Maria yang modelnya ram-raman itu. Itu
harus dibikin. Semua itu dilakukan biar menyerupai
lokasi aslinya.18

17 Bintang Indonesia, edisi 883 tahun XVII minggu kelima Maret 2008.
18 Nova, op.cit.

99
04
01
d. Retno Ratih Damayanti (Costumes Designer)
Di layar lebar, kita bisa melihat gaya berbusana
tokoh-tokoh utama film Ayat-Ayat Cinta. Misalnya, FILM AYAT-AYAT
jilbab yang dikenakan Aisha, khas gaya jilbab wanita CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
Timur-Tengah. Hanya mengenakan phasmina yang dililit
begitu saja plus cadar hitam menutup mukanya. Cadar
yang dikenakan sedikit melorot, sementara jilbab yang
membalut bagian keningnya agak naik ke atas sehingga
tulang pipi Aisha sering kelihatan. Amat berbeda dengan
wanita Mesir bercadar, yang rata-rata hanya terlihat kedua
bola matanya saja.
Penata kostum di balik film Ayat-Ayat Cinta, Retno
Ratih Damayanti (35), pun memberikan alasan gaya
bercadar Aisha. “Di film pertimbangannya, kan, artistik. Si
artis harus bebas berekspresi dan bisa ditangkap kamera.
Kalau hanya kelihatan matanya, kasihan. Itu sebabnya
cadar Aisha sengaja kami melorotkan sedikit dan jilbab
bagian kening dinaikkan sedikit. Saya juga bermain
dengan warna. Tak hanya menampilkan warna abaya dan
cadar hitam khas Mesir. Tapi juga ada warna lain.”
Sebelum menangani kostum film Ayat-Ayat Cinta,
perempuan lulusan Sastra Perancis UGM ini diminta
Hanung untuk membaca novelnya. Namun, hingga ia
selesai membaca belum juga tergambar kostum apa
yang bakal dibuatnya, “Sebab dalam novel, Kang Abik tak
mendiskripsikan detail baju tokoh-tokoh utamanya.”
Retno juga mengaku kesulitan berkonsultasi dengan

100
04
01
Kang Abik. Beruntung mantan Dosen ISI Yogyakarta ini
diikutkan pihak MD Entertainment untuk survei ke Mesir
bersama dengan 10 kru film lainnya. Sayang, setibanya
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK di Mesir sedang musim dingin. Sementara di novel
PENELITIAN)
digambarkan musim panas. “Kami pun hanya sempat
bertemu Kang Abik sekali di Al Azhar untuk konsultasi.
Akhirnya, saya banyak bertanya pada mahasiwa Indonesia
di Al Azhar, bagaimana perbedaan cara berpakaian
mahasiswa Pakistan dan Arab di Mesir,” paparnya yang
sebelum terlibat dalam film Ayat-ayat Cinta menangani
kostum film Opera Jawa garapan Garin Nugroho.
Selain ikut survei ke Mesir, Retno mencari referensi
di internet dan membeli buku Arabic Classical Costum.
Retno juga banyak belanja baju di pasar tradisional Kairo
untuk tokoh-tokoh pembantu dan figuran. “Kalau tidak
salah saya sudah membelanjakan Rp 50 juta untuk kostum
saja. Ada seratus lebih phasmina buat Aisha. Lainnya untuk
membeli abaya dan kostum lainnya. Semuanya didominasi
warna-warna putih dan hitam.” Yang khusus didesain Retno
adalah baju pengantin Aisha. “Pertimbangan saya sekali
lagi soal artistik. Aisha harus pakai kostum bernuansa
Timur-Tengah, bercadar dan berbusana muslimah.
Sebetulnya, di novel Aisha digambarkan mengenakan
pakaian pengantin Turki. Tapi di zaman sekarang pakaian
itu sudah tidak banyak dipakai, jadi kesulitan mencarinya.”
Tentang soal warna kostum Fahri di penjara yang
berbeda dengan di novel, Ratih mengatakan, “Saya sudah
tanya sama orang Mesir, apakah baju seseorang yang

101
04
01
jadi napi berstatus tersangka bajunya merah? Ternyata di
penjara ada banyak warna. Warna merah hanya dipakai
orang yang sudah divonis bersalah dan hendak digantung.
FILM AYAT-AYAT
Sementara putih, untuk yang berstatus tersangka seperti CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
Fahri. Maka, meski di novel dan skenario bilang merah,
saya tetap pakai putih. Sebab di film itu yang berlaku
adalah logika.”19
e. Tim Produksi dan Kru Film Ayat-Ayat Cinta
Director : Hanung Bramantyo
Producer : Dhamoo Punjabi
Manoj Punjabi
Executive Producer : Shania Punjabi
Co-Producer : Karan Mahtani
Line Producer : Ramesh Lakhiani
Tika Angela Sandy
Muslich Wid Widjaya
Screen Play : Salman Aristo
Ginatri S. Noer
Director of Photography : Faozan Rizal
Film Editor : Sastha Sunu
Music Composer : Tya Subiakto
Soud Designer : Satrio Budiono
Adimolana Mahmud
19 Nova, Ibid.

102
04
01
Art Director : Allan Sebastian
Costumes Designer : Retno Ratih Damayanti
FILM AYAT-AYAT Make-up : Didin Syamsudin
CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
Casting : Sanjay Mulani
Amelia Oktavia
Ruth Damai Pakpahan
Co-director : Iqbal Rais
Director assistant : Raymond M.
Andrean Sulluvan
Robert Tjandra
Public Relation : Nita Nurani
Marketing and promotions :Nadia Yessyca Agustina
Behind the scene : Fajar Nugross

E. Tokoh-Tokoh dalam Film Ayat-Ayat Cinta


a) Pemeran Utama
Di bawah ini yaitu para pemeran utama yang
memainkan karakter-karakter kuat dan khas dalam
film Ayat-ayat Cinta:
1. Fedi Nuril sebagai Fahri bin Abdullah
Shiddiq
Fedi Nuril lahir di Jakarta, 1 Juli 1982. Fedi
mengawali kariernya dari dunia model. Selain

103
04
01
menjadi model di catwalk, Fedi juga sering
tampil sebagai cover majalah atau bintang iklan.
Lulusan D3 Akuntansi Universitas Indonesia
FILM AYAT-AYAT
ini kemudian mendapat tawaran dari Rudy CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
Soedjarwo untuk membintangi film Mengejar
Matahari (2004). Setelah itu, Fedi seringkali
bermain untuk layar lebar, seperti Apa Artinya
Cinta? (2005) dan Janji Joni (2005). Hingga
pada tahun 2006, Mira Lesmana mengajaknya
bermain dalam film Garasi (2006) bersama
Ayu Ratna dan Aries Budiman. Dalam film itu,
mereka bertiga diceritakan sebagai anggota
grup musik Garasi. Meski film telah usai, grup
band ini tetap eksis.
Nama Fedi kembali menjadi perbincangan pada
tahun 2007, saat Hanung Bramantyo berencana
memfilmkan novel karya Habiburrahman
El Shirazy, Ayat-Ayat Cinta. Pemilihan Fedi
sebagai tokoh Fahri mengundang kontroversi
di kalangan pembaca fanatik Ayat-Ayat
Cinta. Karena film Fedi Nuril sebelumnya
menampilkan Fedi ciuman dengan perempuan
bukan muhrim. Namun demikian, lewat film
Ayat-Ayat Cinta, dia terpilih sebagai Pemeran
Utama Pria Terpuji dalam Festival Film Bandung
2008.

104
04
01
2. Rianti Rhiannon Cartwright sebagai Aisha
Greimas

FILM AYAT-AYAT Rianti adalah lahir di Bandung, 22 September


CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
1983 . Ia berprofesi sebagai model, aktris,
dan VJ MTV Indonesia. Rianti menempuh
pendidikan di International Education Program
Jurusan International Business and Marketing
University of Tasmania, Jakarta. Dalam film Ayat-
Ayat Cinta, dia berperan sebagai mahasiswi
asing bercadar keturunan Jerman dan Turki,
cerdas, cantik dan kaya raya. Latar belakang
keluarganya yang berliku mempertemukan
dirinya dengan Fahri.
Dimulai dari dunia model pada usia 16 tahun
dan sempat menjadi editor bahasa majalah
Maxx-M di Bandung, membuat Rianti terbiasa
bekerja keras. Rianti kemudian memasuki
dunia akting. Tawaran film pertamanya berasal
dari Soraya Intercine Film untuk bermain dalam
Eiffel I’m in Love yang dibintangi Samuel Rizal
dan Shandy Aulia. Setelah itu, Rianti bermain
dalam Inikah Rasanya Cinta? (2005). Rianti
mulai dikenal publik sejak menjadi VJ MTV
Indonesia yang memandu Global Room, What’s
Up, dan MTV Weekend’. Menjadi VJ MTV sejak
tahun 2005, langkah Rianti di dunia hiburan
Indonesia makin mantap sejak ia membintangi
peran utama dalam film Jomblo (2006). Di

105
04
01
penghujung tahun 2006, Rianti pun bermain
dalam film Pesan Dari Surga (2006). Dalam
film ini, Rianti yang seorang muslim dituntut
FILM AYAT-AYAT
memerankan seorang Katolik taat yang juga CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
pandai bermain musik. Pada tahun 2007, Rianti
bermain bersama Tora Sudiro dan Indra Birowo
dalam D’Bijis.

3. Carrisa Putri sebagai Maria


Carissa Putri dikenal sebagai aktris dalam
film, sinetron, maupun FTV Indonesia. Lahir
di Frankfurt, Jerman, 12 September 1984, ia
terbilang sebagai pendatang baru, yang belum
begitu dikenal secara luas. Sinetron dan film
yang telah dibintanginya, antara lain adalah
Ayat-ayat Cinta (2008), The Tarix Jabrix (2008).
Dalam film Ayat-ayat Cinta, ia berperan sebagai
Maria Girgis, seorang gadis penganut Kristen
Koptik yang kemudian jatuh cinta pada Islam.
Ia sangat mencintai Fahri, namun cintanya
hanya diungkapkannya lewat diarinya yang
selanjutnya membuat dia menderita karena
cinta itu.
Menurut cerita, semula Carissa disiapkan
untuk peran Aisha Greimas, seorang mahasiswi
keturunan Jerman dan Turki, yang cerdas,
cantik dan kaya raya. Namun peran itu akhirnya

106
04
01
diberikan pada Rianti Cartwright yang justru
awalnya akan memerankan Maria. Karena
menurut Hanung, wajah Carissa terlalu belia
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK untuk peran Aisha. Pujian dilayangkan banyak
PENELITIAN)
orang pada akting bagus gadis kelahiran
Frankfrut, Jerman ini. Bahas Arab dan gesturnya
sebagai wanita Koptik, dianggap luwes dan
menawan hati. Padahal film Ayat-ayat Cinta
merupakan debut pertamanya di layar lebar.20

4. Zaskia Adya Mecca sebagai Noura


Zaskia lahir di Jakarta, tanggal 8 September
1987. Ia memulai karier di dunia hiburan
Indonesia saat mengikuti ajang pemilihan
Model Kawanku 2001 dan meraih juara II.
Sukses itu membuatnya dilirik oleh sebuah
rumah produksi yang menawarinya menjadi
pemeran pendukung dalam sinetron Bidadari
yang dibintangi Marshanda.
Nama Zaskia melejit saat dirinya membintangi
sinetron arahan sutradara Deddy Mizwar,
Kiamat Sudah Dekat. Dalam sinetron tersebut,
gadis berdarah Sunda-Aceh ini berperan
sebagai Sarah, seorang perempuan yang
memakai jilbab. Begitu pun kehidupan Zaskia
sehari-hari yang selalu mengenakan kerudung

20 Bintang Indonesia edisi 881 tahun XVII minggu ketiga Maret 2008.

107
04
01
sejak tahun 2005. Selain Kiamat Sudah Dekat,
anak kedua dari tujuh bersaudara ini juga
membintangi beberapa sinetron, antara lain,
FILM AYAT-AYAT
Cinta SMU, Habibi dan Habibah, Senandung CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
Masa Puber, dan Lorong Waktu.
Dalam film Ayat-Ayat Cinta, ia memerankan
seorang tokoh perempuan yang sering disiksa
oleh Bahadur, ayah tirinya. Ia mengandung
akibat diperkosa ayah tirinya tersebut.
Kehamilannya itu pun membuat dirinya
menjadi terobsesi kepada Fahri untuk menjadi
ayah dari calon bayinya.

5. Melanie Putri sebagai Nurul


Melanie Putria Dewita Sari atau cukup akrab
dipanggil Melanie Putria adalah aktris yang
juga pernah memenangkan ajang kontes
Puteri Indonesia pada 2002, mewakili propinsi
Sumatera Barat. Seiring kontraknya sebagai
Putri Indonesia, Melanie banyak terlibat dalam
kegiatan sosial untuk anak dan penderita HIV/
AIDS. Bahkan, bersama dengan Miss Universe
Oxana Fedorova, dirinya pernah menjalani
missi budaya bersama mengunjungi Candi
Borobudur di Jawa Tengah.
Putri bungsu dari tiga bersaudara pasangan
Habibuddin dan Nelwetis itu dalam perjalanan

108
04
01
karirnya kemudian menggeluti film layar lebar.
Debut film pertamanya berjudul Tak Biasa
(2004), yang dibintanginya bersama Duta
FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK Sheila On Seven, dirilis pada 24 Juni 2004.
PENELITIAN)
Disusul kemudian film Cinta Silver (2005) yang
dibintanginya bersama aktris Luna Maya. Ia
pun bermain dalam film Kejar Jakarta (2005).
Selain itu mantan kontestan Asia Bagus 1999
itu juga turut mendukung sinetron Keajaiban
Cinta.
Dalam film Ayat-Ayat Cinta, ia berperan
sebagai anak kyai besar di Jawa Timur. Dengan
aura yang menenangkan, kecerdasan, dan
kualitasnya, ia sangat percaya diri untuk
dipinang Fahri. Tetapi kenyataannya, dalam
film itu, dia sakit hati karena Fahri lebih memilih
Aisha sebagai istrinya.

6. Okawisnupada Antara sebagai Syaiful


Okawisnupada memerankan tokoh Syaiful
Abidin. Hanung mengubah karakter Syaiful
dari seseorang yang biasa saja menjadi tokoh
yang penting. “Kalau menurut Mas Hanung,
antara Fahri dan Syaiful, itu ibarat Gus Sholah
(Fahri) dan Gus Dur (Syaiful). Syaiful itu tokoh
bijaksana nyeleneh”, tutur pria yang pernah
tinggal lama di New York ini. Di tangan Oka,

109
04
01
karakter Syaiful menjadi lebih hidup. “Saya
puas banget melihat hasilnya. Saya berterima
kasih pada Mas Hanung. Di Novel, Syaiful
FILM AYAT-AYAT
bukan siapa-siapa, di film tokoh Syaiful jadi CINTA (OBJEK
PENELITIAN)
seseorang,” kata Oka.21

b) Pemeran Pendukung
Para pemeran lainnya yang juga mendukung film
Ayat-Ayat Cinta di antaranya adalah:
a. Marini Burhan sebagai Madame Nahed
b. Surya Saputra sebagai Paman Eqbal Hakan
Erbakan
c. Rudi Wowor sebagai Tuan Adel
d. Leroy Osmani sebagai Syeikh Utsman
e. Hj. Mieke Wijaya sebagai Ummu Amena
f. Dennis Adhiswara sebagai Rudi
g. Sellen Fernandez sebagai Hamdi
h. Mochtar Sum sebagai Ustadz Jalal
i. Sito Resmi sebagai Amru
j. Amak Baldjun sebagai Bahadur

21 Bintang Indonesia, Ibid. hal 16.

110
04
01

FILM AYAT-AYAT
CINTA (OBJEK
PENELITIAN)

111
ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN
DAKWAH DALAM FILM: SEBUAH STUDI KASUS TERHADAP
01

05
FILM AYAT-AYAT CINTA

METODE PENELITIAN
PERKENALAN
SINGKAT
TENTANG

FILM AYAT-AYAT CINTA FILM

A. Pengantar
B. Unit Analisis Penelitian
C. Teknik Pengumpulan Data
D. Teknik Analisa Data
E. Uji Keabsahan Data
F. Lokasi Penelitian

BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK


KAJIAN FILM

Pada bab ini akan dibahas sejumlah poin penting terkait metode penelitian.
Hal pertama yang perlu menjadi perhatian adalah unit analisis yang
ditentukan, yakni pesan-pesan dakwah secara verbal maupun nonverbal
dalam film Ayat-Ayat Cinta.

ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN


112 DAKWAH DALAM FILM: SEBUAH STUDI KASUS TERHADAP
FILM AYAT-AYAT CINTA
05
BAB 5
METODE PENELITIAN
METODE FILM AYAT-AYAT CINTA
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

A. Pengantar
Pada bab ini akan dibahas sejumlah poin penting
terkait metode penelitian. Hal pertama yang perlu menjadi
perhatian adalah unit analisis yang ditentukan, yakni
pesan-pesan dakwah secara verbal maupun nonverbal
dalam film Ayat-Ayat Cinta. Selanjutnya akan diuraikan
teknik pengumpulan dan analisa data. Selain itu, terdapat
uji keabsahan guna memverifikasi data yang diperoleh.
Adapun lokasi penelitian perlu pula dibahas sebagai
strategi validasi pengumpulan data.

B. Unit Analisis Penelitian


Unit analisis dalam penelitian ini adalah representasi
pesan-pesan dakwah Islam secara verbal dan nonverbal
dalam film Ayat-Ayat Cinta. Hal tersebut meliputi aspek
tanda-tanda secara keseluruhan, baik itu objek, simbol,
indeks, ikon, orang, warna, ataupun pesan-pesan teks
yang memuat representasi pesan-pesan dakwah Islam
dalam setiap adegan yang membentuk alur cerita film.
Sesuai dengan metode penelitian yang telah dipilih, maka
digunakan analisis semiotika Roland Barthes. Adapun
tujuan digunakannya analisis semiotika tersebut adalah

113
05
agar makna yang dibangun dalam film melalui sejumlah
tanda dan kode dapat diungkap. Pada aspek tanda,
kategori-kategori yang akan dilacak maknanya meliputi
METODE
simbol, ikon, atau indeks. Sedangkan pada aspek kode akan PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
dicermati tata ungkap visual yang diekspresikan melalui
pesan nonverbal, seperti pemfokusan pengambilan
gambar.
Tanda dan kode dalam film tersebut akan
membangun makna pesan film secara utuh, yang terdapat
pada tataran denotasi maupun konotasi. Tataran denotasi
dan konotasi ini meliputi latar (setting), pemilihan karakter
(casting), dan teks (caption). Pada latar (setting), paradigma
yang dianalisis meliputi realistis atau abstraknya gambar
ruang atau tempat yang diambil, kegiatan yang dilakukan
oleh pemain, simbol-simbol yang ditonjolkan beserta
fungsi dan maknanya. Paradigma pada pemilihan karakter
(casting) terdiri dari karakter pemain, yaitu cara berpakaian,
ekspresi wajah dan gerak tubuh, make-up, kostum yang
dikenakan pemain yang dapat memberikan signifikasi
tertentu. Sedangkan pada teks (caption), paradigmanya
meliputi penggunaan bahasa dalam dialog maupun voice
over dan visualisasi yang ditonjolkan dalam film tersebut.
Penelitian ini pun menganalisis nilai-nilai ideologis/mitos
yang terdapat dalam adegan pesan-pesan dakwah secara
verbal dan nonverbal dalam film Ayat-Ayat Cinta.

114
05
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
METODE
paling strategis dalam penelitian. Hal ini dikarenakan
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, seorang
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang telah ditetapkan. Dalam hal ini, teknik
pengumpulan data dapat dilakukan melalui berbagai
setting, sumber, dan cara (Sugiyono, 2007:62). Data dapat
dikumpulkan melalui setting alamiah (natural setting).
Adapun terkait sumber, data dapat dibagi dalam dua
jenis, yaitu data primer dan sekunder. Data Primer adalah
kumpulan data yang diperoleh secara langsung dari isi
wacana yang ditampilkan dalam film dan skenario Ayat-
Ayat Cinta (MD Picture,2008). Sedangkan data sekunder
adalah kumpulan data lain yang mendukung penelitian
ini, yaitu studi kepustakaan (library research) yang
berhubungan terhadap teori, informasi tentang hal-hal
yang berkaitan dengan landasan teori, serta konsep-
konsep ilmiah yang diperlukan pada saat analisis, juga
dokumen dan catatan yang meliputi dokumen pribadi
dan dokumen resmi. Data sekunder juga diperoleh melalui
teknik wawancara dan korespondensi.

C.1. Tahap Pengumpulan Data


1. Studi Dokumentasi
Pada tahap ini, dilakukan pengamatan terhadap
film Ayat-Ayat Cinta dan juga membaca dengan

115
05
teliti skenario Ayat-Ayat Cinta untuk kemudian
mengumpulkan pesan-pesan dakwah yang
terkandung di dalamnya. Data yang diperoleh
METODE
adalah makna pesan filmis, kode, dan tanda PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
yang terdapat dalam film. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui konstruksi makna di dalam
film tersebut, baik makna secara denotatif
maupun konotatif. Teknis yang akan dilakukan
pertama kali adalah memisahkan antara
tanda-tanda verbal dan nonverbal (gambar
visual). Tanda-tanda tersebut kemudian akan
diuraikan berdasarkan struktur/komponennya,
yaitu penanda dan petanda, agar dapat dibaca
makna denotatif dan makna konotatifnya.
Setelah itu akan dilihat bagaimana hubungan
antara satu tanda dengan tanda yang lainnya
dalam teks film. Makna yang diidentifikasi,
pertama adalah makna denotatif, yaitu makna
yang diungkapkan oleh tanda-tanda itu secara
literal yaitu makna yang dengan mudah dapat
dibaca dari permukaan film. Setelah makna
denotatif teridentifikasi, maka makna yang
tersembunyi di balik permukaan film tadi juga
akan diinterpretasikan sehingga menghasilkan
makna konotatif. Penafsiran makna konotatif
ini akan mengungkap kode-kode ideologis apa
saja yang digunakan oleh pembuat film.

116
05
2. Studi Kepustakaan
Pada tahap ini, peneliti akan mencari dan
METODE mengumpulkan tulisan, buku, serta informasi
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
lainnya tentang analisis semiotik, informasi
seputar pesan dakwah dan media film, yang
menceritakan tentang kehidupan dalam film
Ayat-Ayat Cinta, yang bermuatan pesan-pesan
dakwah. Studi kepustakaan ini dilakukan untuk
memperoleh data sebagai analisa pada sebuah
wacana media film.
3. Wawancara dan Korespondensi
Tahap selanjutnya adalah berupaya memperoleh
informasi dari sutradara film dan pihak-pihak
lain yang dinilai dapat memberikan informasi
atau pandangan lain tentang isi film Ayat-
Ayat Cinta, terutama terkait apa benar film
tersebut bermuatan pesan-pesan dakwah.
Seperi halnya studi kepustakaan, wawancara
dan korespondensi ini juga merupakan data
sekunder yang akan mendukung data primer.

D. Teknik Analisa Data


Analisis data menurut Patton (dalam Moleong,
2002:130) merupakan proses mengatur urutan data,
kemudian mengorganisasikannya ke dalam suatu pola,
kategori, dan satuan urutan dasar. Sedangkan dalam suatu
penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sepanjang

117
05
penelitian berlangsung, yang dilakukan melalui deskripsi
data penelitian, penelaahan tema-tema yang ada,
serta penonjolan-penonjolan pada tema-tema tertentu
METODE
(Creswell, 1998:65). PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Terdapat beberapa tahap dalam analisis data
yang umum dilakukan dalam penelitian kualitatif, yaitu
(Huberman dan Miles dalam Bungin, 2003:69):
1. Kategorisasi dan reduksi data. Di sini, peneliti
mengumpulkan informasi-informasi yang penting
yang terkait dengan masalah penelitian, dan
selanjutnya mengelompokkan data tersebut sesuai
dengan topik masalahnya.
2. Sajian data. Data yang terkumpul dan telah
dikelompokkan itu kemudian disusun sistematis
sehingga peneliti dapat melihat dan menelaah
komponen-komponen penting dari sajian data.
3. Penarikan kesimpulan. Pada tahap ini, peneliti
melakukan interpretasi data sesuai dengan
konteks permasalahan dan tujuan penelitian.
Dari interpretasi yang dilakukan akan diperoleh
kesimpulan dalam menjawab masalah penelitian.
Sesuai dengan uraian di atas, data terperinci yang
diperoleh dari film Ayat-Ayat Cinta, hanya akan dipilih
berdasarkan hal-hal yang pokok saja. Setelah itu, akan
dilakukan reduksi data (pengelompokkan dan klasifikasi
data) sesuai dengan makna yang ada di dalamnya.
Untuk memperoleh hasil penelitian sesuai dengan

118
05
permasalahan yang telah dirumuskan, data-data yang
telah diklasifikasikan tersebut kemudian akan dianalisis
dengan teori semiotika Roland Barthes. Hasil analisis
METODE
PENELITIAN FILM semiotik kemudian disimpulkan, namun kesimpulan
AYAT-AYAT CINTA
tersebut terus diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Penelitian ini menitikberatkan pada pesan-pesan
dakwah Islami verbal dan nonverbal dalam film Ayat-
Ayat Cinta melalui makna denotatif dan konotatif sesuai
dengan analisis semiotik Roland Barthes. Aspek-aspek
medium yang berfungsi sebagai pembawa tanda dalam
penerapan semiotika untuk teks film menjadi bagian yang
perlu diperhatikan. Penanda dan petanda yang ada pada
film tersebut akan diteliti meliputi pesan-pesan dakwah
verbal dan nonverbal (termasuk gambar visual) sebagai
ekspresi total sebuah ide yang disampaikan melalui film.

E. Uji Keabsahan Data


1. Triangulasi
Triangulation is qualitative cross-validation. It
assesses the sufficiency of the data according to the
convergence of multiple data sources or mutltiple
data collection procedures (William Wiersma,
1986 dalam Sugiyono, 2007:125). Triangulasi
dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan
berbagai cara, dan berbagai waktu. Dengan
demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi

119
05
teknik pengumpulan data, dan waktu.
1. Triangulasi Sumber untuk menguji kredibilitas
data dilakukan dengan cara mengecek data METODE
yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Kemudian dideskripsikan, dikategorisasikan,
mana pandangan yang sama, yang berbeda,
dan mana yang spesifik. Data yang telah
dianalisis oleh peneliti sehingga menghasilkan
suatu kesimpulan selanjutnya dimintakan
kesepakatan (member check) dengan sumber
data tersebut.
2. Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas
data dilakukan dengan cara mengecek data
kepada sumber yang sama dengan teknik
yang berbeda. Apabila menghasilkan data
yang berbeda-beda, maka peneliti melakukan
diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan
data mana yang dianggap benar. Atau mungkin
semuanya benar, karena sudut pandangnya
berbeda-beda.
3. Triangulasi Waktu
Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas
data. Data yang dikumpulkan dengan teknik
wawancara di pagi hari pada saat sumber
masih segar, belum banyak masalah, akan

120
05
memberikan data yang valid sehingga lebih
kredibel. Untuk itu bisa dilakukan pengecekan
ulang dengan waktu yang berbeda sehingga
METODE
PENELITIAN FILM sampai ditemukan kepastian datanya.
AYAT-AYAT CINTA

2. Menggunakan Bahan Referensi


Yang dimaksud dengan bahan referensi di
sini adalah adanya pendukung untuk membuktikan
data yang telah ditemukan oleh peneliti. Sebagai
contoh, data hasil wawancara perlu didukung
adanya rekaman wawancara. Data tentang interaksi
manusia atau gambaran suatu keadaan perlu
didukung oleh foto-foto. Alat-alat bantu perekam
data dalam penelitian kualitatif, seperti kamera,
handycam, alat rekam suara sangat diperlukan untuk
mendukung kredibilitas data yang telah ditemukan
oleh peneliti. Dalam laporan penelitian, data-data
yang dikemukakan perlu dilengkapi dengan foto-
foto atau dokumen autentik, sehingga menjadi
lebih dapat dipercaya (Sugiyono, 2007:128).

3. Mengadakan Member Check


Member Check adalah proses pengecekan
data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.
Tujuan member check adalah mengetahui seberapa
jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang
diberikan oleh pemberi data. Apabila data yang

121
05
ditemukan disepakati oleh para pemberi data
berarti datanya tersebut valid, sehingga semakin
kredibel/dipercaya, tetapi apabila data yang
METODE
ditemukan peneliti dengan berbagai penafsirannya PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
tidak disepakati oleh pemberi data, maka peneliti
perlu melakukan diskusi dengan pemberi data, dan
apabila perbedaannya tajam, maka peneliti harus
merubah temuannya, dan harus menyesuaikan
dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Jadi
tujuan member check adalah agar informasi yang
diperoleh dan akan digunakan dalam penulisan
laporan sesuai dengan apa yang dimaksud sumber
data atau informan (Sugiyono, 2007:129).

4. Uraian Rinci
Teknik ini dimaksud adalah suatu upaya untuk
memberi penjelasan kepada pembaca dengan
menjelasan hasil penelitian dengan penjelasan
yang serinci-rincinya. Suatu temuan yang baik akan
dapat diterima orang apabila dijelaskan dengan
penjelasan yang terperinci dan gamblang, logis,
dan rasional. Sebaliknya penjelasan yang panjang
lebar dan berulang-ulang akan menyulitkan orang
memahami hasil penelitian itu sendiri (Bungin,
2008: 259).

122
05

METODE
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

123
ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN
DAKWAH DALAM FILM: SEBUAH STUDI KASUS TERHADAP
01

06
FILM AYAT-AYAT CINTA

BAB 6
Temuan Penelitian
PERKENALAN

TEMUAN PENELITIAN SINGKAT


TENTANG
FILM

FILMFilm Ayat-Ayat
AYAT-AYAT Cinta
CINTA
A. Pengantar
Bab ini akan membahas
A. Pengantartemuan penelitian film
B. Analisis Denotatif dan Konotatif Adegan
Ayat-Ayat Cinta. Pembahasan akan dilakukan dengan cara
Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
menampilkan sejumlah scene yang dianggap
Nonverbal representatif
dalam Film Ayat-Ayat Cinta
C. Analisis Mitos Adegan Pesan-Pesan
untuk menjawab pertanyaan penelitian. Sejumlah scene
Dakwah secara Verbal dan Nonverbal
tersebut kemudian ditampilkan melalui Cinta
dalam Film Ayat-Ayat Tabel yang
mencakup gambar dan dialog. Selanjutnya dilakukan
BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK
analisis denotatif dan konotatif secara deskriptif.
KAJIAN FILM

B. Analisis Denotatif dan Konotatif Adegan Pesan-


Pesan Dakwah secara Verbal dan Nonverbal
dalam
Bab ini Film Ayat-Ayat
akan membahas Cinta
temuan penelitian film Ayat-Ayat Cinta.
Pembahasan akan dilakukan dengan cara menampilkan sejumlah scene
Denotasi
yang dianggap adalah
representatif tingkat pertanyaan
untuk menjawab pertandaan
penelitian yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda,
atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang
menghasilkan makna yang ekplisit, langsung dan pasti.
Dengan kata lain, makna denotasi (denotative meaning)
adalah makna pada apa yang tampak. Denotasi adalah
tanda yang penandanya mempunyai tingkat konvensi atau
kesepakatan yang tinggi (Piliang 2003: 261). Pembahasan

ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN


124 DAKWAH DALAM FILM: SEBUAH STUDI KASUS TERHADAP
FILM AYAT-AYAT CINTA
06
01
pada tingkat pertama adalah analisis terhadap tata ungkap
visual film, yaitu menganalisis komponen-komponen
pokok film berupa tanda-tanda visual mencakup orang
TEMUAN
PENELITIAN FILM (pemain), benda-benda, warna, dan gerak. Tanda-tanda
AYAT-AYAT CINTA
tersebut dianalisis berdasarkan kaidah semiotika yang
mencakup tanda, makna tanda, dan kode.
Konotasi adalah tingkat pertandaan yang
menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda,
yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit,
tidak langsung, dan tidak pasti (artinya terbuka terhadap
berbagai kemungkinan). Ia menciptakan makna-makna
lapis kedua, yang terbentuk ketika penanda dikaitkan
dengan berbagai aspek psikologis, seperti perasaan,
emosi, atau keyakinan. Konotasi dapat menghasilkan
makna lapis kedua yang bersifat implisit, tersembunyi,
yang disebut makna konotatif (connotative meaning)
(Piliang 2003: 261). Memasuki tataran kedua atau tataran
konotasi, pembahasan akan diarahkan untuk menguraikan
bagaimana nilai-nilai ideologis terselubung dalam film
Ayat-Ayat Cinta. Pada analisis tataran kedua (konotasi),
nilai ideologis dapat dilihat dari pesan lingual (berupa teks
dari dialog terutama pada pesan-pesan dakwah secara
verbal) dan pada adegan pesan-pesan dakwah secara
nonverbal tanpa dialog yang dihadirkan oleh sutradara
film ini. Pesan lingual film akan dikaji untuk mencari makna
yang dimaksud. Pesan lingual yang hadir bersama film
berfungsi untuk mengarahkan pembaca kepada makna-
makna tertentu yang kemudian membentuk mitos.

125
06
01
1) Analisis Adegan Pesan-Pesan Dakwah Secara
Verbal Pada Film Ayat-Ayat Cinta
Analisis adegan pesan-pesan dakwah secara verbal TEMUAN
pada film Ayat-Ayat Cinta dapat dilihat pada Tabel berikut ini: PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

Tabel 6.1.
Deskripsi Scene-1
Format Gambar Video Audio
Close Up Syeikh Ustman (Gbr
1, 4):
(Gbr 1, 2, 3, 4)
Inilah kenapa kita di-
perintahkan menikah
Fahri. Selain menyem-
purnakan agama, me-
Gbr 1 Gbr 2 nikah juga menghindari
fitnah dan memberikan
ketenangan batin.

Gbr 3 Gbr 4

Tampak Syeikh Ustman


memberikan anjuran
kepada Fahri tentang
perintah menikah dan
manfaatnya di ruangan
Talaqi Masjid Al Azhar

Penanda
Pada gambar 1 dan 2 di Tabel 6.1, di salah satu
ruangan masjid terlihat seorang lelaki tua memakai surban

126
06
01
di kepalanya, memakai baju koko hitam, berkaca mata
dan berjenggot memberikan nasehat dengan sabar dan
pelan kepada pemuda yang sedang kebingungan setelah
TEMUAN
PENELITIAN FILM menerima surat cinta dari perempuan. Pada gambar 2
AYAT-AYAT CINTA
dan 3 terlihat pemuda yang memakai baju koko putih
itu mendengarkan dengan serius dan terlihat menunduk
dengan mata memandang ke arah lelaki tua itu. Sementara
pada gambar 4, seorang laki-laki tua terlihat serius sekali
begitu pula dengan pemuda itu.

Petanda
Syeikh Ustman adalah seorang Kyai yang dihormati
dan apa yang disampaikan adalah realisme yang harus
dijalani oleh para mahasiswa Al Azhar yang sering
mengadakan pengajian bersama di masjid Al Azhar. Salah
satunya adalah Fahri. Fahri berharap Syeikh Ustman bisa
memberikan nasehat atau masukan kepadanya yang
sedang kebingungan karena telah menerima surat cinta dari
beberapa perempuan yang mengaguminya. Pada gambar
1 dan 4, diambil secara close up, menunjukkan adanya
kedekatan antara kedua tokoh tersebut. Pengambilan
gambar difokuskan pada Syeikh Ustman dan terlihat
gambar Fahri kabur. Hal ini menunjukkan penekanan
kepada sosok Syeikh Ustman dan perkataannya. Pada
gambar 2 dan 3, diambil secara close up, menunjukkan
keadaan Fahri terlihat serius mendengarkan dan berpikir
tentang perintah menikah yang disampaikan oleh guru
talaqi-nya itu.

127
06
01
Makna Denotasi
Di Masjid Al Azhar tepatnya di ruangan Talaqi
(tempat pengajian bersama) Syeikh Ustman sedang TEMUAN
PENELITIAN FILM
memberikan anjuran kepada salah satu muridnya, yaitu AYAT-AYAT CINTA
Fahri, tentang hikmah perintah menikah.

Makna Konotatif
Syeikh Ustman (Gbr 1, 4):
“Inilah kenapa kita diperintahkan menikah Fahri.
Selain menyempurnakan agama, menikah juga
menghindari fitnah dan memberikan ketenangan
batin.”

Dialog antara Syeikh Ustman yang ditujukan kepada


Fahri bermakna pandangan Islam terhadap pernikahan.
Menikah sebagai pertalian suci antara dua anak manusia
yang berbeda jenis kelamin, yang sudah memenuhi syarat
untuk mengucapkan kalimat syahadat (berijab qobul) di
depan Naif (tukang menikahkan) dan di depan para saksi,
merupakan ibadah dan tuntunan Rasullullah. Melalui
pernikahan, setiap muslim diharapkan dapat terhindar dari
fitnah (pembicaraan yang tidak benar dari orang lain) dan
memperoleh ketenangan batin. Terkait anjuran menikah
ini termaktub dalam sabda Nabi SAW sebagai berikut:
”Wahai sekalian pemuda, barang siapa di antara
kamu yang mempunyai kesanggupan, maka

128
06
01
menikahlah, karena menikah itu lebih menundukkan
pandangan mata dan lebih memelihara kesucian
farji; dan barang siapa yang tidak mampu, maka
TEMUAN
PENELITIAN FILM hendaklah berpuasa, karena puasa dapat menjadi
AYAT-AYAT CINTA
perisai baginya.” (Riwayat:Ahmad, Bukhari, Muslim,
Tirmidzi, Nasa’I, Darimi, Ibnu Jarud, dan Baihaqi). 22

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni perintah pada kaum laki-
laki untuk menyegerakan menikah guna menghindari
pembicaraan yang tidak benar dari orang lain serta
memenuhi kebutuhan lahir dan batin.

22 Hani Abu, Ada Apa dengan Menikah, Media Muslim Muda Elfata, Solo, Vol
05/2005.

129
06
01
Tabel 6.2.
Deskripsi Scene-2
Format Gambar Video Audio
Group Shot Aisha (Gbr 1): TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
(gbr 1, 3), Islam mengajarkan
kita untuk berbuat
Medium Close baik kepada siapa-
Up pun!
( Gbr 2) Fahri (Gbr 4):
Gbr 1 Gbr 2
Over Shoulder Orang asing yang
Shot telah masuk ke se-
(Gbr 4) buah negara den-
gan sah, berarti dia
seorang ahlu dzim-
mah yang harus
dilindungi kesela-
Gbr 3 Gbr 4 matan dan kehor-
matannya. Rasul
juga memperingat-
kan, “Barangsiapa
Di dalam Metro tampak
yang menyakiti
Aisha dan orang Arab
orang dzimmi, dia
sedang berkonflik dan
telah menyakiti diri-
Fahri sebagai penengah.
ku. Dan barangsiapa
Ia mengingatkan kepada
menyakiti diriku,
orang Arab tersebut ten-
berarti dia menya-
tang kewajiban berbuat
kiti Allah. Kita boleh
baik dan adil terhadap
benci perbuatan bu-
siapa pun.
ruk seseorang, tapi
juga tetap adil.

Penanda
Pada gambar 1 di Tabel 6.2, tampak perempuan
berjilbab dan bercadar sedang mempersilahkan dua
orang perempuan yang berambut pirang untuk duduk.

130
06
01
Seorang di antaranya memakai baju rok dan satunya
mengenakan kaos you can see dan celana panjang ketat, di
lengan tangan kiri atas terlihat tato. Tiba-tiba ada seorang
TEMUAN
PENELITIAN FILM lelaki setengah baya memakai peci dan baju putih (lihat
AYAT-AYAT CINTA
gambar 2) memarahi perempuan berjilbab dan bercadar.
Semua penumpang melihat ke arah mereka (lihat gambar
3). Melihat konflik semakin memanas, terlihat seorang
pemuda memakai tas dan baju putih menengahi konflik
itu. Ia pun berdebat tentang bagaimana seharusnya Islam
memperlakukan orang asing yang datang ke negaranya
(lihat gambar 4).

Petanda
Di dalam Metro, Aisha mempersilahkan duduk orang
tua dari Alicia, seorang wartawan Amerika. Kemudian
gambar medium close up menampakkan seorang pria
Arab yang emosi. Ia memarahi Aisha karena telah
memberikan tempat duduk kepada orang Amerika yang
dianggapnya kafir dan selalu menuduh Islam sebagai
agama teroris. Gambar diambil secara group shot untuk
menunjukkan bahwa konflik itu berada dalam keramaian
penumpang (lihat gambar 3). Kemudian, Fahri, mahasiswa
Al Azhar menengahi kejadian itu. Ia menjelaskan kepada
orang Arab tersebut bahwa seorang muslim tidak boleh
menyakiti siapa pun karena itu akan menyakiti Allah dan
Rasul-Nya. Gambar diambil secara over shoulder shot
menunjukkan bahwa mereka berdebat secara bergantian,
tetapi Fahri tetap menekankan bahwa orang boleh

131
06
01
membenci perbuatan buruk orang lain, akan tetapi harus
tetap bersikap adil.

TEMUAN
PENELITIAN FILM
Makna Denotasi AYAT-AYAT CINTA

Di dalam Metro, Aisha dan Fahri mengingatkan


dengan keras kepada orang Arab yang tidak suka dengan
kehadiran kedua orang asing yang berada dalam metro
itu, tentang berbuat baik dan tetap adil kepada siapa
pun tanpa terkecuali, walaupun orang itu pernah berbuat
buruk kepada diri kita.

Makna Konotatif
Aisha (Gbr 1):
“Islam mengajarkan kita untuk berbuat baik kepada
siapapun!”
Islam berasal dari kata As Salaam, yang artinya
perdamaian. Dengan kata lain, umat Islam secara harfiah
telah menjadi bagian dalam menegakkan perdamaian,
ketentraman, dan keamanan bagi dirinya maupun orang
lain. Umat Islam harus menjadi pengayom bagi sesama
muslim maupun kepada umat lain. Islam adalah agama
perdamaian, rahmat, kasih sayang dan pelindung bagi
seluruh penghuni alam ini tanpa terkecuali. Ini bermakna
bahwa Islam sangat mendambakan dan menghargai
keselamatan bagi seluruh umat. Terkait keselamatan
ini, Islam menawarkan konsep salam sebagai bentuk

132
06
01
penghormatan dan jaminan keamanan. Rasulullah SAW
bersabda:

TEMUAN
“Sesungguhnya Allah menjadikan salam sebagai
PENELITIAN FILM peghormatan bagi umat kami dan jaminan
AYAT-AYAT CINTA
keamanan untuk kaum dzimmah kami”. (Qalami,
2004: 476).
Fahri (Gbr 4):
“Orang asing yang telah masuk ke sebuah negara
dengan sah, berarti dia seorang ahlu dzimmah yang
harus dilindungi keselamatan dan kehormatannya.
Rasul juga memperingatkan, Barangsiapa yang
menyakiti orang dzimmi, dia telah menyakiti
diriku dan barangsiapa menyakiti diriku berarti dia
menyakiti Allah. Kita boleh benci perbuatan buruk
seseorang tapi juga tetap adil.”

Terhadap orang-orang yang bukan Islam (non-


muslim), ajaran Islam menngajarkan pentingnya ta’aruf
(saling mengenal), ta’awun (saling menolong), birr
(kebaikan), dan adl (keadilan). Jadi, terhadap orang non-
muslim, umat Islam hendaknya berta’aruf. Sebab dengan
berbuat ta’aruf maka akan timbul ta’awun (Qalamy dan
Banjary, 2004: 484-485). Allah SWT berfirman:
“Allah tidak mencegahmu berbuat baik kepada
mereka yang tidak memerangimu dan tidak
mengusirmu dari tempat tinggalmu, dan kamu
berbuat adil terhadap mereka, sesungguhnya Allah
mencintai orang-orang yang berbuat adil” (QS. Al

133
06
01
Mumtahinah 8).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik TEMUAN


PENELITIAN FILM
kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan AYAT-AYAT CINTA
dakwah secara verbal, yakni anjuran kepada umat Islam
untuk selalu saling mengenal, menolong, melakukan
kebaikan, dan berbuat adil kepada sesama manusia.”
Tabel 6.3.
Deskripsi Scene-3
Format Gambar Video Audio
Medium Long Alicia (Gbr 1):
Shot
My name’s Alicia.
(Gbr 1,2,3,4) Thanks a lot.

Fahri (Gbr 2):

Oh, you’re wel-


come. My name’s
Gbr 1 Gbr 2
Fahri.

Fahri (Gbr 3, 4) :
Maaf, dalam Is-
lam laki-laki tidak
boleh menyen-
tuh perempuan
kecuali dengan
Gbr 3 Gbr 4 muhrimnya.

Di Stasiun Metro, Alicia


(wartawan Amerika) mem-
perkenalkan diri kepada Fahri
dengan mengulurkan tangan-
nya, tetapi Fahri tidak mem-
balas uluran tangan tersebut.

134
06
01
Penanda
Pada gambar 1 di Tabel 6.3, tampak seorang
TEMUAN perempuan berambut pirang, berkaca mata, berkaos you
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
can see, lengan kanan atas bertato, sedang mengulurkan
tangan kanannya untuk berjabat tangan dengan seorang
pemuda berbaju putih. Namun, pemuda itu menolaknya
tanpa ragu dengan menyampaikan bahwa di dalam ajaran
Islam dilarang bersentuhan, kecuali dengan muhrimya.
Pada gambar 2, 3, 4, tampak seorang perempuan setengah
baya berkulit putih tidak berjilbab dan perempuan muda
berjilbab dan bercadar hitam memperhatikan dengan
serius apa yang diucapkan oleh si pemuda.

Petanda
Di stasiun Metro, tampak pada gambar 1, 2, 3, 4, yang
diambil secara medium long shot, Fahri, Alicia (wartawan
Amerika), ibunya, dan Aisha berada di stasiun Metro yang
secara bersamaan bertemu. Alicia dengan sendirinya
memperkenalkan diri kepada Fahri dengan mengulurkan
tangan kanannya. Tetapi Fahri menolaknya untuk berjabat
tangan dengan menyampaikan kepada Alicia bahwa
menurut ajaran Islam dilarang bersentuhan kecuali
sesama muhrimnya. Ibunya dan Aisha ikut mendengarkan
apa yang disampaikan oleh Fahri.

135
06
01
Makna Denotasi
Di stasiun Metro, tampak Fahri menolak secara halus
untuk berjabat tangan dengan Alicia wartawan Amerika. TEMUAN
PENELITIAN FILM
Agar tidak tersinggung, Fahri menjelaskan kepada Alicia AYAT-AYAT CINTA
beserta Ibunya dan Aisha yang secara langsung ikut
mendengarkan bahwa dalam Islam bersentuhan dengan
bukan muhrimnya dilarang.

Makna Konotatif
Fahri (Gbr 3, 4):
“Maaf, dalam Islam laki-laki tidak boleh menyentuh
perempuan kecuali dengan muhrimnya.”

Dialog Fahri yang ditujukan kepada Alicia sesuai


dengan hadist yang melarang sentuhan laki-laki dan
perempuan selama mereka belum muhrimnya.
“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh
tangan wanita (selain mahramnya), melainkan
beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa
jabat tangan)”. (HR. Muslim)23.

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat pesan-pesan dakwah secara
23 Al-Makassari, Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad. Ta’aruf Syar’i, Solusi Pengganti
Pacaran. melalui http://asysyariah.com/ akses rabu 4 juni 2008.

136
06
01
verbal, yakni larangan bersentuhan antara kaum laki-laki
dengan perempuan yang bukan istrinya/muhrimnya.

TEMUAN Tabel 6.4.


PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA Deskripsi Scene-4
Format
Video Audio
Gambar
Close Up Fahri (Gbr 1):
(Gbr1,2,3,4
“Islam mengajarkan
& 5)
kita kalau surga itu
berada di bawah telapak
kaki ibu, begitu hadist
meriwayatkan yang
menjadikan dasar Islam,
sangat menjunjung tinggi
perempuan.”
Gbr 1 Gbr 2
Alicia (Gbr 2):
“Lalu bagaimana dengan
kekerasan rumah tangga?
Bukankah dalam Al
Qur’an memberikan ijin
suami memukul istrinya?”
Fahri (Gbr 4):
“Banyak lelaki muslim
Gbr 3 Gbr 4 menggunakan surat An-
nissa untuk melakukan
tindakan pengecut
memukul perempuan.
Padahal sebenarnya surat
itu untuk menjelaskan
3 hal, apabila seorang
istri berlaku Nusyu, yaitu
melanggar komitmen
pernikahan, pertama
Gbr 5
dinasehati. Kedua,
diperingatkan. Dan
ketiga, baru dipukul,
Di Restoran Pasar Khaliki Fahri
tetapi tidak boleh di
berdiskusi tentang ajaran Islam
muka dan niatnya bukan
dengan Alicia, ditemani oleh
menyakiti.”
Aisha.

137
06
01
Penanda
Pada gambar 1 di Tabel 6.4, tampak pemuda
memakai baju putih menatap ke depan sambil berbicara TEMUAN
PENELITIAN FILM
secara bergantian kepada perempuan berambut pirang, AYAT-AYAT CINTA
berkaca mata. Pada gambar 2, tampak perempuan
berambut pirang itu serius memperhatikan apa yang
disampaikan oleh pemuda yang ada di depannya. Pada
gambar 3, tampak perempuan beramput pirang bertanya
kepada pemuda tersebut. Pada gambar 4, tampak pemuda
itu menjawab pertanyaan perempuan berambut pirang.
Pada gambar 5, tampak seorang perempuan berjilbab dan
bercadar hitam ikut memperhatikan pembicaraan mereka
dengan serius.

Petanda
Di Restoran Pasar Khaliki, pada gambar 1, 2,
3, 4, tampak Fahri dan Alicia (wartawan Amerika)
berdiskusi tentang ajaran menjunjung tinggi perempuan
dalam Islam. Semua gambar diambil secara close up,
menunjukkan Fahri sangat serius dalam memberikan
atau menyampaikan tentang bagaimana ajaran Islam
memperlakukan perempuan. Alicia pun tampak semakin
tertarik mendengarkan dan memperhatikan apa yang
disampaikan oleh Fahri karena sangat penting untuk
melengkapi buku yang akan ditulisnya. Gambar 5, diambil
secara close up, menunjukkan Aisha kagum pada Fahri, ikut
terhanyut mendengarkan dan membenarkan apa yang

138
06
01
disampaikan oleh Fahri tentang keutamaan perempuan
dalam Islam.

TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA Makna Denotasi
Fahri dan Alicia yang ditemani Aisha di Restoran
Pasar Khaliki berdiskusi mengenai ajaran Islam, yaitu
bagaimana Islam menjunjung tinggi perempuan seperti
surga berada di telapak kaki ibu dan istri yang nusyuz
untuk dijadikan tulisan Alicia.

Makna Konotatif
Fahri (Gbr 1):
“Islam mengajarkan kita kalau surga itu berada di
bawah telapak kaki ibu, begitu hadist meriwayatkan
yang menjadikan dasar Islam, sangat menjunjung
tinggi perempuan”.

Terlihat adegan Fahri dan Alicia. Fahri menjelaskan


beberapa pertanyaan Alicia tentang Islam. Bahwa dalam
ajaran agama Islam perempuan sangat dijunjung tinggi
terutama seorang ibu. Ini menandakan seorang anak harus
mencintai, taat, dan patuh kepada ibu. Allah berfirman:
“Kami perintahkan kepada manusia supaya
berbuat baik kepada dua orang ibu dan bapaknya,
ibunya mengandung dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula).

139
06
01
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya
TEMUAN
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al Ahqaaf
15).
Fahri (Gbr 4):
“Banyak lelaki muslim menggunakan surat An-nissa
untuk melakukan tindakan pengecut memukul
perempuan, padahal sebenarnya surat itu untuk
menjelaskan 3 hal, apabila seorang istri berlaku
Nusyuz, yaitu melanggar komitmen pernikahan,
pertama dinasehati, kedua diperingatkan dan ketiga
baru dipukul, tetapi tidak boleh dimuka dan niatnya
bukan menyakiti”.

Islam mengajarkan bahwa lelaki muslim boleh


memukul apabila istrinya nusyuz. Istri nusyuz adalah
istri yang durhaka kepada suami. Bentuk kedurhakaan
itu, misalnya, keluar rumah tanpa ijin suaminya, enggan
diajak berkumpul ketika suami butuh, tidak taat, boros,

140
06
01
pembantah, dan akhlak buruk lainnya. Adapun Allah
berfirman:

TEMUAN “Dan wanita-wanita yang kalian khawatirkan


PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka patuh
pada kalian, maka janganlah mencari jalan untuk
menyusahkannya”. (QS. An Nisaa’ 34).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni ajakan untuk menghormati
seorang ibu yang telah melahirkan kita dan pesan ajakan
kepada suami untuk menindak istrinya ketika melakukan
kesalahan-kesalahan (durhaka) terhadap suami.

141
06
01
Tabel 6.5.
Deskripsi Scene-5
Format TEMUAN
Video Audio
Gambar PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Two Shot Saiful (Gbr 1):
(Gbr 1)
“Ta’aruf itu satu-
& satunya jalan Islami.
Diterima saja. Apa-
Medium lagi ini dari Syeikh
Close Shot Ustman.”
(Gbr 2) Gbr 1 Gbr 2 Fahri (Gbr 2):

“Ya. Aku ngerti, Ful,


Di Rooftop Flat, Fahri terlihat tapi...”
bingung dan gelisah setelah
menerima anjuran Syeikh Ust- Saiful (Gbr 1):
man untuk melakukan ta’aruf.
“Kamu masih ragu
Untuk meyakinkan dirinya, dia
soal jodoh satu-
meminta saran atau anjuran
satunya, itu, kan?
kepada Saiful sebagai sahabat
Ta’aruf bukan
maupun teman satu flat-nya.
jaminan bakal jadi
Muka Fahri terlihat bingung,
jodoh kamu. Kamu
Saiful tampak berpikir.
masih bisa pertim-
bangkan lagi, kok,
kalo ndak cocok.
Cuma ta’aruf, Fahri,
’pacaran’ yang
diridhai Allah.
Semua tergantung
imanmu sekarang.”

Penanda
Pada Tabel 6.5 di gambar 1, tampak gambar dua
orang pemuda berbaju putih dan berbaju garis-garis
sedang mendiskusikan sesuatu. Pemuda berbaju putih

142
06
01
sedang kebingungan terkait tawaran guru talaqi-nya
untuk melakukan ta’aruf. Pemuda yang berbaju garis-garis
sedang meyakinkan bagaimana sebenarnya ta’aruf itu.
TEMUAN
PENELITIAN FILM Pada gambar 2, pemuda berbaju putih tampak bingung
AYAT-AYAT CINTA
dan berpikir anjuran untuk melakukan ta’aruf.

Petanda
Pada gambar 1, tampak Fahri dan Saiful sedang
berdiskusi tentang tawaran Syeikh Ustman pada Fahri
untuk melakukan ta’aruf. Gambar diambil secara two shot
menunjukkan kedekatan mereka, terdapat keterbukaan
dalam menceritakan masalah apapun, saling percaya
satu sama lain, memberi support atau masukan yang
bermanfaat. Saiful tampak meyakinkan kepada Fahri
untuk menerima tawaran Syeikh Ustman melakukan
ta’aruf. Pada gambar 2, diambil secara medium close shot,
menunjukkan bahwa Fahri sedang memikirkan apa yang
disampaikan oleh Saiful.

Makna Denotasi
Di Rooftop Flat, Saiful menganjurkan kepada Fahri
untuk melakukan ta’aruf, karena jalan ta’aruf satu-satunya
jalan yang diridhai oleh Allah untuk mengenal siapa
dan bagaimana sebenarnya calon pasangan hidupnya
kelak. Ta’aruf bisa dilanjutkan apabila sudah ada saling
kecocokan dan bisa pula sebaliknya.

143
06
01
Makna Konotatif
Saiful (Gbr 1):
“Kamu masih ragu soal jodoh satu-satunya, itu, TEMUAN
PENELITIAN FILM
kan? Ta’aruf bukan jaminan bakal jadi jodoh kamu. AYAT-AYAT CINTA

Kamu masih bisa pertimbangkan lagi, kok, kalo ndak


cocok. Cuma ta’aruf, Fahri, ‘pacaran’ yang diridhai
Allah. Semua tergantung imanmu sekarang.”

Terlihat adegan Saiful menjelaskan tentang


ta’aruf kepada Fahri. Dalam Islam, istilah pacaran tidak
diperbolehkan. Istilah yang ada hanya ta’aruf (saling
mengenal). Ini menandakan ta’aruf tindakan yang tepat
dalam mengenal calon pasangan yang akan dinikahi.
Hadist dari Jabir bin Abdillah ra. menerangkan bahwa
Rasulullah SAW bersabda:
“Jika seseorang dari kamu hendak meminang
seorang perempuan; kalau bisa lihat terlebih dahulu
apa yang menjadi daya tarik untuk mengawininya,
maka hendaklah dilakukannya“. (Qalami dan
Banjary, 2004: 427).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni anjuran untuk melakukan
ta’aruf yaitu saling mengenal satu sama lain dengan
maksud untuk dijadikan pasangan hidup apabila ada

144
06
01
kecocokan, karena ta’aruf merupakan pacaran yang
diridhai Allah.

TEMUAN Tabel 6.6.


PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Deskripsi Scene-6
Format
Video Audio
Gambar
Medium Saiful (Gbr 1):
Close Shot
Kamu tidak akan
(Gbr 1, 2) bisa menyatukan
mereka Ri. Yang
bisa kamu lakukan
adalah berbuat
untuk adil. Tapi
ingat, satu is-
Gbr 1 Gbr 2 tri aja belum
tentu merasa adil
Tampak Saiful memberikan ma- apalagi dua Ri.
sukan atau anjuran kepada Fah- Semuanya kembali
ri yang merasa bingung akan lagi ke imanmu,
berbuat adil kepada kedua serahkan semuan-
istrinya, yaitu Aisha (istri per- ya kepada Allah.
tama) dan Maria (istri kedua).

Penanda
Pada Tabel 6.6, di gambar 1, tampak seorang
pemuda berkaos garis-garis warna hijau krem berbicara
serius dengan seorang pemuda berkaos warna biru.
Tampak pada gambar 2, seorang pemuda yang berkaos
biru bingung dan serius memperhatikan apa yang
disampaikan oleh seorang pemuda yang berkaos garis-
garis hijau krem, yang menganjurkan untuk berbuat adil
terhadap kedua istrinya yang tinggal serumah.

145
06
01
Petanda
Pada Tabel 6.6, di gambar 1, Saiful menganjurkan
kepada Fahri agar berusaha untuk berbuat adil kepada TEMUAN
PENELITIAN FILM
kedua istrinya, yaitu Aisha sebagai istri pertama dan Maria AYAT-AYAT CINTA
sebagai istri ke dua. Gambar diambil secara medium close
shot untuk menunjukkan bahwa Saiful sebagai sahabat
cukup peduli tentang kebingungan yang dihadapi oleh
Fahri. Bagaimanapun, berbuat adil sangat sulit bagi
manusia. Pada gambar 2, diambil secara medium close shot
untuk menunjukkan emosi Fahri yang sedang memikirkan
apa yang disampaikan oleh Saiful.

Makna Denotatif
Saiful menganjurkan kepada Fahri untuk berbuat
adil terhadap kedua istrinya, yaitu Aisha dan Maria.

Makna Konotatif
Saiful (Gbr 1):
“Kamu tidak akan bisa menyatukan mereka Ri..,yang
bisa kamu lakukan adalah berbuat untuk adil, tapi
ingat satu istri aja belum tentu merasa adil apalagi
dua Ri…, semuanya kembali lagi ke imanmu,
serahkan semuanya kepada Allah.”

146
06
01
Terlihat adegan Saiful dengan Fahri di sebuah
restoran. Fahri merasa bingung bagaimana cara berbuat
adil terhadap kedua istrinya. Saiful hanya bisa memberi
TEMUAN
PENELITIAN FILM saran bahwa Fahri harus berusaha berbuat adil terhadap
AYAT-AYAT CINTA
kedua istrinya. Ini menandakan bahwa manusia tidak akan
pernah bisa berbuat adil kecuali Allah SWT. Tetapi dalam
hal ini manusia boleh berusaha keras untuk berbuat adil.
Adapun Allah SWT berfirman:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika
kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisaa’
129).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni anjuran kepada suami yang
berpoligami (mempunyai lebih dari satu istri) untuk
berusaha memperlakukan istri-istrinya secara adil yaitu
imbang dalam memenuhi kebutuhan lahir dan batin.

147
06
01
Tabel 6.7.
Deskripsi Scene-7
Format TEMUAN
Video Audio
Gambar PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Long Shot Noura (Gbr 1, 2):
(Gbr 1), Ayahku ingin men-
jualku. Dia ingin aku jadi
Two Shot
pelacur. Dia bilang aku
(Gbr 2), bukan anaknya. Aku di-
tukarnya sejak dari bayi.
Close Up
Jadi pantas dijual. Aku
(Gbr 3), rasa memang aku bukan
anaknya.
& Gbr 1 Gbr 2
Fahri (gbr 3):
Over
Shoulder Noura, Insya Allah kami
akan membantumu.
Shot
Fahri (Gbr 4):
(Gbr 4)
Tolong, Rul. Buat semen-
tara Noura sama kamu.
Aku akan minta bantuan
ke temanku orang intele-
Gbr 3 Gbr 4 jen untuk mencari orang
tua Noura sebenarnya.
Nurul (Gbr 4):

Di sebuah tempat/masjid, Mas, aku kuatir.


tampak Fahri, Maria dan Nurul Fahri (Gbr 4):
sedang berusaha membantu Nurul, membantu
kesulitan yang dihadapi Nou- sesama muslim itu wajib
ra. hukumnya. Dia anak
teraniaya. Aku sering
melihat dia dipukuli.
Tolong dia.

Penanda
Pada Tabel 6.7, di gambar 1, tampak seorang
pemuda dan tiga perempuan yang berkerudung duduk
bersama di sebuah tempat beralaskan karpet merah.

148
06
01
Seorang perempuan yang duduk di tengah terlihat sedang
sedih dan menangis. Ia tampak sedang membutuhkan
bantuan dari teman-temannya. Pada gambar 2, 3, 4,
TEMUAN
PENELITIAN FILM terlihat kepedulian teman-temannya dengan merasakan
AYAT-AYAT CINTA
kesedihan yang dialaminya dan berusaha mencari jalan
keluar.

Petanda
Pada gambar 1, Fahri, Maria, Nurul dan Noura duduk
bersama di sebuah ruangan masjid. Gambar diambil
secara long shot, menunjukkan situasi dan kondisi di dalam
masjid secara keseluruhan, yaitu Noura bercerita tentang
keadaannya selama tinggal bersama ayah angkatnya
Bahadur. Dia selalu disiksa dan mau dijadikan pelacur
untuk mendapatkan uang. Pada gambar 2, terlihat jelas
Noura sedang sedih dan menangis, tampak Nurul sebagai
temannya Fahri merangkul dan mendekatinya. Gambar
diambil secara two shot, menunjukkan bahwa Nurul
merasakan kesedihan dan pedihnya hidup yang dialami
Noura, dia juga sangat peduli. Pada gambar 3, diambil
secara close up, menunjukkan Fahri juga sangat peduli
untuk membantunya. Pada gambar 4, tampak Fahri dan
Nurul mendiskusikan agar Noura dapat tinggal di asrama
Nurul untuk sementara. Gambar diambil secara over
shoulder shot menunjukkan antara Fahri dan Nurul ada
perbedaan pendapat. Nurul merasa khawatir, tetapi Fahri
meyakinkan bahwa membantu sesama adalah kewajiban.

149
06
01
Makna Denotasi
Di ruangan masjid, Fahri, Maria, dan Nurul ingin
membantu Noura agar terlepas dari permasalahan dengan TEMUAN
PENELITIAN FILM
ayah angkatnya. AYAT-AYAT CINTA

Makna Konotatif
Fahri (Gbr 4):
“Nurul, membantu sesama muslim itu wajib
hukumnya. Dia anak teraniaya. Aku sering melihat
dia dipukuli. Tolong dia…”

Terlihat adegan Fahri dan Nurul sedang


mendiskusikan masalah Noura agar Nurul juga bisa
membantu memecahkan permasalahan yang sedang
dialami Noura. Ini menandakan sesama muslim harus
saling menolong. Allah SWT berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki maupun
perempuan, sebagaian mereka adalah penolong
terhadap sebagian yang lain”. (QS. Hud 71).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni ajakan kepada umat Islam
untuk saling tolong-menolong ketika menemui saudara-
saudaranya yang sedang kesusahan hidupnya.”

150
06
01
Tabel 6.8.
Deskripsi Scene-8
Format
Video Audio
TEMUAN Gambar
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA Close Up Laki-Laki di Penjara
(Gbr 1):
(Gbr 1),
“Sabar Fahri. Ikhlas.
& Allah sedang ber-
Two Shot (Gbr bicara kepadamu
2, 3, 4) tentang sabar dan
ikhlas! Karena Allah
Gbr 1 Gbr 2 mencintai orang
sabar dan ikhlas!”

Gbr 3 Gbr 4

Di sel penjara, laki-laki seten-


gah baya mengingatkan Fahri
tentang sabar dan ikhlas.

Penanda
Pada Tabel 6.8, di gambar 1, tampak ruangan yang
gelap. Hanya ada pantulan sinar dari balik pintu jeruji.
Tampak lelaki setengah baya berambut keriting, beruban,
berkumis, memakai baju putih kumal, berbicara kepada
pemuda yang menangis dan bingung karena difitnah.
Gambar 2, 3, 4, tampak laki-laki setengah baya itu berhasil
menyadarkan si pemuda tentang sabar dan ikhlas atas
ujian dari Allah SWT.

151
06
01
Petanda
Pada gambar 1, di sebuah sel penjara, laki-laki
setengah baya sedang berbicara kepada Fahri yang TEMUAN
sedang menangis, bingung, dan kalut karena keadaan PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
dirinya difitnah dan akhirnya mendapatkan surat dari
Universitas Al Azhar bahwa dirinya dikeluarkan. Gambar
diambil secara close up, menggambarkan Fahri sangat
menderita akan keadaannya, tetapi laki-laki satu selnya
menyadarkan akan sabar dan ikhlas. Gambar 2, 3, 4,
gambar diambil secara two shot menandakan laki-laki
sebaya itu peduli akan keadaan Fahri. Tampak Fahri telah
sadar akan keadaannya karena semua itu fitnah.

Makna Denotatif
Di dalam sel penjara laki-laki setengah baya itu telah
meyadarkan Fahri akan sabar dan ikhlas, karena semua itu
adalah ujian dari Allah SWT.

Makna Konotatif
Laki-Laki di Penjara (Gbr 1):
“Sabar Fahri. Ikhlas. Allah sedang berbicara
kepadamu tentang sabar dan ikhlas! Karena Allah
mencintai orang sabar dan ikhlas!”

Di dalam sel penjara, lelaki setengah baya itu


mengajak Fahri untuk tetap sabar dalam menjalani hidup
ini dan ikhlas untuk menerima ujian dari Allah SWT.

152
06
01
Adapun firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar
TEMUAN dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Allah beserta orang-orang yang sabar.” (QS Al
Baqarah 153).
Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik
kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni ajakan bersabar dan ikhlas
dalam menghadapi ujian Allah SWT.
Tabel 6.9.
Deskripsi Scene-9
Format
Video Audio
Gambar
Close Up Fahri (Gbr 1):

(Gbr 1), “Ikhlas Aisha.


Itu yang seka-
Medium Close rang sedang aku
Shot (Gbr jalani. Aku tidak
2, 4, ikhlas meneri-
& mamu lebih
kaya dari aku,
Gbr 1 Gbr 2
Long Shot aku tidak ikh-
las menerima
(Gbr 3) kondisi kita ber-
tiga dengan Ma-
ria. Hingga tidak
tahu adil itu apa
dan bagaimana.
Aku akan belajar
Gbr 3 Gbr 4 lagi.. Tapi untuk
itu aku butuh
Fahri menjemput Aisha (istri pertama) kamu.”
di rumah pamannya Eqbal, untuk
kembali ke rumah dan hidup bertiga
bersama Maria (istri ke-dua).

153
06
01
Penanda
Pada Tabel 6.9, di gambar 1, tampak lelaki berbaju
koko putih, terlihat sedih dan meneteskan air mata. TEMUAN
PENELITIAN FILM
Dia berbicara tentang ikhlas dengan perempuan yang AYAT-AYAT CINTA
berkerudung. Keduanya tampak kelihatan sedih, tergambar
dari raut mukanya. Di belakangnya ada laki-laki berdiri
berbaju koko hitam dan berkaca mata dan perempuan
berkerudung menyaksikan kedua pasangan yang sedang
sedih (lihat gambar 2). Pada gambar 3, tampak perempuan
berkerudung dan bergamis itu mendekat, mencium
tangan lelaki yang berbaju koko putih itu. Pada gambar
4, tampak perempuan yang berkerudung dan bercadar itu
merangkul perempuan yang tidak berkerudung dengan
terharu. Di belakang mereka tampak lelaki berbaju koko
putih melihat mereka berpelukan merasa bahagia.

Petanda
Gambar 1, Fahri mengingatkan Aisha tentang ikhlas.
Gambar diambil secara close up. Ini menunjukkan apa yang
diucapkan Fahri adalah penting untuk memahami makna
dari ikhlas. Pada gambar 2, tampak Aisha sedih. Gambar
diambil secara medium close up. Pada gambar 3, diambil
secara long shot, menunjukkan situasi dan kondisi secara
keseluruhan. Aisha mencium tangan Fahri, menandakan
ia meminta maaf karena sudah meninggalkan Fahri dan
Maria. Pada gambar 4, tampak Aisha dan Maria saling
berpelukan, gambar diambil secara medium close up. Ini

154
06
01
menunjukkan mereka ikhlas untuk hidup serumah lagi dan
di belakang mereka tampak Fahri merasa bahagia melihat
mereka berpelukan.
TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

Makna Denotatif
Di rumah paman Eqbal, pamannya Aisha, Fahri
menjemput Aisha (istri pertama) untuk pulang ke rumah
dan hidup bertiga bersama dengan Maria (istri kedua
Fahri) untuk belajar bersama tentang ikhlas.

Makna Konotatif
Fahri (Gbr 1):
“Ikhlas Aisha. Itu yang sekarang sedang aku jalani.
Aku tidak ikhlas menerimamu lebih kaya dari aku,
aku tidak ikhlas menerima kondisi kita bertiga
dengan Maria. Hingga tidak tahu adil itu apa dan
bagaimana. Aku akan belajar lagi. Tapi untuk itu
aku butuh kamu.”

Ini menandakan Fahri mengajak Aisha untuk Ikhlas


dalam menjalani hidup bertiga dengan Maria dan belajar
bersama mengarungi hidup walaupun ada perbedaan
status. Adapun hadistnya adalah:
“Sabar adalah setengah dari iman. Sementara
setengahnya lagi adalah rasa syukur/ikhlas yang
dipanjatkan atas karunia Tuhan. Siapa orang

155
06
01
yang mampu memadukan dan menggabungkan
sabar dan syukur, maka dia telah menggenggam
kebahagiaan sejati dalam hidupnya. Ia akan
TEMUAN
damai dan tenang untuk hidup dimana saja, sebab PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
ia telah mendapatkan keridhaan Allah Ta’ala.
Siapa yang tidak bersyukur atas nikmat-Ku. Tidak
bersabar atas ujian-Ku. Tidak mau menerima
ketetapan-Ku, maka keluarlah dari bawah langit-Ku
dan carilah Tuhan selain Aku! (Hadits Qudsi)
Hadist lainnya berbunyi:
“Kesabaran merupakan sesuatu yang perlu
diusahakan dan dilatih secara optimal. Rasulullah
SAW pernah menggambarkan: ”…barang siapa
yang mensabar-sabarkan diri (berusaha untuk
sabar), maka Allah akan menjadikannya seorang
yang sabar…” (HR. Bukhari).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara verbal, yakni ajakan ikhlas dalam menjalani
hidup berpoligami.
2) Analisis Adegan Pesan-Pesan Dakwah secara
Nonverbal pada Film Ayat-Ayat Cinta
Analisis Analisis Adegan Pesan-Pesan Dakwah
secara Nonverbal pada Film Ayat-Ayat Cinta dapat dilihat
pada Tabel berikut ini.

156
06
01
Tabel. 6.10.
Deskripsi Scene-10
Format
Video Audio
TEMUAN Gambar
PENELITIAN FILM Medium Tidak ada
AYAT-AYAT CINTA
Long Shot dialog
(Gbr 1, 6), yang ada
& hanya
isyarat
Medium
gerakan
Shot, Selec-
mata, ke-
tive Focus
pala, bibir
(Gbr 2, 3, Gbr 1 Gbr 2 Gbr 3 (terkejut),
4, 5, 7, 8, 9,
badan,
10)
ekspresi
wajah.

Gbr 4 Gbr 5 Gbr 6

Gbr 7 Gbr 8 Gbr 9

Gbr 10

Tampak kedatangan Maria dan Fahri ke flat


mengagetkan Hamdi yang sedang menyetrika,
Saiful yang sedang santai, dan Rudi yang baru-
san selesai mandi hanya memakai handuk saja.

157
06
01
Penanda
Pada Tabel 6.10, di gambar 1, tampak seorang
pemuda berkaos putih dan bercelana panjang berdiri di TEMUAN
PENELITIAN FILM
depan pintu masuk flat bersama seorang gadis cantik AYAT-AYAT CINTA
berambut panjang memakai kaos dan rok. Bermaksud
untuk mengajak masuk ke flat-nya, tapi kaget ketika
melihat seorang pemuda berkaca mata, memakai kaos
kera putih bergaris dan celana pendek di bawah lutut
sedang menyetrika. Pemuda itu kaget dan berbalik,
karena dalam keadaan santai tidak sadar lutut dan
pahanya kelihatan dan akhirnya celana pendeknya ditarik
sampai bawah lutut seperti tampak pada gambar 2, 3, 4,
5. Pada gambar 6, tampak seorang pemuda melihat ke
depan dan seorang gadis menunduk malu dan masih
berdiri di depan pintu masuk flat. Secara bersamaan juga
tampak dua orang pemuda lagi berkaos abu-abu polos
dan satunya hanya memakai handuk putih yang dibuat
jarit karena baru selesai mandi sehingga tampak kelihatan
tali pusarnya. Keduanya tampak sangat kaget melihat
kedatangan seorang gadis yang tiba-tiba seperti tampak
pada gambar 7, 8, 9, 10.

Petanda
Pada gambar 1, tampak Fahri mengajak Maria
masuk ke flat-nya untuk memperbaiki komputernya yang
terkena virus. Gambar diambil secara medium long shot
menunjukkan kekagetan mereka ketika berada di depan

158
06
01
pintu masuk flat Fahri yang dihuni bersama teman-teman
Indonesianya yang beragama Islam. Pada gambar 2, 3,
4, 5, tampak Hamdi kaget melihat kedatangan mereka,
TEMUAN
PENELITIAN FILM serentak dia menarik celana pendeknya menutupi paha
AYAT-AYAT CINTA
sampai lutut. Gambar diambil secara medium shot untuk
menunjukkan bahwa Hamdi tidak mau memperlihatkan
auratnya (paha dan lutut yang sebelumnya terlihat ketika
menyetrika) kepada Maria yang bukan muhrimnya. Pada
gambar 6, tampak Fahri kaget dan Maria menundukkan
kepalanya. Gambar diambil secara medium close up untuk
menunjukkan ketidaksengajaan mereka melihat Saiful.
Pada gambar 7, 8, 9, 10, gambar diambil secara medium
shot, menunjukkan kekagetan Saiful atas kedatangan
Maria ke flat-nya bersama Fahri.

Makna Denotatif
Kedatangan Fahri dan Maria mengagetkan semua
penghuni flat. Hamdi yang sedang menggosok baju, Saiful
yang sedang bersantai, dan Rudi yang baru saja selesai
mandi.

Makna Konotatif
Adegan tersebut menandakan bahwa aurat laki-laki
tidak boleh terlihat oleh yang bukan muhrimnya. Dalam
Islam sendiri ada batasan aurat laki-laki, yaitu dari tali
pusar sampai lutut. Setiap muslim diperintahkan menutup
dan menjaga auratnya kecuali di depan isteri atau hamba

159
06
01
sahayanya. Ketika Rasulullah SAW melihat sahabat Ma’mar
tersingkap pahanya, beliau bersabda:
“Wahai Ma’mar, tutupilah pahamu, TEMUAN
karena paha adalah aurat.” (HR. Ahmad)24. PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
“Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba
sahayamu.” (HR. Imam lima kecuali An-Nasa’i
dengan sanad hasan)25.

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah nonverbal, yakni larangan bagi kaum laki-laki
untuk tidak menunjukkan aurotnya (dari tali pusar hingga
lutut) kepada kaum perempuan yang bukan muhrimnya
(istrinya).

24 http://fathia27rhm.multiply.com/reviews/item/76, akses rabu tgl 8/4/2009, 1.06


25 Ibid.

160
06
01
Tabel. 6.11.
Deskripsi Scene-11
Format
Video Audio
TEMUAN Gambar
PENELITIAN FILM Close Up Tidak ada dia-
AYAT-AYAT CINTA
log yang ada
(Gbr 1, 3, 5), hanya isyarat
g e r a k a n
Medium
mata, kepala,
Close Up
badan, desa-
(Gbr 2, 4) han nafas Ma-
Gbr 1 Gbr 2 Gbr 3 ria, ekspresi
& wajah.

High Angle
(Gbr 6, 7)

Gbr 4 Gbr 5 Gbr 6

Gbr 7

Fahri dan Maria saling berbincang di jem-


batan Sungai Nil. Kemudian Fahri mem-
buang pandangannya dengan menunduk-
kan kepalanya.

Penanda
Pada Tabel 6.11, di gambar 1, tampak seorang
pemuda berbaju koko putih memandang ke arah gadis
cantik yang berkulit putih, hidung mancung, rambutnya

161
06
01
terurai panjang, memakai kaos putih berbunga dan
rok cokelat. Pada gambar 2, seorang gadis cantik,
berambut panjang terurai, hidung mancung, kulit putih
TEMUAN
itu, memandang balik dengan desahan nafas dalam ke PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
arah seorang pemuda tampan yang berbaju koko putih
itu. Mereka saling memandang yang penuh arti tetapi
tiba-tiba pemuda berbaju koko itu langsung membuang
pandangan dengan menundukkan kepalanya ke bawah
sambil beristighfar, tampak pada gambar 3 dan 4. Seketika
itu juga ia langsung meninggalkan gadis cantik tersebut
di jembatan Sungai Nil itu, tampak pada gambar 5, 6. 7.

Petanda
Pada gambar 1, Fahri memandang ke arah Maria,
gambar diambil secara close up menunjukkan pandangan
Fahri terhadap Maria mempunyai arti bahwa Fahri
menginginkan seseorang atau jodoh seperti Maria yang
cantik, lembut tutur katanya. Begitu pula dengan Maria
yang tampak memandang balik ke arah Fahri tampak pada
gambar 2 diambil secara medium close up menunjukkan
bahwa pandangan dan desahan nafas Maria benar-benar
menginginkan Fahri sebagai jodohnya. Tetapi tiba-tiba
pada gambar 3, 5, tampak Fahri membuang pandangan
matanya dengan menundukkan pandangannya ke bawah
sambil beristighfar, gambar diambil secara close up
menunjukkan Fahri menghindari zina pandangan dengan
Maria. Pada gambar 4, gambar diambil medium close up
menunjukkan Maria kecewa terlihat dari sorot matanya

162
06
01
memandang Fahri dengan muka lesu karena Fahri
membuang pandangannya. Pada gambar 6, 7, gambar
diambil secara high angle menunjukkan situasi dan kondisi
TEMUAN
PENELITIAN FILM yang terjadi, yaitu Fahri meninggalkan Maria di jembatan
AYAT-AYAT CINTA
Sungai Nil.

Makna Denotatif
Fahri dan Maria saling memandang di jembatan
sungai Nil, tetapi tita-tiba Fahri membuang pandangannya
untuk menghindari zina pandangan.

Makna Konotatif
Adegan tersebut menandakan bahwa memandang
yang bukan muhrimnya dalam Islam diharamkan karena
akan mendekati perbuatan zina. Allah SWT berfirman
adalah:
“Katakan (wahai Nabi) kepada kaum mukminin,
hendaklah mereka menjaga pandangan serta
kemaluan mereka (dari hal-hal yang diharamkan)
hingga firman-Nya. Dan katakan pula kepada
kaum mukminat, hendaklah mereka menjaga
pandangan serta kemaluan mereka (dari hal-hal
yang diharamkan)….” An-Nur ayat 31-30.

Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah


radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata:

163
06
01
“Aku bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam tentang pandangan yang tiba-tiba
(tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: Palingkan
TEMUAN
pandanganmu”.26 PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara nonverbal, yakni ajakan untuk kaum laki-laki
maupun kaum perempuan untuk menjaga pandangannya
terhadap yang bukan muhrimnya untuk menghindari zina
mata.

26 Al-Makassari, op.cit hal: 3

164
06
01
Tabel. 6.12.
Deskripsi Scene-12
Format
Video Audio
TEMUAN Gambar
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA Long Shot Tidak ada
dialog
(Gbr 1, 2, 3), yang ada
Close Up hanya
isyarat
(Gbr 4, 5, ) gerakan
Gbr 1 Gbr 2 Gbr 3 tangan,
& kepala,
Medium badan,
Close Up ekspresi
wajah.
( Gbr 6, 7,
8)
Gbr 4 Gbr 5 Gbr 6

Gbr 7 Gbr 8

Fahri melakukan tayamum kemudian


sholat dipenjara, pria sebaya teman
sepenjaranya hanya duduk melihatnya
sambil tersenyum.

Penanda
Pada Tabel 6.12, di gambar 1, di ruang yang gelap
hanya ada pantulan sinar dari sela-sela jeruji penjara,
tampak seorang pemuda yang memakai kaos kera
cokelat dan bercelana panjang krem, sedang duduk di

165
06
01
pojok ruangan dengan menengadahkan tangannya. Pada
gambar 2, selanjutnya seorang pemuda itu menempelkan
kedua telapak tangannya ke dinding ruangan terlihat
TEMUAN
ruangannya sangat kotor dan ada beberapa hewan kecil PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
hitam yang lalu lalang. Pada gambar 3, tampak laki-laki
baya dengan kaos dan celana kumal, berjenggot dan
rambutnya gondrong duduk bersender di dinding ruangan
itu, melihat pemuda itu sambil tersenyum sendiri. Pada
gambar 4, tampak hewan kecil berbulu hitam, bertelinga
dua dan berekor sedang menghabiskan sisa-sisa makanan
yang ada pada ruangan yang dihuni dua orang pria itu.
Pada gambar 5, baju warna putih bertuliskan arab itu
tergelar di lantai ruangan itu. Kemudian pada gambar 6,
dibalik pintu berjendela jeruji tampak seorang pemuda
berdiri sedang mengangkat kedua tangannya di samping
kanan-kiri telinga. Pada gambar 7, tampak seorang pria
memakai topi baret, berseragam krem lewat di depan pintu
berjendela jeruji, melihat seorang pemuda berdiri dengan
kedua tangnnya disedekapkan. Pada gambar 8, tampak
terlihat jelas pemuda itu berdiri dengan menyedekapkan
kedua tangannya di depan dadanya.

Penanda
Pada gambar 1, 2, gambar diambil secara long
shot menunjukkan di malam hari Fahri sedang berdoa,
niat tayamun, kemudian bertayamum di pojok ruangan
penjara yang sangat kotor dan di kelilingi tikus. Pada
gambar 3, tampak laki-laki setengah baya hanya tersenyum

166
06
01
melihat Fahri melakukan tayamum dan melakukan shalat,
gambar diambil secara long shot menunjukkan laki-laki
setengah baya yang berada di penjara itu sedang duduk
TEMUAN
PENELITIAN FILM santai. Gambar 4, diambil secara close up, menunjukkan
AYAT-AYAT CINTA
keberadaan tikus yang menikmati sisa-sisa makanan,
menggambarkan bahwa dipenjara yang dihuni oleh Fahri
dan laki-laki setengah baya itu dalam keadaan sangat
kotor. Pada gambar 5, tampak Fahri menggunakan
bajunya yang berwarna putih sebagai alas sholat. Gambar
diambil secara close up, menunjukkan melakukan sholat
menggunakan baju sebagai sajadah itu penting sebagai
pelengkap sarana sholat. Pada gambar 6, gambar diambil
secara medium close up menunjukkan Fahri melakukan
takbiratul ikhram sebagai gerakan awal sholat. Pada
gambar 7, 6, tampak Fahri melakukan shalat, tampak juga
penjaga penjara lewat depan pintu penjara ketika Fahri
sedang melakukan shalat. Gambar diambil secara medium
close up untuk menunjukkan walau di penjara, harus tetap
ingat melakukan shalat.

Makna Denotatif
Fahri melakukan tayamum dan sholat dalam penjara
walau penjara itu dalam keadaan kotor karena ada
beberapa tikus yang lalu-lalang. Ia menggunakan baju
sebagai alas shalat. Sedangkan laki-laki yang bersama dia
dalam penjara, hanya diam dan tersenyum.

167
06
01
Makna Konotatif
Mengandung ajakan bahwa walau dalam keadaan
apapun kita harus tetap mendekatkan diri kepada Allah TEMUAN
SWT, seperti melakukan tayamum dan sholat dalam PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
penjara. Baju dibuat untuk sajadah dan tayamum sebagai
pengganti air. Hal tersebut tidak mengurangi kekusyukan
dalam melakukan shalat. Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
hendak megerjakan sholat kamu tidak memperoleh
air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu
dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan ni’mat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur” (QS. Al Maa-idah 6).
Adapun hadist riwayat Ahmad menerangkan:
“Rasullullah Saw. bersabda, Seluruh bumi dijadikan
bagiku dan bagi umatku sebagai masjid (tempat
bersujud) dan alat bersuci, maka dimana saja sholat.
Itu menemukan salah seorang di antara umatku, di
sisinya terdapat alat untuk bersuci”. HR. Ahmad.
(Qalami, 2004: 49).

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara nonverbal, yakni ajakan untuk umat Islam
ketika dalam keadaan kesulitan dan dimanapun berada
harus selalu tetap mengingat-Nya, untuk memohon
petunjuk-Nya.

168
06
01
Tabel. 6.13.
Deskripsi Scene-13
Format
Video Audio
Gambar
TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

169
06
01
Big Close Tidak ada
Up dialog yang
(Gbr 1, 4), ada hanya
isyarat
Medium
gerakan TEMUAN
Close Up
mata, ke- PENELITIAN FILM
(Gbr 2, pala, badan, AYAT-AYAT CINTA
3, 5, 6, 7, ekspresi
9, 10, 11, wajah.
12 )
&
High
Angle
(Gbr 8, 13,
14)

Di ruangan rumah sakit Maria melakukan taya-


mun, sholat bersama Fahri dan Aisha hingga
ajal menjemputnya

Penanda

170
06
01
Pada Tabel 6.13, di gambar 1, tampak telapak
kedua tangan perempuan yang memakai baju merah,
berkerudung merah, muka putih terlihat pucat dan
TEMUAN
PENELITIAN FILM mata sayu itu ditempelkan rata di salah satu sisi dinding
AYAT-AYAT CINTA
ruangan. Pada gambar 2, tampak kedua telapak tangan
perempuan yang berbaring di atas tempat tidur berseprai
dan berbantal putih itu diusapkan ke wajahnya. Pada
gambar 3, tampak perempuan itu mengusapkan kedua
telapak tangannya sampai rata hingga di bawah dagu. Pada
gambar 4, terlihat kedua telapak tangan perempuan itu
ditempelkan lagi ke salah satu sisi dinding ruangan. Pada
gambar 5, tampak tangan kiri perempuan itu mengusap
tangan kanan hingga siku. Pada gambar 6, tampak tangan
kanan perempuan itu mengusap tangan kiri hingga siku.
Pada gambar 7, tampak perempuan itu mengangkat kedua
tangannya ke atas sampai ukuran telinga. Pada gambar 8,
tampak seorang lelaki sebagai pemimpin sholat dan dua
perempuan menjadi jamaahnya. Pada gambar 9, tampak
perempuan yang berbaring di tempat tidur dan berbaju
dan berkerudung merah itu bersedekap di atas dadanya.
Pada gambar 10, 11. 12, tampak perempuan berbaring di
tempat tidur berbaju dan berkerudung merah itu, secara
perlahan matanya menutup, tampak pucat dan tidak
bernafas lagi. Pada gambar 13, perempuan berkerudung
merah dan berbaju merah itu terlihat sendirian berada di
suatu gurun pasir yang jauh dari keramaian. Pada gambar
14, tampak laki-laki itu duduk dan perempuan yang
bercadar dan berkerudung itu duduk bertahiyat akhir,
dan perempuan yang berbaring di tempat tidur yang

171
06
01
berkerudung dan berbaju merah itu tetap bersedekap dan
memejamkan matanya untuk selamanya.

TEMUAN
PENELITIAN FILM
Petanda AYAT-AYAT CINTA

Pada gambar 1, tampak kedua telapak tangan Maria


sedang ditempelkan rata ke dinding di rumah sakit di
mana ia dirawat untuk mengambil debu bersih, gambar
diambil secara big close up menunjukkan momen penting
tahap pertama melakukan tayamum. Pada gambar 2,
3, Maria mengusap mukanya sampai rata dengan debu
bersih yang diambil dari dinding ruangan rumah sakit,
gambar diambil secara medium close up menunjukkan
situasi dan kondisi Maria yang sedang megusap muka
dengan debu bersih tahap kedua tayamum. Pada gambar
4, tampak kedua telapak tangan Maria ditempelkan untuk
kedua kalinya ke dinding ruangan rumah sakit untuk
mengambil debu bersih lagi, gambar diambil secara big
close up, menunjukkan tahap ke tiga untuk bertayamum
dengan mengambil debu bersih lagi. Pada gambar 5,
6, tampak Maria sedang mengusapkan debu ke dua
tangannya sampai siku secara bergantian, gambar diambil
secara medium close up menunjukkan situasi dan kondisi
ketika Maria mengusapkan debu bersih ke dua tangannya
sampai siku. Pada gambar 7, tampak Maria melakukan
takbiratul ikhram, gambar diambil secara medium close up
menunjukkan tahap awal dimulainya sholat. Pada gambar
8, gambar diambil secara high angle menunjukkan Fahri
sebagai imam, Aisha dan Maria sebagai makmum, mereka

172
06
01
melakukan sholat bersama di salah satu ruangan rumah
sakit tempat Maria dirawat. Pada gambar 9, diambil secara
medium close up, menunjukkan Maria menyedekapkan
TEMUAN
PENELITIAN FILM kedua tangan di dadanya. Pada gambar 10, 11, 12, diambil
AYAT-AYAT CINTA
secara medium close up menunjukkan Maria dalam
keadaan sholat tetapi secara perlahan ia memejamkan
matanya untuk selamanya. Pada gambar 13, gambar
diambil secara high angle, menunjukkan Maria dalam
keadaan sendirian di gurun pasir dan di bawah atap
langit, jauh dari keramaian, tidak ada Fahri dan Aisha di
sampingnya yang shalat bersamanya. Pada gambar 14,
gambar diambil secara high angle juga menunjukkan
keadaan mereka tetap menjalankan sholat bersama, tetapi
Maria sudah memejamkan mata untuk selama-lamanya.
Fahri dan Aisha tidak tahu kalau Maria sudah meninggal.

Makna Denotatif
Di sebuah ruangan rumah sakit, Maria yang
terbaring sakit melakukan tayamum untuk menyucikan
diri dengan debu bersih dari dinding ruangan. Selanjutnya
ia melakukan shalat bersama Fahri dan Aisha sebagai
kewajiban orang Islam hingga kemudian Maria meninggal
dalam keadaan masih shalat.

Makna Konotatif

173
06
01
Dalam keadaan sakit Maria melakukan tayamum
untuk menyucikan diri sebagai syarat sahnya shalat
bersama dengan Fahri dan Aisha di ruangan tempat ia
TEMUAN
dirawat. Dalam perjalanan shalat Maria meninggal dan PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
tidak ada yang mengetahuinya.
Tayamum adalah sengaja bersuci dengan cara
menyentuhkan/mengusap telapak tangan ke tanah,
kemudian menyapunya ke seluruh muka dan kedua tangan
sampai siku. Media yang dipakai dalam keperluan ini
adalah debu yang suci. Allah dalam Al-Qur’an berfirman:
“…Jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau
salah seorang diantara kamu buang air besar
atau berhubungan seks dengan istri (perempuan)
dan tidak mendapatkan air, maka hendaklah
bertayamum dengan tanah yang (debu) yang baik,
yakni usaplah muka dan kedua tanganmu…”. (QS.
An Nisa: 43).
Taubat dari segala kesalahan tidak membuat
seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru,
akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba
dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-
orang yang bertaubat dan menyucikan diri.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan
diri”. (QS. Al-Baqarah: 222).

Ditinjau dari aktivitas terakhirnya, apabila seseorang

174
06
01
pada masa akhirnya melakukan suatu ibadah, baik ibadah
mahdoh maupun ghairu mahdoh, lalun ia meninggal, dia
mati dalam keadaan husnul khotimah. Dari Ali Bin Abi
TEMUAN
PENELITIAN FILM Tholib Ra, dia berkata:
AYAT-AYAT CINTA
“Suatu hari saya akan menunaikan sholat subuh di
masjid bersma Rasullullah saw, tapi ditengah jalan
aku bertemu dengan orang yang sudah tua renta
juga mau ke masjid mau menunaikan sholat subuh,
aku terus berjalan di belakangnya, dan ketika kami
berdua sampai di masjid ternyata sholat berjamaah
sudah usai, akhirnya aku sholat subuh berjamaah
dengan kakek itu, dan ketika aku salam tahiyyat
akhir si kakek tetap bersujud dan ternyata si kakek
telah meninggal dunia, lalu para sahabat bertanya
kepada Rasullullah Saw, “ya Rasullullah bagaimana
keadaan kakek ini di akhirat?” Rasullullah menjawab
“ Dia masuk surga” (HR. Ahmad dan Daruqutni)27.

Dari analisis konotatif di atas, penulis menarik


kesimpulan bahwa terdapat representasi pesan-pesan
dakwah secara nonverbal, yaitu dalam keadaan sakit,
Maria bertayamum dengan benar untuk melakukan
shalat hingga meninggal dalam keadaan husnul khatimah
(meninggal dalam keadaan menjalankan shalat).

C. Analisis Mitos Adegan Pesan-Pesan Dakwah


27 Irdy. Mati khusnul khotimah. Melalui http://irdy74.multiply.com/reviews/item/38,
akses rabu 8/4/09

175
06
01
secara Verbal dan Nonverbal dalam Film Ayat-
Ayat Cinta
Pada tahap ini peneliti akan mengidentifikasi TEMUAN
PENELITIAN FILM
konotasi-konotasi yang telah terbentuk sebelumnya. AYAT-AYAT CINTA
Dari ke-13 adegan tersebut, penulis akan mencari mitos
apa saja yang mungkin terungkap. Konotasi-konotasi
tersebut akan membentuk hubungan paradigmatik untuk
memunculkan mitos.
Mitos di sini haruslah dipahami sebagai sesuatu
yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan
pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam
suatu periode tertentu. Mitos merupakan operasi ideologi
yang terdapat dalam konotasi (Budiman, dalam Sobur,
2004:71). Dalam hal ini, mitos dipakai untuk mendistorsi
atau mendeformasi kenyataan (meaning atau signification
dari sistem tanda semiotik tingkat pertama). Akan tetapi,
distorsi atau deformasi ini terjadi sedemikian rupa
sehingga pembaca mitos tidak menyadarinya. Akibatnya,
lewat mitos-mitos itu akan lahir berbagai stereotype
tentang suatu hal atau masalah.
Pada kenyataanya, makna akan ditentukan oleh
pembaca tanda itu sendiri sesuai dengan pengalaman
hidupnya. Keanekaragaman cara baca inilah yang pada
akhirnya akan menghasilkan berbagai makna. Sebuah
fenomena akan dilihat dan ditafsirkan secara berbeda
oleh setiap orang. Konteks dan makna dari “pembaca” teks
merupakan faktor pengaruh yang menjadi pembeda dalam
menafsirkan suatu fenomena. Hal ini bergantung pada

176
06
01
banyak hal: nilai-nilai yang dianut; kebudayaan tempat
ia tinggal; pengalamannya; dan tingkat pendidikannya.
Terpaan media massa pun, seperti film, sudah tidak dapat
TEMUAN
PENELITIAN FILM dihindarkan lagi.
AYAT-AYAT CINTA
Berikut ini adalah hasil dari analisa konotasi nilai-
nilai pesan-pesan dakwah verbal dan nonverbal dalam
tayangan film Ayat-Ayat Cinta terhadap tiga belas adegan
di atas:
1) Konotasi adegan pesan-pesan verbal
• Scene-1:
Pesan perintah pada kaum laki-laki untuk
menyegerakan menikah karena menikah akan
menghindari pembicaraan yang tidak benar dari
orang lain dan akan terpenuhinya kebutuhan
secara lahir dan batin.
• Scene-2:
Pesan anjuran kepada kaum Islam untuk selalu
saling mengenal, menolong, melakukan kebaikan,
berbuat adil terhadap orang-orang Islam maupun
yang bukan Islam (non-muslim).
• Scene-3:
Pesan larangan bersentuhan antara kaum laki-laki
dengan perempuan yang bukan istrinya.
• Scene-4:
Pesan ajakan untuk menghormati seorang ibu yang
telah melahirkan kita dan pesan ajakan kepada

177
06
01
suami untuk menindak istrinya ketika melakukan
kesalahan-kesalahan (durhaka) terhadap suami.
• Scene-5: TEMUAN
PENELITIAN FILM
Pesan anjuran untuk melakukan ta’aruf, yaitu saling AYAT-AYAT CINTA

mengenal satu sama lain dengan maksud untuk


dijadikan pasangan hidup apabila ada kecocokan,
karena ta’aruf merupakan pacaran yang diridhai
Allah.
• Scene-6:
Pesan anjuran kepada suami yang berpoligami
(mempunyai lebih dari satu istri) untuk berusaha
memperlakukan istri-istrinya secara adil yaitu
imbang dalam memenuhi kebutuhan lahir dan
batin.
• Scene-7:
Pesan ajakan kepada umat Islam untuk saling
tolong-menolong ketika menemui saudara-
saudara kita yang sedang kesusahan.
• Scene-8:
Pesan ajakan bersabar dan ikhlas dalam menghadapi
ujian Allah SWT.
• Scene-9:
Pesan ajakan ikhlas dalam menjalani hidup
berpoligami.
2) Konotasi adegan pesan-pesan dakwah secara

178
06
01
nonverbal
• Scene-10:
TEMUAN Pesan larangan bagi kaum laki-laki untuk tidak
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA menunjukkan aurotnya (dari tali pusar hingga lutut)
kepada kaum perempuan yang bukan muhrimnya
(istrinya).
• Scene-11:
Pesan ajakan untuk kaum laki-laki maupun kaum
perempuan untuk menjaga pandangannya terhadap
yang bukan muhrimnya untuk menghindari zina
mata.
• Scene-12:
Pesan ajakan untuk umat Islam ketika dalam
keadaan kesulitan dan dimanapun berada harus
selalu tetap mengingat-Nya, untuk memohon
petunjuk-Nya.
• Scene-13:
Dalam keadaan sakit, Maria bertayamum dengan
benar untuk melakukan shalat hingga meninggal
dalam keadaan husnul khatimah (meninggal dalam
keadaan menjalankan shalat).

3) Pemaknaan Mitos Pesan-Pesan Dakwah secara

179
06
01
Verbal dan Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat
Cinta
Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi TEMUAN
PENELITIAN FILM
penanda, petanda, dan tanda. Namun sebagai suatu sistem AYAT-AYAT CINTA
yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan
yang telah ada sebelumnya atau dengan kata lain, mitos
adalah juga sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam
mitos pula sebuah petanda memiliki beberapa penanda
(Sobur, 2004:71). Dengan demikian, semiotika tingkat
pertama (denotasi) digunakan sebagai signifier (penanda)
bagi sistem semiotika tanda tingkat dua. Signifier baru ini
disebut form (bentuk) dan signified (petanda) nya disebut
concept. Hubungan antara form dan concept disebut
signification atau mitos/ideologi itu sendiri.
a) Pemaknaan mitos pada pesan-pesan dakwah
secara verbal
Tabel 6.14.
Anjuran Menikah pada Scene-1
Signifier Pesan perintah pada kaum laki-laki untuk
menyegerakan menikah karena menikah
akan menghindari pembicaraan yang tidak
benar dari orang lain dan akan terpenuhinya
kebutuhan secara lahir dan batin. (form)
Signified Ajakan pada kaum adam untuk menyegerakan
menikah agar terhindar dari perbuatan
dari dosa dan memberi ketenangan batin.
(concept)

180
06
01
Signification Anjuran menikah merupakan bentuk pesan-
pesan dakwah verbal

TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA Tabel 6.15.
Hubungan Muslim dengan Non Muslim pada Scene- 2
Signifier Pesan anjuran kepada kaum Islam untuk sela-
lu saling mengenal, saling menolong, melaku-
kan kebaikan, berbuat adil terhadap orang-
orang Islam maupun yang bukan Islam (non
muslim). (form)
Signified Ajakan kepada kaum Islam untuk saling to-
long menolong dan berbuat adil terhadap
umat beragama lain. (concept)
Signification Hubungan muslim dengan non muslim meru-
pakan bentuk pesan-pesan dakwah verbal

Tabel 6.16.
Haram Bersentuhan Bukan Muhrimnya pada Scene-3
Signifier Pesan larangan bersentuhan antara kaum laki-
laki dengan perempuan yang bukan istrinya.
(form)
Signified Larangan untuk tidak bersentuhan terhadap
lawan jenis yang tidak mempunyai ikatan
perkawinan. (concept)
Significa- Haram bersentuhan bukan muhrimnya meru-
tion pakan bentuk pesan-pesan dakwah verbal

181
06
01
Tabel 6.17.
Menjunjung Tinggi Perempuan pada Scene-4
Signifier Pesan ajakan untuk menghormati seorang ibu
TEMUAN
yang telah melahirkan kita dan pesan ajakan PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
kepada suami untuk menindak istrinya ketika
melakukan kesalahan-kesalahan (durhaka)
terhadap suami.(form)
Signified Ajakan untuk selalu menghormati ibu dan
menindak istri yang durhaka. (concept)

Signification Menjunjung tinggi perempuan merupakan


bentuk pesan-pesan dakwah verbal

Tabel 6.18.
Ajakan Ta’aruf pada Scene-5
Signifier Pesan anjuran untuk melakukan ta’aruf yai-
tu saling mengenal satu sama lain dengan
maksud untuk dijadikan pasangan hidup apa-
bila ada kecocokan, karena ta’aruf merupakan
pacaran yang diridhai Allah. (form)
Signified Ajakan mencari calon pasangan dengan cara
ta’aruf karena ta’aruf salah satu jalan menge-
nal calon pasangan yang diridhai Allah. (con-
cept)
Signification Ta’aruf pacaran yang diridhai Allah merupak-
an bentuk pesan-pesan dakwah verbal

182
06
01
Tabel 6.19.
Adil dalam Poligami Scene-6
Signifier Pesan anjuran kepada suami yang berpoli-
TEMUAN
PENELITIAN FILM gami (mempunyai lebih dari satu istri) untuk
AYAT-AYAT CINTA
berusaha memperlakukan istri-istrinya secara
adil yaitu imbang dalam memenuhi kebutu-
han lahir dan batin. (form)
Signified Ajakan bagi suami yang berpoligami, berusa-
ha tetap berbuat adil terhadap istri-istri yang
dinikahinya. (concept)
Signification Adil dalam Poligami merupakan bentuk
pesan-pesan dakwah verbal

Tabel 6.20.
Hubungan Sesama Muslim pada Scene-7
Signifier Pesan ajakan kepada umat Islam untuk saling
tolong-menolong ketika menemui saudara-
saudara kita yang sedang kesusahan. (form)
Signified Ajakan untuk saling membantu terhadap ses-
ama muslim terutama kepada saudara-sauda-
ra kita yang sedang kesusahan. (concept)
Signification Hubungan sesama muslim merupakan ben-
tuk pesan-pesan dakwah verbal

183
06
01
Tabel 6.21.
Sabar dan Ikhlas dalam Ujian-Nya pada Scene-8
Signifier Pesan ajakan bersabar dan ikhlas dalam
TEMUAN
menghadapi ujian Allah SWT. (form) PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Signified Ajakan untuk menguasai emosi dan mener-
ima segala ujian yang datang dari Allah SWT
walaupun itu mengguncang jiwa dan batin.
(concept)
Signification Sabar dan ikhlas dalam ujian-Nya merupakan
bentuk pesan-pesan dakwah verbal

Tabel 6.22.
Ikhlas dalam Poligami pada Scene-9
Signifier Pesan ajakan ikhlas dalam menjalani hidup
berpoligami. (form)
Signified Ajakan untuk menerima dengan tulus dan la-
pang dada atas kondisi suami yang menikah
lagi. (concept)
Signification Ikhlas dalam poligami merupakan bentuk
pesan-pesan dakwah verbal

184
06
01
b) Pemaknaan Mistis pada Pesan-Pesan Dakwah
secara Nonverbal

TEMUAN Tabel 6.23.


PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
Aurat Laki-Laki pada Scene-10
Signifier Pesan larangan bagi kaum laki-laki untuk ti-
dak menunjukkan aurat-nya (dari tali pusar
hingga lutut) kepada kaum perempuan yang
bukan muhrimnya (istrinya). (form)
Signified Larangan bagi kaum laki-laki untuk tidak
membuka aurat-nya di depan perempuan bu-
kan muhrimnya. (concept)
Signification Aurat laki-laki merupakan bentuk pesan-
pesan dakwah nonverbal

Tabel 6.24.
Menjaga Pandangan Menghindari Zina Mata pada
Scene-11
Signifier Pesan ajakan untuk kaum laki-laki maupun
kaum perempuan untuk menjaga pandangan-
nya terhadap yang bukan muhrimnya untuk
menghindari zina mata. (form)
Signified Ajakan kaum laki-laki maupun perempuan
untuk tidak saling memandang lama, karena
akan mendekati perbuatan setan yaitu zina
mata. (concept)

Significa- Menjaga pandangan menghindari zina mata


tion merupakan bentuk pesan-pesan dakwah non-
verbal

185
06
01
Tabel 6.25.
Shalat Media Komunikasi Spiritual pada Scene-12
Signifier Pesan ajakan untuk umat Islam ketika dalam
TEMUAN
keadaan kesulitan dan dimanapun berada ha- PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
rus selalu tetap mengingat-Nya, untuk memo-
hon petunjuk-Nya. (form)
Signified Ajakan untuk umat Islam dimanapun dan
dalam keadaan apapun harus tetap men-
jalankan shalat untuk memohon petunjuk ke-
pada-Nya agar dapat keluar dari permasala-
han hukum yang dihadapinya. (concept)
Signification Shalat media komunikasi spiritual merupakan
bentuk pesan-pesan dakwah nonverbal

Tabel 6.26.
Meninggal Husnul Khatimah pada Scene-13
Signifier Dalam keadaan sakit, Maria bertayamum
untuk melakukan sholat sebagai kewajiban
orang Muslim dan Maria meninggal dalam
keadaan husnul khatimah karena meninggal
dalam keadaan menjalankan sholat. (form)
Signified Tahapan bertayamum bagi orang sakit meru-
pakan syarat sahnya untuk melakukan sholat
dan Maria dalam keadaan sakit, tetap men-
jalankan ibadah sholat hingga ajal menjem-
putnya. (concept)
Signification Meninggal dengan husnul khatimah meru-
pakan bentuk pesan-pesan dakwah nonverbal

186
06
01

TEMUAN
PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA

187
ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN
DAKWAH DALAM FILM

07 PEMBAHASAN TERHADAP
TEMUAN PENELITIAN FILM
AYAT-AYAT CINTA
A. Pengantar
B. Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta
C. Representasi Pesan-Pesan Dakwah
Verbal dan Nonverbal dalam Media Film
Ayat-Ayat Cinta

BAGIAN II: KERANGKA TEORITIK DAN METODIK UNTUK


KAJIAN FILM

Tahap selanjutnya, adegan-adegan tersebut dikelompokkan berdasarkan


representasi pesan-pesan dakwah verbal dan nonverbal yang bersifat
“mengajak” dan “melarang”, yang pada akhirnya akan melahirkan konstruksi
realitas pesanpesan dakwah yang ada.

ANALISIS SEMIOTIK TERHADAP REPRESENTASI PESAN-PESAN


188 DAKWAH DALAM FILM
07
BAB 7
Pembahasan
PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN

Terhadap Temuan Penelitian


PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA

Film Ayat-Ayat Cinta


A. Pengantar
Melalui hasil analisis semiotika Roland Barthes, telah
dilacak beberapa adegan dalam film Ayat-Ayat Cinta yang
merepresentasikan pesan-pesan dakwah secara verbal
maupun nonverbal. Tahap selanjutnya, adegan-adegan
tersebut dikelompokkan berdasarkan representasi
pesan-pesan dakwah verbal dan nonverbal yang bersifat
“mengajak” dan “melarang”, yang pada akhirnya akan
melahirkan konstruksi realitas pesan-pesan dakwah yang
ada. Selain itu, bab ini juga akan menguraikan pokok-
pokok hukum Islam yang terkandung dalam film Ayat-
Ayat Cinta.

189
07
B. Pesan-Pesan Dakwah secara Verbal dan
Nonverbal dalam Film Ayat-Ayat Cinta
1) Pesan-Pesan Dakwah Secara Verbal Bersifat PEMBAHASAN
TERHADAP
Mengajak TEMUAN
PENELITIAN
• Scene-1: Anjuran Menikah FILM AYAT-AYAT
CINTA
Pada Tabel 6.1, dalam scene-1, adegan Syeikh
Ustman memberikan anjuran atau dorongan kepada Fahri
(salah satu mahasiswa Al Azhar) untuk menyegerakan
menikah, karena Fahri merasa bingung sering diberi surat
cinta oleh beberapa teman perempuannya. Dari hal itu
Fahri meminta Syeikh Ustman sebagai guru mengajinya di
masjid Al Azhar untuk memberikan jalan keluar, tindakan
apa yang seharusnya dilakukan oleh Fahri. Menurut
Syeikh Ustman, menikah adalah salah satu jalan yang akan
memberikan ketenangan batin dan menghindari fitnah.
Anjuran yang disampaikan Syeikh Ustman kepada Fahri
merupakan pesan dakwah yang secara langsung ditujukan
kepada Fahri dan penonton film ini.
Menikah sendiri merupakan suatu ibadah yang wajib
hukumnya bagi setiap umat muslim. Islam menganjurkan
agar manusia menikah atau berpasangan dengan lain
jenisnya secara sah. Anjuran itu bisa dijumpai dalam Al-
Qur’an maupun Al-Hadist. Firman Allah SWT dalam Al-
Qur’an adalah:
“Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum kamu
dan Kami telah berikan kepada mereka istri dan anak
keturunan”. (QS. Ar Ra’d 38).

190
07
Ayat tersebut bermakna bahwa Rasul tidak hanya
berjuang menegakkan agama Islam. Ia pun tidak hanya
sibuk beribadah kepada Allah. Namun, sebagai manusia,
PEMBAHASAN
TERHADAP dia juga menikah dan mempunyai anak. Ditegaskan pula
TEMUAN
PENELITIAN bahwa menikah merupakan karunia sangat besar dari
FILM AYAT-AYAT
CINTA Allah. Karena dengan menikah, seorang laki-laki akan
didampingi istrinya dalam mengarungi hidup. Ia juga akan
mendapatkan anak dan keturunan.
“Alah telah menjadikan pasangan bagi kamu dari diri
kamu sendiri. Dan dari istri-istrimu, Dia menjadikan
anak dan cucu bagimu, serta memberikan kepadamu
rejeki yang banyak”. (QS. An Nahl 72).

Pernikahan merupakan tanda-tanda kekuasaan Allah.


Dengan menikah, seseorang akan sadar bahwa karunia
yang besar atas kuasa Allah telah dilimpahkan kepadanya.
Dalam hal ini, manusia akan saling menyayangi dengan
pasangan dan anak-anaknya. Kasih sayang adalah naluri
semenjak ia berada dalam kandungan. Allah membekali
naluri kasih sayang sehingga dengan menikah, naluri itu
akan bermanfaat dan dapat dirasakan.
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, ialah Dia
telah menjadikan dari dirimu sendiri pasanganmu,
agar kamu hidup tenang bersamanya dan
Dia menjadikan rasa kasih sayang sesamamu.
Sesungguhnya dalam hal itu menjadi pelajaran bagi
kaum yang berfikir”. (QS. Ar Rum 21).

191
07
Jika seseorang telah sampai dan matang pada usianya,
namun dalam segi finansial belum mampu, hendaknya ia
menjaga diri agar tidak terjerumus pada perbuatan tercela.
PEMBAHASAN
“Hendaklah orang-orang yang tidak mampu TERHADAP
TEMUAN
menikah berusaha menjaga dirinya sehingga nanti PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
Allah mencukupkan mereka dengan karunia-Nya”. CINTA

(QS. An Nur 33).

Agar nafsu seks atau syahwat bisa terkendali,


disarankan orang-orang semacam ini untuk banyak
berpuasa. Sebab Rasulullah SAW menganjurkan:
“Wahai para pemuda, bila di antara kamu ada
yang mampu kawin hendaklah ia kawin, karena
pandangannya akan lebih terjaga dan kemaluannya
akan lebih terpelihara. Dan jika ia belum mampu,
hendaklah ia berpuasa, karena puasa itu ibarat
pengebiri”.

Data yang mendukung terhadap makna pesan yang


dimaksud pada Tabel 6.1, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
nara sumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-1, merupakan pesan dakwah mengenai sebuah
pernikahan, bahwa menikah adalah kewajiban yang harus
dilakukan umat Islam apabila sudah siap secara lahir dan

192
07
batin. Bahkan Rasulullah mengatakan bahwa menikah
itu adalah sunnahnya dan barang siapa yang tidak
melaksanakan sunnah tersebut maka ia tidak termasuk
PEMBAHASAN
TERHADAP umat beliau.
TEMUAN
PENELITIAN Pandangan penonton pun senada terkait pesan
FILM AYAT-AYAT
CINTA dakwah pada pada Tabel 6.1 dalam scene-1, yakni sebuah
anjuran dan tujuan menikah.28 Islam menganjurkan
seseorang yang telah mampu untuk segera menikah,
karena menikah itu mengandung beberapa hikmah
kebaikan. Di antaranya adalah:
a. Memuaskan dan menyalurkan naluri seksual
yang halal. Sebab sesungguhnya naluri seksual
merupakan naluri yang ada pada makhluk
hidup, termasuk manusia. Naluri itu paling kuat
dan keras menuntut adanya jalan keluar. Jika
jalan keluar tidak memuaskan, seseorang akan
mengalami keguncangan dan menempuh jalan
sesat.
b. Menikah akan memperbanyak keturunan,
menjadikan anak cucu mulia dan melestarikan
kehidupan umat manusia. Di samping itu,
dengan menikah, akan jelaslah garis atau nasab
keturunannya.
c. Dengan menikah maka naluri kebapakkan dan
keibuan akan tumbuh. Sepasang suami istri jika
telah memiliki anak, maka secara alamiah akan
menyayangi anak-anaknya. Rasa cinta kasih
28 Hasil wawancara para penonton film Ayat-Ayat Cinta, Juni 2009.

193
07
inilah yang akan menyempurnakan kemanusiaan
seseorang.
d. Dengan menikah, seseorang akan mempuanyai PEMBAHASAN
tanggungjawab sehingga dalam menempuh TERHADAP
TEMUAN
kehidupan ia rajin berusaha dan cekatan dalam PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
bekerja. CINTA

e. Dengan menikah, akan terjadi pembagian tugas


antara perempuan dan laki-laki. Mereka bekerja
sama dengan baik dalam membina rumah
tangga. Seorang suami bekerja mencari nafkah
dan seorang istri menjaga harta suami serta
mendidik anak-anaknya.

• Scene-2: Hubungan Muslim dengan Non


Muslim
Pada Tabel 6.2 dalam scene-2, terdapat adegan di
dalam Metro ketika Aisha memberikan tempat duduk
kepada kedua perempuan Amerika. Aisha digambarkan
sebagai gadis Islam yang taat, memakai gamis, berjilbab
dan bercadar. Karena melihat perempuan tua itu
kelelahan, Aisha memberikan tempat duduknya. Akan
tetapi niat baiknya tak disukai oleh seorang laki-laki
Arab. Ia menentang dan memarahi Aisha. Menurutnya,
orang Amerika itu kafir dan teroris yang selalu memusuhi
orang Islam. Aisha mengingatkan pada orang Arab
itu “bahwa Islam mengajarkan kita untuk berbuat baik
kepada siapapun”. Penjelasan itu pun didukung oleh Fahri,

194
07
mahasiswa Al Azhar, yang berada tak jauh dari mereka.
Fahri menambahkan, “bahwa jika kita menyakiti orang
lain/orang dzimmah, kita menyakiti Rasullullah dan sama
PEMBAHASAN
TERHADAP saja menyakiti Allah.”
TEMUAN
PENELITIAN Pesan yang terkandung dalam scene-2 ini
FILM AYAT-AYAT
CINTA menandakan bahwa Fahri dan Aisha satu tujuan, yaitu
mengajak kepada orang Arab itu untuk tetap berlaku baik
dan adil kepada orang dzimmah yang datang ke tempat
umat muslim. Pesan yang ingin disampaikan si pencerita
film ini adalah tindakan saling menolong dan berbuat
adil kepada siapapun tanpa memandang keyakinan yang
berbeda. Adapun Firman Allah yang mendukungnya
adalah sebagai berikut:
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah
menciptakan terdiri dari jenis pria dan wanita
dan Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan
berpuak-puak. Sesungguhnya yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling
bertakwa. “Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui
lagi Amat Berpengalaman”. (QS Al Hujurat 13).

Data yang mendukung terhadap makna pesan


yang dimaksud pada Tabel 6.2, dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa

195
07
pesan dalam scene-2 merupakan pesan dakwah tentang
perbuatan baik, seperti tolong-menolong, berbuat adil
kepada siapapun, walau berbeda keyakinan. Islam sendiri
PEMBAHASAN
mengajarkan kepada umatnya harus saling menghargai TERHADAP
TEMUAN
dan menghormati orang lain yang berbeda keyakinan PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
dengan kita, apalagi sesama muslim.29 CINTA

Demikian juga dari sisi penonton, mereka


mengatakan bahwa pesan pada Tabel 6.2 dalam scene-2
merupakan sebuah pesan anjuran untuk menghormati
dan menghargai orang tanpa melihat perbedaan.30
Terhadap orang-orang yang non muslim, hendaknya
seorang muslim bersikap:
a. Musalamah (mengajak damai) apabila terjadi
perselisihan dalam hubungan bermasyarakat.
b. Muasyarah al jamilah, yaitu bergaul dengan
baik, dan dengan akhlak yang mulia.
c. Muamalah bil husnah, bermasyarakat dengan
baik terhadap mereka.
d. Tabadulul maslahat, yakni saling
menguntungkan.
e. Taawun, yaitu saling mengenal atas dasar
kebaikan dan takwa. Artinya, umat muslim
harus mengenal mereka dan tidak menganggu
ketakwaan terhadap akidah yang mereka yakini.
Begitu pula sebaliknya (Qalami dan Abdul

29 Ringkasan hasil wawancara empat nara sumber, Ibid.


30 Hasil wawancara para penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

196
07
Wahid Al Banjari, 2004: 485).

PEMBAHASAN • Scene-4: Menjunjung Tinggi Perempuan


TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN Pada Tabel 6.4, di scene-4, di Restoran Khalikhi
FILM AYAT-AYAT
CINTA
tempat Fahri dan Alicia bertemu yang juga ditemani oleh
Aisha, Alicia meminta Fahri untuk membantu tentang
tulisannya mengenai bagaimana sebenarnya ajaran
Islam menjunjung tinggi perempuan. Fahri menjelaskan
tentang surga di telapak kaki ibu dan bagaimana suami
memperlakukan istri yang nusyuz atau berlaku durhaka
kepada suami. Fahri menjelaskan secara panjang lebar
tentang bagaimana ajaran Islam menjunjung tinggi
perempuan, karena ini sesuai dengan kebutuhan tulisan
Alicia sedangkan Aisha hanya memperhatikan dan
mendengarkan apa yang disampaikan oleh Fahri.
Apa yang disampaikan oleh Fahri merupakan suatu
pesan moral yang bermuatan ajaran agama Islam. Secara
tidak langsung, pesan itu ditujukan pula kepada penonton
film Ayat-Ayat Cinta. Si pencerita film menghadirkan
adegan ini untuk mengingatkan penghormatan terhadap
ibu dan bagaimana memperlakukan istri yang nusyuz.
Adegan ini dikategorikan oleh peneliti sebagai pesan
dakwah karena didukung oleh riwayat maupun hadist
sebagai berikut:
“Sebuah riwayat mengisahkan seorang sahabat
yang bertanya pada Rasulullah SAW, ‘Ya Rasulullah,
siapakah yang pertama kali kita hormati?’ Rasul

197
07
menjawab: ‘Ibumu’ Sahabat bertanya lagi dengan
pertanyaan yang sama, jawaban Rasul pun sama
‘Ibumu.’ Yang ketiga jawaban Rasul tetap ‘Ibumu’,
PEMBAHASAN
baru pada pertanyaan keempat Rasul menjawab TERHADAP
TEMUAN
‘Bapakmu.’” PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
Dalam film Ayat-Ayat Cinta ini juga dihadirkan CINTA

pesan dari dialog yang disampaikan oleh Fahri tentang


istri nusyuz kepada Alicia. Dialog tersebut mengajarkan
kepada para suami bagaimana cara menghadapi istri
yang nusyuz atau durhaka kepada suami. Hal ini sekaligus
meluruskan kebiasaan para suami yang menyalahgunakan
ajaran memukul istri untuk melakukan kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). Firman Allah SWT menjelaskan:
“Dan wanita-wanita yang kalian khawatirkan
nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka patuh
pada kalian, maka janganlah mencari jalan untuk
menyusahkannya”. (QS. An Nisaa’ 34).

Data yang mendukung terhadap makna pesan yang


dimaksud pada Tabel 6.4, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-4 merupakan pesan dakwah tentang bagaimana

198
07
Islam menghargai dan menghormati perempuan. Surga
berada di bawah telapak kaki ibu artinya segala ampunan
berada padanya. Jika ibu murka, anak akan celaka.
PEMBAHASAN
TERHADAP Sebaliknya, jika ampunan dan kasih sayang ada pada ibu
TEMUAN
PENELITIAN terhadap anaknya, surga lah jaminannya. Istri yang nusyuz,
FILM AYAT-AYAT
CINTA merupakan istri yang durhaka terhadap suaminya harus
ditindak melalui tiga hal, yaitu dinasehati, dipisah ranjang/
memberikan ruang untuk berpikir. Jika tidak mau berubah,
harus dipukul atau diceraikan karena sudah tidak ada
keharmonisan lagi dalam rumah tangga.31 Adapun dari sisi
penonton, mereka juga mengatakan bahwa pesan pada
Tabel 6.4 dalam scene-4 merupakan sebuah pesan anjuran
tentang bagaimana menjunjung tinggi perempuan.32

• Scene-5: Ta’aruf Pacaran yang diridhai Allah


Pada Tabel 6.5 di scene-5, di Rooftop flat, Saiful
duduk dengan Fahri berdiskusi tentang ta’aruf. Fahri
mendapatkan tawaran untuk melakukan ta’aruf dari
Syeikh Ustman dengan keponakan temannya. Tawaran itu
membuat Fahri bingung. Saiful sebagai sahabat sekaligus
teman satu flat Fahri dari Indonesia, memberikan masukan
atau anjuran kepada Fahri agar menerima tawaran Syeikh
Ustman. Karena menurut Saiful, ta’aruf adalah suatu
hubungan saling kenal mengenal atau pacaran yang
diridhai oleh Allah. Apabila cocok maka dapat dilanjutkan,
begitu pula sebaliknya. Melalui dialog ini, pencerita film

31 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, ibid.


32 Hasil wawancara dengan para penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

199
07
turut mengajak penonton, terutama mereka yang belum
menikah. Apabila ingin mencari calon pasangan, lebih baik
melakukan ta’aruf karena sesuai dengan norma agama
PEMBAHASAN
Islam. TERHADAP
TEMUAN
Adegan verbal ini dikategorikan oleh peneliti PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
sebagai pesan dakwah yang mengandung ajakan atau CINTA

anjuran. Adapun hadist yang mendukungnnya adalah:


Dari Mughirah bin Syu’bah bahwa ia pernah
meminang seorang wanita, lalu Rasulullah berkata
kepadanya, “Sudahkah kau liha dia?” Jawabnya,
“Belum. “Rasulullah berkata lagi, “Lihatlah dia lebih
dahulu agar kelak kamu bisa hidup bersamanya
dengan langgeng. “Maksudnya agar kamu berdua
lebih langgeng di dalam keserasian berymah
tangga. (HR. An Nasai, Ibnu Majah dan At Tirmidzi).

Diriwayatkan Abu Hurairah ra. bahwa salah seorang


sahabat meminang seorang Anshar, lalu Rasulullah berkata
kepada sahabat itu:
Sudahkah kau lihat?” Jawabnya, “Belum.” Sabda
Rasul, “Pergilah dan lihatlah dia, karena pada mata
orang Anshar ada cacatnya.”

Adapun tempat-tempat yang boleh dilihat ialah


muka dan telapak tangan. Menurut Jumhur ulama bahwa
hanya itulah yang dihalalkan untuk dilihat. Sedangkan

200
07
yang lainnya tidak diperbolehkan. Dengan melihat wajah,
seseorang akan mengetahui kecantikan perempuan yang
hendak dipersunting. Dan dengan melihat telapak tangan
PEMBAHASAN
TERHADAP dapatlah disimpulkan apakah wanita itu sehat (subur) atau
TEMUAN
PENELITIAN tidak. Imam Auza’I bahkan berpendapat bahwa yang boleh
FILM AYAT-AYAT
CINTA dilihat adalah tempat-tempat yang berdaging saja. Namun
demikian, ta’aruf bukan hanya melihat sisi kecantikan saja,
akan tetapi juga harus melihat akhlaknya. Itu bisa diselidiki
melalui teman dekat, saudara, tetangga dan keluarganya
yang tentunya diharapkan dapat menjelaskan dengan
obyektif.
Data yang mendukung terhadap makna pesan
yang dimaksud pada Tabel 6.5, dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa
pesan dalam scene-5 merupakan pesan dakwah tentang
ta’aruf, yaitu pacaran dalam Islam untuk mengenal calon
pasangan. Dalam Islam sendiri tidak boleh menikah
seperti ”membeli kucing dalam karung.” Oleh karena itu,
Nabi SAW menyodorkan empat hal untuk dinilai, yaitu: 1)
nasab/keturunan/keluarga, 2) rupa/kecantikan, 3) harta/
kekayaan, 4) agama. Nabi SAW selanjutnya menegaskan
bahwa seseorang sepatutnya memprioritaskan aspek
agama terlebih dahulu. Adapun dari sisi penonton, mereka
juga mengatakan bahwa pesan pada Tabel 4.5 dalam
scene-5 merupakan sebuah pesan anjuran ta’aruf sebagai

201
07
pilihan yang lebih baik daripada pacaran.33

• Scene-6: Adil dalam Poligami PEMBAHASAN


TERHADAP
TEMUAN
Pada Tabel 6.6 di scene-6, di sebuah restoran, PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
Fahri dan Saiful duduk berhadap-hadapan. Fahri merasa CINTA
bingung dengan keadaannya yang beristri dua, yaitu
Aisha (istri pertama) dan Maria (istri kedua). Ia tidak
mengerti perihal bagaimana berbuat adil. Peran Saiful di
film ini masih belum beristri alias bujang, tetapi berusaha
memberikan anjuran yang terbaik buat Fahri. Saiful
memberikan anjuran kepada Fahri agar tetap berusaha
semaksimal mungkin untuk berbuat adil kepada kedua
istrinya.
Pengertian poligami sendiri adalah suami yang
mempunyai lebih dari satu istri. Dalam ajaran Islam
diperbolehkan untuk mempunyai lebih dari satu istri.
Allah berfirman:
“…maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka
(kawinilah) seorang saja,…”. (QS. An Nisaa 3).

Ada sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Muslim


yang menandaskan tentang kecintaan Nabi SAW
terhadap Aisyah dibandingkan terhadap istri-istri beliau
yang lainnya, “Beliau sangat kagum dengan kecantikannya
33 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

202
07
(Aisyah) dan beliau lebih mencintainya dibandingkan istri-
istri beliau yang lain”.

PEMBAHASAN Sebagian orang berkeyakinan salah dengan


TERHADAP
TEMUAN
anggapan bahwa suami yang tidak mampu berbuat adil
PENELITIAN dalam soal cinta terhadap para istrinya berarti suami
FILM AYAT-AYAT
CINTA yang tidak adil, kurang ideal. Dengan demikian, lebih
baik seorang suami itu tidak melakukan poligami selama
ia tidak mampu berbuat adil. Keyakinan itu keliru berat,
karena para sahabat juga mengetahui kecintaan Nabi
SAW terhadap Aisyah melebihi kecintaan beliau terhadap
istri-istri beliau yang lain. Dalam Al-Qur’an firman Allah
SWT adalah:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku
adil diantara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat
ingin berbuat demikian…”. (An Nisaa 129).

Adil dalam membagi cinta dan kecenderungan hati


terhadap istri adalah sesuatu yang tidak sanggup dilakukan
seseorang. Dan ia tidak akan mampu merealisasikan
keadilan yang dimaksud dalam ayat tersebut. Dan
suami itu tidak memiliki sebuah cara atau teori untuk
melakukannya. Karena hati itu tidak akan pernah terkuasai
oleh pemiliknya. Namun, hati itu berada di antara dua
jari Ar Rahman, dan Allah akan membolak-balikkannya
sesuka-Nya. Nabi SAW bersabda:
“Apabila seorang laki-laki memiliki dua orang istri,
lalu ia tidak berbuat adil di antara keduanya, maka

203
07
pada hari Kiamat ia akan datang dalam keadaan
miring tubuhnya”.34

PEMBAHASAN
TERHADAP
“Adil” yang dimaksud dalam hadist itu adalah TEMUAN
PENELITIAN
adil dalam memberikan nafkah. Di antaranya nafkah FILM AYAT-AYAT
CINTA
sandang, pangan dan minuman, atau hak-hak lain yang
dimiliki setiap istri. Ibnu Qayyim dalam Zaadul Ma’aad
mengatakan. “Tidak ada keharusan untuk menyamakan di
antara istri-istri dalam hal cinta, karena itu di luar kuasa
manusia. Dan Aisyah merupakan istri yang paling dicintai
Rasulullah SAW (Basyir, 2007: 75).
Data yang mendukung terhadap makna pesan yang
dimaksud pada Tabel 6.6, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-6 merupakan pesan dakwah tentang berusaha
adil dalam berpoligami. Maksudnya, seorang suami
yang mempunyai istri dua, berusaha adil dalam perkara
memenuhi kebutuhan secara lahir dan batin walaupun
kadar cinta itu tidak sama dalam membaginya.35 Pesan
senada juga didapatkan oleh penonton yang mengatakan
bahwa pesan pada Tabel 6.6 dalam scene-6 merupakan
sebuah pesan untuk berusaha adil dalam kehidupan

34 Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi dan Ibnu Majah serta An-Nasai.
Dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dengan
nomor (912).
35 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.

204
07
poligami.36

PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN • Scene-7: Hubungan dengan Sesama Muslim
FILM AYAT-AYAT
CINTA Pada Tabel 6.7 di scene-7, di sebuah masjid Fahri,
Maria, Noura dan Nurul duduk bersama pada sebuah
ruangan masjid. Noura sedang bercerita bahwa dirinya
sangat menderita hidup dengan ayah angkatnya Bahadur.
Dia selalu disiksa bahkan mau dijadikan pelacur. Fahri,
Maria, dan Nurul sangat prihatin mendengar cerita dari
Naura. Maka mereka memutuskan untuk membantu
kesulitan yang dihadapi oleh Naura. Fahri meminta kepada
Nurul agar sementara waktu Naura tinggal di asramanya
agar terhindar dari siksaan Bahadur. Nurul merasa ragu dan
takut. Fahri kemudian meyakinkan kepada Nurul bahwa
membantu sesama muslim itu wajib hukumnya. Nurul pun
merasa yakin apa yang dikatakan Fahri memang benar.
Adegan ini menggambarkan bahwa sesama muslim
wajib saling membantu ketika ada saudaranya yang sedang
kesulitan. Pencerita film di sini mengajak penonton secara
tidak langsung untuk melakukan kebaikan atau saling
membantu. Penulis mengkategorikan bahwa adegan verbal
ini mengandung pesan dakwah karena sifatnya mengajak
untuk saling membantu sesama muslim. Adapun hadist
maupun firman Allah SWT yang mendukung adalah:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki maupun
36 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

205
07
perempuan, sebagaian mereka adalah penolong
terhadap sebagaian yang lain”. (QS. Hud 71).

PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
Orang beriman itu bersaudara, meskipun CINTA
berbeda bangsa, suku, ras, maupun golongan. Bahkan
mereka, haruslah saling menyayangi dalam kebaikan,
memperingatkan dalam keburukan dan menaungi dalam
kedamaian. Rasulullah SAW. bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam
kecintaan, kasih sayang dan keramahan di
antara mereka bagaikan satu tubuh yang apabila
satu anggotanya sakit, maka seluruh bagian
merasakannya dengan demam dan tidak bisa tidur”.

Data yang mendukung terhadap makna pesan yang


dimaksud pada Tabel 4.7, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-7 merupakan pesan untuk saling membantu
terhadap orang lain. Dalam Islam dikatakan saling tolong
menolong itu ketaqwaan dan jangan menolong dengan
permusuhan dan dosa. Nabi SAW bersabda: “tolong
saudaramu yang berbuat dzalim dan didzalimi”.37 Dari sisi
37 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, ibid.

206
07
penonton, mereka juga mengatakan bahwa pesan pada
Tabel 4.7 dalam scene-7 merupakan sebuah pesan untuk
membantu orang lain yang membutuhkan bantuan.38
PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT • Scene-8: Sabar dan Ikhlas dalam Ujian-Nya
CINTA
Pada Tabel 6.8, di scene-8, seorang laki-laki setengah
baya di sel penjara mengingatkan Fahri tentang sabar
dan ikhlas. Fahri masuk dalam sel penjara karena dirinya
difitnah oleh Noura, yang ternyata sangat mencintai
Fahri, tetapi Fahri tidak membalas cintanya karena
sudah menikahi Aisha. Karena sakit hati, Noura akhirnya
menuduh Fahri menghamilinya, padahal dia dihamili oleh
ayah angkatnya Bahadur. Tak lama kemudian datang
sepucuk surat menerangkan bahwa Fahri dikeluarkan dari
Universitas Al Azhar. Fahri sepertinya kehilangan arah.
Dia menangis, bingung, sedih dan putus asa. Laki-laki
yang satu sel dengannya merasa peduli atas keadaannya.
Akhirnya ia mengingatkan Fahri bahwa ini semua ujian
yang datangnya dari Allah SWT. Ia harus menjalaninya
dengan sabar dan ikhlas.
Penulis mengkategorikan adegan verbal ini
mengandung pesan dakwah untuk mengingatkan tentang
sabar dan ikhlas. Firman Allah SWT maupun hadist yang
mendukungnya adalah:

“Dan Allah mencintai orang-orang yang sabar”. (Ali


38 Hasil wawancara penonton Film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

207
07
Imran 146).
Kesabaran merupakan salah satu sifat sekaligus ciri
orang mukmin, sebagaimana hadits yang terdapat pada PEMBAHASAN
muqadimah: TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
“Sungguh menakjubkan perkara orang yang FILM AYAT-AYAT
CINTA
beriman, karena segala perkaranya adalah baik. Jika
ia mendapatkan kenikmatan, ia bersyukur karena (ia
mengatahui) bahwa hal tersebut adalah memang
baik baginya. Dan jika ia tertimpa musibah atau
kesulitan, ia bersabar karena (ia mengetahui) bahwa
hal tersebut adalah baik baginya.” (HR. Muslim).39

Data yang mendukung terhadap makna pesan


yang dimaksud pada Tabel 6.8, dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa
pesan dalam scene-8 merupakan pesan dakwah yang
mengandung makna manusia itu harus sabar dan ikhlas
ketika menghadapi segala ujian maupun cobaan. Karena
semuanya datang dan kembali kepada Allah SWT. Adapun
dibalik ujian terdapat hikmah.40 Pesan ini juga ditangkap
oleh para penonton yang mengatakan bahwa dalam
scene-8 terdapat pesan untuk bersabar dan ikhlas dalam

39 Bmn_smartech. Iman Tagwa Sabar Ikhlas. melalui http://indonetwork.or.id/ htm.


akses 8 April 2009.
40 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.

208
07
menghadapi segala ujian yang datang dari Allah SWT.41

PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA • Scene-9: Ikhlas dalam Poligami
Pada Tabel 6.9. di Scene-9, Fahri menjemput Aisha
di rumah pamannya Eqbal. Ia bermaksud mengajak Aisha
pulang ke rumahnya untuk tinggal bersama dengan Maria.
Fahri mengingatkan Aisha untuk ikhlas. Ia menambahkan
bahwa dirinya sebenarnya pun tidak ikhlas menerima
Aisha lebih kaya dari dia, dan tidak ikhlas menerima kondisi
hidup bertiga dengan Maria dan tidak tahu tentang adil
itu apa dan bagaimana. Fahri mengharapkan Aisha untuk
tinggal bersama dan belajar bersama hidup ikhlas bertiga
dengan Maria. Penulis mengategorikan adegan verbal
ini mengandung pesan dakwah karena mengajak untuk
belajar hidup ikhlas dengan kondisi hidup bertiga. Adapun
hadist yang mendukung adalah:
“Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al Khottob
radiallahuanhu, dia berkata: Saya mendengar
Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung
niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan
dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa
yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan
keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
41 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

209
07
kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa
yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya
atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka
PEMBAHASAN
hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia TERHADAP
TEMUAN
niatkan”42. PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
Niat merupakan syarat layak/diterima atau tidaknya CINTA

amal perbuatan, dan amal ibadah tidak akan mendatangkan


pahala kecuali berdasarkan niat (karena Allah SWT).
Waktu pelaksanaan niat dilakukan pada awal ibadah dan
tempatnya di hati. Ikhlas dan membebaskan niat semata-
mata karena Allah ta’ala dituntut pada semua amal shalih
dan ibadah. Seorang mukmin akan diberi ganjaran pahala
berdasarkan kadar niatnya. Semua perbuatan yang
bermanfaat dan mubah (boleh) jika diiringi niat karena
mencari keridhaan Allah maka dia akan bernilai ibadah.
Yang membedakan antara ibadah dan adat (kebiasaan/
rutinitas) adalah niat. Hadits di atas menunjukkan bahwa
niat merupakan bagian dari iman karena dia merupakan
pekerjaan hati, dan iman menurut pemahaman Ahli Sunnah
Wal Jamaah adalah membenarkan dalam hati, diucapkan
dengan lisan dan diamalkan dengan perbuatan.
Data yang mendukung terhadap makna pesan
yang dimaksud pada Tabel 6.9., dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa
42 An Nawawi, Imam melalui http://jalansunnah.wordpress.com/2008/10/22/
hadist-mengenai-keikhlasan/ akses jumat 17 april 2009

210
07
pesan dalam scene-9 merupakan pesan dakwah tentang
tantangan dalam hidup berpoligami. Demikian juga dari
sisi penonton, mereka turut mengatakan bahwa pesan
PEMBAHASAN
TERHADAP pada Tabel 6.9. dalam scene-9 merupakan pesan bahwa
TEMUAN
PENELITIAN seseorang harus ikhlas dalam menghadapi tantangan
FILM AYAT-AYAT
CINTA ketika telah memilih untuk hidup berpoligami.43
2) Pesan-Pesan Dakwah Secara Nonverbal
Bersifat Mengajak
• Scene 11: Menjaga Pandangan Menghindari
Zina Mata
Pada Tabel 6.11 di scene-11, di Jembatan Sungai Nil
Fahri dan Maria bertemu dan saling memandang, dengan
tatapan yang penuh arti mereka terhanyut oleh suasana
di sekitar sungai nil yang tenang. Tatapan mereka dari
mata ke mata. Fahri seolah berharap bahwa Maria adalah
jodoh yang ia inginkan, begitu pun sebaliknya. Maria
menatap Fahri sambil menarik nafas dalam-dalam, dapat
tergambarkan bahwa Maria sangat mengharapkan kasih
sayang dari Fahri. Tidak lama kemudian Fahri membuang
pandangannya dari Maria dengan beristighfar kemudian
meninggalkan Maria di jembatan sungai Nil agar terhindar
dari hal-hal yang tidak diiginkan. Ini menandakan
Fahri sebagai pemuda Islam yang taat masih menjaga
pandangannya agar tidak terjerumus dalam bisikan syetan.
Penulis mengategorikan adegan nonverbal pada
scene-11 ini sebagai adegan yang bermuatan pesan
dakwah karena di dalamnya terdapat pesan untuk
43 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

211
07
menjaga pandangan dari perempuan yang bukan
muhrimnya. Adapun hadist maupun firman Allah SWT
yang mendukungnya adalah sebagai berikut:
PEMBAHASAN
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: TERHADAP
TEMUAN
“Hendaklah mereka menahan pandangannya, PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu CINTA

adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah


Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat”. (QS.
An Nuur 30).
Rasulullah SAW dalam hadits Abu Hurairah ra.
bersabda:
“Telah ditulis bagi setiap Bani Adam bagiannya dari
zina, pasti dia akan melakukannya, kedua mata
zinanya adalah memandang, kedua telinga zinanya
adalah mendengar, lidah(lisan) zinanya adalah
berbicara, tangan zinanya adalah memegang,
kaki zinanya adalah melangkah, sementara kalbu
berkeinginan dan berangan-angan, maka kemaluan
lah yang membenarkan atau mendustakan.”

Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita


yang tidak halal untuk dipandang meskipun tanpa syahwat
adalah zina mata. Mendengar ucapan wanita (selain istri)
dalam bentuk menikmati adalah zina telinga. Berbicara
dengan wanita (selain istrinya) dalam bentuk menikmati
atau menggoda dan merayunya adalah zina lisan.
Menyentuh wanita yang tidak dihalalkan untuk disentuh

212
07
baik dengan memegang atau yang lainnya adalah zina
tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yang
menarik hatinya atau menuju tempat perzinaan adalah
PEMBAHASAN
TERHADAP zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-
TEMUAN
PENELITIAN angankan wanita yang memikatnya, maka itulah zina
FILM AYAT-AYAT
CINTA kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluannya mengikuti
dengan melakukan perzinaan yang berarti kemaluannya
telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan
yang berarti kemaluannya telah mendustakannya (Lihat
Syarh Riyadhis Shalihin karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin,
pada syarah hadits no. 16-22).44
Data yang mendukung terhadap makna pesan yang
dimaksud pada Tabel 6.11, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-11 merupakan pesan dakwah yang mengandung
makna memandang perempuan yang bukan mahramnya
adalah tidak diperbolehkan apabila mengandung syahwat.
Hal itu pada dasarnya sudah di luar kendali manusia karena
pandangan sudah dikendalikan oleh nafsu syetan. Untuk
menghindari zina mata, istighfar menjadi resep yang
ampuh karena dapat mengendalikan pikiran-pikiran yang
jelek kembali menjadi bersih.45 Demikian juga dari sisi
penonton, mereka turut mengatakan bahwa pesan pada
Tabel 6.11 dalam scene-11 merupakan pesan bahwa umat
44 Al-Makassari Ibid. hal 2.
45 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.

213
07
muslim perlu menjaga pandangan untuk menghindari
zina mata.46

PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
• Scene-12: Shalat Media Komunikasi Spiritual CINTA

Pada Tabel 6.12 di scene-12, di sebuah ruangan


penjara yang gelap hanya ada pantulan sinar lampu dari
luar, Fahri merasa bingung dan kacau dengan keadaan
dirinya yang difitnah menghamili Naura. Belum selesai
dengan ujian itu, Fahri mendapatkan surat pemecatan dari
Universitas Al Azhar. Namun demikian, di penjara yang
kotor dan tidak ada air, tidak menghalangi niat Fahri untuk
melakukan shalat, memohon petunjuk kepada Allah SWT
agar bisa keluar dari permasalahan yang dihadapinya.
Penulis mengategorikan adegan nonverbal ini
mengandung pesan dakwah, yaitu dalam keadaan kesulitan
Fahri melakukan shalat untuk mendapatkan petunjuk.
Sebuah ajakan untuk selalu mengingat dan memohon
petunjuk-Nya meskipun dalam keadaan apapun. Adapun
hadist riwayat Ahmad adalah:
“Rasullullah saw. Bersabda, Seluruh bumi dijadikan
bagiku dan bagi umatku sebagai masjid (tempat
bersujud) dan alat bersuci, maka dimana saja sholat.
Itu menemukan salah seorang di antara umatku, di
sisinya terdapat alat untuk bersuci”. HR. Ahmad.
(Qalami, 2004: 49).
46 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta. op.cit.

214
07
Data yang mendukung terhadap makna pesan yang
dimaksud pada Tabel 6.12, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
PEMBAHASAN
TERHADAP narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
TEMUAN
PENELITIAN Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
FILM AYAT-AYAT
CINTA Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
scene-12, merupakan pesan dakwah yang mengandung
makna untuk selalu menjalankan perintah-Nya, yaitu
shalat walau dalam penjara yang kotor dan tidak ada air.
Karena walau tidak ada air, Islam mempermudah, yaitu
dengan tayamum untuk menyempurnakan niat shalat.47
Dari sisi penonton, mereka juga mengatakan bahwa pesan
pada Tabel 6.12 dalam scene-12 merupakan pesan dakwah
bahwa untuk tetap mendirikan shalat dalam keadaan dan
di mana pun setiap muslim berada.

• Scene-13: Meninggal dengan Husnul Khatimah


Pada Tabel 6.13 di scene-13, di rumah sakit Maria
dirawat karena sedang sakit parah. Di tengah sakit itu
Maria ingin melakukan shalat bersama Fahri suaminya,
dan Aisha istri pertama Fahri. Sebelum Maria melakukan
shalat, dia bertayamum dari tahap awal sampai akhir, yaitu
menempelkan kedua telapak tangan ke dinding untuk
mengambil debu yang bersih, kemudian diusapkanlah ke
seluruh muka sebanyak 2 kali. Tahap kedua, kedua telapak
tangan ditempelkan lagi ke dinding untuk mengambil
debu bersih kemudian diusapkan kedua tangan kanan
47 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, ibid.

215
07
dan kiri sampai siku secara bergantian. Setelah melakukan
tayamum, Maria mengikuti takbiratul ikhram yang
diimami oleh Fahri. Sebelum shalat usai, Maria sudah
PEMBAHASAN
meninggal dunia. Dalam hal ini, dapat dipahami bahwa TERHADAP
TEMUAN
Maria meninggal dalam keadaan husnul khatimah atau PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
meninggal dalam keadaan baik (sedang beribadah). CINTA

Penulis mengategorikan adegan nonverbal ini


mengandung pesan dakwah, yaitu meninggal dalam
keadaan husnul khatimah. Meninggal dalam keadaan
shalat dikatakan husnul khatimah karena sesuai dengan
hadits sebagai berikut:
“Dari Ali Bin Abi Tholib Ra, dia berkata:
Suatu hari saya akan menunaikan shalat
subuh di masjid bersama Rasullullah SAW,
tapi di tengah jalan aku bertemu dengan
orang yang sudah tua renta juga mau ke
masjid mau menunaikan sholat subuh, aku
terus berjalan di belakangnya, dan ketika
kami berdua sampai di masjid ternyata
sholat berjamaah sudah usai, akhirnya aku
sholat subuh berjamaah dengan kakek itu,
dan ketika aku salam tahiyyat akhir si kakek
tetap bersujud dan ternyata si kakek telah
meninggal dunia, lalu para sahabat bertanya
kepada Rasullullah SAW, “ya Rasullullah
bagaimana keadaan kakek ini di akhirat?”
Rasullullah menjawab “ Dia masuk surga”.

216
07
(HR. Ahmad dan Daruqutni)48.
Terkait keinginannya untuk melaksanakan shalat
PEMBAHASAN tersebut, Maria berusaha melakukan tayamum terlebih
TERHADAP
TEMUAN
dulu secara detail dari awal sampai akhir dengan benar.
PENELITIAN Syarat-syarat seseorang boleh bersuci dengan cara
FILM AYAT-AYAT
CINTA bertayamum adalah karena beberapa alasan:
a. Sakit, jika terkena air maka sakitnya bertambah
parah; menyebabkan cacat atau kematian.
b. Dalam perjalanan.
c. Tidak menjumpai air, kalaupun ada, tetapi air itu
sangat dibutuhkan untuk minum.
d. Cuaca dingin yang dikhawatirkan menyebabkan
kemudlaratan apabila memakai air.
Dan ada beberapa rukun tayamum yang harus
dikerjakan agar menjadi sah, di antaranya adalah:
a. Niat untuk melakukan tayamum. Yakni berniat
melakukan tayamum untuk keperluan shalat
semata. Niat harus mengawali pekerjaan tayamum.
Niat boleh secara lisan maupun dalam hati.
b. Menyapu wajah dengan debu atau tanah yang
telah menempel pada permukaan telapak tangan.
c. Menyapu kedua tangan sampai siku dengan cara
yang sama.
d. Tertib.

48 Irdy, op.cit. hal 1

217
07
Adapun firman Allah SWT yang mendukungnya
adalah:
“Jika kamu sakit atau dalam perjalanan, atau PEMBAHASAN
salah seorang di antara kamu buang air besar atau TERHADAP
TEMUAN
berhubungan seks dengan istri (perempuan) dan tidak PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
mendapatkan air, maka hendaklah bertayamum CINTA

dengan tanah (debu) yang baik, yakni usaplah muka


dan kedua tanganmu”. (QS. An Nisaa 43).

Data yang mendukung terhadap makna pesan


yang dimaksud pada Tabel 6.13, dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa
pesan dalam scene-13, merupakan pesan dakwah yang
mengandung makna meninggal dengan husnul khatimah
adalah meninggal yang sebaik-baiknya bagi orang Islam.49
Demikian juga dari sisi penonton, mereka mengatakan
bahwa pesan pada Tabel 6.13 dalam scene-13 merupakan
pesan dakwah tentang meninggal dengan husnul
khatimah.50

3) Pesan-Pesan Dakwah Secara Verbal Bersifat


Melarang

49 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.


50 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

218
07
• Scene 3: Haram Bersentuhan Bukan Muhrimnya
Pada Tabel 6.3 di scene-3, di Stasiun Metro Fahri
PEMBAHASAN
bertemu dengan Alicia, ibunya Alicia dan Aisha yang satu
TERHADAP
TEMUAN
Metro dengan dia. Mereka bertemu lagi di stasiun Metro
PENELITIAN itu. Kemudian Alicia memperkenalkan diri kepada Fahri
FILM AYAT-AYAT
CINTA dengan berjabat tangan, tetapi Fahri menolaknya secara
halus. Fahri kemudian menjelaskan kepada Alicia bahwa
dalam Islam bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya
tidak diperbolehkan.
Ini menandakan bahwa apa yang disampaikan
Fahri memang ada dalam ajaran Islam, Fahri sendiri
merupakan orang Islam yang taat pada norma-norma
yang ada dalam agama Islam. Bersentuhan yang bukan
muhrimnya memang diharamkan dalam ajaran agama
Islam kecuali ada hubungan istri atau suami yang sudah
terikat perkawinan. Adegan ini merupakan adegan verbal
yang dapat dikategorikan sebagai pesan dakwah, adapun
hadist yang mendukungnya adalah:
“Tidak. Demi Allah, tidak pernah sama sekali tangan
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh
tangan wanita (selain mahramnya), melainkan
beliau membai’at mereka dengan ucapan (tanpa
jabat tangan)”. (HR. Muslim).51
Data yang mendukung terhadap makna pesan yang
dimaksud pada Tabel 4.3, dimana representasi pesan-
pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan oleh empat
51 Al-Makassari, Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad. Ta’aruf Syar’I, Solusi Pengganti
Pacaran. Melalui http://asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=425
akses rabu 4 juni 2008.

219
07
narasumber yang ditemui penulis. Mereka adalah Hanung
Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar, dan Jalaluddin
Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa pesan dalam
PEMBAHASAN
scene-3 merupakan pesan dakwah yang mengandung TERHADAP
TEMUAN
makna akhlak yang terbaik, yaitu tidak diperbolehkan PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
bersentuhan dengan yang bukan muhrimnya.52 Demikian CINTA
juga dari sisi penonton, mereka mengatakan bahwa pesan
pada Tabel 6.3 dalam scene-3 merupakan pesan dakwah
dalam ajaran Islam, yaitu tidak diperbolehkan bersentuhan
dengan yang bukan muhrimnya.53

4) Pesan-Pesan Dakwah Nonverbal Bersifat


Melarang
• Scene-10: Aurat laki-laki
Pada Tabel 6.10 di scene-10, sebuah flat dihuni
oleh orang-orang Indonesia yang beragama Islam, di
antaranya Fahri, Saiful, Rudi dan Hamdi. Mereka semua
adalah mahasiswa Al Azhar di Kairo, Mesir. Suatu hari Fahri
mengajak Maria (gadis Kristen koptik) datang ke flat Fahri
untuk mengecek komputernya yang terkena virus. Tapi
kedatangan Maria mengagetkan seisi flat. Hamdi yang
sedang menyetrika dengan santai langsung buru-buru
menarik celananya agar menutupi paha. Selang beberapa
waktu kemudian, Rudi yang baru saja keluar dari kamar
mandi dan hanya memakai jarit handuk seketika berbalik.
Pun Saiful yang kebingungan mendapati kedatangan
52 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.
53 Hasil wawancara penonton film Ayat-Ayat Cinta, op.cit.

220
07
Maria ke flat mereka.
Penulis mengategorikan adegan nonverbal ini
PEMBAHASAN mengandung pesan dakwah larangan untuk tidak
TERHADAP
TEMUAN
menunjukkan aurat laki-laki (dari tali pusar hingga lutut)
PENELITIAN di depan yang bukan muhrimnya. Dalam hal ini, batasan
FILM AYAT-AYAT
CINTA aurat bagi laki-laki dapat dirujuk pada sabda Rasulullah
SAW sebagai berikut:
“Jika ada diantara kalian yang menikahkan
pembantu, baik seorang budak atau pegawainya
hendaknya ia tidak melihat bagian tubuh antara
pusar dan diatas lututnya, karena bagian tersebut
termasuk aurat”.54

Data yang mendukung terhadap makna pesan


yang dimaksud pada Tabel 6.10, dimana representasi
pesan-pesan dakwah ditampilkan, juga dikemukakan
oleh empat narasumber yang ditemui penulis. Mereka
adalah Hanung Bramantyo, Miftah Faridl, Edi D. Iskandar,
dan Jalaluddin Rakhmat. Keempatnya mengatakan bahwa
pesan dalam scene-10 adalah tidak memperbolehkan laki-
laki menunjukkan aurat-nya di depan perempuan yang
bukan muhrimnya.55 Penonton pun menangkap pesan
yang senada dalam adaegan di scene-10 ini.
C. Representasi Pesan-Pesan Dakwah Verbal dan
Nonverbal dalam Media Film Ayat-Ayat Cinta

54 Kemuslimahan BDM Al Hikmah UM melalui www.google.com, bunga impian


yang terjaga, akses Rabu, 8 April 2009
55 Ringkasan hasil wawancara dari empat nara sumber, op.cit.

221
07
a. Hukum Menikah
Menikah adalah ikatan antara laki-laki dan
perempuan melalui ijab-qobul atau janji di hadapan Allah PEMBAHASAN
dengan tujuan untuk menjadi suami istri. Hukum menikah TERHADAP
TEMUAN
dapat dibagi menjadi enam jenis, yaitu PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA
1) Wajib. Apabila seseorang sudah mampu menikah.
Bersamaan dengan itu nafsu seksualnya sudah
mendesak dan ia takut terjerumus pada perzinaan.
2) Sunnah. Apabila seseorang sudah mampu
menikah, nafsu syahwatnya mendesak, tapi
dirinya masih dapat menahan diri dari berbuat
zina. Selama masih mampu menahan diri, ia boleh
menahan untuk tidak menikah
3) Haram. Apabila seseorang tidak mampu
memenuhi syahwat maupun nafkah kepada
istrinya
4) Makhruh. Apabila seseorang yang lemah
syahwat dan tidak mampu menafkahi istrinya.
Meskipun misalnya sang istri tidak memerlukan
nafkah karena kaya, tetapi suami tidak mampu
melaksanakan kewajibannya untuk menggauli
5) Mubah. Apabila seoorang laki-laki tidak terdesak
oleh alasan-alasan yang mewajibkan atau
mengharamkan menikah
6) Larangan membujang bagi orang yang mampu
menikah. Orang yang mampu menikah, baik

222
07
dari segi finansial maupun segi syahwat, maka ia
dilarang membujang. Karena dampak negatifnya
lebih besar daripada kemaslahatan bagi dirinya
PEMBAHASAN
TERHADAP (Qalami, 2004: 419-421).
TEMUAN
PENELITIAN Dalam film Ayat-Ayat Cinta, anjuran menikah ini
FILM AYAT-AYAT
CINTA dapat dilihat di Tabel 6.1 pada scene-1 di gambar-1, yaitu
adegan dialog Syeikh Ustman dengan Fahri. Anjuran dalam
film tersebut juga dapat dipahami sebagai perlawanan
wacana terhadap realitas yang terjadi pada para lelaki
dan perempuan di perkotaan yang relatif sudah matang
secara usia, finansial, dan kepribadian, namun tetap
menunda untuk menikah. Terkait hal ini Rasulullah SAW
menganjurkan:
“Wahai para pemuda, bila di antara kamu ada
yang mampu kawin hendaklah ia kawin, karena
pandangannya akan lebih terjaga dan kemaluannya
akan lebih terpelihara. dan jika ia belum mampu,
hendaknya ia berpuasa, karena puasa ibarat
pengebiri”. (Qalamy, 2004: 420).

b. Hukum Ta’aruf
Ta’aruf menjadi bagian penting untuk melangkah
ke jenjang pernikahan. Hal ini dikarenakan ta’aruf dapat
membuka peluang perkenalan yang lebih luas melalui
keluarga, saudara-saudara, dan teman-teman dari calon
jodoh seseorang. Melalui ta’aruf, diharapkan setiap
muslim dapat memperoleh pasangan yang sesuai tanpa

223
07
harus melanggar norma-norma Islam, seperti misalnya
berkhalwat dan berzina. Dalam film Ayat-Ayat Cinta, Fahri
melaksanakan ta’aruf sebelum menikahi Aisha. Setelah
PEMBAHASAN
merasa tertarik dan ada kecocokkan, keduanya pun TERHADAP
TEMUAN
memutuskan untuk menikah. PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA

c. Hukum Poligami
Poligami adalah ketentuan hukum yang diberikan
oleh Allah SWT kepada lelaki untuk bisa memiliki 4 orang
istri. Syariat poligami itu bukan berbentuk kewajiban,
tetapi lebih merupakan izin dan pembolehan. Ketika Islam
mewajibkan suami yang berpoligami untuk bersikap
adil, itu artinya keadilan dalam berpoligami mungkin
dilaksanakan. Kalau tidak, perintah itu menjadi tidak ada
artinya. Namun demikian, keadilan yang diperintahkan
itu sesuai dengan batas kemampuan manusia, terutama
dalam soal nafkah dan pemberian hak masing-masing
istri, bukan dalam soal cinta kasih. Dalam hal ini, cinta kasih
berada di luar kemampuan manusia untuk mengaturnya.
Hal ini seperti yang terekam dalam dialog Saiful dan Fahri
pada Tabel 6.6, scene-6, gambar-1.
Adegan poligami hadir dalam film Ayat-Ayat Cinta
karena melihat realitas yang terjadi di dalam masyarakat.
Dalam hal ini, terdapat sejumlah orang yang berpoligami
sesuai dengan syariat ajaran Islam, namun ada pula yang
hanya ingin menyalurkan nafsu, bahkan jarang yang
mengerti atau memahami apa itu berlaku adil pada istri-

224
07
istrinya. Allah berfirman dalam Al Qur’an:
“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil
PEMBAHASAN di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin
TERHADAP
TEMUAN
berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
PENELITIAN cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga
FILM AYAT-AYAT
CINTA kamu biarkan yang lain terkatung-katung. Dan jika
kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri
(dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. An Nisaa’
129).

d. Hukum Menjunjung Tinggi Perempuan


Menjunjung tinggi perempuan adalah
memperlakukan seorang perempuan dengan cara
terhormat, yaitu menghargai hak-haknya sebagai
perempuan. Dalam film Ayat-Ayat Cinta adegan pada Tabel
4.4, scene-4, gambar-1 menunjukkan adegan bagaimana
menjunjung tinggi perempuan dalam ajaran Islam. Hal
ini terekam dala dialog Fahri dengan Alicia, seperti di
antaranya adalah tentang surga di telapak kaki ibu dan
bagaimana Islam memperlakukan istri yang nusyuz.
Pernyataan surga di telapak kaki ibu mengandung
makna bahwa seseorang yang ingin mendapatkan surga
harus menghormati dan menyayangi ibunya. Selain itu,
pernyataan ini adalah metafora untuk menunjukkan
keutamaan seorang perempuan dibandingkan dengan
laki-laki (ayah). Islam sendiri merumuskan keutamaan

225
07
seorang ibu berdasarkan berbagai aktivitas yang melekat
padanya, seperti mengandung, melahirkan, menyusui,
merawat, dan mendidik manusia. Di sisi lain, pernyataan
PEMBAHASAN
surga di telapak kaki ibu dapat pula bermakna bahwa TERHADAP
TEMUAN
bagi siapa saja yang durhaka kepada ibunya, ia tidak PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
mendapatkan surga. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman: CINTA

“Kami perintahkan kepada manusia supaya


berbuat baik kepada dua orang ibu dan bapaknya,
ibunya mengandung dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula).
Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga
puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa dan
umurnya sampai empat puluh tahun ia berdo’a: “Ya
Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat
Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan
kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat
amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat
kepada Engkau dan sesungguhnya aku termasuk
orang-orang yang berserah diri”. (QS. Al Ahqaaf
15).

Terkait istri yang nusyuz atau tidak mematuhi


perintah suami, film Ayat-Ayat Cinta melalui Fahri
menjelaskan pendekatan yang disebutkan dalam Al

226
07
Qur’an, yakni menasehati, memisahkan, dan memukul
(tidak di wajah dan tanpa niat menyakiti). Hal ini sekaligus
meluruskan pihak laki-laki yang melakukan kekerasan
PEMBAHASAN
TERHADAP kepada istri dengan dalih ayat-ayat Al-Qur’an.
TEMUAN
PENELITIAN “Dan wanita-wanita yang kalian khawatirkan
FILM AYAT-AYAT
CINTA nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan
pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka dan
pukullah mereka. Kemudian jika mereka patuh
pada kalian, maka janganlah mencari jalan untuk
menyusahkannya”. (QS. An Nisaa’ 34).

Di luar penjelasan Fahri dalam dialog di film, nusyuz juga


perlu diletakkan pada koridor hak dan kewajiban suami
maupun istri. Artinya, Islam memiliki mekanisme hukuman
yang tidak hanya berlaku bagi istri yang melanggar
kewajiban kepada suaminya, akan tetapi juga sebaliknya.

e. Hukum Pergaulan Laki-laki dengan


Perempuan
Pergaulan laki-laki dengan perempuan dalam
Islam mengandaikan batasan-batasan muhrim. Apabila
sudah menjadi muhrim, laki-laki dan perempuan dapat
bersentuhan dan berpandangan. Jika belum, setiap
sentuhan dan pandangan antara keduanya perlu
dikendalikan. Dalam film Ayat-Ayat Cinta terdapat
adegan bagaimana praktik pergaulan antara laki-laki
dan perempuan sesuai nilai-nilai Islam. Adegan tersebut

227
07
terdapat pada Tabel 4.3, scene-3, gambar-2, ketika Fahri
menolak diajak berjabat tangan dengan Alicia. Namun
demikian, bersentuhan antara laki-laki dan perempuan
PEMBAHASAN
tetap diperbolehkan dalam konteks mu’ammalah, TERHADAP
TEMUAN
seperti misalnya ketika seorang dokter menolong pasien PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
perempuannya saat melahirkan. Hal ini sesuai dengan apa CINTA
yang disampaikan Ketua MUI Bandung Miftah Faridl:
“Mengenai jabatan tangan antara pria dan wanita
yang bukan mahram ini juga memang Nabi
menyatakan “saya lebih baik menyentuh bara api
daripada wanita yang bukan mahram”. Disimpulkan
dalam hadist itu bahwa pria dan wanita yang bukan
mahram tidak boleh menyentuh, tetapi tentu saja itu
menjadi boleh karena terpaksa, karena menolong,
pada keadaan harus menyentuh, seorang dokter
menolong pasiennya dan lain-lain. Ini salah satu
menunjukkan akhlak dalam Islam, jabatan tangan
tidak bersentuhan tetapi tetap hormat. Memang itu
sulit dalam kehidupan sehari-hari mungkin dalam
keadaan tertentu kita harus terpaksa berjabat
tangan takut menyinggung perasaan orang lain.”56

Dalam pandangan Hanung, batasan muhrim juga


diartikan sebagai penghargaan Islam terhadap perempuan.
Menurutnya, ketentuan ini membuat posisi perempuan
seperti mahkota atau pualam. Ia menambahkan bahwa
56 Hasil wawancara dengan nara sumber Ketua MUI Bandung Prof. H. Miftah Faridl,
di Kantor Biro Haji PT. Armada Safari Suci, Senin, 6 April 2009, pukul 16.15-17.00
WIB.

228
07
perempuan dapat disentuh jika telah melalui ijab-qabul
dengan berbagai rukun dan persyaratannya.57 Jika
mencermati penjelasan Hanung tersebut, tersirat makna
PEMBAHASAN
TERHADAP bahwa Islam membuat perempuan hanya dapat disentuh
TEMUAN
PENELITIAN bagi siapa laki-laki yang siap berjuang dan berkomitmen
FILM AYAT-AYAT
CINTA di hadapan wali-walinya.
Pada adegan lain, yakni di Tabel 6.11., scene-11,
gambar-3, Fahri tampak menundukkan pandangannya
ke bawah sambil beristighfar setelah memandang
Maria. Menundukkan pandangan di sini dapat diartikan
sebagai hal yang dilakukan untuk menghindari tatapan
dengan perempuan yang bukan muhrim. Hanung sendiri
berpendapat bahwa pandangan seorang laki-laki kepada
perempuan selanjutnya akan membangkitkan hasrat dan
godaan lainnya yang akan mendorong sesuatu yang
berlebihan.”58 Dalam kaitan ini Miftah Faridl, Ketua Umum
MUI Bandung/Ketua MUI Jawa Barat juga mengatakan
bahwa:
“Mengenai saling memandang harus mampu
dikendalikan, jadi Nabi menyatakan ‘lihat pertama
tidak apa-apa’, tentu saja hati sebetulnya,
kalau hatinya jelek memandang kemudian
dibayangkan yang macam-macam itu tidak benar
dan itu dilarang. Dalam Al-Qur’an, dibahasakan
‘yahuddunna’ menundukkan pandangan.”59
57 Hasil wawancara dengan nara sumber Sutradara Film ‘Ayat-Ayat Cinta’ Hanung
Bramantyo, di Kantor HB. Production Jl. Abdul Majid No. 40 Cipete Jakarta Selatan,
Selasa, 28 April 2009, pukul 12.10-13.10 WIB.
58 Hasil Wawancara dengan Hanung Bramantyo, op.cit hal: 20-21.
59 Hasil Wawancara dengan Miftah Faridl, op.cit hal:8

229
07
Hal ini sesuai dengan hadits yang berbunyi:
“Dari Jabir bin Abdillah ra, dia berkata: Aku bertanya
kepada Rasulullah SAW tentang pandangan yang PEMBAHASAN
tiba-tiba (tanpa sengaja)? Maka beliau bersabda: TERHADAP
TEMUAN
Palingkan pandanganmu.”60 PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA

f. Hukum Aurat Laki-laki


Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh
diperlihatkan kepada lawan jenis yang bukan muhrimnya.
Bagi laki-laki, bagian yang tidak boleh terlihat di hadapan
perempuan yang bukan muhrimnya adalah dari pusar
hingga lutut. Dalam film Ayat-Ayat Cinta, terutama pada
adegan di Tabel 6.10., scene-10, gambar 2, tampak suasana
dan ekspresi kaget, canggung, dan malu yang dialami
penghuni flat ketika Maria datang. Hal ini seperti apa yang
dikatakan Rasulullah SAW ketika melihat sahabat Ma’mar
tersingkap pahanya, beliau bersabda:
“Wahai Ma’mar, tutupilah pahamu, karena paha
adalah aurat.” (HR. Ahmad).
“Jagalah auratmu kecuali dari isterimu atau hamba
sahayamu.” (HR. Imam lima kecuali An-Nasa’i
dengan sanad hasan).61
Adapun Miftah Farid menjelaskan terdapat
perbedaan pandangan ulama terkait batas-batas aurat,
baik laki-laki maupun perempuan. Menurutnya, terdapat
60 Al-Makassari, op.cit hal: 3
61 http://fathia27rhm.multiply.com/reviews/item/76, akses rabu tgl 8/4/2009, 1.06

230
07
para ulama yang menilai aurat laki-laki adalah antara lutut
hingga pusar. Namun demikian, ada juga para ulama yang
berpendapat bahwa Nabi pernah terlihat kakinya sampai
PEMBAHASAN
TERHADAP di atas lutut.
TEMUAN
PENELITIAN
FILM AYAT-AYAT
CINTA

g. Akhlak dalam Islam


• Habluminannass
Hubungan sesama manusia merupakan salah satu
hal paling esensial dari nilai Islam. Dalam hal ini, Islam
dinilai memiliki ikatan yang universal untuk persatuan suku,
agama, dan ras. Dalam film Ayat-Ayat Cinta, hubungan
antar sesama muslim dihadirkan pada Tabel 4.7, scene-7,
gambar-4, yaitu ketika adegan Fahri meyakinkan Nurul
untuk membantu Naura. Tindakan ini mendapat sesuai
dengan firman Allah SWT:
“Dan orang-orang yang beriman, laki-laki maupun
perempuan, sebagian mereka adalah penolong
terhadapa sebagaian yang lain.” (QS. Hud 71).
Adapun Miftah Faridl menambahkan:
“Kita mempunyai kewajiban tolonglah orang yang
baik, Allah akan menolong kamu. Cuma dalam agama
dikatakan saling tolong menolong itu ketaqwaan
dan jangan menolong dengan permusuhan dan
dosa. Mengenai menolong ini dikatakan oleh Nabi
“tolong saudaramu yang berbuat dzalim dan di

231
07
dzalimi, Ya Rasulullah bagaimana menolong orang
berbuat dzalim dan mendzalimi yaitu merubah
karakternya supaya tidak dzalim.”62
PEMBAHASAN
TERHADAP
TEMUAN
PENELITIAN
Kemudian terkait hubungan muslim dengan non FILM AYAT-AYAT
CINTA
muslim dapat dilihat pada adegan Tabel 6.2., scene-2,
gambar-1 dan gambar-4. Adegan tersebut berada di dalam
Metro. Di sana kemudian tampak Aisha mempersilahkan
perempuan Amerika untuk duduk di dalam Metro.
Menghargai dan menghormati tamu asing adalah bagian
dari ajaran agama Islam. Hal ini dapat diperkuat dengan
apa yang disampaikan oleh Miftah Faridl:
“Bagaimana Islam membangun tasyamun toleran,
menghargai tamu, menghargai orang lain yang
bukan lingkungan kita, bahkan harus menghargai
orang-orang yang bukan seagama dengan kita,
kita harus tetap berbuat baik, jadi rahmatan lil
alamin itu juga diwujudkan bukan hanya rahmat
kepada muslim saja, tetapi bagi non muslim bahkan
kepada flora dan fauna. Jadi film itu menunjukkan
itulah Islam, Islam itu tidak kemudian menjadi
sadis kepada non muslim, tetapi justru kepada non
muslim apalagi kepada tamu harus menghormati
kepada orang-orang asing itu.”63

• Habluminallah
62 Hasil Wawancara dengan MIftah Faridl, ibid, hal: 5-6.
63 Hasil Wawancara dengan Miftah Faridl, ibid, hal: 3.

232
07
Selain dengan manusia, Islam turut menghendaki
hubungan yang baik antara manusia dengan Tuhan.
Dalam film Ayat-Ayat Cinta, hubungan ini dapat dibangun
PEMBAHASAN
TERHADAP melalui serangkaian ibadah, seperti shalat, sabar, dan
TEMUAN
PENELITIAN ikhlas. Beribadah kepada Allah tidak memandang waktu
FILM AYAT-AYAT
CINTA dan tempat, kapan dan dimana pun harus ditunaikan. Hal
ini disampaikan oleh Miftah Faridl:
“Shalat itu mudah boleh dilakukan dimana saja,
tidak boleh, seorang tidak shalat karena tidak ada
air, tidak boleh juga karena tidak sholat karena
dalam penjara dimana saja bisa shalat.”64

Kemudian pada Tabel 4.8, scene-8, gambar-1,


tampak adegan Fahri yang sedang putus asa dan bingung
setelah difitnah, masuk penjara, dan dipecat dari kampus.
Pada akhirnya, shalat, sabar, dan ikhlas menjadi kekuatan
Fahri untuk menghadapi ujian dari Allah SWT. Hanung
pun senada menjelaskan bahwa:
“Akhlak yang baik dalam Islam adalah sabar, ikhlas
saja, bahwa segala sesuatu ini ada baiknya, apabila
kamu difitnah, dijelek-jelekkan diterima saja. Kalau
kamu marah maka syetan akan semakin senang
karena terlalu marah, melawan, kamu akan menjadi
orang yang perkasa, kalau kamu melawan itu semua
dan pada akhirnya kamu akan menjadi orang yang
konyol itulah tujuan syetan yaitu mengkonyol-
konyolkan manusia membuat dia tampak lebih
64 Hasil Wawancara dengan Miftah Faridl, ibid, hal: 8.

233
rendah baik di mata Allah maupun masyarakat.
Ketika dia diam dan sabar ya itu menjadi hakikat
manusia hidup di dunia yaitu sebenarnya hanya
untuk mengabdi kepada Allah.”65

DAFTAR PUSTAKA

Buku
Abidin, Djamalul, 1996. Komunikasi dan Bahasa Dakwah.
Jakarta. Gema Insani Press.
Al-Khudri, dan Abu Said. 2005. Syawat Televisi Mengguggat
Tayangan Vulgar Televisi. Bandung. Mujahid Press.
Ardianto, Elvinaro, dan Lukiati Komala Erdinaya. 2005.
Komunikasi Massa Suatu Pengantar. Bandung. PT.
Remaja Rosdakarya.
Arifin. 2000. Psikologi Dakwah Suatu Pengantar
Studi. Jakarta. Penerbit Bumi Aksara.
Barthes, Roland. 2007. Membedah Mitos-Mitos
Budaya Massa: Semiotika atau Sosiologi Tanda,
Simbol, dan Representasi. Yogyakarta. Jalasutra
.Basyir, Abu Bakar. 2007. Poligami Anugerah
Yang Terzhalimi (Heboh Poligami
Aa Gym). Solo. Rumah Dzikir.
65 Hasil Wawancara dengan Hanung Bramantyo, op.cit, hal: 18-19.

234
Berger, Arthur Asa. 1982. Media Analysis Techniques.
Beverly Hills/London. Sage Publication.
_________________, & Thomas Luckmann.
1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan:
Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta.
LP3ES.
Bungin, Burhan. 2001. Imaji Media Massa: Konstruksi &
Makna Realitas Iklan Televisi dalam Masyarakat
Kapitalistik. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.
Creswell, John W. 1998. Qualitative Inquiry and Research
Design. California. Sage Publication.
Devito, Joseph A. 1997. Komunikasi Antarmanusia: Kuliah
Dasar. Jakarta. Professional Book.
Effendy, Heru. 2002. Mari Membuat Film: Panduan Untuk
Menjadi Produser. Yogyakarta. Yayasan Panduan &
Konfiden.
Effendy, Onong Uchjana. 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat
Komunikasi. Bandung. PT. Citra Aditya Bakti.
Eryanto, 2005, Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks
Media, Cetakan Keempat, Yogyakarta. PT. LKIS
Pelangi Aksara.
Garna, Judistira K. 1999. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung. Primaco Akademika.
Gazalba, Sidi dan Zainab Ismail. 1993. Dakwah
Islamiyah Malaysia Masa Kini. Selangor Malaysia.
Penerbit: Universiti Kebangsaan Malaysia.

235
Ghardani, Yusuf. 2001. Umat Islam Menyongsong Abad ke
– 21. Solo. Inter Media.
Iskandar, Eddy D. 2006. Bandung Tonggak Sejarah Film
Indonesia. Bandung. Pustaka Dasentra.
Kurniawan. 2001. Semiologi Roland Barthes. Magelang.
Indonesia Tera.
Littlejohn, Stephen W. 1999. Theories of Communication
Studies, California. Wadsworth Publising Company.
Moloeng, Lexy J. 2002. Metode Penelitian Kualitatif.
Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Mulyana, Deddy. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif:
Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan Ilmu Sosial
Lainnya Cetakan Ketiga. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
_____________. 2005. Bidadari Kerudung Biru. Bandung.
Media Percikan Iman.
_____________. 2005. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar.
Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Muis, A. 2001. Komunikasi Islami. Bandung. PT. Remaja
Rosdakarya.
Munir dan Sudarsono. 1992. Dasar-Dasar Agama Islam.
Jakarta. Penerbit: Rineka Cipta.
Natsir, Muhammad. 1986. Fighud Dakwah. Solo.
Ramadhani. Neuman, William Lawrence. 1997. Social

236
Research Methods: Qualitative and Quantitative
Approach Third, California. Allyn & Bacon.
Piliang, Yasraf Amir. 2003. Hipersimiotika: Tafsir Cultural
Studies Atas Matinya Makna. Yogyakarta. Jalasutra.
Prisgunanto, Ilham. 2004. Praktik Ilmu Komunikasi: Dalam
Kehidupan Sehari Hari. Bandung. Penerbit: Teraju.
P.C.S. Sutisno. 1993. Pedoman Praktis Penulisan Skenario
Televisi dan Video. Jakarta. PT. Grasindo.
Rakhmat, Jalaluddin. 2004. Psikologi Komunikasi. Edisi
Revisi. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Rivers, William L, Jay W. Jensen dan Theodore Peterson.
2004. Media Massa & Masyarakat Modern Edisi
Kedua. Jakarta. Prenada Media.
Sharff, Stefan. 1982. The Element Of Cinema: Toward a
Theory of Cinesthetic Impact. New York. Columbia
University Press.
Shirazy, Habiburrahman El. 2006. Ayat-Ayat Cinta. Jakarta.
Penerbit: Republika.
Sobur, Alex. 2003. Semiotika Komunikasi. Cetakan
Pertama. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
__________. 2001. Analisis Teks Media: Suatu Pengantar
Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan
Analisis Framing. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan
Pertarungan Wacana. Yogyakarta. LKIS.
Sumarno, Marselli. 1996. Dasar-Dasar Apresiasi Film.

237
Jakarta. PT. Grasindo.
Sumarjo, Jacob. 1983. Image Indonesia Dalam Film
Nasional Kita. Jakarta. Yayasan Artis Film.
Tubbs, Stewart L. 2005. Human Communication: Prinsip-
Prinsip Dasar. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya.
Van Zoest, Art dan P. Sudjiman ) ed). 1996. Serba-Serbi
Semiotika. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.

Thesis
Basarah, Finy Fitrya. L2G050527. 2006. Poligami Dalam
Media Film Indonesia (Analisis Semiotika Roland
Barthes Film “Berbagi Suami”). Universitas
Padjadjaran Bandung. Pogram Pascasarjana Program
Studi Ilmu Komunikasi.
Evi, Euis Puspitasari. L2G01098. 2006. Pesan Dakwah Islam
dalam Cerpen (Analisis Semiotika Roland Barthes
dan Analisis Wacana Model Norman Fairclough
pada Cerpen Karya Helvi Tiana Rosa). Universitas
Padjadjaran Bandung. Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Komunikasi.
Listiani, Endri. L2G00096. 2002. Wanita Dalam Iklan
Televisi (Analisis Semiotik Roland Barthes tentang
Citra Wanita dalam Iklan Multivitamin “Supradyn”,
Detergen “Rinso”, Sabun “Lux”, dan Minuman
Berenergi “Lipovitan” di Indosiar Visual Mandiri).
Universitas Padjadjaran Bandung. Program

238
Pascasarjana Program Studi Ilmu Komunikasi.
Prasetya, Hendri. L2G02186. 2004. Konstruksi Realitas
Dalam Film (Analisis Framing-Semiotika Terhadap
Kasus Film “Blackhawk Down”. Universitas
Padjadjaran Bandung. Program Pascasarjana
Program Studi Ilmu Komunikasi.

Desertasi
Hermawan, Herry. L3G02002. Realitas Simbol Keislaman
Dalam Film Televisi(Suatu Kajian Teks Film Televisi
Takdir Ilahi Episode Ikhlas dan Rahasia Ilahi Episode
Jenazah Penuh Belatung di TPI Periode Juni &
Agustus 2005). Universitas Padjadjaran. Program
Pascasarjana Program Studi Ilmu Komunikasi.

Makalah
Sobur, Alex. Semiotika Dalam Tafsir “Harry Potter”.
Disampaikan dalam Seminar Ilmiah Intern
(SII) Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi
Universitas Islam Bandung. 24 Mei 2006.

Majalah
Servia, Chand Parwez.2008. Fenomena Film Sukses.
Majalah FFB Edisi Khusus 21TH The Festival Film
Bandung. Hal: 6.

239
Tabloid
Bintang. Minggu Ketiga Maret 2008 Tahun ke XVIII. Edisi
Ada Ayat-Ayat Cinta Antara Fedi Nuril (Fahri) dan
Carissa Puteri (Maria)Jakarta. PT. Citra Media Nusa
Purnama.
Bintang Indonesia, edisi 880 than XVII minggu kedua
maret 2008 hlm.8
Bintang, No. 882 tahun ke XVIII minggu keempat Maret
2008
Bintang Indonesia, edisi 883 tahun XVII minggu kelima
Maret 2008
Bintang Indonesia edisi 881 tahun XVII minggu ketiga
Maret 2008
Bintang Indonesia, edisi 881 tahun XVIII minggu ketiga
maret 2008 hlm.16
Nova Mingguan Berita Wanita. No. 1047/XXI 17-23 Maret
2008. Edisi Ayat-Ayat Cinta Ditonton 2,5 Juta Orang.
Jakarta. PT. Gramedia Majalah.
Nova, No. 1047/XXI, 17-23 Maret 2008 Nova
No.1049/XXI 31 Maret–6 April 2008

Media Internet
Ahmad. Ibu Matahari Kita. melalui http://alfatah.infopanti.
org/, akses Senin 23 Juni 2008.
An Nawawi, Imam.Hadist Mengenai Keikhlasan. Melalui

240
http://jalansunnah.wordpress.com/2008/10/22/
akses jumat 17 april 2009.
Al-Makassari, Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad. Ta’aruf
Syar’i, Solusi Pengganti Pacaran. melalui http://
asysyariah.com/ akses rabu 4 juni 2008.
Antara News. Ayat-Ayat Cinta dan Get Married
Raih Sembilan Nominasi. melalui
http://www.antara.co.id/arc/2008/4/3/ayat-ayat-
cinta-dan-get-married-raihsembilan nominasi-
ffb/03/04/08 21:30. akses Kamis, 8 Mei 2008.
Bmn_smartech. Iman Tagwa Sabar Ikhlas. melalui http://
indonetwork.or.id/ htm.akses 8 April 2009.
Data Penurunan Pemirsa Film Nasional, www.geocities.
com, akses Mei 2008.
Fathia, Kesalahan-Kesalahan Dalam Hal Pakaian
Laki-laki, melalui http://fathia27rhm.multiply.
com/reviews/item/76, akses Rabu 8 April 2009.
Irdy, Mati dengan Khusnul Khotimah, melalui http://
irdy74.multiply.com/reviews/item/38, akses rabu 8
April 2009.
Kapanlagi.Com. SBY Menonton Ayat-Ayat Cinta, melalui
h t t p : / / w w w. k a pa n l a g i . c o m / h / 0 0 0 0 2 2 0 1 8 7 .
html. akses Senin, 28 Maret 2008.
KapanLagi.com. Ayat-Ayat Cinta Mulai di Putar
di Malaysia, melalui http://www.kapanlagi.
com/h/0000225876.html 01 Mei 2008 13:38. Akses
Kamis, 8 Mei 2008.

241
Kepres No. 25/1999 “Hari Perfilman Nasional”
www.republika .com, akses 10
Maret 2008.
Kemuslimahan BDM Al Hikmah UM.
Bunga Impian yang Terjaga melalui
www.google.com, akses Rabu, 8 April 2009.
Maulan, Rikza. Makna Sabar. Melalui http://www.
eramuslim.com/syariah/tafsirhadits/makna-sabar.
htm, akses rabu 8 April 2009.
Uwes Fatoni, Menyambut Booming Film Ayat-Ayat Cinta,
kanguwes.wordpress.com/2008/02/22/menanti-
film-dakwah-berkualitas/ - 32k -, akses 10 Maret
2008.
www.ayatayatcintathemovie.com. Skenario
Film Ayat-Ayat Cinta. akses Januari
2008.

242
GLOSARIUM

Argument Tanda yang langsung memberikan alasan


tentang sesuatu.
Benda apa saja yang dihasilkan oleh kecer-
dasan manusia.
Bahasa Tubuh Gerakan tubuh manusia yang dapat memiliki
berbagai makna berdasarkan konteks ruang
dan waktu yang melingkupinya.
Dakwah Seruan, panggilan, atau undangan untuk
melakukan kebaikan dan menuruti petunjuk,
menyuruh berbuat kebajikan dan melarang
perbuatan munkar yang dilarang oleh Allah
SWT dan Rasul-Nya agar manusia mendapat-
kan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
Denotatif Makna primer dari sebuah tanda
Dicent sign/ Tanda sesuai dengan kenyataan. Misal-
Dicisign nya, jika pada suatu jalan sering terjadi ke-
celakaan, maka di tepi jalan tersebut dipa-
sang rambu lalu lintas yang menyatakan
bahwa di sana sering terjadi kecelakaan.
Eksternalisasi Proses menyebarkan realitas sosial/pengeta-
huan dari individu ke individu atau kelompok
di luar dirinya
Film Penyajian gambar melalui layar lebar
Ikon Hubungan antara tanda dan objek atau acu-
an yang bersifat kemiripan; misalnya potret
dan peta.

243
Indeks Tanda yang menunjukkan adanya hubun-
gan yang alamiah antara tanda dan petanda
yang bersifat kausal atau hubungan sebab-
akibat, atau tanda yang langsung mengacu
pada kenyataan. Contoh yang paling jelas
ialah asap sebagai tanda adanya api.
Internalisasi Proses seorang individu dalam “menyerap”
realitas sosial yang datang dari luar dirinya

Jarak Intim Jarak ketika gambaran suatu organisme tam-


pak begitu jelas
Jarak Pribadi Jarak antara organisme dalam suatu pola in-
teraksi tertentu yang berupaya dipertahank-
an dari organisme-organisme lainnya
Jarak Publik Zona jarak paling luas yang hanya ada pada
kehidupan manusia
Jarak Sosial Jarak psikologis yang mulai menggelisahkan
organisme jika ia melampaui batasnya

Konotatif Makna tidak eksplisit atau sekunder dari se-


buah objek
K o n s t r u k s i Ide yang dibangun manusia melalui ilmu
Realitas pengetahuan, pengalaman, dan mitos

Mitos Istilah lain yang dipergunakan oleh Roland


Barthes untuk ideologi. Mitologi ini meru-
pakan level tertinggi dalam penelitian se-
buah teks, dan merupakan rangkaian mitos
yang hidup dalam sebuah kebudayaan.
Objektivasi Proses ketika realitas sosial dianggap seb-
agai suatu hal yang berada di luar individu

244
Parabahasa Aspek-aspek suara selain ucapan yang dapat
dipahami, seperti misalnya kecepatan ber-
bicara, nada (tinggi atau rendah), intensitas
(volume) suara, intonasi, dialek, suara ter-
putus-putus, suara gemetar, suitan, siulan,
tawa, erangan, tangis, gerutuan, gumaman,
desahan dan sebagainya
Pesan Non- Suatu pesan yang disampaikan tanpa kata-
verbal kata atau selain dari kata yang dipergunakan.

Pesan Verbal Suatu pesan yang disampaikan dengan


menggunakan kata-kata yang dilancarkan
secara lisan maupun tulisan.
Pseudoworld Citra dunia yang keliru atau pulasan
Representasi Merujuk pada bagaimana seseorang, suatu
kelompok, gagasan, atau pendapat tertentu
ditampilkan dalam suatu pesan media, baik
dalam bentuk pemberitaan maupun wacana
media lainnya
Rheme Tanda yang memungkinkan orang menaf-
sirkan berdasarkan pilihan. Misalnya, orang
yang matanya merah dapat saja menanda-
kan bahwa orang itu baru menangis, atau
menderita penyakit mata, atau mata dimasu-
ki insekta, atau baru bangun, atau ingin tidur.
Second Hand Realitas yang dikonstruksi berdasarkan ke-
Reality pentingan media massa
Semiotika Teori tentang tanda dan penandaan.
Sign (Tanda) Sesuatu yang melekat pada objek yang
menunjukkan kapasitasnya

245
Signification Hubungan antara keberadaan fisik tanda dan
konsep mental
S i g n i f i e d Gambaran mental atau konsep sesuatu dari
(Penanda) signifier
Signifier (Pet- Bunyi atau coretan yang bermakna
anda)
Simbol Tanda yang menunjukkan hubungan ala-
miah antara penanda dengan petandanya.
Hubungan di antaranya bersifat arbitrer atau
semena, hubungan berdasarkan konvensi
(perjanjian masyarakat).

246
INDEKS
Gamble 2
A
H
Artefak, 35
Habiburrahman El Shirazy 90, 92,
B 102
Hanung Bramantyo 91, 92, 94, 100,
Bahasa Tubuh 27 102, 119, 186, 187, 190, 193,
Berger 67, 69, 74, 83, 84, 229 195, 198, 200, 202, 204, 207,
209, 212, 214, 215, 223, 228
C
Cangara 1
J
Cartoon Film 4 Jarak Intim 31
Charles Sander Pierrce 72 Jarak Pribadi 30, 32
Jarak Publik 32
D Jarak Sosial 32, 33
dakwah xiv, xv, xvi, xvii, 1, 8, 9, 10,
13, 75, 84, 91, 109, 110, 112,
K
113, 115, 119, 122, 123, 126, komunikan 2
131, 133, 138, 141, 144, 147, Komunikasi Massa ix, 6, 229
150, 153, 157, 161, 165, 171, komunikator 2
173, 175, 176, 177, 178, 179, konotatif xvi, 70, 82, 83, 84, 112,
180, 181, 182, 183, 184, 186, 115, 121, 122, 126, 131, 133,
187, 189, 191, 192, 194, 195, 138, 141, 144, 147, 150, 153,
198, 199, 200, 201, 202, 203, 157, 161, 165, 171
204, 205, 207, 208, 209, 210, konstruksi realitas xvi, 183
212, 213, 214, 215, 237
decoding 8 M
denotatif xvi, 83, 84, 112, 115, 121
MD entertainment xvi
Documentary Film 4
MD Entertainment 89, 99
F Miles Production 12
Mira Lesmana 12, 102
Feature-Length Films 4 mitos xvi, 82, 83, 84, 110, 122, 172,
Fedi Nuril 93, 101, 102, 234 176
Festival Film Indonesia 12, 13, 94
film religi xiv, xvii, 89 N
G News Reel 4
nonverbal xiii, xiv, xv, xvi, 27, 72,

247
75, 84, 109, 110, 112, 115, Triangulasi 115, 116
122, 157, 161, 165, 171, 173, TV Commercial 5
175, 181, 182, 183, 205, 208,
210, 215 U
N.V. Java Film Company 10 Umberto Eco 69, 72
P V
Parabahasa 29 verbal xiii, xiv, xvi, 27, 28, 75, 84,
Penanda 25, 77, 84, 115, 123, 127, 109, 110, 112, 115, 122, 123,
132, 135, 139, 142, 145, 148, 126, 131, 134, 138, 141, 144,
151, 155, 158, 162, 163, 167 147, 150, 153, 173, 176, 177,
Petanda 25, 84, 124, 128, 132, 135, 178, 179, 180, 183, 194, 199,
140, 143, 146, 149, 151, 155, 201, 203, 213
159, 168
public service announcement 5

R
representasi xv, xvi, 75, 92, 109,
126, 131, 138, 141, 144, 147,
150, 153, 157, 161, 165, 171,
183, 186, 189, 192, 195, 198,
200, 202, 204, 207, 209, 212,
214, 215
Riri Reza 12
Roland Barthes 75, 76, 77, 82, 109,
115, 183, 230, 233

S
semiologi 71, 75, 76, 82
semiotik xv, xvi, 69, 89, 113, 115,
172
semiotika xvi, 69, 70, 71, 75, 76, 77,
89, 109, 115, 122, 176, 183
Short Films 4
sign 67, 70, 72, 74
signifcation 68
signified 67, 81, 176
signifier 25, 67, 81, 176
Story Film 3
Sumarno 2, 232

248
WAWANCARA DENGAN
4 (EMPAT) NARA SUMBER

Hanung Bramantyo, Prof. Dr. Miftah Faridl,


Sutradara lm Ayat-Ayat Cinta Ketua Umum MUI Bandung/

Edi D. Iskandar, Dr. Jalaluddin Rakhmat,


Pengamat Film Bandung Pakar Ilmu Komunikasi dan
Ahli Dakwah

249
TENTANG
PENULIS
Sri Wahyuningsih kerap disapa
“Naning”, lahir di desa Remen
Kecamatan Jenu Kabupaten
Tuban Provinsi Jawa Timur,
tanggal 02 Maret 1978. Saat ini
berusia 40 tahun. Memulai
karirnya sejak bulan Desember
tahun 2003 sampai sekarang
sebagai dosen PNS pada jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Budaya (FISIB) di Universitas Trunojoyo
Madura (UTM). Menjadi Ketua Prodi Ilmu Komunikasi
Tahun 2012 sampai 2014, menjadi Anggota Senat Fakultas
Tahun 2012 sampai 2014. Saat ini sebagai Ketua Yayasan
Insan Teladan Remen (YAINTAN) yang bergerak di bidang
Pendidikan, Agama, dan Sosial berpusat di kota Tuban.
Minat yang didalami pada kajian Psikologi Komunikasi
dan Komunikasi Kesehatan hingga menghantarkan dia
pada Jabatan Fungsioanal Lektor Kepala dengan bidang
keahlian Psikologi Komunkasi. Ia menyelesaikan
pendidikan S1 di Jurusan Ilmu komunikasi FISIP Universitas
Muhammadiyah Malang (Maret 2001) dengan gelar S.Sos.
Tahun 2009 bulan Juli, ia menyelesaikan S2 di Jurusan Ilmu

250
Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung dengan
gelar M.Si. Tahun 2019 ia menyelesaikan S3 di Jurusan
Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung dengan
gelar Dr. Aktif dalam menulis jurnal Nasional maupun
jurnal Internasional, Tahun 2015 menulis “On Intrapersonal
Communication Based On Green Living Building Coastal
and Rural Environment” di Australian Journal of Basic and
Applied Sciences dengan indeks Router Thomson, Tahun
2010 menulis “Kegagalan Komunikasi dan Solusinya
Dalam Meningkatkan Organisasi Secara Efektif” di Jurnal
Observasi Kajian Komunikasi dan Informatika terakreditasi
LIPI, Tahun 2014 “ Kearifan Budaya Lokal Madura Sebagai
Media Persuasif” di Jurnal Sosio Didaktika, Tahun 2014
menulis “Motif pelaku Aborsi di kalangan Remaja dan
Solusinya” di Jurnal Paralella, Tahun 2014 menulis “Nilai-
Nilai Spritual Islam Dalam Sebuah Film Cerita” di Jurnal
Syaikhuna, Tahun 2011 menulis “Sensasi Youtube dan
Popularitas” di Jurnal Ragam Komunika, Tahun 2015
menulis “Representasi Pesan-Pesan Dakwah dalam Film
Indonesia” di Jurnal Karsa terakreditasi Dikti, Tahun 2015
menulis “Teori Katarsis dan Perubahan Sosial” di Jurnal
Komunikasi, Tahun 2017 menulis “Self Disclosure Pengguna
Facebook” di Jurnal Ilmu Komunikasi dan Bisnis, Tahun
2019 menulis Aktivitas Komunikasi Terapeutik Tenaga
Kesehatan Bagi Pasien ODGJ Pasca Pasung di Desa
Wonorejo, dan masih banyak karya-karya yang ditulis
dalam jurnal. Aktif juga sebagai Pemakalah pada Seminar
Nasional maupun seminar Internasional dengan beberapa
karyanya Tahun 2015, Representasi Transgender dalam

251
Media Film “lovely Man” (Analisis Semiotika Roland
Barthes dan Pendekatan Psikoanalisa), Tahun 2015
“Idealisme Creator Film Animasi Dalam membangun
Karakter Anak bangsa”, Tahun 2012 “Merosotnya Karakter
Nasionalisme Akibat Serangan media (Perspektif Islami
dan Teori Komunikasi Massa)”, Tahun 2018 “Phenomenology
of Paramedics in Therapeutic Communication to
Schizophrenic Patients”, Tahun 2018 Telepsychiatry dalam
Komunikasi Terapeutik Pada Pasien Skizofrenia Hebefrenik,
dan masih banyak tulisan prosiding yang disampaikan
dalam Seminar Nasional maupun Internasional. Karya
Buku yang dihasilkan Tahun 2012 Desain Komunikasi
Visual, Tahun 2013 Metode Penelitian Studi Kasus (Konsep,
teori Pendekatan Psikologi komunikasi dan Contoh
Penelitiannya). Menulis di Media Cetak diantaranya
“Kredibilitas Elite Politik Dalam Pilkada” Radar Bojonegoro
Jawa Pos 2015, Berselisih Karena Insting Libido dan
Thanatos, Tabloid Posmo 2016, “ODGJ Aku Punya Hak
Pilih” Radar Bojonegoro di Jawa Pos 2018. Aktif juga dalam
menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang lain
melakukan kegiatan Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
yang didanai Dikti maupun Mandiri. Koresponden lebih
jauh silahkan kontak melalui email: naningunijoyo@
yahoo,com/HP: 085203772328. Terima Kasih

252
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai