Anda di halaman 1dari 11

MODUL 3

ELEMEN MESIN 2
Coupling dan Clutch

Dr. Ir. Viktor Malau, DEA., IPU., ASEAN Eng.

Departemen Teknik Mesin dan Industri


Fakultas Teknik – Universitas Gadjah Mada
2020
KOPLING MESIN

1. Pendahuluan
Kopling merupakan elemen mesin yang digunakan untuk menyambung dua buah
poros (satu poros penggerak/input dan yang satu lagi yang digerakkan/output) sehingga
putaran/tenaga poros input dapat diteruskan ke poros output dengan aman.
Pembagian Kopling
a. Kopling tetap: poros output langsung terhubung dengan poros input sehingga
poros output langsung berputar mengikuti putaran poros input,
b. Kopling tidak tetap: poros output tidak langsung terhubung dengan poros input
(ada mekanisme untuk menghubungkannya).

Contoh Kopling Tetap (rigid coupling)


a. Kopling Flens b. Kopling Seller c. Kopling Ribbed

Gambar 1. Kopling tetap

Contoh Kopling Tidak Tetap (clutch)


a. Kopling cakar (jaw clutch)
b. Kopling gesek rata (plate clutch)
c. Kopling gesek kerucut (cone clutch)
d. Kopling friwil: hanya dapat meneruskan tenaga pada satu arah putaran saja.

Gambar 2. Square-jaw dan overload-release clutch

1
Gambar 3. Kopling gesek rata dan kopling gesek konis

2. Gaya dan Torsi pada Kopling Tidak Tetap


Salah satu contoh kopling tidak tetap adalah kopling gesek, dimana gaya dan torsi
dipindahkan lewat bidang gesek kopling. Bidang gesek kopling menggunakan kanvas
kopling dengan koefisien gesek tertentu. Gaya dan torsi (momen puntir) yang bekerja
pada kopling bersumber dari gaya dan torsi yang bekerja pada poros. Torsi yang
dipindahkan poros adalah
N
T  71620 (sistem Metrik)
n
dengan T = torsi (kg cm), N = tenaga (HP), n = putaran (rpm).
N
T  63000 (sistem British)
n
dengan T = torsi (lb in), N = tenaga (HP), n = putaran (rpm).
N
T  9,55  106 (sistem ISO)
n
dengan T = torsi (N mm), N = tenaga (kW), n = putaran (rpm).

Analisis gaya-gaya dan torsi yang bekerja pada bidang gesek kopling mengambil asumsi
tekanan merata atau keausan merata. Asumsi ini diambil untuk mempermudah
analisisnya. Kondisi aktual di lapangan, kombinasi antara tekanan merata dan keausan
merata, atau tekanan dan keausan merata tidak dicapai. Tekanan merata atau aus
merata belum tentu bisa dicapai untuk seluruh bidang kontak.
a. Kopling Gesek Rata
F = gaya dorong aksial
pa = tekanan pada bidang kontak
D = diameter luar bidang kontak
d = diameter dalam bidang kontak
f = koefisien gesek
T = torsi yang dipindahkan

Gambar 2-4. Kopling gesek rata

2
Tekanan merata
Gaya aksial (gaya tekan) pada bidang gesek kopling adalah

F pa ( D 2  d 2 )
4
dan torsi yang bekerja adalah
D/2
 f p
T  2 f p r ( D3  d 3 )
2
dr =
d /2
12

Hubungan antara torsi T dan gaya F dapat ditulis dalam bentuk

F f D3  d 3
T 
3 D2  d 2
Jika kopling menggunakan sejumlah i bidang gesek, maka tiap bidang gesek akan
T
memindahkan torsi sebesar Ti = dengan T merupakan torsi yang dipindahkan kopling,
i
besarnya sama dengan torsi yang dipindahkan poros.
Dengan demikian ukuran kopling (D dan d) akan berubah.

Keausan merata
D/2 D/2
 pa d
F  2p rdr =  pa d
d/2
 dr =
d /2
2
(D  d )

D/2 D/2
 f pa d
T  2 f p r dr =  f pa d  r dr = (D2  d 2 )
2

d /2 d /2
8
Hubungan antara torsi T dan gaya F dapat dinyatakan sbb.
F f
T  (D  d )
4
b. Kopling Gesek Konis
F = gaya dorong aksial
 = sudut konis (o)
p = tekanan kontak

Gambar 5. Kopling gesek konis (cone clutch)

3
Tekanan merata

Hubungan antara torsi T dan gaya F

Keausan Merata

Hubungan antara torsi T dan gaya F dinyatakan dengan

Contoh soal 1
Sebuah disk clutch dengan diameter luar bidang kontak D = 500 mm dan tekanan
maksimum 0,35 MPa. Kopling meneruskan daya 135 kW pada putaran 400 rpm.
Koefisien gesek pada bidang kontak f = 0,30. tentukan diameter terkecil dari bidang
kontak (d) dan gaya penekan (F).

Penyelesaian
D = 500 mm; p = 0,35 MPa = 0,35 N/mm2; tenaga N = 135 kW; n = 400 rpm.

N 135
T  9,55 x 106  9,55 x 106  3222787 ,5 N mm .
n 400

4
Tekanan merata T
12

π f pa 3

D  d 3  3222787,5 
π x 0,3 x 0,35
12

500 3  d 3 
5003 – d3 = 117239442,4 mm3.

d = 197,88 mm ≈ 198 mm.

Gaya penekan (F)

F =
π
4

pa D2  d 2 
π
4
  
x 0,35 500 2  198 2  57945,58 N.

Keausan merata T
π f pa
8
 
d D 2  d 2  3222787,5 
π x 0,3 x 0,35
8

d 500 2  d 2 
78159628,34 = 250 000 d – d3.

d dicari dengan metode trial and error: d = 250,079 mm ≈ 250 mm.

Gaya penekan (F)


π π
F = p a d D  d   x 0,35 x 500  250   34361,25 N.
2 2

Contoh soal 2
Sebuah kopling kerucut digunakan pada suatu mesin dengan daya maksimum 40 HP
pada putaran 1250 rpm. Sudut puncak kerucut  = 12,5 o. Diameter terbesar bidang
kontak = 35 cm dengan koefisien gesek f = 0,20. Tekanan normal pada permukaan
kerucut p = 0,85 kg/cm2.
Tentukan: a). Gaya penekan aksial pada poros
b). Lebar permukaan bidang kontak
c). Diameter poros yang digunakan dengan tegangan geser diijinkan sebesar
600 kg/cm2.
Penyelesaian
Daya N = 40 HP; n = 1250 rpm; sudut puncak kerucut  = 12,5 o; f = 0,20;
tekanan p = 0,85 kg/cm2.
N 40
Torsi yang dipindahkan T  71620  71620  2291,84 kg cm .
n 1250
Tekanan merata

T
π f pa
12 sin 
D3  d3   2291,84  35  d3 
π x 0,20 x 0,85 3
12 sin 6,25o
2291,84 = 0,4088 (42875 – d3)
d = 33,4 cm

5
Gaya penekan F =
π
4

pa D2  d 2 
π
4
 
x 0,85 352  33,42  73,06 kg.

(D  d)/2 Dd
sin  = atau X 
X 2 sin α
Dd 35  33,4
X   7,3484 cm .
2 sin α 2 sin 6,25o
Keausan merata

d D2  d 2   2291,84  d 352  d 2 


π f pa π x 0,20 x 0,85
T
8 sin  8 sin 6,25o

2291,84 = 0,6132 d( 1225 – d2).


0,6132 d3 – 751,17 d + 2291,84 = 0
d dapat dicari dengan metode trial and error: d = 33,4 cm.
Gaya penekan (F)
π π
F = p a d D  d   x 0,85 x 33,4 35  33,4  71,3518 kg.
2 2
Dd 35  33,4
X   7,3484 cm .
2 sin α 2 sin 6,25o

Diameter poros (dp) d 3p 


16
K m M2  K t T 2 dengan M = 0, Km = Kt = 1.
πτ
16 16
d 3p  T = x 2291,84 .
πτ π x 600
dp = 2,6892 cm ≈ 27 mm.

3. Gaya dan Torsi pada Kopling Tetap


Kopling tetap beroperasi tidak menimbulkan kerja gesekan pada bidang kontak
kopling. Kopling biasanya menggunakan alat penyambung berupa baut untuk mengikat
flens sebelah kiri dan flens sebelah kanan. Tenaga poros diteruskan ke salah satu flens
dan flens ini akan memindahkan tenaga ke baut-baut pengikat. Baut-baut pengikat ini
akan meneruskan tenaga yang diterimanya ke flens lainnya. Alat penghubung antara
flens dengan porosnya digunakan pasak.

6
Jumlah baut yang digunakan tergantung pada besarnya tenaga yang harus
dipindahkan oleh kopling. Jumlah baut minimal dua buah (pada posisi atas dan bawah)
agar pembebanan merata pada kopling.
Jumlah baut bisa ganjil atau genap dan posisinya pada flens diatur sedemikian rupa agar
pembebanan merata pada kopling.

baut

alur pasak Dh

flens

Gambar 6 Kopling tetap

Flens kopling biasanya sudah ada ukuran standar umum. Baut yang digunakan biasanya
dirancang untuk menahan gaya geser saat bekerja dan perhitungan tentang gaya-gaya
geser pada baut dapat dilihat pada sambungan mur-baut yang telah dibahas
sebelumnya. Demikian juga dengan pasak, pasak yang digunakan umumnya pasak
memanjang, dan hal ini sudah dibahas pada sambungan pasak.

baut
Rh Rh = radius posisi baut
flens Rh = ½ Dh
poros
Jumlah baut pengikat = i

Dh

Gambar 7. Lokasi baut pengikat


N
Torsi yang dipindahkan poros adalah T  71620 (sistem Metrik). Torsi ini akan
n
dipindahkan ke flens kopling sehingga T = Fh . Rh, dengan Fh merupakan gaya
tangensial pada posisi atau jarak Rh dari pusat poros. Gaya Fh akan dibagi secara merata
oleh i jumlah baut. Dengan demikian gaya yang bekerja pada tiap baut adalah F = Fh/i.
atau dapat ditulis dengan persamanan

T N
71620
Fh Rh T n 71620 N
F  = = = =
i i i . Rh i . Rh n .i . Rh

63000 N 9,55 10 6 N


Untuk sistem British berlaku F  atau F (sistem ISO).
n .i . Rh n . i . Rh

7
Gaya yang bekerja pada tiap baut sebesar F digunakan untuk menghitung diameter
masing-masing baut. Jika tegangan geser diijinkan untuk bahan baut adalah  s , maka

diameter baut dapat dihitung dengan rumus

 4F
Fbaut = F  d o2  s atau do 
4  s
dengan do = diameter luar baut.
Rumus di atas digunakan dengan asumsi (untuk perancangan diameter baut ) bahwa
baut menerima gaya geser murni. Kondisi aktual di lapangan akan berbeda, baut
menerima gaya geser dan gaya tarik secara bersamaan. Gaya tarik timbul pada saat mur
dikencangkan dengan menggunakan kunci mur. Besar gaya tarik pada baut sudah
dibahas pada sambungan mur-baut.

Contoh soal 3
Sebuah kopling tetap menggunakan 6 buah baut dengan tegangan geser diijinkan 600
kg/cm2. Poros memindahkan tenaga 100 HP pada putaran 500 rpm. Diameter Dh = 250
mm seperti pada Gambar 7. Tentukan diameter baut yang digunakan.
Penyelesaian:
i = 6,  s = 600 kg/cm2, N = 100 HP, n = 500 rpm, Dh = 250 mm.

Rh = Dh/2 = 125 mm = 12,5 cm.


71620 N 71620  100
Gaya tiap baut F = = = 190,99 kg.
n .i . Rh 500  6 12,5

4F 4 190,99
Diameter luar baut do = = = 0,6368 cm = 6,368 mm.
 s   600
Diameter baut do  7 mm atau M7 yaitu baut Metrik dengan diameter luar = 7 mm.

Contoh soal 4
Sebuah kopling tetap menggunakan 5 buah baut dengan tegangan geser diijinkan 4500
psi. Poros memindahkan tenaga 120 HP pada putaran 300 rpm. Diameter Dh = 30 in
seperti pada Gambar 7. Tentukan diameter baut yang digunakan.
Penyelesaian:
i = 5,  s = 4500 psi = 4500 lb/in2, tenaga N = 120 HP, n = 300 rpm,

Dh = 30 in  Rh = Dh/2 = 15 in.
63000 N 63000  120
Gaya tiap baut F = = = 336 lb.
n .i . Rh 300  5 15
4F 4  336
Diameter luar baut do = = = 0,3084 in
 s   4500

8
5
Diameter baut do  0,3125 in atau W yaitu baut Withworth dengan diameter
16
luar = 5/16 in.

Contoh soal 5
Sebuah kopling tetap menggunakan 4 buah baut dengan tegangan geser diijinkan 60
MPa. Poros memindahkan tenaga 75000 W pada putaran 425 rpm. Diameter Dh = 275
mm seperti pada Gambar 7. Tentukan diameter baut yang digunakan.
Penyelesaian:
i = 4,  s = 60 MPa = 60 N/mm2, tenaga N = 75000 W = 75 kW, n = 425 rpm,

Dh = 275 mm  Rh = Dh/2 = 137,5 mm.

9,55 10 6 N 9,55 106  75


Gaya tiap baut F = = = 2893,94 newton.
n . i . Rh 450  4 137,5
4F 4  2893,94
Diameter luar baut do = = = 7,8385 mm
 s   60
Diameter baut do  8 mm atau M8 yaitu baut Metrik dengan diameter luar = 8 mm.

Soal-soal QUIZ
1. Sebuah motor diesel dengan tenaga 120 HP pada 1250 rpm digunakan untuk
menggerakkan generator listrik. Poros motor dan poros generator dihubungkan
dengan kopling flens (kopling tetap). Flens diikat / dikunci dengan menggunakan 4
buah baut. Baut terbuat dari baja dengan tegangan tarik diijinkan = 1200 kg/cm2 dan
tegangan geser diijinkan = 950 kg/cm2. Baut dianggap hanya mengalami gaya geser.
Tentukan diameter tiap baut yang digunakan.

2. Sebuah kopling gesek rata mempunyai diameter D = 520 mm dan tekanan maksimum
= 0,3 MPa. Kopling meneruskan tenaga 140 kW pada putaran 350 rpm. Koefisien
gesek pada bidang kontak f = 0,27. Tentukan diameter terkecil (d) dari bidang kontak
dan gaya penekan (F).
3. Sebuah kopling gesek konis dipasang pada suatu mesin dengan daya maksimum 50
HP pada putaran 1000 rpm. Sudut puncak kerucut  = 13,5o. Diameter terbesar dari

9
bidang kontak adalah 38 cm dengan koefisien gesek f = 0,25. Tekanan normal pada
permukaan kontak p = 0,95 kg/cm2. Hitunglah:
a. Gaya penekan aksial pada poros (F)
b. Lebar permukaan bidang kontak
c. Diameter poros yang digunakan dengan tegangan geser diijinkan dari bahan
poros sebesar 600 kg/cm2.
4. Sebuah kopling gesek konis mempunyai diameter paling kecil dan diameter paling
besar 12 dan 14 cm. Sudut puncak konis 30o dan koefisien gesek 0,25. Tekanan
kontak 1,6 kg/cm2.
a. Tentukan gaya aksil yang bekerja pada kopling
b. Tenaga yang dipindahkan bila kopling mempunyai putaran 1000 rpm.
5. Kopling gesek konis dengan diameter efektif rata-rata 75 mm mempunyai sudut
puncak konis 30o. Koefisien gesek 0,30. Tentukan torsi yang dipindahkan untuk
mendapatkan gaya tekan aksial 180 N.

Buku Referensi
Black, P. H., Adams, O. E., 1968, Machine Design, Intemational Student Edition,
McGraw-Hill Kogakusha, Ltd, Tokyo.
Deutcshman, A. D., Michels, W. L., Wilson, C. E.,1975, Machine Design, Theory and
Practice, Macmillan Publishing Co., New York.
Dobrovolsky,Y., Machine Elements, Foreign Languages Publishing House, Moscow.
Malau, V., Diktat Elemen Mesin 1 dan 2, Departemen Teknik Mesin dan Industri UGM
Malev, V. L., Machine Design, Third Edition, International Textbook Company,
Pennsylvania, USA.
Shigley, J. E., 1977, Mechanical Engineering Design, Third Edition, McGraw Hill
Kogakusha, Tokyo.
Spotts, M. F., 1978, Design of Machine Elements, Prentice-Hall of India Private Limited,
New Delhi.
Sularso, Suga, K., 1979, Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin, Cetakan
kedua, PT. Pradnya Paramita Jakarta.

10

Anda mungkin juga menyukai