Anda di halaman 1dari 10

Penyelesaian Konflik Pengurus Air Komplek Rama Biru dengan Warga Komplek Bumi

Langgeng Berbasis Model Intervensi Pihak Ketiga


Oleh: Yuliani
NIM:3220320004
Email: yuliani@uinsgd.ac.id

ABSTRAK
Air merupakan sumber penting bagi seluruh kehidupan di dunia. Penguasaan sumber
daya air oleh pihak-pihak tertentu menjadi salah penyebab munculnya konflik. Ini dapat
terjadi ketika ada perbedaan kepentingan di antara pengelola dengan konsumen. Salah satu
contohya konflik yang terjadi antara pengurus air RW 25 di Komplek Perumahan Rama Biru
Asri dengan pengelola Banyu Hurip sebagai rekanan dalam penyaluran air kepada konsumen
air yang merupakan sebagian warga Komplek Bumi Langgeng Desa Cinunuk Kecamatan
Cileunyi Kabupaten Bandung. Penyelesaian konflik tersebut menggunakan model intervensi
pihak ketiga, yaitu negosiasi, arbitrasi, dan mediasi, yang acap kali ditambah lagi dengan
konsoliasi.

Kata kunci : konflik, intervensi, negosiasi, arbitrasi, mediasi, konsiliasi

PENDAHULUAN

Pada dasarnya, manusia tidak bisa menghindarkan diri dari berbagai konflik. Konflik
pada umumnya terjadi karena ada perbedaan-perbedaan dalam kehidupan, seperti perbedaan
jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, suku, agama, kepercayaan, budaya,
ideologi, aliran politik, dan yang lainnya. Selama perbedaan tersebut ada, maka konflik tidak
bisa dihindarkan dari kehidupan manusia.
Air merupakan sumber daya alam yang sangat berguna dan paling potensial dalam
kehidupan manusia serta mahluk hidup lainnya sehingga dapat dikatakan bahwa air
merupakan sumber kehidupan di bumi, dimana kebutuhan akan air terus meningkat dari
waktu ke waktu
Penguasaan sumber daya air oleh pihak-pihak tertentu menjadi hal yang banyak
dijumpai di Indonesia. Banyak sumber-sumber mata air yang menjadi penopang hidup dan
aktivitas masyarakat justru dikuasai lalu dikelola oleh pihak swasta saat ini. Pengelolaan air
oleh pihak swasta ini dapat dibuktikan melalui data banyaknya perusahaan air swasta yang
beroperasi di Indonesia, termasuk salah satunya pengelolaan air oleh seksi air bersih dalam
struktur organisasi RW 25 di Komplek Perumahan Rama Biru Asri Desa Cinunuk Kecamatan
Cileunyi Kabupaten Bandung.
Penguasaan air oleh pihak swasta ini juga merupakan salah penyebab munculnya
konflik. Ini dapat terjadi ketika ada perbedaan kepentingan di antara pengelola dengan
konsumen. Salah satu contohya konflik yang terjadi antara pengurus air RW 25 di Komplek
Perumahan Rama Biru Asri dengan konsumen air sebagian warga Komplek Bumi Langgeng
Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriftif dengan
pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi dokumen, observasi dan
melakukan wawancara mendalam.

PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa konflik yang terjadi antara pengelola air RW 25
Komplek Perumahan Rama Biru Asri dengan konsumen air sebagian warga Komplek Bumi
Langgeng Desa Cinunuk Kecamatan Cileunyi Kabupaten Bandung, terutama dengan pihak
pengelola air yang menjadi rekanan dalam pengelolaan air tersebut berawal ketika pihak
pengelola air RW 25 Komplek Perumahan Rama Biru Asri akan membuat sumber air baru
dengan alasan khawatir air tidak akan mencukupi bagi para konsumen karena bertambahnya
konsumen baru yang berada di wilayah Komplek Rama Biru Asri, yaitu Perumahan Akusara.
Untuk pembuatan sumber air ini menurut pihak pengebor yang membuat sumber air baru ini
harus mendapat izin tertulis dari warga sekitar pengeboran air tersebut.
Menindaklanjuti hal tersebut maka para pengelola air Rama Biru mengundang tokoh-
tokoh warga konsumen air yang dianggap mewakili warga yang berada di sekitar pengeboran
air baru tanpa mengundang rekanan penyaluran air yang biasa bekerja sama untuk
mengalirkan air ke warga Komplek Bumi Langgeng yang ada di RT 01 dan menjadi
konsumen air dari Rama Biru. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa izin ini hanya
kepada warga yang berdekatan dengan tempat pengeboran baru.
Hasil musyawarah warga dengan pengurus air Rama Biru, salah satunya adalah
meminta kompensasi jalur air baru khusus untuk warga RT 01 RW 22 Cinunuk yang berada
sangat dekat dengan tempat pengeboran air baru. Selain itu juga karena warga RT 01 ini
sudah merasa tidak nyaman dengan pengurus air yang merupakan rekanan dalam penyaluran
air dari Rama Biru ke warga yang ada di RT 01 RW 22 Komplek Bumi Langgeng Cinunuk
dan ini disetujui oleh pihak pengurus air Rama Biru.
Hal inilah yang kemudian menyebabkan pihak pengurus air Bayu Hurip yang
merupakan rekanan dalam penyaluran air ke warga Komplek Bumi Langgeng menjadi marah
karena tidak dilibatkan dalam musyawarah tersebut serta merasa konsumennya akan
berkurang. Inilah yang menjadi awal mula dari konflik tersebut.
Menanggapi peristiwa ini maka pihak pengurus air Rama Biru melakukan mediasi
untuk menjembatani keinginan warga RT 01 yang ingin lepas dan membuat jalur baru dengan
pengelolanya pihak RT dengan pihak pengurus air Bumi Langgeng yaitu Banyu Hurip yang
dimanageri Bapak Adang Lala. Dalam mediasi tersebut, menurut Bapak RW 25 diperoleh
kesepakatan bahwa pihak pengurus air Bayu Hurip yang diwakili oleh Andri putra Bapak
Adang Lala bersedia melepaskan warga RT 01 Komplek Bumi Langgeng untuk tidak menjadi
konsumen mereka. Namun keesokan harinya, Bapak Usep, RW 25 Cinunuk ditelepon oleh
Bapak Kepala Desa yang menanyakan tentang kericuhan air Rama Biru sehingga dapat
disimpulkan bahwa islah yang dilakukan gagal. Ketika hal ini dikonfirmasi kepada Andri
mengenai pertanyaan Pak Kades berujung dengan demo yang dilakukan oleh pihak pengurus
air Bayu Biru, Andri dan kawan-kawan termasuk menghadirkan pengacara, terhadap
pengurus air Rama Biru yang dalam hal ini langsung kepada Ketua RW 25 yang telah
mengalirkan air kepada warga dalam waktu yang dekat. Mereka meminta air yang telah
dialirkan ke warga RT 01 ditutup dan akan dibuka kembali setelah pengeboran sebagai
kompensasi.
Setelah insiden tersebut, Pak RW 25 beserta jajarannya diminta untuk bertemu oleh
Pak Kades untuk melakukan MoU antara pihak pengurus air Rama Biru dengan pihak
pengurus air Bumi Langgeng yang diwakili oleh Pak Galih sebagai pengacara. Namun hal ini
ditolak karena menurut Pak RW 25 MoU ini harus dirundingkan dulu dengan warga RW 25
karena beliau hanya sebagai pegang mandat. Hal ini membuat gusar pengacara tersebut.
Esok harinya Pak Kades menelepon dan mengatakan bahwa pengacara pihak
pengurus Bayu Hurip akan membayar tagihan utang kepada bendahara air Rama Biru yang
seharusnya dibayar pada tanggal 20 April 2023 sebesar Rp 6.811.000,00. Namun sampai
tanggal 30 April pihak pengelola air Banyu Hurip belum kunjung juga membayar walaupun
menggunakan surat tagihan secara tertulis atas permintaan pengacara pengelola air Banyu
Hurip. Adapun isi dari surat tagihan tersebut menyatakan bahwa apabila tidak dilakukan
pembayaran sampai tanggal 30 April 2023 maka akan dilakukan pemutusan air sampai
dilakukan pembayaran.
Menanggapi surat tagihan tersebut, reaksi pihak pengelola air Banyu Hurip malah
memberikan surat somasi yang menyatakan bahwa pihak pengurus air Rama Biru telah
melakukan pemerasan. Menanggapi hal tersebut maka pihak pengurus air Rama Biru pun
sepakat, karena pengelola air Banyu Hurip tidak mau bayar akhirnya dilakukan pemutusan
saluran air.
Dari sejak diputuskannya saluran air terhitung tanggal 1 sampai dengan 3 Mei 2023
dari pihak pengelola air Banyu Hurip maupun warga Komplek Bumi Langgeng tidak ada
respon apa-apa sehingga mengundang kecurigaan dari pihak pengurus air Rama Biru bahwa
saluran air telah dibuka secara ilegal dengan melakukan pengrusakan terhadap alat-alat
penyaluran air, dan ini terbukti pada keesokan harinya. Hal tersebut dianggap sebagai
pencurian air oleh pihak pengelola air Banyu Hurip sehingga pihak pengelola air menutup
kembali saluran air tersebut dengan dihadiri oleh petugas Babinmas.
Merespon hal tersebut, pihak pengelola air Banyu Hurip membuat somasi yang kedua
sebelum berikutnya melaporkan kepada pihak kepolisian yang isinya menyatakan bahwa
pihak pengurus air Rama Biru telah melakukan pengrusakan jalur air.
Kemudian pengurus air Rama Biru dipanggil ke kepolisian untuk dimintai keterangan
terkait dengan laporan dari pihak pengelola air Banyu Hurip. Menanggapi panggilan ini, Pak
Usep selaku RW 25 dan ketua kepungurusan air berkonsultasi dengan Kepala Desa Cinunuk
dan Babinmas termasuk kepada Pak Arif yang merupakan salah satu anggota Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia. Hasil konsultasi tersebut Pak Usep merasa optimis akan
menang karena selain mendapat dukungan dari kepemerintahan, warga dan keamanan, pihak
Rama Biru sebagai pihak yang dilaporkan merasa tidak bersalah. Hal ini terbukti setelah
diinterogasi selama 8 jam dan dibuat BAP-nya, pihak Rama Biru dinyatakan tidak bersalah.
Bagi pihak pengelola air Banyu Hurip kekalahannya tersebut tidak menyurutkan
mereka untuk menggagalkan pengeboran air baru termasuk mempertanyakan kelegalannya.
Ini terbukti pada tanggal 1 Mei 2023 pada malam harinya ada salah seorang warga yang
menginformasikan kepada Pak RW 25, Pak Usep, bahwa ada para pegawai pengelola air
Banyu Hurip dan pengacara berada di sekitar pengeboran yang dicurigai akan melakukan
upaya-upaya untuk mengganggu pengeboran tersebut. Mendapatkan laporan tersebut Pak RW
mengumpulkan warga RW 25, Babinmas, dan termasuk Pak Arif yang merupakan anggota
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia untuk datang ke tempat pengeboran tersebut. Di
tempat itu juga telah hadir warga RT 01 Komplek Bumi Langgeng. Setelah di lokasi Pak RW
25 akan bertanya mengenai maksud para pegawai pengelola air Banyu Hurip dan
pengacaranya ada di lokasi pengeboran, namun dilarang oleh Babinmas karena khawatir akan
menimbulkan huru-hara. Melihat begitu banyaknya warga yang hadir, para pegawai
pengelola air Banyu Hurip dan pengacaranya meninggalkan lokasi dengan disoraki warga.
Setelah peristiwa itu, pada malam harinya tanggal 4 Mei 2023, Ryan menantu Pak
Adang Lala dengan pegawainya datang menemui Pak RW untuk membayar tunggakan dan
meminta maaf atas peristiwa dan berhenti dari pengelolaan air. Maka dipanggilah para tokoh
dari semua pihak, baik dari pihak kepemerintahan maupun agama dari Rama Biru Asri,
Komplek Bumi Langgeng dan Cimekar yang merupakan tempat tinggal Pak Adang Lala,
pemilik Banyu Hurip untuk menjadi saksi pada proses islah (saling memaafkan) tersebut.
Namun demikian, ketika permintaan maaf dan berhenti dari pengeloaan air dalam bentuk
tertulis, sebagai bentuk kekuatan hukum, pihak pengelola air Banyu Hurip sampai saat ini
tidak mau menandatanganinya. Ini juga berdampak pada tidak diterimanya pembayaran uang
tunggakan oleh pihak Rama Biru dengan alasan bahwa mereka khawatir pihak pengelola air
Banyu Hurip suatu saat nanti minta disambung kembali penyaluran air. Dengan kondisi
tersebut di atas dianggap konflik telah berakhir, walaupun pihak pengurus air Rama Biru
terus bersiaga.

Analisis dan Teori

Menurut Soerjono Soekanto (1989) pertentangan atau konflik merupakan proses


disosiasi yang agak tajam dalam membawa akibat positif maupun negatif. Dalam kondisi ini
terdapat kecenderungan untuk menyesuaikan kembali pada norma-norma hubungan sosial
dalam kelompok etnis kultur. Terutama apabila individu-individu berada pada kualitas
interaksi frekuensi tinggi, maka kemungkinan konflik sangat terbuka yaitu karena sikap
toleran yang tidak mengembangkan “emotional intelegence” atau kepekaan cita rasa.

Soerjono Soekanto menyimpulkan bahwa ada empat (4) faktor penyebab terjadinya
konflik di masyarakat. Keempat faktor itu adalah perbedaan antar kebudayaan, perbedaan
antar perorangan, perbedaan kepentingan, dan perubahan sosial yang cepat.
Pertama, Perbedaan Individu. Dalam bermasyarakat, individu satu dengan yang
lainnya tidak selalu sependapat mengenai pandangan tertentu. Tentunya hal ini disebabkan
setiap individu mempunyai sifat dan karakter berbeda-beda, sehingga perbedaan inilah yang
menjadi faktor terjadinya konflik di masyarakat.
Kedua, Perbedaan kebudayaan. Indonesia memiliki perbedaan budaya yang beragam.
Perbedaan ini dapat mendorong terjadinya konflik. Hal ini disebabkan perbedaan pola pikir,
watak, tabiat, dan tingkah laku dari masing-masing kebudayaan berbeda. Selain itu, konflik
yang diawali dari kebudayaan umumnya dikarenakan tidak ada rasa saling menghormatidan
menghargai satu sama lainnya.
Ketiga, Perbedaan kepentingan dapat mencakup dari sisi politik, sosial budaya,
ekonomi, keamanan, sumber daya, dan lainnya. Hal ini terjadi karena, setiap orang memiliki
maksud, tujuan dan kepentingan tertentu dalam suatu hal. Selain itu, konflik juga dipicu rasa
saling tidak mau mengalah satu sama lain. Inilah penyebab terjadinya konflik di masyarakat.
Keempat adalah, konflik terjadi karena perubahan sosial yang cepat. Kehidupan sosial
di masyarakat merupakan hal yang dinamis, artinya selalu mengalami pembaharuan dan
perubahan. kedinamisan yang terlalu cepat dapat memicu terjadinya disorganisasi serta
ketidaksiapan masyarakat dalam menerimanya. Hal ini akan memantik konflik sosial
dilingkungan masyarakat.
Tiga faktor dasar penyebab konflik menurut LR Pondy (Sumarno, et al. 2000) yaitu:
(1) berlomba dalam memanfaatkan sumber langka (competition for scare resources); (2)
Dorongan di dalam memperoleh otonomi (drives for outonomy); (3) Perbedaan di dalam
mencapai tujuan tertentu (disvergence of sub unit goals). Leopold Van Wiese dan Howard
Backer (dalam Sumarno, et al., 2000) mencatat beberapa sebab akar-akar konflik, antara lain;
(1) Perbedaan orang perorang yang terkait dengan pendidikan dan perasaan; (2) Perbedaan
kebudayaan yang berkait dengan; pola-pola kebudayaan, pembentukan dan perkembangan
kepribadian, pola-pola pendirian, perbedaan kepentingan; (3) Perubahan sosial.

Konflik berubah setiap saat, melalui berbagai tahap aktivitas, intensitas, ketegangan,
dan kekerasan yang berbeda. Tahap tahap konflik terdiri dari (Fisher, et al., 2001, 19).
Pertama, prakonflik; merupakan periode dimana terdapat ketidaksesuaian sasaran diantara
dua pihak atau lebih sehingga timbul konflik. Dua, konfrontasi; pada tahap ini konflik
menjadi semakin terbuka. Hubungan di antara kedua pihak menjadi sangat tegang, mengarah
pada polarisasi di antara para pendukung di masing-masing pihak. Tiga, krisis; ini merupakan
puncak krisis, ketika ketegangan dan/atau kekerasan terjadi paling hebat. Komunikasi normal
di antara kedua pihak kemungkinan putus.

Berdasarkan teori di atas, beberapa faktor mengapa konflik di masyarakat sering


terjadi, termasuk konflik antara pengurus air Rama Biru dengan pengurus air Bayu Hurip
sebagai rekanan dalam mengalirkan air ke warga masyarakat RT 01 RW Komplek Bumi
Langgeng dan warga Cimekar muncul akibat berbeda kepentingan, mulai dari kebutuhan
akan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari sampai pada kepentingan ekonomi.
Teori Pernyataan Diri dalam Kehidupan Sehari-hari (Theory of Self Expression in
Every Day Life); salah satu teori dari Erving Goffman (2006), tepat untuk dihubungkan
dengan konflik ini. Menurut Goffman, ada 2 metode yang dipakai untuk menyatakan diri;
verbal dan nonverbal. Konflik ini terjadi, karena gagal dalam menerapkan teori ini. Kedua
belah pihak kurang berkomunikasi dengan baik dalam menyampaikan gagasan,ide atau
keinginan.
Komunikasi verbal sering disebut pula sebagai komunikasi dengan kata-kata verbal
melalui alat komunikasi yang biasa disebut bahasa. Karena dengan bahasa, kita dapat
membantu untuk memiliki kemampuan memahami orang lain. Kemampuan berkomunikasi
melalui percakapan adalah salah satu aspek pragmatis dari bahasa, namun kemampuan ini
tidak berarti apa-apa jika tidak disertai oleh kemampuan untuk menggunakan bahasa dalam
menerjemahkan pikiran dan gagasan ke dalam cara berbahasa yang baik dan benar agar dapat
menghadirkan makna tertentu (Liliweri, 2018).
Sedangkan komunikasi nonverbal, merupakan tindakan dan atribusi atau lebih dari
penggunaan kata-kata yang dilakukan seseorang kepada orang lain bagi pertukaran makna,
yang selalu dikirimkan dan diterima secara sadar oleh dan untuk mencapai umpan balik atau
tujuan tertentu.
Komunikasi nonverbal meliputi ekspresi wajah, nada suara, gerakan anggota tubuh,
kontak mata, rancangan ruang, pola-pola perabaan, gerakan ekspresif, atau tindakan-tindakan
lain yang tidak menggunakan kata-kata.

Penyelesaian Konflik dengan dengan Model Intervensi Pihak Ketiga


Dalam upaya menyelesaikan sengketa/konflik yang timbul dalam Masyarakat,
manusia telah mempunyai mekanisme untuk menanganinya sendiri, baik dalam bentuk
formal maupun informal. Proses penyelesaian konflik secara informal disebut proses
konsensus yang berbasis pada kesepakatan pihak-pihak yang bersengketa.
Penyelesaian konflik ini pun tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan, tetapi konflik
hanya bisa diselesaikan dengan perdamaian, musyawarah, bahkan kalau diperlukan, ada
intervensi dari pihak ketiga. Seperti yang terjadi dalam konflik ini, Kepala Desa, aparat
keamanan, dan tokoh-tokoh agama langsung turun tangan untuk mendamaikan situasi ini.
Model Intervensi Pihak Ketiga
Dalam proses penyelesaian konflik dikenal tiga model utama yang menjelaskan
intervensi pihak ketiga, yaitu negosiasi, arbitrasi, dan mediasi, yang acap kali ditambah lagi
dengan konsiliasi. Namun pada prinsipnya peranan pihak ketiga dimulai sertelah, dua pihak
bertindak sendiri dengan negosiator, dan jika gagal maka dua pihak akan menentukan pihak
ketiga yang bertindak sebagai negosiator, arbitrator, mediator, konsiliator, dan konsultan; dan
dalam konflik ini, itu semua sudah dilakukan.
Negosiasi adalah merupakan suatu proses yang melibatkan dua atau tiga pihak untuk
merundingkan beberapa pilihan pendapat yang menjadi sumber konflik untuk mencapai suatu
persetujuan bersama yang saling menguntungkan dua pihak. Di sini terjadi negosiasi antara
pengurus air Komplek Rama Biru Asri RW 25 Cinunuk dengan pengelola air Banyu Hurip
Komplek Bumi Langgeng Cinunuk serta warga RT 01 yang merupakan konsumen sekaligus
masyarakat yang berada sekitar sumber air dan lokasi pengeboran air baru dengan melibatkan
pihak kepemerintahan,tokoh agama, keamanan dan anggota Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Arbritase adalah suatu upaya penyelesaian sengketa atau konflik melalui campur
tangan dari pihak ketiga yang ditunjuk dan diakui oleh dua belah pihak. Dalam hal ini, pihak
pengelola air Rama Biru diwakili oleh Pak RW sedangkan dari pihak Banyu Hurip diwakili
oleh anak dan salah seorang pegawai kepercayaannya.
Mediasi merupakan bentuk penyelesaian konflik yang mencoba menawarkan
kemenangan yang sedapat mungkin diperoleh oleh pihak-pihak yang bertikai. Dengan
menghadirkan tokoh-tokoh sebagai media untuk mencapai perdamaian, baik dari pihak
kepemerintahan dalam hal ini Kepala Desa Cinunuk, tokoh agama, dan keamanan dengan
adanya permintaan maaf dari pengelola Banyu Hurip kepada pengurus air Rama Biru dan
akan berhenti sebagai rekanan dalam pengeloaan air ke pelanggan yang selama ini menjadi
konsumennya maka perdamaian pun tercapai.
Terakhir dari penjelasan model intervensi pihak ketiga ini adalah konsiliasi. Yakni,
usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan
menyelesaikan perselisihan itu.
Kasus konflik ini sangat penting sebagai pembelajaran bagi kita, supaya tidak terjadi
kasus serupa di masa yang akan datang. Dewasa ini kesalahpahaman-kesalahpahaman seperti
kasus ini sering terjadi. Salah satu problem utamanya adalah kurangnya komunikasi dalam
menyampaikan ide maupun gagasan. Dengan komunikasi yang baik akan terhindari dari
konflik serupa.
Simpulan
Pada dasarnya, manusia tidak bisa menghindarkan diri dari berbagai konflik. Konflik
pada umumnya terjadi karena ada perbedaan-perbedaan dalam kehidupan, seperti perdedaan
jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, sistem hukum, suku, agama, kepercayaan, budaya,
ideologi, aliran politik, dan yang lainnya. Selama perbedaan tersebut ada, maka konflik tidak
bisa dihindarkan dari kehidupan manusia.
Namun, bukan berarti konflik tidak bisa diselesaikan. Salah satu model penyelesaian
konflik ini bisa dipakai yakni; penyelesaian konflik berbasis model intervensi pihak ketiga.
Ini sebagaimana konflik yang terjadi antara antara pengurus air Rama Biru dengan
pengurus air Bayu Hurip sebagai rekanan dalam mengalirkan air ke warga masyarakat RT 01
RW Komplek Bumi Langgeng dan warga Cimekar muncul akibat berbeda kepentingan, mulai
dari kebutuhan akan air bersih untuk kebutuhan sehari-hari sampai pada kepentingan
ekonomi. tepatnya pada tanggal 20 April 2023.
Dengan model penyelesaian konflik berbasis model intervensi pihak ketiga ini. Maka
konflik pun bisa diselesaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. (2006). Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Prenada Media Grup.


Effendy, Onong Uchjana. (2003). Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung: Citra
Aditya Bakti
Liliweri, Alo. (2018). Prasangka, Konflik & Komunikasi Antarbudaya. Jakarta: Prenada
Media Grup.
Mulyana, Deddy. (2005). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyana, Deddy dan Jalaluddin Rakhmat. (2000). Komunikasi Antarbudaya.. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Muhammad, Afif. (2013). Agama & Konflik Sosial. Bandung: Penerbit Marja.
Muhtadi, Asep Saeful. 2012. Komunikasi Dakwah. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Saefullah, Ujang. 2007. Kapita Selekta Komunikasi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Soekanto, Soerjono dan Budi Sulistyowati. (2017). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Syahputra, Iswandi. 2007. Komunikasi Profetik Konsep dan Pendekatan. Bandung: Simbiosa
Rekatama Media.
Priandono, Tito Edy. 2016. Komunikasi Keberagamaan. Bandung: Rermaja Rosda Karya.

Anda mungkin juga menyukai