Anda di halaman 1dari 5

LITERASI

Volume 4 No. 2, Desember 2013 Halaman 182- 186

Melacak Peran Tionghoa di Kancah Politik Indonesia


Retno Winarni
Fakultas Sastra Universitas Jember
retnowinarni122@yahoo.com

Judul Buku : Manifesto Politik Tionghoa Di Indonesia


Penulis : Choirul Mahfud
Penerbit : Pustaka Pelajar
Tahun Tertit/Hlm : Cetakan Pertama, 2013vii-xx+518 halaman

Pendahuluan bangsa Indonesia. Pengenalan sejarah politik


Pelacakan dan penelusuran terhadap Tionghoa yang terpendam dan pembongkaran
peran politik Tionghoa di Indonesia meru­ peran mereka dalam bidang politik mampu
pakan usaha menyingkap berbagai persolan menanggalkan identitas yang dilekatkan pada
dan wacana politik pinggiran terpinggirkan. mereka, sehingga terbentuk pemahaman baru
Hal ini memberikan gambaran bahwa tentang mereka.
orang-orang Tionghoa tidak seperti yang Ketunggalan bidang yang dikaji oleh
disangkakan khalayak bahwa Tionghoa Mahfud, yaitu realitas sejarah politik Tionghoa
identik dengan ekonomi. Mengutip istilah di Indonesia sebagai usaha menemukan
Ong Hok Kham Tionghoa identik dengan kembali sejarah politik Tionghoa dan me­
economic animal. Istilah ini akan terbantah jika ngaitkan dengan panggung sejarah nasional
potongan-potongan sejarah politik Tionghoa secara global. Hal itu merupakan usaha
di Indonesia yang terpendam dalam hiruk strategis dan berani. Ia mengajak peminat
pikuk perjalanan sejarah negara tercinta ini dan pembaca sejarah menelusuri ratusan
dan bahkan ter­diskriminasi dalam tradisi tahun peran politik Tionghoa di Indonesia.
historiografi ini di teliti, direkonstruksi, dan Pada konteks ini argumentasi yang dibangun
akhirnya dipahami sebagai bagian yang bahwa mendengar dan membahas masalah
tidak terpisahkan dalam perjalanan politik Tionghoa dan politik di Indonesia penting dan

182
Melacak Peran Tionghoa di Kancah Politik Indonesia
Retno Winarni

perlu dilakukan untuk menyingkap berbagai bahwa kewarganegara­an seseorang tidak


persolan dan “wacana politik pinggiran yang ditentukan oleh darah, warna kulit, atau
dipinggirkan” dalam diskursus dan realitas bentuk muka akan tetapi oleh tiga faktor, yaitu:
wacana aksi sosial politik di Indonesia. tujuan, cita-cita, dan keinginan kuat. Hal ini
menimbulkan pro-kontra, terutama mengenai
Akar Sejarah Politik Tionghoa Indonesia loyalitas warga Tionghoa kepada Indonesia.
(zaman pergerakan) Pada saat Konggres Pemuda 28 Oktober
Sejarah peran politik Tionghoa di tanah 1928 yang melahirkan Sumpah Pemuda,
air cukup panjang, namun Mahfud membatasi seluruh perwakilan organisasi kepemudaan
dengan mencari akar sejarah politik Tionghoa dari berbagai suku hadir dalam pengesahan
di Indonesia pada zaman pergerakan nasional sidang kepemudaan Indonesia tersebut,
Indonesia. Penentuan pilihan ini berdasarkan namun tidak ada satu pun organisasi Tionghoa
argumentasi yang mengaitkan peran politik peranakan kecuali seorang yang bernama
Tionghoa dengan dua tahapan perjuangan Kwee Thiam Hong alias Daud Budiman, yang
bangsa Indonesia, yaitu tahap proto nasionalis mewakili Jong Sumatranen Bond. Realita ini
(1908-1926), dan tahap nasionalisme Indonesia menunjukkan bahwa pada zaman penjajahan,
sesungguhnya (1927-1942), yakni ketika konsep secara politis umumnya pergerakan Indonesia
negara bangsa, lambang, bendera, dan lagu menolak minoritas Tionghoa dalam organisasi-
kebangsaan mulai muncul. Pada tahap proto organisasi politik, dan sekaligus menolak
nasionalis, warga minoritas Tionghoa, sudah mereka untuk masuk dalam pencitraan bangsa
mulai tersisih dari pergerakan. Ketersisihan ini Indonesia. Persfektif yang terbangun pada saat
ditandai dengan terbentuknya Tiong Hoa Hwe itu ialah bahwa bangsa Indonesia adalah warga
Koan, organisasi pertama warga Tionghoa Indonesia asli. Pandangan ini merupakan
tahun 1900, atau delapan tahun lebih tua dari pemikiran kaum nasionalis Islam hingga
Boedi Utomo yang berdiri 1908. nasionalis sekuler. Cara pandang tersebut
Pembentukan THHK menunjukkan berimplikasi pada sistem keanggotaan partai
bahwa Warga Tionghoa sejak tahun 1900 telah atau organisasi pergerakan kala itu serta sikap
ber­usaha keluar dari status Tionghoa lokal pribumi terhadap kaum minoritas Tionghoa.
dan kembali menganggap diri mereka bagian
dari warga Tiongkok. Di dalam pergerakan Zaman Orde Lama dan Orde Baru
Indonesia berbagai organisasi politik menolak Sikap dan cara pandang bangsa Indonesia
warga Tionghoa masuk dalam organisasi terhadap etnis Tionghoa berubah pada pasca­
pergerakan. Contoh penolakan tersebut kemerdekaan. Hal ini berimplikasi pada sistem
misalnya Indische Partij dan Partai Komunis keanggotaan organisasi politik bagi warga
Indonesia memberlakukan keanggotaannya Tionghoa. Periode ini menunjukkan bahwa
hanya untuk “orang Indonesia Asli”, bahkan telah mulai ada titik terang keikutsertaan
Syarikat Islam malah bernada anti-Tionghoa. warga Tionghoa peranakan dalam perpolitikan
Hal itu menunjukkan bahwa warga Tionghoa Indonesia. UUD 1945 menyebutkan secara
pada saat itu belum diberi tempat yang layak eksplisit bahwa semua warga negara berke­
dalam hal kebebasan berpolitik. dudukan sama di depan hukum. Bung
Kondisi berubah ketika memasuki tahap Hatta pada September 1946 meyakinkan
kedua, yaitu tahap nasionalisme sesung­ orang Tionghoa bahwa mereka mendapat
guhnya. Gerakan Rakyat Indonesia (Gerindo) kedudukan dan hak yang sama dengan orang
memberikan kesempatan bagi warga Tionghoa Indonesia asli. Kebijakan politik Indonesia
peranakan untuk bergabung sebagai anggota. dalam menyikapi warga Tionghoa tidak
Ketua Gerindo Amir Syarifuddin mengatakan lepas dengan kondisi RRC sebagai negeri asal

183
Vol. 3, No. 2, Desember 2013

penduduk Tionghoa. Kondisi RRC ketika itu yang luas kepada etnik Tionghoa. Hal ini
dinilai sebagai kekuatan komunis terbesar di berhubungan dengan strategi besarnya dalam
dunia, sangat diperhitungkan oleh Indonesia. meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
Sebab lain adalah bahwa pemerintah pasca perkembangan Indonesia untuk memberikan
kemerdekaan sedang gencar-gencarnya me­ legitimasi kekuasaannya.
minta dukungan dari beberapa negara untuk Menurut Mahfud Orde Baru membuka
mengakui kedaulatan NKRI. Negara yang lebar-lebar bagi modal asing di Indonesia
semula mengakui kedaulatan RI adalah Mesir serta menerapkan politik pro-bisnis. Orang-
dan India. Pada saat itu peran politik warga orang Tionghoa di Indonesia sangat potensial
Tionghoa sempat terjebak pada kondisi untuk dimanfaatkan dalam bidang ekonomi,
instabilitas kedua negara, terutama kecurigaan namun secara politik mereka dicurigai bahkan
pemerintah RI akan kondisi dan status RRC didiskriminasi. Akibat yang tidak direncana­
sebagai negara komunis. kan adalah meningkatnya kekuasaan ekonomi
Mahfud selanjutnya mengatakan bahwa etnik Tionghoa, tetapi pada saat yang sama
secara politis, peran individual warga Tionghoa secara politik mereka menjadi sangat rentan
memang tidak begitu signifikan apalagi terhadap serangan. Keamanan mereka
kalau dihadapkan pada kondisi pasang surut berada di tangan pribumi. Mereka tersisih
hubungan pemerintah RI dengan RRC yang secara politik. Warga Tionghoa hanya secara
menyebabkan ruang politik warga Tionghoa individual yang berkecimpung di dunia
masih terbatas pada organisasi bentukan politik, selebihnya mereka apatis, bahkan
mereka sendiri yang sifatnya masih tradisional muncul fobia politik.
dan bercorak ekonomi. Kebijakan pemerintah
Soekarno dengan pembentukan poros Jakarta- Zaman Reformasi: Sebagai Tiket Politik
Peking-Pyongyang itu pun tidak berdampak Masa setelah Orde Baru terjadi bersamaan
signifikan pada kesempatan warga Tionghoa dengan perubahan dunia internasional.
masuk dalam jajaran kabinet maupun jabatan Globalisasi dan demokratisasi berdampak ter­
lainnya. Bahkan kebijakan pemerintah dalam hadap Indonesia dan banyak dunia lainnya.
UUD 1945 menyatakan bahwa Presiden Citra tentang Tiongkok juga telah berubah.
Indonesia merupakan warga negara Indonsia Negara itu tidak lagi dipandang sebagai
asli. Artinya secara tidak langsung mengubur pengekspor “revolusi”, tetapi dipandang
harapan warga keturunan untuk bercita-cita sebagai negara yang menghendaki situasi
tinggi, menjadi presiden. status quo. Demokratisasi telah terjadi di
Di era Orde Baru, nasib warga Tionghoa Indonesia. Kemajuan fundamental terjadi
tidak menjadi lebih baik. Setelah Soekarno secara bertahap dalam bidang hukum dan
yang antikolonialis dijatuhkan oleh kaum status politik etnis Tionghoa. Kemajuan
militer Indonesia yang pro-Barat, kemudian ini sebagai dampak dari perubahan situasi
Soeharto berkuasa selama 32 tahun (1966- Indonesia maupun internasional sebelumnya.
1998), dan PKI disapu bersih dari percaturan Pemerintah baru menyadari bahwa guna
kekuasaan politik Indonesia. Politik Soeharto meningkatkan kondisi ekonomi Indonesia,
terhadap etnik Tionghoa mengandung dua partisipasi etnik Tionghoa sangat menen­
dimensi: budaya dan ekonomi. Dalam bidang tukan. Pemerintah Indonesia pasca-Soeharto
budaya ia memperkenalkan politik asimilasi menerapkan berbagai tindakan yang mem­
total dengan menghapuskan tiga pilar budaya berikan peluang bagi etnik Tionghoa.
Tionghoa, yakni sekolah, organisasi, dan Periode ini dikatakan Mahfud sebagai
Media Tionghoa, dalam bidang ekonomi tiket politik bagi warga Tionghoa. Hal ini
penguasa baru ini memberikan kesempatan dikarenakan terbitnya berbagai kebijakan

184
Melacak Peran Tionghoa di Kancah Politik Indonesia
Retno Winarni

memberikan peluang bagi warga Tionghoa dalam UU Kewarganegaraan No.12 Tahun


untuk mengekspresikan minat politiknya dan 2006, dan UU penghapusan Diskriminasi Ras
memperjuangkan hak-haknya. Pada bagian dan Etnis No.40 Tahun 2008; Aspirasi adanya
ini Mahfud menarasikan dengan apik, tidak Pahlawan Nasional dari warga Tionghoa
sekedar kaya informasi, tetapi juga kronologis. sebagai bentuk pengakuan dan kesetaraan
Misalnya sebelum memaparkan kegiatan politik etnis. Aspirasi ini telah direspons pada
warga Tionghoa pasca-Orde Baru, Mahfud tanggal 10 November 2009 saat peringatan
mendahului dengan menunjukkan kebijakan- hari Pahlawan dengan menetapkan John Lie
kebijakan pemerintah zaman Reformasi yang sebagai pahlawan Nasional pertama warga
digunakan sebagai payung hukum bagi Tionghoa. Aspirasi politik berupa politik
warga Tionghoa dalam berkiprah di dunia identitas ke politik multikultural. Aspirasi ini
politik. Realitanya memang demikian. Zaman adalah bentuk perjuangan bersama masyarakat
reformasi disambut dengan euforia oleh warga yang tidak lagi ingin mementingkan identitas,
Tionghoa di Indonesia. Berbagai organisasi tetapi perjuangan bersama dengan kelompok
berlatar etnis baik yang bersifat politik lain demi tegaknya motto Bhinneka Tunggal
maupun kelompok kepentingan bermunculan. Ika di negeri ini.
Misalnya Partai Reformasi Tionghoa Indonesia Menurut Mahfud, aspirasi politik tersebut
(PARTI), Partai Pembauran Indonesia dalam banyak hal sudah diperjuangan
(Parpindo), dan Forum Masyarakat untuk oleh politisi warga Tionghoa, baik yang di
Solidaritas Demokrasi Indonesia (Formasi). parlemen maupun non parlemen. Para politisi
Ini bukti bahwa sejumlah warga Tionghoa Tionghoa di parlemen terus mengaspirasikan
mulai menekuni dunia politik dengan menjadi bebe­rapa kepentingan dan aspirasi warga
anggota legislatif (caleg) dari warga Tionghoa. negara Indonesia Tionghoa. Sementara warga
Lima anggota DPR dan tujuh anggota MPR Tionghoa yang di luar parlemen, kebanyakan
terpilih berasal dari warga Tionghoa. Pada tergabung dalam organisasi dan komunitas
Pemilu 2004, jumlahnya meningkat. Tercatat Tionghoa seperti Perhimpunan Inti, PSMTI,
lebih dari 200 calon legislatif Tionghoa, PITI, Yayasan Nabil, dan komunitas online
namun hanya segelintir yang terpilih, tetapi terus mengaspirasikan dan mengawal kepen­
sejumlah jabatan legislatif dan eksekutif mulai tingan warga Indonesia, khususnya warga
diraih warga Tionghoa. Mahfud menyebut Tionghoa.
Alvien Lie, Kwik Kian Gie, Basuki Cahaya
Purnama, dan masih banyak anggota legislatif Penutup
dari warga Tionghoa. Hal ini menunjukkan Buku Mahfud mengurai realita kekinian
bahwa kini partisipasi politik warga Tionghoa tentang kiprah politik warga Tionghoa, tanpa
di era Reformasi jauh lebih baik. Depolitisasi melupakan kiprah politik warga Tionghoa
warga Tionghoa buatan rezim Soeharto sudah di masa lalu. Pembaca dibawa kepada
berakhir. Mereka berusaha keluar dari stigma pemahaman bahwa peran politik warga
sebagai golongan netral dalam panggung Tionghoa bukan merupakan sesuatu hal yang
politik. Kini dapat ditemui warga Tionghoa tiba-tiba muncul namun merupakan aktivitas
bergabung dengan parpol mulai dari PDI-P, yang kontinu. Peran itu mengalami pasang
PAN, PKB, dan partai lainnya. surut seirama dengan perkembangan politik
nasional. Ini dibuktikan dalam tulisan Mahfud.
Sentuhan Lain yang Menyertai Bahasan Dengan merajut untaian sejarah masa lalu
Kiprah Politik Warga Tionghoa
etnis Tionghoa, penulis menggiring pembaca
Nuansa lain di luar aspirasi politik adalah agar tercipta pemahaman bahwa secara
tentang hukum kewarganegaraan yang berhasil politik warga Tionghoa sejak zaman dahulu

185
Vol. 3, No. 2, Desember 2013

merupakan bagian dari warga Indonesia, Daftar Pustaka


meski asal usul mereka tidak ditemukan secara
geografis di negeri ini. Pemberian ruang kepada Coppel A, Charles. 1994. Tionghoa Indonesia dalam
warga Tionghoa dalam historiografi Indonesia Krisis. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
merupakan pengakuan bahwa mereka ada Setiono, Benny G. 2002. Tionghoa dalam Pusaran
seperti warga lain dari negeri ini, sehingga di Politik. Jakarta: Elkasa.
masa yang akan datang integrasi tetap terbina. Suryadinata, Leo. 1996. Political Thingking of The
Itu harapan terselip penulis buku ini. Indonesia Chinese, 1900-1995. Singapore:
Singapore University Press.
Tan, Mely G. 1979. Golongan Tionghoa di Indonesia.
Jakarta: PT Gramedia.

186

Anda mungkin juga menyukai