Anda di halaman 1dari 12

Dinamika Posisi Identitas Etnis Tionghoa

dalam Tinjauan Teori Identitas Sosial


==========================================================
Oleh : Fitri Eriyanti

ABSTRACT

Basically, each individual wished to have a positive social identity.


In the point of view of social identity theory, the wishes to have
positive social identity is viewed as an important psychological drive
in individual actions at all social interactions. All this time, there are
so many policies of Indonesian government that made the position of
Indonesian-Chinese identity to be marginalized, both in colonial and
independence eras. The dynamics of position of Indonesian-Chinese
identity are basically related to the treatment of government. It
seemed that the efforts to have positive social identity, the social
mobility of the Indonesian-Chinese varied and depended on the
perception of each group in connecting with how to improve
theirselves images. Besides, there is also a tendency that they tried
to make social changes through the improvisation of theirselves
images from their Chinese’s identity.

Kata kunci: Posisi, Identitas Etnis, Identitas Sosial, Interaksi Sosial,


Etnis Tionghoa

I. PENDAHULUAN
Proses pencarian identitas diri di istilah pribumi dan non-pribumi untuk
kalangan masyarakat etnis Tionghoa membedakan etnis Tionghoa dengan
di Indonesia menunjukkan suatu etnis pribumi yang lain. Sementara
dinamika tersendiri. Kalau diban- terhadap etnis pendatang lain seperti
dingkan dengan keadaan orang-orang Arab, India, istilah non pribumi ini
Tionghoa di beberapa negara tetang- nampaknya tidak berlaku. Walaupun
ga seperti Philipina ataupun Thai- orang Tionghoa sudah beranak cucu di
land, dimana orang Tionghoa sudah bumi Indonesia selama ratusan tahun,
berakulturasi dan menjadi warga namun sampai saat ini masih saja
pribumi, maka posisi etnis Tionghoa berkembang anggapan orang Tiong-
di Indonesia nampaknya belum hoa sebagai perantau, orang yang
menemukan format yang tepat. Di menumpang hidup dan cari makan di
Indonesia kelihatannya masih berlaku negeri orang. Orang Tionghoa juga

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 23


menyandang label WNI lengkap telah terjadi krisis identitas di
dengan berbagai atribusi yang kalangan orang Tionghoa, karena
cenderung berkonotasi kurang segala upaya yang telah dilakukan
menyenangkan. Sering diibaratkan agar bisa diterima sepenuhnya sebagai
bahhwa orang Tionghoa hanya orang Indonesia telah hancur dalam
diterima di beranda depan rumah dan waktu singkat akibat kerusuhan
belum diterima di dalam rumah tersebut. Bagi Suryadinata4, seorang
sebagai keluarga sendiri. pakar Tionghoa yang cukup dikenal,
masalah identitas merupakan bagian
Selain itu, selama ini kebijak-
penting dalam pemecahan „masalah
an para penguasa membuat keduduk-
Tionghoa‟ di Indonesia. Uraian beri-
an etnis minoritas ini selalu saja
kut akan mengetengahkan dinamika
tersudut baik itu di era kolonial
posisi identitas etnis Tionghoa di
maupun di era kemerdekaan1. Di era
Indonesia dalam tinjauan teori
Negara Kesatuan Republik Indonesia
identitas sosial.
ini tercatat dua peristiwa yang
dirasakan sebagai pukulan yang
II.WACANA IDENTITAS DALAM
menyakitkan bagi masyarakat
TINJAUAN TEORI IDENTITAS
Tionghoa, yaitu peristiwa G30S PKI
SOSIAL
tahun 1965 dan kerusuhan Mei 1998.
Menurut Lan2 peristiwa 1965 meru- Identitas merupakan hal yang
pakan trauma paling berat bagi orang fundamental pada setiap interaksi
Tionghoa di Indonesia. Sementara sosial dan selanjutnya menentukan
berdasarkan penelitian yang dilakukan bentuk interaksi sosialnya. Lan 5
pada era pasca kerusuhan Mei 1998, mengatakan bahwa setiap individu
Bachrun dan Hartanto3 menyimpulkan memerlukan identitas untuk mem-
berinya sense of belonging dan
1
Susetyo, D.P.B. 2002 Stereotip Dan Relasi
eksistensi sosial. Menurut Jeffrey
Antar Etnis Cina Dan Etnis Jawa Pada Weeks6 ada beberapa alasan yang
Mahasiswa Di Semarang. Tesis. Depok:
Program Pascasarjana Fakultas Psikologi
4
Universitas Indonesia Suryadinata, Leo. 1999. Etnis Tionghoa dan
2
Lan, T, J. 1998. Pengalaman Etnik Tiong- Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES.
5
hoa Dalam Pembentukan Identitas Lan, T, J. 2000. ”Susahnya Jadi Orang
(Nasional) Indonesia. Makalah. Simposium Tionghoa. Ke-Tionghoa-an Sebagai Kon-
Etnis Tionghoa Sebagai Minoritas di struksi Sosial”. Dalam Wibowo, I (editor).
Indonesia. Depok, 26 Oktober 1998. Harga Yang Harus Dibayar. Sketsa
3
Bachrun, R dan Hartanto, B. 2000. “Krisis Pergulatan Etnis Tionghoa di Indonesia.
Identitas Diri Pada Kelompok Minoritas Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan Pusat
Tionghoa”. Dalam Wibowo, I (editor). Studi Tionghoa.
6
Harga Yang Harus Dibayar. Sketsa Weeks, Jeffrey. 1990. “The Value of
Pergulatan Etnis Tionghoa di Indonesia. Difference”. Dalam Jonathan Rutherford
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama dan (ed). Identity, Community, Culture, Dif-
Pusat Studi Tionghoa. ference. London: Lawrence & Wishart.

24 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006


dapat dikemukakan mengapa iden- institusi-institusi dasar seperti agama,
titas perlu dan pantas mendapat bahasa, organisasi sosial dan politik.
perhatian besar. Pertama, dalam Diantara mereka tumbuh kesadaran
hidup sehari-hari orang tidak pernah dan perasaan “kekitaan” (espirit de
lupa – baik secara langsung maupun corps). Secara umum, konsep identitas
tidak langsung – menanyakan mengacu kepada the self, yaitu
“anda siapa?” (who are you?) menerangkan apa dan siapa seseorang
kepada seseorang yang baru itu. Hal ini sebagaimana yang
dikenalnya. Ini merupakan pertanya- didefinisikan oleh Hogg dan Abrams8,
an yang paling mendasar dalam dan Jenkins9:
setiap interaksi sosial. Dengan
Identity is people's concepts of
pertanyaan demikian ia tidak who they are, of what sort of
sekedar ingin tahu tentang nama, people they are, and how they
alamat dan pekerjaan, tapi bertanya relate to others" (Hogg and
tentang identitas orang itu. Kalau Abrams 1988:2). Identity refers
orang yang ditanya itu gagal to the ways in which individuals
menjawab pertanyaan itu, berarti ia and collectivities are dis-
gagal dalam menampilkan identitas- tinguished in their social
nya, sekaligus gagal menghadirkan relations with other individuals
diri sebagai subyek. Subyektivitas and collectivities"
merupakan landasan pertama dalam
setiap interaksi sosial 7. Kedua, Taylor dan Moghaddam 10 men-
identitas adalah tentang sense of jelaskan, identitas individu yang
belonging, tentang persamaan tampil dalam setiap interaksi sosial
dengan sejumlah orang dan tentang disebut dengan identitas sosial, yaitu
apa yang membedakan kamu dengan bagian dari konsep diri individu yang
lainnya. Sebagai sesuatu yang paling terbentuk karena kesadaran individu
mendasar, identitas memberi kamu sebagai anggota suatu kelompok
rasa tentang lokasi pribadi, inti yang sosial, dimana di dalamnya men-
stabil bagi individualitas kamu. cakup nilai-nilai dan emosi-emosi
Dalam bidang sosiologi, kon- penting yang melekat dalam diri
sep identitas mengacu kepada struktur individu sebagai anggotanya. Semen-
keanggotaan kelompok, seperti
peranan sosial, kategori dan ciri yang
dapat menunjukkan seorang individu 8
Hogg, Michael and Dominic Abrams. 1988.
dalam suatu kelompok tertentu. Social Identifications: A Social Psychology
Seseorang yang beridentitas sama of Intergroup Relations and Group
mempunyai persamaan kebudayaan, Processes. London: Routledge.
9
Jenkins, Richard. 1996. Social Identity.
London: Routledge.
10
Taylor, D.M. & Moghaddam, F.M. 1994.
7
Ibid, hal: 88. Theories of Intergroup Relations. London:

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 25


tara itu Wendt11 menambahkan muncul fenomena misidentification,
bahwa identitas sosial adalah skema yaitu upaya mengidentifikasikan diri
kognitif yang memungkinkan pelaku pada identitas atau kelompok lain
untuk menentukan „siapa saya/kita’ yang dipandang lebih baik. Fenomena
dalam suatu situasi dan posisi dalam ini misalnya ditemukan pada anak-
struktur peran sosial pemahaman anak kulit hitam di Amerika yang
dan ekspektasi bersama. justru menganggap rendah kelompok-
Menurut Hogg dan Abrams12 nya sendiri dan lebih senang
di dalam masyarakat sendiri secara mengidentifikasikan diri pada kelom-
hirarkis terstruktur kategori-kategori pok kulit putih.
sosial yang merupakan penggolongan Teori identitas sosial14 mene-
orang menurut negara, ras, klas sosial, kankan bahwa perilaku individu
pekerjaan, jenis kelamin, etnis, agama mencerminkan unit masyarakat si
dan lain sebagainya. Di dalam individu yang lebih besar. Ini berarti
masing-masing kategori sosial bahwa struktur-struktur masyarakat
tersebut melekat suatu kekuatan, yang „rumit‟ seperti kelompok,
status dan martabat yang pada organisasi, budaya dan, yang paling
akhirnya memunculkan suatu struktur penting, identifikasi individu dengan
sosial yang khas dalam masyarakat, unit-unit kolektif ini memandu
yaitu suatu struktur yang menentukan struktur dan proses internal. Kom-
kekuatan dan status hubungan petensi budaya berada pada inti teori
antarindividu dan antar kelompok. ini karena keanggotaan kelompok
Pada dasarnya setiap individu kolektif mempengaruhi dan menen-
ingin memiliki identitas sosial yang tukan pemikiran serta perilaku
positif. Hal tersebut menurut Hogg individu15.
dan Abrams dalam rangka men- Teori identitas sosial menya-
dapatkan pengakuan (recognition) takan bahwa orang berfikir,
dari pihak lain dan persamaan sosial merasakan, dan bertindak sebagai
(social equality). Bahkan menurut anggota kelompok kolektif, institusi,
Laker13, dalam keadaan dimana
individu ataupun kelompok merasa
14
identitasnya sebagai anggota suatu Tajfel, H.,&Turner, J.C. 1986. The social
kelompok kurang berharga maka akan identity theory of intergroup behavior. In
S.Worchel & W. Austin (Eds.), The social
psychology of intergroup behavior (pp. 7-
11
Wendt, Alexander. 1994. Collective Identity 24). Chicago: Nelson-Hall.
15
Formation and the International State. Markus, H. R., Kitayama, S.,&Heiman, R.
American Political Science Review J. 1996. ”Culture and “basic” psychological
88:384{96). principles”. In E. T. Higgins & A. W.
12
Hogg, Michael and Dominic Abrams. Kruglanski (Eds.), Social Psychology:
1988. Op cit. Handbook of Basic Principles (pp. 857-
13
Dalam Taylor, D.M. & Moghaddam, F.M. 913). New York: Guilford.
1994. Op cit.

26 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006


dan budaya. Pendekatan identitas eksplisit di antara kelompok. Variabel-
sosial menekankan pemikiran bahwa variabel struktural seperti kekuasaan,
kognisi sosial individu ditafsirkan hirarki, kelangkaan sumber daya
secara sosial tergantung pada cenderung menyebabkan pandangan
kerangka acuan kolektif atau kelom- yang lebih mendukung kelompok
pok mereka. Sebagai contoh, para dalam dibanding kelompok luar.
imigran yang menganggap diri Dalam pandangan teori
mereka terstigmatisasi secara nega- identitas sosial, keinginan untuk
tif dikarenakan warna kulit yang memiliki identitas sosial yang
gelap atau aksen bahasa, mungkin positif dipandang sebagai motor
enggan untuk berakulturasi karena psikologik penting di balik
meyakini bahwa pandangan negatif tindakan-tindakan individu dalam
seperti itu tidak akan hilang setiap interaksi sosial. Hal tersebut
meskipun mereka kompeten secara berlangsung melalui proses social
kultural dalam budaya dominan. comparison yang dipandang sebagai
Teori identitas sosial mencoba cara untuk menentukan posisi dan
menjelaskan hubungan antar kelom- status identitas sosialnya 17. Proses
pok secara umum dan konflik sosial social comparison merupakan
secara khusus. Teori ini meliputi tiga serangkaian pembandingan dengan
point utama: 1) Orang termotivasi orang atau kelompok lain yang
untuk mempertahankan konsep diri secara subyektif membantu individu
yang positif, 2) Konsep diri tersebut membuat penilaian khusus tentang
sebagian besar berasal dari identitas sosialnya dibanding
identifikasi kelompok, dan 3) Orang identitas sosial yang lain 18.
membangun identitas sosial yang Selalu ada upaya-upaya untuk
positif dengan membandingkan mempertahankan identitas sosial
kelompok dalam dan kelompok luar yang positif dan memperbaiki citra
mereka16. Dengan demikian, teori jika ternyata identitas sosialnya
identitas sosial mengasumsikan sedang terpuruk baik dalam skala
bahwa proses-proses perbandingan individual maupun skala kelompok.
sosial internal mendorong konflik Dalam konteks makro sosial
antar kelompok, meskipun tidak (kelompok, masyarakat) maka upaya
terdapat persaingan atau kompetisi mencapai identitas sosial positif
dicapai melalui 1) mobilitas sosial
dan 2) perubahan sosial.
16
Operario, D.,& Fiske, S.T. 1999. “Integrating
Social Identity and Social Cognition:
Aframework for Bridging Diverse 17
Taylor, D.M. & Moghaddam, F.M. 1994.
Perspectives”. In D. Abrams & M. A. Hogg Op cit.
(Eds.), Social identity and social cognition 18
Hogg, Michael and Dominic Abrams. 1988.
(pp. 26-54). Cambridge, MA: Blackwell. Op cit.

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 27


Mobilitas sosial adalah orang Timur Asing (vreemde
perpindahan individu dari kelompok osterlingen; eastern orientals) mem-
yang lebih rendah ke kelompok yang punyai status di bawah orang Eropa,
lebih tinggi. Mobilitas sosial hanya dan golongan pribumi (inlander)
mungkin terjadi jika peluang untuk diberi status yang paling rendah
berpindah itu cukup terbuka. Namun (kecuali bangsawan yang diberi status
demikian jika peluang untuk seperti Eropa).
mobilitas sosial tidak ada, maka Ini adalah politik yang sengaja
kelompok bawah akan berusaha dilakukan oleh penjajah Belanda untuk
meningkatkan status sosialnya mempertahankan pemisahan masyara-
sebagai kelompok. Pilihan pertama kat Tionghoa dan penduduk pribumi
adalah dengan menggeser statusnya yang disebut „Divide and Rule‟. Hal
ke tingkat lebih atas. Kalau ini disebabkan oleh adanya kekhawa-
kemungkinan menggeser ke posisi tiran jikalau masyarakat Tionghoa
lebih atas tidak ada, maka usaha bersatu dengan golongan pribumi,
yang dilakukan adalah dengan akan memiliki kekuatan untuk
meningkatkan citra mengenai menentang penjajahan Belanda di
kelompok agar kesannya tidak Indonesia22. Usaha ini dimaksudkan
terlalu jelek19.. penjajah Belanda untuk memperburuk
pandangan golongan pribumi ter-
III. POSISI IDENTITAS ETNIS hadap keturunan Tionghoa. Salah satu
TIONGHOA DALAM TINJAUAN contoh dari usaha tersebut adalah hak
TEORI IDENTITAS SOSIAL istimewa terhadap keturunan Tiong-
Dinamika posisi identitas etnis hoa seperti pendidikan dan kesempat-
Tionghoa sebenarnya terkait an kerja yang lebih baik.
perlakuan yang diterima dari pihak Dalam statusnya yang di
penguasa. Dalam Sarwono20 dan tengah ini, orang Tionghoa mening-
Susetyo21 dikemukakan bahwa pada katkan citranya dengan melakukan
zaman pemerintahan kolonial Belan- mobilitas sosial, yaitu mengadopsi
da, perbedaan status etnis diber- berbagai identitas yang melekat pada
lakukan dengan tegas. Orang Eropa orang Eropa ataupun Belanda.
diberi status tertinggi dan mempunyai Banyak orang Tionghoa yang
hak dan fasilitas terbaik. Orang berpendidikan ala Eropa, cara
Tionghoa yang waktu itu disebut mereka berpakaian juga ala Eropa,
mereka juga mengadopsi agama
Protestan dan Katolik seperti orang
19
Hogg, Michael and Dominic Abrams. 1988.
Op cit.; Sarwono, S.W. 1999. Psikologi
22
Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Suryadinata, Leo. 2002. Negara dan Etnis
Sosial. Jakarta: Balai Pustaka. Tionghoa; Kasus Indonesia. Jakarta:
20
Sarwono, S.W. 1999. Op cit. LP3ES, hal: 8.
21
Susetyo, D.P.B. 2002, Op cit.

28 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006


Eropa disamping keyakinan yang Hal ini menyebabkan bertam-bahnya
mereka bawa dari tanah leluhurnya, pandangan buruk terhadap keturunan
dan lain sebagainya. Amat jarang Tionghoa karena mereka dianggap
orang Tionghoa yang mengidentifi- membantu penjajah Jepang, yang tentu
kasikan diri dengan identitas saja sangat dibenci karena perlakuan
pribumi, karena status pribumi yang mereka yang sangat kejam terhadap
lebih rendah. Interaksi dengan orang masyarakat pribumi.
pribumi nampaknya lebih untuk Namun demikian situasinya
kepentingan dagang dan kepenting- nampak berbeda sama sekali ketika
an lain yang bisa menguntungkan. memasuki era kemerdekaan. Persoalan
Dalam hal tertentu orang pribumi yang mengedepan terutama adalah
malah terangkat derajatnya, misal- tentang kepastian status kewarga-
nya ketika ada perempuan pribumi negaraan. Dikemukakan oleh Greif24
yang dinikahi orang Tionghoa. orang Tionghoa pada masa itu terjepit
Dengan demikian, yang menonjol antara berbagai kepentingan baik yang
pada orang Tionghoa di era kolonial berskala nasional maupun inter-
Belanda adalah perpaduan antara nasional. Pemerintah Indonesia pada
identitas Tionghoa tradisional dan waktu itu tidak bisa segera
identitas ala Eropa. memberikan kepastian. Bahkan
Politik „Divide and Rule‟ undang-undang yang mengatur hal ini
terhadap keturunan Tionghoa berlang- ditengarai akan membatasi jumlah
sung terus sampai masa penjajahan orang Tionghoa yang bisa menjadi
Jepang. Penjajah Jepang dengan warganegara Indonesia. Sementara
sengaja memisahkan dan memaksa pemerintah RRC pada waktu itu masih
orang-orang keturunan Tionghoa memberlakukan kewarganegaraan
untuk belajar di sekolah yang dibuat ganda bagi orang Tionghoa di peran-
khusus untuk mereka, dan mereka tauan, yaitu disamping menjadi
diharuskan untuk menggunakan warganegara di negara tempat
bahasa Mandarin dalam proses belajar merantau juga melekat kewarga-
mengajar23. Lebih dari itu mereka negaraan Tionghoa. Sebagai reaksi
juga diharapkan untuk berbahasa terhadap keadaan tersebut maka
Mandarin di luar jam sekolah. sejumlah tokoh Tionghoa mendirikan
Beberapa orang keturunan Tionghoa “Baperki” (Badan Permusyawaratan
juga diperkerjakan oleh tentara Kewarganegaraan Indonesia) yang inti
Jepang sebagai seorang mata mata. perjuangannya ingin menempatkan
etnis Tionghoa sejajar dengan
23
Suryadinata, Leo. 1978. Pribumi Indo- 24
nesians, The Chinese Minority and China. Greif, Stuart. W. 1991. WNI - Problematik
Heinemann Educational Books. Kuala Orang Indoensia Asal Tionghoa. PT
Lumpur: Malaysia, hal: 147. Pustaka Utama Grafiti. Jakarta: Indonesia.

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 29


etnis/suku lain dengan konsep sebenarnya merupakan wilayah
integrasi. Sementara kelompok Tiong- kehidupan privat mereka, antara lain
hoa yang lain menghendaki asimilasi memeluk agama Islam dan melakukan
sebagai solusi. kawin campur dengan pribumi, di
Sejak terjadinya peristiwa samping itu mau menunjukkan
pemberontakan PKI 1965, keadaan- partisipasi politik (yang di masa Orde
nya berbalik sama sekali. Konsep Baru lebih diartikan loyalitas orang
integrasi secara politis telah Tionghoa kepada rezim kekuasaan).
dikategorikan sebagai bagian dari Namun, dalam pelaksanaan
ideologi komunis sosialis25. Dengan kebijakan asimilasi ini lebih diwarnai
demikian pilihan satu satunya yang pendekatan keamanan. Banyak studi
diberi ruang oleh penguasa adalah Tionghoa Indonesia yang dilakukan
dengan asimilasi. Kebijakan asimilasi untuk mencari penyelesaian masalah
sebenarnya mengarahkan hubungan Tionghoa dengan menekankan pence-
antar-etnis, di mana hanya satu pihak gahan ketidakstabilan politik. Lang-
etnis yang diharapkan melebur ke kah-langkah yang diambil adalah
dalam masyarakat lainnya. Menurut diberlakukannya kebijakan yang
Leo Suryadinata26 (2002:45), asumsi diskriminatif di bidang politik dan
yang mendasari mengapa kebijakan budaya agar menyeimbangi kekuatan
asimilasi diberlakukan adalah karena ekonomi Tionghoa yang memang
orang-orang Tionghoa masih diang- diberi kelonggaran demi menjadi
gap sebagai "masalah". Orang-orang mesin pertumbuhan ekonomi Indo-
Tionghoa dipandang sebagai "ancaman" nesia.
karena pada zaman Orde Lama, orang Sebenarnya di sinilah akar
Tionghoa memiliki kecenderungan permasalahannya mengapa posisi
loyalitas ke RRC. Ketika mereka identitas etnis Tionghoa menjadi
diberi ruang untuk berpolitik, mereka sedemikian rumit. Pemerintah Orde
ternyata membelokkan loyalitas Baru waktu itu meragukan nasio-
mereka kepada RRC dan gerakan nalisme keturunan Tionghoa. Meski
komunis. umumnya sudah turun-temurun
Selain itu, karena dipandang tinggal di bumi Nusantara, mereka
kurang patriotis/nasionalis, eksklusif, dicurigai, secara politis masih
dan mendominasi ekonomi nasional, berorientasi ke Republik Rakyat
maka orang Tionghoa semakin sulit Cina (RRC). RRC, khususnya Partai
diterima di Indonesia. Mereka akan Komunis Cina (PKC), dituding telah
lebih mudah diterima apabila mau ikut membesarkan Partai Komunis
berbaur hingga mencapai hal-hal yang Indonesia (PKI) dan punya andil
dalam gerakan pemberontakan G-30-
25
Lan, T, J. 1998. Op cit.
S/PKI pada tahun 1965. Itu pula
26
Suryadinata, Leo. 2002. Op cit, hal: 45. yang menjadi salah satu alasan

30 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006


pemerintah memutuskan hubungan orangtua dan memeluk salah satu
diplomatik dengan RRC pada tahun agama yang diakui pemerintah.
1967. Pasca peristiwa 1965 status
Dengan diberlakukannya In- etnis Tionghoa sedang dalam kondisi
struksi Presiden (Inpres) No. 14 terendah. Mereka dipojokkan oleh
Tahun 1967 oleh pemerintah Orde penguasa maupun masyarakat bukan
Baru membuat warga masyarakat Tionghoa. Pada saat itu berbagai
keturunan Tionghoa tak lagi bisa kekerasan massa anti Tionghoa mulai
merayakan ritual-ritual Konghucu, marak. Mengacu pada teori identitas
kepercayaan asli mereka. Termasuk sosial, maka ketika suatu kelompok
merayakan Imlek dengan menggelar citranya sedang terpuruk selalu ada
pertunjukan barongsai dan mengarak upaya untuk bereaksi terhadap
patung dewa-dewa alias toapekong di keadaan ini dalam rangka meraih
tempat-tempat umum. Koran-koran kembali citra atau identitas sosial yang
beraksara Cina juga diberangus. positif. Adapun modus yang biasa
Sekolah-sekolah Tionghoa yang terjadi adalah dengan mobilitas sosial
mengajarkan bahasa dan kebudayaan dan perubahan sosial.
Cina pun ditutup. Sejak itu kaum Bentuk-bentuk mobilitas so-
keturunan Tionghoa terpaksa ber- sial yang dilakukan nampaknya
gerilya dalam berkebudayaan. Ritual- cukup bervariasi tergantung dari
ritual dan perayaan-perayaan yang persepsi masing-masing kelompok
berhubungan dengan agama, keperca- tentang bagaimana harus mem-
yaan, dan tradisi asli Cina dilakukan perbaiki citra. Salah satu reaksi yang
secara tertutup. Ritual Imlek hanya muncul adalah dengan eksodus ke
dilakukan komunitas Tionghoa dalam luar negeri seperti ke Belanda,
lingkungan kelenteng. kembali ke RRC dan sebagainya.
Sikap diskriminatif yang Sementara kelompok asimilasi nam-
mereka terima baik secara politik paknya mendapat angin, salah satu
maupun sosial akibat "sinophobia", tokohnya, Junus Jahja, mendorong
membuat sebagian warga keturunan orang Tionghoa untuk memeluk
Tionghoa sampai merasa perlu agama Islam sebagai kunci pem-
menyamarkan identitas etnik dan bauran total. Dalam penelitian yang
kebudayaan mereka hanya agar bisa dilakukannya terhadap subyek
tetap survive di tengah-tengah mahasiswa dan siswa SMU etnis
masyarakat Indonesia. Antara lain Tionghoa di Semarang, Susetyo
dengan mengganti nama Tionghoa (2002) menemukan bahwa ada
mereka dengan nama yang lebih kecenderungan subyek untuk meng-
Indonesiawi. Untuk tujuan sama, adopsi sifat-sifat positif dari etnis
sebagian secara resmi juga mening- Jawa sebagai identitas sosialnya. Hal
galkan ajaran Konghucu warisan ini nampak menjadi salah satu solusi

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 31


dalam pencarian identitas ini. Pada an yang modern. Dengan demikian ke-
akhirnya kita akan menemukan Tionghoa-an sekarang tampil dalam
identitas Tionghoa yang Jawa, kemasan dan citra baru yang lebih bisa
Tionghoa yang Batak, Tionghoa diterima dan tidak lagi berasosiasi
yang Padang, Tionghoa yang Sunda dengan masa lalu yang traumatis.
dan sebagainya. Namun demikian Pencarian posisi identitas etnik
ketika mereka tidak dapat mene- Tionghoa menemukan titik terang
mukan hal-hal yang mendu-kung setelah keluarnya Keppres No. 6
perbaikan citra dirinya sebagaimana Tahun 2000 yang diumumkan pada 18
hal di atas, banyak juga yang Januari 2000 oleh Presiden Abdur-
akhirnya pindah keluar negeri rahman Wahid, yang sekaligus
menjadi kelompok yang beridentitas mencabut Inpres No.14 Tahun 196729.
kosmopolitan, internasional, lintas Artinya, warga keturunan Tionghoa
etnis maupun lintas negara. tak lagi memerlukan izin khusus untuk
Dinamika tersebut nampaknya dapat mengekspresikan secara publik
tergambarkan dari penelitian dari berbagai aspek dari identitas etnis,
Lan27 tentang orientasi identifikasi kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi
diri ataupun dari Tan 28 tentang asli mereka.
aspirasi politik di atas. Sejak saat itu pulalah, sesuatu
Selain melalui mobilitas yang berbau Tionghoa mulai men-
sosial, nampaknya juga ada dapatkan tempat di Indonesia. Di
kecenderungan melakukan perubahan mana-mana ucapan selamat tahun baru
sosial, yaitu dengan memperbaiki bagi kelompok etnis Tionghoa diku-
citra dari ke-Tionghoa-an. Salah mandangkan. Hotel, restoran, dan
satunya adalah dengan menggeser pertokoan ramai dengan tawaran untuk
orientasi ke-Tionghoa-an dari yang merayakan tahun Naga Emas. Tak
berorientasi tradisionil menjadi ke- ketinggalan, biro perjalanan menawar-
Tionghoa-an yang berorientasi kan tour ke Singapura, Hongkong,
nasional. Barangkali kecenderungan bahkan Australia dalam rangka
ini lebih banyak berkembang di merayakan tahun baru Tionghoa.
kalangan generasi yang lebih muda, Sementara itu, di bidang
dimana mereka sudah tidak begitu kesenian, yang sedang naik daun
menguasai lagi adat istiadat Tionghoa adalah barongsai dan liong. Setiap ada
tradisionil, tidak bisa berbicara dalam acara, baik itu diselenggarakan
bahasa mandarin, memiliki pendidik- komunitas Tionghoa atau bahkan
orang Indonesia sendiri, tidak jarang
27
Lan, T, J. 1998. Op cit.
28 29
Tan, M.G. 1999 Aspirasi Politik Etnik Burchell, Rebecca. 2004. Community
Tionghoa. Dalam Majalah Tempo. Edisi Perceptions about Keppres 6/2000: Case
14-22 Februari 1999. Study Yogyakarta”. Unpublished.

32 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006


jenis kesenian tersebut ditampilkan. rentan, selalu memojokkan etnis
Atraksi barongsai yang sudah ratusan Tionghoa dari waktu ke waktu.
tahun dikenal di Indonesia tetapi Misidentitas etnis Tionghoa
dilarang selama 32 tahun saat terutama memuncak pasca pembe-
pemerintahan Orde Baru, menemukan rontakan G30S PKI yang menempat-
panggungnya kembali. kan status etnis Tionghoa dalam
tataran terburuk. Dalam upaya
IV. KESIMPULAN menemukan kembali citra identitas
Dari paparan di atas dapat sosial yang positif, etnis Tionghoa
disimpulkan, bahwa dinamika identi- menggunakan modus yang variatif
tas etnik Tionghoa di Indonesia baik dalam bentuk mobilitas sosial
sangat terkait dengan nuansa maupun dengan perubahan sosial.
kebijakan politik penguasa, dimana Namun sejak keluarnya Keppres No. 6
mereka memiliki kepentingan tertentu Tahun 2000, etnik Tionghoa dapat
untuk menempatkan etnis Tionghoa mengukuhkan kembali identitas etnis,
sesuai dengan kemauan politiknya. kepercayaan, kebudayaan, dan tradisi
Posisi minoritas yang cenderung asli mereka.

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Bachrun, R dan Hartanto, B. 2000. “Krisis Identitas Diri Pada Kelompok


Minoritas Tionghoa”. Dalam Wibowo, I (editor). Harga Yang Harus
Dibayar. Sketsa Pergulatan Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Studi Tionghoa.
Burchell, Rebecca. 2004. Community Perceptions about Keppres 6/2000: Case
Study Yogyakarta”. Unpublished.
Greif, Stuart. W. 1991. WNI - Problematik Orang Indoensia Asal Tionghoa. PT
Pustaka Utama Grafiti. Jakarta: Indonesia.
Hogg, Michael and Dominic Abrams. 1988. Social Identifications: A Social
Psychology of Intergroup Relations and Group Processes. London:
Routledge.
Jenkins, Richard. 1996. Social Identity. London: Routledge.
Lan, T, J. 1998. Pengalaman Etnik Tionghoa Dalam Pembentukan Identitas
(Nasional) Indonesia. Makalah. Simposium Etnis Tionghoa Sebagai
Minoritas di Indonesia. Depok, 26 Oktober 1998.
_______ .2000. ”Susahnya Jadi Orang Tionghoa. Ke-Tionghoa-an Sebagai
Konstruksi Sosial”. Dalam Wibowo, I (editor). Harga Yang Harus
Dibayar. Sketsa Pergulatan Etnis Tionghoa di Indonesia. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama dan Pusat Studi Tionghoa.

Dinamika Posisi Identitas Etnis... 33


Markus, H. R., Kitayama, S.,&Heiman, R. J. 1996. ”Culture and “basic”
psychological principles”. In E. T. Higgins & A. W. Kruglanski (Eds.),
Social Psychology: Handbook of Basic Principles (pp. 857-913). New
York: Guilford.
Operario, D.,& Fiske, S.T. 1999. “Integrating Social Identity and Social Cognition:
Aframework for Bridging Diverse Perspectives”. In D. Abrams & M. A. Hogg
(Eds.), Social identity and social cognition (pp. 26-54). Cambridge, MA:
Blackwell.
Sarwono, S.W. 1999. Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial.
Jakarta: Balai Pustaka.
Suryadinata, Leo. 1978. Pribumi Indonesians, The Chinese Minority and China.
Heinemann Educational Books. Kuala Lumpur: Malaysia.
_______. 1999. Etnis Tionghoa dan Pembangunan Bangsa. Jakarta: LP3ES.
_______. 2002. Negara dan Etnis Tionghoa; Kasus Indonesia. Jakarta: LP3ES
Susetyo, D.P.B. 2002 Stereotip Dan Relasi Antar Etnis Cina Dan Etnis Jawa Pada
Mahasiswa Di Semarang. Tesis. Depok: Program Pascasarjana Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Tajfel, H.,&Turner, J.C. 1986. The social identity theory of intergroup behavior. In
S.Worchel & W. Austin (Eds.), The social psychology of intergroup
behavior (pp. 7-24). Chicago: Nelson-Hall.
Tan, M.G. 1999 Aspirasi Politik Etnik Tionghoa. Dalam Majalah Tempo. Edisi
14-22 Februari 1999.
Taylor, D.M. & Moghaddam, F.M. 1994. Theories of Intergroup Relations.
London: Praeger.
Weeks, Jeffrey. 1990. “The Value of Difference”. Dalam Jonathan Rutherford
(ed). Identity, Community, Culture, Difference. London: Lawrence &
Wishart.
Wendt, Alexander. 1994. Collective Identity Formation and the International
State. American Political Science Review 88:384{96).

24 DEMOKRASI Vol. V No. 1 Th. 2006

Anda mungkin juga menyukai