Anda di halaman 1dari 64

BAB I

IDENTITAS NASIONAL

Dilihat dari segi bahasa identitas berasal dari bahasa inggris yaitu “identity”
yang dapat diartikan sebagai ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri. Identity sering
diindonesiakan menjadi identitas atau jati diri. Jadi identity atau identitas atau jati
diri, dapat memiliki dua arti: pertama, idetitas atau jati diri yang menunjukkan
pada ciri-ciri yang melekat pada diri seseorang atau sebuah benda, dan yang
kedua, identitas atau jati diri dapat berupa surat keterangan yang dapat
menjelaskan pribadi seseorang dan riwayat hidup seseorang.
Menurut Hank Johnston, Enrique Larana, dan Joseph R. Gusfield (1994:12-
24), identitas itu dapat dibai dalam beberapa bagian, yaitu: identitas individu dan
identitas kolektif. Penjelasan dari kedua identitas tersebut adalah sebagai berikut:
1. Identitas Individu
Sebagian besar sosiologi berbeda pendapat tentang pengertian identitas
individu. Terlepas dari “ikatan kuat” antara gender dan kekerabatan-kita
hanya mulai memahami-siapakah seseorang dan apakah dia (baik laki-
laki maupun perempuan) secara keseluruhan menjadi proses-proses
social. Psikologi yang mempelajari pembentukan kelompok dengan jelas
memisahkan identita individual dari aspek-aspek sosialnya yang
mempelajari pergerakan social haruslah mengenal tentang identitas
individu.
Identitas individu adalah identitas atau jati diri yang dimiliki oleh
seseorang yang ia dapat sejak ia lahir maupun dari proses interaksi
dengan yang lain. Identitas yang dimiliki oleh seseorang tidaklah hanya
satu tapi lebih dari satu. Jumlah identitas yang dimiliki seseorang akan
berada dengan jumlah identitas yang dimiliki oleh orang lain.
2. Identitas Kolektif
Menurut Melucci (1985), identitas kolektif (identitas bersama atau
kelompok) adalah suatu interaksi (saling mempengaruhi) antara individu
yang satu dengan individu yang lainnya dalam suatu kelompok dan
melakukan tindakan serta perbuatan secara bersama-sama, untuk tujuan

1
bersama dalam suatu kelompok. Kita mempunyai berbagai macam
kumpulan ide-ide tentang kelompok atau golongan dari orang-orang
masyarakat, klas-klas, elite (golongan atasan), suku bangsa, jenis kelamin
sampai pada pengertian identitas kolektif. Satu hal yang dianggap
penting, bahwa sebagian besar dari sosiologi mempunyai konsep yang
sama tentang identitas kolektif, yaitu bagaimana setiap individu dapat
menjalin kerja sama yang baik dan mempertahankan kerekatan antar
sesama mereka.
Pengalaman kelompoklah yang membuat mahluk manusia mempunyai
ciri-ciri yang bersifat manusiawi. Melalui pengalaman berkelompoklah
kita menghayati norma-norma kebudayaan kita, serta bersama-sama
memiliki nilai-nilai, tujuan, perasaan, dan kebanyakan hal yang
membedakan kita dengan jenis hewan lainnya. Perasaan dan prilaku
seseorang sangat dipengaruhi oleh keanggotaan kelompok. Apakah
seseorang itu akan menjadi pengecut atau pahlawan yang barang kali
banyak dipengaruhi ikatan-ikatan kelompok dari pada sifat-sifat individu.
Inilah yang mungkin dapat dikatakan bahwa di dalam mempelajari
identitas kolektif yang perlu diperhatikan adalah bagaimana menjaga
kerekatan antara satu dengan yang lainnya dalam suatu kelompok.
Kapan identitas itu muncul?.
Identitas atau jati diri itu muncul dan ada dalam interaksi. Interaksi adalah
kenyataan empirik yang dilakukan oleh seseorang dengan orang lain atau dengan
kelompok lain yang berupa tindakan para pelaku yang menandakan adanya
hubungan antar para pelaku tersebut. Sehingga dapat dikatakan bahwa identitas
atau jati diri itu muncul dan ada dalam hubungan. Jadi seseorang mempunyai jati
diri tertentu apabila ada pengakuan dari orang lain mengenai jati dirinya. Orang-
orang lain yang berada dalam interaksi dengan dirinya adalah penentu dari jati
dirinya. Karena hanya melalui cermin itulah seseorang dapat melihat dan
mengenali seperti apa dirinya.
Untuk apa seseorang memerlukan identitas atau jati diri?.
Identitas atau jati diri diperlukan dalam interaksi. Karena dalam setiap
interaksi, setiap pelaku mengambil suatu posisi dan berdasarkan atas posisi

2
tersebut si pelaku menjalankan peranan-peranannya sesuai dengan corak atau
struktur interaksi yang berlangsung. Corak hubungan antara anak dan bapak yang
terwujud dalam interaksi anak dan bapak, akan berbeda dari corak hubungan
ketika seseorang harus berperan sebagai suami dalam interaksi dengan istrinya.
Jadi setiap orang memiliki peranan yang banyak dalam masyarakat. Semakin
banyak peran maka semakin luas pergaulannya.
Apa itu atribut identitas?.
Atribut adalah segala sesuatu yang terseleksi, baik disengaja maupun tidak,
yang berguna untuk mengenali identitas atau jati diri seseorang atau sesuatu
gejala. Atribut ini bisa berupa ciri-ciri yang menyolok dari benda atau tubuh
orang, sifat-sifat seseorang , pola-pola tindakan atau bahasa yang digunakan.
Atribut identitas dapat dimanipulasi oleh pelaku guna dalam berhubungan dengan
orang lain. Contoh: seorang pengemis akan membuat dirinya sebagai seseorang
pengemis yang patut dikasihani oleh orang ramai. Untuk itu dia akan memakai
baju compang-camping, memakai perban dan kalau perlu ditambah warna merah
seperti darah. Baju compang-camping, memakai perban dan ditambah warna
merah seperti darah adalah atribut identitas yang dimanipulasi seseorang guna
untuk kepentingannya.
Apa itu identitas nasional?.
Identitas nasional berasal dari kata “national identity” yang dapat diartikan
sebagai “kepribadian nasional” atau “jati diri nasioanl”. Kepribadian nasional atau
jati diri bangsa indonesia akan berbeda denga kepribadian atau jati diri bangsa
australia, bangsa amerika, dan lain-lain. Kepribadian atau jati diri nasioanl itu kita
adopsi dari nilai-nilai budaya dan nilai-nilai agama yang kita yakini
kebenarannya.
Untuk apa identitas nasional itu?. Jika kebudayaan kita katakan bagian dari
identitas nasional, maka kebudayaan itu juga dapat dijadikan pedoman bagi
manusia untuk berbuat dan bertingkah laku. Seseorang yang memiliki identitas
nasioanl, ia harus bangga mengakui indonesia sebagai negaranya. Karena salah
satu ciri dari identitas atau jati diri nasional orang indonesia adalah orang yang
mempunyai peradaban yang tinggi.
Apa itu pluralitas bangsa?.

3
Adalah suatu negara yang memiliki berbagai macam suku, bahasa, agama dan
budaya yang berbeda-beda. Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus,
yang askriptif (ada sejak kelahiran), yang sama coraknya dengan golongan umur
dan jenis kelamin. Indonesia dikatakan sebagai negara yang memilki banyak suku
bangsa, sehingga indonesia dianggap sebagai negara yang rawan konflik. Selain
itu agama-agama diindonesia: islam, kristen katolik, kristen protestan, hindu,
buddha dan kong hu cu. Karena indonesia merupakan negara multi agama, maka
indonesia dapat dikatakan sebagai negara yang rawan terhadap disintegrasi
bangsa. Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai mahluk sosial yang
isinya adalah perangkta-perangkat, model-model pengetahuan, yang secara
kolektif digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menginterpretasi dan
memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai refernsi atau
pedoman untuk bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda benda kebudayaan)
sesuai dengan lingkungan yang dihadapi (Suparlan, 1986:1). Kebijakan bahasa
nasional sangat penting dalam menciptakan kesatuan indonesia dan identitas
nasional indonesia. Dahulu bahasa nasioanl indonesia dikenal sebagai bahasa
melayu. Namun sebelum dan sesudah PD II para tokoh nasional memabntu
berkembangnya bahasa indonesia sebagai bahsa persatuan. Padatahun 1928,
ketika berlangsungnya kongres pemuda indonesia kedua di jakarta, kaum
nasionalis indonesia yang “sekuler” dari berbagai wilayah berhasil merumuskan
sumpah pemuda yang menyatakan bahwa mereka adalah bahasa indonesia
berbahasa satu yakni bahasa indonesia dan bertanah air satu tanah air indonesia.
Sedangkan kasta dan kelas merupakan pembagian sosial atas dasar agama.
Apa itu ideologi?.
Ideologi dapat diartika sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang
menyeluruh dan mendalam yang mempunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat
tentang bagaimana cara yang sebaiknya, yaitu secara moral dianggap benar dan
adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan
duniawi mereka.
Ada berapa aspekkah ideologi itu?.
Ada empat aspek dari ideologi yang terpenting, yaitu :
(1). Sumber ideologi politik yang unggul.

4
(2). Penyebaran ideologi.
(3). Fungsi ideologi sebagai suatu alat pengawal sosial.
(4). Perhubungan antara ideologi dengan organisasi publik.
Ideologi timbul karena kehendak nurani manusia untuk membentuk peraturan
intelektual di dalam masyarakat dunia. Sebagaimana telah diungkapkan, nilai-nilai
dasar yang terkandung dalam suatu ideologi sangat diwarnai oleh hasil pemikiran
mereka yang melahirkannya itu tentang realitas masyarakatnya di masa lalu,
disamping visi mereka di masa depan.
Apabila kita teliti secara seksama, pada dasarnya banyak ideologi, termasuk
ideologi pancasila dan undang undang dasar 1945, yang membuka jalan bagi
lahirnya interprestasi baru. Kenyataan ini antara lain menunjukkan bahwa mereka
myang melahirkan ideologi ini dulu secara jujur mengakui keterbatasan-
keterbatasan pemikiran mereka untuk mampu memberikan pengertian dan analisa
yang final, yang dapat dipakai secara terus menerus.
Menurut Alfian (1978:193) ada tiga dimensi yang dapat dipakai untuk
melihat dan mengukur kualitas suatu ideologi, yaitu kemampuannya
mencerminkan realita yang hidup dalam masyarakat, mutu idealisme yang
dikandungnya, dan sifat fleksibilitas yang dipunyainya. Ketiga-ketiganya,
walaupun dapat diteliti secara sendiri-sendiri, tetap saling berkaitan. Suatu
ideologi dapat mengalami kiris bilamana salah satu atau dua atau ketiganya dari
dimensi ini menunjukkan kelemahan-kelemahan. Dalam uraian di atas masalah
krisis ideolgi ini lebih banyak disoroti melalui dimensi fleksibilitasnya.
Jenis-jenis ideologi menurut Laeyendecker (1991-64-66) :
1. Liberalisme
Nilai yang tertinggi terletak pada individu yang otonom. Dalam
mengembangkan kemampuan kemampuan manusiawi yang dimilikinya, akal
mempunyai peranan yang cukup tinggi, kebebasan individu tidak boleh
dihalang-halangi. Hasil yang terbaik dari manusia adalah bagaimana kita
dapat menghilangkan hhambatan-hambatan bagi kebebasan individu, dan
membiarkannya mengejar kepentingannya sendiri tanpa mendapat halangan
apapun.

5
Liberalism ini merimplikasi adanya suatu keyakinan yang besar terhadap
restasi-prestasi manusia, dan oleh karena itu dapat dimaklumi mengapa
ideology ini justru dilindungi olehgolongan menengah yang telah banyak
prestasinya, terutama di bidang ekonomi. Golongan ini juga tidak mempunyai
keberatan-keberatan mendasar terhadap tata masyarakat seperti yang telah
berkembang sesudah zaman pertengahan.
2. Radikalisme
Kalau liberalism mengenal dan memberikan nilai tertinggi pada kebebasan
individu, maka dalam radikalisme kesamaan merupakan pusatnya.
Radikalisme berkembang terutama dalam kontfrontasi dengan liberalism, tapi
radikalisme sendiri mempunyai akar-akar yang tua. Pada zaman pertengahan
banyak terdapat berbagai macam gerakan-gerakan radikal yang mengadakan
protes terhadap tata masyarakat, karena tatanan ini ditandai oleh tidak adanya
kesamaan. Tapi gerakan gerakan ini bersifat keagamaan yang kebanyakan
memperoleh pengikut-pengikut yang jumlahnya kecil di antara orang-orang
miskin dan tokoh tokoh marginal di dalam masyarakat menjelang akhir
zaman pertengahan. Gerakan ini menaruh harapan yang kuat terhadap
kerajaan tuhan yang akan dating di bumi yang ditandai dengan kdamaian
serta keadilah.. radikalisme ini mengkritik tajam terhadap tata masyarakat
dimana terdapat begitu banyak ketidakadilan dan kemiskinan. Menurut
radikalisme ini orang-orang kaya mempuyai kesalahan yang cukup besar.
Oleh karena itu tidaklah heran jika kelompok ini sangat memusuhi para
bangsawan.
3. Konservatisme
Kalau radikalisme dengan penuh harapan memandang ke masa depan yang
indah, maka konservatisme melihat dengan rasa nostalgia ke masa lalu.
Paham ini baru timbul detelah kedua ideology diatas, dan dibangkitkan oleh
dua revolusi yang dengan sangat jelas bermaksud hendak memutuskan diri
dengan masa lampau.
Menurut kaum konservativ, revolusi-revolusi itu merupakan suatu klimaks
perkembangan-perkembangan yang menyedihkan yang telah berlangsung
sejak menjelang akhir zaman pertengahan. Yang dimaksud ialah pertumbuhan

6
individualism yang merusak, reformasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknik, kepercayaan kepada diri sendiri yang tak terbatas yang hanya
merupakan pernyataan kecongkakan yang tidak pada tempatnya. Pendek kata,
kaum konservatif sama sekali tidak suka kepada masyarakat industry modern.
Sedangkan masyarakat zaman pertengahan merupakan masyarakat ideal
mereka. Mereka sangat membela segala-galanya yang ditolak oleh kaum
revolusioner dan oleh para filsuf pencerahan.
Pancasila sebagai ideologi.
Sebagai ideologi pancasila dituntut
(1) konsisten yaitu berdiri bersama artinya satu sila harus merupakan kesatuan
yang terpadu.
(2) koheren yaitu lekat satu dengan yang lain artinya satu sila harus terkait dengan
sila yang lain dan
(3) koresponden yaitu bersama artinya cocoknya praktek dengan teori, kenyataan
dengan ideologi.
Pancasila sebagai ideologi dapat mempersatukan kita secara politis, dapat
mewakili dan menyaring berbagai kepentingan, mengandung pluralisme agama,
dan dapat menjamin kebebasan beragama. Meskipun ada pihak yang tidak setuju
dengan pancasila sebagai ideologi, tapi sampai sekarang pancasila masih tetap
sebagai ideologi negara.
Sebagaimana kita ketahui bahwa sebagian besar rakyat indonesia menganut
agama islam. Oleh karena itu tidak heran jika banyak tulisan-tulisan yang
mencoba menyoroti pancasila dari sudut pandang islam. Menurut beberapa pakar,
tidak satupun ajaran islam yang bertentangan dengan pancasila, dan sebaliknya
tidak satupun sila-sila dan pancasila yang bertentangan dengan ajaran islam.
Dengan demikian dapat kita katakan bahwa pancasila adalah obyektivitas islam.
Esensi (hakekat) islam dan pancasila tidak bertentangan, tetapi kenyataan
eksistensinya (sejarahnya) dapat saja keduanya dipertentangkan terutama untuk
melayani kepentingan-kepentingan kelompok politik. Walaupun demikian,
penting dicatat bahwa islam adalah agama, dan pancasila adalah ideologi.
Apa fungsi ideology pancasila?.

7
Ideology memainkan peranan yang penting dalam proses dan memelihara
integrasi nasional, terutama di Negara-negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Peranan itu antara lain tergantung pada kualitas yang dipunyanya yang
dapat dilihat dan diukur melalui tiga dimensi, yaitu kemampuan mencerminkan
realita yang hidup dalam masyarakat, idealism yang terkandung di dalamnya, dan
fleksibilitasnya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Melalu ketiga
dimensi ini akan dapat diteliti apakah ideology itu mampu atau tidak memelihara
relevansinya, yaitu titik keseimbangan sebagai tempat bertemunya consensus
antara berbagai kelompok atau golongan-golongan. Krisis ideology akan terjadi
apabila titik keseimbangan itu hilang. Apabila ini terjadi, maka diperkirakan dapat
mengancam integrasi nasional dan persatuan nasional.
Apa itu integrasi nasional?.
Yaitu penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi
suatu keseluruhan yang lebih utuh, atau memadukan masyarakat-masyarakat kecil
yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Masalah integrasi nasional sangat
kompleks dan multidimensional, bahwa dapat dikatan belum final sepenuhnya.
Untuk pembahasan lebih lanjut kiranya perlu untuk memisahkan kebijakan
pemerintah terhadap penduduk pribumi dari kebijakan terhadap minoritas etnis
Tionghoa.
Pemerintah Indonesia selama rezim orde baru cenderung membedakan dua
jenis kelompook etnis. Sebuah kelompok terdiri dari penduduk pribumi dan
kelompok lain terdiri dari keturunn asing, yakni etnis Tionghoa, Arab, dan Eropa
dimana yang terbesar adalah etnis Tionghoa. Keturunan asing ini sering disebut
“warga minoritas asing”. Jika terhadap penduduk pribumi pemerintah
memberlakukan kebijakan penyatuan, maka bagi kelompok minoritas asing dibut
kebijakan asimilasi. Berdasarkan kebijakan ini, pemerintah mengharuskan etnis
Tionghoa, misalnya, untuk meninggalkan identitas Cina mereka dan
mengubahnya menjadi identitas “pribumi” Indonesia. Begitupula dalam soal
berbahasa. Jadi, penegasan identitas nasional tidaklah mesti menegasikan identitas
lokal,karena hal iu merupakan indakan yang berlawanandengan nilai nilai luhur
demokrasi yang memberikan kebebasan dan rasa aman bagi setiap insan dan
sebagai ruang teriptanya ineraksi antar kelompok secara alami. Apalagi dengan

8
Pancasila sebagaiasas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui
slogannya “Bhinneka Tunggal Ika” secara teoritis bukan hanya mengakomodasi
keragaman identitas lokal melainkan juga mendorong semua warganegara untuk
bersama-sama mewujudkan tujuan dan kepentinan bersama, yaitu masyarakat adil
dan makmur.
Berhubung pluraitas sosial hadir pada semua level kehidupan berbangsa,
rezim pemerintah Indonesia manapun akan berlaku sanga nnaif jika mencba
memaksakan amalhamasi budaya ataupun asimilasi yang didesakkan pada realitas
multikultur warganya. Karena itu, pengakuan dan penegasan Presiden
Abdurrahman Wahid untuk mengakomodasi keterbagian secara formal beberapa
waktu lalu merupakan isyarat yag positif dalam menciptakan kehidupan
berbangsan dan bernegara yang aatplural di negeri ini. Dalam sebuah kesempatan
merayakan peringatan Tahun Baru Cina tidak pernah terjadi sebelumnya
(Unprecendented). Presidan Wahin menyampaikan pidato dihadapan 1200
penganut Konghucu bahsa perbedaan harus menjadi modal bagi kita membawa
bangsa ini menjadi lebih baik. Ditambahkannya bahwa perbedaan adalah sebuah
keniscayaan asaasi yang tidak dapat dihindari, bahkan dapat membawa rahmat.
“Semakin kita berbeda akan membuat rasa persatuan kita semakin erat” (Jakara
Pst 8/3/2000).
Upaya untuk mewujudkan integrasi nasional adalah setali tiga uang dengan
upaya membangun sejumlah langkah langkah strategi yang dapat mendorong
berbagai – bagai macam bentuk perbedaan bangsa ini untuk saling berdialog dan
berdampingan hidup secara harmonis. Salah satunya adalah dengan mulai
menghentikan penggunaan klasifikasi seperti mayoritas-minoritas, penduduk asli
– pendatan, dan pribumi-nonpribumi, lebih-lebih yang dimaksudkan untuk tujuan
dan kepentingan politis. Semua istilah inihanya memupuk subur sikap dan perilau
kelompok-kelompok masyarakat untuk tida berusaha saling memahami latar
belakang budaya dan stereotip yang ada justru dibiarkan tumbuh dan bahkan
terkesna dipelihara oleh masng-masing kelompok.
Mungkin tidak ada salahnya untuk membuka kembali memri historis bangsa
ini bahwa tegak dan terbentukna negara Republik ini tidak lepas dari adanya
kesepkatan untuk bersatu dari berbagai keragaman populasi termasuk gama, suku,

9
dan ras yang ada di wilayah bekas jajahan Belanda yang terletak pada garis
khatulistiwa ini. Namun penting ditegaskan bahwa persatuan itu, dalam konteks
berdirinya Republik ini, adalah hanya sebuah kesepakatan kesatuan politik dan
bukan kesepakatan kesatuan budaya. Artinya, dengan meleburkan diri masuk ke
dalm bagan reoublik ini, identitas yang bersifat khas dan lokal di pelbagai penjuru
negeri ini tidak lantas harus musnah atau dimusnahkan. Sebaliknya,
penghormatan yang tinggi terhadap identitas nasional dan persatuan politik harus
diiringi dengan penghargaan yang layak kepada realitas keragaman identias
kesukuan, agama, dan golongan.

10
BAB II
NEGARA DAN KEWARGANEGARAAN

Negara merupakan integrasi dari kekuatan politik, ia adalah organisasi pokok


dari kekuasaan politik. Negara adalah agency (alat) dari masyarakat yang
mempunyai kekuasaan untuk mengatur hubungan-hubungan manusia dalam
masyarakat dan menertibkan gejala-gejala kekuasaan dalam masyarakat. Negara
adalah organisasi yang dalam sesuatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya
secara sah terhadapa semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat
menetapkan tujuan-tujuan dari kehidupan bersama itu. Negara mempunyai dua
tugas yaitu mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang asosial,
yakni yang bertentanga sama satu lain, supaya tidak antagonistik yang
membahayakn serta mengorganisasikan dan mengintegrasikan kegiatana manusia
dan golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat
seluruhnya.
Negara mempunya sifat-sifat khusus yang merupakan manifestasi dari
kedaulatan yang dimilikinya dan yang hanya terdapat pada negara saja dan tidak
terdapat pada asosiasi atau organisasi lainnya.
a. Sifat memaksa. Agar peraturan perundang-undangan ditaati dan dengan
demikian penertiban dalam masyarakat tercapai serta timbulnya anarki
dicegah, maka negara memiliki sifat memaksa, dalam arti mempunyai
kekuasaan untuk memakai kekerasan fisik secara legal. Sarana untuk itu
adalah polisi, tentara dan sebagainya. Organisasi dan asosiasi yang lain dari
negara juga mempunyai aturan akan tetapi aturan-aturan yang dikeluarkan
oleh negara lebih mengikat.
b. Sifat Monopoli. Negara mempunyai monopoli dalam menetapkan tujuan
bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat menyatakan bahwa
suatu aliran kepercayaan atau aliran politik tertentu dilarang hidup dan
disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan
masyarakat.
c. Sifat mencakup semua (all-encompassing, all-embracing). Semua peraturan
perundang-undangan (misalnya keharusan membayar pajak) berlaku untuk

11
semua orang tanpa terkecuali, keadaan demikian memang perlu, sebab kalau
seseorang dibiarkan berrada diluar ruang lingkup aktivitas negara, maka
usaha negara kearah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
Adapun unsur-unsur dari negara adalah penduduk, wilayah, pemerintah yang
berdulat. Tujuan dari negara R.I itu sendiri tercantum pada pembahasan undang-
undang dasar 1945 ialah: “untuk membentuk suatu pemerintahan negara indonesia
melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan
untuk memajukall;n kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial” dengan berdasarkan kepada ketuhanan yang maha esa,
kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia, dan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta
dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia
(pancasila).
Bentuk dari negara yang terpenting adalah negara kesatuan (unitarisme) dan
negara serikat (federasi). Negara kesatuan adalah negara yang merdeka dan
berdaulat, yang berkuasa satu pemerintah pusat yang mengatur seluruh daerah
secara totalitas sedangkan yang dimaksud dengan negara serikat ialah suatu
negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara, yang menjadi negara-
negara bagian dari negara serikat itu.
Bentuk pemerintahan yang terkenal adalah kerajaan (Monarki) dan republik.
Kerajaan (monarki) adalah suatu negara yang dikepalai oleh raja, sultan atau
kaisar / ratu. Kepala negara diangkat secara turun temurun. Macam-macam
kerajaan (monarki) yaitu monarki mutlak yaitu seluruh kekuasaan ditangan raja,
monarki konstitusional yaitu kekuasaan raja dibatasi oleh suatu konstitusi (UUD)
dan monarki parlementer yaitu terdapatnya parlemen. Yang dimaksud dengan
republik adalah suatu negara yang dikepalai oleh presiden. Republik dapat dibagi
dua yaitu serikat dan kesatuan.
Warganegara yaitu orang orang sebagai bagian dari suatu penduduk yang
menjadi unsur negara. Ada tiga unsur yang menentukan kewarganegaraan, yaitu:
1. Unsur darah keturunan (ius sanguinis)

12
Kewarganegaraan dari orang tua yang menurunkannya menentukan
kewarganegaraan seseorang , artinya kalau orang dilahirkan dari orang tua
yang berwarganegara indonesia, ia dengan sendirinya juga warganegara
indonesia.
2. Unsur daerah tempat kelahiran (ius solis)
Lahir didalam daerah hukum indonesia, maka ia sendiri menjadi warga
negara indonesia, namun dijepang tidak berlaku ius solis
3. Unsur pewarganegaraan (naturalisasi)
Dalam pewarganegaraan ini ada yang aktif dan ada yang pasif. Dalam
pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan hak opsi untuk
memilih menjadi warganegara dari suatu negara. Sedangkan
pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau diwarganegarakan oleh
suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repusiasi,
yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut
(Kartasapoetra,1993:216-7)
Bila kita perhatikan penduduk suatu negara, diantara mereka yang bukan
warganegara (orang asing) ada pula yang apatride dan bipatride. Yang dimaksud
dengan apatride yaitu orang-orang yang tidak mempunyai suatu kewarganegaraan.
Sedangkan bipatride adalah orang –orang yang memiliki kewarganegaraan
rangkap atau dengan istilah yang populer dwikewarganegaraan.
Setiap warganegara suatu negara mempunyai hak dan kewajiban. Diindonesia
hak dan kewajiban secara umum telah diatu rdalam undang-undang dasar 1945.
Hak-hakk warganegara terdapat pada pasal 27 ayat 1, pasal 27 ayat 2, pasal 28,
pasal 29 ayat 2, pasal 30, pasal 31 sedangkan kewajiban warganegara pasal 27 dan
pasal 30 yang menyatakan bahwa warganegara wajib menjunjung tinggi hukum
dan ikut serta dalam pembelaan negara.
Ada beberapa karakteristik bagi warganegara yang demokrat yaitu rasa
hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, membuka diskusi dan dialog, bersikat
terbuka, rasional, adil dan jujur. Dialam demokrasi sekarang ini, warganegara
tidakk cukup mempunyai bagunan pengetahuan politik atau aspek-aspek politik,
tetapi juga membutuhkan penguasaan terhadap kecakapan-kecakapan intelektual
dan partisipasi yang terkait. Unsur unsur dari kecakapan berfikir kritis yaitu

13
(1) kemampuan mendengar,
(2) kemampuan mengidentifikasi dan mendeskripsikan persoalan,
(3) kemampuan menganalisa, dan
(4) kemampuan untuk melakukan suatu evaluasi isu-isu politik (Khoiron,1999:99-
111).
Untuk dapat berpartisipasi dengan efektif dan bertanggung jawab serta
dilandasi dengan pengetahuan yang cukup. Warganegara perlu memiliki
kemampuan tertentu untu berpartisipasi atau bisa disebut sebagai kecakapan
partisipatoris (partisipatory skill). Dalam konteks pendidikan politik, kecakapan
partisipatoris mencakup tiga kecakapan atau keahlian yaitu keahlian berinteraksi
(interacting), keahlian memantau (monitoring) isu politik dan keahlian
mempengaruhi (influencing) kebijakan publik.
Teori kontrk sosial atau teori perjanjian masyarakat beranggapan bahwa
Negara dibentuk berdasarkan perjanjian – perjanjian masyarakat. Teori ini adalah
salah satu teori yang terenting mengenai asal usul negara. Disamping tertua, teori
ini juga reatif bersifat universal, karena ditemukan baik dalam tulisan-tulisan
sarjana bara maupun tulisan-tulisan sarjana timur, baik dalam agama Nasrani
maupun dalam agama Islam.
Universalitas ini disebabkan teori perjanjian masyarakat adalah teori yang
termudah dicapai, apabila dan kapa saja negara tidak merupakan negara tiranik.
Seiap perenungan mengenai negara dan masyarakat mau tidak mau akan
menghasilkan paham-paham yang mendasarkan adaya negara dan masyarakat itu
pada persetujuan anggota-anggotanya. Persetujuan itu dapat dinyatakan secara
tegas (expressed) atau dianggap telah memberikan secara diam-diam (tacitly
asssumed).
Penganut teori-teori perjanjian meliputi penulis-penulis dari seluruh aliran
pendapat, dari penganut paham kenegaraan yang absolutis sampai ke penganut
paham kenegaraan yang terbatas.
Unuk menjelaskan teori asal mula negara yang didasarkan atas perjanjian
masyarakat atau kontrak sosial, perlu dipaparkan sekilas trio sarjana Barat yang
amat sangat berpegaruh dalam pemikiran politik tentang negara, yaitu Hobbes,
Locke dan Rousseau.

14
Hobbes mengikuti jala pikiran teori-teori kontrak sosial pada umumnya
tentang kehidupan manusia yang terpisah dalam dua zaman, yaki keadaan selama
belum ada negara (status naturalis, state of nature) dan keadaan bernegara. Bagi
Hobbes, keadaan alamiah sama sekali bukan keadaan yang aman sentosa, adil dan
makmur tetapi sebaliknya, keadaan alamiah itu merupakan suatu keadaan sosial
yang kacau, suatu “inferno” didunia ini tanpa hukum yang dibuat oleh manusia
secara sukarela dan tanpa pemerintahan,

15
BAB III
KONSTITUSI

Apakah manfaat konstitusi itu?


Kontitusi dalam pengertian pertma diartikan sebagai nama bagi ketentuan-
ketentuan yang menyebut hak-hak dan kekuasaan dari orang-orang tertentu,
keluarga-keluarga tertentu yang berkuasa atau suatu badan-badan tertentu.
Sebagai contoh di masa-masa pemerintahan kerajaan absolut, konstitusi diartikan
sebagai “kekuasaa perorangan yang tak terbatas dari sang raja”.
Sedangkan konstitusi dalam pengertian kedua, menurut Sovernin Lohman,
meliputi tiga unsur yakni:
1. Kontitusi dipandang sebagai perwujudan perjanjian masyarakat (kontrak
sosial), artinya konstitusi merupakan hasil atau kongklusi dari kesepakatan
masyarakat untuk membina negara dan pemerintahan yang akan mengatur
mereka.
2. Konstitusi sebagai piagam yang menjamin hak-hak asasi manusia dan
warga negara dan alat-alat pemerintahannya
3. Konstitusi sebagai form regimenis yaitu kerangka bangunan pemerintahan
Istilah konstitusi berasal dari kata ‘Constitution’ (Inggris), ‘Constitutie’
(Belanda), ‘Constituer’ (Prancis), yang berarti membentuk, menyusun,
menyatakan. Maksud pemakaian istilah konstitusi ini adalah pembentukan suatu
negara, menyusun dan menyatakan suatu negara. Dari paparan diatas maka
konstitusi dapat dimaknai sebagai kerangka kerja (framework) dari sebuah negara
yang menjelaskan bagaimana tujuan pemerintahan negara tersebut diorganisis dan
dijalankan.
Jika konstitusi dipahami sebagai pedoman bernegara maka hubungan
konstitusi dengan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara sangatlah erat.
Sejauh mana konstitusi menjamin terselenggaranya pemerintahan yang
demoktrasi. Negara demokrasi merupakan anak kandung dari konstitusi
demokratis.Sekalipun dijumpai banyak kasus di dunia konstitusi yang demokratis
tidak menjamin mampu melahirkan kekuasaaan atau pemerintahan yang
demokratis

16
Satu diantara persoalan ini adalah menyangkut pelaksanaan pasa 33 UUD
1945 yang menjamin adanya demokrasi ekonomi, namun pada kenyataannya
implementasi pasal ini tidaklah sepenuhnya dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh. Malah sebaliknya, dibalik jaminan konstitusi itu telah terjadi monopoli
sektor ekonomi nasional yang dlakukan oleh elit penguasa yang berkolusi dengan
sekelompok kecil masyarakat. Bahkan tidak hanya dalam sektor ekonomi, melalui
berbagai kebijakan yang dibuatnya, penguasa orde baru banyak melakukan
tafsiran subjektif terhadap kandungan UUD’45. Hal ini dilakukan dalam rangka
melanggengkan kekuasaannya, khususnya dalam bidang politik dan ideologi.
Meskipun tidak dijumpai pemerintahan yang demokratis murni di dunia ini,
namun sebagai bahan kajian pendidikan demokrasi, pengetahuan tentang
konstitusi yang demokratis sangatlah dibutuhkan
Secara umum suatu konstitusi dapat dikatakan demokratis tergantung sejauh
mana konstitusi tersebut mengandung prinsip-prinsip dasar demokrasi sebagai
aturan dalam kehidupan bernegara.
Prinsip-prinsip demokrasi itu adalah
(1) demokrasi yang bersifat umum yang menempatkan warganegara sebagai
sumber utama kehidupan.
(2) mayoritas berkuasa dan terjaminnya hak minoritas.
(3) pembatasan pemerintahan.
(4) pembatasan dan pemisahan kekuasaan negara.
Prinsip konstitusi demokrasi ini merupakan refleksi dari nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam hak asasi manusia yang meliputi
(1) hak-hak dasar.
(2) kebebasan mengeluarkan pendapat.
(3) hak-hak individu.
(4) keadilan.
(5) persamaan.
(6) keterbukaan.
Latar belakang terbentuknya konstitusi (UUD 1945) bermula dari janji jepang
untuk memberikan kemerdekaan bagi bangsa indonesia di kemudian hari. Namun
janji hanyalah janji, penjajah tetaplah penjajah yang selalu ingin lebih lama

17
menindas dan menguras kekayaan bangsa indonesia. Setelah jepang dipukul
mundur tentara sekutu, Jepang tak lagi ingat akan janjinya. Setelah menyerah
tanpa syarat kepada sekutu, rakyat indonesia lebih bebas dan leluasa untuk
berbuat dan tidak tergantung pada jepang sampai saat kemerekaan tiba. Setelah
merdeka kebutuhan akan sebuah konstitusi resmi nampaknya tidak bisa ditawar-
tawar lagi dan segera harus dirumuskan. Sehingga lengkaplah indonesia menjadi
sebuah negara yang berdaulat.
Dalam sejarah konstitusi indonesia, undang-undang dasar 1945 pernah tidak
berlaku untuk seluruh wilayah negara republik indonesia yakni antara tanggal 27
desember 1949 sampai dikeluarkan dekrit presiden pada tanggal 5 juli 1959, pada
masa itu berlaku konstitusi republik indonesia serikat (Konstitusi RIS) dan pada
1950 memberlakukan undang-undang dasar sementara 1950 (UUDS 1950). Sejak
kemerdekaan bangsa indonesia telah tiga kali memberlakukan konstitusi yang
berbeda. Ketiga naskah konstitusi itu adalah UUD 1945, Konstitusi RIS, UUDS
1950.
Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945
Setelah UUD’45 diisahkan menjadi aturan main dan kerangka kerja
pemerintahan republik indonesia, sejak itulah berlaku konstitusi yang mengikat
seluruh wilayah dan bangsa indonesia. Dengan demikian Undang-Undang 1945
adalah konstitusi republik indonesia yang pertama yang terdiri atas:
1. Pembukaan yang meliputi empat alinea (berasal dari naskah rancangan
pembukaan Undang-Undang Dasar yang disusun panitia kecil pada 22 juni
1945
2. Batang tubuh atau isi yang meliputi 16 bab, 37 pasal, 4 pasal aturan
peralihan dan 2 aturan tambahan (yang berasal dari rancangan undang-
undang dasar tanggal 16 juli 1945 dan disusun oleh BPUPKI);
3. Penjelasan resmi UUD 1945.
Bisakah konstitusi diubah?
Perubahan konstitusi atau biasa disebut dengan istilah amandemen
bukanlah sesuatu yang dianggap tabu atau terlarang dalam kehidupan negara yang
demokratis. Perubahan merupakan sesuatu tuntutan kehidupan dan sejarah.
Perkembangan kebutuhan dan pemikiran manusia selalu berubah menuntut

18
penyesuaian-penyesuaian suatu undang-undang yang merupakan produk
pemikiran manusia dalam kurva tertentu. Bahkan dalam kehidupan beragama,
manusia terlalu banyak melakukan perubahan-perubahan penafsiran atas kitab
suci agamanya yang sakral. Perubahan penafsiran atas kitab suci itu bukanlah
tergolong pelanggaran atas hukum tuhan. Sebaliknya merupakan tindakan kreatif
manusia dalam rangka mencari jawaban-jawaban aktual agama terhadap tuntutan
dan perkembangan zaman.
Amandemen konstitusi di beberapa negara.
1. Belanda
Perubahan konstitusi kerajaan belanda terjadi beberapa kali yaitu pada
tahun 1814, 1848, dan 1972.
2. Amerika
Amerika adalah negara yang saat ini dikenal sebagai negara super power.
Rakyatnya berasal dari inggris da eropa kontinental (belanda, prancis,
jerman, irlandia, scotlandia dan swedia), dan sebagai negara besar yang
didirikan tahun 1774, dan merdeka dari jajahan inggris tahun 1776 melalu
pernyataan yang terkenal yaitu Declaration of independence.
Dalam melakukan perubahan konstitusi, amerika telah banyak melakukan
perubahan (amandemen) dengan memunculkan beberapa syarat yaitu:
 Dua pertiga dari badan perwakilan rakyat negara-negara bagian
dapat mengajukan usul agar diadakan perubahan terhadap
konstitusi amerika serikat.
 Untuk keperluan perubahan konstitusi tersebut dewan perwakilan
rakyat federal harus memanggil sidang konvensi
 Konvensi inilah yang melaksanakan wewenang mengubah
konstitusi.
3. Uni soviet
Pada pasal 146 konstitusi stalin dinyatakan: “Amandments to the
contitution of the U.S.S.R shall be dopted bay a majority of not less than
two thirds of the votes in each of the chaambers of the supreme soviet of
the U.S.S.R”.

19
Dari bunyi pasal tersebut jelaslah bahwa, pertama wewenang untuk
mengubah konstitusi Rsus BERADA DI TANGAN SOVIET TERTINGGI
RSUS, kedua keputusan yang berisi perubahan konstitusi adalah sah
apabila disetuju oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari masing-masing
kamar soviet tertinggi RSUS.

20
BAB IV
PEMERINTAHAN DAN HUBUNGAN SIPIL – MILITER

Secara etimologi, kata pemerintahan dapat diartikan sebagai badan yang


melakukan kekuasaan memerintah. Kata “pemerintah” mengandung pengertian
adanya dua pihak yang memerintah memiliki wewenang dan pihak yang
diperintah memiliki kepatuhan. Istilah pemerintahan sipil digunakan sebagai
kebalikan dari istilah pemerintahan militer. Kedua istilah ini muncul ketika terjadi
pembahasan tentang pola hubungn antara elit sipil yang diwakili oleh para politisi
yang dipilih rakyat dalam pemilihan umum dengan elite militer dalam suatu
pemerintahan. Jika kalangan sipil lebih banyak berperan, termasuk dalam masalh
kemiliteran dan politik keamanan negara, secara umum pemerintahan itu disebut
sebagai pemerintahan sipil. Sebaliknya jika militer terlalu banyak melakukan
campur tangan atau kontrol berlebihan terhadap pemerintahan dan kehidupan sipil
dapatlah dikatakan pemerintahan tersebut sebagai pemerintahan militer.
Secara teoritis terdapat tiga model pemeritahan sipil. Menurut Nordlinger
ketiga bentuk pemerintahan sipil itu adalah :
1. Model tradisional
Pemerintahan sipil model ini adalah pemerintahan yang tidak memiliki
perbedaan yang jelas antara elit sipil dan militer. Model ini merupakan
gambaran pemerintahan kerajaan di Eropa abad 17 dan 18, dengan
pendukung utamanya terdiri dari golongan aristokrat Eropa baik dari
kalangan elit sipil maupun elit militer. Sekalipun kedua golongan ini berbeda,
dimana umumnya mereka memegang salah satu peran kekuasaan saja, namun
kepentingan da pandangan mereka tentang kekuasaan sama.
2. Model liberal
Pemerintahan yang mendasarkan pada pemisahan para elitnya menurut
keahlian dan tanggung jawab masing-masing sesuai dengan jabatannya dalam
pemerintahan. Polisi militer dalam model pemerintahan ini berada di bawah
kendali sipil, kekuasaan dibatasi pada tanggung jawab mempertahankan
negara dari serangan luar dan kekcauan yang timbul di dalam negri.
3. Model serapan

21
Suatu pemerintahan sipil dengan karakteristik kebijakan sipil untuk
mendapatkan pengabdian dan loyalitasnya melalui penanaman ide dan
penempatan para ahli politik kedalam tubuh angkatan bersenjata.
Konsep pemerintahan militer lebih banyak mengacu pada fenomena
keterlibatan atau intervensi militer dalam arena politik atau urusan-urusan
pemerintahan suatu negara. Alasan keterlibatan militer ini menurut Nordlinger
disebabkan oleh pandangan subyektif kaum militer yang menggambarkan korp
mereka sebagai perwira-perwira yang bertanggung jawab dan berjiwa patriotik
yang mengintervensi pemerintahan sipil karena tanggung jawabnya kepada
konstitusi dan negara. Peranan tentara dalam pemerintahan sipil ini dikenal
dengan istilah Pretorianisme. Secara umum tipologi pretorianisme, menurut
Nordlinger, dapat diklasifikasikan kedalam tiga model pretorian:
1. Moderator Pretorian
Mereka menggunakan hak veto atas keputusan pemerintahan dan politik,
tanpa menguasai pemrintahan itu sendiri. Sekalipun pihak sipil yang
memerintah, namun kekuasaan mereka diawasi oleh militer yang tidak akan
menerima supremasi penuh pihak sipil.
2. Pengawal Pretorian
Merupakan fase lanjutan dari model moderator peretorian. Jika yang pertama
bersifat konserfativ, kelompok ini lebih bersifat reaksioner terhadap kebijakan
sipil ketika menjalankan pemerintahannya. Setelah para moderator berhasil
menggulingkan kekuasaan pemerintah, akhirnya mereka mengubah diri
sebagai pengawal proterian, sebelum akhirnya berkuasa penuh atas
pemerintahan.
3. Penguasa Proterian
Model ini tidak hanya menguasai pemerintahan tapi juga mendominasi rejim
yang berkuasa, bahkan kadang kala mencoba menguasai sebagian besar
kehidupan politi-ekonomi dan sosial melalui pembentukan struktur melalui
cara-cara mobilisasi. Tingginya tujuan kekuasaan penguasa proterian ini
kadang kala mereka menganggap dirinya sebagai kelompok modernis radikal
atau kelompok revolusioner.

22
Trias politika adalah anggapan bahwa kekuasaan negar terdiri dari tiga
macam kekuasaan yaitu legislatif, eksekutif dan yudikatif. Trias politica
ditafsirkan sebagai pemisahan kekuasaan atau separation of powers.
1. Legislatif
Lembaga yang membuat undang-undang. Anggota-angotanya dianggap
mewakili rakyat; karena itu badan ini sering dinamakan Dewan Perwakilan
Rakyat; nama lainnya yang sering dipakai ialah parlemen.
2. Eksekutif
Kekuasaan eksekutif biasanya dipegang oleh badan eksekutif. Badan
eksekutif terdiri dari kepala negara seperti raja atau presiden, beserta menteri-
menterinya. Badan eksekutif dalam arti luas mencakup juga para pegawai
negeri sipil dan militer.
Dalam sistem presidensial menteri-menteri merupakan pembantu presidan
dan langsung dipimpin olehnya, sedangkan dalam sistem parlementer para
menteeri dipimpin oleh seorang perdana menteri. Dalam sistem parlementer
pula perdana menteri beserta menteri-menterinya dinamakan “bagian dari
badan eksekutif yang bertanggung jawab”, sedangkan raja dalam monarkhi
konstitusional dinamakan “bagian dari badan eksekutif yang tidak dapat
diganggu gugat” (the king can do no wrong). Eksekutif hanya melaksanakan
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh badan legislatif serta
menyelenggarakan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif.
3. Yudikatif
Lembaga yudikatif memiliki wewenang judisial yang bertugas menjalankan
wewenang kehakiman baik dilapangan hukum publik (pidana, administrasi
negara) dan dilapangan hukum privat (perdata, dagang), baik dikalangan sipil
maupun militer.
Hubungan sipil-militer indonesia
Menurut Ikrar Nusa Bhakti, secara umum di negara-negara barat terdapat
model hubungan sipil-militer yang menekankan “supremasi sipil atau militer”,
atau militer adalah subordinat dan pemerintahan sipil yang dipilih secara
demokratis melalui pemilihan umum. Tetapi pada kasus negara-negara
berkembang termasuk indonesi hubungan sipil-militer di negeri ini tidaklah dapat

23
disamakan dengan kenyataan hubungan sipil-militer di negara-negara barat yang
membedakan secara tegas antara sipil dengan militer. Pandangan umum barat ini
pada kenyataannya tidaklah menggambarkan kenyataan hubungan sipil-militer
indonesia yang sesungguhnya.
Pada kenyataannya makna hubungan sipil-militer di indonesia lebih
mengandung pengertian adanya “kerja sama”, “hubungan kemitraan”, atau
“keselarasan antara sipil dan militer”. Secara historis pola hubungan sipil-militer
indonesia lebih banyak merupakan suatu pembagian peran antara sipil-militer
yang sangat nyata pada masa revolusi kemerdekaan (1945-1949). Keikutsertaan
militer dalam penataan sosial dan administrasi pemerintahan di masa revolusi fisik
itu pada akhirnya melahirkan konsep Dwifungsi ABRI ynag menjadikan doktrin
dasar keterlibatan kaum militer diluar bidang keamanan negara.
Model dan faktor intervensi militer
Terdapat lima model saluran intervensi yang dilakukan militer yaitu :
1. Saluran konstitusi yang resmi
2. Kolusi dan atau kompetisi dengan otoritas sipil
3. Intimidasi terhadap ootoritas sipil
4. Ancaman nonkooperasi dengan atau keharusn terhadap otoritas sipil, dan
5. Penguunaan kekerasan pada otoritas sipil.
Faktor-faktor yang mendorong militer melakukan intervensi
Secara umum terdapat dua faktor penyebab militer harus campur tangan
dalam politik. Pandangan pertama menyatakan intervensi militer dipengaruhi oleh
unsur interval dan eksternal. Sedangkan pandangan kedua menganggap intervansi
itu disebabkan oleh struktur politik dan institusional masyarakat indonesia.
Pandangan pertama diwakili oleh Ulf Sundhaussen yang banyak melakukan studi
tentang militer indonesia. Sedangkan pandangan kedua diwakili oleh pakar politik
Amerika, Samuel P. Huntintong.
Militer dan hambatan demokratisasi
Diantara masalah serius yang dihadapi negeri-negeri demokrasi baru
adalah perlunya pembatasan kekuasaan politik kelompok militer dan menjadikan
angkatan bersenjatan suatu badan profesional yang memiliki komitmen untuk
melindungi keamanan negeri dari gangguan dunia luar.

24
Sementara itu suatu negeri dapat dikatakan menjadi demokratis jika didukung
leh pndasi politik, sosial, dan ekonomi yang kuat. Tetapi untuk menuju kearah
negara demokratisasi harus ditopang oleh kekuatan-kekuatan pembebas sementara
untuk mendorong semua kelompok-kelompok kepentingan menjadi kekuatan
pembebas bukanlah menjadi suatu yang mudah.
Untuk mewujudkan tatanan demokrasi seluruh struktur kepentingan perlu
melibatkan diri dalam transisi kearah demokrasi. Kepentingan tersebut salah satu
nya adalah unsur anggatan bersenjata atau militer yang ingin menjadi otonomi
institusinya. Kelompok lainnya adalah: kaum borjuis, teknokrat dan polisi, dan
kelas pekerja.

25
BAB V
HUBUNGAN AGAMA DAN NEGARA

Mengapa manusia perlu beragama?.


Seandainya manusia tidak beragama, apa yang akan terjadi? Tanpa agama,
apakah manusia dapat mengetahui norma-norma universal? Tanpa agama,
dapatkah manusia mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan di alam
supra natural?
Menurut kodratnya, manusia dalam hidupnya selalu mengakui adanya
kekuatan yang maha dahsyat di luar dirinya. Manusia selalu merasa bahwa di luar
dirinya terdapat suatu kekuatan yang tidak mungkin ditandingi oleh kekuatan
manusia dan alam sekitarnya. Pengakuan seperti ini, biasa disebut dengan
beragama.
Agama dapat dikategorikan dalam dua macam, yaitu agama samawi dan
agama bukan samawi atau yang sering disebut dengan agama ardli. Agama islam,
kristen dan yahudi adalaha agama-agama samawi, yaitu agama yang diyakini
sebagai agama yang diwahyukan tuhan kepada nabi atau rasulnya untuk
disampaikan kepada umatnya. Dengan kata lain, agama-agama itu adalah agama
yang bukan diciptakan oleh manusia. Sedangkan agama-agama seperti hindu,
budha, dan konghucu adalah agama yang tidak diturunkan oleh tuhan kepada nabi
atau rasul-Nya untuk disampaikan kepada umatnya, tapi agama-agama itu adalah
ciptaan manusia.agama-agama yang disebutkan terakhir itu adalah contoh dari
agama bukan samawi, atau agama ardli.
Manusia beragama karena mereka memerlukan sesuatu dari agama itu.
Manusia memerlukan petunjuk-petunjuk untuk kebahagiaan hidupnya di dunia
dan di akhirat. Dengan agama manusia juga bisa mendapatkan nilai-nilai moral
yang universal, dan hal-hal yang tidak dapat dicapai dengan akalnya semata.
Mungkinkah manusia hidup secara baik tanpa agama?
Mengapa manusia perlu bernegara?.
Bayangkan bila suatu kelompok masyarakat tidak mempunyai negara, apa
yang akan terjadi? Bagaimana bila tidak ada wilayah,tidak ada pemerintahan,
tidak ada kepala negara? Apakah dalam kondisi seperti itu, masyarakat tadi dapat

26
hidup negan teratur? Dapatkah mereka menjalankan aturan bersama? Dapatkah
mereka melakukan aktivitas hidup dengan tertib?
Pada mulanya, manusia hidup sendiri-sendiri. Selanjutnya, karena tidak dapat
memenuhi semua kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan teman untuk
memenuhi semua kebutuhan hidupnya itu. Oleh karena itu, mereka kemudian
bergabung dengan manusia-manusia yang lain. Karena jumlah mereka semakin
banyak, maka diperlukan pemimpin dan aturan-aturan yang disepakati.
Dalam perkembangan selanjutnya, masyarakat memerlukan seseorang yang
disegani, yang mempunyai otoritas untuk memerlukan seseorang yang disegani,
yang mempunyai otoritas untuk melakukan tindakan tertentu bila terjadi sesuatu
atas mereka. Orang seperti ini diperlukan sebagai penengah bila terjadi konflik
diantara mereka. Dia pula selanjutnya yang menjadi pemisah sekaligus hakim
dalam persoalan-persoalan yang menyangkut orang banyak. Orang yang berwatak
seperti inilah yang kemudiaan mereka angkat menjadi pemimpin atau raja atau
kepala negara.
Kembali kepada soal mengapa perlu bernegara, tampaknya perlu disimpulkan
bahwa manusia tidak akan dapat hidup dengan teratur tanpa adanya negara.
Mereka juga tidak akan hidup tertib dan menjamin keamanan bersama, tanpa
adanya negara. Tanpa adanya wilayah, ketertiban umum bagi masyarakat juga
tidak mungkin terjamin.
Bagaimana hubungan agama dan negara?.
Hubungan antara agama dan negara menimbulkan perdebatan yang terus
berkelanjutan di kalangan para ahli. Pada hakekatnya, negara merupakan suatu
persekutuan hidup bersama sebagai penjelmaan sifat kodrati manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial. Oleh karena itu sifat dasar kodrat manusia
tersebut merupakan sifat dasar negara pula, sehingga negara sebagai manifestasi
kodrat manusia lain untuk mencapai tujuan bersama. Dengan demikian, negara
memiliki sebab akibat lagsung dengan manusia karena manusia adalah pendiri
negara itu sendiri (Kaelani,1999:91-93).
Perlu disadari bahwa manusia sebagai warga negara, adalah juga makhluk
sosial dan makhluk tuhan. Sebagai makhluk sosial, manusia mempunyai
kebebasan untuk memenuhi dan memanifestasi kodrat kemanusiaannya. Namun,

27
sebagai makhluk tuhan manusia juga mempunyai kewajiban untuk mengabdi
kepada-Nya dalam bentuk penyembahan atau ibadah yang diajarkan oleh agama
atau keyakinan yang dianutnya. Hal-hal yang berkaitan dengan negara adalah
manifestasi dari kesepakatan manusia. Sedangkan hubungan dengan tuhan yang
tertuang dalam agama adalah wahyu dari Tuhan. Oleh karena itu ada benang emas
yang menghubungkan antara agama dan negara. Berdasarkan uraian diatas,
konsep hubungan negara dan agama sangat ditentukan oelh dasar ontologis
manusia masing-masing. Keyakinan manusia sangat mempengaruhi konsep
hubungan agama dan negara dalam kehidupan manusia.
1. Hubungan agama dan negara menurut paham teokrasi
Dalam paham teokrasi, hubunganagam dan negara digambarkan sebagai
dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, karena
pemerintahan-menurut paham ini-dijalankan berdasarkan firman-firman
tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara dilakukan
atas titah tuhan. Dengan demikian, urusan kenegaraan atau politik, dalam
paham teokrasi juga diyakini sebagai manifestasi firman tuhan.
Ada kasus menarik yang dapat menggambarkan praktik kenegaraan dalam
paham teokrasi seperti itu. Menurut sejarah , dalam perang dunia II, rakyat
jepang rela mati berperang demi kaisar mereka, karena menurut mereka,
kaisar adalah anak tuhan. Di negara tibet juga demikian bahwa apa yang
disebut sebagai dalai lama diyakini sebagai penjelmaan tuhan di muka bumi
ini. Kedua kasus ini adalah contoh dari praktik pemerintahan dalam paham
teokrasi langsung. Menurut paham teokrasi langsung, pemerintahan diyakini
sebagai otoritas tuhan sevara langsung pula. Adanya negara di dunia ini
adalah atas kehendak tuhan, dan oleh karena itu yang memerintah adalah
tuhan pula.
Selain sistem pemerintahan teokrasi langsung, ada pemerintahan teokrasi
langsung. Jika dalam pemerintahan teokrasi langsung, raja atau kepala negara
memerintah sebagai jelmaan tuhan, maka dalam pemerintahan teokrasi tidak
langsung, yang memerintah bukanlah tuhan sendiri, melainkan yang
memerintah adalah raja atau kepala negara yang memiliki otoritas atas nama
tuhan, kepala negara atau raja diyakini memerintah atas kehendak tuhan.

28
Kerajaan Belanda dapat dijadikan contoh untuk model ini. Dalam sejarah ,
raja dinegara belanda diyakini sebagai mengemban tugas suci yaitu
kekuasaan yang merupakan amnat suci (mission scre) dari tuhan untuk
memakmurkan rakyatnya. Politik seperti inilah yang diterapkan oleh
pemerintah Belanda ketika menjajah indonesia. Mereka meyakini bahwa raja
mendapat amanat suci dari Tuhan untuk bertindak sebagai wali dari wilayah
jajahannya itu. Dalam sejarah, politik belanda seperti ini disebut politik etis
(etische politic).
Dalam pemerintahan teokrasi tidak langsung, sistem dan norma-norma
dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman tuhan. Dengan
demikian, negara menyatu dengan agama. Agama dan negara tidak dapat
dipisahkan.
Dari apa yang dipaparkan diatas, dapat dikatakan bahwa dalam praktik
kenegaraan teokrasi terdapat dua macam, yaitu teokrasi langsung dan teokrasi
tidak langsung. Karena perbedaan paham ini, maka praktik pemerintahan
kedua jenis paham teokrasi inipun berbeda pula.
2. Hubungan agama dan negara menurut paham sekuler
Dalam negara sekuler, tidak ada hubungan antara sistem kenegaraan
dengan agama. Dalam paham ini, negara adalah urusan hubungan manusia
dengan manusia lain, atau urusan dunia sedangkan agama adalah hubungan
manusia dengan Tuhan. Dua hal ini, menurut paham sekuler, tidak dapat
disatukan.
Dalam negara sekuler, sistem dan norma-norma hukum positif dipisahkan
dengan nilai-nilai dan norma-norma agama. Norma-norma dan hukum
ditentukan atas kesepakatan manusia dan tidak berdasarkan agama atau
firman-firman Tuhan, meskipun mungkin norma-norma tersebut bertentang
dengan norma-norma agama. Meskipun memisahkan antara gama dan negara,
pada lazimnya negara sekuler membebaskan warga negaranya untuk
memeluk agama apa saja yang mereka yakini, tapi negara tidak ikut campur
tangan dalam urusan agama
3. Hubungan agama dan negara menurut paham komunisme

29
Paham komunisme memandang hakikat hubungan negara dan agama
berdasarkan pada filosifi materialisme dialektis dan materialisme historis.
Paham ini menimbulkan paham atheis, yang berarti tidak bertuhan. Paham
yang dipelopori oleh Karl Marx ini, memandang agama sebagai candu
masyarakat (Marx, dalam Louis Leahy, 1992:97-98). Menurutnya, manusia
ditentukan oleh dirinya sendiri. Agama dalam paham ini, dianggap sebagai
suatu kesadaran diri bagi manusia sebelum menemukan dirinya sendiri.
Manusia adalah dunia manusia sendiri yang kemudian menghasilkan
masyarakat negara. Sedangkan agam dipandang sebagai realisasi fantastis
makhluk manusia, dan agama adalah keluhan makhluk tertindas. Oleh karena
itu agama harus ditekan, bahkan dilarang. Nilai yang tertinggi dalam negara
adalah materi, karena manusia sendiri pada hakekatnya adalah materi.
4. Hubungan agama dan negara menurut islam
Dalam islam hubungan agama menjadi perdebatan yang cukup hangat
dan berlanjut hingga kini diantara para ahli, bahkan menurut Azyumardi Azra
(1996:I), perdebatan itu telah berlangsung sejak hamppir satu abad, dan
berlangsung hingga dewasa ini.

30
BAB VI
CIVIL SOCIETY

Apa yang dimaksud dengan Civil Society?


Adanya fenomena penindasan rakyat yang dilakukan olh pemerintah yang
sedang berkuasa merupakan realitas yang sering kita lihat dan kita dengar dalam
setiap pemberitaan pers, baik melalui media elektronika maupun media cetak,
sebut saja kasus penindasan yang terjadi di Indonesia ketika Orba masih berkuasa,
yakni penindasan terhadap keberadaan hak tanah rakyat yang diambil oleh
penguasa dengan alasan pembangunan. Atau juga realitas pengekangan dan
pembungkaman kebebasan pers dengan adanya oembredelan beberapa media
massa oleh ppenguasa, serta pembantaian para ulama (kiayi) dengan dalih dukun
santet sekitar tahun 1999 yang dilakukan oleh kelompok oknum yang tidak
bertanggung jawab. Hal ini merupakan bagian kecil dari fenomena kehidupan
yang sangat tiak menghargai terhadao posisi rakyat (civil) di hadapan penguasa
dan bagian dari fenomena kehidupan yang tidak menghargai kebebasan berserikat
dan berpendapat.
Melihat bagian kecil dari realitas tersebut, apa yang saudara pikirkan ketika
saudara mendengar atau melihat fenomena pembantaian massal? Apa yang
saudara pikirkan ketika mendengar dan mengetahui penculikan para aktivis
demokrasi di berbagai negara, termasuk di indonesia? Apa yang saudara lakukan
ketika menyaksikan pembatasan ruang publik (public sphere) untuk
mengemukakan pendapat dimuka umum?.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut pada akhirnya akan bermuara pada perlunya
dikaji kembali kekuatan rakyat/masyarakat (civil) dalam konteks interaksi-
relationship, baik antara rakyat dengan negara, maupun antara rakyat dengan
rakyat. Kedua pola hubungan interaktif tersebut akan memposisikan rakyat
sebagai bagian integral dalam komunitas negara yang memiliki kekuatan
bergaining dan menjadi komunitas masyarakat sipil memiliki kecerdasan, analisa
kritis yang tajam, serta mampu berinteraksi di lingkungannya secara demokratis
dan berkeadaban.

31
Kemungkinan akan adanya kekuatan civil sebagai bagian dari komunitas
bangsa ini akan menghantarkan pada sebuah wacana yang saat ini sedang
berkembang, yakni Civil Society. Wacana Civil Society ini, merupakan produk
sejarah dan lahir di masyarakat Barat modern. Ia muncul bersamaan dengan
proses modernisasi, terutama pada saat terjadi transformasi dari masyarakat feodal
menuju masyarakat Barat modern. Dalam tradisi Eropa (sekitar pertengahan abad
XVIII), pengertian civil society dianggap sama dengan pengertian negara (state)
yakni sesuatu kelompok /kekuatan yang mendominasi seluruh kelompok
masyarakat lain. Akan tetapi pada paruh abad XVIII, terminologi ini mengalami
pergeseran makna State dan Civil Society dipahami sebagi dua buah entitas yang
berbeda, sejalan dengan proses pembentukam sosial (sosial formation) dan
perubahan-perubahan struktur politik di Eropa sebagai pencerahan (enlighten
ment) dan modernisasi dalam menghadapi duniawi (Hikam, AS,1999).
Pertama definisi yang dikemukakan oleh Zbigniew Rau dengan latar
belakangkajiannya pada kawasaan Eropa Timur dan Uni Soviet. Ia mengatakan
bahwa yang dimaksu dengan civil society adalah sesuatu masyarakat yang
berkembang dari sejarag, yang mengandalkan ruang di mana individu dan
perkumpulan tempat mereka bergabung, bersaing satu sama lainynya guna
mencapai nilai-nilai yang mereka yakini. Ruang ini timbul diantara hubungan-
hubungan yang merupakan hasil komitmen keluarga dan hubungan-hubungan
yang menyangkut kewajiban mereka terhadap negara. Oleh karenanya, yang
dimaksud dengan civil society adalah sebuah ruang yang bebas dari pengaruh
keluarga dan kekuasaan negara. Tiadanya pengaruh keluarga dan kekuasaan
negara dalam civil society ini diekspresikan dalam gambaran ciri-cirinya, yakni
individualisme, pasar (market) dan pluralisme. Batasan yang dikemukakan oleh
Rau ini menekankan pada adanya ruang hidup dalam kehiduoan sehari-hari serta
memberikan integritas sistem nilai yang harus ada dalam civil society, akni
individualisme, pasar (market), dan pluralisme.
Kedua yang digambarkan oleh Han Sung-Joo dengan latar belakang kasus
Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa civil society merupakan sebuah kerangka
hukum yang melindungi dan menjamin negara, suatu ruang publik yang mampu
mengartikulasikan isu-isu politik, gerakan warga negara yang mampu

32
mengendalikan diri dan independen, yang secara bersama-sama mengakui norma-
norma dan budaya yang menjadi identitas dan solidaritas yang terbentuk serta
pada akhirnya akan terdapat kelompok inti dalam civil society ini.
Ketiga, definisi yang dikemukakan oleh Kim Sunhyuk, juga dalam konteks
Korea Selatan. Ia mengatakan bahwa yang dimaksud dengan civil society adalah
sesuatu satuan yang terdiri dari kelompok-kelompok yang secara mandiri
menghimpun dirinya dan gerakan-gerakan dalam masyarakat yang secara relatif
otonom dari negara, yang merupakan satuan-satuan dasar dari (re) produksi dan
masyarakat politik yang mampu melakukan kegiatan politik dalam suatu ruang
politik, guna menyatakan kepedulian mereka dan memajukan kepentingan-
kepentingan mereka menurut prinsip-prinsip pluralisme dan pengelolaan yang
mandiri.
Masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan
kestabilan masyarakat.
Masyarakat kewargaan, konsep ini merupakan respon dari keinginan untuk
menciptakan warga negara sebagai bagian integral negara yang mempunyai andil
dalam setiap perkembangan dan kemajuan negara.
Civil society, adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial terorganisis dan
bercirikan antara lain kesukarelaan, kewasembadaan, kewasdayaan, kemandirian
tinggi berhadapan dengan negara dan keterkaitan dengan norma-norma atau nilai-
nilai hukum yang diikuti oleh warganya.
Masyarakat Madani; konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari
konsep civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim
dalam ceramahnya pada Simposium Nasional dalam rangka Forum Ilmiah pada
acara Festival Istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh
Anwar Ibrahim ini hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah
kelompok masyarakat yang memiliki peradaban maju.

Lebih lanjut Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan


masyarakat madani adalah system social yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan
kestabilan masyarakat. Masyarakat mendorong daya usaha serta inisiatif individu
baik dari segi pemikiran, seni, pelaksanaan pemerintahan mengikuti undang-
undang dan bukan nafsu atau keinginan individu menjadikan keterdugaan atau
predictability serta ketulusan atau transparency system.

33
Penerjemahan civil society menjadi masyarakat madani ini
dilatarbelakangi oleh konsep kota ilahi, kota peradaban, atau masyarakat kota. Di
sisi lain, pemaknaan Masyarakat Madani ini juga dilandasi oleh konsep tentang
Al-Mujtama’ Al-Madani yang diperkenalkan oleh Prof. Naquib al-Attas, seorang
ahli sejarah dan peradaban Islam dari Malaysia dan salah seorang pendiri Institute
for Islamic Thought and Civilization (ISTAC), yang secara definitive masyarakat
madani merupakan konsep masyarakat ideal yang mengandung dua komponen
besar yakni masyarakat kota yang masyarakat yang beradab.

Terjemahan makna masyarakat madani ini, banyak diikuti oleh para


cendekiawan dan ilmuan di Indonesia, seperti Nurcholish Madjid, M. Dawam
Raharjo, Azyumardi Azra dan sebagainya. Dan para prinsipnya konsep mayarakat
madani (civil society) adalah sebuah tatanan komunitas masyarakat yang
mengedepankan toleransi, demokrasi dan berkeadaban. Di sisi lain masyarakat
madani mensyaratkan adanya toleransi dan menghargai akan adanya pluralism
(kemajemukan).

Masyarakat sipil; merupakan penurunan langsung dari terma civil society.


Istilah ini banyak dikemukakan oleh Mansour Fakih untuk menyebutkan prasyarat
masyarakat dan Negara dalam rangka proses penciptaan dunia mendasar baru dan
lebih baik.

Masyarakat Kewargaan; konsep ini pernah digulirkan dalam sebuah


Seminar Nasional Asosiasi Ilmu Politik Indonesia XII di Kupang NTT. Wacana
ini digulirkan oleh M. ryas Rasyid dengan tulisannya “Perkembangan Pemikiran
Masyarakat Kewargaan”, Riswandi Immawan dengan karyanya “Rekruitmen
Kepemimpinan dalam Masyarakat Kewargaan dalam Politik Malaysia”. Konsep
ini merupakan respon dari keinginan untuk menciptakan warga Negara sebagai
bagian integral Negara yang mempunyai andil dalam setiap perkembangan dan
kemajuan Negara (state).

Civil Society; terma ini (dengan tidak menerjemahkannya) merupakan


konsep yang digulirkan oleh Muhammad AS. Hikam yang berasal dari Eropa
Barat, akan lebih mendekati substantsinya jika tetap disebutkan dengan istilah
aslinya. Menurutnya pengertian civil society (dengan memegang konsep de
‘Tocquiville) adalah wilayah-wilayah kehidupan social yang terorganisasi dan
bercirikan antara kesukarelaan (voluntary). Keswasembadaan self-generating) dan
keswadayaan (self-supporting), kemandirian tinggi berhadapan dengan Negara
dan keterkaitan dengan norma-norma atau nilai-nilai hokum yang diikuti oleh
warganya. Sebagai ruang politik, civil society merupakan suatu wilayah yang
menjamin berlangsungnya prilaku, tindakan dan ferleksi mandiri, tidak
terkungkung oleh kondisi kehidupan material dan tidak terserap didalam jaringan-
jaringan kelembagaan politik resmi. Di dalamnya tersirat pentingnya suatu ruang

34
public yang bebas (the free public sphere). Temopat dimana transaksi komunikasi
yang bebas bisa dilakukan oleh warga masyarakat.

Berbagai pengistilahan tentang wacana civil society di Indonesia tersebut,


secara substansial bermuara pada perlunya penguatan masyarakat (warga) dalam
sebuah komunitas Negara untuk mengimbangi dan mampu mengontrol kebijakan
Negara (policy of state) yang cenderung memposisikan warga Negara (polici of
state) yang cenderung memposisikan warga Negara sebagai subjek yang lemah.
Untuk itu maka diperlukan penguatan masyarakat sebagai prasyarat untuk
mencapai kekuatan bargaining masyarakat yang cerdas di hadapan Negara
tersebut dengan komponen pentingnya adalah adanya lembaga-lembaga swadaya
masyarakat yang mampu berdiri secara mandiri di hadapan Negara, terdapat ruang
public dalam mengemukakan pendapat, menguatnya posisi kelas menengah dalam
komunitas masyarakat, adanya independensi pers sebagai bagian dari social
control, membudayakan kerangka hidup yang demokratis, toleransi serta memiliki
peradaban dan keadaban yang tinggi.

Sejarah dan Perkembangan Civil Society

Untuk memahami civil society terlebih dahulu harus dibangunkan


paradigm bahwa konsep civil society ini bukan merupakan suatu konsep yang
final dan sudah jadi, melainkan ia merupakan sebuah wacana yang harus dipahami
sebagai sebuah proses. Oleh karena itu, untuk memahaminya haruslan dianalisa
secara historic.

Seperty telah dipaparkan di atas, bahwa wacana civil society merupakan


konsep yang berasal dari pergolakan politik dan sejarah masyarakat Eropa Barat
yang mengalami proses transformasi dari pola kehidupan feudal menuju
kehidupan masyarakat industry kapitalis. Jika dicari akar sejarahnya dari awal,
maka perkembangan wacana civil society dapat dirunut mulai dari Cicero sampai
pada Antonio Gramsci dan de’Tocquiville. Bahkan menurut Manfred Ridel,
Cohen dan Arato serta M. Dawam Rahardjo, wacana civil society sudah
mengemuka pada masa Aristoteles. Pada masa ini (Aristoteles, 384-322 SM) civil
society dipahami sebagai system kenegaraan dengan menggunakan istilah
koinonia politike, yakni berbagai percaturan ekonomi-politik dan pengambilan
keputusan. Istilah koinonia politike yang dikemukakan oleh Aristoteles ini
digunakan untuk menggambarkan sebuah masyarakat politis dan etis dimana
warga Negara di dalamnya berkedudukan sama didepan hokum. Hokum sendiri
dianggap etos, yakni seperangkat nilai yang disepakati tidak hanya berkaitan
dengan prosedur politik, tetapi juga sebagai substansi dasar kebijakan (virtue) dari
berbagai bentuk interaksi di antara warga Negara.

Konsepsi Aristoteles ini diikuti oleh Marcus Tullius Cicero (106-43 SM)
dengan istilah societies civilizes, yaitu sebuah komunitas yang mendominasi

35
komunitas yang lain. Terma yang dikedepankan oleh Cicero ini menekankan pada
konsep Negara kota (city state), yakni untuk menggambarkan kerajaan, kota dan
bentuk korporasi lainnya, sebagai kesatuan yang terorganisasi. Konsepsi
dikembangkan pula oleh Thomas Hobbes (1588-1679 M) dan Jhone Locke (1632-
1704). Menurut Hobbes, civil society harus memiliki kekuasaan mutlak, agar
mampu sepenuhnya mengontrol dan mengawasi secara ketat pola-pola interaksi
(prilaku politik) setiap warga Negara. Sementara menurut John Locke, kehadiran
civil society dimaksudkan untuk melindungi kebebasan dan hak milik setiap
warga Negara. Konsekuensinya adalah, civil society tidak boleh absolute dan
harus membatasi perannya pada wilayah yang tidak bisa dikelola masyarakat dan
memberikan ruang yang manusiawi bagi warga Negara untuk memperoleh haknya
secara adil dan proporsional.

Pada tahun 1767, wacana civil society ini dikembangkan oleh Adam
Ferguson dengan mengambil konteks sosio-kultural dan politik Scotlandia.
Ferguson menekankan civil society pada sebuah visi etis dalam kehidupan
bermasyarakat. Pemahamannya ini digunakan untuk mengantisipasi perubahan
social yang diakibatkan oleh revolusi indsutri dan munculnya kapitalisme serta
mencoloknya perbedaan antara public dan individu. Dengan konsep civil society
nya ini, Ferguson berharap bahwa public memiliki spirit untuk menghalangi
munculnya kembali despotism, karena dalam civil society itulah solidaritas social
muncul dan diilhami oleh sentiment moral dan sikap saling menyayangi serta
saling mempercayai antar warga Negara secara alamiah.

Mudian pada tahun 1792, muncul wacana civil society yang memiliki
aksentuasi yang berbeda dengansebelumnya, konsep ini dimunculkan oleh
Thomas Paine (1737-1803) yang menggunakan istilah civil society sebagai
kelompok masyarakat yang memiliki posisi secara diametral dengan Negara,
bahkan dianggapnya sebagai antithesis dari Negara. Dengan demikian, maka civil
society menurut Paine ini adalah ruang dimana warga dapat mengembangkan
kepribadian dan memberi peluang bagi pemuasan kepentingannya secara bebas
dan tanpa paksaan. Paine mengidealkan terciptanya suatu ruang gerak yang
menjadi domain masyarakat, dimana intervensi Negara di dalamnya merupakan
aktivitas yang tidak sah dan tidak dibenarkan. Oleh karenanya, maka civil society
harus lebih kuat dan mampu mengontrol Negara demi kebutuhannya.

Perkembangan civil society selanjutnya dikembangkan oleh G.W.F Hegel


(1770-1831 M), Karl Mark (1818-1883 M) dan Antonio Gramsci b(1891-1837
M). Wacana civil society yang dikembangkan oleh ketiga tokoh ini menekankan
pada civil society sebagai elemen ideology kelas dominan. Pemahaman ini lebih
merupakan sebuah reaksi dari model pemahaman yang dilakukan oleh Paine
(yang menganggap civil society sebagai bagian terpisah dari Negara). Menurut
Hegel civil society merupakan kelompok subordinatif dari Negara. Pemahaman

36
ini, menurut Ryas Rasyid erat kaitannya dengan fenomena masyarakat borjuasi
Eropa (burgerlische gessellschaft) yang pertumbuhannya ditandai dengan
perjuangan melepaskan diri dari dominasi Negara.

Lebih kanjut Hegel mengatakan bahwa struktur social terbagi atas 3 ‘(tiga)
entitas, yakni keluarga, civil society, dan Negara. Keluarga merupakan ruang
sosialisasi pribadi sebagai anggota masyarakat yang bercirikan kehamonisan. civil
society merupakan lokasi atau temoat berlangsungnya percaturan berbagai
kepentingan pribadi dan golongan terutama kepentingan ekonomi. Sementara
Negara merupakan representasi ide universal yang bertugas melindungi
kepentingan politik warganya dan berhak penuh untuk intervensi terhadap civil
society. Oleh karenanya, maka intervesi Negara terhadap wilayah masyarakat
bukanlah tindakan illegitimate, Karen Negara sekali lagi merupakan pemilik ide
universal dan hanya pada tataran Negara politik bisa berlangsung murni serta
utuh. Selain itu, civil society pada kenyataannya tidak mampu menagatasi
kelemahannya sendiri serta tidak mampu mempertahankan keberadaannya bila
tanpa keteraturan politik dan ketertundukan pada institusi yang lebih tinggi, yakni
Negara. Karenanya, Negara dan civil society merupakan 2 (dua) entitas yang
saling memperkuat atu sama lain.

Sedangkan Karl Mark memahami civil society sebagai “masyarakat


borjuis” dalam konteks hubungan produksi kapitalis, keberadannya merupakan
kendala bagi pembebasan manusia dari penindasan. Karenanya, maka ia harus
dilenyapkan untuk mewujudkan masyarakat tanpa kelas. Sementara Antonio
Gramsci tidak memahami civil society sebagai relasi produksi, tetapi lebih pada
sisi ideologis. Bil Marx menempatkan civil society pada basis berdampingann
dengan Negara yang ia sebut sebagai political society. civil society merupakan
tempat perebutan posisi hegemonic di luar kekuatan Negara. Di dalamnya aparat
hegemoni mengembangkan hegemoni untuk membentuk consensus dalam
masyarakat.

Pemahaman Gramsci memberikan tekanan ada kekuatan cendekiawan


yang merupakan actor utama dalam proses perubahan social dan politik. Gramsci
dengan demikian melihat adanya sifat kemandirian dan politis pada civil society,
sekalipun pada instansi terakhir ia juga amat dipengaruhi oleh basis material
(ekonomi).

Periode berikutnya, wacana civil society dikembangkan oleh Alexia de


‘Tocqueville (1805-1859 M) yang berdasarkan pda pengalaman demokrasi
Amerika, dengan mengembangkan teori civil society sebagai entitas
penyeimbangan kekuatan Negara. Bagi de ‘Tocqueville, kekuatan politik dan civil
society lah yang menjadikan demokrasi di Ameika mempunyai daya tahan.
Dengan terwujudkanya pluralitas, kemandirian dan kapasitas politik di dalam civil

37
society, maka warga Negara akan mampu mengimbangi dan mengontrol kekuatan
Negara.

Tidak sepeti yang dikembangkan oleh Hegelian, paradigm Tocqueville ini


lebih menekankan pada civil society sebagai sesuatu yang tidak apriori
subordinatis terhadap Negara. Ia bersifat otonom dan memiliki kapasitas politik
cukup tinggi sehingga mampu menjadi kekuatan penyeimbang (balancing force)
untuk menahan kecenderungan intervensionis Negara. Tidak hanya itu, ia bahkan
menjadi sumber legitimasi Negara serta pada saat yang sama mampu melahirnya
krtisi reflektif (reflective-force) untuk mengurangi frekuesi konflik dalam
masyarakat sebagai akibat proses formasi social modern. civil society tidak hanya
berorientasi pada kepentingan individual, tetapi juga sensitive terhadap
kepentingan public.

Dari berbagai model pengembangan civil society di atas, model Gramsci


dan Tocquevillelah yang menjadi inspirasi geraka pro-demokrasi di Eropa Timur
dan Tengan pada sekitar akhir dasawarsa 80-an. Pengalaman Eropa Timur dan
Tengan tersebut membuktikan bahwa jusru dominasi Negara atas masyarakatlah
yang melumpuhkan kehidupan social mereka. Hal ini berarti bahwa geralan
mebangun civil society menjadi perjuangan untuk membangun harga diri mereka
sebagai warga Negara. Gagasan tentang civil society kemudian menjadi semacam
landasan ideologis untuk membebaskan diri dari cengkeraman Negara yang secara
sistematis melemahkan daya krasi dan kemandirian masyarakat.

Pandangan de Tocquiville ini, oleh M. Dawam Rahardjo diilustrasikan


sebagai berikut :

1. Free Public Sphere


Yang dimaksud dengan free public sphere adalah adanya ruang
public yang bebas sebagai sarana dalam mengemukakan pendapat. Pada ruang
public yang bebaslah individu dalam posisinya yang setara mampu melakukan
transaksi-transaksi wacana dan praksis politik tanpa mengalami distorsi dan
kekhawatiran. Aksentuasi prasyarat ini dikemukakan oleh Arendt dan Hebermas.
Lebih lanjut dikatakan bahwa ruang pulik secara teoritis bisa diartikan sebagai
wilayah dimana masyarakat sebagai warga Negara memiliki akses penuh terhadap
setiap kegiatan public. Warga Negara berhk melakukan kegiatan secara merdeka
dalam menyampaikan pendapat, berserikat, berkumpul serta mempublikasikan
informasi kepada public.

2. Demokratis
Demokratis merupakan satu entitas yang menjadi penegak wacana
civil society, dimana dalam menjalani kehidupan, warga Negara memiliki
kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas kesehariannya, termasuk dalam

38
berinteraksi dengan lingkungannya. Demokratis berarti masyarakat dapat berlaku
santun dalam pola hubungan interaksi denga msyarakat sekitarnya denga tidak
mempertimbangkan suku, ras dan agama. Prasyarat demokratis ini banyak
dikemukakan oleh para pakar yang mengkaju fenomena civil society. Bahkan
demokrasi merupakan salah satu syarat mutlak bagi penegakan civil society.
Penekanan demokrasi (demokratis) di sini dapat mencakup sebagai bentuk aspek
kehidupan seperti plitik, social, budaya pendidikan, ekonomi dan sebagainya.

3. Toleran
Toleran merupakan sikap yang dikembankan dalam civil society
untuk menunjukkan siakp saling menghargaidan menghormati aktivitas yang
dilakukan oleh orang lain.
Azyumardi Azra pun menyebutkan bahwa masyarakat madana
(civil society) lebih dari sekedar gerakan-gerakan prodemokrasi. Masyarakat
madani juga mengacu ke kehidupan yang berkualitas dan tamaddun (civility).
Civilitas meniscayakan tleransi, yakni kesediaan individu-individu yang
menerima pandangan-pandangan politik dan sikap social yang berbeda.
4. Pluralisme
Pluralisme tidak bisa dipahami hanya dngan sikap mengakui dan
menerima kenyataan masyarakat yang majemuk, tetapi harus disertai dengan
sikap yang tulus untuk menerim kenyataan pluralism itu sebagai berilai positif,
merupakan rahmat Tuhan.
Menurut Nurcholis Madjid, konsep pluralism ini merupakan
prasyarat bagi tegaknya civil society. Pluralism menurutnya adalah pertalian sejati
kebhinekaan dalam ikatan-ikatan keadaban (genuine engagement of diversities
within the bonds of civility). Bahkan pluralism adalah juga suatu keharusan bagi
keselamatan umat manusia antara lain melalui mekanisme pengawasan dan
pengimbangan (check and balance).
Lebih lanjut Nurcholish mengatakan bahwa sikap penuh pengertian
kepada orang lain itu diperlukan dalam masyrakat yang majemuk, yakni
masyarakat yang tidak monolitik. Apalagi sesungguhnya kemajemukan
masyarakat itu sudah merupakan dekrit Allah dan design-Nya untuk umat
manusia. Jadi tidak ada masyarakat yang tunggal, monolitik, sama dan sebangun
dalam segala segi.

5. Keadilan Sosial (social justice)


Keadilan dimaksudkan untuk menyebutkan keseimbangan dan
pembagian yang proporsional terhadap hak dan kewajiban setiap warga Negara
yang mencakup seluruh aspek kehidupan. Hal ini memugnkinkan tidak adana
monopoli dan pemusatan salah satu aspek kehidupan pada satu kelompok
masyarakat. Secara essential, masyarakat memiliki hak yang sama dalam
memperoleh kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah (penguasa).

39
Apakah Pilar Penegak Civil Society itu?

Pilar penegak civil society adalah institusi-institusi yang menjadi bagian


dari social control yang berfungsi mengkritisi kebijakan-kebijakan penguasa yang
diskriminatif serta mampu memperjuangkan aspirasi masyarakat yang tertindas.
Lembaga Swadaya Masyarakat; adalah institusi social yang dibentuk oleh
swadata masyarakat yan tugas esensinya adalah membantu dan memperjuangkan
aspirasi dan pentingan masyarakat yang tertindas. Selain itu LSM dalam konteks
civil society juga bertugas mengadakan empowering (pemberdayaan) kepada
masyarakat mengenai hal-hal yang signifikan dalam kehidupan sehari-hari, seperti
advokasi, pelatihan dan sosialiasi program-program pembangunan masyarakat.
Pers; merupakan institusi yang penting dalam penegakan civil society,
karena memungkinkannya dapat mengkritisi dan menjadi bagian dari social
control yang dapat mnganalisa serta mempublikasikan berbagai kebijakan
pemerintah yang berkenaan dengan warga negaranya.
Supremasi Hukum; Setiap warga Negara, baik yang duduk dalam formasi
pemeintahan maupun sebagai rakyat, harus tunduk kepada (aturan) hokum.
Berarti bahwa perjuangan untuk mewujudkan hak dan kebebasan antar warga
Negara dan antara warga Negara dengan pemerintah haruslah dilakukan dengan
cara-cra yang damai dan sesuai dengan hokum yang berlaku.
Perguruan Tinggi; yakni temoat dimana civitas akademikanya (dosen da
mahasiswa) merupakan bagian dari kekuatan social dan civil society yang
bergerak pada jalur moral force untuk nenyalurkan aspirasi masyarakat dan
mngkritisi berbagai kebijakan-kebijakan pemerintah, dengan catatan gerakan yang
dilancarkan oleh mahasiswa tersebut masih pada jalur yang benar dan
memposisiskan diri apada rel dan realitas yang betul-betul objektif,menyuarakan
kepentingan masyarakat (public).
Maka Perguruan Tinggu memiliki tugs utama mencari dan menciptakan
ide-ide altenatif dan konstruktuif untk dapat menjawab problematika yang
dihadapi oleh masyarakat.

Civil Society dan Demokratisasi

Dalam civil society, warga Negara bekerjasama membangun ikatan social,


jaringan produktif dan solidaritas kemanusiaan yang bersifat non-governmental
untuk mencapai kebaikan bersama (public good). Karena itu, tekanan sentral civil
society adalah terletak pada independensinya terhadap Negara (vis a vis the state).
Dari sinilah kemudian civil society dipahami sebagai akar dan awal keterkaitannya
dengan demokrasi dan demokratisasi.
Hubungan anara civil society dngan demokrasi (demokratisasi), menurut
Dawam—bagikan dua sisi mata uang, keduanya bersifat ko-eksistensi. Hanya

40
dalam civil society yang kuatlah demokrasi dapat ditegakkan dengan baik dan
hanya dalam suasana demokratislah civil society dapat berkembang secara wajar.
Dalam konteks ini, Nurcholis Madjud pun memberikan metaphor tentang
hubungan dan keterkaitan antara civil society dengan demokratisasi ini.
Menurutnya civil society merupakan “rumah” persemaian demokrasi. Perlambang
demokrasinya adalah pemilihan umum (pemilu) yang bebas dan rahasia. Namun
demokrasi tidak hanya bersemayan dalam pemilu, sebab jika demokrasi harus
mempunyai “rumah”, maka rumahnya adalah civil society.
Begitu kuatnya kaitan antara civil society dengan demokratisasi, sehinggu
civil society kemudian dipercaya sebagai “obat mujarab” bagi demokratisasi,
terutama di Negara yang demokrasinya mengalami ganjalan akibat kuatnya
hegemoni Negara. Tidak hanya itu, civil society kemudian juga dipakai sebagai
cara pandang untuk memahami unveralitas fenomena demokratisasi di berbagai
kawasan dan Negara.
Menyikap keterkaitan civil society dengan demokratisasi ini, Larry
Diamond secara sitematis menyebutkan ada 6 (enam) kontribusi civil society
terhadap proses demokrasi. Pertama, ia menyediakan wahana sumber daya
politik, ekonomi, kebudayaan dan moral untuk mengawasi dan menjaga
keseimbangan pejabat Negara. Kedua, pluralism dalam civil society, bila
diorganisir akan menjadi dasar yang penting bagi persaingat demokratis. Ketiga,
memperkaya partisipasi politik dan meningkatkan kesadaran kewarganegaraan.
Keempat, ikut menjaga stabilitas Negara. Kelima, tempat menggembleng
pimpinan plitik dan keenam, menghalangi dominasi rezim otoriter dan
mempercepat runtuhnya rezim. Lebih jauh Diamond menegaskan bahwa suat
organiasi berapapun otonomnya, jika ia menginjak-injak prosedur demokrasi-
seperti toleransi, kerja sama, tanggung jawab, keterbukaan dan saling percaya-
maka organisasi tersebut tidak akan mungkin menjadi sarana demokrasi.
Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi (demoktratisasi) secara
keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan civil society,
sebab ia bukan “peneyelesai” tunggal di tengah kompleksitas problematika
demokrasi. civil society lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi
demokrasi yang selama ini sudah berkembang. Bedanya, jika dalam strategi
“konvensional” lebih menekankan pada formulasi dari “atas”, dengan bentuk
institusionalisasi lembaga-lembaga politik, distribusi kekuasaan pmerintah,
perwakilan berbagai golongan dan sebagainya. Sedangkan civil society lebih
merupakan strategi yang berporos pada lapisan “bawah”, yakni dengan bentuk
pemberdayaan dan penguatan masyarakat sipil.

Mungkinkah Civil Society Berkembang di Indonesia?

civil society jika dipahami secara sepintas merupakan format kehidupan


alternative yang mengedepankan semangat demokrasi dan menjunjung tinggi

41
nilai-nilai hak asasi manusia. Hal ini diberlakukan ketika Negara sebagai
penguasa dan pemrintah tidak bisa mengakkan demokrasi dan hak-hak asasi
manusia dalam menjalankan roda pemerintahannya. Di sinilah kemudian, konsep
civil society menjadi alternative pemecahan, dengan pemberdayaan dan penguatan
daya control masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang pada
akhrinya nanti terwujud kekuatan masyarakat sipil yang mampu merealisasikan
dan menegakkan konsep hidup yang demokratis dan menghargai hak-hak asasi
manusia.

Berbicara mengenai kemungkinan berkembangnya civil society di


Indonesia diawali dengan kasu-kaus pelanggaran HAM dan pengekangan
kebebasan berpendapat, berserikat dan kebebasan untuk mengemukakan pendapat
di muka umm kemudian dilanjutkan dengan munculnya berbagai lemaga-lembaga
non pemerintah yang mempunyai kekuatan dan bagian dari social control. Sejak
jaman Orde Lama dengan rezim Demokrasi Terpimpinnya Soekarno, sudah
terjadi manipulasi peran serta masyarakat untukkepentingan politis dan
terhegemoni sebagai alat legitimasi politik. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan
kegiatan dan usaha yang dilakukn oleh anggota masyarakat dicurigai sebagai
kontra-revolusi. Fenomena tersebut merupakan salah satu indikasi bahwa di
Indonesia pada masa Soekarno pun mengalami kecenderungan untuk membatasi
gerak dan kebebasan politik dalam mengeluarkan pendapat.

Sampai pada masa Orde Baru pun pengekangan demokrasi dan penindasan
hak asasi manusia tersebut kian terbuka seakan menjadi tontonan gratis yang bisa
dinikmati oleh siapapun bahkan untuk segala usia. Hal ini dapat dilihat dari
berbagai contoh kasus yang pada masa orde baru berkembang. Misalnya kasus
pemberedelan lembaga pers, seperti AJI, DETIK dan TEMPO. Fenomena ini
merupakan sebuah fragmentasi kehidupan yang mengekang kebebasan warga
Negara dalam menyalurkan aspirasinya di muka umum, apalagi ini dilakukan
pada lembaga pers yang notabenenya memiliki fungsi sebgai bagian dari social
conrol dalam menganalisa dan mensosialiasasikan berbagai kebijakan yang betul-
betul merugikan masyarakat.

Selain itu, banyak terjadi pengambilalihan hak tanah rakyat oleh penguasa
dengan alasan pembangunan, juga merupakan bagian dari penyelewengan dan
penindasan hak asasi manusia, Karena hak atas tanah yang secara sah meman
dimiliki oleh rakyat, dipaksa dan diambil alih oleh penguasa hanya karena alasan
pembangunan yang sebenarnya bersifat semu. Di sisi lain, pada era orde baru
banyak terjadi tindakan-tindakan anarkisme yang dilakukan oleh masyarakat
sendiri. Hal ini salah satu indikasi bahwa di Indonesia-pada saat itu-tidak dan
belum menyadari pentingnya toleransi an semangat pluralism.

42
BAB VII
DEMOKRASI

Apakah Hakikat Demokrasi itu?


Demokrasi dipandang sebagai sistem yang paling alamiah dan manusiawi,
sehingga semua rakyat dan negara manapun yang memilih demokrasi bila mereka
diberi kebebasan untuk memberikan pilihannya (Masyur Amin dan Mohammad
Najib, 1993 :vi) dengan demikian demokrasi merupakan suatu sistem nilai ysng
eksesnya relatif lebih minimal dari sistem nilai lainnya seperti brokratik otoriteria
(beuraukratik authotarian), monarki absolut (absolutisme monarchi). pertanyaan
sederhana yang patut dikemukakan yang berkaitan dengan kata “demokrasi”
adalah apakah hakikat demokrasi itu? Untuk menjawab pertanyaan tersebut
berikut ini dikemukakakan beberapa pendapat para ahl tentang hakikat
‘’demokrasi”.
Pemahaman hakikat ‘’Demokrasi” terlebih dahulu diawali dengan pengertian
demokrasi serta nilai yang terkandung didalamnya.secara etimologis ‘’demokrasi”
demokrasi terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani
yaitu’’Demos”yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan “eratain ‘’atau
“Cratos” yang berarti kekuasaaan atau kedaulatan .jadi “Demos-Cratein”atau
“Demos-Cratos”(Demokrasi) adalah kekuasaan atau kedaulatan rakyat
,pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat ( Inu Kencana,1994:
150;1999:18,Miriam Budiardjo,1997: 50,Ignas Kladen, 2000 :5,Masykuri
Abdillah,1999 :71).
Dari pendapat para ahli diatas terdapat benang merah atau titik singgung
tentang pengertian demokrasi yaitu rakyat sebagai pemegang kekuasaan, pembuat
dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dalam penyelenggaraan negara dan
pemerintahan serta pengontrol terhadap pelaksanaan kebijakannya baik yang
dilakukan secara langung oleh rakyat atau wakilnya melalui lembaga
perwakilan.karena itu negara yang menganut sistem demokrasi diselenggarakan
berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat mayoritas dan juga tidak
mengesampingkan kaum minoritas. kekuasaan pemerintahan berada ditangan
rakyat menurut Moh.Mahfud MD (Moh.Mahfud MD,ibid) mengandung

43
kepentingan tiga hal penting. pertama, pemerintaha dari rakyat (goverment of the
people). kedua,pemerintaha oleh rakyat (goverment by people). ketiga,
pemerintahan untuk rakyat (goverment for people).
Bagaimana Sejarah dan Perkembangan demokrasi di Barat?
Konsep demokrasi semula lahir dari pemikiran mengenai hubungan negara
dan hukum di Yunani Kuno dan dipraktikkan dalam hidup bernegara antara abad
ke 4 SM sampai abad ke 6 M.Demokrasi yang dipraktikkan pada masa itu
terbentuk demokrasi langsung (direct democracy) artinya rakyat dalam
menyampaikan haknya untuk membuat keputusan politik dijalankan secara
langsun oeh seluruhwarga negara berdasarkan prosedur mayoritas.sifat langsung
itu berjalan secara efektif karena negara kota (City State) Yunani Kuno
berlangsung dalam kondisi sederhana dengan wilayah negara yang hanya terbatas
pada sebuah kota kecil dengan jumlah penduduk sekitar 300.000 orang.selain itu
ketentuan-ketentuan menikmati hak demokrasi hanya berlaku untuk warga negara
yang resmi,sedangkan bagi warganegara yang berstatus budak berlian,pedagang
asing,perempuan dan anak-anak tidak dapat menikmati hak demokrasi pada
negarkota (City State) Yunani Kuno.dengan demikian demokrasi dalam negara
kota (City State) sebenarnya masih memberikan adanya tindakan
diskriminatif,karena tidak semua rakyat negara kota mendapatkan hak
berdemokrasi.dengan kata lain model demokrasi dalam negara kota dilihat dari
perspektif demokrasi modern adalah model demokrasi yang kurang
demokratis.gagasan demokrasi Yunani Kuno berakhir pada abad pertengahan
(abad ke 6 SM -14 SM)
Selanjutnya alam demokrasi pada masyarakat abad pertengahan tidak dijumpai
karena pada abad ini struktur masyarakat berat dicirikan oleh perilaku yang
feodal,kehidupa spritual dikuasai oleh Paus dan Penjabat Agama,sedangakan
kehidupan politiknya ditandai oleh perebutan kekuasaan diantara para
bangsawan.dengan demikian kehidupan sosial politik dan agama pada masa ini
hanya ditentukan oleh elit-elit masyarakat yaitu kaum bangsawan dan kaum
agamawan.karena itu abad pertengahan disebut dengan abad kegelapan.karena
alam demokrasi yang telah dibangun sejak Yunani Kuno telah mati.

44
Namun demikian menjelang akhir abad pertengahan tumbuh kembali
keinginan menghidupkan demokrasi.hal itu diindikasikan dengan lahirnya Magna
Charta (Piagam Besar) sebagai suatu piagam yang memuat perjanjian antara kaum
bangsawan dan kaum Raja Jhon di Inggri dengan bawahannya.Kelahiran Magna
Charta dapat dikatakan sebagai tonggak baru kemunculan kembali
demokrasi.dakam Piagam Magna Charta ditegaskan bahwa Raja mengakui dan
menjamin beberapa hak dan preveleges bawahannya termasuk rakyat jelata
sebagai imbalan untuk penyerahan dana bagi keperluan perang dan lain-lain.selain
itu dalam piagam tersebut memuat dua prinsip yang sangat mendasar :
pertama,adanya pembatasan kekuasaan raja.kedua,hak asasi manusia lebih penting
dari pada kedaulatan raja.
Munculnya kembali gerakan demokrasi di Eropa Barat pada abad pertengahan
seperti dikatakan oleh (Moh.Mahfud MD,1999) didorong oleh perubahan sosial
dan gerakan kultural yang brintikan kpada penekanan pemerdekaan akal dari
segala pembataan. Gerakan kultural yang dimaksud adalah gerakan renaissence
dan gerakan reformasi.Gerakan Renaissence merupakan gerakan yang
menhidupkan kembali minat pada sastra dan budaya Yunani Kuno.gerakan ini
lahir di Barat karena adanya kontak dengan dunia islam yang ketika itu sedang
berada pada puncak kejayaan peradaban ilmu pengetahuan.para ilmuwan islam
pada masa itu seperti ilmu khaldum,Al-Razi,Oemar Khayam,Al-Khawarizmi dan
sebagainya bukan hanya berhasil mengasimilasikan pengetahuan Parsi Kuno dan
warisan klasik (Yunani Kuno),melainkan berhasil menyesuaikan ilmu
pengetahuan tersebut berdasarkan kebutuha-kebutuhan yang sesuai alam pikiran
meraka sendiri yaitu orang Barat.karena itu seorang orientalis Philip K.Hitti
menyatakan bahwa dunia islam telah memberikan sumbangan besar tehadap
Eropa dengan terjemahan-terjemahan warisan Persi dan Yunani Kuno dan
menyebrakannya ke Eropa melalui Siria,Spanyol dan Sisilia.Negara-negara
tersebut merupakan arus transformasi ilmu pengetahuan dari dunia islam ke Barat
dengan kata lain renaissence di Eropa yang berintikan pada gerakan pemuliaan
dan pembanguna serta pembebasan akal pikiran untuk selalu menciptakan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengilhami munculnya kembali gerakan
demokrasi.jadi alam demokrasi di Barat pada abad pertengahan bersumber dari

45
tradisi keilmuan islam.pada masa renaissence orang mematahkan semuaikatan
yang ada dan menggantikannya dengan kebebasan bertindak seluas-luasnya
sepanjang sesuai dengan yang dipikirkan.dengan kata lain pada masa renaissence
kebebasan berpikir dan bertindak bagi manusia tanpa ada orang lain
membatarinya mendapat tempat.
Selain renaissence, peristiwa lain yang mendorong timbulnya kembali gerakan
demokrasi di Eropa yang sempat tenggelm pada abad pertengahan adalah gerakan
reformasi.Gerakan Reformasi merupakan suatu gerakan revolusi agama yang
terjadi di Eropa pada abad ke 16 yang bertujuan untuk memperbaiki keadaan
dalam gereja katolik dimana kekuasaan gereja begitu dominan dalam menentukan
tindakan warga negara.karena itu segala hal yang berkaitan tundakan warga
negara ditentukan oleh gereja.Revolusi agama yang dii motori oleh Marthin
Luther menyulut api pemberontakan terhadap dominasi gereja yang telah
mengungkung kebebasan berpikir dan bertindak.Gerakan reformasi dalam katolik
melahirkan Protestanisme yang intinya memberikan penegasa pemisahan antara
kekuasaan gereja dengan negara.kekuasaan gereja mengatur hal yang terkait
dengan masalah agama,sedangkan negara mengatur hal yang terkait dengan
masalah kenegaraan.dari sinilah kemudian mengilhami gerakan demokrasi Barat
abad pertengahan.
Kecaman dan dobrakan terhadap absolutisme monarki berdasarkan aliran
nasionalisme sebagai “social contraxl”(perjanjian masyarakat) yang salah satu
asasnya adalah menentukan bahwa dunia ini dikuasai hukum yang timbul dari
alam (natural law) yang mengandu prinsip-prinsip keadilan universal,berlaku
untuk semua aktu dan semua orang,baik Raja,Bangsawa,maupun rakyat
jelata.Unsur Universalitas yaitu mempersamakan berlakunya hukum alam
(naturak law) bagi semua orang dalam bidang politik telah mlahirkan pendapat
umum bahwa hubungan antara raja dan rakyat didasarkan pada suatu perjanjian
yang mengikat kedua pihak ;Raja diberi kekuasan dan menyelenggarakan
penertiban dan menciptaka suasana yang memungkinkan rakyat menikmati hak-
hak alamnya dengan aman dan menanti pemerintahan raja yang dapat menjamin
hak-hak alamnya.

46
Tampak bahwa teori hukum alam merupakan usaha untuk mendobrak
pemerintah absolut dan menetapkan hak-hak politik rakyat dalam satu azas yang
disebut demokrasi (pemerintahan takyat).dua filsuf besar yaitu John locke dan
Montesquieu masing-masing dari Inggris dan Perancis telah memberikan
sumbangan yang besar bagi gagasan pemerintah demokrasi ini.john locke (1632-
1704) mengemukakan bahwa hak-hak politik rakyat mencangkup hak atas
hidup,kebebasan dan hak memiliki (live,liberal,property);sedangkan Montesquieu
(1689-1944) mengungkapkan sistem pokok yang menurutnya dapat menjamin
hak-hak politik tersebut melalui “trias politika”nya,yakni suatu sistem pemisahan
kekuasaan dalam negara dengan menbaginya kedalam kekuasaan
legislatif,eksekutif dan yudikatif yang masing-masing haru dipegang oleh organ
sendiri yang medeka,artinya secara prinsip kiranya semuakekuasaan itu tak boleh
dipegang hanya seorang saja (Moh.Mahfud MD,1999)
Salah satu ciri penting dalam negara yang menganut konstitusionalisme
(demokrasi konstitusional) yang hidup pada abad ke-19 ini adalah bahwa sifat
pemerintah yang pasif,artinya,pemerintahan hanya menjadi wasit atau pelaksaan
sebagai keinginan rakyat yang dirumuskan oleh wakil rakyat di perlemen.disini
peran negara lebih kecil daripada peranan rakyat karena pemerintahan hanya jadi
pelaksana (tunduk pada) keinginan-keinginan rakyat yang diperjuangkan secara
liberal (individualisme) untuk mwnjadi keputusan parlemen.Carl J. Friedrick
mengemukakan bahwa konstitusionalisme adalah gagasan bahwa pemerintahan
merupakan suatu kumpulan aktivitas yang diselengarakan atas nama rakyat ,tetapi
yang tunduk pada beberapa pembatasan yang dimaksud untuk memberi jaminan
bahwa kekuasaan yang diperlukan utuk memerintah itu tidak disalahgunakan oleh
mereka yang mendapat tugas untuk memerintah (Moh.Mahfud MD,1999)
Konsep Negara Hukum Formal (klasik)yang mempunyai ciri-ciri oemerintaha
seperti tersebut diatas mulai digugat menjelang pertengahan abad ke-20tepatnya
setelah perang dunia II.beberapa faktor mendorong lahirnya kecama atas negara
hukum normal yang pluaris liberal,seperti dikemukakan oleh Miriam
Budiardjo,anatara lain adalah akses-akses dalam industrilisasi dan sistem
kapitalis,tersebarnya paham sosialisme yang menginginkan pembagian kekuasaan
secara merata serta kemensngsn beberapa partai sosialis di Eropa.gagasan bahwa

47
pemerintahan dilarang campur tangan dalam urusan warga negara baik dibidang
sosial maupun dibidang ekonomibergeser kedalam gagasan baru bahwa
pemerintah harus bertanggung jawab atas kesejahteraan rakyat.untuk
itu,pemerintah tidak boleh bersifat pasif atau berlagu sebagai penjaga malam
melainkan harus aktif melaksanakan upaya-upaya untuk membangun
kesejahteraan masyarakatnya dengan cara mengatur kehidupan ekonomi dan
sosial secara demokratis.
Demokratis,dalam gagasan baru ini mencangkup dimensi-dimensi yang luas
seperti dalam bidang ekonomi dengan demokrasi ekonomi,dalam bidang
pendidikan dengan demokrasi pendidikan dan sebagainya.gagasan baru ini
biasanya disebut sebagai gagasan welfore state atau “Negara Hukum
Material”(dimensi)dengan ciri-ciri yang berbeda dengan yang dirumuskan dalam
konsep Negara Hukum Klasik (Formal).
Bagaimana Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Indonesia?
Perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi dalam dua tahapan yaitu
tahapan pra keerdekaan dan tahapan pasca kemerdekaan.seperti dikemukakan oleh
Jimly Asshiddiqie te;ah tumbuk praktik yang dapat dikaitkan dengan gagasan
kedaulatan rakyat (penulis menyebut gagasan demokrasi)di wilayah nusantara ini
terutama yang terjadi dipedesaan (Jimly Asshiddiqie,1994 :35). gagasan
demokrasi terus berlanjut pada masa sebelum kemerdekaan Indonesia
sepertilahirnya konsep demokrasi versi beberapa tokoh dan pendiri Negara seperti
Soekarno,hatta,Moh.Natsir,Syahrir dan lainnya (pembahasan lebih lanjut tentang
konsep demokrasi atau kedaulatan rakyat dapat dibaca dalam bukuc Jimly
Asshiddiqie dan Ummaruddin Masdar).dengan demikian bagi bangsa Indonesia
tradis berdemokrasi sebenarnya telah dimulai sejak zama kerajaan
Nusantara.karena itu potensi tumbuhnya alam demokrasi sangat besar.
Sementara itu perkembangan demokrasi di Indonesia pasca kemerdekaan
mengalami pasang surut (fluktuasi)dari masa kemerdekaan sampai saat ini,selama
55 tahun perjalan bangsa dan negara Indonesia,masalah poko yang dihadapiialah
bagaimanademokrasi mewujudkan dirinya dalam berbagai sisi kehidupan
berbangsa dan bernegara seperti dalam bidang politik,ekonomi,hukum dan sosial
budaya.sebagai tatanan kehidupan,inti tatanan kehidupan yang demokratis secara

48
empiris terkait dengan persoalan pada hubungan rakyat dengan negara dan
pemerintah dengan rakyat,atau sebaliknya hubungan rakyat dengan negara atau
pemerintah dengan rakyat dalam posisi keseimbangan (equilibrium potition) dan
saling melakukan pengawasan (check and balance ).dengan kata lain posisi
keseimbangan antara pemerintah atau negara dengan rakyat dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dan menghindari timbulnya tindakan kotor dan anarkis
baik dilakukan pemerintah atau negara terhadap rakyatnya,partai
politik,militer,maupun oleh rakya sendiri terhadap negara atau dengan sesama
anggota masyarakat.
Perkembangan demokrasi di Indonesia dilihat dari segi waktu dibagi empat
periode yaitu,a.periode 1945-1999; b.periode 1959-1969; c.periode 1965-1998;
d.peiode 1998-sekarang
Demokrasi periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi
perlamenter.sistem demokrasi parlamenter yang mulai berlaku sebulan sesudah
kemerdekaan di ploklamirkan dan kemudian diperkuat dalam undang-undang
dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia,meskipun dapat
berjalan secara memuaskan pada beberapa negara asia lain.persatuan yang dapat
digalang selama menghadapi musuh bersama menjadi karidor dantidak dapat
dibina menjadi kekuatan-kekuatan konstruktif sesudah kemerdekaan tercapi
karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlamenter memberi peluang
untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Undang-undang dasar 1950 menetapnya berlakunya sistem parlamenter
dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional
(constitusional head) besert mentri-mentrinya yang mempunyai tanggung jawab
politik.karena fregmentasi partai-partai politik setiap kabinet bedasarkan kondisi
yang berkisar pada satu atau dua partai besar dan beberapa partai kecil . koalisi
ternyata kurang mantap dan partai-partai dalam koalisi tidak segan-segan untuk
menarik dukungannya sewaktu-waktu,sehingga kabinet sering kali jatuh karena
keretakan dalam koalisi sendiri.dengan demikian ditimbulkan kesan bahwa dalam
partai-partai dalam koalisi kurang dewasa dalam menghadapi tanggung jawab
mengenai permasalahan pemerintahan.dilain pihak partai-partai dalam barisan

49
oposisi tidak mampu untk beroeran sebagai oposisi yang konstruktif yang
menyusun program-program alternatif, tetapi hanya menonjolkan segi-segi negatif
dari tugas oposisi.
Umumnya kabinet dalam masa pra-pemilihan umum yang diadakan dalam
tahun 1955 tidak dapat bertahan lebih lama dari rat-rata 8 bulan,dan hal ini
menghambat perkembangan ekonomidan politik oleh karena pemerintah tidak
memperoleh kesempatan untk melaksakan programnya.pun pemilihan umum tahu
1955 tidak membawa stabilitas yang diharapkan,malah tidak dapat menghindari
perpecahan yang palng gawar antar pemerintahan pusat dan beberapa daerah.
Disamping itu ternyata ada beberapa kekuatan sosial dan politik yang tidak
memperoleh saluran dan tempat yang realitas dalam konstelasi politik,padahal
merupakan kekuatan yang paling penting,yaitu seorang presiden yang tidak mau
bertindak sebagai “rubber stamp president”(presiden tang membubuhi capnya
belaka dan tentara yang karena lahir dalam revolusi merasa bertanggung jawb
untuk turut menyelesaikan perosalan-persoalan yang dihadapi oleh masyarakat
Indonesia pada umumnya.
Pada periode ini kedudukan parlemen sangat kuat dan pada giliranya menguat
pula kedudukan partai politik.karna itu segala hal yang terkait dengan kebijakan
negara tidak erlepas dari sikap kritis para anggota parlemen untuk mendebatnya
baik melalui forum parlemen maupun secara sendiri-sendiri (Jimly
Asshiddiqie,1994 :143)salah satu hal yang penting dalam periode ini adalah
adanya perdebatan yang tidak berkesudahan yang dilakukan oleh anggota
parlemen dari partai yang berbeda.karena seperti diketahui bahwa pada periode ini
tumbuh era multi partai.Era multi partai diikuti oleh adanya alam kebebasan (
tumbuhnya pahan liberalisme) yang tumbuh pada periode ini.
Faktor-faktor semacam ini,ditambahi dengan tidak mempunyai anggota-
anggota partai-partai yang tergabung dalam konstitusional untuk mencapai
konsensus mengenai dasar negara ketika dalam membahas undanh-ubdang dasar
Baru,mendorong Ir.Soekarno sebagai peseden untuk mengeluarkan dektrit
presiden 5 juli 1945.keluarnya dektrit presiden tersebut merupakan intervensi
presiden terhadap parlemen.dengan demikian sejak dektri presiden keluar masa
demokrasi berdasarkan sistem palementer berakhir

50
Demokarasi periode 1959-1965
Ciri sistem politik periode ini adalah dominasi peranan residen.terbatasnya
peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dam meluasnya peranan
ABRI sebagai unsur sosial politik.dalam praktik pemerikhan,pada periode ini
telah banyak melakukan distory terhadap praktik demokrasi.dekrit presiden 5 juli
dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari mencari jalan keluar dari
kemmacetan politik yang terjadi dalam sidang konstituante merupakan salah satu
bentuk penyimpanagan praktik demokrasi.begitu pila,dalam UUD 1945 telah
ditegaskan bagi seorang presiden dapat bertahan sekurang-kurangnya selama 5
tahun.akan tetapi ketetapan MPRS No.III/1963 yang mengangkat Ir.Soekarno
sebagai presiden seumur hidup telaha membatalkan pembatasan waktu 5 tahun
(Undang-undang Dasar memungkinkan seorang presiden untuk dipilih kembali)
sebagaimana yang itentukan oleh Undang-undang Dasar.selain dari pada itu
banyak lagi tindakan yang menyimpang atau menyeleweng dari ketentuan-
ketentuan Undang-undang dasar .misalnya dalam tahun 1960 Ir.Soekarno sebagai
presiden membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum,padahal
dalam penjelasan Undang-undang Dasar 1945 secara eksplisit ditegaskan dan
ditentukan bahwa presiden tidak mempunyai wewenangan untuk berbuat
demikian.karna antara presiden DPR berada setara dan tidaksaling menjatuhkan
atau membubarkan.
Setelah DPR hasil pemilu 1955 yang demokratis dibubarkan, presiden
membentuk Dewan Perwakilan Rakyat hasil pemilihan umum dalam DPR Goting
Royong sangat ditonjolkan perannya sebagai pembantu pemerintahan sedangkan
fungsi kontrol sebagai sesuatu yang melekat pada DPR ditiadakan. selain itu
pemimpin DPR Gotong Royong dijadikan sebagai salah seorang mentri.dengan
demikian dalam posisi itu pimpinan Dewan hanya difungsikan sebagai pembantu
presiden disamping fungsi sebagai wakil rakyat. peristiwa tersebut mencerminkan
telah ditinggalkanna doktrin trias politika yang intinya adalah adanya pembagian
dan pemisaha kekuasaan antara legislatif, eksekutif, yudikatif.
Penyimpangan lain dari praktik demokrasi pada masa ini seperti tercemin
dalam beberapa ketentuan lain dari bidang eksekutif. misalnya presiden diberi
wewenang untuk campur tangan dibidang yudikatif.hal itu dapat dilihat dalam

51
Undang-undang No.19/1964,dibidang legislatif presiden dapat mengambil
tindakan politik berdasarkan peraturan presidan No.14/1960 dalamhak anggota
dewan perwakilan rakyat tidak mencapai manfaat.
Satu pertanyaan yang patut dikedepani adalah bagaimana rumusan demokrasi
terpimpin dan apakah butir-butir pokok demokrasi terpimpin tersebut?demokrasi
terpimpin menurut Soekarno (presiden RI) seperti dikutip oleh Ahmad Syafi’i
Ma’arif adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.dalam kesempatan lain ia (Soekarno) mengatakan
bahwa demokrasi terpimpin adalah demokrasi kekeluargaan tanpa anarkisme,
liberalisme dan otokrasi diktator.demokrasi kekeluargaan adalah demokrasi yang
mendasarkan sistem pemerintahannya kepada musyawarah dan mufakat dengan
pimpinan satu kekuasaan sentral yang sepuh,seorang ketua dan mengayomi.
Dari penjelasan tersebut memberikan gambaran bahwa kekeliruan yang
sangat besar dalam demokrasi terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran
terhadap nilai-nilai demokrasi.demokrasi terpimpin Soekarno sebenarnya bukan
sistem demokrasi yang sebenarnya,melainkan sebagai suatu bentuk
otoriterian.karena itu pada periode ini sebenarnya alam dan iklim demokrasi tidak
muncul,karena yang sebenarnya terjadi dalam praktik pemerintahan adalah rezim
pemerintahan
sentralistik otoriter saoekarno.demokrasi terpimpin ala Soekarno berakhir dengan
lahirnya gerakan 30 September 1965 yang didalangi oleh PKI (Partai Komunis
Indonesia).
Demokrasi periaode 1965-1998
Periode pemerintahan ini muncul setelah gagalnya gerakan 30 September
yang dilakukan oleh PKI.landasa formil periode ini adalah pancasila,Undang-
undang dasar 1945 serta ketetapan-ketetapan MPRS.Semangat yang mendasari
kelahiran periode ini adalah ingin mengembalikan dan memurnikan pelaksanaan
pemerintahan yang berdasarkan pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen.karena sebelum periode ini telah terjadi penyelewengan dan
peningkaran terhadap kedua landasan formal dan yuridisdalam kehidupan
kenegaraan.dalam usaha untuk meluruskan kembalipentelewengan terhadap
Undang-undang Dasar yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin,kita

52
telah mengadakan tindakan korektif.ketetapan MPRS No.19/1963 yang
menetapkan masa jabatan seumur hidup untuk Ir.Soekarno telah dibatalkan dan
jabatan presiden kembali menjadi jabatan elektif setiap 5 tahun.ketetapan MPRS
No.XIX/1966 telah menentukan ditinjaukan kembali produk-produk legislatif dari
masa demokrasi terpimpin dan atas dasar itu Undang-Undang No.19/1964 telah
diganti dengan satu Undang-Undang baru (No.14/1970) yang menetapkan
kembali azas :kebebasan badan-badn pengadilan”Dewan Perwakilan Rakyat-
Gotong Royong diberi beberapa hak kontrol.disamping ia tetap mempunyai fungsi
untuk membantu pemerintah.pimpinannya tidak lagi mempunyai status sebagai
memteri
Pada periode ini praktik demokrasi di Indonesia senantiasa mengacu pada
nilai-niali pancasila dan UUUD 1945.karna itu demokrasi pada masa ini disebut
dengan demokrasi pancasila.berkaitan dengan hal itu apa yang sebanarnya yang
dimaksud dengan demokrasi pancasila? Beberapa perumusan tentang demokrasi
pancasila sebagai berikut : A.Demokrasi dalam bidang politik pada hakekatnya
adalah menegakkan kembali azas-azas negara hukum dan kepastian hukum.
B.Demokrasi dalam bidag ekonomi pada hakekatnya adalah kehidupan yang layak
bagi semua warga negara. C.Demokrasi dalam bidang hukum pada hakekatnya
bahwa pengakuan dan perlindungan HAM,peradilan yang bebas yang tidak
memihak.Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak
demokrasi pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya. karena
dalam demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem
demokrasi.karenanya rakyat mempunyai hak yang sama untuk menentukan
dirinya sendiri.begitu pula partisipasi politik yang sama semua rakkyat. Untuk itu
pemerinta patut memberikan perlindungan dan jaminan bagi warga negara dalam
memnjalankan hak politik.
“Demokrasi Pancasila”dalam rezim orde baru hanya sebagai retorika dan
gagasan belum sampai pada tataran praksis atau penerapan.karena dalam praktik
kenegaraan dan pemerintahan,rezim ini sangat memberikan ruang bagi kehidupan
berdemokasi.sepert dikatakan oleh M.Rusli Karim razim orde baru ditandai oleh :
1.dominannya peranan ABRI ; 2. Birokratisasi dan sentralisasi pengambialan
keputusan politik ;3.pengebirian peran dan fungsi partai politik; 4.campr tangan

53
pemerintah dalam berbagai urusan partai politik dan publik ;5.masa mengembang
;6.Monolitisasi idiologi negara ;7.Ingkoporasi lembaga non pemerintahan.tujuh
ciri tersebut menjadikan hubungan negara verus masyarakat secara berhadap-
hadapan dan subordinat,dimana negara atau pemerintah sangat
mendominasi.dengan demikian kejadian pengingkaran terhadap nila-nilai
demokrasi juga terjado dalam Demokrasi Pancasila pada masa rezim Soeharto.
1. Negara Hukum (rechtsstaat dan the rule of law)
Dalam keputusan ilmu hukum di Indonesia istilah negara hukum sebagai
terjemahan dari rechtsstaat dan thr rule of law sudah begitu populer.Konsepsi
negara hukum mengandung pengertian bahwa negara memberikan perlindungan
hukum bagi wara negara melalui pelembagaan peradilan yang bebas dan tidak
memihak serta penjaminan hak asasi manusia.
2. Masyarakat Madani (Civil Society)
Masyarakat Madani dengan cirinya sebagai masyarakatterbuka,masyarakat
yang bebas dari pengarung kekuasaan dan tekanan negara,masyarakat yang kritis
dan masyarakat yang berpatisipasi aktif serta masyarakat egaliter merupakan
bagian yang integral dalam mengakkan demokrasi.
3. Infrastruktur politik
Komonen berikutnya yang dapat mendukung tegaknya demokrasi adalah
infarasutruktur politik. Infrastruktur politik yang terdiri dari partai politik
(political party), kelompok gerakan (movement group) dan kelompok penekan
(pressure group).
4. Pers yang Bebas Bertanggung Jawab
Pers merupakan pilar keempat (the fourth estate) dalam mewujudkan
demokrasi pada suatu negara setelah legislatif,eksekutif dan yudikatif.sebagai
insitusi penegak demokrasi,pers mempunyai peran yang sangat strategis.salah satu
peran strategis pers adalah sebagai penyedia informasi bagi masyarakat yang
berkaitan dengan berbagai persoalan bail dalam kaitan dengan kehidupan
kenegaraan dan pemeintahan maupun masalah yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat.

54
Bagaimana Mengukur Demokrasi?
Sesuatu kehidupan yang demokratis merupakan dambaan badi umat manusia
termasuk manusia Indonesia. Karena itu demokrasi tidak saja menjadi gagasan
yang utama, melainkan sesuatu yang perlu diimplementasikan.suasana kehidupan
yang demokratis khusunya dalam kehidupan kenegaraan dan sistem pemerintahan

55
BAB VII
HAK ASASI MANUSIA

Manusia selalu memiliki hak-hak asar (basic rights) antara Lain:


1) Hak hidup,
2) Hak untuk hidup tanpa ada perasaan takut dilukai dan dibunuh oleh orang
lain,
3) Hak kebebasan,
4).Hak untuk bebas, hak untuk memiliki agama/kepercayaan, hak untuk
memperoleh informasi, hak menyatakan pendapat, hak berserikat dan sebagainya.
Hak untuk memilih sesuatu seperti pakaina, rumah, mobil, perusahaan, pabrik,
dan sebagainya Sedangkan menurut deklarasi HAM PBB secara singkat dijelakan
seperagkat hak-hak dasar manusia yang sangat sarat. Menurut Jan Materson dari
komisi HAM PBB, hak asasi manusia adalah hak-hak yang melekat pasda setiap
manusia,yang tanpa hak-hak tersebut manusia musthahil dapat hidup sebagai
manusia.pengertian tersebut dapat saudara baca dalam ABC, Teaching Human
Rights, yang merumuskan HAM dengan pegertian,”Human rights could be
generally defined as those rights which are inherent in our natureband without
wich can not live as human being.
Hak asasi manusia adalah hak dasar atau hak pokok manusia yang dibawa
sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa, Bukan pemberian manusia
atau penguasa hak ini sifatnya sangat mendasar bagi hidup dan kehidupan
manusia yang bersifat kodrat Yakni ia tidak bisa terlepa dari dan dalam kehidupan
manusia dalam undang-undang tentang hak asasi manusia pasal 1 dinyatakan;”hak
asasi manusia adalah seperangkat hak yang melakat pada hakikat dan keberadaan
manusia sebagai makhluk tuhan yang maha esa dan merupakan anugrah-nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi,dan dilindungi oleh negara, hukum , pemerintah,
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia” dengan hak yuridis , seperti hak untuk hidup, tidak menjadi budak, tidak
disiksa dan tidak ditahan, dipersamakan dimuka hukum (equality before the law).
mendapatkan perduga tidak bersalah dan sebagainya. hak –hak lain juga dimuat

56
dalam deklarasi tersebut sepert hak-hak akan nasionalitas pemilikan, pemikiran,
agama, pendidikan, pekejaan dan kehidupan berbudaya.
Bagaimana Sejarah Lahirnya HAM?.
Pada umumnya para pakar HAM berpendapat bahwa lahirnya HAM
dimulai dengan lahirnya Magna Charta. Piagam ini antara lain mencanangkan
bahwa raja yang semulamemliki kekuasaan absolut (raja yang menciptaka
hukum,tetapi ia sendiri tidak terikat dengan hukum). menjadi dibatasi
kekuasaanya dan mulai dapat diminta pertanggungjawabannya dimuka hukum
dari piagam inilah kemudian lahir doktrin bahwa raja tidak kebal ukum lagi serta
bertanggungjawab kepada hukum
Sejak lahirnya piagam ini maka dimulailah babak baru bagi pelaksnaan
HAM yaitu jjika traja melanggar hukumia haru diadali dan
mempertanggungjawabannya kebijaksanaan kepada perlemen artinya sejak itu
,sudah mulai dinyatakan bahwa raja terikat dengan hukum dan bertanggungjawab
kepada rakyat,walaupun kekuasaan mebuat undang-undang pada masa itu lebih
banya berada di tanggannya. Dengan demikian,kekuaaan raja mulai dibatasi
sebagai embrio lahirnya monarki konstitusional yang berintikan kekuasaan raja
sebagai simbol belaka
Pasal 21 dari piagam Magna Charta menggariskan “earls and barons shal be
fined by their equal and only in proportion to the measure of the ofence” (para
peangeran dan baron akan dihukum(didenda) berdasarkan atas kesamaan,dan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya). Selanjutnya pada pasal 40
ditegaskan lagi”... No one will we deny or delay,right or justice” (...Tidak
seorangpun menghendaki kita mengingkari atau menunda tegaknya hak atau
keadilan). Lahirnya Magna Charta inu kemudian diikuti oleh perkembangan yamg
lebih konkrit,dengan lahirnya Bill of Rights di Ingris pada tahun 1689.
Bebarengan dengan peristiwa itu timbullah adagium yang intinya bahwa
manusia sama di muka hukum (equality before the law).adagium ini selanjutnya
memperkuat dorongan timbunya supremasi negara hukum dan
demokrasi.kehadiran Bill of rights telah menghasilkan asas persamaan harus
diwujudkan, beberapabera resiko yang dihadapi, karena hak kebebasan baru dapat
diwujudkan kalau ada persamaan.

57
Untuk mewujudkan asas persamaa itu maka lahirlah teori”kontrak sosial”
J.J.Rossseau.setelah itu kemudian disusun oleh mountesquieu dengan doktrin trias
politiknya yang terkenal yang mengajarkan pemisahaan kekuaaan untuk
mencegah tirani.selanjutnya. Jhon lucke di Inggris dan Tomas Jefferson di AS
dengan gagasan tentang hak-hakdasar kebebasan dan persamaan.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai dengan kemunculan Te American
Declaration of Independence di Amerika Serikat yang lahir dari semangat pada
paham rousseau dan Monesquieu.jadi sekalipun di negara kdua tokoh HAM itu
yakni Inggris dan Perancis belum lahir rician HAM, namun telah muncul
Amerika.sejak inilah mulai dipertegas bahwa manusia adalah merdeka sejak
didalam perut ibunya,sehingga tidaklah masuk akal bila sesudah lahit ia harus
dibelenggu.
Selanjutnya, pada tahun 1789 lahi The franch declaration,dimana hak-hak asasi
manusia ditetapkan lebih rinci lagi yang kemudian menghasilkan dasar-dasar ini
antara lain dinyatakan bahwa tidak boleh terjadi penangkapan dan penahanan
yang semena-mena,termasuk ditangkap tanpa alasan yang sah atau ditahan tanpa
surat perintah,tang dikeluarkan oleh pejabat yang sah .didlamnya dinyatakan pula
asas presumption of innocence,yaitu bahwa orang-orang yang ditangkap,
kemudian ditahan dan dituduh, berhak dinyatakan tidak bersalah sampai ada
keutusan pengadilan yang berkekuatan hkum tetap menyatakan ia brsalah.
selanjutnya di pertegas juga dengan asas freedom of expression (kebebasan
mengeluarkan pendapat), freedom of religion (kebebasan menganut
keyakinan/agama yang dikehendaki), The Right of property (perlindungan hak
milik), dan hak-hak dasar lainnya.
Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia ( Universal Declaration of
Human Rights).
Hak asasi manusia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh
kawasan dunia, dimana hak-hak asasi menuasia dinjak-injak, timbul keinginan
untuk merumuskan hak-hak asasi manusia itu didalam suatu naskah internasional.
Usaha ini bau dimulai pada tahun 1948 dengan diterimannya Universal
Declaration of Human Rights ( pernyataan seduni tentang hak-hak asasi manusia)
oleh negara-negara yang bergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa dengan

58
kata lain, lahirnya deklarasi HAM Universal merupakan reaksi atas kejahatan keji
kemanusiaan yang dilakukan oleh kaum sosialis dijerman selama 1933 sampai
1945.
Terwujudnya Deklarasi Hak asasi manusia Universal yang dideklarasikan
peda tanggal 10 desember 1948 harus melewati proses yang cukup panjang.dalam
proses inintelah lahir beberapa naskah HAM yang mendasari kehidupan manusia,
dan yang bersifat Universal dan asasi.naskah-naskah tersebut adalah sebagai
berikut:
Magna Charto (piagam agung 1215): suatu dokumen yang mencatat beberapa
hak yang diberikan oleh Raja Jhon dari Inggris kepada beberapa bangsawan
bawahannya atas tuntutan mereka naskah ini sekaligus membatasi kekuasaan Raja
Jhon itu Bill of Rights ( undang-undang hak 1689): suatu undang-undang yang
diterima oleh parlamen Inggris sudah berhasil dalamtahun sebelumnya,
mengadakan perlawanan terhadap Raja James II dalam suatu hak revolusi
berdarah yang dikenal dengan istilah The glorius revolution of 1688.
Declaration des Droist de I’homme et du citoyen (pernyataan hak-hak
manusia dan warga negara,1789) suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan
revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap kewenangan regim lama. Bill of
Righs (undang-undang hak):suatu naskag yang disusun oleh rakyat Amerika pada
tahun 1769 dan kemudian menjadi undang-undang dasar pada tahun 1791
Hak-hak manusia yang dirumuskan sepanjang abad ke-17 dan 18 ini sangat
dipengaruhi oleh gagasan mengenai hukum alam (Natural Law), seperti yang
dirumuskan oleh Jhon Lock (1632-1714)dan Jean Jaques Rousseau (1712-1278)
dan hanya membatasi pada hak-hak yang bersifat politis saja, seperti hak atas
kesamaan dan kebebasan, hak untuk meulih dan sebagainya.
Akan tetapi pada abad ke-20 hak-hak politik ini dianggap kurang
sempurna.dan mulailah dicetuskan hak-hak lain yang lebih luas cukupannya.satu
diantara sangat yang terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh presiden
Amerika Serikat F.D.Roosevelt pada awal PD II;The Four Freedom(empat
kebebasan) itu.

59
Generasi pertama
Generasi ini berpandangan bahwa pengertia HAM berpusat terhadap hal-hal
hukum dan politik. Generasi awal HAM tersebut terjadi seteah PD II. fokus
generasi pertama pada hukum dan politik disebabkan oleh dampak dan situasi PD
II, totaliterisme dan adanya keinginan negara-negara yang merdeka untuk
menciptakansuatu terstib hukum yang baru.
akan tetapi seperangkat hukum yang disepakati tersebut sangat serat dengan
hak-hak yuridis seperti, hak untuk hidup, untuk tidak menjadi budak, tidak disiksa
dan dihantam, hak-hak kesamaan didalam hukum , hak akan fair trial, praduga tak
bersalah dan sebagainya. hal itu bukan berarti hak-hak lain tidakdiatur karena
sesungguhnya seperangkat hukum itu juga memuat akan hak nasionalitas,
pemilikan, pemikiran, agama, pendidikan, pekerjaan dan kehidupan budaya.
namun demikian juga sukar untuk menghidarkan kesan baha hukum itu dikuasai
oleh hak-hak hukum.kesan ini semakin tak terbentah jika kita meliha kovenan
yang dilahirkan kembali seperti “Convention on the prevention and punishmant of
crime of genocide”.
Nampaknya pandangan ini sebagai reaksi keras terhadap kehidupan
kenegaraan yang totaliter dan fasis yang mewarnai tahun-tahun sebelum perang ke
II. karena itu pikiran hukumbegitu menonjol kepermukan dan sekaligus menjadi
karakteristikkonsep dasar hak asasi manusia yang dalam literatur sering disebut
sebagai generasi satu hak asasi manusia.

Generasi Kedua
jika kita mengkaji secara serius perkembangan kehidupan negara terutama
negara perang ke III,maka akan jelas terlihat bahwa kemerdekaan yang diperoleh
benyak negara ketiga setelah perang dunia ke 2 menuntut lebih dari hak-hak
yuridis.pengisian kemerdekaan berarti juga pembangunan sosial, ekonomi, politik,
dan budaya. sejalan dengan itu maka pengertian hak asasi manusia haruslah secara
eksplisit merumuskan juga hak-hak sosial, ekonomi,politik dan budaya. Jadi pada
generasi kedua ini adanya kehendak yang jelas untuk mengadakan perluasan
horizontal dari konsep hak asasi manusia.

60
Pada generasi HAM kedua ini lahir kedua Covenant yang terkenal yaitu:
international covenant on Economic, Social and Cultural Rights dan international
Covenant on Civil and Political Rights. kedua perjanjian tersebut disepakati dalam
sidang umum PBB 1966
Pada generasi ini pembahasan tentang HAM merupakan perluasan hirisontal
dari generasi pertama.penekanan meraka terjadi pada bidang sosial, ekonomi, dan
budaya, sementara bidang hukum dan politik terabaikan, sehingga menimbulkan
ketidakseinbangan perkembangan dalam kemasyarakatan, seperti merosotnya
kehidupan hukum dan pengekanan politik yang berlebihan

Generasi Ketiga
Kondisi-kondisi ketidakseimbangan perkembangan(uneven development)
menyebabkan timbulnya kritik-kritik dari banyak kalangan sehingga melahirkan
generasi ketiga yang menjanjikan adanya kesatuan antara hak ekonomo, sosial,
budaya, hukum dan politik dalam satu keranjang yang disebut dengan
pembangunan ( The Rights of Development) istilah ini diberikan oleh komisi
internasiaonal (Internasiaonal comision of justice).Generasi ketiga HAM ini
merupakan sintesa dari generasi pertama dan kedua.
Tidak dapat dipungkiri bahwa generasi ketiga HAM ini suatu kemajuan pesat
telah dicapai, apalagi jika kesemua hak tersebut bisa diwujudkan secara bersam-
sama.tetapi hampir tidak ada negara yag mungkin bisa secara obyektif memenuhi
tuntunan generasi ketiga tersebut.masih banyak disaksikan kesenjangan antara
hak-hak tersebut dan lebih dari itu penekan terhadap hak ekonomi dalam arti
pembangunan ekonomi adalah prioritas utama telah pula menimbulkan banyak
korban, karena banyak hak-hak rakyat tang dilanggar. kesemua ini merupakan
kenyataan dunia ketiga yan ditanda oleh kuatnta sektor negara yang berperan
dominan sebagai komando sehingga implementasi HAM generasi ketiga ini
dilihat dari atas (top-down approach).

Generasi Keempat
Generasi keempat banyak melakukan krtik terhadap peranan negara yang
sangat dominan dalam proses pembangunan pada generasi sebelumnya, yang

61
lebih menekankan pembangunan ekonomi sebagai prioritas utama dan telah
terbukti sangat menafikan hak-hak rakyat, selain proses pembangunan itu sendiri
mengabaikan kesejahteraan rakyat dan tidak berdasarkan pada kebutuhan.
Generasi keempat HAM dipelopori oleh negara-negara di kawasan Asia uang
pada thun 1983 melahirkan deklarasi hak asasi yang disebut Declaration of The
Basic of Asia People and Goverment. Deklarasi ini lebih maju dari rumusan
generasi sebelumnya,tetapi belum sepenuhnya mencangkup tuntutan struktural
HAM. Namun demikian beberapa masalah dasar hak asasi sudah dirumuskan
dengan lebih berpihak kepada perombakan tatanan sosial yang
berkeadin.Deklarasi ini lebih menekankan persoalan-persoalan ‘kewajiban asasi’
bukan lagi ’hak asasi’.alasan dari gagasan ini adalah bahwa kata kewajiban
mengandung pengertian keharusan dan pemenuhan,sementara kata hak baru
sebatas perjuangan dari pemenuhan hak.
Deklarasi generasi ini selanjutnya secara positif mengukuhkan keharusan
imperatif dari negara untukmemenuhi hak asasi rakyatnya.artinya urusan hak
asasibukan lagi urusan orang perorang, tetapi justru merupakan tugas negara.

Ham Dalam Islam.


Islam sebagai agama universal mengandung prinsip-prisnsip hak asasi
manusia.sebagai sebuah konsep ajaran,islam menetapkan manusia pada
kedudukan yang sejajar dengan manusia lainnya.
Menuntut ajaran islam, perbedaan antara satu individu dengan individu lain
terjadi bukan karena haknya sebagai manusia,melainkan didasarkan keimanan dan
ketakwaannya.adanya perbedaan itu tidak menyebabkan perbedaan dalam
kedudukan sosial.hal ini merupakan dasar yang sangat kuat dan tidak dapat
dipungkiri telah memberikan kontribusi pada perkembangan prinsip-prinsip hak
asasi manusia didalam masyarakat internasiaonal.
Dalam sejarah konstitusi islam terhadap dua deklarasi yang memuat hak-hak
asasi manusia yang dikenal dengan piagam madinah dan deklarasi kairo(Cairo
Declration).

62
Piagam Madinah
Konsepsi dasar yang tertuang dalam piagam yang lahir di masa nabi
Muhammad ini adalah adanya pernyataan atau kesepakatan masyarakat Madinah
untuk melindungidan menjamin hak-haksesama warga masyarakat tanpa melihat
latar belakang,suku dan agama.piagam madinah atau Mistaqul Madinah yang
dideklarasikan oleh Rosulullah pada atahun 622 M, merupakan kesepakatan-
kesepakatan tentang aturan-aturan yang berlaku bagi masyarakat Madunah yang
dipimpin oleh Nabi.
Terdapat dua landasan pokok bagi kehidupan bermasyarakat yang diatur
dalam Piagam madinah,yaitu: Semua pemeluk islam adaah satu umat walaupun
mereka berbeda suka bangsa. Hubungan antara komutas Muslim dan Non-muslim
didasarkan pada prinsip-prinsip:
 Berinteraksi secara baik dengan sesama tentangga
 Saling mmbantu dalam mengahadapi musuh bersama
 Membela mereka yang teraniaya
 Salaing menasehati
 Menghormati kebebasan beragama
Menurut ahli sejarah, piagam ini adalah naskah otentik yangtidak diragukan
keasliannya. secara sosiologispiagam tersebut merupakan antisipasi dan jawaban
terhadap realitas sosial masyarakatnya.secara umum sebagaimana terbaca dalam
naskah tersebu, Piagam Madinah mengatur kehidupan sosial penduduk
madinah.walaupun mereka heterogen,kedudukan mereka adalah sama,masing-
masing memiliki kebebasan untuk memeluk agama yang mereka yakini dan
melaksanakan aktivitas dalam bidang sosial dan ekonomi.
Setiap individu memiliki kewajiban yang sama untuk membela
madinah,tempat tinggal mereka.dengan demikian Piagam Madinah menjadi alat
legitimasi muhammad SAW. untuk menjadi pemimpin bukan saja kaum muslimin
(Muhajiri dan Anshar), tetapi bagi seluruh penduduk madinah (pasal 23-
24).secara substansial,piagam ini bertujuan untuk menciptakan keserasian politik
dan mengembangkan toleransi sosio-religius dan budaya seluas-luasnya.
Piagam ini bersifat revolusioner, karena menentang tradisi kesukuan orang-
orang Arab pada saat itu.tidak ada ssatu sukupun yang memiliki keistimewaan

63
atau kelebihan dengan suku lain,jadi dalam piagam tersebut sangat ditekankan
azas kesamaan dan kesetaraan(equality)
Deklarasi Kairo (Cairo Declaration)
Isu tentang pelaksanaan HAM tidak lepas dari perhatian ummat islam,apalagi
mayoritas negara-negara islam adalah tergolong dalam barisan negara-negara
dunua ketiga yang banyak merasakan perlakuan ketidak adilan negara-negara
barat dengan atas nama HAM .dalam pandangan negara-negara islam HAM barat
tidak sesuai dengan pandangan ajaran-ajaran agama islamyang telah ditetapkan
Allah SWT.berkaitan dengan itu,negara-negara islam yang tergabung dalam
Organization of The Islamic Conference (OIC/OKI) pada tanggal 5 Agustus 1990
mengeluarkan deklarasi tentang kemanusiaan sesuai syarat islam di kairo.
Konsep hak-hak asasi manusia hasil rumusan negara-negara OKI ini
selanjutnya dikena degan sebutan Deklarasi Kairo. Deklarasi ini berisi 24 pasal
tentang hak asasi manusia berdasarkan Al-Qur’an dan sunnah yang dalam
penerapannya dan realitasnya memiliki beberapa kesamaan dengan pernyataan
semesta hal-hak asasi manusia (The Universal Declaration of Human
Rights/UDHR) yang dideklarasikan oleh PBB tahun 1948.

64

Anda mungkin juga menyukai