Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

“We live in a world where identity matters.” (Ghilroy dalam Kathryn


Woodward, Identity and Difference 1997: 301). Identitas adalah hal yang sangat
penting karena identitas merupakan pemahaman tentang diri sendiri, atau jati diri
yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir hingga melalui proses interaksi
yang dilakukannya setiap hari dalam kehidupannya dan kemudian membentuk
suatu pola khusus yang mendefinisikan tentang orang tersebut. Menurut Oxford
Dictionary of English Language, makna kata identitas atau Identity adalah the fact
of being who or what a person or thing is. Identitas dapat berasal dari berbagai
aspek seperti kebangsaan, etnis, kelas sosial, komunitas, jenis kelamin dan
seksualitas. Berbagai aspek tersebut dapat muncul dalam diri seseorang sehingga
terkadang memicu konflik dan membuat krisis identitas. Menurut Kathryn
Woodward, identitas memberi gagasan tentang siapa diri seseorang sehingga
dengan melihat identitas, dapat diketahui asal-usul seseorang.

Namun, pembentukan identitas seseorang tidak dapat lepas dari unsur


budaya. Inilah yang disebut dengan identitas budaya atau cultural identity, makna
dari identitas budaya sendiri adalah the (feeling of) identity of a group or culture,
or of an individual as far as she is influenced by her belonging to a group or
culture. Konsep mengenai identitas budaya sekarang ini banyak menjadi pusat
perhatian dalam berbagai diskusi dan wacana akademis seperti diskusi teori
kajian, budaya maupun maupun non-akademis seperti diskusi politik. Identitas
budaya sering sekali dibicarakan karena identitas budaya merupakan topik yang
cukup rumit dan kompleks karena berhubungan erta dengan masalah ras, suku
atau etnis, agama, bangsa, kewarganegaraan, wilayah dan gender. Oleh karena itu
topic mengenai identitas budaya ini terkadang menjadi masalah yang besar karena
dapat ditemukan dalam berbagai aspek kehidupan ini seperti di arena
internasional, nasional maupun dalam kehidupan sehari-hari.
Konsep mengenai “us” dan “them” atau “kita” dan “mereka” juga
berkaitan erat dengan permasalahan identitas budaya. Perbedaan “kita” dan
“mereka” ini, memperkuat posisi “orang luar” dalam sebuah komunitas dan
menjadi pedoman bagi seseorang untuk memposisikan dirinya ditengah-tengah
komunitas tersebut. Oleh karena itu, identitas budaya berkaitan erat dengan
banyak hal, seperti yang sudah dijelaskan diatas, identitas tidak dapat dibatasi dan
dapat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

Identitas merupakan jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak
lahir hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam
kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan
tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang
dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Sehingga Identitas Budaya memiliki pengertian suatu karakter khusus
yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara satu
kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap orang
seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya sehingga
dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda.
Seperti Negara kita, yaitu Negara Indonesia yang memiliki budaya yang
beraneka ragam dengan berbagai suku bangsa dan adat istiadat yang dapat
membedakan antara Negara yang satu dengan yang lain karena setiap Negara juga
pasti memiliki budaya yang tidak semuanya sama dengan Indonesia . Tidak hanya
indonesia dengan negara luar tetapi kebudayaan didalam Indonesia juga sangat
beragam . Karakteristik dari budaya tersebut yang mampu membedakan antara
daerah yang satu dengan yang lain karena didalam daerah tersebut ada budaya
yang melekat yang sudah menjadi ciri dari daerah tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


 Bagaimana membentuk identitas budaya?
 Apa saja perspektif dalam identitas?
 Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi identitas budaya?
 Bagaimana dinamika identitas budaya?
 Bagaimana membangun identitas minoritas dan identitas mayoritas?

1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu agar kita mengetahui
pembentukkan identitas budaya, perspektif, faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi identitas budaya, bagaimana dinamika yang terjadi, serta
membangun identitas minoritas dan identitas mayoritas.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Identitas Budaya


 Definisi Identitas

Secara epistimologi, kata identitas berasal dari kata identity, yang berarti
(1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu keadaan yang mirip
satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang sama diantara dua
orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang menggambarkan sesuatu yang
sama diantara dua orang (individualitas) atau dua kelompok atau benda; (4) Pada
tataran teknis, pengertian epistimologi diatas hanya sekedar menunjukkan tentang
suatu kebiasaan untuk memahami identitas dengan kata “identik”, misalnya
menyatakan bahwa “sesuatu” itu mirip satu dengan yang lain. Dari pengertian di
atas dapat disimpulkan bahwa Identitas adalah simbolisasi ciri khas yang
mengandung diferensiasi dan mewakili citra organisasi. Identitas dapat berasal
dari sejarah, filosofi atau visi atau cita-cita, misi atau fungsi, tujuan, strategi atau
program. Unsur umum identitas antara lain adalah (1) Nama, logo, slogan dan
mascot, (2) Sistem grafis dan elemen visual yang standar: warna, gambar, bentuk
huruf dan tata letak. (3) Aplikasi pada media resmi (official) dan media
komunikasi, publikasi dan promosi (komersial).

Identitas dibagi menjadi tiga bentuk yaitu:8 identitas budaya, identitas


sosial dan identitas diri atau pribadi.

1) Identitas Budaya
Identitas budaya merupakan ciri yang muncul karena seseorang itu
merupakan anggota dari sebuah kelompok etnik tertentu, itu meliputi
pembelajaran tentang dan penerimaan tradisi, sifat bawaan, bahasa, agama,
dan keturunan dari suatu kebudayaan.
2) Identitas Sosial
Pengertian identitas sosial harus berdasarkan pada pemahaman tindakan
manusia dalam konteks sosialnya. Identitas sosial adalah persamaan dan
perbedaan, soal personal dan sosial, soal apa yang kamu miliki secara
bersama-sama dengan beberapa orang dan apa yang membedakanmu
dengan orang lain.

Ketika kita membicarakan identitas di situ juga kita membicarakan


kelompok. Kelompok sosial adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari sejumlah
orang yang berinteraksi satu sama lain dan terlibat dalam satu kegiatan bersama
atau sejumlah orang yang mengadakan hubungan tatap muka secara berkala
karena mempunyai tujuan dan sikap bersama; hubungan-hubungan yang diatur
oleh norma-norma; tindakan-tindakan yang dilakukan disesuaikan dengan
kedudukan (status) dan peranan (role) masing-masing dan antara orang-orang itu
terdapat rasa ketergantungan satu sama lain. Berdasarkan pengertian tersebut
kelompok sosial dapat dibagi menjadi beberapa, antara lain: Kelompok Primer
adalah kelompok yang didalamnya terjadi interaksi sosial yang anggotanya saling
mengenal dekat dan berhubungan erat dalam kehidupan.

Menurut Sherman (1994), setiap orang berusaha membangun sebuah


identitas social (social identity), sebuah representasi diri yang membantu kita
mengkonseptualisasikan dan mengevaluasikan siapa diri kita. Dengan mengetahui
siapa diri kita, kita akan dapat mengetahui siapa diri (Self) dan siapa yang lain
(Others).

Identitas sosial secara umum dipandang sebagai analisa tentang hubungan-


hubungan inter-group antar kategori sosial dalam skala besar selain itu identitas
sosial juga diartikan sebagai proses pembentukan konsepsi kognitif kelompok
sosial dan anggota kelompok. Lebih sederhana lagi identitas sosial adalah
kesadaran diri secara khusus diberikan kepada hubungan anatar kelompok dan
hubungan antar individu dalam kelompok. Pembentukan kognitif sosial banyak
dipengaruhi oleh pertemuan antara anggota individu dalam kelompok, orientasi
peran individu dan partsipasi individu dalam kelompok sosial.

3) Identitas Diri
Identitas diri umumnya dimengerti sebagai suatu kesadaran akan kesatuan
dan kesinambungan pribadi, suatu kesatuan unik yang memelihara
kesinambungan arti masa lampaunya sendiri bagi diri sendiri dan orang
lain; kesatuan dan kesinambungan yang mengintegrasikan semua
gambaran diri, baik yang diterima dari orang lain maupun yang
diimajinasikan sendiri tentang apa dan siapa dirinya serta apa yang dapat
dibuatnya dalam hubungan dengan diri sendiri dan orang lain. Identitas
diri seseorang juga dapat dipahami sebagai keseluruhan ciri-ciri fisik,
disposisi yang dianut dan diyakininya serta daya-daya kemampuan yang
dimilikinya. Kesemuanya merupakan kekhasan yang membedakan orang
tersebut dari orang lain dan sekaligus merupakan integrasi tahap-tahap
perkembangan yang telah dilalui sebelumnya.
Identitas personal didasarkan pada keunikan karakteristik pribadi
seseorang. Perikalu budaya, suara, gerak-gerik anggota tubuh, warna
pakaian, dan guntingan rambut menunjukkan ciri khas seseorang yang
tidak dimiliki seseorang.

 Definisi Budaya

Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah,


yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-
hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.Dalam bahasa Inggris,
kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah
atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata
culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.

Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama
oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya
terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat
istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa,
sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia
sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis.
Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda
budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya
itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks,
abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif.
Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial
manusia.

Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika


berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya:
Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu
citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri."Citra yang
memaksa" itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti
"individualisme kasar" di Amerika, "keselarasan individu dengan alam" di
Jepang dan "kepatuhan kolektif" di Cina.

Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-


anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan
dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling
bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.

Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang


lengkap untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya
meramalkan perilaku orang lain. Sehingga identitas budaya memiliki pengertian
suatu karakter khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa
dibedakan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam lintas
budaya, setiap orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada
disekitarnya sehingga dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang
berbeda.

 Definisi Identitas Budaya


Identitas adalah jati diri yang dimiliki seseorang yang ia peroleh sejak lahir
hingga melalui proses interaksi yang dilakukannya setiap hari dalam
kehidupannya dan kemudian membentuk suatu pola khusus yang mendefinisikan
tentang orang tersebut. Sedangkan Budaya adalah cara hidup yang berkembang
dan dimiliki oleh seseorang atau sekelompok orang dan diwariskan dari generasi
ke generasi. Sehingga Identitas Budaya memiliki pengertian suatu karakter
khusus yang melekat dalam suatu kebudayaan sehingga bisa dibedakan antara
satu kebudayaan dengan kebudayaan yang lain. Dalam Lintas Budaya, setiap
orang seharusnya memahami masing-masing budaya yang ada di sekitarnya
sehingga dapat beradaptasi ketika berada di kebudayaan yang berbeda. Identitas
budaya memiliki beberapa pendekatan dalam pengertiannya yaitu adalah :
 Kesempurnaan rasa dalam seni dan kemanusiaan.
 Pola yang terintegrasi dari pengetahuan manusia, keyakinan, dan perilaku,
yang bergantung pada kemampuan atau kapasitasnya dalam pemikiran
secara simbolik dan pembelajaran secara sosial.
 Seperangkat sikap, nilai – nilai, sasaran dan tindakan yang diyakini
bersama, yang kemudian menjadi ciri, sifat atau karakter dari sebuah
organisasi atau kelompok.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Identitas Budaya


1. Pembentukan Identitas Budaya

Secara teoritis pembentukan identitas merupakan pemberian makna dari


(self-meaning) yang ditampilkan dalam relasi antarmanusia. Identitas budaya
dikembangkan melalui proses yang meliputi beberapa tahap antara lain:

a. Identitaas Budaya Yang Tak Disengaja


Pada tahap ini, identitas budaya terbentuk secara tidak disengaja atau tidak
disadari. Individu terpengaruh oleh tampilan budaya dominan hanya
karena individu merasa budaya milik individu kurang akomodatif, lalu
individu tersebut ikut-ikutan membentuk identitas baru.
b. Pencarian Identitas Budaya
Pencarian identitas budaya meliputi sebuah proses penjajakan, bertanya,
dan uji coba atas sebuah identitas lain. Agak berbeda dengan identitas
yang diwariskan dan dipelajari oleh generasi berikutnya secara tanpa
sadar, cultural identity search membutuhkan proses pencarian identitas
budaya, pelacakan, dan pembelajaran budaya.
c. Identitas Budaya Yang Diperoleh
Yang selanjutnya adalah cultural identity achievement, yaitu sebuah
identitas yang dicirikan oleh kejelasan dan keyakinan terhadap penerimaan
diri individu melalui internalisasi kebudayaan sehingga budaya tersebut
membentuk identitas individu.
d. Konformasi: Internalisasi
Proses pemenntukan identitas dapat diperoleh melalui internalisasi yang
membentuk konformasi. Jadi proses internalisasi berfungsi untuk membuat
norma-norma yang individu miliki menjadi sama (konformasi) dengan
norma-norma yang dominan, atau membuat norma yang individu miliki
berasimilasi kedalam kultur dominan. Ditahap inilah makin banyak orang
melihat dirinya melalui lensa dari kultur dominan dam bukan dari kultur
asal.
e. Resistensi dan Separatisme
Resistensi dan separatisme adalah pembentukan identitas sebuah kultur
dari sebuah komunitas tertentu (yang kadang-kadang merupakan
komunitas minoritas dari sebuah suku bangsa, etnik, bahkan agama)
sebagai suatu komunitas yang berperilaku eksklusif untuk menolak norma-
norma kultur dominan.
f. Integrasi
Pembentukan identitas dapat dilakukan melalui integrasi budaya, dimana
seseorang atau sekelompok orang mengembangkan identitas baru yang
merupakan hasil dari integrasi berbagai budaya dari komunikasi atau
masyarakat asal.

Adapun faktor-faktor pembentuk Identitas budaya adalah kurang lebih


sebagai berikut :
a) Kepercayaan.
Kepercayaan menjadi faktor utama dalam identitas budaya, tanpa adanya
kepercayaan yang di anut maka tidak akan terbentuk suatu identitas
budaya yang melekat pada suatu kebudayaan. Biasanya kepercayaan ini
muncul dari amanah para leluhur terdahulu yang menyakini tentang suatu
kegiatan yang biasa dilakukan oleh suatu budaya yang tentunya berbeda
antara budaya satu dengan budaya lainnya. Contohnya mempercayai
tradisi pecah telur pada saat resepsi pernikahan yang dipercaya sebagai
salah satu tradisi penting masyarakat Jawa dalam resepsi pernikahan.
b) Rasa aman.
Perasaan aman atau positif bagi penganut suatu kebudayaan menjadi faktor
terbentuknya identitas budaya, karena tanpa adanya rasa aman dari pelaku
kegiatan budaya maka tidak akan dilakukan secara terus menerus sesuatu
yang dianggapnya negatif dan tidak aman. Contohnya tidak ada kebiasaan
menyakiti sesama karena dianggap saling menyakiti adalah tidak
memberikan rasa aman bagi siapapun.
c) Pola perilaku.
Pola perilaku juga menjadi faktor pembentuk identitas budaya, bagaimana
pola perilaku kita dimasyarakat mencerminkan identitas budaya yang kita
anut. Dalam hal ini biasa terjadinya diskriminasi terhadap orang-orang
tertentu yang berprilaku kurang baik menurut orang sekitarnya yang pada
umumnya didalam budaya orang tersebut adalah sesuatu yang wajar
dilakukan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi identitas budaya maupun yang


berkaitan erat dengan identitas budaya yaitu :
1. Asimilasi budaya
Pengertian asimilasi budaya adalah pembauran dua kebudayaan yang
disertai dengan hilangnya ciri khas kebudayaan asli sehingga membentuk
kebudayaan baru. Suatu asimilasi ditandai oleh usaha-usaha mengurangi
perbedaan antara orang atau kelompok. Untuk mengurangi perbedaan itu,
asimilasi meliputi usaha-usaha mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan
dengan memperhatikan kepentingan serta tujuan bersama.
Hasil dari proses asimilasi yaitu semakin tipisnya batas perbedaan
antarindividu dalam suatu kelompok, atau bisa juga batas-batas antarkelompok.
Selanjutnya, individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama.
Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula
antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain.
Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan
mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan
minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan
tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun
kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk
ke dalam kebudayaan mayoritas.

Faktor penghambat asimilasi budaya :


 Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi.
 Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain.
 Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan
terhadap yang lain.
 Toleransi dan simpati yang kurang dari pihak mayoritas.

 Contoh dari asimilasi budaya adalah :


Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang
dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi
ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di
Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya
asimilasi, terutama diwilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran
yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu,
dan lain sebagainya.

2. Akulturasi budaya
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri.
Faktor-faktor yang menyebabkan Akulturasi budaya sebagai proses
hilangnya suatu identitas budaya adalah :
 Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur
kebudayaan asing.
 Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk
masuk ke dalam kebudayaan penerima terbuka lebar.
 Sifat penerima tanpa adanya filtering dari masyarakat Indonesia yang
menyebabkan budaya asing yang negatif pun dengan sangat mudah masuk
dan menjadi budaya Indonesia sekarang.

 Contoh dari Akulturasi budaya positif :


Kereta Singa Barong kota Cirebon, yang dibuat pada tahun 1549,
merupakan refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah
kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi satu, gajah
dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan burak.
Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama
Hindu,kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang beragama
Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya, melambangkan persahabatan
dengan Mesir yang beragama Islam.

 Contoh dari Akulturasi budaya negatif :


Mulai masuknya budaya free sex dikalangan remaja yang merupakan ciri
khas dari beberapa budaya luar yang mulai merasuki budaya Indonesia seiring
dengan perkembangan jaman.

2. Perubahan Kebudayaan.
Dalam membahas perubahan suatu kebudayaan, beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menurut Sugeng Pujileksono yakni:
 Diferensiasi
Suatu kolektivitas atau kelompok terbagi atas dua struktur, suatu proses
pembagian dua (binary). Suatu contoh adalah pemisahan antara pabrik dan
rumah tangga selama masa revolusi industri. Dalam sistim domestik
produksi tekstilterjadi dalam rumah tangga dan dilakukan oleh anggota
keluarga, tetapi systim industri memindahkan pekerjaan ini ke dalam
pabrik. Kini industri, biasanya laki-laki, termasuk dalam dua kolektivitas,
yakni kolektivitas kerabat dan organisasi produksi. Jika diferensiasi benar-
benar bersifat evulusioner, maka diferensiasi harus menghasilkan
perbaikan adaptif.
 Perbaikan Adaptif
Masyarakat menjalankan kontrol yang lebih besar atas lingkungannya
karena setap kolektivitas dapat berfungsi lebih baik daripada sebelum
diferensiasi itu terjadi.
 Integrasi
Seseorang atau sekelompok orang mengembangkan identitas baru yang
merupakan hasil dari integrasi pelbagai budaya dari komunikasi atau
masyarakat asal.
 Generalisasi
Menggabungkan apa yang di konsepsikan Durkheim sebagai pertumbuhan
solidaritas organik. Struktur baru yang memisahkan dari matriks yang
terorganisasi secara lebih difus dibawa dalam makna sistem nilai
masyarakat dan membuatnya abash. Nilai-nilai tersebut diterapkan pada
kolektivitas baru, yang ditafsirkan sebagai spesifikasi dari nilai-nilai
tersebut. Oleh sebab itu nilai-nilai tersebut disebut lebih abstrak dan
umum.
 Penemuan Baru (Invention)
Mengacu pada penemuan cara kerja, alat atau prinsip baru oleh seorang
individu yang kemudian diterima oleh orang-orang lain dan dengan
demikian menjadi milik masyarakat.
 Difusi Kebudayaan
Difusi Kebudayaan adalah penyebaran adat atau kebiasaan diri
kebudayaan dari kebudayaan yang satu ke kebudayaan yang lain. Proses
difusi kebudayaan dikarenakan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah
proses migrasi oleh kelompok-kelompok manusia, adanya individu-
individu yang membawa unsure-unsur kebudayaan kedalam masyarakat
serta adanya pertemuan antara individu-individu dalam suatu kelompok
manusia.
 Hilangnya Unsur Kebudayaan
Sebagai akibat dari adanya penemuan baru dan proses akulturasi budaya.
Akulturasi berbaga inovasi menyebabkan adanya penambahan unsure-
unsur baru pada unsure-unsur yang lama atau ada juga unsure yang lama
hilang tidak tergantikan. h) Akulturasi. Akulturasi budaya terjadi apabila
terdapat pertemuan individu-individu dari kelompok budaya yang berbeda
dan saling berhubungan secara intensif, sehingga menimbulkan
perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari salah satu atau
kedua kebudayaan yang bersangkutan.
 Perubahan Secara Paksa.
Bentuk-bentuk perubahan kebudayaan secara paksa adalah kolonialisme
dan penaklikan; pemberontakan dan revolusi. Kolonialisme dan
penaklukan biasanya ditandai oleh kemenangan militer Negara
penjajah/penaklukan dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional
ketangan colonial atau penakluk. Sedangkan pemberontakan dan revolusi
muncul karena kondisi-kondisi yang dianggap kurang menguntungkan
bagi sebagian masyarakat, kondisi yang dimaksut bias berupa
ketidakadilan dalam distribusai (kekayaan atau material dan kekuasaan),
munculnya perasaan benci pada kelompok yang dianggap sebagai
penindas dan hilangnya kepercayaan penguasa.
 Modernisasi
Modernitas adalah sebuah proses kebudayaan dari tradisional menuju
modern, modernitas merupakan perubahan ciltural dan sosio-ekonomis
dimana masyarakat-masyarakat sedang berkembang memperoleh sebagian
karakteristik dari masyarakat industry barat.

C. Dinamika Identitas Budaya

Kami mengambil contoh dinamika Budaya Madura karena dilihat dari


sejarah dan perkembangannya dengan kebudayaan jawa telah memiliki pertalian
erat dari berbagai unsur kebudayaan dan oleh karena itu budaya Madura banyak
dipengaruhi oleh kebudayaan jawa. Disisi lain, masyarakat Madura dipandang
dengan konotasi negatif karena mempunyai karakteristik yang keras, misalnya:
carok , fanatik, cepat marah, pendendam, dan masih memiliki kecurigaan yang
tinggi. Hal tersebut sangat beralasan, karena masyarakat Madura sangat
dipengaruhi oleh kondisi alam yang kurang menguntungkan secara geografis,
metode berfikir, dan jenis pekerjaannya yang lebih banyak mengutamakan fisik.
Sehingga masyarakat Madura yang masih dilingkupi oleh faktor-faktor tersebut
mempunyai kecenderungan berkarakter keras.

Ada sebuah semboyan dalam masyarakat Madura yang memiliki karakter


keras yaitu: “lebih baik putih mata, daripada putih tulang” artinya lebih baik mati
daripada menanggung rasa malu. Namun, pada sisi lain banyak sifat-sifat positif
yang dipunyai orang Madura, yaitu: suka bekerja keras, ulet, pemberani, dan
mempunyai solidaritas yang tinggi terhadap sesama hal ini banyak terdapat pada
orang-orang Madura perantauan (di luar pulau Madura).

Pola pikir masyarakat Madura dalam pembentukan watak, perasaan dan


pemikiran sangat dipengaruhi oleh proses sosialisasi dalam kehidupan di
lingkungannya. Dalam budaya Madura rasa hormat dan patuh pada orang yang
lebih tua lebih di tonjolkan. Kondisi sosio kultural masyarakat Madura yang
terungkap dalam filosofinya, bupa, babu, guru, rato. Dalam budaya orang Madura,
filosofi tersebut merupakan bentuk penghormatan yang harus diberikan kepada
kedua orang tua atau “bupa’, dan babu”, dan juga kepada “guru” dan ‘rato’.
‘Guru’ yang dimaksud umumnya para kyai dan alim ulama yang mengajarkan
tentang ilmu pengetahuan agama, keimanan, dan ketaqwaan. Sementara “rato”
adalah penguassa pemerintahan.

Dalam kehidupan masyarakat Madura yang dilakukan lebih banyak pada


penyesuaian pandangan agama dan adapt. Seperti perhitungan waktu berdasarkan
bintang untuk kepentingan pertanian dan palayaran. Dan untuk mengadakan
hajatan atau upacara saat masih dilakukan dengan mencari waktu yang baik.

Sikap hidup falsafah dan pola pikir membuahkan kegiatan-kegiatan


budaya yang akhirnya menjadi tradisi dalam proses sosialisasi kehidupan. Setiap
orang dalam masyarakat yang mengalami perubahan fundamental dalam hidupnya
biasanya dan lazim mengadakan upacara selamatan agar perubahan itu
mendapatkan keberkahan.

D. Memahami Identitas Budaya Keseharian


Dalam pengertian sederhana yang kita maksudkan dengan identitas budaya
adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan yang dimiliki oleh
sekelompok ornag yang kita ketahui batas-batasnya tatkala dibandingkan dnegan
karekteristik atau ciri-ciri orang lain.
Kenneth Burke mengatakan bahwa menentukn identitas budaya itu sangat
tergantung pada bahasa, sebagaimana representasi bahasa menjelaskan semua
kenyataan atas semua identitas yang dirinci kemudian dibandingkan. Lisa Orr juga
menegaskan bahwa untuk mengetahui identitas ornag lain – pada awal
berkomunikasi – merupakan pertanyaan yang paling sulit, apa;agi kalau
berkeinginan mengetahui kebudayaan otentik dari orang itu. Mengenal identitas
seseorang tidak bisa hanya dengan sepotong-potng karena identitas budaya
merupakan cultural totalization.

E. Peran dan Identitas Budaya


Kebanyakan orang – dengan cara yang amat sederhana – menunjukkan
identitas ornag lain berdasarkan peran mereka dalam suatu masyarakat. Dalam
ranah sosiologi, peran diartikan sebagai satu set harapan budaya terhadap sebuah
posisi tertentu. Kita akan mengatakan si A sebagai seorang Bos jika dia
menampilkan ‘identitas’ diri, kepribadian, serta perilaku verbal dan nonverbal
sebagaimana layaknya seorang Bos.
Terdapat pembedaan yang tegas antara hubungan peran sebagai sebuah
identitas dengan struktur kebudayaan dan struktur sosial. Karena itu, kita harus
jeli membedakan antara peran yang diharapkan sebagai bagian dari struktur
budaya suatu masyarakat dengan tampilan peran yang merupakan bagian dari
struktur sosial suatu masyarakat. Yang dimaksud dengan struktur budaya adalah
pola-pola persepsi, berpikir dan perasaan, sednagkan struktur sosial adalah pola-
pola perilaku sosial. Dalam kehidupan manusia dapat digambarkan seperti
berikut:
Struktur budaya  pola persepsi, berpikir, perasaan  identitas budaya
Struktur sosial  pola-pola perilaku sosial  identitas social
Dengan demikian, maka dapat dipahami bahwa identitas itu ditentukan oleh
struktur budaya maupun struktur sosial.

F. Perspektif Dalam Identitas Budaya


Terdapat tiga perspektif kontemporer utama pada identitas:
1. Perspektif social psikologis
Menekankan bahwa identitas tersebut dibentuk sebagian oleh diri
dan sebagian lagi dalam hubungannya dengan anggota kelompok.
Berdasarkan perspektif ini, diri terdiri dari berbagai banyak identitas dan
pengetahuan tentang identitas ini terikat pada budaya. Karena itulah,
bagaimana kita memahami diri sangat bergantung pada latar belakang
budaya. Perspektif lintas budaya.
Budaya Amerika selalu menekankan pada generasi mudanya untuk
mengembangkan rasa yang kuat akan identitas, untuk mengetahui siapa
diri mereka, menjadi mandiri dan bergantung pada diri sendiri. Hal ini
mencerminkan sebuah penekanan pada nilai budaya individualisme. Akan
tetapi, hal ini tentu saja tidak terjadi di negara lain. Psikolog lintas budaya
Alan Roland (1988) telah mengidentifikasikan tiga aspek universal dari
identitas yang ada di dalam semua individu:
 identitas individu, rasa independen ‘aku’ yang berbeda dengan yang lain;
 identitas keluarga, hadir dalam budaya kolektif, menekankan pada
pentingnya kedekatan dan ketergantungan emosional satu sama lain;
 identitas spiritual, kenyataan spiritual dalam diri manusia

2. Perspektif Komunikasi
Dibangun di atas gagasan-gagasan tentang pembentukan identitas
yang telah disinggung sebelumnya, tetapi dalam pengertian yang lebih
dinamis. Perspektif ini menekankan bahwa identitas dinegosiasikan,
dibentuk, dikuatkan, dan ditantang melalui komunikasi dengan orang lain;
mereka muncul ketika pesan-pesan dikomunikasikan (Hecht, Collier, &
Ribeau, 1993). Mempresentasikan pemikiran kita bukanlah proses yang
sederhana. Apakah seseorang melihat diri kita seperti adanya? Mungkin
tidak. Untuk itulah untuk memahami bagaimana gambaran ini saling
berhubungan, dibutuhkan konsep avowal dan ascription. Avowal: proses di
mana individu menggambarkan diri. Ascription: proses di mana orang lain
memberikan atribut pada identitas individual.
Inti dari perspektif komunikasi adalah pemikiran bahwa identitas
diekspresikan secara komunikatif dalam simbol inti, label, dan norma.
Simbol inti merupakan kepercayaan mendasar dan konsep utama yang
membedakan identitas tertentu. Label adalah sebuah kategori simbol inti.
Label merupakan istilah yang digunakan untuk mengacu pada aspek
tertentu dari identitas milik kita dan orang lain. Norma adalah beberapa
nilai-nilai dari tingkah laku yang berhubungan/berkaitan dengan identitas
tertentu.

3. Perspektif Kritis
Melihat identitas secara lebih dinamis, sebagai akibat dari konteks
yang cukup jauh dari individu. Pembentukan identitas kontekstual:
pembentukan identitas dengan melihat konteks sejarah, ekonomi, politik,
dan wacana. Resisting ascribed identities: ketika seseorang dihadapkan
pada berbagai wacana mengenai identitas, ia itu ditarik ke dalam dorongan
sosial yang memunculkan wacana tersebut. Seseorang mungkin akan
menolak posisi (identitas) yang mereka berikan dan mencoba mengambil
identitas lain. Sifat dinamis identitas: dorongan sosial yang
membangkitkan identitas-identitas tersebut tidak pernah stabil dan selalu
berubah.

G. Membangun Identitas Minoritas dan Mayoritas


1. Identitas Minoritas
Empat tahap dalam perkembangan identitas minoritas (Ponterotto &
Pedersen, 1993).
i. Unexamined identity: tahap ini ditandai oleh kurangnya etnis yang
dieksplorasi. Dalam tingkat ini, pemikiran mengenai identitas dapat datang
dari orangtua ataupun teman.
ii. Comformity: tahap ini ditandai oleh internalisasi nilai dan norma dari
kelompok dominan dan keinginan yang kuat untuk berasimilasi ke dalam
budaya yang dominan.
iii. Resistance and separatism: berbagai macam peristiwa dapat memicu
gerakan dari tahap tiga ini, termasuk diskriminasi atau hinaan terhadap
seseorang.
iv. Integration: menurut model ini, pengeluaran ideal dari proses
perkembangan identitas adalah diraihnya sebuah identitas. Individu yang
telah mencapai tahap ini memiliki sebuah rasa yang amat kuat terhadap
kelompok identitas mereka (baik itu gender, ras, etnis, orientasi seksual,
dan lain sebagainya) dan penghargaan pada kelompok budaya lainnya.

2. Identitas Mayoritas
Rita Hardiman (1994) mempresentasikan suatu model perkembangan
identitas mayoritas untuk anggota kelompok dominan. Ia menguraikannya dalam
lima tahap sebagai berikut:
i. Unexamined Identity: tahap pertama ini hampir sama dengan tahap
pertama pada perkembangan identitas minoritas. Hanya, dalam hal ini
individu harus waspada pada beberapa perbedaan fisik dan budaya. Tetapi,
kewaspadaan tersebut tidak harus sampai pada tahap di mana seorang
individu takut pada kelompok rasial lain atau merasa ada superioritas.
ii. Acceptance: tahap kedua ini merepresentasikan internasionalisasi, sadar
ataupun tidak sadar, dari sebuah ideologi rasial. Intinya adalah bahwa
individu tidak waspada bahwa mereka telah diprogram untuk menerima
satu pandangan yang telah mengglobal.
iii. Resistance: tahap ini mempresentasikan sebuah pergantian paradigma
besar.
iv. Redefinition: dalam tahap ini, masyarakat mulai kembali fokus atau
mengatur energi mereka pada pendefinisian ulang, yaitu menegaskan
kembali makna kulit putih di dalam terminologi yang bebas rasialisme.
v. Integration: sebagai tahap akhir dari perkembangan identitas minoritas,
individu kelompok mayoritas saat ini telah dapat menyatukan identitas ras
mereka ke dalam semua rupa identitas mereka. Mereka tidak hanya
menyadari identitas mereka sebagai sebuah ras, tetapi juga menghargai
kelompok budaya lain.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa jika kita bicara identitas maka kita hanya bicara
tentang karakteristik tertentu dan karakteristik itu merupakan penunjuk untuk
mengenal kelompok lain sehingga memudahkan kita berkomunikasi dengan
mereka. Sebaliknya, jika kita bicara tentang pola budaya maka yang kita tekankan
adalah bagaimana sebuah identitas itu terbentuk dari pandangan dan gagasan
tertentu yang pada giliranya membimbing mereka. Sehingga identitas itu bersifat
statis, dan pola budaya merupakan sesuatu yang hidup.
Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki warisan
budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki
Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia
menjadi kaya karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan
masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia melalui proses
akulturasi dan asimilasi. Akulturasi adalah bergabungnya dua kebudayaan atau
lebih sehingga menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan
kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah bercampurnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan suatu kebudayaan baru, yang
berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa terjadi pada golongan
minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.

B. Saran
Semoga apa yang kami tulis dalam makalah ini dapat memberikan manfaat
bagi para pembacanya, namun didalam penulisan makalah ini pastinya tidak luput
dari salah. Maka dari itu, kami selaku penulis sangat mengharapkan kritikan
terutama kritikan yang sangat membangun, masukan dan saran dari para pembaca
untuk penulisan makalah ini agar kami terus memperbaiki lagi kedepannya
menjadi yang lebih baik.
MAKALAH
CULTURAL IDENTITY THEORY
Sebagai tugas kelompok mata kuliah Komunikasi Lintas
Budaya

Disusun Oleh:
Tira Pitri Yantika (1616031055)
Marisa Tri Junita (1616031036)
Evie Destia (1416031052)
Gayuh Refri Chawal (1646031032)
M. Rapuja Akbar (1646031036)
Anida Ulfitriah (1516031126)
Rully Maha Ratu (1516031125)

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidyah-Nya kepada kita semua sehingga dapat menyelesaikan
makalah pada waktunya. Walaupun hasilnya masih jauh dari apa yang menjadi
harapan pembimbing namun sebagai awal pembelajaran dan agar menambah
semangat dalam mencari pengetahuan yang luas bukan sebuah kesalahan jika saya
mengucapkan kata syukur.

Terimakasih saya ucapkan kepada dosen Pendidikan Pancasila yang telah


memberikan arahan terkait penyusunan makalah ini. Tanpa bimbingan dari beliau
mungkin saya tidak akan dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan format
yang berlaku. Kesalahan yang terdapat di dalam jelas ada. Namun bukanlah
kesalahan yang tersengaja melainkan karena khilafan dan kelupaan. Dari kesemua
kelemahan saya kiranya dapat dimaklumi.

Terimakasih saya ucapkan pula kepada teman-teman yang telah


memberikan banyak saran dan pengetahuannya sehingga menambah hal baru
bagi saya. Terutama bantuan berupa referensi mengenai kekerasan dalam rumah
tangga

Demikian, harapan saya semoga hasil pengkajian ini dapat bermanfaat


bagi kita semua. Dan menambah referensi yang baru sekaligus ilmu pengetahuan
yang baru pula.

Bandar lampung, 19 oktober 2017

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Ibrahim, J. T. (2003). Sosiologi Pedesaan. In D. Robert A. Baron dan,


Psikologi Sosial (p. hlm.64 dan hlm. 162163). Jakarta:
Erlangga.

Liliweri Alo. (2007). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar


Budaya. Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Angkasa.

Liliweri Alo, & Barker Cris. (2005). Cultural Studies Teori dan
Praktik. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka.

Liliweri, A. (2007). Makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya.


Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Angkasa.

Anda mungkin juga menyukai