OLEH :
BAB I
INDIVIDU DAN MASYARAKAT, DIFERENSIASI SOSIAL DAN STRATIFIKASI SOSIAL.
A. INDIVIDU
Individu, merupakan konsep yang berasal dari bahasa Latin yaitu individum yang
berarti yang tidak terbagi (individed). Tidak terbagi maksudnya adalah sebagai satuan
makhluk hidup memiliki jiwa dan raga, fisik dan psikis. “Individu dapat digunakan untuk
menunjuk seseorang manusia untuk dapat dibedakan dengan individu lainnya. Konsep
individu berlaku umum, sebagai ganti menyatakan satu orang. Di dalam bahasa Inggris
terdapat konsep person, berarti seseorang atau pribadi, karena person itulah yang
memiliki personality atau kepribadian. Inilah yang membedakan seorang individu
sebagai person dengan person lainnya. Individu sebagai person inilah di dalam konteks
mata kuliah ini dijelaskan sebagai satuan person, bagian terkecil atau anggota
masyarakat.
Keluarga adalah kelompok sosial yang paling penting oleh seorang individu.
Keluarga yang paling kecil disebut dengan keluarga inti, keluarga batih (somah) atau
nuclear family, yang terdiri dari seorang laki-laki (ayah), seorang perempuan (ibu) dan
anak yang belum menikah. Kelompok yang lebih besar adalah keluarga luas, extended
family, yaitu kelompok orang yang terikat hubungan perkawinan dan garis keturunan
yang lebih besar dari keluarga inti. Kelompok ini bisa berasal dari keluarga inti maupun
tidak. Keluarga luas yang berasal dari keluarga inti apabila terjadi perkawinan dari anak-
anak yang telah dewasa dan masih menetap bersama suami atau isteri dengan orang
tuanya. Keluarga luas yang tidak berasal dari hasil perkawinan adalah karena keluarga
inti tersebut bertambah keanggotaannya dengan datangnya anggota baru masuk
menjadi anggota keluarga tersebut, misalnya sebagai pembantu rumah tangga, sopir
keluarga dan lain sebagainya.
Menurut Parsudi Suparlan, para ahli antropologi melihat keluarga sebagai suatu
satuan sosial terkecil yang dipunyai oleh manusia sebagai makhluk sosial. Pendapat ini
didasarkan atas kenyataan bahwa sebuah keluarga adalah suatu kesatuan kekerabatan
yang juga merupakan suatu tempat tinggal yang ditandai oleh adanya kerjasama
ekonomi dan mempunyai fungsi untuk berkembang biak, mensosialisasi dan mendidik
anak dan menolong serta melindungi yang lemah khususnya merawat orang-orang tua
mereka yang telah jompo.
3
Keluarga inti maupun keluarga luas memiliki fungsi-fungsi yang sama. Secara
tradisional peran keluarga luas lebih dominan dibanding keluarga inti, karena adanya
fungsi kerjasama secara ekonomi yang lebih luas, dalam pengertian adanya kesatuan
komunal dengan kepemilikian dan ekonomi komunal pula. Namun seiring dengan
perkembangan masyarakat ke dalam masyarakat industri, keluarga inti menjadi lebih
penting, karena keluarga inti menjadi satuan ekonomi yang penting sebagai pengganti
keluarga luas dalam konteks komunal seperti cara-cara keluarga luas tradisional.
Di dalam sistem kekerabatan, perkembangan dari keluarga inti dan keluarga luas
adalah terbentuknya kelompok keturunan yang disebut dengan lineage, seperti kaum
pada orang Minangkabau. Selanjutnya kelompok keturunan yang terbesar secara
antropologi disebut dengan clan atau klen, seperti suku pada orang Minangkabau dan
Mentawai, atau marga pada orang Batak. Kelompok keturunan – secara matrilineal,
patrilineal atau gabungan keduanya (bilineal) - ini masih kuat menjadi rujukan dalam
pembentukan identitas individu dan kelompok di dalam satu sukubangsa.
B. MASYARAKAT
Sebelum menjelaskan lebih jauh, labih baik jelas apa yang dimaksud dengan
masyarakat (society) yang sering dibicarakan dalam hand out ini. Konsep society
berasal dari bahasa Latin socious yang berarti teman atau kawan. Konsep ini
mengindikasikan bahwa yang namanya teman pastilah ada proses interaksi di
antara orang atau person yang berteman tersebut. Konsep masyarakat di dalam
bahasa Indonesia berasal dari bahasa Arab, syaraka yang artinya berkumpul. Di
dalam konsep tersebut dapat dimengerti bahwa di dalam berkumpul tersebut pasti
juga terjadi interaksi antar person yang berkumpul tersebut. Inilah ciri dasar manusia
sebagai makhluk sosial, yang selalu membutuhkan dan adanya saling
ketergantungan sesamanya di dalam suatu kelompok. Kelompok yang saling
berinteraksi yang dapat disebut sebagai masyarakat apabila memiliki rasa identitas
bersama sebagai bagian dari kelompok tersebut. Satu poin lagi dari sebuah
masyarakat adalah wilayah dimana kelompok tersebut menetap. Itulah beberapa
karakteristik dari kelompok manusia yang bisa dikatakan sebagai masyarakat
(society). Identitas kelompok suatu masyarakat tertentu dapat tumbuh apabila
individu-individu di dalamnya telah berinteraksi dalam waktu yang lama di wilayah
tertentu dan membentuk kesadaran sebagai bagian dari kelompok masyarakat
tersebut.
4
Stratifikasi sosial atau pelapisan sosial atau jenjang sosial pada sisi lain juga
merupakan cara pandang terhadap kelompok-kelompok yang berbeda di dalam
masyarakat dengan penekanan kepada adanya perbedaan atas lebih tinggi atau
lebih rendah dari berbagai kelompok sosial. Cara pandang yang membedakan atas
strata tersebut sering berdasakan kepada perbedaan secara ekonomi atau terhadap
memiliki atau tidak memiliki. Karl Marx yang terkenal dengan konsep ‘kelas’ yang
terdiri dari borjuis dan proletar karena perbedaan atas memiliki atau tidak memiliki
faktor-faktor ekonomi dan alat produksi yang menyebabkan munculnya eksploitasi
dari kelas borjuis terhadap proletar, yang menjadi sumber konflik. Di dalam agama
Hindu juga dikenal adanya stratifikasi berdasarkan kepada penggolongan orang
yang justru didasari oleh agama sehingga adanya penggolongan orang, tinggi dan
lebih rendah. Cara pandang yang menempatkan mata pencaharian tertentu lebih
tinggi atau lebih rendah dari yang lainnya dengan sendirinya menciptakan stratifikasi
di dalam masyarakat. Departemen Pendidikan di masa Orde Baru dan setelah
Reformasi juga menciptakan cara pandang yang menganggap pilihan peminatan
kelompok mata pelajaran ilmu eksak lebih tinggi dari mata pelajaran ilmu sosial.
Sehingga siswa yang juara di kelasa dikelompokkan ke dalam kelompok ilmu eksak
atau IPA. Di dalam kurikulum 2013 pandangan stratifikasi ini coba dihilangkan
dengan mensetarakan ilmu eksak dengan ilmu sosial dan humaniora. Pilihan siswa
adalah berdasarkan keinginan atau peminatan. Jadi stratifikasi sosial diciptakan di
dalam masyarakat atau perbedaan-perbedaan yang diciptakan masyarakat itu
sendiri.
5
BAB II
SUKUBANGSA (ETHNIC GROUP) DAN ETNISITAS
pola-pola tingkah laku normatif, atau kebudayaan, dan yang membentuk suatu
bagian dari populasi yang lebih besar, saling berinteraksi dalam kerangka suatu
sistem sosial bersama, seperti negara. Oleh Parsudi Suparlan sukubangsa adalah
kategori atau golongan sosial. Sebagai golongan sosial, sukubangsa adalah
golongan sosial yang khusus yaitu askriptif, yaitu golongan sosial yang didapat
begitu saja. Sukubangsa itu ada dan dikenal karena adanya interaksi dengan
sukubangsa lainnya dan melalui adanya interaksi ini ada pengakuan mengenai
keberadaan dan ciri-cirinya yang saling berbeda. Di antara ciri-ciri sukubangsa
sebagai golongan sosial, yang terpenting yang membedakan sukubangsa dan
golongan sosial lainnya adalah ciri-cirinya yang aksriptif yang mincul dan lestari di
dalam interaksi yang menghasilkan pengakuan, atau saling mengakui dan diakui.8
Selanjutnya Suparlan menyatakan ciri-ciri sukubangsa sebagai berikut: (1) Sebuah
satuan kehidupan yang secara biologi mampu berkembang biak dan lestari; (2)
Mempunyai kebudayaan serta pranata-pranata yang mereka miliki bersama, yang
merupakan pedoman bagi kehidupan mereka, yang secara umum berbeda dari yang
dipunyai oleh kelompok atau masyarakat sukubangsa lainnya; (3) Keanggotaan
dalam sukubangsa yang bercorak aksriptif, yaitu keanggotaan yang didapat oleh
seseorang dengan begitu saja, bersamaan dengan kelahirannya yang mengacu
kepada kesukubangsaan orang tua yang melahirkannya dan/atau daerah asal
tempat kelahiran dan dibesarkannya hingga dewasa.
Dari beberapa defenisi tersebut sukubangsa (ethnic group) dapat dilihat dari
beberapa ciri seperti bahasa, garis keturunan, rasa identitas, kebudayaan, mengaku
dan diakui, dan daerah asal. Bahasa memang menjadi ciri yang menonjol, tetapi
orang lain di luar sukubangsa yang bersangkutan bisa saja memiliki kemampuan
berbahasa yang luar biasa. Siapapun dapat belajar bahasa Inggris dan dapat
menjadi fasih seperti orang Eropa atau Amerika berbahasa, tetapi penampilan fisik
yang berbeda ras jelas dapat membedakan. Untuk banyak sukubangsa di Indonesia
yang memiliki penampilan fisik yang tidak jauh berbeda bisa juga meragukan apabila
seseorang dapat menguasai bahasa sukubangsa lain yang telah dipelajarinya
dengan baik. Tetapi penguasaan aturan kebudayaan dengan nilai-nilai yang
tercakup di dalamnya mungkin menjadi pembeda karena tidak dapat dikuasai
sepenuhnya jika tidak hidup lama di kebudayaan sukubangsa tersebut. Maka cara-
7
cara bertindak yang baik atau tidak baik menurut kebudayaan sukubangsa tertentu
bisa saja berbeda dengan kebudayaan sukubangsa lain.
Sukubangsa bisa diketahui dari bahasa yang sama dari masing-masing anggota
sukubangsa tersebut. Oleh karena itu bahasa menjadi indikator yang penting,
sehingga orang lain dapat mengakui bahwa seseorang atau person tersebut dapat
diakui sebagai anggota dari sukubangsa tertentu. Kesamaan identitas ini dapat
tumbuh jika seseorang dilahirkan dan dibesarkan di dalam kelompok sukubangsa
atau lingkungan sosialnya dimana dia dibesarkan. Pengenalan bahasa yang
diajarkan sejak lahir itu sekaligus merupakan pengenalan terhadap kebudayaan
sukubangsa bersangkutan. Bahasa sebagai indikator atau ciri yang utama dari
sebuah sukubangsa. Bahasa juga dapat dipelajari oleh orang dari kebudayaan yang
berbeda sampai menguasai bahasa tersebut dengan fasih. Persoalannya adalah
pada pemaknaan dan penguasaan kebudayaan oleh individu tersebut.
B. ETNISITAS
Etnisitas atau kesukubangsaan oleh Parsudi Suparlan adalah identitas atau
jatidiri sukubangsa yang dipunyai oleh seseorang, yaitu karena seseorang tersebut
mengaku sebagai termasuk dalam sesuatu golongan sukubangsa dan diakui oleh
orang lain yang termasuk sebagai golongan sukubangsa lainnya. Kottak menyatakan
ethnicity is based on common cultural traditions – not mainly on biological features,
as race is. (Kesukubangsaan didasarkan atas tradisi-tradisi kebudayaan, bukan oleh
bawaan biologis seperti ras). Etnisitas ini muncul di dalam proses interaksi oleh para
pelaku, karena dalam interaksi seseorang akan memperlihatkan ciri-ciri atau atribut
kesukubangsaannya. Seseorang bisa memiliki beberapa identitas atau jatidiri.
Seorang Minangkabau berinteraksi dengan orang Aceh dia akan menidentifikasikan
jatidirinya sebagai orang Minang, tetapi apabila dia berinteraksi dengan sesama
orang Minang lainnya maka dia akan mengidentifikasikan dirinya sebagai orang
Pariaman atau Batusangkar.
diganti begitu sajaoleh jatidiri sukubangsa lainnya atau jatidiri lainnya, jatidiri
sukubangsa atau kesukubangsaan itu dapat disimpan atau tidak digunakan dalam
interaksi bila jatidiri sukubangsa tersebut dianggap tidak perlu atau tidak relevan.
Pada bagian lain Suparlan menyatakan kesukubangsaan dapat dilihat sebagai
kekuatan sosial untuk menciptakan terwujudnya kohesi sosial di antara sesama
anggota sukubangsa. Kohesi sosial ini dapat diaktifkan dan diarahkan sebagai
solidaritas sosial yang berkekuatan paksa diberlakukannya suatu kebijakan politik
atau ekonomi, memenangkan persaingan memperebutkan sumberdaya, atau
menghancurkan kelompok sukubangsa lain yang menjadi lawan. Kesukubangsaan
sebagai kekuatan sosial tidak dapat ditawar atau diremehkan (non negotiable) pada
saat terwujud sebagai sebuah solidaritas sosial.
9
BAB III
KEBUDAYAAN
A. PENGERTIAN KEBUDAYAAN
Kebudayaan merupakan konsep utama di dalam ilmu antropologi, terutama
antropologi budaya. Telah banyak defenisi yang diberikan terhadap konsep
kebudayaan ini. Dari kata asalnya kebudayaan dalam bahasa Inggris culture berasal
dari colere yang berarti mengolah, telah menimbulkan polemik di kalangan
antropolog Indonesia tentang cara mendefenisikannya ke dalam konsep atau istilah
Indonesia. Secara konseptual dalam tulisan-tulisan atau pembicaraan para ahli,
wartawan atau orang awam sering dijumpai penggunaan konsep yang berbeda-
beda, di antaranya kebudayaan, budaya, kultur atau kulturil. Perbedaan penggunaan
konsep kebudayaan yang merupakan proses me-Indonesia-kan konsep culture
tersebut itulah yang menjadi polemik para antropolog Indonesia.
complex whole which include knowledge, beliefs, arts, morals, law, cusstom, and any
other capabilities and habits acquired by man as a member of society. Dalam
pengertian ini kebudayaan adalah that complex whole (keseluruhan yang kompleks),
yang terdiri dari any capabilities and habits (banyak kemampuan dan kebiasaan-
kebiasaan) manusia yang terdiri dari knowledge (pengetahuan), kepercayaan-
kepercayaan (beliefs), kesenian, moral, adat istiadat dan lain sebagainya, yang
dimiliki manusia sebagai anggota dari suatu masyarakat. Ini merupakan sebuah
defenisi yang umum atau tidak memihak dalam pengertian telah banyaknya defenisi
yang diberikan berdasarkan kepada latar belakang atau perspektif yang berbeda –
beda dari para ahli sesuai dengan aliran pemikiran atau pendekatan teoritis
(paradigma) yang dianutnya.
BAB IV
HUBUNGAN ANTAR SUKUBANGSA
Sukubangsa sebagai golongan sosial aksriptif, yaitu yang diperoleh melalui garis
keturunan, secara matrilinial, patrilineal ataupun matri-patrilineal (bilineal), menghasilkan
garis keturunan secara fisik (genetik biologis) – walaupun tidak mutlak – yang rata-rata
sama dari generasi sebelumnya dan keturunan secara sosial budaya yang meneruskan
nilai-nilai dan perilaku yang rata-rata sama dengan generasi sebelumnya. Inilah yang
kemudian disebut dengan tradisi, nilai dan prilaku yang tampak yang masih
dipertahankan oleh golongan sosial akriptif yang disebut dengan sukubangsa.
Sukubangsa merupakan kelompok sosial yang dapat dikatakan terbesar dan sekaligus
terkecil. Terbesar apabila jumlahnya mencapai jutaan dan puluhan juta, terkecil karena
sukubangsa terdapat pada kelompok sosial terkecil yaitu keluarga inti. Kelompok terkecil
ini menjadi dasar terbentuknya masyarakat yang lebih luas, karena setiap keluarga inti
pasti akan menghubungkan keluarga tersebut dengan keluarga atau kelompok lainnya.
Biasanya dari jaringan kekerabatan yang terdekat menurut aturan garis keturunan,
apakah patrilineal, matrilineal atau bilineal.
Keluarga inti (nuclear family) yang merupakan satuan kehidupan terkecil juga
merupakan satu kelompok sukubangsa, karena di dalamnya terdiri dari individu-individu
yang merupakan bagian terkecil dari satuan sukubangsa. Pada umumnya setiap
sukubangsa anggotanya lebih banyak yang menikah sesama sukubangsa yang sama.
Artinya keluarga merupakan wadah atau lembaga untuk pewarisan nilai-nilai
kebudayaan sukubangsa dari satu generasi ke generasi berikutnya. Di dalam pedesaan
dengan kecenderungan masyarakat yang homogen persoalan-persoalan dalam
hubungan antar sukubangsa tidak akan ditemui. Persoalan baru muncul apabila ada
seseorang atau kelompok orang yang berbeda sukubangsa hidup di tengah-tengah
kelompok sukubangsa yang sama. Maka timbul sikap atau rasa ke-aku-an, kamu atau
anda, dia atau mereka. Dalam kelompok terkecil seperti keluarga inti sikap atau rasa
yang sama bisa muncul apabila suami isteri dan anak-anak tidak dapat meredam
persoalan yang mencakup sentimen kesukubangsaan. Tetapi persoalan menjadi
berbeda jika perkawinan yang terjadi antar sukubangsa (amalgamasi) tersebut sudah
didominasi oleh satu kebudayaan sukubangsa tertentu.
13
Di dalam masyarakat yang lebih luas dari masyarakat desa atau nagari di
Sumatera Barat seperti masyarakat kota, kompleksitas masyarakatnya tidak dapat
dihindari, karena masyarakat yang semakin terbuka maka mobilisasi atau migrasi
penduduk karena kebutuhan pendidikan dan mencari kerja atau karena perpindahan
daerah kerja yang terjadi menciptakan keragaman di dalam masyarakat dengan
sukubangsa dan kebudayaan. Maka, siapa saya, anda dan mereka berlaku karena
terdapat perbedaan-perbedaan yang dapat dirasakan. Hubungan antar sukubangsa
dengan demikian lebih terasa di daerah perkotaan. Maka, individu-individu dengan
kebudayaan kesukubangsaannya akan memandang individu lainnya yang berbeda
sukubangsa dengan perpektif kesukubangsaanya. Maka pandangan negatif dan
subjektif akan muncul dari sisi kesukubangsaan atau disebut juga etnosentrisme.
Oleh karena itu dalam hubungan antar sukubangsa masalah kecil bisa menjadi
besar dan konflik apabila dilihat dari sudut pandang etnosentris. Stereotipe, prasangka
dan diskriminasi akan muncul sebagai pendahulu konflik antar sukubangsa. Jadi
masalah akan banyak muncul dalam konteks hubungan antar sukubangsa sepanjang
tidak saling memahami dan mengerti di antara individu dan kelompok-kelompok
sukubangsa yang berbeda-beda.
15
DAFTAR PUSTAKA
Payung Bangun. 1978. “Hubungan Antar Sukubangsa di kota Medan,” dalam Berita
Antropologi Th. X No.34 Maret. Hal.19-27.
Clyde Kluckhon. 1984. ‘Cermin bagi Manusia’ dalam Parsudi Suparlan (editor) Manusia,
Kebudayaan dan Lingkungannya. (Ter.). Jakarta:Rajawali Pers. Hal.69-109.
Conrad Phillip Kottak. 2002. Anthropology. The Exploration of Human Diversity. Ninth
Edition. Boston: McGraw Hill.
Parsudi Suparlan. 2003. ‘Kesukubangsaan dan Posisi Orang Cina dalam Masyarakat
Majemuk Indonesia,’ dalam Jurnal Antropologi Indonesia. Th.XXVII, No.71 Mei-
Agustus 2003. Hal.23-33.
Lihat Marzali 1998, 1999; Suparlan 1999; Ahimsa-Putra 1999; Masinambow 1999.
Suparlan 1986
Ibid.