Anda di halaman 1dari 11

NAMA : AMINUDDIN

NIM : 2281131359
KELAS : A28
MATAKUL : PKN

RESUME TENTANG INTEGRASI NASIONAL

INTEGRASI NASIONAL
SEBAGAI PENANGKAL ETNOSENTRISME DI INDONESIA
Oleh: Agus Maladi Irianto*
A. LATAR BELAKANG
Pengetahuan kita mengenai kebudayaan Indonesia sangatlah kurang, anak muda zaman sekarang lebih
megetahui tentang moderanisasi ketimbang tradisional. Pengaruh kebudayaan luar menyebabkan
kurangnya pengetahuan kita mengenai proses kebudayaan yang ada di Indonesia. Kurangnya
pengetahuan akan hak dan kewajiban kita sebagai warga negara menimbulkan hilangnya rasa
persatuan kita baik terhadap sesama maupun negara. Masing-masing individu lebih mementingkan
kepentingannya sendiri, tanpa ada rasa peduli terhadap sesamanya.
Sifat masyarakat Indonesia yang indiviualisme menjadi salah satu faktor penyebab runtuhnya jiwa
persatuan dan kesatuan bangsa. Maka dari itu diperlukan pendidikan kewarganegaraan sejak dini untuk
menumbuhkan semangat jiwa berbangsa dan patriotisme. Semangat jiwa berbangsa dan patriotisme
diperlukan untuk tetap menjaga kebhinekaan bangsa, sebab dengan menjaga kebhinekaan akan tercipta
kehidupan yang aman dan tentram di setiap lapisan masyarakat.
Sebagai generasi penerus bangsa, marilah kita memiliki rasa tanggung jawab terhadap keutuhan dan
kesatuan bangsa. Tidak hanya sebagai generasi penerus bangsa, tetapi kita adalah generasi pelurus
bangsa dimana menjunjung tinggi sikap keadilan adalah suatu keharusan demi terciptanya kesejahteraan
dan kemakmuran bangsa.
B. TUJUAN

1. Mengetahui definisi Integrasi Nasional.


2. Mengetahui faktor-faktor pendorong dan pendukung Integrasi Nasional.
3. Mengetahui pentingnya Integrasi Nasional bagi Bangsa Indonesia.
4. Mengetahui bagaimana proses Integrasi Nasional di Indonesia.
5. Mengetahui bahaya dari ancaman Integrasi Nasional.
6. Mengetahui cara mengatasi ancaman Integrasi Nasional.
7. Mengetahui bagaimana contoh integrasi nasional dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

C. METODE PENILITIAN

Metode yang digunakan metode deskriptif, Metode ini pada umumnya dilakukan peneliti yang
ingin melakukan riset atau penelitian yang bersumber dari literatur atau karya sastra seperti
buku. Pada umumnya peneliti terlebih dahulu akan mencari sejumlah buku yang relevan
dengan topik penelitian

D. HASIL PENELITIAN
A. Pendahuluan
Negara dan bangsa Indonesia, sejak berusaha menghancurkan PKI seakar- akarnya.
proklamasi kemerdekaan hingga saat ini telah Selanjut pemerintah Soeharto untuk
mempunyai sejumlah pengalaman. Di antara mengendalikan pemerintahan berusaha untuk
sejumlah pengalaman itulah, bangsa Indonesia melakukan peleburan dan perampingan sejumlah
mengalami berbagai perubahan azas, paham, oramas dan partai. Tanggal 9 Maret 1970 milsanya,
ideologi dan doktrin dalam kehidupan terjadi pengelompokan partai dengan terbentuknya
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Berbagai Kelompok Demokrasi Pembangunan yang terdiri d
perubahan azas dan idiologi tersebut, menciptakan PNI, Partai Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba.
disintegrasi dan instabilisasi nasional. Perubahan Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk
dari Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba) kelompok Persatuan Pembangunan yang terdiri atas
ditandai dengan pemberontakan PKI 30 September NU, PARMUSI, PSII, dan Perti. Serta ada suatu
1965 hingga lahirlah Surat Perintah Sebelas Maret kelompok fungsional yang dimasukkan dalam salah
(Supersemar). Situasi perpolitikan nasional satu kelompok tersendiri yang kemudian disebut
menjelang runtuhnya Orla ditandai dengan Golongan Karya. Dengan adanya pembinaan
perebutan pengaruh di antara para elite politik terhadap parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka
negeri pada waktu itu. Kekuatan elite yang terjadilah perampingan parpol sebagai wadah
memiliki pengaruh pada waktu itu, di antaranya aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga pada
PKI, PNI, Masyumi dan militer (Angkatan Darat). akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977 terdapat tiga
Saat itu, PKI menjadi satu-satunya kelompok yang kontestan, yaitu Partai Persatuan Pembangunan
dituduh sebagai dalang yang melakukan kudeta (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) serta
pada tanggal 30 Oktober 1965 tersebut. Akibatnya, satu Golongan Karya. Dan selama masa
PKI tidak saja terdepak dari konstelasi politik (baik pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu
di kabinet maupun di parlemen), Namun para memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat Golkar
mahasiswa dan pelajar melalui KAMMI DAN dijadikan mesin politik oleh penguasa saat itu.
KAPPI di bawah kendali Soeharto 1
Setelah Orba mampu berkuasa (social
selama 32 tahun, akhirnya digantikan
Pemerintahan Reformasi. Sikap otoriter-
represif pemerintahan Orde Baru ini pun
menimbulkan perlawanan demi perlawanan,
yang memuncak pada peristiwa Mei 1998,
yakni tergulingnya rezim pemerintahan Orba
yang digantikan dengan Orde Reformasi.
Mengapa Orba yang mampu berkuasa
selama lebih dari 30 tahun akhirnya juga
terguling?
Salah satu kesalahan Orba selama
memegang kendali pemerintahan, adalah
penerapan politik pemerintahan yang
sentralistik, sebagai bentuk peredaman atas
munculnya aksi separatis dari daerah-daerah.
Ide dan gagasan dari daerah diusahakan
untuk diredam, serta setiap aksi daeri daerah
ditanggapi dengan sikap otoriter-represif.
Penyikapan yang dilakukan pemerintahan
Orba tentu bertentangan dengan kodrat dan
kondisi Indonesia yang selama ini
dianugerahi sebagai suatu bangsa yang
plural. Ia terdiri dari beratus-ratus pulau,
bahasa, dan sukubangsa. Pluralitas sebagai
kekayaan yang tiada tara bagi sebuah
bangsa, justru tidak dikelola dengan baik. Ia
dianggap sebagai bentuk gerakan politik
yang lebih menekankan identitas
kedaerahan, dan dianggap sebagai musuh
terciptanya stabilitas bangsa. Maka, Orba
yang lebih menekankan pada persoalan
stabilitas pembangunan, cenderung tidak
memberi ruang adanya politik identitas.
Ketika Era Reformasi mulai
membuka kran demokrasi dan peluang besar
daerah mengembangkan sistem
desentralisasi, maka sejumlah daerah diberi
kebebasan untuk membangun dan mengatur
dirinya sendiri. Kebebasan yang dimiliki
masyarakat Indonesia dengan
mengatasnamakan demokrasi ternyata justru
memberi gambaran buram terhadap kondisi
bangsa ini. Era Reformasi yang tidak
memiliki platform secara jelas, justru
menimbulkan ketidakmenentuan dan
kekacauan. Acuan kehidupan bernegara
(gevernance) dan kerukunan sosial (social
harmony) menjadi berantakan dan
menumbuhkan ketidakpatuhan sosial

2
disobedience). Dari sinilah tergambar
tentang tindakan anarkis, pelanggaran
moral, pelanggaran etika, dan meningkatnya
kriminalitas secara kasat mata. Kondisi
tersebut terus belarut-larut hingga hari ini,
dan kesimpulannya tak menghasilkan solusi.
Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak
jelas sampai kapan krisis akan berakhir,
para pengamat hanya bisa mengatakan
bahwa bangsa kita adalah “bangsa yang
sedang sakit”, suatu kesimpulan yang tidak
menawarkan solusi. Untuk itulah
diperlukan, suatu strategi kebudayaan
nasional senyampang sejak kemerdekaan
hingga hari ini negeri ini belum memiliki
adanya strategi kebudayaan.

B. Identitas dan Integrasi Nasional


Di masa awal Indonesia merdeka,
identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik
dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat
Indonesia (di antaranya adalah
penghormatan kepada Sang Saka Merah
Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya,
Bahasa Indonesia, dan seterusnya). Akan di
era yang berkembang pada saat ini, apakah
identitas nasional dapat ditandai dari
ekspresi fisikal tersebut atau dibutuhkan
reinterpreasi tentang tentang identitas
nasional?
Identitas adalah representasi diri
seseorang atau masyarakat melihat dirinya
sendiri dan bagaimana orang lain melihat
mereka sebagai sebuah entitas sosial-
budaya. Dengan demikian, identitas adalah
produk kebudayaan yang berlangsung
demikian kompleks. Identitas dilihat dari
aspek waktu bukanlah suatu wujud yang
sudah ada sejak semula dan tetap bertahan
dalam suatu esensi yang abadi. Sedangkan
dilihat dari aspek ruang juga bukan hanya
satu atau tunggal, tetapi terdiri dari berbagai
lapisan identitas. Lapis-lapis identitas itu
tergantung pada peran-peran yang
dijalankan, keadaan objektif yang dihadapi,
serta ditentukan pula dari cara menyikapi
keadaan dan peran tersebut. 1

1
Pendapat tersebut telah diaungkapkan oleh Agus Maladi
Irianto melalui makalah berjudul “Kebudayaan Indonesia
dan Kita Hari Ini” pada acara Roundtable Discussion

3
Dengan demikian, di satu sisi mendominasi dan yang terdominasi, antara
identitas akan terbentuk berdasarkan yang mempengaruhi dan yang terpengaruhi,
kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain antara yang memprovokasi dan yang
identitas akan sangat tergantung dari terprovokasi, antara yang berkuasa dengan
kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di yang dikuasai, bahkan antara gambaran
sekitar yang mengharuskan kita untuk ruang yang bersifat publik dengan yang
meresponsnya. Dan, respons tersebut secara bersifat domestik.2
tidak langsung juga memberi bentuk lain Tayangan televisi telah menjadi
terhadap apa yang kita anggap sebagai diri bagian dari refleksi kehidupan sehari-hari. Ia
kita saat ini. menjadi model dari sebuah habitus yang
Identitas bukanlah suatu yang selesai berperan aktif dalam ranah sosial. Ia telah
dan final, tetapi merupakan suatu kondisi menjadi fenomena komunikasi yang tidak
yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang bisa dilepaskan dari karakterisitik individu-
selalu diperbaharui, dan keadaan yang individu yang kemudian menjadi objek dan
dinegosiasi terus-menerus, sehingga subjeknya. Bahkan, tanpa sadar ia telah
wujudnya akan selalu tergantung dari proses membangun hubungan-hubungan sosial
yang membentuknya. Seperti halnya melalui interaksi sosial dalam konteks
identitas kita pada saat ini, menunjukkan politik, ekonomi, dan kultural. Ruang dan
gambaran yang tidak tunggal tetapi sangat waktu tak lagi menjadi pembatas dan
plural. Pluralitas pada perkembangan saat ini kendala terjadinya perubahan. Teknologi
tidak lagi hanya dibatasi pada perbedaan komunikasi itu seolah menelusup dari ruang
etnis, profesi, latar belakang pendidikan, publik ke setiap individu hingga ruang-ruang
serta asal usul daerah. Pluralitas pada privasi. Kita didorong untuk masuk dalam
perkembangan saat ini justru lebih menunjuk lorong waktu dan perisitiwa yang nyaris tak
pada persoalan kepentingan-kepentingan. terbatas, sejalan juga dengan tanda-tanda
Seseorang bisa berbeda dengan orang lain, yang makin rumit dan tak terbatasi. Pesawat
bukan lantaran dia berasal dari etnis yang televisi telah menjadi “totem” yang selalu
berbeda, profesi yang berbeda, latar belakang ada di mana-mana. Di rumah-rumah reot
pendidikan yang berbeda, bahkan asal asul tanpa WC dan kamar mandi, di kios-kios
daerah yang berbeda. Kepentingan masing- rokok, warung-warung kopi, hingga di
masing oranglah yang kemudian menyatukan sejumlah perumahan, pesawat televisi
identitas tersebut. merupakan “berhala” yang selalu menghiasi
Sebagai contoh, penyatuan identitas ruang-ruang tersebut. Dari sinilah lahir
yang dikonstruksi media massa – terutama kebudayaan massa yang cepat dan penuh
industri penyiaran televisi. Orang bisa perubahan. Di tengah kebudayaan massa
berbeda etnis, profesi, latar belakang yang serba cepat itulah sejumlah ekspresi
pendidikan, dan asal asul daerah, namun tentang nilai, pengetahuan, norma, dan
mereka mempunyai kepentingan yang sama simbol, menandai kebudayaan masyarakat
dalam bersikap dengan mengembangkan kita.
gaya hidup, lantaran dikostruksi tayangan Bertolak dari sejumlah gambaran
televisi. Interaksi antarindividu yang tersebut, identitas yang menyertai kita saat
dikonstruksi tayangan televisi berlangsung ini lebih ditandai oleh kepentingan yang kita
sangat cepat. Ia telah membentuk gerakkan kembangkan sendiri. Identitas dan karakter
arus besar tentang relasi-relasi antara yang bangsa sebagai sarana bagi pembentukan

tentang “ Penguatan Strategi Kebudayaan yang Berbasiskan 2


Contoh tersebut pernah diungkapkan Agus Maladi Irianto
Nilai-nilai Kemajemukan Untuk Memperkokoh Rasa dalam makalah berjudul “Media dan Globalisasi” pada
Kesatuan dan Persatuan Bangsa Dalam Rangka acara “Lokakarya Multikulturalisme dan Integrasi Bangsa”
Pembangunan Nasional”, yang diselenggarakan di Kusuma Sahid Price Hotel Solo, yang diselenggarakan
Ditjiansosbud Lemhanas RI, tanggal 2 September 2010 di Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kementraian
Jakarta. Kebudayaan dan Pariwisata RI pada tangal 5 Mei 2011
4
pola pikir (mindset) dan sikap mental, Bahasa Indonesia di negeri ini. Bahasa
memajukan adab dan kemampuan bangsa Indonesia adalah bahasa yang berasal dari
merupakan tugas utama pembangunan kepulauan Riau, dan pada awalnya menjadi
kebudayaan nasional. Identitas sebagai suatu atribut dari identitas penduduk
sarana pembentukan pola pikir masyarakat kepulauan Riau, bahasa itu kemudian
diperlukan adanya suatu kesadaran nasional berkembang menjadi Melayu Pasar, yang
yang dipupuk dengan menanamkan gagasan digunakan oleh berbagai kelompok etnis
nasionalisme dan pluralisme. Kesadaran yang bertemu di pasar dalam interaksi
nasional selanjutnya menjadi dasar dari perdagangan. Akan tetapi dalam
keyakinan adanya integrasi nasional yang perkembangan lebih lanjut muncul dengan
mampu memelihara dan mengembangkan komunitas baru dengan jaringan yang jauh
harga diri bangsa, harkat dan martabat lebih luas, yaitu kelompok-kelompok yang
bangsa sebagai upaya melepaskan bangsa menggunakan bahasa Melayu Pasar sebagai
dari subordinasi (ketergantungan, sarana komunikasi antara mereka. Akibatnya
ketertundudukan, keterhinaan) terhadap bahasa Melayu Pasar sebagai lingua franca
bangsa asing.3 Dengan demikian, integrasi kemudian menjadi ciri baru bagi suatu
nasional sebagai suatu kesadaran dan bentuk komunitas pengguna bahasa tersebut dan
pergaulan yang menyebabkan berbagai kemudian kembali berfungsi sebagai
kelompok dengan identitas masing-masing penunjuk identitas dari suatu jaringan
merasa dirinya sebagai satu kesatuan: bangsa kelompok-kelompok yang merasa dan
Indonesia. Untuk menciptakan pergaulan ternyata dihubungkan satu sama lain oleh
dalam pembentukan integrasi nasional bahasa tersebut dan menemukan suatu
tersebut identitas justru berfungsi secara kesatuan baru berupa integrasi yang lebih
ganda. luas.
Pada suatu sisi integrasi terbentuk Integrasi nasional terjadi juga akibat
kalau ada identitas yang mendukungnya terbentuknya kelompok-kelompok yang
seperti kesamaan bahasa, kesamaan dalam dipersatukan oleh suatu isu bersama, baik
nilai sistem budaya, kesamaan cita-cita yang bersifat ideologis, ekonomis, maupun
politik, atau kesamaan dalam pandangan sosial. Misalnya, kelompok pedangang kaki
hidup atau orientasi keagamaan.4 Pada pihak lima (PKL) membentuk jaringan mereka
lain, integrasi yang lebih luas hanya ketika menghadapi Perda yang dikeluarkan
mungkin terbentuk apabila sekelompok Pemda atau ketika mereka harus
orang menerobos identitasnya dan menghadapai operasi Satpol PP. Demi
mengambil jarak dari segala yang selama ini kepentingan tersebut, seorang PKL yang
dianggap membentuk watak dirinya atau beretnik Minang akan bersatu dengan PKL-
watak kelompoknya. Dengan demikian ia PKL beretnik lain. Singkat kata, integrasi
meninggalkan identitasnya, yang kemudian pada dasarnya menyatukan lintas identitas
membuka kemungkinan untuk pembentukan untuk satu kepentingan bersama.
integrasi yang lebih luas.
Ada beberapa contoh berikut untuk C. Intergrasi Nasional Versus Otonomi
menjelaskan permasalahan tersebut, salah Daerah
satu contoh adalah tentang keberadaan Seperti telah dideskripsikan pada
pembahasan terdahulu bahwa integrasi
3
Pendapat tersebut juga pernah dilontarkan antropolog,
Meutia Farida Hatta dalam makalah berjudul “Kebudayaan nasional pada dasarnya memuat makna
Nasional Indonesia: Penataan Pola Pikir” dalam Kongres penyatuan visi dan misi suatu bangsa dari
Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-22 Oktober 2003 perbedaan kepentingan masing-masing
4
Pendapat tersebut juga pernah dilontarkan Ignas Kleden anggota masyarakat. Konsep integrasi
dalam makalah berjudul “Identitas dan Integrasi” dalam nasional pada dasarnya sejalan kondisi
Kongres Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-22 Oktober Indonesia pada saat ini. Ketika terjadi
2003
konflik antar-etnik, konflik antar-daerah,
5
konflik antar-agama, konflik antar-partai etniknya lebih unggul dibandingkan dengan
politik, konflik antar-pelajar, serta sejumlah budaya etnik lain. Segala sudut sesuatu
konflik kepentingan lain yang hingga saat ini dilihat dari sudut pandang etniknya sendiri.
masih terus-menerus melanda Indonesia. Etnosentrisme kian menguat justru
Seperti kita ketahui bahwa Indonesia ditopang dengan kebijakan negara yang
dikaruniai alam yang elok dengan mengembangkan otonomi daerah dan
iklim subtropis yang bersahabat pemekaran daerah. Semangat otonomi
dan tanah yang subur. Ia adalah negara daerah dan pemekaran daerah menjadi
dengan 17.504 pulau, 1.068 suku bangsa, berjalan seiring dengan menguatnya
dan memiliki sedikitnya 665 bahasa daerah. etnosentrisme. Sebagai contoh, Setiap
Indonesia juga kaya dengan spesies langka. provinsi dan setiap kabupaten ingin
Baik flora maupun fauna. Ada mamalia, mendirikan sekolah sendiri baik pada tingkat
kupu-kupu, reptil, burung, unggas, dan dasar, tingkat menengah, bahkan pada
amfibi yang berjumlah lebih dari 3.025 tingkat perguruan tinggi. Para siswa dan
spesies. Tumbuhan yang hidup di Indonesia bahkan para mahasiswa yang belajar praktis
berjumlah sekitar 47.000 spesies atau setara berasal dari daerah yang sama dan juga dari
dengan 12 persen dari seluruh spesies latar belakang budaya yang sama. Hal ini
tumbuhan di dunia. Bahkan, dalam bidang dalam jangka panjang bukannya tak
seni dan budaya terdapat sedikitnya 300 gaya mungkin akan menyebabkan menyempitnya
tari tradisional dari Sabang sampai rasa integrasi nasional, karena integrasi
Merauke.5 cenderung lebih didasarkan pada faktor-
Bertolak dari gambaran tersebut, faktor etnis dan faktor daerah semata.
maka pada dasarnya pluralitas bagi bangsa Pendirian sekolah di masing-masing daerah
Indonesia adalah takdir. Akan tetapi, tidak dalam kapasitasnya untuk
perbedaan tersebut tidak selalu memisahkan, mencerdaskan anak bangsa yang ada di
apalagi menimbulkan pertentangan wilayah tersebut, tetapi justru lebih pada
sepanjang masing-masing anggota semangat menyelamatan asset daerah dan
masyarakat menyadari akan pluralitas meningkatkan pendapatan daerah tersebut.
tersebut. Gambaran pluralitas ini, kendati Demikian pula demokrasi
sudah merupakan takdir, namun akhir-akhir pemerintahan yang seharusnya dapat
ini justru semakin memicu pertentangan di menjadi tempat pergaulan lintas-budaya dan
antara sejumlah anggota masyarakat. lintas-etnis, sekarang menghadapi bahaya
Bahkan, muncul adagium yang memicu bahwa tiap daerah menuntut agar posisi-
konflik: “Kami versus kalian, aku versus posisi birokratis ditempati oleh putra
kamu”, dan seterusnya. Maka muncullah daerahnya sendiri. Sikap ini pun mungkin
faham sentrisme yang kemudian melahirkan bukan tanpa sebab, sentralisme politik di
misalnya, etnosentrisme, religisentrisme, Orde Baru untuk waktu yang cukup lama
politksentrisme, dan seterusnya. Sebagai telah menjadikan birokrasi semata-mata
ilustrasi, dalam budaya Jawa misalnya sebagai alat pemerintah pusat dan bukan
dikenal istilah “nanding sarira” aparat yang menjadi pengatur hubungan di
memperbandingkan diri. Inilah pangkal antara masyarakat dan negara. Birokrasi
munculnya kesombongan kolektif, pemerintah daerah tidak memperhatikan
etnosentrisme. Etnosentrime merupakan kepentingan daerah, tetapi menjadi pelaksana
kecenderungan untuk berfikir bahwa budaya kepentingan pusat di daerah. Daerah seakan-
akan menjadi sapi perahan untuk pusat dan
5
birokrasi daerah menjadi tukang susu bukan
Pendapat tersebut telah diungkapkan Agus Maladi Irianto
pada artkel berjudul “Resistensi Kebudayaan Lokal untuk daerah tetapi untuk pusat.
Terhadap Hegemoni Global” pada Prosiding Seminar Sekalipun demikian, kondisi tersebut
Nasional Menggali Kearifan Lokal di Indonesia (Sisi tidak selayaknya dibalas dengan, seakan-
Maziah, editor). Semarang: Fasindo Press: 2012
akan birokrasi pemerintahan hanyalah
6
melayani kepentingan daerah saja, bahkan Kebijakan otonomi daerah yang kini
tidak lagi menjadi perantara kepentingan marak di sejumlah penjuru negeri ini, justru
masyarakat dan kepentingan negara, atau menjadi penghambat cita-cita menerapkan
mesin penghubung kepentingan daerah dan konsep integrasi nasional. Cita-cita
kepentingan nasional. Kalau penyempitan menerapkan konsep integrasi nasional akan
fungsi birokrasi ini terjadi maka bukan saja terwujud, manakala sekelompok anggota
politik nasional menghadapi resiko politik masyarakat bersedia menerobos identitasnya
yang didasarkan pada identitas, tetapi juga dan mengambil jarak dari segala kepentingan
birokrasi.6 yang selama ini dianggap membentuk watak
Berdasarkan sejumlah gambaran dirinya atau watak kelompoknya. Dengan
tersebut, konsep tentang integrasi nasional demikian ia meninggalkan identitasnya, yang
menjadi penting untuk dijadikan strategi kemudian membuka kemungkinan untuk
kebudayaan bagi bangsa Indonesia yang pembentukan integrasi yang lebih luas.
telah berusia lebih dari enam dasa warsa ini.
Strategi kebudayaan dalam hal ini mengacu
pada kekuatan budaya yang bertolak pada DAFTAR PUSTAKA
kedekatan dan pandangan hidup pelaku
kebudayaan dalam kaitannya dengan Hatta, Meutia Farida, 2003 “Kebudayaan
kompleksitas kebudayaan yang dianut. Nasional Indonesia: Penataan Pola
Dengan demikian, mengembangkan konsep Pikir” dalam Kongres Kebudayaan
integrasi nasional sebagai strategi V di Bukittinggi, 19-22 Oktober
kebudayaan Indonesia pada dasarnya
menyatukan visi dan misi di antara sejumlah Irianto,Agus Maladi, 2010. “Kebudayaan
kepentingan dan identitas masing-masing Indonesia dan Kita Hari Ini” pada
anggota masyarakat berlatar belakang acara Roundtable Discussion
kebudayaan yang kompleks. tentang “ Penguatan Strategi
Kebudayaan yang Berbasiskan
D. Penutup Nilai-nilai Kemajemukan Untuk
Merujuk sejumlah deskripsi yang Memperkokoh Rasa Kesatuan dan
telah diuraikan pada pembahasan terdahulu Persatuan Bangsa Dalam Rangka
maka dapat dikatakan bahwa integrasi Pembangunan Nasional”, yang
nasional adalah jalan keluar untuk diselenggarakan Ditjiansosbud
menghadapi yang hingga saat ini masih Lemhanas RI, tanggal 2 September
terus-menerus melanda Indonesia. Konflik di Jakarta.
antar-etnik, konflik antar-daerah, konflik
antar-agama, konflik antar-partai politik, Irianto,Agus Maladi, 2011, “Media dan
konflik antar-pelajar, serta sejumlah konflik Globalisasi” pada acara “Lokakarya
kepentingan lain semestinya tidak perlu Multikulturalisme dan Integrasi
terjadi kalau masing-masing pelaku konflik Bangsa” di Kusuma Sahid Price
menyadari bahwa pluralitas bangsa Hotel Solo, yang diselenggarakan
Indonesia sudah menjadi sebuah Staf Ahli Menteri Bidang
keniscayaan. Multikultural Kementraian
Kebudayaan dan Pariwisata RI pada
tangal 5 Mei
6
Pendapat ini pernah diungkapkan Agus Maladi Irianto
pada Seminar Nasional “Penguatan Pilar-pilar Berbangsa Irianto,Agus Maladi, 2012, “Resistensi
dan Bernegara Sebagai Kesiapan Eksistensi Menuju
Kejayaan Masa Depan Indonesia” yang diselenggarakan Kebudayaan Lokal Terhadap
Fakultas Ilmu Budaya bekerja sama dengan Deputi Bidang Hegemoni Global” pada Prosiding
Politik Sekretariat Wakil Presiden RI, di Hotel Dafam Seminar Nasional Menggali
Semarang, tanggal 29 September 2012.
Kearifan Lokal di Indonesia (Sisi
7
Maziah, editor). Semarang: Fasindo
Press: 2012
Irianto,Agus Maladi, 2012, “Semangat
Multikultural, Meredam Strategi
Balas Dendam” pada Seminar
Nasional “Penguatan Pilar-pilar
Berbangsa dan Bernegara Sebagai
Kesiapan Eksistensi Menuju
Kejayaan Masa Depan Indonesia”
yang diselenggarakan Fakultas Ilmu
Budaya bekerja sama dengan
Deputi Bidang Politik Sekretariat
Wakil Presiden RI, di Hotel Dafam
Semarang, tanggal 29 September

Kleden, Ignas, 2003, “Identitas dan


Integrasi” dalam Kongres
Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-
22 Oktober

8
9
1
0

Anda mungkin juga menyukai