Anda di halaman 1dari 9

INTEGRASI NASIONAL

SEBAGAI PENANGKAL ETNOSENTRISME DI INDONESIA


Oleh: Agus Maladi Irianto*

ABSTRACT

Integration includes the meaning of the formation of groups united by a common issue,
whether ideological, economic, and social. The overture of national integration movement
through the following article tends to create an awareness and a social form that cause many
groups with each identity see themselves as one unity: the Indonesian Nation. To create an
association in national integration formation, identity has double functions. In addition, the
following article is trying to discuss about the challenges for Indonesia to develop the concept
of national integration in order to deal with the concept of ethnocentrism, religiousism , and
politicalism.

Keywords: national integration, ethnocentrism and conflict of interest

A. Pendahuluan
Negara dan bangsa Indonesia, sejak berusaha menghancurkan PKI seakar-
proklamasi kemerdekaan hingga saat ini akarnya.
telah mempunyai sejumlah pengalaman. Di Selanjut pemerintah Soeharto untuk
antara sejumlah pengalaman itulah, bangsa mengendalikan pemerintahan berusaha untuk
Indonesia mengalami berbagai perubahan melakukan peleburan dan perampingan
azas, paham, ideologi dan doktrin dalam sejumlah oramas dan partai. Tanggal 9 Maret
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan 1970 milsanya, terjadi pengelompokan partai
bernegara. Berbagai perubahan azas dan dengan terbentuknya Kelompok Demokrasi
idiologi tersebut, menciptakan disintegrasi Pembangunan yang terdiri d PNI, Partai
dan instabilisasi nasional. Perubahan dari Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba.
Orde Lama (Orla) ke Orde Baru (Orba) Kemudian tanggal 13 Maret 1970 terbentuk
ditandai dengan pemberontakan PKI 30 kelompok Persatuan Pembangunan yang
September 1965 hingga lahirlah Surat terdiri atas NU, PARMUSI, PSII, dan Perti.
Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Situasi Serta ada suatu kelompok fungsional yang
perpolitikan nasional menjelang runtuhnya dimasukkan dalam salah satu kelompok
Orla ditandai dengan perebutan pengaruh di tersendiri yang kemudian disebut Golongan
antara para elite politik negeri pada waktu Karya. Dengan adanya pembinaan terhadap
itu. Kekuatan elite yang memiliki pengaruh parpol-parpol dalam masa Orde Baru maka
pada waktu itu, di antaranya PKI, PNI, terjadilah perampingan parpol sebagai wadah
Masyumi dan militer (Angkatan Darat). Saat aspirasi warga masyarakat kala itu, sehingga
itu, PKI menjadi satu-satunya kelompok pada akhirnya dalam Pemilihan Umum 1977
yang dituduh sebagai dalang yang terdapat tiga kontestan, yaitu Partai
melakukan kudeta pada tanggal 30 Oktober Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
1965 tersebut. Akibatnya, PKI tidak saja Demokrasi Indonesia (PDI) serta satu
terdepak dari konstelasi politik (baik di Golongan Karya. Dan selama masa
kabinet maupun di parlemen), Namun para pemerintahan Orde Baru, Golkar selalu
mahasiswa dan pelajar melalui KAMMI memenangkan Pemilu. Hal ini mengingat
DAN KAPPI di bawah kendali Soeharto Golkar dijadikan mesin politik oleh
penguasa saat itu.
1
* Drs. Agus Maladi Irianto, MA adalah Staf Pengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
Setelah Orba mampu berkuasa disobedience). Dari sinilah tergambar
selama 32 tahun, akhirnya digantikan tentang tindakan anarkis, pelanggaran moral,
Pemerintahan Reformasi. Sikap otoriter- pelanggaran etika, dan meningkatnya
represif pemerintahan Orde Baru ini pun kriminalitas secara kasat mata. Kondisi
menimbulkan perlawanan demi perlawanan, tersebut terus belarut-larut hingga hari ini,
yang memuncak pada peristiwa Mei 1998, dan kesimpulannya tak menghasilkan solusi.
yakni tergulingnya rezim pemerintahan Orba Di kala hal ini berkepanjangan dan tidak
yang digantikan dengan Orde Reformasi. jelas sampai kapan krisis akan berakhir, para
Mengapa Orba yang mampu berkuasa pengamat hanya bisa mengatakan bahwa
selama lebih dari 30 tahun akhirnya juga EDQJVD NLWD DGDODK ³EDQJVD \DQJ VHGang
terguling? VDNLW´ VXDWX NHVLPSXODQ \DQJ WLGDN
Salah satu kesalahan Orba selama menawarkan solusi. Untuk itulah diperlukan,
memegang kendali pemerintahan, adalah suatu strategi kebudayaan nasional
penerapan politik pemerintahan yang senyampang sejak kemerdekaan hingga hari
sentralistik, sebagai bentuk peredaman atas ini negeri ini belum memiliki adanya strategi
munculnya aksi separatis dari daerah-daerah. kebudayaan.
Ide dan gagasan dari daerah diusahakan
untuk diredam, serta setiap aksi daeri daerah B. Identitas dan Integrasi Nasional
ditanggapi dengan sikap otoriter-represif. Di masa awal Indonesia merdeka,
Penyikapan yang dilakukan pemerintahan identitas nasional ditandai oleh bentuk fisik
Orba tentu bertentangan dengan kodrat dan dan kebijakan umum bagi seluruh rakyat
kondisi Indonesia yang selama ini Indonesia (di antaranya adalah
dianugerahi sebagai suatu bangsa yang penghormatan kepada Sang Saka Merah
plural. Ia terdiri dari beratus-ratus pulau, Putih, lagu kebangsaan Indonesia Raya,
bahasa, dan sukubangsa. Pluralitas sebagai Bahasa Indonesia, dan seterusnya). Akan di
kekayaan yang tiada tara bagi sebuah bangsa, era yang berkembang pada saat ini, apakah
justru tidak dikelola dengan baik. Ia identitas nasional dapat ditandai dari
dianggap sebagai bentuk gerakan politik ekspresi fisikal tersebut atau dibutuhkan
yang lebih menekankan identitas kedaerahan, reinterpreasi tentang tentang identitas
dan dianggap sebagai musuh terciptanya nasional?
stabilitas bangsa. Maka, Orba yang lebih Identitas adalah representasi diri
menekankan pada persoalan stabilitas seseorang atau masyarakat melihat dirinya
pembangunan, cenderung tidak memberi sendiri dan bagaimana orang lain melihat
ruang adanya politik identitas. mereka sebagai sebuah entitas sosial-budaya.
Ketika Era Reformasi mulai Dengan demikian, identitas adalah produk
membuka kran demokrasi dan peluang besar kebudayaan yang berlangsung demikian
daerah mengembangkan sistem kompleks. Identitas dilihat dari aspek waktu
desentralisasi, maka sejumlah daerah diberi bukanlah suatu wujud yang sudah ada sejak
kebebasan untuk membangun dan mengatur semula dan tetap bertahan dalam suatu esensi
dirinya sendiri. Kebebasan yang dimiliki yang abadi. Sedangkan dilihat dari aspek
masyarakat Indonesia dengan ruang juga bukan hanya satu atau tunggal,
mengatasnamakan demokrasi ternyata justru tetapi terdiri dari berbagai lapisan identitas.
memberi gambaran buram terhadap kondisi Lapis-lapis identitas itu tergantung pada
bangsa ini. Era Reformasi yang tidak peran-peran yang dijalankan, keadaan
memiliki platform secara jelas, justru objektif yang dihadapi, serta ditentukan pula
menimbulkan ketidakmenentuan dan dari cara menyikapi keadaan dan peran
kekacauan. Acuan kehidupan bernegara tersebut. 1
(gevernance) dan kerukunan sosial (social
harmony) menjadi berantakan dan 1
Pendapat tersebut telah diaungkapkan oleh Agus Maladi
menumbuhkan ketidakpatuhan sosial (social ,ULDQWR PHODOXL PDNDODK EHUMXGXO ³.HEXGD\DDQ ,QGRQHVLD
GDQ .LWD +DUL ,QL´ SDGD DFDUD Roundtable Discussion
2
Dengan demikian, di satu sisi mendominasi dan yang terdominasi, antara
identitas akan terbentuk berdasarkan yang mempengaruhi dan yang terpengaruhi,
kemauan kita sendiri, sedangkan di sisi lain antara yang memprovokasi dan yang
identitas akan sangat tergantung dari terprovokasi, antara yang berkuasa dengan
kekuatan-kekuatan objektif yang terjadi di yang dikuasai, bahkan antara gambaran
sekitar yang mengharuskan kita untuk ruang yang bersifat publik dengan yang
meresponsnya. Dan, respons tersebut secara bersifat domestik.2
tidak langsung juga memberi bentuk lain Tayangan televisi telah menjadi
terhadap apa yang kita anggap sebagai diri bagian dari refleksi kehidupan sehari-hari. Ia
kita saat ini. menjadi model dari sebuah habitus yang
Identitas bukanlah suatu yang selesai berperan aktif dalam ranah sosial. Ia telah
dan final, tetapi merupakan suatu kondisi menjadi fenomena komunikasi yang tidak
yang selalu disesuaikan kembali, sifat yang bisa dilepaskan dari karakterisitik individu-
selalu diperbaharui, dan keadaan yang individu yang kemudian menjadi objek dan
dinegosiasi terus-menerus, sehingga subjeknya. Bahkan, tanpa sadar ia telah
wujudnya akan selalu tergantung dari proses membangun hubungan-hubungan sosial
yang membentuknya. Seperti halnya melalui interaksi sosial dalam konteks
identitas kita pada saat ini, menunjukkan politik, ekonomi, dan kultural. Ruang dan
gambaran yang tidak tunggal tetapi sangat waktu tak lagi menjadi pembatas dan
plural. Pluralitas pada perkembangan saat ini kendala terjadinya perubahan. Teknologi
tidak lagi hanya dibatasi pada perbedaan komunikasi itu seolah menelusup dari ruang
etnis, profesi, latar belakang pendidikan, publik ke setiap individu hingga ruang-ruang
serta asal usul daerah. Pluralitas pada privasi. Kita didorong untuk masuk dalam
perkembangan saat ini justru lebih menunjuk lorong waktu dan perisitiwa yang nyaris tak
pada persoalan kepentingan-kepentingan. terbatas, sejalan juga dengan tanda-tanda
Seseorang bisa berbeda dengan orang lain, yang makin rumit dan tak terbatasi. Pesawat
bukan lantaran dia berasal dari etnis yang WHOHYLVL WHODK PHQMDGL ³WRWHP´ \DQJ VHODOX
berbeda, profesi yang berbeda, latar belakang ada di mana-mana. Di rumah-rumah reot
pendidikan yang berbeda, bahkan asal asul tanpa WC dan kamar mandi, di kios-kios
daerah yang berbeda. Kepentingan masing- rokok, warung-warung kopi, hingga di
masing oranglah yang kemudian menyatukan sejumlah perumahan, pesawat televisi
identitas tersebut. mHUXSDNDQ ³EHUKDOD´ \DQJ VHODOX PHQJKLDVL
Sebagai contoh, penyatuan identitas ruang-ruang tersebut. Dari sinilah lahir
yang dikonstruksi media massa ± terutama kebudayaan massa yang cepat dan penuh
industri penyiaran televisi. Orang bisa perubahan. Di tengah kebudayaan massa
berbeda etnis, profesi, latar belakang yang serba cepat itulah sejumlah ekspresi
pendidikan, dan asal asul daerah, namun tentang nilai, pengetahuan, norma, dan
mereka mempunyai kepentingan yang sama simbol, menandai kebudayaan masyarakat
dalam bersikap dengan mengembangkan kita.
gaya hidup, lantaran dikostruksi tayangan Bertolak dari sejumlah gambaran
televisi. Interaksi antarindividu yang tersebut, identitas yang menyertai kita saat
dikonstruksi tayangan televisi berlangsung ini lebih ditandai oleh kepentingan yang kita
sangat cepat. Ia telah membentuk gerakkan kembangkan sendiri. Identitas dan karakter
arus besar tentang relasi-relasi antara yang bangsa sebagai sarana bagi pembentukan

2
WHQWDQJ ³ 3HQJXatan Strategi Kebudayaan yang Berbasiskan Contoh tersebut pernah diungkapkan Agus Maladi Irianto
Nilai-nilai Kemajemukan Untuk Memperkokoh Rasa GDODP PDNDODK EHUMXGXO ³0HGLD GDQ *OREDOLVDVL´ SDGD
Kesatuan dan Persatuan Bangsa Dalam Rangka DFDUD ³/RNDNDU\D 0XOWLNXOWXUDOLVPH GDQ ,QWHJUDVL %DQJVD´
3HPEDQJXQDQ 1DVLRQDO´ \DQJ GLVHOHQJJDUDNDQ di Kusuma Sahid Price Hotel Solo, yang diselenggarakan
Ditjiansosbud Lemhanas RI, tanggal 2 September 2010 di Staf Ahli Menteri Bidang Multikultural Kementraian
Jakarta. Kebudayaan dan Pariwisata RI pada tangal 5 Mei 2011

3
pola pikir (mindset) dan sikap mental, Bahasa Indonesia di negeri ini. Bahasa
memajukan adab dan kemampuan bangsa Indonesia adalah bahasa yang berasal dari
merupakan tugas utama pembangunan kepulauan Riau, dan pada awalnya menjadi
kebudayaan nasional. Identitas sebagai suatu atribut dari identitas penduduk
sarana pembentukan pola pikir masyarakat kepulauan Riau, bahasa itu kemudian
diperlukan adanya suatu kesadaran nasional berkembang menjadi Melayu Pasar, yang
yang dipupuk dengan menanamkan gagasan digunakan oleh berbagai kelompok etnis
nasionalisme dan pluralisme. Kesadaran yang bertemu di pasar dalam interaksi
nasional selanjutnya menjadi dasar dari perdagangan. Akan tetapi dalam
keyakinan adanya integrasi nasional yang perkembangan lebih lanjut muncul dengan
mampu memelihara dan mengembangkan komunitas baru dengan jaringan yang jauh
harga diri bangsa, harkat dan martabat lebih luas, yaitu kelompok-kelompok yang
bangsa sebagai upaya melepaskan bangsa menggunakan bahasa Melayu Pasar sebagai
dari subordinasi (ketergantungan, sarana komunikasi antara mereka. Akibatnya
ketertundudukan, keterhinaan) terhadap bahasa Melayu Pasar sebagai lingua franca
bangsa asing.3 Dengan demikian, integrasi kemudian menjadi ciri baru bagi suatu
nasional sebagai suatu kesadaran dan bentuk komunitas pengguna bahasa tersebut dan
pergaulan yang menyebabkan berbagai kemudian kembali berfungsi sebagai
kelompok dengan identitas masing-masing penunjuk identitas dari suatu jaringan
merasa dirinya sebagai satu kesatuan: bangsa kelompok-kelompok yang merasa dan
Indonesia. Untuk menciptakan pergaulan ternyata dihubungkan satu sama lain oleh
dalam pembentukan integrasi nasional bahasa tersebut dan menemukan suatu
tersebut identitas justru berfungsi secara kesatuan baru berupa integrasi yang lebih
ganda. luas.
Pada suatu sisi integrasi terbentuk Integrasi nasional terjadi juga akibat
kalau ada identitas yang mendukungnya terbentuknya kelompok-kelompok yang
seperti kesamaan bahasa, kesamaan dalam dipersatukan oleh suatu isu bersama, baik
nilai sistem budaya, kesamaan cita-cita yang bersifat ideologis, ekonomis, maupun
politik, atau kesamaan dalam pandangan sosial. Misalnya, kelompok pedangang kaki
hidup atau orientasi keagamaan.4 Pada pihak lima (PKL) membentuk jaringan mereka
lain, integrasi yang lebih luas hanya ketika menghadapi Perda yang dikeluarkan
mungkin terbentuk apabila sekelompok Pemda atau ketika mereka harus
orang menerobos identitasnya dan menghadapai operasi Satpol PP. Demi
mengambil jarak dari segala yang selama ini kepentingan tersebut, seorang PKL yang
dianggap membentuk watak dirinya atau beretnik Minang akan bersatu dengan PKL-
watak kelompoknya. Dengan demikian ia PKL beretnik lain. Singkat kata, integrasi
meninggalkan identitasnya, yang kemudian pada dasarnya menyatukan lintas identitas
membuka kemungkinan untuk pembentukan untuk satu kepentingan bersama.
integrasi yang lebih luas.
Ada beberapa contoh berikut untuk C. Intergrasi Nasional Versus Otonomi
menjelaskan permasalahan tersebut, salah Daerah
satu contoh adalah tentang keberadaan Seperti telah dideskripsikan pada
pembahasan terdahulu bahwa integrasi
3
Pendapat tersebut juga pernah dilontarkan antropolog, nasional pada dasarnya memuat makna
0HXWLD )DULGD +DWWD GDODP PDNDODK EHUMXGXO ³.HEXGD\DDQ penyatuan visi dan misi suatu bangsa dari
1DVLRQDO ,QGRQHVLD 3HQDWDDQ 3ROD 3LNLU´ GDODP Kongres
Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-22 Oktober 2003 perbedaan kepentingan masing-masing
anggota masyarakat. Konsep integrasi
4
Pendapat tersebut juga pernah dilontarkan Ignas Kleden nasional pada dasarnya sejalan kondisi
GDODP PDNDODK EHUMXGXO ³,GHQWLWDV GDQ ,QWHJUDVL´ GDODP
Kongres Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-22 Oktober Indonesia pada saat ini. Ketika terjadi
2003 konflik antar-etnik, konflik antar-daerah,

4
konflik antar-agama, konflik antar-partai etniknya lebih unggul dibandingkan dengan
politik, konflik antar-pelajar, serta sejumlah budaya etnik lain. Segala sudut sesuatu
konflik kepentingan lain yang hingga saat ini dilihat dari sudut pandang etniknya sendiri.
masih terus-menerus melanda Indonesia. Etnosentrisme kian menguat justru
Seperti kita ketahui bahwa Indonesia ditopang dengan kebijakan negara yang
dikaruniai alam yang elok dengan mengembangkan otonomi daerah dan
iklim subtropis yang bersahabat pemekaran daerah. Semangat otonomi
dan tanah yang subur. Ia adalah negara daerah dan pemekaran daerah menjadi
dengan 17.504 pulau, 1.068 suku bangsa, berjalan seiring dengan menguatnya
dan memiliki sedikitnya 665 bahasa daerah. etnosentrisme. Sebagai contoh, Setiap
Indonesia juga kaya dengan spesies langka. provinsi dan setiap kabupaten ingin
Baik flora maupun fauna. Ada mamalia, mendirikan sekolah sendiri baik pada tingkat
kupu-kupu, reptil, burung, unggas, dan dasar, tingkat menengah, bahkan pada
amfibi yang berjumlah lebih dari 3.025 tingkat perguruan tinggi. Para siswa dan
spesies. Tumbuhan yang hidup di Indonesia bahkan para mahasiswa yang belajar praktis
berjumlah sekitar 47.000 spesies atau setara berasal dari daerah yang sama dan juga dari
dengan 12 persen dari seluruh spesies latar belakang budaya yang sama. Hal ini
tumbuhan di dunia. Bahkan, dalam bidang dalam jangka panjang bukannya tak
seni dan budaya terdapat sedikitnya 300 gaya mungkin akan menyebabkan menyempitnya
tari tradisional dari Sabang sampai rasa integrasi nasional, karena integrasi
Merauke.5 cenderung lebih didasarkan pada faktor-
Bertolak dari gambaran tersebut, faktor etnis dan faktor daerah semata.
maka pada dasarnya pluralitas bagi bangsa Pendirian sekolah di masing-masing daerah
Indonesia adalah takdir. Akan tetapi, tidak dalam kapasitasnya untuk
perbedaan tersebut tidak selalu memisahkan, mencerdaskan anak bangsa yang ada di
apalagi menimbulkan pertentangan wilayah tersebut, tetapi justru lebih pada
sepanjang masing-masing anggota semangat menyelamatan asset daerah dan
masyarakat menyadari akan pluralitas meningkatkan pendapatan daerah tersebut.
tersebut. Gambaran pluralitas ini, kendati Demikian pula demokrasi
sudah merupakan takdir, namun akhir-akhir pemerintahan yang seharusnya dapat
ini justru semakin memicu pertentangan di menjadi tempat pergaulan lintas-budaya dan
antara sejumlah anggota masyarakat. lintas-etnis, sekarang menghadapi bahaya
Bahkan, muncul adagium yang memicu bahwa tiap daerah menuntut agar posisi-
NRQIOLN ³.DPL YHUVXV NDOLDQ DNX YHUVXV posisi birokratis ditempati oleh putra
NDPX´ GDQ VHWHUXVQ\D 0DND PXQFXOODK daerahnya sendiri. Sikap ini pun mungkin
faham sentrisme yang kemudian melahirkan bukan tanpa sebab, sentralisme politik di
misalnya, etnosentrisme, religisentrisme, Orde Baru untuk waktu yang cukup lama
politksentrisme, dan seterusnya. Sebagai telah menjadikan birokrasi semata-mata
ilustrasi, dalam budaya Jawa misalnya sebagai alat pemerintah pusat dan bukan
dikenal istilah ³QDQGLQJ VDULUD´ aparat yang menjadi pengatur hubungan di
memperbandingkan diri. Inilah pangkal antara masyarakat dan negara. Birokrasi
munculnya kesombongan kolektif, pemerintah daerah tidak memperhatikan
etnosentrisme. Etnosentrime merupakan kepentingan daerah, tetapi menjadi pelaksana
kecenderungan untuk berfikir bahwa budaya kepentingan pusat di daerah. Daerah seakan-
akan menjadi sapi perahan untuk pusat dan
birokrasi daerah menjadi tukang susu bukan
5
Pendapat tersebut telah diungkapkan Agus Maladi Irianto untuk daerah tetapi untuk pusat.
pada artkel berMXGXO ³5HVLVWHQVL .HEXGD\DDQ /RNDO Sekalipun demikian, kondisi tersebut
7HUKDGDS +HJHPRQL *OREDO´ SDGD 3URVLGLQJ 6HPLQDU
Nasional Menggali Kearifan Lokal di Indonesia (Sisi tidak selayaknya dibalas dengan, seakan-
Maziah, editor). Semarang: Fasindo Press: 2012 akan birokrasi pemerintahan hanyalah

5
melayani kepentingan daerah saja, bahkan Kebijakan otonomi daerah yang kini
tidak lagi menjadi perantara kepentingan marak di sejumlah penjuru negeri ini, justru
masyarakat dan kepentingan negara, atau menjadi penghambat cita-cita menerapkan
mesin penghubung kepentingan daerah dan konsep integrasi nasional. Cita-cita
kepentingan nasional. Kalau penyempitan menerapkan konsep integrasi nasional akan
fungsi birokrasi ini terjadi maka bukan saja terwujud, manakala sekelompok anggota
politik nasional menghadapi resiko politik masyarakat bersedia menerobos identitasnya
yang didasarkan pada identitas, tetapi juga dan mengambil jarak dari segala kepentingan
birokrasi.6 yang selama ini dianggap membentuk watak
Berdasarkan sejumlah gambaran dirinya atau watak kelompoknya. Dengan
tersebut, konsep tentang integrasi nasional demikian ia meninggalkan identitasnya, yang
menjadi penting untuk dijadikan strategi kemudian membuka kemungkinan untuk
kebudayaan bagi bangsa Indonesia yang pembentukan integrasi yang lebih luas.
telah berusia lebih dari enam dasa warsa ini.
Strategi kebudayaan dalam hal ini mengacu
pada kekuatan budaya yang bertolak pada DAFTAR PUSTAKA
kedekatan dan pandangan hidup pelaku
kebudayaan dalam kaitannya dengan +DWWD 0HXWLD )DULGD ³.HEXGD\DDQ
kompleksitas kebudayaan yang dianut. Nasional Indonesia: Penataan Pola
Dengan demikian, mengembangkan konsep 3LNLU´ GDODP Kongres Kebudayaan
integrasi nasional sebagai strategi V di Bukittinggi, 19-22 Oktober
kebudayaan Indonesia pada dasarnya
menyatukan visi dan misi di antara sejumlah ,ULDQWR $JXV 0DODGL ³.HEXGD\DDQ
kepentingan dan identitas masing-masing ,QGRQHVLD GDQ .LWD +DUL ,QL´ SDGD
anggota masyarakat berlatar belakang acara Roundtable Discussion
kebudayaan yang kompleks. WHQWDQJ ³ 3HQJXDWDQ 6WUDWHJL
Kebudayaan yang Berbasiskan
D. Penutup Nilai-nilai Kemajemukan Untuk
Merujuk sejumlah deskripsi yang Memperkokoh Rasa Kesatuan dan
telah diuraikan pada pembahasan terdahulu Persatuan Bangsa Dalam Rangka
maka dapat dikatakan bahwa integrasi 3HPEDQJXQDQ 1DVLRQDO´ \DQJ
nasional adalah jalan keluar untuk diselenggarakan Ditjiansosbud
menghadapi yang hingga saat ini masih Lemhanas RI, tanggal 2 September
terus-menerus melanda Indonesia. Konflik di Jakarta.
antar-etnik, konflik antar-daerah, konflik
antar-agama, konflik antar-partai politik, ,ULDQWR $JXV 0DODGL ³0HGLD GDQ
konflik antar-pelajar, serta sejumlah konflik *OREDOLVDVL´ SDGD DFDUD ³/RNDNDU\D
kepentingan lain semestinya tidak perlu Multikulturalisme dan Integrasi
terjadi kalau masing-masing pelaku konflik %DQJVD´ GL Kusuma Sahid Price
menyadari bahwa pluralitas bangsa Hotel Solo, yang diselenggarakan
Indonesia sudah menjadi sebuah Staf Ahli Menteri Bidang
keniscayaan. Multikultural Kementraian
Kebudayaan dan Pariwisata RI pada
tangal 5 Mei
6
Pendapat ini pernah diungkapkan Agus Maladi Irianto
pada Seminar NasioQDO ³3HQJXDWDQ 3LODU-pilar Berbangsa ,ULDQWR $JXV 0DODGL ³5HVLVWHQVL
dan Bernegara Sebagai Kesiapan Eksistensi Menuju Kebudayaan Lokal Terhadap
.HMD\DDQ 0DVD 'HSDQ ,QGRQHVLD´ \DQJ GLVHOHQJJDUDNDQ +HJHPRQL *OREDO´ SDGD 3URVLGLQJ
Fakultas Ilmu Budaya bekerja sama dengan Deputi Bidang
Politik Sekretariat Wakil Presiden RI, di Hotel Dafam Seminar Nasional Menggali
Semarang, tanggal 29 September 2012. Kearifan Lokal di Indonesia (Sisi

6
Maziah, editor). Semarang: Fasindo
Press: 2012
,ULDQWR $JXV 0DODGL ³6HPDQJDW
Multikultural, Meredam Strategi
%DODV 'HQGDP´ SDGD 6HPLQDU
1DVLRQDO ³3HQJXDWDQ 3LODU-pilar
Berbangsa dan Bernegara Sebagai
Kesiapan Eksistensi Menuju
.HMD\DDQ 0DVD 'HSDQ ,QGRQHVLD´
yang diselenggarakan Fakultas Ilmu
Budaya bekerja sama dengan
Deputi Bidang Politik Sekretariat
Wakil Presiden RI, di Hotel Dafam
Semarang, tanggal 29 September

.OHGHQ ,JQDV ³,GHQWLWDV dan


,QWHJUDVL´ GDODP Kongres
Kebudayaan V di Bukittinggi, 19-
22 Oktober

7
8
9

Anda mungkin juga menyukai