Oleh
Drs. Hambali, M.Si
*Dosen PPKn FKIP Universitas Budi Utomo Malang
ABSTRAK
Bertolak dari berbagai persoalan yang melanda bangsa dan negara, krisis
multidimensional yang berimbas pada krisis sikap moral, prilaku, serta karakter dan kepribadian
manusia Indonesia. Di samping berbagai persoalan bangsa dan negara, seperti konflik horizontal
antar komunitas dalam masyarakat, konflik vertikal antar daerah dengan pusat (gerakan sparatis
daerah), bahkan sampai pada konflik/sentiment batas wilayah dengan negara tetangga, serta
ancaman idiologi-isme dan intervensi negara lain terhadap kedaulatan NKRI. Semua persoalan di
atas penyelesaiannya menjadi tanggung jawab pemerintah dan warganegaranya. Dengan
demikian Pembelajaran PKn menjadi semakin strategis dan penting untuk membentuk
kepribadian yang berwawasan NKRI. Dalam upaya membangun bangsa dan negara yang
berkepribadian, memiliki watak kebangsaan serta memiliki kecintaan terhadap tanah air,
disinilah peran strategis pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) yang harus dilakukan
secara tri-pusat (yakni; pendidikan di sekolah, keluarga, dan masyarakat) menjadi semakin
penting dan mendesak.
Makna “bangsa” (nation) adalah suatu kehidupan tanpa pedoman dan tanpa
nyawa, suatu azas akal, yang terjadi dari orientasi yang tegas, yang harus
dua hal: pertama-tama rakyat itu dulunya disadarkan. Sikap dan prilaku
harus bersama-sama menjalani satu diistilahkannya sebagai “mentalitas” di
riwayat; kedua, rakyat itu sekarang harus antaranya; (1) sifat mentalitas yang
mempunyai kemauan, keinginan hidup meremehkan mutu, (2) sifat mentalitas
menjadi satu. Bukannya jenis (ras), yang suka menerabas, (3) sifat tak
bukannya bahasa, bukannya agama, percaya pada diri sendiri, (4) sifat tak
bukannya persamaan butuh, bukannya berdisiplin murni, dan (5) sifat dan
pula batas-batas negeri yang menjadikan mentalitas yang suka mengabaikan
‘bangsa’ itu (Ernest Renan dalam tanggung jawab yang kokoh.
Soekarno, 1964: 3). Sedangkan makna Dalam rangka memperkokoh
“nasionalisme” Sukarno mengatakan kepribadian dan jatidiri bangsa,
adalah suatu itikad; suatu keinsyafan mencermati pidato Perdana Menteri
rakyat, bahwa rakyat itu ada satu Malaysia di hadapan parlemennya akhir
golongan, satu “bangsa”. Maret 2006, Abdullah Ahmad Badawi
Pengertian watak bangsa (nation ketika memaparkan misi program 9th
character) meliputi: (1) kepribadian Malaysia Plan (9MP) menyatakan;
bangsa, (2) karakter bangsa, dan (3) bahwa salah satu faktor menjadi negara
jatidiri bangsa, secara umum ketiganya maju adalah kapabilitas dan karakter
diartikan sebagai totalitas sikap dan rakyatnya, dan Malaysia perlu
prilaku. Namun dalam pembicaraan yang mengadopsi pendekatan menyeluruh
lebih terarah dapat dibedakan satu dengan terhadap sumberdaya manusia, tidak
lainnya. Pemaknaan kepribadian (person) hanya pengetahuan dan keterampilan, tapi
seseorang selalu diidentikkan dengan ciri- juga etika, cara berpikir, yang progresif
ciri kerohanian yang melekat pada diri dan kesadaran budaya (dalam Jawa Pos, 1
pribadi bersifat khas dan khusus yang April 2006: 14).
dapat membedakan seseorang dengan
orang lain. Kepribadian atau personality G. PEMBELAJARAN PENDIDIKAN
adalah totalitas potensi yang melekat pada KEWARGANEGARAAN
setiap orang sebagai faktor pengakuan Pembangunan sebuah negara tidak
(pelebelan) yang diberikan seseorang selalu berorientasi dan mengejar
kepada orang lain. kemajuan pada aspek ilmu pengetahuan
Membangun bangsa bermartabat dan teknologi (Iptek) belaka, namun tak
dibutuhkan sikap dan prilaku sebagai kalah pentingnya bahwa pembangunan
suatu sifat yang kuat dan sungguh- dan pembinaan pada aspek sumber daya
sungguh (komitmen) sebagai gejala jati manusia (SDM). Dengan pembangunan
diri bangsa. Guna membangkitkan SDM yang berkualitas, diharapkan
karakter bangsa Koentjaraningrat (1994: mampu menciptakan dana mengelola
45) melihat kemunduran-kemunduran kecanggihan Iptek. Dalam rangka
sikap dan prilaku sebagian besar orang membentuk kepribadian dan karakter
Indonesia yang bersumber pada manusia Indonesia (kualitas SDM) yang
berlandaskan nilai-nilai luhur dan falsafah tanya jawab, (3) metode diskusi, (4)
bangsa Pancasila, dalam hal ini metode bermain peran, (5) metode
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) inquiri, (6) metode pemberian tugas, (7)
memiliki peran strategis. Terdapat dua metode sosiodrama, dan (8) metode
metode/pendekatan pembelajaran PKn, simulasi. Tentang metode pengajaran
(1) secara instruksional dilakukan dengan nama yang lebih pas dan sesuai untuk
metode-metode yang lazim di lingkungan diterapkan kepada subyek didik/siswa,
sekolah, (2) dan pembelajaran dan sangat tergantung kepada: (1) tingkat
pendekatan khusus dalam PKn. jenjang sekolah, dan usia subyek didik,
Mencermati obyek yang dibahas dan (2) obyek/topik materi yang akan
dalam Pendidikan Kewarganegaraan, dibahas, (3) menuntut keterampilan
bahwa pada jenjang Pendidikan Tinggi, pengajar (guru) kompetensi
materi dan obyek pembahasan PKn profesionalitas yang dimilikinya.
mencakup; (1) Pengantar PKn (mencakup Terdapat beberapa metode, model,
hak dan kewajiban warganegara; dan pendekatan khusus yang perlu
pendidikan pendahuluan bela negara; dikembangkan dalam pembelajaran PKn,
Demokrasi Indonesia; Hak Asasi di antaranya:
Manusia); (2) Wawasan Nusantara; (3) Skenario Proses dan Kapabelitas Guru
Ketahanan Nasional, dan (4) Politik dan Secara administratif,
Strategi nasional. Pada jenjang sekolah Satpel/SAP/Program Pengajaran
dasar, obyek pembahasan PKn lebih dianggap sebagai struktur dan runtut dari
menekankan pada aspek-aspek proses awal sampai akhir pengajaran.
pembelajaran sosial. Memperhatikan Dalam proses pembelajaran PKn akan
obyek yang dibahas dalam PKn, strategi lebih menarik dan menuntut peran
pembelajaran dan pengajaran PKn dapat pengajar sebagai “sutradara”, menyusun
dilaksanakan dengan berbagai metode skenario, sekaligus sebagai aktor. Dengan
dan pendekatan. kata lain menuntut integritas dan
Metode pembelajaran merupakan penghayatan bagi pengajarnya.
beberapa cara dan atau pendekatan yang Sumber Belajar
dilakukan oleh guru secara terpadu dan Sumber belajar dalam PKn
terorganisir dalam menyampaikan dewasa ini tidak mutlak dari guru tetapi
materi/bahasan yang diajarkan kepada subyek didik diarahkan kepada sumber
subyek didik atau pembelajar. Metode belajar yang lain, terutama terkait dengan
pengajaran (pembelajaran) menurut pemanfaatan teknologi informasi dan
Surachmad, Winarno (tanpa tahun) pemberitaan seperti media cetak (jurnal,
merupakan cara yang diberikan guru koran, dan majalah), bahkan penggunaan
kepada siswa dengan efektif, efisien, dan internet (misalnya berkaitan dengan
mudah ditangkap, dimengerti oleh siswa materi/ topik HAM, terhadap informasi
untuk mencapai keberhasilan. Dalam peristiwa aktual pelanggaran HAM,
pengajaran PPKn di sekolah terdapat badan nasional/internasional yang
beberapa metode yang digunakan, antara mengurus tentang HAM), hal ini jelas
lain: (1) metode ceramah, (2) metode membutuhkan anggaran dan biaya tinggi.