Abstrak
Artikel ini berbicara tentang identitas seorang subjek yang diyakini terbangun dan atau
terbentuk dari sebuah budaya. Hal itu jelas demikian, karena budaya di mana individu itu
hidup, telah turut membentuk identitasnya. Tujuan penulisan artikel ini adalah berupaya
untuk memberi sebuah pilihan baru dalam membangun identitas, yang mana penulis
berangkat dari konteks di Minahasa, yang terkenal dengan konsep maesa-esaan, yang
mana hal itu juga telah muncul dalam pembelajaran sebuah kesenian seperti musik
kolintang atau jenis seni lainnya. Sementara metode yang digunakan adalah deskriptif
analitis, dengan titik berangkatnya adalah konsep identitas yang jelas, kemudian paparan
tentang budaya dari berbagai perspektif, dan bagaimana ketersilangan antara identitas dan
budaya itu. Dengan metode dalam artikel ini, penulis ikut menegaskan bahwa budaya bisa
saja merubah identitas seseorang, karena budaya yang selalu ada dalam jalur peradaban
yang selalu berubah dan beraneka ragam itu. Penulis meyakini bahwa melalui pendidikan,
identitas dapat dibangun, terutama pendidikan budaya yang terjadi di lingkungan
pendidikan di sekolah. Sampel yang penulis ambil adalah Minahasa sebagai suku bangsa
di semenanjung Sulawesi Utara. Minahasa adalah suku bangsa yang terus berupaya
mempertahankan kebudayaan, secara khusus kebiasaan-kebiasaan tradisi seperti
pengenalan melalui pendidikan di sekolah yakni musik kolintang, selain itu, ungkapan
petuah si tou timou tumou tou, serta banyak hal lain lagi, terus membangun karakter semua
generasi agar menyadari identitasnya, sehingga setiap individu memiliki kesadaran bahwa
identitas itu penting, identitas itu harus ‘didaku’ oleh setiap individu.
Kata kunci: Identitas, budaya, karakter, pendidikan budaya,
Abstrak
This article talks about the identity of a subject who is believed to be built and or formed
from a culture. This is clearly so, because the culture in which the individual lives has
contributed to shaping his or her identity. The purpose of writing this article is to attempt
to provide a new option in building identity, which the author departs from the context in
Minahasa, which is famous for the concept of maesa-esaan, which has also appeared in the
learning of an art such as kolintang music or other types of art. While the method used is
descriptive analytical, with the starting point being a clear concept of identity, then
exposure to culture from various perspectives, and how the intersection between identity
and culture is. With the method in this article, the author also asserts that culture can
change one's identity, because culture always exists in the path of civilization that is always
changing and diverse. The author believes that through education, identity can be built,
especially cultural education that occurs in the educational environment at school. The
sample that the author takes is Minahasa as an ethnic group in the peninsula of North
Sulawesi. Minahasa is an ethnic group that continues to strive to maintain culture,
specifically traditional customs such as the introduction through education in schools of
kolintang music, in addition, the expression of the advice si tou timou tumou tou, as well
as many other things, continues to build the character of all generations to realize their
identity, so that each individual has the awareness that identity is important, that identity
must be 'claimed' by each individual.
Keyword: Identity, culture, character, cultural education
[31]
Vol 4, No. 1, April 2023 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923
Minahasa akan sangat membantu dalam individu dan kelompok tertentu, dalam
upaya perwujudan identitas yang hubungan sosial dengan individu dan
sesungguhnya, yang sangat kental kelompok yang lain. Sementara, identitas
dengan budaya setempat, dan sangat sosial adalah seperangkat makna yang
Indonesia. diatributkan sang subjek pada dirinya
sendiri. sekaligus posisi epistemis yang
METODE PENELITIAN memungkinkan seorang individu untuk
Dalam memaparkan artikel ini, menentukan 'siapa dirinya’ dalam
penulis menggunakan metode deskriptif struktur sosial tertentu.” (Fearon, 1999: 4,
analitis, dengan diawali uraian tentang 5).
konsep identitas yang jelas, kemudian
paparan tentang budaya, dari berbagai
perspektif, selanjutnya dipaparkan
ketersilangan antara identitas dan
budaya itu, ke dalam sebuah realitas
terkini. Dari sini, upaya untuk
memahami sebuah identitas dan budaya
akan bisa bermuara kepada upaya untuk
menanamkan kecintaan pada budaya
setiap individu, yang pada saat yang
sama, membentuk identitasnya.
Setelah uraian itu, penulis akan Gambar 1. Ilustrasi Identitas Budaya
menganalisis fakta yang ada, kemudian Sumber: https://www.dictio.id/t/apa-
memberi sebuah kajian kritis atas praktek yang-dimaksud-dengan-identitas-
berbudaya yang lekat dengan identitas. budaya/10763/2
Dari analisis ini, kemudian dipaparkan
sebuah konsep identitas budaya Konsep ini mengacu pada
Minahasa yang tidak mutlak mengarah pengertian yang dimiliki seorang
kepada sikap ekstrim, tetapi terbuka individu tentang siapa dirinya dan apa
kepada budaya yang lebih luas. yang paling penting mengenai dirinya.
Sumber-sumber identitas yang penting
HASIL DAN PEMBAHASAN. mencakup nasionalitas, etnisitas,
APA ITU IDENTITAS? seksualitas (homoseksual, heteroseksual,
Bingai atau kerangka dalam biseksual), gender dan bahkan kelas
menjelaskan tentang identitas pada sosial. Namun demikian, individu-lah
bagian ini, penulis awali dengan arti yang memiliki identitas. Di saat yang
dasar dari sebuah identitas. Identitas sama, konsep ini amat berkaitan dengan
adalah "konsep orang tentang siapa kelompok sosial, tempat di mana
mereka, tentang orang macam apa individu menjadi bagiannya dan menjadi
mereka, dan bagaimana mereka dasar rujukan identifikasinya. Dari hal
berhubungan dengan orang lain. demikian pantas kita catat bahwa, tidak
Identitas juga mengacu pada cara selalu terjadi kesetaraan yang sempurna
[32]
Membangun Identitas Budaya,…(Ignatius Rolly Cun Rorah,dkk, Hal. 30-40)
[33]
Vol 4, No. 1, April 2023 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923
hal yang natural, banyak yang kembali ke kehidupan yang damai berdampingan satu
kesadaran berbudaya, untuk kemudian sama lain dalam satu lingkungan sosial.
belajar dari budaya itu, bisa turut Praktek kehidupan dalam budaya
meringkankan dan selanjutnya bisa Minahasa, tampak melalui praktek ‘saling
membantuk orang-orang di sekitar. menghidupkan’, sejalan dengan jargon
Loho melanjutkan dalam ‘senasib-sepenanggungan’. Adapun
refleksinya itu bahwa di Minahasa, contoh konkretnya adalah ketika ada
kehidupan yang sedemikian keluarga yang terpapar covid 19 dan
memprihatinkan itu, justru ajakan-ajakan mengharuskan mereka tidak keluar rumah
yang bernilai luhur terus digaungkan. dan berdiam dalam lingkungan sendiri,
Pemerintah, komunitas, bahkan demi meminimalisir penyebaran wabah
kelompok-kelompok yang berkecimpung ini, keluarga lain/tetangga mereka secara
dalam dunia kebudayaan, terus mengajak bergantian datang berbagi makanan dan
untuk menumbuhkan sikap yang tetap kebutuhan lainnya, untuk turut
peduli kepada sesama, dengan berpijak meringankan keluarga yang terpapar
dari semangat/spirit yang dibangun oleh covid 19 itu. Peran dari keluarga/tetangga
Sam Ratulangi yakni, ‘si tou timou tumou tentu sesuai dengan standar prosedur
tou’ (Orang hidup untuk menghidupkan pelayanan kepada pasien covid, karena
orang lain). Hal ini menunjukkan sebuah mereka harus bekerjasama dengan satgas
kekuatan untuk bergerak bersama covid yang ditugaskan.
meminimalisir penyebaran virus, bertahan Perhatian keluarga lain dalam hal
dan tetap hidup dengan semangat peduli ini, tentu muncul didasarkan pada rasa
kepada humanitas. Si tou timou tumou tou kemanusiaan, karena ketika tim satgas
memiliki nilai luhur yang menurut hemat covid belum mengunjungi, keluarga yang
penulis, adalah jati diri orang Minahasa dalam isolasi mandiri itu, tetap
yang diajarkan oleh Sam Ratulangi. mendapatkan pelayanan awal melalui
Berdasarkan fakta di atas, muncul pembagian bantuan seperti makanan, yang
pertanyaan yang sangat mendasar yakni: dilakukan dengan cara bantuan diantar
Bagaimana manusia bisa hidup untuk dan diletakkan di bagian depan
menghidupkan orang lain? Sejalan dengan rumah/gerbang, setelah sebelumnya telah
pertanyaan ini: Apakah mungkin manusia mengkomunikasikan kepada keluarga itu
hidup untuk menghidupkan orang lain, melalui pesan SMS atau whatsapp, sehingga
mengingat bahwa diri mereka belum bisa tidak ada kontak langsung. Praktek
‘dihidupkannya’? Jawaban atas dua sederhana ini, menurut hemat penulis
pertanyaan yang berbanding terbalik itu, adalah wujud rasa kemanusiaan, yang atas
memiliki pengertian yang sangat luas. cara tertentu, disemangati oleh semangat si
Kendati begitu, jika berpijak pada situasi tou tumou tou.
kini, manusia bisa menghidupkan orang
lain, melalui wujud membantu orang lain,
peduli terhadap sesama, serta berperan
sekecil apapun untuk tetap mewujudkan
[34]
Membangun Identitas Budaya,…(Ignatius Rolly Cun Rorah,dkk, Hal. 30-40)
[35]
Vol 4, No. 1, April 2023 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923
[36]
Membangun Identitas Budaya,…(Ignatius Rolly Cun Rorah,dkk, Hal. 30-40)
[37]
Vol 4, No. 1, April 2023 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923
[38]
Membangun Identitas Budaya,…(Ignatius Rolly Cun Rorah,dkk, Hal. 30-40)
[39]
Vol 4, No. 1, April 2023 e-ISSN: 2745-7915
p-ISSN: 2745-7923
[40]