Makalah
Disusun sebagai salah satu syarat untuk memenuhi tugas mata kuliah Kajian Multi Kultural
dalam Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu:
Disusun oleh:
FAKULTAS PASCASARJANA
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan
seseorang tentang ragam kehidupan di dunia ataupun kebijakana kebudayaan yang
menekankan tentang oenerimaan terhadap adanya keragaman, dan berbagai macam
budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat. Istilah multikulturalisme
sebenarnya belum lama menjadi objek pembicaraan dalam berbagai kalangan, namun
dengan cepat berkembang sebagai objek perdebatan yang menarik untuk dikaji dan
didiskusikan.
Konseling sebagai profesi selalu depengaruhi oleh masyarakat dimana itu
dipraktekkan, untuk memahami nuansa konseling perlu bagi seseorang menghargai
konteks sosial yang berlaku (teori dan praktek). Adanya keragaman yang luas ini
khususnya di Indonesia harus menjadi dasar untuk konseling multikultural yang efektif.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian dari Kebudayaan dan Peradaban ?
2. Apa Pengertian dari Konseling Multikultural ?
3. Bagaimana Konseling Multikultural sebagai Paradigma Baru ?
C. Tujuan
1. Mengetahui makna kebudayaan dan perdaban
2. Mengetahui pengertian konseling multikultural
3. Mengetahui makna konseling multikultural sebagai paradigma baru
BAB II
PEMBAHASAN
B. Definisi Multikultural
Multikulturalisme masih sangat relevan untuk didiskusikan seiring dangan Era
Reformasi yang sedang bergulir di Indonesia. Reformasi mengharapkan masyarakat
yang demokratis, mengakui bahwa martabat manusia yang sama, menghormati
perbedaan yang ada dalam masyrakat. Mengingat bahwa keadaan masyarakat Indonesia
adalah masyarakat yang heterogen. Kesadaran penghormatan dan toleransi terhadap
kebaragaman dan perbedaan ini didasarkan pada peristiwa-peristiwa kelam dalam
sejarah di Indonesia. Melihat latar belakang sejarah Indonesia, jika dibandingkan
dengan Amerika yang telah mengembangkan multikulturalisme memiliki perbedaan.
Membincang persoalan tentang multikulturalisme bukan hanya toleransi moral mupun
kebersamaan pasif semata, melainkan kesediaan untuk melindungi dan mengakui
kesetaraan dan rasa persaudaraan diantara sesama manusia, terlepas dari perbedaan
asal-usul etnis, keyakinan, kepercayaan dan agama yang dianut. Multikulturalisme
memandang identitas yang tidak pernah tunggal. Hal ini dapat dicontohkan dalam
kehidupan sehari-hari, dalam diri seseorang terdapat identitas kebangsaan.
Lahirnya paham multikulturalisme berlatar belakang kebutuhan akan pengakuan (the
need of recognition) terhadap kemajemukan budaya, yang menjadi realitas sehari-hari
banyak bangsa, termasuk Indonesia(Irhandayaningsih, 2013, hlm. 5). Oleh karena itu,
sejak semula multikulturalisme harus disadari sebagai suatu ideologi, menjadi alat atau
wahana untuk meningkatkan penghargaan atas kesetaraan semua manusia dan
kemanusiaannya yang secara operasional mewujud melalui pranatapranata sosialnya,
yakni budaya sebagai pemandu kehidupan sekelompok manusia sehari-hari.
Dalam konteks ini, multikulturalisme adalah konsep yang melegitimasi
keanekaragaman budaya. Kita melihat kuatnya prinsip kesetaraan (egality) dan prinsip
pengakuan (recognition) pada berbagai definisi multikulturalisme: Multikulturalisme
pada dasarnya adalah pandangan dunia yang kemudian dapat diterjemahkan dalam
berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap realitas
keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme dapat juga dipahami sebagai pandangan dunia yang kemudian
diwujudkan dalam kesadaran politik (Azyumardi Azra, 2007). Masyarakat
multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas
budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai
dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan
(Parekh, 1997 yang dikutip dari Azra, 2007). Multikulturalisme mencakup suatu
pemahaman, penghargaan serta penilaian atas budaya seseorang, serta suatu
penghormatan dan keingintahuan tentang budaya etnis orang lain (Lawrence Blum,
dikutip Lubis, 2006:174), sebuah ideologi yang mengakui dan mengagungkan
perbedaan dalam kesederajatan baik secara individual maupun secara kebudayaan
(Suparlan, 2002, merangkum Fay 2006, Jari dan Jary 1991, Watson 2000).
Multikulturalisme mencakup gagasan, cara pandang, kebijakan, penyikapan dan
tindakan, oleh masyarakat suatu negara, yang majemuk dari segi etnis, budaya, agama
dan sebagainya, namun mempunyai cita-cita untuk mengembangkan semangat
kebangsaan yang sama dan mempunyai kebanggan untuk mempertahankan
kemajemukan tersebut (A. Rifai Harahap, 2007, mengutip M. Atho‘ Muzhar).
Peradaban atau kebudayaan manusia tidak bisa dilepaskan dan diawali oleh perubahan yang
terjadi dalam sistem pemikiran, epistemologi, kepercayaan dan nilai-nilai instrinsik lainnya,
sehingga akhirnya memunculkan suatu peradaban dan kebudayaan tertentu pada suatu
masyarakat atau bangsa. Multikulturalisme adalah pandangan dunia yang dapat
diterjemahkan dalam berbagai kebijakan kebudayaan yang menekankan penerimaan terhadap
realitas keagamaan, pluralitas, dan multikultural yang terdapat dalam kehidupan masyarakat.
Multikulturalisme merupakan pandangan dunia yang diwujudkan dalam kesadaran politik.
Masyarakat multikultural adalah suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam
komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai
dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan. Ide-ide
baru tentang konseling individu dari kelompok-kelompok yang berbeda telah muncul
Paradigma konseling multikultural baru telah muncul. Paradigma ini didasarkan pada
pertimbangan keragaman dari perspektif multifaset. Tidak lagi bisa konseling multikultural
difokuskan secara eksklusif pada konsep ras dan etnis, melainkan harus mempertimbangkan
isu-isu yang lebih luas dari keanekaragaman. Dalam paradigma baru, konseling multikultural
diperluas melampaui pengertian tentang ras dan etnis untuk memasukkan aspek-aspek
penting lain dari keragaman budaya, seperti orientasi seksual, kecacatan, dan kerugian sosial
ekonomi. Mengingat urgensinya peran budaya dalam proses konseling upaya
memaksimalkan konseling, maka konselor perlu memahami bahwa bantuan atau intervensi
yang berwawasan lintas budaya dalam konseling adalah bantuan yang didasarkan atas
nilai/keyakinan, moral, sikap dan perilaku individu sebagai refleksi masyarakatnya, dan tidak
semata-mata mendasarkan teori belaka dengan anggapan bahwa pendekatan terapi yang sama
bisa secara efektif diterapkan pada semua klien dari berbagai budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Albert Hourani. 1970. Islam Dalam Pandangan Eropa, Terj. Imam Baihaqi & Ahmad
Baidlowi. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar).
Corey, G. 1991. Theory and Practice of Group Counseling. (California: Brooks/ Cole
Publishing Company)
Samuel P. Huntington. 1996. Benturan Antar Peradaban, Masa Depan Politik Dunia,
dalam: M. Nasir Tamara & Elza Peldi Taher (ed.), (Jakarta: Paramadina).
Yusuf Qardawi. 2001. Kebudayaan Islam: Eksklusif atau Inklusif, terj. Jasiman (Solo:
Era Intermedia).
Ziauddin Sardar & Merryl Wyn Davies (ed.). 1989. Wajah-Wajah Islam, terj. A.E.
Priono dan Ade Armando, (Bandung: Mizan).
Ziauddin Sardar. 1985. Masa Depan Peradaban Islam. Alih Bahasa: Mochtar Zoerni
& Ach. Hafas Sn. (Surabaya: Bina Ilmu).