Anda di halaman 1dari 6

Eksistensi dan Streotip Etnis Tionghoa...

(Amelia Suryaningtyas & RetnaningdyahWeningtyastuti)

3
EKSISTENSI DAN STREOTIP ETNIS TIONGHOA DALAM KEHIDUPAN
SOSIAL MASYARAKAT

EXISTENCE AND STEREOTYPE OF CHINESE IN THE LIFE OF


COMMUNITY SOCIAL

Amelia Suryaningtyas
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial. KementerianSosial RI
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1 Sonosewu , Kasihan Bantul Yogyakarta
Email: Amelia.Suryaningtyas@gmail.com, No Hp: 082111930360.
RetnaningdyahWeningtyastuti
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial. KementerianSosial
Jl. Kesejahteraan Sosial No 1 Sonosewu , Kasihan Bantul Yogyakarta
Email: de.violetta@gmail.com, No Hp: 081227064977.
Naskahditerima 9 September 2018, direvisi 12Oktober 2018, disetujui24 November 2018

Abstract

This study focuses on the social life of Chinese ethnic or our society often refers to them as Tionghoa. Chinese
ethnicity from antiquity was known as a rich and respectful ethnic group (stereotype). During the New Order period
their existence became more exclusive, thus fostering social jealousy in community life. This has an impact on the
existence of those who are not yet considered as part of the Indonesian nation. This paper will discuss about the
existence and stereotypes of Chinese ethnicity in the social life of the community ?. The aim is to find out how the
existing and stereotypes of ethnic Chinese in the social life of the community. This paper uses secondary research
methods, namely research that utilizes secondary data, existing data. Secondary data can be in the form of research
data, but also in the form of institutional administrative documentary data. It is hoped that by knowing the existence
and stereotypes, being able to make a difference in society does not cause conflicts.

Keyword: exsistance, Stereotype, Chinese.

Abstrak

Penelitian ini berfokus pada kehidupan social etnis Tionghoa atau masyarakat kita sering menyebut mereka
dengan Cina. Etnis Tionghoa dari jaman dahulu dikenal sebagai etnis yang kaya dan terhormat (stereotype). Pada
masa Orde Baru semakin eksklusif keberadaan mereka, sehingga menumbuhkan kecemburuan-kecemburuan sosial
di dalam hidup bermasyarakat. Hal tersebut berdampak pada eksistensi mereka yang belum begitu dianggap sebagai
bagian dari bangsa Indonesia. Tulisan ini akan membahas tentang bagaimana eksistensi dan stereotip etnis tionghoa
dalam kehidupan sosial masyarakat?. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana eksistensi dan stereotip yang ada
terhadap etnis Tionghoa dalam kehidupan sosial masyarakat.Tulisan ini menggunakan metode penelitian sekunder,
yaitu penelitian yang memanfaatkan data sekunder, data yang sudahada. Data sekunder itu dapat berupa data hasil
penelitian, dapat pula berupa data dokumenter administratif kelembagaan.Diharapkan dengan diketahuinya eksistensi
dan stereotip tersebut, dapat membuat perbedaan dalam bermasyarakat tidak menimbulkan konflik-konflik.

Kata Kunci: Eksistensi, Stereotip, EtnisTionghoa.

A. PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara majemuk yang memiliki keanekaragaman ras, agama, jenis
kelamin, golongan dan suku. Walaupun memiliki keanekaragaman, tetapi indonesia memiliki
semboyan Bhinneka Tunggal Ika, yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu. Ras dan suku bangsa

235
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 42, No. 3, Desember 2018, 235-240

yang ada di Indonesia tersebar dari Sabang data sekunder. Penelitian ini bersifat deksriptif
sampai Merauke. yang menerapkan pendekatan kualitatif.
Etnis dan suku bangsa yang ada di Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan
Indonesia salah satunya adalah Tionghoa. cara studi dokumentasi, baik yang berupa buku
Populasi Tionghoa di Indonesia berdasarkan atau sumber-sumber internet. Selanjutnya
sensus penduduk tahun 2010 sebanyak 1,20% dilakukan penyuntingan terhadap data yang
dari jumlah penduduk Indonesia. (https://www. telah didapatkan sebelumnya lalu di kroscek
tionghoa.info/berapa-jumlah-populasi-etnis- dan dihasilkan validitas data. Kemudian dalam
tionghoa-di-indonesia/diakses 20 November penyajiannya, data diubah ke dalam kalimat-
2018). Dari data sensus penduduk tersebut kalimat bermakna yang disusun secara
terlihat bahwa mayoritas etnis Tionghoa tinggal sistematis, baik sebagai hasil analisis maupun
di perkotaan. Lima besar provinsi dengan intepretasi berdasarkan konsep-konsep yang
populasi tionghoa terbanyak adalah DKI Jakarta, sesuai dengan tulisan tersebut.
Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Jawa Barat
dan Jawa Timur. C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Etnis Tionghoa sudah ada di Indonesia Etnis Tionghoa merupakan salah satu
sejak sebelum Indonesia merdeka. Kehadiran etnis di Indonesia yang leluhurnya berasal dari
mereka ikut memberikan warna dalam kehidupan Tiongkok (Cina). Menurut H.Kuswandi dan
berbangsa di Indonesia. Pembagian kelas yang Aceu Masruroh (2013:135) Etnis Cina adalah
dilakukan pada masa Belanda, dan dipilihnya migrasi Cina dan keturunannya yang tinggal
beberapa orang Tionghoa sebagai kaki tangan dalam ruang lingkup budaya Indonesia dan
tidak tergantung dari kewarganegaraan, bahasa
Belanda, label ekslusif serta adanya kemudahan
yang melingkupi budaya Cina, mereka yang
yang diberikan oleh pemerintah pada masa Orde
memandang Cina dirinya sendiri atau dianggap
baru menyebabkan timbulnya kecemburuan
demikian oleh lingkungannya.
dan kebencian terhadap masyarakat Tionghoa. Leluhur Tionghoa-Indonesia berimigrasi
( h t t p s : / / w w w. a c a d e m i a . e d u / 2 6 9 11 3 1 8 / secara bergelombang sejak ribuan tahun
EKSISTENSI_MASYARAKAT_TIONGHOA_ yang lalu melalui kegiatan perniagaan, Migrasi
TERHADAP_KEHIDUPAN_BERBANGSA_ tersebut terbagi dalam 3 gelombang (Moh
DAN_BERNEGARA_DI_INDONESIA/diakses Sa’dun M; 1999). Gelombang pertama terjadi
20 November 2018) pada abad XIV dalam jumlah yang cukup
Banyaknya stereotip dan prasangka besar. Terdiri dari pelaut, beragama Islam dan
tentang Tionghoa serta eksistensi mereka di berasal dari Yunan yang merupakan provinsi
dalam masyarakat yang belum begitu dianggap di Selatan Cina. Mereka menetap di kota-kota
dan diakui sebagai bagian dari bangsa Indonesia. pantai dan menikah dengan wanita setempat.
Berdasarkan hal tersebut maka perlu dikaji lebih Kehidupan kaum Cina muslim tersebut menjalani
pembauran penuh dengan penduduk pribumi.
lanjut menegenai permasalahan tersebut.
Gelombang kedua migrasi terjadi pada
Tulisan ini akan membahas tentang
abad ke XVII, bersamaan dengan datangnya
bagaimana eksistensi dan stereotip etnis
orang belanda dan portugis. Migrasi terjadi
tionghoa dalam kehidupan sosial masyarakat?. ketika terjadi pergantian dinasti di Cina, yaitu
Tujuannya untuk mengetahui bagaimana Dinasti Ming yang diruntuhkan oleh Dinasti
eksistensi dan stereotip yang ada terhadap etnis Qing. Terjadi kekacauan, perang dan bencana
Tionghoa dalam kehidupan sosial masyarakat. kelaparan yang melanda negara tersebut.
Migrasi pertama lebih bersifat sukarela, kali ini
B. METODE kedatangan mereka untuk menghindari daerah
Penelitian ini merupakan studi tentang daerah bergolak. Rombongan orang Cina
eksistensi dan stereotip Etnis Tionghoa dalam datang bersama keluarga dan agama mereka.
kehidupan sosial masyarakat. Data yang Para kaum migran itu, di dalam lingkungan
digunakan dalam penelitian ini merupakan yang asing dan dengan pengaruh ajaran

236
Eksistensi dan Streotip Etnis Tionghoa... (Amelia Suryaningtyas & RetnaningdyahWeningtyastuti)

leluhur mereka menjadikan mereka ekslusif. Setelah Indonesia merdeka pada masa
Sehingga tidak terjadi pembauran seperti pada pemerintahan Presiden Soekarno orang
gelombang petama. Tionghoa yang lahir di Indonesia dibebaskan
Migrasi ketiga dalam jumlah besar untuk memilih kewarganegaraannya. Mereka
terulang kembali pada tahun 1911 sampai dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia
menjelang perang dunia ke II. Penyebab migrasi secara otomatis, atau memutuskan status mereka
dikarenakan kemelut yang berlangsung di Cina sebagai warga negara Cina dengan secara resmi
daratan ketika pecah revolusi kaum nasionalis menolak kewarganegaraan Indonesia dalam
yang meruntuhkan Dinasti Qing. Selain itu waktu dua tahun. Sebagian besar dari mereka
pemerintahan Hindia Belanda membutuhkan adalah Tionghoa yang lahir di Cina yang disebut
tenaga buruh kasar. Orang-orang Tionghoa totok. Sedangkan orang Tionghoa yang lahir
yang datang belakangan pada awal abad ke di Indonesia adalah peranakan yang memilih
20 ini bukan pelaut dan pedagang. Mereka kuli kewarganegaraan Indonesia. Orang Tionghoa
kontrak yang berniat memperbaiki nasib. yang lahir di Indonesia dan tidak menolak
Pada awal abad ke 20 dikeluarkan kewarganegaraan Indonesia, tetapi juga tidak
kebijakan yang mempertegas garis batas antara memilih kewarganegaraan Cina mempunyai
orang Tionghoa dan Pribumi oleh Gubernur dua kewarganegaraan. Hal itu terjadi karena
Hindia Belanda. Orang Cina, bersama dengan perjanjian yang dilakukan pemerintah Indonesia
orang Asia lainnya, kecuali orang Jepang dengan Cina. Dilema kewarganegaraan ini
dikategorikan sebaga “warga timur asing”. menimbulkan dampak yang tidak diharapkan,
Diatasnya ada warga Eropa dan dibawahnya digunakan istilah orang asing Tionghoa untuk
adalah Bumi putera sebagai warga negara kelas membedakan Tionghoa dengan pribumi
tiga. Orang Jepang dan Belanda sebagai negara setiap kali mereka membutuhkan surat izin
kelas satu, sederajat dengan orang Eropa. dari Pemerintah.
Kebijakan ini dirancang untuk memisahkan Sementara itu pada masa pemerintahan
orang Cina dan Pribumi, dan mengadu kedua orde baru terdapat kebijakan asimilasi total bagi
kelompok ini. Pribumi Indonesia membenci orang Tionghoa untuk menghilangkan identitas
membenci orang Tionghoa karena mereka kecinaannya. Susetyo (dalam DP. Susetyo,
diberikan hak khusus dan diangkat sebagai 2012:2) memyimpulkan bahwa kebijakan
perantara dan pemungut pajak untuk bangsa tersebut juga menyisakan trauma bagi Tionghoa,
Belanda (Dawis, 2010). baik akibat berbagai tindakan kekerasan yang
La Botz dalam Dawis, Aimee (Orang dialaminya, juga akibat perlakuan diskriminatif
yang membelenggu gerak hidup masyarakat
Indonesia Tionghoa Mencari Identitas)
Tionghoa. Memilih mempertahankan identitas
menggatakan meskipun ada orang Tionghoa
kecinaan bukan merupakan hal mudah, karena
yang menjadi kaya raya dalam perjalanan waktu, lekat dengan berbagai citra yang kurang
mereka juga membentuk kelompok minoritas menguntungkan dimata orang pribumi maupun
etnik yang rapuh dalam sistem yang dibangun kalangan birokrasi pemerintah. Hal itu dilihat
berdasarkan kekuasaan ras. Kemudian Belanda dari berkembangnya stereotip, prasangka dan
berusaha menekan perkembangan kelas diskriminasi yang makin memperburuk citra
menengah diantara Tionghoa dan kemungkinan Tionghoa dimata etnis Indonesia lainnya (Kapok
persekutuan antara Tionghoa dan bangsawan jadi nonpri warga Tionghoa mencari keadilan:54).
Pelabelan ini menyebabkan pandangan yang
pribumi, akibatnya mereka melakukan
men-generealisasikan semua orang Tionghoa
pembantaian terhadap Tionghoa. Peristiwa
satu kesatuan. Sedangkan Tionghoa yang ada
pembantaian tersebut terjadi pada tahun 1740 di Indonesia terdiri dari berbagai macam suku,
di Batavia dan menewaskan setidaknya 10.000 sperti suku Hokkian, Hakka dan Teochiu yang
Tionghoa. Setelah peristiwa itu semua penduduk mempunyai budaya berbeda-beda. Selain suku
Batavia keturunan Tionghoa dipindahkan ke dan budaya, mereka juga berasal dari wilayah-
suatu pecinan di luar batas Kota Batavia, yang wilayah berbeda di Cina. Perbedaan wilayah
kini menjadi Glodok. daerah asal dan budaya itu menimbulkan
pergolakan antara mereka.

237
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 42, No. 3, Desember 2018, 235-240

Kaum pribumi berpendapat bahwa non- Tionghoa juga selau dikaitkan dalam
pribumi (Tionghoa) pelit, oportunis, hanya bidang ekonomi. Peran mereka di bidang itu
mencari untung, tak patriotis karena terlalu juga menjadi stereotip dikarenakan pembatasan
berorienta di Cina, tak punya komitmen, kaya, peran mereka sejak jaman penjajahan belanda.
eksklusif, tukang makan daging babi dan Mereka dibatasi perannya untuk berkecimpung
sebutan negatif lainnya. di bidang ekonomi. Begitu juga setelah Indonesia
Stereotip menurut kamus besar bahasa
merdeka, pemerintah tidak membiarkan
Indonesia adalah konsepsi mengenai sifat suatu
Tionghoa tersebut untuk menduduki peran lain
golongan berdasarkan prasangka yang subjektif
selain ekonomi. Sampai saat ini pun jarang
dan tidak tepat. Stereotip adalah penilaian
terhadap seseorang hanya berdasarkan persepsi ditemui Tionghoa yang bekerja dibidang lain,
terhadap kelompok dimana orang tersebut walaupun ada tetapi jumlahnya tetap tidak
dapat dikategorikan. Stereotip dapat berupa banyak. Akibat pembatasan dan penggolongan
prasangka positif dan negatif dan kadang- tersebut muncul kesan yang eksklusif dalam
kadang dapat dijadikan alasan untuk melakukan kehidupan sosial masyarakat etnis Tionghoa.
tindakan diskriminasi. Stereotip jarang sekali Selain masalah stereotip yang dibahas
akurat atau bahkan sepenuhnya dikarang- pada penelitian ini, adapula tentang masalah
karang. Hal itu umumnya muncul karena orang- eksistensi Tionghoa dalam kehidupan sosial
orang tidak benar-benar mengenal satu sama masyarakat. Eksistensi menurut Kamus Besar
lain, hanya menerka-nerka dari pengamatannya Bahasa Indonesia (KBBI) adalah keberadaan,
sendiri tanpa dibekali pengetahuan tentang kehadiran yang mengandung unsur bertahan.
masing-masing etnis. Jika etnis-etnis yang ada
Sedangkan menurut Zaenal Abidin Eksistensi
lebih mengenal satu sama lain lebih intens
adalah suatu proses yang dinamis, suatu,
terdapat kemungkinan akan hilangnya stereotip
menjadi atau mengada. Ini sesuai dengan
yang telah terbentuk dengan penemuan bukti-
bukti baru. asal kata eksistensi itu sendiri, yakni exsistere,
Salah satu Stereotip yang men- yang artinya keluar dari, melampaui atau
generalisasikan bahwa semua Tionghoa pelit ini mengatasi. Jadi eksistensi tidak bersifat kaku
paling populer beredar di masyarakat. Walaupun dan terhenti, melainkan lentur atau kenyal dan
kenyataannya tidak sepenuhnya benar, karena mengalami perkembangan atau sebaliknya
banyak juga orang Tionghoa yang peduli kemunduran, tergantung pada kemampuan
dengan masalah-masalah sosial dengan cara dalam mengaktualisasikan potensi-potensinya
membagiakan sebagian uang yang mereka (Abidin Zaenal, 2007).
miliki. Banyak orang Tionghoa yang menyantuni Etnis Tionghoa mempunyai eksistensi yang
orang miskin, serta memberikan beasiswa untuk besar dalam bidang perekonomian di Indonesia.
anak tidak mampu. Seperti ketika hari besar yang Dalam bidang pendidikan perannya sudah
diperingati Tionghoa, di kelenteng-kelenteng ada sejak jaman penjajahan Belanda. Dalam
atau wihara, akan banyak sekali ditemukan kehidupan sosial masyarakat, ada interaksi
pengemis yang menunggu di lingkungan wihara antara Tionghoa dan non-tionghoa. Interaksi
untuk diberi uang atau makanan oleh orang tersebut biasanya terjadi pada sebagai penjual
Tionghoa yang sedang beribadah. Stereotip dan pembeli karena Tionghoa banyak yang
pelit tersebut muncul karena interalsi orang bergerak di perdagangan. Untuk menjalankan
Tionghoa dan non-Tionghoa lebih banyak di perdagangannya perlu interaksi yang baik
bidang perdagangan, dimana Tionghoa sebagai antara penjual dan pembeli. Toko milik Tionghoa
penjual dan non-Tionghoa sebagai pembeli. terdapat dimana-mana, menjadikan hubungan
Sebagai penjual sudah tentu Tionghoa tidak akan simbiosis mutualisme antara Tionghoa dan non-
mau rugi, sehingga menerapkan manajemen Tionghoa. Dari usaha dagang terkecil seperti
keuangan yang ketat. Atas dasar itulah mungkin toko kelontong, hingga mall besar dimiliki oleh
muncul stereotip tersebut. Tionghoa. Biasanya di tiap daerah Pasti ada
Usaha dagang milik Tionghoa yang cukup

238
Eksistensi dan Streotip Etnis Tionghoa... (Amelia Suryaningtyas & RetnaningdyahWeningtyastuti)

lengkap dan besar yang menjadi tumpuan dengan masyarakat sekitar atau non-Tionghoa.
masyarakat sekitarnya dan juga memberikan Hal tersebut diperjelas pada masa pemerintahan
lapangan pekerjaan kepada yang membutuhkan. Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Pada
Eksistensi Tionghoa sebagai pedagang yang masa pemerintahannya tersebut Gus Dur
sukses sudah sangat terkenal. memperjuangkan tentang kewarganegaraan
Eksistensi Tionghoa juga dapat dilihat keturunan Tionghoa di Indonesia. Gus Dur
dalam bidang komunikasi dengan hadirnya mencabut instruksi presiden Nomor 14 Tahun
surat kabar Tionghoa yang terbit sejak tahun 1967 dan mengeluarkan Keputusan Presiden
1910 hingga akhirnya dibredel pada tahun 1965. Nomor 6 Tahun 2000 Pada 17 Januari 2000 yang
Harian ini adalah harian pertama yang yang isinya Semua Orang Tionghoa bisa merayakan
memuat teks lagu kebangsaan Indonesia Raya hari besar mereka seperti imlek secara terbuka.
dan ikut mempelopori penggunaan “Indonesia” Kemudian pada masa pemerintahan Presiden
untuk menggantikan Hindia Belanda. Megawati, peringatan hari raya Imlek mulai
Ada juga kisah tentang Auw Tjoei Lan, diberlakukan sebagai hari libur nasional.
Seorang wanita yang mempunyai jiwa sosial Presiden Megawati menyampaikan penetapan
yang sangat tinggi. Beliau sudah aktif di dalam tersebut saat menghadiri peringatan nasional
kegiatan sosial di Batavia sejak muda. Pada Tahun Baru Imlek 2553 pada 17 Februari 2002.
tahun 1914 beliau mendirikan lembaga sosial Penetapan Imlek sebagai hari libur nasional
yang dinamakan Perkumpulan Hati Suci yang mulai dilakukan sejak tahun 2003.
bertujuan untuk menjunjung tinggi derajat Bagi Orang Tionhoa, Gus Dur dinilai telah
kebangsaan, memajukan pengajaran dan menghapus kekangan, tekanan dan prasangka.
mermbantu ekonomi bumi putra. Kegiatannya Pada masa lalu mereka selalu mendapatkan
adalah memajukan kehidupan perempuan, stigma buruk baik dari Pemerintah, maupun
menyantuni anak yatim, anak terlantar, hingga masyarakat pada umumnya. Dapat Dilihat
menampung Wanita Tuna Susila yang terpaksa dengan tumbangnya orde baru dan munculnya
menjual diri karena kondisi ekonomi. Pada tahun periode politik yang demokrasi di Indonesia
1929 Auw Tjoei Lan mendirikan Hati Suci di telah memberikan informasi yang sebanrnya
daerah Kebon Sirih yang kemudian berkembang tentang beragamnya ekspresi identitas dalam
menjadi panti asuhan yang dapat menampung etnis Tionghoa. Mereka dapat dibedakan
200 anak. dalam berbagai kategori berdasarkan tingkat
Dalam hubungan sosialnya, Mereka juga kesejahteraan ekonomi, pendidikan, agama,
ada yang bergaul dengan etnis yang bukan tempat , asal daerah yang kemudian meruntuhkan
Tionghoa, tidak hanya dengan sesama etnisnya stereotip yang menganggap masyarakat Tionghoa
saja. Seperti kegiatan arisan di lingkungan Indonesia homogen. Terutama jika ditinjau dari
tempat tinggalnya. Tidak semua Tionghoa tinggal aspek ekonomi, karena pada kenyataannya
di wilayah yang penduduknya semua Tionghoa, tidak semua Tionghoa kaya dan tinggal di daerah
walaupun kebanyakan mereka tinggal di suatu mewah. Masih ada Tionghoa yang hidup di
wilayah yang diberi nama pecinan. Tionghoa bawah garis kemisklinan dan tinggal di daerah
yang tinggal di luar pecinan berinteraksi dengan slum sama saja seperti masyarakat lainnya.
masyarakat sekitar dan ikut dalam kegiatan
bersama-sama dengan non-Tionghoa. Kegiatan D. KESIMPULAN
yang diikuti seperti bakti sosial, siskamling Eksistensi dan stereotip terhadap etnis
(sistem keamanan lingkungan), perayaan hari Tionghoa dalam kehidupan sosial masyarakat
besar keagamaan, undangan pernikahan dan sangat berpengaruh dalam mencegah terjadinya
acara kematian. konflik antara Tionghoa dengan non-Tionghoa.
Hal itu berarti bahwa eksistensi Tionghoa Munculnya stereotip negatip terhadap Tionghoa
sudah terlihat sejak sebelum Indonesia merdeka sudah di mulai sejak masa penjajahan belanda,
dengan adanya interaksi antara Tionghoa akibat perlakuan yang berbeda antara Tionghoa

239
Media Informasi Penelitian Kesejahteraan Sosial, Vol. 42, No. 3, Desember 2018, 235-240

dan non-Tionghoa (pribumi). Ditambah lagi 1999-2012. Jurnal Artefak, Vol 1 (2),
dengan penguasaan Tionghoa di bidang ekonomi pp.133-142
sehingga menyebabkan kesejangan ekonomi Meli Seti Satya dan Bunyamin Maftuh. Strategi
antara mereka dan menimbulkan berbagai Masyarakat Etnis Tionghoa Dan Melayu
Bangka Dalam Membangun Interaksi
stereotip tentang Tionghoa. Stereotip tersebut
Sosial Untuk Memperkuat Kesatuan
dapat berubah dan hilang dengan adanya interaksi
Bangsa. Jurnal Ilmu Pendidikan Sosial,
yang intens antara Tionghoa dan masyarakat Vol 25 (1), pp.10-21
non-Tionghoa dan diakuinya eksistensi Tionghoa Johni Najwan. (1999). Konflik Antar Budaya dan
oleh masyarakat non- Tionghoa. Antar Etnis di Indonesia Serta Alternatif
Penyelesaiannya. Jurnal Hukum, Vol 16,
E. UCAPAN TERIMAKASIH pp. 195-208
Ucapan terimakasih diberikan kepada Deka Setiawan. (2012). Interaksi Sosial Antar Etnis
Di Pasar Gang Baru Pecinan Semarang
pihak yang telah mendukung penyusunan
Dalam Perspektif Multikultural. Journal
naskah karya ilmiah ini.
of Educational Social Studies,Vol 1 (1),
pp. 42-47
DAFTAR PUSTAKA
Dp. Budi Susetyo. (2002). Krisis Identitas Etnis
Cina di Indonesia. Psikodimensia-Kajian
Abidin, Z. (2007). Analiais Eksistensial. Jakarta: Ilmiah Psikologo, Vol 2, pp. 61-71
Raja Grafindo. Omar Khalifa dan Jefri Sani. (2013).
Afif, A. (2012). Identitas Tionghoa Muslin PrasangkaTerhadap Etnis Tionghoa Di
Indonesia Pergulatan Mencari Jati Diri. Kota Medan: Peran Identitas Nasional
Jakarta: Penerbit Kepik. dan Persepsi Ancaman. Psikogia, Vol. 8
Dawis, A., Ph.D. (2010). Orang Tionghoa (1), pp. 25-33
Indonesia Mencari Identitas. Jakarta:
Dr. Seri wati Ginting. Eksistensi Masyarakat
Gramedia Pustaka Utama
Tionghoa Terhadap Kehidupan
Hamzah, A (Ed). (1998). Kapok jadi Non Pri
Berbangsa dan Bernegara diunduh
Warga Tionghoa Mencari Keadilan.
tanggal 20 November 2018 dari
Bandung: Zaman Wacana Mulia.
https://www.academia.edu/26911318/
Santosa, I (2012). Peranakan Tionghoa di
E K S I S T E N S I _ M A S YA R A K AT _
Nusantara. Jakarta: Kompas
La Ode, M.D. (1997). Tiga Muka Etnis Cina- TIONGHOA_TERHADAP_
Indonesia Fenomena di Kalimantan KEHIDUPAN_BERBANGSA_DAN_
Barat (Perspektif Ketahanan Nasional). BERNEGARA_DI_INDONESIA/20
Yogyakarta: Bigraf Publishing. November 2018)
Nio Joe Lan (2013). Peradaban Tionghoa Selayang Populasi Etnis Tionghoa di Indonesia. Diunduh
Pandang. Jakarta: Kepustakaan Populer tanggal 20 November 2018 dari (https://
Gramedia. www.tionghoa.info/berapa-jumlah-
Sadun, M. (1999). Pri dan Non Pri Mencari Format populasi-etnis-tionghoa-di-indonesia/
Baru Pembauran. Jakarta: Pustaka diakses 20 November 2018).
Cidesindo Marpaung, Rooslynda. (2015, Juni 17). Meraih
Wibowo, I (Ed). (2000). Harga yang harus Eksistensi KaumTionghoa Indonesia.
dibayar Sketsa Pergulatan Etnis Cina Diunduh tanggal 22 November 2018 dari
di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia https://www.kompasiana.com/rooslynda
Pustaka Utama. m/54f3488d745513972b6c6f25/meraih-
ChristianyJuditha. (2015).Stereotip dan eksistensi-kaum-tionghoa-indonesia
Prasangka dalam Konflik Etnis Tionghoa Ravando Lie, (2019 Januari 8. Hati Suci Nyonya
dan Bugis Makassar. Jurnal Ilmu Lie TjianTjoen Selamatkan Perempuan
Komunikasi, Vol 12 (1), pp.87-104 & Anak Yatim. Diunduh Tanggal 10
H. Kuswandi dan Aceu Masruroh. (2013). Januari 2019 darihttps://tirto.id/hati-
Eksistensi Etnis Cina Di Kecamatan suci-nyonya-lie-tjian-tjoen-selamatkan-
Cihideung Kota Tasikmalaya Tahun perempuan-amp-anak-yatim-ddvt?utm_
source=Tirtoid&utm_medium=Terkait
240

Anda mungkin juga menyukai