Bab2 1
Bab2 1
id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN
TEORI
A. Anatomi Telinga
1. Telinga luar
Telinga Luar terdiri dari : daun telinga : terdiri dari tulang rawan elastin
dan kulit, liang telinga : panjang 2,5 – 3 cm. Liang telinga terbagi atas 2 bagian
yaitu : sepertiga bagian luar terdiri dari tulang rawan dan banyak terdapat kelenjar
serumen ( modifikasi kelenjar keringat ), rambut dan 2/3 bagian dalam terdiri dari
tulang dan ditemukan sedikit kelenjar serumen. Telinga luar berfungsi
commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Membran timpani
Membran timpani berbentuk hampir lonjong, terletak obliq di liang
telinga, membatasi liang telinga dengan kavum timpani. Diameter membran
timpani rata-rata sekitar 1 cm, paling panjang pada arah anterior-inferior ke
superior posterior (Gulya, 2003).
Membran timpani dibagi menjadi 2 bagian; pars flaksida merupakan
bagian atas dan pars tensa yang merupakan bagian bawah. Membran timpani
commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
terdiri atas 3 lapis: lapisan luar, lapisan tengah dan lapisan dalam. Lapisan luar
merupakan kulit terusan dari kulit yang melapisi dinding liang telinga. Lapisan
tengah merupakan jaringan ikat yang terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan radier
yang serabut-serabutnya berpusat di manubrium maleus dan lapisan sirkuler yang
serat-seratnya lebih padat di lingkaran luar serta makin jarang ke arah sentral.
Lapisan dalam merupakan bagian dari lapisan mukosa kavum timpani. Membran
timpani merupakan struktur yang terus tumbuh, yang memungkinkannya menutup
bila ada perforasi. Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran (gambar 2), dengan
menarik garis searah dengan prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus
pada garis itu di umbo. Hasilnya didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang,
bawah-depan, serta bawah-belakang. Pembagian kuadran ini untuk menyatakan
letak perforasi membran timpani (Gulya, 2003; Helmy, 2005; Djaafar et al.,
2007).
commit to user
8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
1. Definisi
OMSK adalah radang telinga tengah yang ditandai dengan adanya
perforasi membrane timpani, keluar cairan dari telinga yang hilang timbul ataupun
terus menerus selama lebih dari tiga bulan (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009).
Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal
menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang
menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah
(kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini
(otitis media, OM). Tuba Eustachius merupakan suatu sistem untuk drainase
telinga tengah (Stierman et al.,1998; Rout et al., 2012).
Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan
tertutup dan akan membuka saat menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk
menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar
(tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek,
penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan
commit to user
9
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke
telinga tengah sehingga lebih sering menimbulkan OM daripada dewasa (Stierman
et al.,1998; Helmi,2005).
Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari
nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan
terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respons imun di telinga
tengah. Mediator peradangan pada telinga tengah yang dihasilkan oleh sel-sel
imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti
keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah
permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah
(Stierman et al.,1998; Sato, 1999).
Selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang
dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan
terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah (Sato, 1999)
Mukosa telinga tengah mengalami hiperplasia, mukosa berubah bentuk
dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory
epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan tersebut. Epitel
respirasi ini mempunyai sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang
banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan OM ditandai dengan hilangnya sel-
sel tambahan tersebut dan kembali kebentuk lapisan epitel sederhana (Gilroy,
2002).
Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang
tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga
tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada
waktu bayi (Helmi,2005; Chole dan Nason, 2009).
2. Klasifikasi
Radang menahun yang terjadi pada mukosa telinga tengah ini dibagi atas 2
tipe, yaitu:
a. Tipe tubotimpanal.
commit to user
10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tipe tubotimpanal disebut juga sebagai tipe jinak (benigna) dengan perforasi
yang letaknya sentral. Biasanya tipe ini didahului dengan gangguan fungsi
tuba yang menyebabkan kelainan di kavum timpani. Tipe ini disebut juga
dengan tipe mukosa karena proses peradangannya biasanya hanya pada
mukosa telinga tengah, dan disebut juga tipe aman karena tidak menimbulkan
komplikasi yang berbahaya (Helmi, 2005).
b. Tipe atikoantral
Beberapa nama lain digunakan untuk tipe ini OMSK tipe tulang karena
penyakit menyebabkan erosi tulang, tipe bahaya ataupun sering disebut sebagai
chronic supurative otitis media with cholesteatoma. Perforasi membran timpani
yang terjadi pada tipe ini biasanya perforasi yang marginal yang dihasilkan dari
suatu kantong retraksi dan muncul di pars plasida, merupakan perforasi yang
menyebabkan tidak ada sisa pinggir membran timpani (anulus timpanikus). Oleh
sebab itu dinding bagian tulang dari liang telinga luar, atik, antrum, dan sel-sel
mastoid dapat terlibat dalam proses inflamasi sehingga tipe ini disebut ‘penyakit
atikoantral (Gilroy, 2002; Helmi, 2005).
Kolesteatoma pada OMSK tipe atikoantral adalah suatu kantong retraksi
yang dibatasi oleh epitel sel skuamosa yang diisi dengan debris keratin yang
muncul dalam ruang yang berpneumatisasi dari tulang temporal. Kolesteatoma
mempunyai kemampuan untuk tumbuh, mendestruksi tulang, dan menyebabkan
infeksi kronik sehingga suatu otitis media kronik dengan kolesteatoma sering
dikatakan sebagai ‘penyakit yang tidak aman’ dan secara umum memerlukan
penatalaksanaan bedah (Gilroy, 2002).
3. Patogenesis OMSK
OMSK ditandai dengan keadaan patologis yaitu inflamasi yang
irreversibel di telinga tengah dan mastoid. Disfungsi tuba Eustachius memegang
peranan pada otitis media akut dan otitis media kronis (Chole dan Nason 2009).
Bila bakteri memasuki telinga tengah melalui nasofaring atau defek
membran timpani, terjadi replikasi bakteri di dalam efusi serosa. Hal ini disertai
pelepasan mediator inflamasi dan imun ke dalam ruang telinga tengah. Hiperemia
commit to user
11
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Diagnosis
Untuk dapat menegakkan diagnosis omsk, maka perlu dilakukan anamnesa
yang teliti, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Penyakit telinga kronis ini biasanya terjadi perlahan-lahan dan penderita
seringkali datang dengan gejala-gejala penyakit yang sudah lengkap. Gejala yang
paling sering dijumpai adalah telinga berair, adanya sekret di liang telinga yang
pada tipe tubotimpanal sekretnya lebih banyak dan mukos, tidak berbau busuk dan
intemiten. Pada tipe atikoantral, sekretnya lebih sedikit, berbau busuk, kadangkala
disertai pembentukan jaringan granulasi atau polip, maka sekret yang keluar dapat
bercampur darah. Ada kalanya penderita datang dengan keluhan kurang
pendengaran atau telinga keluar darah (Helmi, 2005; Djaafar et al., 2007).
Nyeri dapat dikeluhkan karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat
berarti adanya komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya
durameter atau dinding sinus lateralis atau ancaman pembentukan abses otak.
Nyeri merupakan tanda komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses
atau trombosis sinus lateralis. Vertigo merupakan gejala serius lainnya. Gejala ini
memberi kesan adanya fistula, berarti ada erosi pada labirin tulang seringkali pada
kanalis semisirkularis horisontalis (Helmi, 2005; Paparella et al., 1997).
b. Pemeriksaan Klinis
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
5. Penatalaksanaan
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
OMSK
AB berdasarkan hasil
Ro. Mastoid
kultur mikrobiologi
Tuli Tuli (Schuller x-ray)
konduktif - konduktif + Audiogram
Menetap > 3 bulan
C. Respon Imun
Respon imun tubuh diawali proses pengenalan tubuh terhadap benda asing
atau substansi patogen, kemudian dilanjutkan dengan reaksi tubuh untuk melawan
serta menghilangkan benda asing atau patogen tersebut. Respon imun tubuh
dibedakan atas dua jenis yaitu: respon imun yang bersifat bawaan (nonspesifik /
natural / innate / nonadaptif) dan respon imun yang didapat (spesifik / adaptif).
Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B (Baratawijaya, 2009; Abbas et al.,
2010).
commit to user
16
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan (Abbas et al.,
2010).
Sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik.
Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada sistem
selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk mengancurkan
mikroba. Pada sistem humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan
mikroba ekstraselular (Baratawijaya, 2009).
Imunitas adaptif dimediasi oleh sel T dan B. Sel Thelper / sel CD4+
merupakan faktor kunci dalam membangun respons imun. Sel tersebut
berdiferensiasi menjadi beberapa jenis sel efektor yang tergantung pada kombinasi
sitokin dalam lingkungan, antigen dan antigen presenting cell (APC). Sampai saat
ini terdapat empat jenis yang diketahui, meliputi Th 1, Th 2, T-regulatory (Treg)
dan Th-17 (Romagnani, 2000).
Sel Th 17, turunan baru sel CD4+, tidak hanya berbeda dari sel Th lainnya
pada ekspresi dan regulasi gen, tetapi juga dalam hal fungsi biologisnya (Dong,
2008). Sel Th 17 secara khusus ditandai melalui produksi IL-17, serta memiliki
fungsi pada penyakit autoimun, inflamasi kronis dan pertahanan inang terhadap
patogen infeksius. IL-17 berperan sebagai aktivator sistem imun adaptif (Bettelli
et al., 2006, Yang et al., 2008, Crome et al., 2010).
Ternyata ada faktor proinflamasi lain ,selain dari produk Th1, seperti IL-
17 (poduk dari Th17) yang dapat berpengaruh besar untuk respon imun seperti
pada kasus periodontitis dan RA dengan destruksi tulang (Cardoso et al., 2009)
Pada kondisi tengah, bakteri gram positif atau negatif memegang peran
penting terjadinga inflamasi ditelinga dimana bakteri gram negatif lebih sering
ditemukan pada OMSK dengan destruksi tulang (Robert et al.,2009).
commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.6. Ikatan hantaran sinyal antigen pada dinding bakteri dengan
permukaan sel (Abbas et al., 2010).
Pada tahun 2009, Robert et al. meneliti mekanisme destruksi tulang pada
kasus otitis kronik. Pada penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa
lipopolisakarida (LPS) pada bakteri menginduksi proses terjadinya
osteoklastogenesis.
commit to user
18
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.7. Aktifasi TLR Ligan oleh LPS mengaktifkan Th17 via
+
CD4 (Abdollahi-Roodsaz et al., 2008).
19
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.9. Mekanisme destruksi tulang pada pengaktifan IL-17 (Sarah, 2004).
Pada tahun 2003, Aggarwal et al., lebih lanjut dapat menunjukkan bahwa
IL-23 merangsang sel T CD4+ untuk menginduksi sekresi IL-17 yang mengikuti
induksi dari T-cell receptor (TCR). Penelitin terbaru menyatakan bahwa IL-23
penting untuk ekspansi, kelangsungan hidup dan patogenisitas sel Th 17. Sitokin
kunci yang diperlukan untuk diferensiasi Th 17 merupakan kombinasi dari sitokin
pro-inflamasi dan anti-inflamasi, yaitu masing-masing IL-6 dan Tumor Growth
Factor β (TGF-β) (Veldhoen et al., 2006; Mangan et al., 2006; Betteli et al.,
2006; Kimura dan Kishimoto, 2011).
22
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sel Th 17 juga memproduksi IL-21 dan IL-22, selain IL-17 sebagai sitokin
utama (Wei et al., 2007; Dong, 2008). Turunan Th 17 diartikan dengan produksi
sitokin interleukin-17 (juga disebut sebagai IL-17A) dan IL-17F, anggota IL-17
sebagai homodimer atau heterodimer (Aggarwal et al., 2003). IL-21 selain beraksi
dengan TGFβ untuk memacu diferensiasi Th 17, juga diproduksi oleh sel Th 17
(Korn et al., 2007).
Sel Th 17 juga diketahui menghasilkan sitokin tertentu lainnya, termasuk
TNF-α dan limfotoksin-β, IL 6, Interferon γ, IL 1α dan subset Th 17 yang ditandai
oleh ekspresi reseptor kemokin (CCR6), ligan CCR6, CCL20 (Hirota et al., 2007;
Liang et al., 2007; Torchinsky dan Blander, 2010).
Gambar 2.11. Diferensiasi Th 17 dan aktivasi sel imun untuk respons imunitas,
peradangan (Kryczek et al., 2009).
IL-17 menginduksi produksi sitokin inflamasi seperti IL-1, TNFα dan IL-6
oleh fibroblas, monosit dan makrofag. Selain itu, IL-17 menginduksi
metaloproteinase matriks, RANKL dalam kondrosit, oksida nitrat dan PGE2
dengan konsekuensinya adalah destruksi tulang. Oleh karena itu, IL-17 juga
mengaktifkan berbagai sitokin dan enzim untuk menginduksi destruksi tulang
commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pada pasien dengan OMSK mirip dengan mekanisme yang mendasari rheumatoid
arthritis (Takuo et al., 2010).
commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
osteoklas primer terisolasi dan tulang mineral atau dentin matriks sebagai substrat
hampir dua puluh tahun yang lalu memberikan sistem yang sangat baik untuk
studi biologi sel rinci resorpsi tulang (Boyce and Xing, 2007).
commit to user
26
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
rematoid artritis. Keberadaan RANKL dan IL17 spesifik lebih tinggi pada OMSK
dengan kolesteatoma dibandingkan otitis media lainnya (Yoshiki dan Issaku,
2013).
Inflamasi yang muncul pada telinga tengah membuat makrofag teraktifasi
sebagai sistem imun spesifik. Pada fase inflamasi terjadi pelepasan IFNγ, TNFα
dan IL-23. IL-23 menginduksi Th0 menjadi Th17. Aktivasi Th17 mengekspresi-
kan faktor destruksi tulang, RANKL dan pelepasan IL-17. Pada OMSK dengn
kolesteatoma peningkatan IL-17 dibandingkan OMSK lainnya didapat karena
terjadi peningkatan RANKL dan Th17 (Yoshiki dan Issaku, 2013).
28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
F. Kerangka Pikir
TLR
APC
CD4+ Sitokrom
activated P-450
Th0 Proses
IL-23 Oksidasi
IL-6
Th17
Produksi NO
M-CSF-cFms IL-17
Fibroblast OPG
RANKL -
RANK
Osteoblas berkurang
MMPS
Destruksi Destruksi
Tulang Tulang
Tingkat O Destruksi Destruksi Tingkat 3
Tulang Tulang
commit
Tingkat 1 to user Tingkat 2
30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Keterangan :
G. Hipotesis
commit to user
31