"Bengawan" beralih ke halaman ini. Untuk layanan kereta api di Indonesia, lihat Kereta api
Bengawan.
Hulu sungai
Kebanyakan sungai berawal dari anak sungai berarus deras yang mengalir
melintasi tanah lapang atau hutan bertebing terjal. Sungai-sungai di tebing
berbatu, pohon yang bergantungan, dan percikan air menciptakan dunia
yang berbeda-beda: tepi sungai yang lembab dan rindang, penuh dengan
tumbuhan hijau, dasar sungai dengan air yang deras menyapu hampir
semua tumbuhan dan hewan, kecuali hewan yang mampu menempel
dengan erat. Sewaktu banjir seluruh komunitas tumbuhan dan hewan
mungkin tersapu bersih. Namun benih baru dan spora akan cepat tumbuh,
sedangkan makhluk-makhluk yang merangkak keluar dari balik batu
berjuang agar dapat kembali mencapai hulu sungai.
Muara sungai
Banyak muara diapit dataran luas yang berparit dan berlorong. Tanah bergaram ini memiliki populasi
tumbuhan yang khas, dan merupakan habitat terlarang bagi banyak tumbuhan. Dalam sehari air laut pasang
dua kali dan membanjiri rawa melalui celah drainase dan kandungan garamnya mengendap ke dalam tanah
dan lumpur. Setelah pasang usai, penguapan membuat garam tadi tertinggal di muara. Di musim semi air
pasang membanjiri seluruh rawa dengan air laut. Namun pada saat air surut beberapa jam kemudian, hujan
yang lebat mengubah permukaannya menjadi habitat yang hampir benar-benar berair tawar. Tumbuhan
yang hidup di rawa payau ini telah mampu beradaptasi dengan kondisi kadar garam yang sering berubah
tadi.
Jenis-jenis Sungai
Menurut jumlah airnya:[1]
1. Sungai hujan yaitu sungai yang berasal dari air hujan. Banyak dijumpai di pulau Jawa serta
kawasan Nusa Tenggara.
2. Sungai gletser yaitu sungai yang berasal dari melelehnya es. Banyak dijumpai di negara-
negara yang beriklim dingin, seperti sungai Gangga di India dan sungai Rhein di Jerman.
3. Sungai campuran yaitu sungai yang berasal dari air hujan dan lelehan es. Dapat dijumpai di
Papua, contohnya sungai Digul dan sungai Mamberamo.
Manajemen Sungai
Sungai sering kali dikendalikan atau dikontrol supaya lebih
bermanfaat atau mengurangi dampak negatifnya terhadap kegiatan
manusia.[4]
Manajemen sungai merupakan aktivitas yang berkelanjutan, karena sungai cenderung untuk mengulangi
kembali modifikasi buatan manusia. Saluran yang dikeruk akan kembali mendangkal, mekanisme pintu air
akan memburuk seiring waktu berjalan, tanggul-tanggul dan bendungan sangat mungkin mengalami
rembesan atau kegagalan yang dahsyat akibatnya. Keuntungan yang dicari dalam manajemen sungai sering
kali "impas" bila dibandingkan dengan biaya-biaya sosial ekonomis yang dikeluarkan dalam mitigasi efek
buruk dari manajemen yang bersangkutan. Sebagai contoh, di beberapa bagian negara berkembang, sungai
telah dikungkung dalam kanal-kanal sehingga dataran banjir yang datar dapat bebas dan dikembangkan.
Banjir dapat menggenangi pola pembangunan tersebut sehingga dibutuhkan biaya tinggi, dan sering kali
makan korban jiwa.
Banyak sungai kini semakin dikembangkan sebagai wahana konservasi habitat, karena sungai termasuk
penting untuk berbagai tanaman air, ikan-ikan yang bermigrasi dan menetap, serta budidaya tambak,
burung-burung, dan beberapa jenis mamalia.
Organisme yang beragam hidup di terumbu karang. Namun, terumbu karang demikian rapuh terhadap
kerusakan karena pertumbuhannya lambat, mudah terganggu, dan hanya hidup pada perairan yang dangkal,
hangat, dan bersih.
Terumbu karang hanya dapat hidup pada perairan dengan suhu 18 — 30 °C. Kenaikan suhu sebesar 1 °C
dari batas maksimum dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Rusaknya terumbu karang akan
menyebabkan hilangnya tempat tinggal bagi organisme yang ada pada ekosistem terumbu karang.
Ancaman lain yang dapat mengganggu ekosistem perairan adalah penggunaan ekosistem perairan sebagai
daerah wisata. Penetapan daerah wisata perairan dapat dikatakan sebagai eksploitasi karena apabila daerah
wisata tersebut tidak dikelola dengan balk maka akan mengganggu keberadaan organisme yang ada di
ekosistem tersebut. Sebagai contoh, daerah wisata pantai di Bali atau wilayah Jakarta bagian utara yang
ekosistem alaminya telah terganggu oleh aktivitas manusia yang berlebihan. Kedua pantai tersebut telah
tercemar oleh sampah yang dibuang pengunjung tempat wisata tersebut.
Indikator Kehidupan
Kehadiran atau ketiadaan berbagai tanaman dan hewan dapat berfungsi sebagai indikator pencemaran.
Tanaman air dan hewan-hewan air menjadi sangat sensitif terhadap perubahan kualitas air. Jika habitat air
tidak sehat, serangga seringkali menjadi yang pertama menghilang dari lingkungan tersebut. Contohnya,
lalat sehari, kepinding batu, dan beberapa jenis kumbang terbukti sangat peka terhadap pencemaran.
Penting untuk dicatat bahwa beberapa spesies ikan seperti trout dan minnow hanya dapat hidup di dalam air
bersih, sementara spesies lain seperti ikan mas dan karper, yang lebih tahan terhadap berbagai jenis
pencemaran. Hilangnya spesies-spesies ini bisa menjadi indikasi yang sangat kuat tentang pencemaran air.
Pertumbuhan Tanaman
Pencemaran air juga memengaruhi pertumbuhan tanaman di dalam air. Kebanyakan tanaman tidak dapat
tumbuh dengan baik di perairan yang tercemar. Kualitas air yang menurun akan menghambat pertumbuhan
tanaman air, yang pada gilirannya akan berdampak pada seluruh ekosistem sungai tersebut.
Nama-nama daerah
Sungai disebut dalam beragam istilah di Indonesia:
Krueng (Bahasa Aceh)
Binanga (Bahasa Batak)
Aek, Air, Aie, Batang, atau Sei (Bahasa Melayu)
Way/Air (bahasa Lampung)
Batang Banyu (Bahasa Banjar)
Batang, Danum (Bahasa Ngaju)
Walungan, Wahangan, Susukan (Bahasa Sunda)
Bengawan, Kali, Lèpèn (Bahasa Jawa)
Tukad (dibaca /ʈukad/, Bahasa Bali)
Kokok (Bahasa Sasak)
Salo/Salu (Bahasa Bugis-Makassar)
Ci (Bahasa Sunda)
River (Bahasa Inggris)
Lihat pula
Daftar sungai di Indonesia
Daftar daerah aliran sungai (DAS) di Indonesia
Hidrologi pegunungan
Wilayah sungai (WS) dan pembagiannya
Referensi
1. Nailufar, Nibras Nada. Nailufar, Nibras Nada, ed. "Pengertian dan Jenis-jenis Sungai".
Kompas.com. Diakses tanggal 2020-12-30.
2. Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan. "Refleksi KLHK 2021: Capaian Pemulihan
Daerah Aliran Sungai Dan Rehabilitasi Hutan - Kementerian LHK". Refleksi KLHK 2021:
Capaian Pemulihan Daerah Aliran Sungai Dan Rehabilitasi Hutan - Kementerian LHK.
Diakses tanggal 2023-06-12.
3. Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta:
Erlangga. ISBN 978-979-075-815-5.
4. Allan, J.D. 1995. Stream Ecology: structure and function of running waters. Chapman and
Hall, London. Pp. 388.
5. Angelier, E. 2003. Ecology of Streams and Rivers. Science Publishers, Inc., Enfield. Pp. 215.
6. ”Biology Concepts & Connections Sixth Edition”, Campbell, Neil A. (2009), page 2, 3 and G-
9. Retrieved 2010-06-14.
7. Parker, Steve (2010). Eyewitness kolam dan sungai : ensiklopedia tematis. Jakarta:
Erlangga. hlm. 64. ISBN 978-979-075-815-5.
Bacaan lanjutan
Wikibooks Historical Geology memiliki halaman di:
Rivers
Jeffrey W. Jacobs. "Rivers, Major World". Rivers, Major World – dam, sea, effects, important,
largest, salt, types, system, source. Water Encyclopaedia.
Luna B. Leopold (1994). A View of the River. Harvard University Press. ISBN 978-0-674-
93732-1. OCLC 28889034. — a non-technical primer on the geomorphology and hydraulics
of water.
Middleton, Nick (2012). Rivers: a very short introduction. New York: Oxford University Press.
ISBN 978-0-19-958867-1.
Menteri Basuki Tinjau Pemanfaatan Sungai Bawah Tanah Seropan untuk Penyediaan Air
Baku di Kabupaten Gunungkidul (https://pu.go.id/berita/menteri-basuki-tinjau-pemanfaatan-s
ungai-bawah-tanah-seropan-untuk-penyediaan-air-baku-di-kabupaten-gunungkidul)