Anda di halaman 1dari 11

Michael Angel / 01656230061 / BATCH 21 Mk.

BENDA

Mendefinisikan objek (zaak) dalam istilah hukum mempunyai dimensi yang kaya dan

beragam, mencakup berbagai konteks dan penafsiran yang diakui oleh para ahli hukum dan

hukum. Menurut Pasal 499 KUH Perdata, benda diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat

menjadi subyek hak milik. Oleh karena itu, objek kepemilikan dapat mencakup barang

berwujud dan hak tertentu, seperti hak cipta dan paten.

Pandangan Profesor Soediman Kartohadiprodjo menambahkan dimensi lain, yang

menyatakan bahwa benda mencakup seluruh barang dan hak yang berwujud, tidak termasuk

hak milik. Profesor Sri Soedewi Masjchoen Sofwan memperluas definisinya dengan mencakup

benda-benda yang dapat dilihat oleh indera tetapi juga mencakup benda-benda yang tidak

berwujud. Profesor Subekti memandang benda secara luas adalah segala sesuatu yang dapat

dimiliki oleh seseorang.

Perspektif hukum ini juga tercermin dalam Pasal 500 KUH Perdata yang

menggambarkan benda sebagai badan hukum. Pasal ini menegaskan bahwa benda adalah

segala sesuatu yang dapat dijadikan subyek hak milik, baik yang meliputi barang berwujud

maupun hak tertentu. Oleh karena itu, secara hukum, benda tidak hanya terbatas pada benda

fisik seperti kendaraan atau tanah, tetapi juga mencakup hak immaterial seperti hak cipta atau

paten.

Selanjutnya Pasal 1354 KUH Perdata memperkenalkan dimensi baru, yang

menggambarkan benda sebagai kepentingan. Dalam konteks ini, benda tidak hanya dipandang

sebagai benda atau hak secara fisik saja, melainkan juga sebagai kepentingan atau hak yang

dapat menjadi subjek suatu kontrak atau perjanjian. Fleksibilitas ini mengakui nilai dan

pentingnya suatu benda dalam berbagai konteks hukum, dengan menegaskan bahwa benda

dapat mempunyai nilai tidak hanya sebagai kesatuan fisik tetapi juga sebagai kesatuan yang
mencerminkan kepentingan atau hak tertentu.

Sedangkan Pasal 1263 KUH Perdata menghadirkan cara pandang yang menekankan

objek sebagai realitas hukum. Hal ini menyoroti bahwa objek juga dapat merupakan kenyataan

hukum yang menjadi dasar suatu perbuatan hukum tertentu. Pemahaman tersebut menunjukkan

bahwa objek bukan hanya merupakan suatu kesatuan atau hak yang bersifat fisik, tetapi juga

mencerminkan realitas hukum yang dapat mempengaruhi dan membentuk hubungan hukum

antar pihak-pihak yang terlibat.

Selain itu, Pasal 1792 KUH Perdata mengeksplorasi dimensi lain, menandai benda

sebagai perbuatan hukum. Dengan demikian, obyek tidak hanya sekedar obyek pasif dalam

suatu hubungan hukum, tetapi juga dapat menjadi subyek perbuatan hukum seperti perjanjian

atau transaksi. Hal ini menunjukkan bahwa benda berperan aktif dalam membentuk hubungan

hukum, dimana benda dapat dijadikan sebagai alat untuk mencapai tujuan hukum tertentu.

Oleh karena itu, pengertian hukum terhadap benda tidak hanya terbatas pada konsep

fisik atau materi saja, melainkan menyangkut berbagai dimensi, antara lain kepemilikan,

kepentingan, realitas hukum, dan perbuatan hukum. Pemahaman ini mencerminkan

kompleksitas hubungan antara individu dan badan hukum serta peran yang dimainkan oleh

objek dalam membentuk dan mengatur hubungan tersebut. Oleh karena itu, dalam kerangka

hukum, objek mempunyai makna yang luas dan beragam, memberikan landasan untuk

memahami dan mengelola hak, tanggung jawab, dan kewajiban yang terkait dengan objek

dalam berbagai konteks.

PENGERTIAN HUKUM BENDA

Hukum benda, juga dikenal sebagai "zakenrecht" dalam bahasa Belanda, merujuk pada

seperangkat norma hukum yang mengatur definisi benda dan hak-hak yang terkait dengannya.
Menurut Profesor Soediman Kartohadiprodjo dan Profesor L.J.Apeldoorn, hukum kebendaan

menangani hak-hak yang terkait dengan benda, sementara Profesor Sri Soedewi Masjchoen

Sofwan menyoroti peraturan yang berkaitan dengan definisi, jenis benda, dan berbagai hak

kebendaan. Oleh karena itu, hukum benda mencakup aturan-aturan yang berkaitan dengan hak-

hak kebendaan yang bersifat mutlak. (Sumber: P.N.H.Simanjuntak, 2015, hal. 177)

SISTEM HUKUM BENDA

Sistem pengaturan hukum benda memiliki sifat yang tertutup, yang berarti bahwa

individu tidak dapat menciptakan hak-hak kebendaan baru selain yang telah dijelaskan dalam

undang-undang. Oleh karena itu, mereka hanya dapat membentuk hak kebendaan yang terbatas

sesuai dengan ketentuan yang sudah ada dalam undang-undang (Sri Soedewi Masjchoen

Sofwan, 1981, hal. 2). Perbedaan pendekatan ini terlihat dalam sistem hukum perikatan yang

bersifat terbuka, memungkinkan individu untuk membuat perjanjian tentang berbagai hal, baik

yang sudah diatur dalam undang-undang maupun yang belum. Dengan prinsip kebebasan

berkontrak, siapapun dapat membuat perikatan atau perjanjian tentang apapun, meskipun tetap

ada pembatasan berdasarkan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

Jenis-jenis benda yang diklasifikasikan oleh undang-undang sebagai berikut :

1. Benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti: Contohnya, uang dapat diganti,

sementaraseekor kuda tidak.

2. Benda yang dapat diperdagangkan dan tidak dapat diperdagangkan: Semua barang

praktis dapatdiperdagangkan, sedangkan jalan-jalan dan lapangan umum berada di

luar perdagangan.

3. Benda yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi: Beras dapat dibagi, sedangkan

seekor kudatidak.

4. Benda yang bergerak dan tidak bergerak: Perabot rumah adalah contoh benda
bergerak,sementara tanah adalah benda yang tidak bergerak (Soebekti, 1979: 50-51).

Kepentingan dari perbedaan antara benda bergerak dan tidak bergerak, serta benda

terdaftar dan tidak terdaftar, terletak pada pembuktian kepemilikan untuk menjaga ketertiban

umum (Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, 1981: 20). Perbedaan ini memengaruhi metode

pembuktian kepemilikan, dimana benda terdaftar memerlukan tanda pendaftaran atau sertifikat

atas nama pemiliknya, sementara benda tidak terdaftar (tanpa nama) mengikuti prinsip "yang

menguasai dianggap sebagai pemiliknya" (Abdulkadir Muhammad, 1990: 1310). Meskipun

KU Perdata Indonesia tidak mengakui perbedaan ini, NBW mengakui dan menarik batasan di

antara keduanya (Djaja S. Meliala, 2015: 5).

ASAS ASAS HUKUM BENDA

Terkait hukum benda, ada sepuluh asas-asas umum yang mengaturnya. Adapun sepuluh

asas hukum benda menurut Sri Soedewi Masjchun Sofwan adalah sebagai berikut.

1. Merupakan hukum memaksa atau dwingendrecht: suatu benda hanya dapat

diadakan hak kebendaannya sebagaimana disebutkan dalam undang-undangan.

2. Dapat dipindahkan: semua hak kebendaan dapat dipindahtangankan, kecuali hak

pakai dan hak mendiami.

3. Asas individualiteit: objek dari hak kebendaan adalah suatu barang yang dapat

ditentukan. Dengan kata lain orang tidak dapat mempunyai hak kebendaan selain

barang yang ditentukan, baik jenis dan jumlahnya.

4. Asas totaliteit: hak kebendaan selalu melekat atas keseluruhan daripada objeknya.

Dengan kata lain, yang memiliki hak kebendaan berarti memiliki hak kebendaan atas

keseluruhan barang dan atas bagian-bagiannya. Lalu, jika benda itu sudah lebur dalam

benda lain, hak kebendaan atas benda yang pertama (sebelum lebur) menjadi lenyap,
namun ada beberapa konsekuensi lain sebagaimana diatur dalam KUH Perdata,

misalnya milik bersama atas barang baru (Pasal 607 KUH Perdata); leburnya benda itu

dalam benda lain (Pasal 602, 606, dan 608 KUH Perdata); dan ada hubungan hukum

antara kedua pemilik yang bersangkutan (lihat Pasal 714, 725, dan 1567 KUH Perdata).

5. Asas tidak dapat dipisahkan: pemilik tidak dapat memindahtangankan sebagian hak

kebendaan yang ada padanya.

6. Asas prioriteit: semua hak kebendaan memberikan kewenangan yang sejenis dengan

kewenangan dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda.

7. Asas percampuran: hak kebendaan terbatas wewenangnya. Hanya mungkin atas

benda orang lain, dan tidak mungkin atas hak miliknya sendiri.

8. Asas perlakuan yang berlainan terhadap benda bergerak dan benda tidak

bergerak: berhubungan dengan penyerahan, pembebanan, bezit, dan kedaluarsa benda

bergerak dan benda tidak bergerak berlainan.

9. Asas publicitet: penyerahan benda yang tidak bergerak berlaku kewajiban untuk

didaftarkan dalam pendaftaran (register) umum. Sedangkan untuk benda yang

bergerak, cukup diserahkan, tanpa pendaftaran dalam pendaftaran umum.

10. Sifat perjanjian: orang yang mengadakan hak kebendaan, misalnya hak memungut

hasil, gadi, hipotek, dan lain-lain sama halnya sedang mengadakan perjanjian. Dalam

arti ini, perjanjian yang diadakan adalah perjanjian untuk mengadakan hak kebendaan.

HAK KEBENDAAN

Menurut Djaja S. Meliala (2015: 8), hak kebendaan adalah hak mutlak terhadap suatu

benda yang memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan terhadap siapa pun.

Subekti (1979) dan van Apeldoorn (1980) juga menyatakan bahwa hak kebendaan memberikan

kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat dipertahankan terhadap setiap orang.
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan (1981) menekankan bahwa hak kebendaan adalah hak

mutlak terhadap suatu benda yang memberikan kekuasaan langsung dan dapat dipertahankan

terhadap siapa pun. Hak kebendaan memiliki sifat melekat dan dapat dibedakan menjadi hak

menikmati (seperti hak milik, bezit, hak memungut hasil, hak pakai, dan hak mendiami) serta

hak memberi jaminan (seperti gadai, fidusia, hak tanggungan, hipotek, dan sistem resi gudang).

Dalam ilmu hukum, hak-hak manusia dibagi menjadi hak kebendaan dan hak

perorangan. Hak kebendaan memberikan kekuasaan langsung atas suatu benda dan dapat

dipertahankan terhadap siapa pun. Hak perorangan, di sisi lain, hanya dapat dipertahankan

terhadap pihak tertentu atau terhadap suatu pihak.

Hak penuntutan dibagi menjadi actions in rem (penuntutan kebendaan) dan actiones in

personam (penuntutan perorangan). Mariam Darus Badrulzaman (1983) mencatat perbedaan

antara hak kebendaan dan hak perorangan. Hak kebendaan bersifat absolut, dapat

dipertahankan terhadap setiap orang, dan jangka waktunya tidak terbatas. Hak kebendaan juga

memiliki droit de suite (zaaksgevolg) yang mengikuti benda di mana pun berada. Pada hak

perorangan, wewenangnya terbatas, jangka waktunya terbatas, dan pemilik hak perorangan

hanya dapat menikmati apa yang menjadi haknya. Hak ini hanya dapat dialihkan dengan

persetujuan pemilik.

Dalam hak kebendaan, urutan terjadinya menentukan kekuatan hak (asas prioritas/droit

de preference), sedangkan pada hak perorangan, urutan terjadi tidak mempengaruhi

kekuatannya (asas kesamaan/asas pari passu/asas paritas creditorium). Hak kebendaan

memberikan wewenang luas kepada pemilik, dapat dijual, dijaminkan, disewakan, atau

dipergunakan sendiri. Hak perorangan memberikan wewenang yang terbatas, hanya dapat

dinikmati, dan dapat dialihkan hanya dengan persetujuan pemilik.

MACAM-MACAM HAK KEBENDAAN


Hak kebendaan dalam Burgerlijk Wetboek dapat dibedakan menjadi dua, yaitu hak kebendaan

yang sifatnya memberikan jaminan (zakelijk zakenheidsrecht) antara lain gadai, hipotek, hak

tanggungan, fidusia, dan hak kebendaan yang sifatnya memberikan kenikmatan (zakelijk

genotrecht) antara lain bezit dan hak milik.

Buku II KUHPerdata juga mengatur hak-hak lain yang, meskipun bukan hak kebendaan,

memiliki persamaan dengan hak kebendaan karena memberikan jaminan, seperti Privilage (hak

istimewa), hak retensi, dan hak reklame.

Menurut Pasal 16 UUPA (UU No.5 Tahun 1960), terdapat berbagai hak atas tanah, antara lain:

1. Hak Milik (Pasal 20 ayat 1 UUPA) adalah hak turun temurun yang kuat dan penuh,

dimana setiap orang dapat memiliki tanah, dengan mempertimbangkan fungsi sosial

dari setiap hak atas tanah.

2. Hak Guna Usaha (Pasal 28 ayat 1 UUPA) adalah hak untuk mengusahakan tanah yang

dikuasai oleh Negara selama maksimal 25 tahun untuk keperluan pertanian, perikanan,

atau peternakan.

3. Hak Guna Bangunan (Pasal 35 ayat 1 UUPA) adalah hak untuk mendirikan dan

memiliki bangunan atas tanah bukan miliknya sendiri, dengan jangka waktu maksimal

30 tahun.

4. Hak Pakai (Pasal 41 ayat 1 UUPA) adalah hak untuk menggunakan dan/atau
memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang

lain, sesuai dengan keputusan pemberi hak atau perjanjian dengan pemilik tanah, yang

tidak bersifat sewa-menyewa atau pengolahan tanah.

5. Hak Sewa untuk Bangunan (Pasal 44 ayat 1 UUPA) adalah hak seseorang atau badan

hukum untuk menggunakan tanahmilik orang lain untuk keperluan bangunan dengan

pembayaran sewa.

6. Hak Membukahutan dan Memungut Hasil Hutan (Pasal 46 UUPA) adalah hak untuk

membuka tanah dan memungut hasil hutan, terbatas pada warga Negara Indonesia,

dan penggunaan hak ini tidak memberikan hak milik atas tanah.

7. Hak Guna Air, Pemeliharaan, dan Penangkapan Ikan (Pasal 47 ayat 1 UUPA) adalah

hak untuk memperoleh dan mengalirkan air di atas tanah orang lain untuk keperluan

tertentu.

8. Hak Guna Ruang Angkasa (Pasal 48 ayat 1 UUPA) adalah hak untuk menggunakan

tenaga dan unsur-unsur dalam ruang angkasa untuk usaha-usaha memelihara dan

mengembangkan kesuburan bumi, air, serta kekayaan alam yang terkandung di

dalamnya.

9. Hak-hak Tanah untuk Keperluan Suci dan Sosial (Pasal 49 ayat 1 UUPA) adalah hak

milik tanah bagi badan-badan keagamaan dan sosial, selama digunakan untuk usaha

dalam bidang keagamaan dan sosial yang diakui dan dilindungi, termasuk jaminan

untuk memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan kegiatan mereka.
Bezit, sebagaimana dijelaskan oleh Subekti, merujuk pada keadaan di mana seseorang

menguasai suatu benda seolah-olah miliknya, dilindungi undang-undang, tanpa

mempertanyakan hak kepemilikan yang sebenarnya. KUH Perdata mendefinisikan bezit

sebagai suatu kedudukan kekuasaan yang menyangkut penguasaan langsung terhadap suatu

benda, baik dengan cara langsung maupun melalui keterlibatan orang lain, dengan tetap

mempertahankan atau menikmatinya sebagai pemiliknya (Pasal 529 KUHPerdata).

Syarat bezit meliputi adanya corpus (hubungan antara individu dengan suatu benda) dan

animus (niat individu untuk memiliki benda tersebut). Bezit harus dibedakan dengan

“detentie”, yaitu seseorang menguasai suatu benda berdasarkan hubungan hukum tertentu

dengan pemiliknya, tanpa adanya keinginan untuk memiliki benda tersebut.

Fungsi bezit meliputi perlindungan hukum (fungsi kepolisian) sampai terbukti bahwa

seseorang tidak berhak atasnya. Fungsi zakenrechtelijk menegaskan bahwa setelah bezit

menetap dalam jangka waktu tertentu tanpa ada keberatan dari pemilik sebelumnya, maka bezit

tersebut dapat berubah menjadi hak milik melalui verjaring.

Proses memperoleh bezit, menurut Pasal 538 KUHPerdata, meliputi perbuatan menarik

suatu benda ke dalam penguasaan seseorang dengan maksud untuk menyimpannya bagi dirinya

sendiri. Pasal 540 KUH Perdata menguraikan dua cara memperoleh bezit: okupasi

(pengambilan benda) dan tradisi (penyerahan). Bezit juga dapat diperoleh melalui pewarisan,

sesuai dengan Pasal 541 KUHPerdata.

Penghentian bezit dapat terjadi apabila penguasaan suatu benda berpindah kepada

orang lain, benda tersebut ditinggalkan, dimusnahkan, atau hilang. Pasal 542-547 KUH Perdata

mengatur berbagai alasan penghentian bezit.

Pada tahun 2015, Mariam Darus Badrulzaman menyebutkan bahwa orang yang

mempunyai gangguan ingatan tidak dapat memperoleh bezit, namun anak di bawah umur dan
wanita yang sudah menikah dapat memperoleh bezit (Pasal 593 KUHPerdata).

Pasal 570 KUH Perdata menjelaskan bahwa hak milik memberikan hak penuh untuk

menikmati dan menguasai suatu benda tanpa pembatasan, sepanjang tidak bertentangan dengan

undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh penguasa. Hak milik juga

memperbolehkan perampasan demi kepentingan umum, dengan ganti rugi yang dibayarkan

secara pantas dan sesuai dengan hukum.

Hak milik memberikan dua hak mendasar: pertama, hak untuk menikmati penggunaan

benda tersebut, dan kedua, hak untuk bertindak secara bebas dengan benda tersebut. Pemilik

mempunyai kebebasan untuk menjual, menghibahkan, memindahtangankan, membebani, atau

menjadikan benda itu sebagai jaminan utang, asalkan tidak melanggar undang-undang atau

menghalangi hak orang lain.

Pasal 571 dan 574 KUH Perdata memberikan dua hak tambahan kepada pemilik, yaitu

hak untuk memanfaatkan tanah secara vertikal dan hak untuk menuntut kembali hak milik

melalui revindicatie.

Hak milik mempunyai beberapa ciri, antara lain merupakan hak yang lebih unggul dari

hak kebendaan lainnya, hak yang paling menyeluruh dan abadi, serta merupakan hak pokok

yang utama dibandingkan dengan hak kebendaan lainnya.

Pasal 584 KUH Perdata mengatur lima cara memperoleh hak milik, antara lain melalui

kepemilikan atau pengakuan, penyitaan, lewat waktu, pewarisan, dan penyerahan. Cara

penyerahannya dikategorikan berdasarkan jenis bendanya, seperti benda bergerak berwujud,

benda bergerak tidak berwujud, dan benda tidak bergerak.

Hak memungut hasil menurut Pasal 756 KUH Perdata adalah hak kebendaan untuk

memperoleh hasil dari harta milik orang lain seolah-olah pemegangnya adalah pemiliknya.

Berakhirnya hak memungut keuntungan dapat terjadi karena berbagai sebab, antara lain

meninggalnya pemegang hak, berakhirnya masa tenggang, perubahan kepemilikan, pelepasan


hak, berlalunya waktu, atau rusaknya barang.

Pasal 807 KUH Perdata mengatur syarat-syarat hilangnya hak memungut keuntungan.

Anda mungkin juga menyukai