Pendahuluan
Benda merupakan hal yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia, benda
merupakan bagian yang identik dengan kekayaan yang dimiliki manusia benda
merupakan kekayaan yang dimiliki baik berwujud maupun tidak berwujud.
Mungkin beda berwujud mungkin sudah bisa digambarkan apa saja benda berwujud
itu, namun ketika berbicara benda tak berwujud mungkin sedikit orang yang
mengetahuinya contoh benda tak berwujud adalah hak milik, HAKI dan lain
sebagainya. Klasifikasi benda bukan hanya benda berwujud tak berwujud saja,
selanjutnya akan ada di bagian pembahasan. Dengan mengenal teori kebendaan kita
dapat mengetahui aspek aspek kebendaaan, klasifikasi dan hak hak yang melekat
didalamnya.
Benda adalah terjemahan dari bahasa aslinya, bahasa Belanda, zaak. Pembentuk
undang-undang merumuskan benda (zaak) dalam Pasal 449 KUHPerdata, yaitu
semua benda dan hak. Hak disebut juga “bagian dari harta kekayaan”
(vermogensbestand deel). Harta kekayaan meliputi benda, hak, dan hubungan
hukum tentang benda dan hak diatur diatur dalam Buku II dan Buku III
KUHPerdata, sedangkan zaak meliputi benda dan hak diatur dalam Buku II
KUHPerdata1.
Secara terminologi benda berarti objek sebagai lawan dari subjek dalam hukum
yaitu orang dan badan hukum2.
1
Abdulkadir Muhammad. Hukum Perdata Indonesia.Citra Aditya Bakti. Bandung. 2014. Hal.127
2
Riduan Syahrani. Seluk Beluk dan Asas Asas Hukum Perdata. P.T Alumni. Bandung. 2004.
Hal.107
1
Perkataan “benda” dipakai oleh undang-undang dalam berbagai arti, sedangkan apa
yang di dalam undang-undang ditentukan sebagai “benda” lebih lanjut dibagi dalam
beberapa cara ( benda bergerak dan benda tak bergerak, benda yang habis karena
dipakai dan sebagainya). Pada umumnya, kata “benda” itu diartikan sebagai apa
saja yang dapat menjadi sasaran hukum. Di dalam arti objek hukum, kata benda
dihadapkan kepada “orang” sebagai subjek hukum. Objek hukum itu dapat
berwujud (di dalam arti itulah dipakai benda dalam Pasal 556, 575, 625, 622
KUHPerdata, objek hukum itu dalam umumnya ialah bagian dari suatu harta 3.
Benda sifatnya berwujud, sedangkan hak sifatnya tidak berwujud, Subekti
menerjemahkan zaak dengan “benda”. Koesoemadi Poedjosewojo pun
menerjemahkan zaak sebagai “benda”. Atas dasar itu konsep benda mencakup
barang berwujud dan barang tidak berwujud. Barang berwujud dalam bahasa
Belanda disebut Good, sedangkan barang tidak berwujud disebut recht. Benda
adalah objek milik, hak juga dapat menjadi objek milik, secara yuridis yang
dimaksud dengan benda adalah segala sesuatu yang menjadi objek milik. Semua
benda dalam arti hukum dapat diperdagangkan, dapat dialihan kepada pihak lain,
dan dapat diwariskan4.
Secara garis besar, kita dapat mengambil garis besar dari pengertian benda dari segi
yuridis, para ahli maupun dari segi etimologis, benda merupakan barang berwujud
maupun tidak berwujud yang merupakan objek hukum dan dapat diperdagangkan
dapat dialihkan dan dapat dialihkan.
Hukum benda diatur dalam Buku II KUHPerdata. Hukum benda adalah
keseluruhan aturan hukum yang mengatur keseluruhan aturan yang mengatur
tentang benda5 . C.S.T Kansil berpendapat bahwa hukum benda adalah peraturan
peraturan hukum yang mengatur hak hak kebendaan yang bersifat mutlak artinya
hak terhadap benda yang oleh setiap orang wajib diakui dan dihormati 6. Seperti
yang diketahui bahwa benda merupakan hal yang penting dan pasti diperlukan
dalam kehidupan manusia yang dalam keseharianya bukan hanya benda yang
3
H.F.A Volmar. Pengantar Studi Hukum Perdata. Rajawali Press. Jakarta. 1992. Hal.187-192
4
Abdulkadir Muhammad. Op cit., hal.127-128
5
Ibid., hal.128
6
C.S.T Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Balai Pustaka. jakarta. 1986.
hal.243
2
berwujud saja melainkan benda tak berwujud pun diperlukan misalnya hak milik.
Oleh karena itu, timbulah peraturan-peraturan tentang hukum kebendaan (zakelijke
rechten) yang bersifat mutlak atau absolut. Artinya, dapat berlaku dan harus
dihormati setiap orang7. Pengertian lain mengenai hukum benda juga dikemukakan
oleh Abdoel Djamali, ia berpendapat bahwa hukum benda ialah ketentuan-
ketentuan yang mengatur mengenai hal yang diartikan dengan benda dan hak-hak
yang melekat diatasnya8.
Hukum benda adalah keseluruhan aturan hukum yang mengatur tentang benda,
pengaturan tersebut pada umumnya meliputi konsep benda, pembedaan macam-
macam benda dan hak-hak kebendaan. Pengaturan ini mengggunakan sistem
tertutup, artinya orang tidak boleh mengadakan hak-hak kebendaan selain yang
sudah diatur dalam undang-undang. Hukum benda bersifat memaksa (dwingend),
artinya harus dipatuhi, dituruti dan tidak boleh disimpangi dengan mengadakan
ketentuan baru mengenai hak-hak kebendaan 9.
Benda dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis menurut arti pentingnya dalam
hubungan hukum dengan perbuatan hukum terhadap benda. Pada umumnya ada
tujuh klasifikasi benda 10.
1. Benda berwujud dan tidak berwujud
Arti penting klasifikasi ini terdapat pada cara penyerahannya jika benda itu
dipindahtangankan kepada orang lain melalui perbuatan hukum tertentu misalnya
jual beli, pewarisan, hibah. Penyerahan benda berwujud dilakukan dengan
penyerahan secara nyata dari tangan ke tangan. Penyerahan benda tidak berwujud
dilakukan dengan balik nama.
7
Ibid., hal. 244
8
R.Abdoel Djamali.2012. Pengantar Hukum Indonesia. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 2012.
hal.160
9
Abdulkadir Muhammad. Loc. cit ., hal. 128
10
Abdulkadir Muhammad, Ibid., hal.129
3
2. Benda bergerak dan tidak bergerak
Meliputi mengenai penguasaan (bezit, take hold), mengenai penyerahan (levering,
delivery), mengenai daluarsa (verjaring, expired), mengenai pembebanan
(bezwaring, burdening).
Benda bergerak menurut sifatnya adalah benda yang dapat dipindahkan (Pasal 509
KUHPerdata) misalnya, kursi, meja, buku. Benda bergerak karena ketentuan
undang-undang adalah hak yang melekat pada benda bergerak (Pasal 511
KUHPerdata). Misalnya, hak pakai dan saham.
Benda tidak bergerak menurut sifatnya adalah benda-benda yang tidak dapat
dipindah-pindahkan. Misalnya, tanah dan segala apa yang melekat diatasnya seperti
gedung dan pepohonan.
Benda tidak bergerak karena tujuanya adalah benda yang dilekatkan pada benda
pokok untuk tujuan tertentu. Misalnya, mesin-mesin yang di pasang pada pabrik,
dengan tujuan untuk dipakai tetap dan tidak berpindah pindah (Pasal 507 KUH
Perdata).
Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang adalah hak-hak yang
melekat pada benda tidak bergerak (Pasal 508 KUHPerdata ). Misalnya, hipotek,
hak tanggungan, hak pakai atas benda tidak bergerak dan hak memungut atas hasil
benda tidak bergerak.
4
ada dapat dijadikan jaminan utang dan perjanjian yang objeknya benda akan ada
dapat menjadi batal apabila pemenuhanya itu tidak mungkin dilaksanakan sama
sekali (Pasal 1320 unsur ketiga KUHPerdata ).
11
Ibid., hal.129-133
5
Undang-undang Pokok Agraria dan Buku II KUHPerdata
Pasal pasal yang masih berlaku penuh dalam Buku II KUHPerdata diantaranya :
a. Pasal – pasal tentang benda bergerak : Pasal 505 dan 509 KUHPerdata
b. Pasal tentang penyerahan benda bergerak : Pasal 612 dan 613 KUHPerdata
c. Pasal tentang hak mendiami hanya mengenai rumah Pasal 826 dan 827
KUHPerdata
d. Pasal Pasal tentang hukum waris : Pasal 830-1130 KUHPerdata
e. Pasal pasal tentang piutang yang diistimewakan : Pasal 1131- 1149
KUHPerdata
f. Pasal pasal tentang gadai : Pasal 1150-1160 KUHPerdata
g. Pasal pasal tentang hipotek, kecuali mengenai pembebanan hipotek dan
pendaftaran hipotek tunduk pada Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960
tentang Pokok Pokok Agraria dan peraturan pelaksanaannya, yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961, Peraturan Menteri Agraria
Nomor 15 tahun 1961 dan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 199713.
12
Ibid., hal. 134
13
Ibid., hal.134
6
f. Pasal – pasal tentang hak pakai sepanjang tidak mengenai tanah, yaitu Pasal
818 KUHPerdata dan seterusnya14.
14
Ibid., hal.134 - 135
15
Sri Soedewi. Hukum Benda. Liberty. Yogyakarta. 1974. Hal 36
16
Sri Soedewi. Loc. Cit., Hal 36
7
dipindah-tangankan. Terkecuali, yang berhak itu tidak dapat menentukan
bahwa : tidak dapat dipindah-tangankan. Berlainan dengan pada tagihan, di sini
para pihak dapat menentukan bahwa: tidak dapat dipindah-tangankan. Namun,
yang berhak juga dapat menyanggupi tidak akan memperlainkan
(vervreemden) barangnya. Tetapi, berlakunya itu dibatasi oleh “etische
causaliteitsregel” (1377) : tidak berlaku jika tujuannya bertentangan dengan
kesusilaan. Ini terdapat jika barang itu dikeluarkan dari lalu lintas lebih lama
daripada waktu yang diperbolehkan untuk kepentingan masyarakat17.
3. Asas individualiteit.
Objek dari hak kebendaan adalah barang yang individueel bepaald, yaitu suatu
barang yang dapat di tentukan. Artinya, orang hanya dapat sebagai pemilik dari
barang yang berwujud yang merupakan kesatuan : rumah, meubel, hewan.
Tidak dapat atas barang yang ditentukan menurut jenis dan jumlahnya18.
4. Asas totalitein.
Hak kebendaan selalu meletak atas keseluruhan objeknya (500, 588, 606, dan
sebagainya). Siapa yang mempunyai zakelijkrecht atas suatu zaak ia
mempunyai zakelijkrecht atas keseluruhan zaak itu, juga atas bagian-bagiannya
yang tidak sendiri.
Atas bagian yang tidak tersendiri baru dapat diadakan zakelijkrecht, sesudah
bagian itu menjadi zaak yang berdiri sendiri; misalnya: agar pembeli dapat
memperoleh hak milik dari suatu panenan, maka penjual harus sudah menunai
padinya.
Konsekuensi lain: jika suatu zaak sudah terlebur dalam zaak lain, maka
zakelijkrecht atas zaak yang pertama tadi lenyap. Pemilik batu yang sudah
dijadikan dinding rumah, hilang hak milik atas batu itu, sebab batu itu tidak
lagi zaak tersendiri19.
Konsekuensi ini dalam beberapa hal diperlunak :
a. Pasal 607 KUHPerdata : adanya milik bersama atas barang yang baru.
17
Sri Soedewi. Ibid., Hal 36
18
Ibid., Hal 37
19
Ibid., Hal 37
8
b. Pasal 602 KUHPerdata : lenyapnya zaak itu oleh karena usaha pemilik zaak
itu sendiri yaitu terleburnya zaak tadi dalam zaak lain. Lihat Pasal 606, 608
KUHPerdata (secara kwade tronw).
c. Pasal 714db, Pasal 725db, 1567 KUHPerdata : pada waktu terleburnya zaak
sudah ada perhubungan hukum antara kedua eigenaar yang bersangkutan20.
5. Asas tak dapat dipisahkan (onsplitsbaarheid). Kewenangan atau yang berhak
tak dapat memindah-tangankan sebagian daripada wewenang yang termasuk
suatu hak kebendaan yang ada padanya, misalnya pemilik. Pemisahan daripada
zakelijkrechten itu tidak diperkenankan. Tetapi, pemilik dapat membebani hak
miliknya dengan iura in realiena. Ini kelihatannya seperti melepaskan sebagian
dari wewenangannya. Tetapi, itu hanya kelihatannya saja, hak miliknya tetap
utuh21.
6. Asas prioriteit.
Semua hak kebendaan memberi wewenang yang sejenis dengan wewenang-
wewenang dari eigendom, sekalipun luasnya berbeda-beda dan perlu diatur
urutannya. Ius in realiena meletak sebagai beban atas eigendom. Sifat ini
membawa serta iura in realiena didahulukan (674, 711, 720, 756, 1150) KUH
Perdata22.
Bagaimana jika antara iura in realiena yang satu dengan yang lain, mana yang
harus didahulukan? Maka, di sini urutannya menurut lebih dahulunya
diadakan. Misalnya, atas sebuah rumah dibebani hipotek kemudian diberikan
dengan hak memungut hasil, maka di sini orang yang mempunyai hak
memungut hasil atas rumah itu yang haknya itu baru timbul kemudian setelah
adanya hipotek atas rumah itu harus mengalah. Hipotek houder dapat
memperlakukan barangnya itu sebagai hak milik yang tak dibebani apa-apa.
Asas ini tidak dikatakan dengan tegas, tetapi akibat dari asas bahwa seseorang
itu hanya dapat memberikan hak yang tidak melebihi apa yang di punyai (asas
nemoplus). Ada kalanya asas ini diterobos, akibatnya, urutan hak kebendaan
terganggu. Misalnya: suatu obligasi diberikan dengan hak memungut hasil lalu
dititipkan. Kemudian, digelapkan oleh yang menyimpannya itu dan
20
Ibid., Hal 37-38
21
Ibid., Hal 38
22
Ibid., Hal 38
9
digadaikan, maka di sini hak dari pemegang gadai yang memperoleh barang
tadi secara jujur dari penyimpan itu haknya didahulukan daripada hak yang si
pemungut hasil. Jadi, gadai lebih utama. Mengenai bezit itu terkemudian dari
hak kebendaan yang lain, sebab sifatnya yang lebih lemah23.
7. Asas percampuran (asas vermenging). Hak kebendaan yang terbatas, jadi
selainnya hak milik hanya mungkin atas benda orang lain. Tidak dapat orang
itu untuk kepentingannya sendiri memperoleh hak gadai (menerima gadai), hak
memungut hasil atas barangnya sendiri. Jika hak yang membebani dan yang
dibebani itu terkumpul dalam satu tangan, maka hak yang membebani itu
menjadi lenyap (706, 718, 736, 724, 807 KUHPerdata). Jadi, jika orang yang
mempunyai hak memungut hasil atas tanah kemudian membeli tanah itu, maka
hak memungut hasil itu menjadi lenyap.
8. Perlakuan terhadap benda bergerak dan tak bergerak itu berlainan. Aturan-
aturan mengenai pemindahan, pembebanan (bezwaring), bezit dan verjaring
mengenai benda-benda roerend dan onroerend berlainan. Juga mengenai iura
in realiena yang dapat diadakan.
Onroerend = erfpacht, postal, vruchtgebruik, hipotek, servituut.
Roerend = hanya vruchtgebruik dan pand24.
9. Asas publiciteit : mengenai benda-benda yang tidak bergerak, mengenai
penyerahan dan pembebanannya berlaku asas publiciteit, yaitu dengan
pendaftaran di dalam register umum. Sedangkan, mengenai benda yang
bergerak cukup dengan penyerahan nyata, tanpa pendaftaran dalam register
umum25.
10. Sifat perjanjiannya.
Merupakan perjanjian yang zakelijk. Orang mengadakan hak kebendaan itu
misalnya mengadakan hak memungut hasil, gadai, hipotek, dan lain-lain, itu
sebetulnya mengadakan perjanjian. Sifat perjanjiannya di sini merupakan
perjanjian yang zakelijk, yaitu perjanjian untuk mengadakan hak kebendaaan.
Jadi, lain halnya dengan perjanjian yang terdapat dalam Buku III KUH Perdata
23
Ibid., Hal 38-39
24
Ibid., Hal 39
25
Ibid., Hal 39
10
misalnya, itu merupakan perjanjian yang bersifat obligator, yaitu perjanjian
yang menimbulkan verbintenis26.
Menurut Syuling, perjanjian yang zakelijk itu bersifat abstrak, sedang
perjanjian yang obligator itu bersifat casual. Artinya, pada perjanjian yang
zakelijk, dengan selesainya perjanjian, tujuan pokok dari perjanjian itu sudah
tercapai, yaitu adanya hak kebendaan. Sedangkan, pada perjanjian yang
obligator, dengan selesainya perjanjian tujuan pokok dari perjanjian itu belum
tercapai, hak belum beralih, masih ada penyerahan lebih dulu27.
DAFTAR PUSTAKA
26
Ibid., Hal 40
27
Ibid., Hal 40
11