Anda di halaman 1dari 2

Nama : Muhammad Seno Adi

Asal kota/Kabupaten : Kuningan

Provinsi : Jawa Barat

Tugas 1.4: Argumentasi Kritis


Setelah membaca tulisan Ki Hadjar Dewantara dan melihat video Pendidikan Zaman
Kolonial, Anda membuat sebuah tulisan argumen kritis tentang:

Argumentasi kritis (minimum 300 kata dan maksimum 500 kata )tentang gerakan
transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam perkembangan pendidikan sebelum dan
sesudah kemerdekaan (Catatan Reviewer – mohon dielaborasi maksud dari argumen
kritis, misalnya untuk memberikan argumen kritisi itu membutuhkan referensi, data,
fakta untuk membimbing mahasiswa sehingga ketika Dosen memeriksa hasil kerja
mahasiswa dapat melihat acuan referensi yang disajikan)

Sebelum kemerdekaan atau kita kenal pada masa penjajahan era kolonialisme yang
dilakukan oleh belanda di Nusantara ini belum didapati pendidikan untuk penduduk asli
Indonesia, namun pada tahun 1800an sudah terdapat undang-undang untuk
diadakannya pendidikan bagi penduduk bumi putera namun itu hanya sekedar
peraturan tertulis karena pda kenyataannya hal terebut tidak pernah terlaksana hingga
beberapa tahun kemudian yang hanya sekedar pembaharuan peraturan untuk
melaksanakan kegiatan pendidikan untuk bumi putera, kemudian masih pada tahun
yang sama di pertengahan hingga akhir tahun 1800an undang-undang untuk
melakukan kegiatan pendidikanpun mulai dilakukan oleh pemerintahan Hindia Belanda
akan tetapi itu semua dilakukan hanya untuk mendidik orang-orang yang nantinya akan
dipergunakan sebagai pegawai pemerintahan Hindia Belanda dan pembelajarannya
sudah dipetakan untuk pekerjaanya nanti pada pemerintahan Hindia Belanda tidak
untuk melakukan pembelajaran yang nantinya akan mendapatkan wawasan lebih.
Sebelumnya Belanda hanya memperbolehkan pembelajaran bebas dengan banyak
wawasan hanya diperuntukkan para keturunan Eropa, lalu muncullah setelahnya era
yang para pejuang pendidikan namai dengan era “Hindia Belanda lembut” pada era
inilah penduduk asli sudah mulai diperbolehkan mengikuti pembelajaran dengan para
pelajar eropa hanya saja mereka orang-orang Jawa yang khusus menjadi dokter.
Dengan banyaknya perjuangan yang dilakukan oleh para pejuang pendidikan akhirnya
para pendidik menginginkan para peserta didik memiliki keilmuan yang setara dengan
orang baratdan juga memilki wawasan mereka akan tetapi tidak menghilangkan jati
dirinya sebagai putera bangsa dengan tetap ditanamkannya budaya luhur bangsa ini
dalam setiap pembelajaran dengan penyesuaian-penyesuaian karena tidak bisa
sepenuhnya adat atau kultur diterapkan dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karenanya
dibuatlah lembaga-lembaga pendidikan asli bumi putera yang tetap menggunakan
pembelajaran belanda hanya saja sifat kolonialisme dalam metode pembelajaran
dihilangakan untuk memeberikan pembelajaran yang nyaman dan wawsan yang luas
pada peserta didik dengan tanpa menghilangkan adat budaya kulturpara leluhur dalam
pembelajarannya, sehingga setelah kejadian tersebut muncullah zaman bangkitnya jiwa
merdeka. Sekolah-sekolah yang didirikan oleh bangsa kita sendiri (sesudah menginjak
ke dalam zaman “Kebangunan Nasional”) tidak dapat melepaskan diri dari belenggu
intelektualisme, individualisme, materialisme dan kolonialisme tadi. Sungguhpun cita-
cita Raden Ajeng Kartini (1900) sudah mulai mengandung jiwa nasional dan cita-cita
Dokter Wahidin Sudirohusodo (1908) sudah membayangkan aliran kultural namun
organisasi teknik pendidikan dan pengajaran tetap tak berubah. Masuknya anasir
kebudayaan ke dalam sekolah-sekolah yang bermaksud mewujudkan perguruan
kebangsaan, pula masuknya anasir-anasir agama ke dalam sekolahsekolah Islam, tidak
dapat menghapuskan corak warna jiwa kolonial dengan sekaligus.

Anda mungkin juga menyukai