Anda di halaman 1dari 7

BAB II

PEMBAHASAN
A. PERDAMAIAN
Para ulama membagi pembahasan tentang perdamaian dalam beberapa
kategori. Yakni, perdamaian dengan orang kafir, perdamaian antara suami-istri,
perdamaian antara kaum pemberontak dan kaum yang adil, perdamaian antara
kedua pihak yang bertikai, perdamaian dalam masalah yang berkaitan dengan luka
diberi pengampunan dengan membayar sejumlah harta, dan perdamaian untuk
memutuskan permusuhan yang berkenaan dengan hak dan kepemilikan. Jenis
perdamaian yang terakhir inilah yang akan kami jelaskan.
B. Dasar Hukum perdamain
Al-qur’an
َ‫ّٰللا لَعَلَّ ُك ْم ت ُ ْر َح ُم ْون‬ ْ َ ‫اِنَّ َما ْال ُمؤْ مِ نُ ْونَ اِ ْخ َوة ٌ فَا‬
َ ‫ص ِل ُح ْوا بَيْنَ اَخ ََو ْي ُك ْم َواتَّقُوا ه‬
Artinya; “Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah

antara dua saudaramu (yang berselisih) dan bertaqwalah kepada Allah agar kamu

mendapatkan rahmat.”

C. Hadis tentang sulhu


‫ص ْل ُح َجائ ٌِز‬ ُّ ‫ ( اَل‬:َ‫ّٰللا صلى هللا عليه وسلم قَال‬ ُ ‫ع ْوفٍ ا َ ْل ُمزَ نِي ِ رضي هللا عنه أ َ َّن َر‬
ِ َّ َ ‫سو َل‬ َ ‫ع ْم ِرو ب ِْن‬َ ‫ع ْن‬ َ
‫ ِإ ََّّل ش َْرطا ً َح َّر َم‬،‫ش ُروطِ ِه ْم‬
ُ ‫علَى‬
َ َ‫ون‬‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬
ْ
ُِ ُ َ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫و‬ ،ً ‫ا‬ ‫ام‬ ‫ر‬ ‫ح‬
َ َ َ ََّ
‫ل‬ ‫ح‬َ ‫أ‬ ‫و‬ ً ‫َّل‬ َ
‫َل‬ ‫ح‬ ‫م‬ ‫ر‬
َ َ َّ َ ‫ح‬ ً ‫ا‬ ‫ح‬ ْ
‫ل‬ ‫ص‬
ُ َّ
‫َّل‬ ‫إ‬
ِ ، َ‫ين‬ ‫ل‬ ‫س‬
ْ
ِ‫ُ ِم‬ ‫م‬ ْ
‫ل‬ َ ‫ا‬ َ‫ْن‬ ‫َبي‬
.ُ‫ص َّح َحه‬
َ ‫ي َو‬ ُّ ‫َح ََلَّلً َو أ َ َح َّل َح َراما ً ) َر َواهُ اَلت ِْرمِ ِذ‬
Artinya: "Dari Amr bin Auf A-Muzani Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah
Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, "Perdamaian boleh dilakukan antar sesama
kaum muslimin, kecuali perdamaian yang mengharamkan perkara yang halal atau
menghalalkan perkara yang haram (dalam lafazh Abu Dawuddisebutkan, "dan
orang-orang mukmin") Kaum muslinmin wajib berpegang pada syarat-syarat
mereka, kecuali syarat yang mengharamkan perkara yang halal atau menghalalkan
perkara yang haram." HR. At-Tirmidzi dan ia menshahihkaunya.
Namun banyak yang mengingkarinya, karena seorang perawinya yang
bernama Katsir bin Abdullah bin Amar bin Auf adalah lemah (Asy-Syafi'i
mendustakan hal tersebut, sedangkan Imam Ahmad meninggalkannya). Dalam
kitab Al-Mizan, dari riwayat Ibnu Hibban dari bapaknya dari kakeknya terdapat
naskah yang maudhu' (dusta). Asy-Syafi'i dan Abu Dawud berkata, "Hal tersebut
merupakan pilar dari pilar-pilar kedustaan." Sedangkan penulis memaklumi sikap
At-Timridzi dengan mengatakan, "Mungkin At-Tirmidzi menganggapnya baik

1
karena banyaknya jalur perizwayatannya. Ibnu Hibban menshahihkannya dari
hadits Abu Hurairah.

Tafsir Hadits
Hadits ini mencakup dua permasalahan:
Pertama; Hukum seputar perdamaian.
Sesungguhnya perdamaian itu diperbolehkan dengan syarat adanya
kerelaan, sebagaimana tersebut dalam sabda beliau, "boleh" yang menunjukkan
bahwa perdamaian bukanlah hukum yang wajib diambil ketika pihak yang
berselisih tidak rela melakukannya. Perdamaian juga boleh dilakukan dengan
orang-orang nonmuslim seperti orang-orang kafir sehingga berlaku pula hukum
perdamaian di antara mereka. Adapun penyebutan kaum muslim secara khusus
dalam hadits ini karena khitab [sasaran] ditujukan kepada mereka yang tunduk
kepada hukum Al-Qur'an dan As-Sunnah. Sędangkan secara zhahir, hadits ini
menunjukkan keumuman bolehnya perdamaian, baik setelah diketahui kebenaran
kasus [perkara]nya maupunsebelumnya.
Petunjuk pertama berdasarkan kisah Zubair dan sahabat Anshar2
Sesungguhnya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak menjelaskan kepada Zubair
apa yang menjadi haknya, dan beliau memerintahkannya untuk mengambil
sebagian harta miliknya sebagai bentuk perdamaian. Ketika sahabat Anshar
tersebut tidak rela dengan adanya perdamaian dan meminta dijelaskan hak
kepemilikannya, maka Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan
kepada Zubair kadar -jumlah- yang menjadi haknya. Secara zhahir, hadits ini
menunjukkan bahwa perdamaian itu tidak disertai dengan adanya pengingkaran,
justru merupakan perdamaian yang disertai dengan sikap diamnya pihak yang
terdakwa yang merupakan pokok permasalahan tersendiri. Karena Zubair tidak
mengetahui fakta kebenaran yang dimilikinya sampai tunduk pada perdamaian dan
justru menjadi awal disyariatkannya penentuan kadarpengairan. Setelah diteliti
kembali ternyata perdamaiarn tidaklah terjadi kecuali seperti ini bentuknya,
sedangkan bila setelah dijelaskan fakta kebenaran sebenarnya bagi pihak yang
berseteru merupakan tuntutan dari pihak pemilik hak untuk meninggalkan sebagian
yang dimilikinya bagi pihak lawan.
Di antara ulama yang membolehkan adanya perdamaian yang disertai
pengingkaran adalah Imam Malik, Ahmad, dan Abu Hanifah, sedangkan Al-
Hadawiyah dan Asy-Syafi'i berselisih pendapat dengan mereka seraya mengatakan
bahwa tidak sah adanya perdamaian yang disertai dengan pengingkaran. Yang
dimaksud dengan 'tidak sah' adalah tidak diperkenankan harta lawan disertai dengan
pengingkaran pihak yang berdamai. Dimana pihak lain menuduhnya dengan hutang
atau lainnya sehingga didamaikan dengan sebagian harta atau hutang disertai

2
dengan adanya pengingkaran darinya. Maka sisanya tidak diperkenankan menjadi
miliknya justru wajib diserahkan kepadanya karena sabda Nabi Shailallahu Alaihi
wa Sallam:
"Sesungguhnya tidak halal harta seorang muslim kecuali atas kemurahan
hatinya".

Dan firman Allah Ta'ala,


"Suka sama-suka" (QS. An-Nisaa': 29)
Pernyataan di atas dijawab, bahwa telah terjadi atas kemurahan hatinya dengan
sikap rela untuk berdamai dan mengadakan perdamaian sehingga termasuk dalam
hukum akad tukar menukar dan sisanya menjadi halal baginya. Aku katakan, lebih
baik dikatakan bahwa bila penuduh menge tahui haknya berada pada lawannya
maka dibolehkan baginya menerima apa yang diperdamaikan walaupun lawannya
mengingkarinya. Bila ia menuduh dengan kebatilan maka huduhan tersebut haram,
begitu pula dengan mengambil barang yang diperdamaikan.
Terdakwa bila mempunyai hak yang diketahuinya sedangkan dia mengingkarinya
karena suatu tujuan sehingga wajib untuk diserahkan sesuatu yang diperdamaikan.
Bila 'ia tahu tidak memiliki hak maka bołleh baginya memberikan sebagian
hartanya untuk menampik perselisihan lawannya dan perilaku menyakitinya serta
diharamkan baginya untuk mengambil barangnya. Dengan pernyataan ini dapatlah
disatukan semua dalil nash yang ada sehingga tidak dinyatakan bahwa perdamaian
disertai dengan pengingkaran tidak sah dan tidak pula sah secara mutlak, tapi
disertai dengan perincian yang lebih jelas.

Kedua; Faidah dari sabda Rasulullah, "Kaum muslimin wajib berpegang pada
syarat-syarat mereka.""
Yakni, mereka berpegang teguh dan menepati syarat-syarat yang ada di antara
mereka. Penggunaan kata 'ala dan penyifatan mereka dengan kata 'Islam' atau Iman'
menunjukkan tingginya derajat mereka dan mereka tidak merusak syarat-syarat
yang telah disepakati. Dalam hadits ini terdapat dalil yang menunjukkan keharusan
bagi seorang muslim untuk mematuhi syarat -yang telah ditetapkan kecuali adanya
pengecualian yang disebutkan dalam hadits tersebut. Bagi ulama yang membahas
masalah ini secara rinci, mereka mempunyai berbagai pembahasan secara detail
tentang syarat-syarat dan pembagiannya yang sah dan harus dilakukan, yang tidak
sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum, dan ada pula yang sah tetapi mengha
ruskan akad itu yang rusak (fasad). Semua itu terpaparkan secara jelas.

3
Imam Al-Bukhari dalam kitab Asy-Syuruth menjelaskan masalah ini secara secara
rinci dan gamblang. Sabda beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Kecuali syarat
yang mengharamkan perkara yang halal", yakni, seperti syarat si penjual agar
pembeli tidak menggauli budak perempuannya. Dan sabda beliau, "atau
menghalalkan yang haram", yakni, seperti mensyaratkan menggauli budak
perempuan yang diharamkan
Allah untuk digauli. 1
D. Mediasi

Mediasi adalah suatu proses penyelesaian sengketa antara dua pihak


atau lebih melalui perundingan atau cara mufakat dengan bantuan pihak
netral yang tidak memiliki kewenangan memutus. Pihak netral tersebut
disebut mediator dengan tugas memberikan bantuan prosedural dan
substansial. Dengan demikian, dari definisi atau pengertian mediasi ini
dapat diidentifikasikan unsur-unsur esensial mediasi, yaitu:
• Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa melalui
perundingan berdasarkan pendekatan mufakat atau konsensus
para pihak;
• Para pihak meminta bantuan pihak lain yang bersifat tidak
memihak yang disebut mediator;
• Mediator tidak memiliki kewenangan memutus, tetapi hanya
membantu para pihak yang bersengketa dalam mencari
penyelesaian yang dapat diterima para pihak.2
Ditinjau secara konseptual, Mediasi berasal dari bahasa Inggris
mediation yang berarti perantaraan. Sedangkan dalam bahasa Belanda
disebut medio artinya pertengahan dan di dalam kamus bahasa Indonesia
mediasi berarti menengahi.
Secara umum mediasi adalah salah satu alternatif penyelesaian
sengketa melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan
dengan dibantu oleh mediator. Semua perkara perdata yang masuk di
pengadilan wajib menempuh proses mediasi sebelum dilakukan
pemeriksaan terhadap pokok perkara. Dasar hukum mediasi di pengadilan
adalah Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) No.1 Tahun 2008.
Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam
proses perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian
sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah

1
Terjemah Subulus Salam, hal 457-461
2
Takdir Rahmadi, Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2010), h. 12 dan 13.

4
penyelesaian. Mediator dipilih berdasarkan kesepakatan antara pihak
sengketa dengan pilihan mediatornya adalah hakim-hakim bukan pemeriksa
pokok perkara pada pengadilan agama atau advokat atau akademisi hukum
yang bersertifikat mediator dari lembaga yang telah memperoleh akreditasi
dari Mahkamah Agung Republik Indonesia. Mediasi pada azaznya tidak
dilakukan dalam keadaan terbuka untuk umum, kecuali para pihak
menghendaki lain.
Jika mediasi dilakukan dengan bantuan mediator hakim, maka
mediasi wajib dilaksanakan di salah satu ruangan di dalam gedung
Pengadilan tingkat pertama dan pembebanan biaya adalah hanya terbatas
untuk pemanggilan para pihak yang jumlahnya tergantung pada biaya radius
yang telah ditetapkan Pengadilan. Namun apabila mediasi dilakukan dengan
bantuan mediator non hakim (advokat / akademisi hukum), maka para pihak
boleh/dapat memilih penyelenggaraan mediasi di tempat lain di luar gedung
pengadilan tingkat pertama, dan pembebanan biaya tergantung pada
kesepakatan antara para pihak dengan mediator.
Sedangkan apabila mediasi melibatkan seorang ahli, maka semua
biaya untuk kepentingan ahli ditanggung para pihak berdasarkan
kesepakatan.3
E. Dasar Hukum Mediasi di Indonesia
Dasar hukum pelaksanaan Mediasi di Pengadilan diantaranya:
Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 2 Tahun 2003, Peraturan Mahkamah
Agung Republik Indonesia Nomor: 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Mediasi
di Pengadilan, dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor: 1 Tahun 2016
tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan.

F. Tugas Mediator
• Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi
kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati.
• Mediator wajib mendorong para pihak untuk secara langsung berperan
dalam proses mediasi.
• Apabila dianggap perlu, mediator dapat melakukan kaukus atau
pertemuan terpisah selama proses mediasi berlangsung.
• Mediator wajib mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali
kepentingan mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang
terbaik bagi para pihak.

3
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN AGAMA PAREPARE KELAS 1B

5
G. Kelebihan Mediasi
• Lebih sederhana dari pada penyelesaian melalui proses hukum.
• Efisien
• Waktu singkat
• Rahasia
• Menjaga hubungan baik para pihak
• Hasil mediasi merupakan KESEPAKATAN kedua belah pihak
• Berkekuatan hukum tetap
• Akses yang luas bagi para pihak yang bersengketa untuk memperoleh
rasa keadilan4

4
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA, PENGADILAN AGAMA PAREPARE KELAS 1B

6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bahwasanya perdamaian itu sangat dianjurkan karena itu perintah,
dimana perdamaian jika dilakukan akan sangat besar dampaknya bagi orang
yang bersengketa, jika perdamaian tidak dilakukan, akan lebih banyak
mudharatb yang akan terjadi kepada orang yang bersengketa. Seperti halna
adalah putusna tali silaturahmi atau hubungan sesame manusia. Jika ini
terputus kehidupan akan susah karena berdamai itu adalah kunci suatu
masalah dapat selesai dengan cara sederhana tapi terbaik
Dalam pengadilan perdamaian disebut mediasi, yaitu menengahi
seseorang yang berperkara agar perkara tersebut dapat selesai dengan cara
yang baik dan keputusan dari kedua pihak yang bersengketa akan menjalin
Kembali rasa persaudaraannya yaitu hablum minannas

B. Saran
Dengan adanya makalah ini semoga teman teman dapat menambah
wawasannya untuk masalah perdamian atau sulhu atau mediasi dalam
bahasa pengadilannya, agar teman teman lebih faham, maka bisa mencari
referensi lain yang terkait denga napa yang kami bahas dalam makalah ini

Anda mungkin juga menyukai