NIM : 23010123120045
Kelas : Peternakan E
Matkul : Olahraga (tugas pengganti lari, mencari jurnal nasional dan internasional)
Jurnal Nasional
1. Pengaruh Latihan Lari 12 menit dan llari bolak balik terhadap peningkatan daya tahan
VO2 max
PENGARUH LATIHAN LARI 12 MENIT DAN LARI BOLAK BALIK TERHADAP
PENINGKATAN DAYA TAHAN VO2 max
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh latihan lari 12 menit dan
lari bolak balik terhadap peningkatan daya tahan VO2. Hasil data dari penelitian
dianalisis dengan menggunakan teknik analisis varian satu jalur atau one way anova
dengan taraf signifikansi 0,05. Dari uji tersebut diperoleh Fhitung sebesar 8,385< 4,41
Ftabel pada hasil pretest dan posttest kelompok X1 dan diperoleh Fhitung sebesar
5,831< 4,41 Ftabel pada hasil pretest dan posttest kelompok X1, kemudian untuk
kelompok kontrol diperoleh Fhitung sebesar 0,00039< 4,41 dan untuk selisih
kelompok X1 dengan kelompok kontrol diperoleh Fhitung sebesar 112,71 > 4,20
Ftabel dan selisih kelompok X2 dengan kelompok kontrol diperoleh Fhitung sebesar
73,14 > 4,20 Ftabel. Perolehan tersebut merujuk pada hasil penelitian yang diperoleh.
Kesimpulan ada pengaruh signifikan antara latihan lari 12 menit dan lari bolak balik
dengan latihan konvensional terhadap peningkatan daya tahan pemain.
Kata kunci: eksperimen, lari 12 menit, lari bolak-balik, daya tahan vo2 max
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the effect of running 12 minutes and
running back and forth to increase VO2 endurance. The results of the data from the
study were analyzed using one-way ANOVA variant analysis techniques with a
significance level of
0.05. From the test obtained Fcount of 8.338 <4.41 Ftable on the results of pretest
and posttest in group X1 and obtained Fcount of 5.831 <4.41 Ftable on the results of
the pretest and posttest group X1, then for the control group obtained Fcount of
0.00039 <4, 41 and for the difference in group X1 with the control group obtained
Fcount of 112.71> 4.20 Ftable and the difference in group X2 with the control group
obtained Fcount of 73.14> 4.20 Ftable. The acquisition refers to the results of the
research obtained. The conclusion is that there is a significant influence between
running 12 minutes and running back and forth with conventional exercises to
increase the player's endurance.
Keywords: experiment, 12 minutes run, shuttle run endurance vo2 max
PENDAHULUAN
Untuk mencapai hidup yang sehat dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah
satunya adalah dengan melakukan aktivitas olahraga. Olahraga merupakan kegiatan
yang sudah tidak asing di telinga setiap orang. Pada dasarnya setiap orang mempunyai
kesempatan berolahraga sesuai yang diminati. Olahraga dapat di jadikan gaya hidup
untuk setiap umat manusia.
Olahraga terbukti dapat meningkatkan kesehatan dan tingkat kesegaran jasmani
seseorang. Seseorang yang memiliki kesegaran jasmani prima dapat melakukan
kegiatan sehari-hari dengan optimal dan tidak cepat lelah, serta masih memiliki
cadangan energi untuk melakukan kegiatan lain. Kondisi tubuh yang kurang bagus di
karenakan dari kurangnya berolahraga dapat mengakibatkan prestasi bekerja yang
buruk terlihat dari daya tahan yang tidak memadahi. Dalam hal ini olahraga dapat di
jadikan sebuah alat untuk memperbaiki dan mengembangkan kondisik fisik yang
sering di butuhkan dalam kondisi tertekan ataupun tidak di duga.
Saat ini olahraga yang sangat banyak diminati oleh masyarakat indonesia adalah
cabang olahraga futsal. Permainan futsal merupakan gabungan dari beberapa teknik
individu dan tim yang menyatu dalam sebuah kerja sama keseluruhan. Pada dasarnya
futsal adalah permainan yang sangat cepat dan dinamis. Permainan futsal yang dikenal
dengan permainan cepat dan dinamis, dengan permainan seperti itu dibutuhkan daya
tahan dan stamina yang cukup baik karena tanpa didukung dengan daya tahan dan
stamina yang cukup kuat pola penyerangan dan pola pertahanan yang dibangun oleh
sebuah tim tidak akan berjalan dengan baik.
Di Kota Malang, olahraga futsal adalah olahraga yang populer, seiring dengan
perkembangan olahraga futsal di Indonesia, saat ini banyak sekali turnamen -
turnamen baik itu antar pelajar, mahasiswa ataupun masyarakat umum. Dari situ
banyak sekali rasa ketertarikan lebih besar terhadap olahraga futsal dengan banyaknya
pelajar yang menggemari olaharaga tersebut. Hampir di setiap sekolah dapat di
pastikan ada ekstrakulikuler futsal yang nantinya akan membentuk sebuah tim futsal
untuk bisa eksis di turnamen futsal antar sekolah. Salah satunya adalah tim dari
ekstrakulikuler futsal yang ada di SMK Negeri 6 Malang.
Menurut (Harsono,2015), ”faktor yang mempengaruhi prestasi dan keterampilan
seorang atlet adalah latihan. Latihan adalah proses yang sistematis dari berlatih yang
dilakukan secara berulang-ulang, dengan kian hari kian menambah jumlah beban
latihan serta intensitas latihannya”. (Mylsidayu dan Kurniawan, 2015) mengemukakan
pendapatnya bahwa “latihan berasal dari kata dalam bahasa inggris yang dapat
mengandung beberapa makna seperti: practice (praktek), exercise (latihan), dan
training (latihan).”
Hal yang perlu di perhatikan adalah terjadinya peningkatan dalam latihan
apabila latihan 12 dilakukan minimal 3x seminggu, dan maksimal 12- 14x dalam
seminggu (sehari 2 sesi). Sebab, dalam keadaan normal, kelelahan yang timbul akan
dapat diatasi dalam waktu antara 12-24 jam dan setelah itu atlet akan merasa segar dan
bugar kembali (Harsono, 2015). Jadi, dapat di simpulkan bahwa peningkatan latihan
terjadi secara signifikan apabila sekurang-kurangnya latihan 3x seminggu selama 4
minggu. Semakin sering/banyak latihan maka peningkatan akan terjadi semakin cepat,
tetapi tetap harus memperhatikan prinsip-prinsip latihan agar tidak terjadi overtraining
(latihan berlebih) menurut (Mylsidayu dan Kurniawan, 2015).
Menurut (Suhendro, dkk, 2007) “boredom (kebosanan) dalam dapat di kurangi
atau dihilangkan dengan membuat olahraga tersebut menjadi menirik sehingga
menimbulkan perhatian, rangsangan, dan motivasi bagi orang yang melakukan olahrag
tersebut.” Menururt (Harsono, 2015) menjelaskan “Latihan yang telalu berat yang
melebihi kemampuan atlet untuk mampu menyesuaikan diri (adapt), apalagi tanpa
ingat pentingnya istirahat, akan dapat mempengaruhi keseimbangan fisiologisnya, dan
terlebih lagi psikologis atlet”. Tingkat kecepatan atlet dalam mengadaptasi setiap
beban latihan berbeda-beda tergantung dari usia/umur, usia latihan, kualitas latihan,
kebugaran otot, kebugaran energi, dan kualitas latihannya (Sukadiyanto, 2015).
(Lhaksana, 2011) menyatakan bahwa ”futsal adalah suatu permainan dengan
menggunakan lapangan yang relatif lebih kecil dengan permainan yang sangat cepat
dan dinamis diikuti dengan aturan yang lebih ketat. (Bangsbo dan Mohr, 2012)
menjelaskan bahwa futsal is played between two teams of five players. the small size
of the field and relative large number of players challenge improvisation, creativity
and technique as well as ball control and passing in small spaces yang artinya futsal
dimainkan oleh dua tim terdiri dari lima pemain, ukuran lapangan yang kecil dan
sebagian besar pemain dituntut improvisasi, kreatif, teknik kontrol bola yang baik dan
mengumpan di ruang yang kecil.
(Amiq, 2014) menjelaskan bahwa “futsal banyak didominasi permainan kaki ke
kaki, maksudnya pengaturan dalam bertahan maupun menyerang lebih banyak
dilakukan dengan umpan-umpan pendek, mengingat ukuran lapangan yang lebih kecil
dibanding lapangan sepakbola.” Dari beberapa pendapat tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa futsal adalah suatu permainan yang dimainkan di area atau
lapangan yang relatif lebih kecil dengan permainan cepat diikuti dengan peraturan
yang ketat.
Menurut (Sugiharto, 2014), ”VO2 max adalah jumlah maksimal oksigen yang
dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya terjadi kelelahan
dan VO2 max dinyatakan dalam liter/menit/kilogram berat badan. VO2 maxini dapat
membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2 maxdianggap sebagai
indikator terbaik dari ketahanan aerobik”. Menurut (Fenanlampir dan Muhyi,
2015)ada beberapa faktor yang mempengaruhi VO2 max sebagai berikut. 1) Jantung,
paru dan pembuluh darah harus berfungsi dengan baik sehingga oksigen yang dihirup
ke dalam paru selanjutnya sampai ke darah, 2) Proses penyampaian oksigen ke
jaringan- jaringan sel-sel darah merah harus normal, yakni fungsi jantung harus
normal, konsentrasi hemoglobin harus normal, jumlah sel darah merah harus normal
dan pembuluh darah harus mampu mengalirkan darah dari jaringan-jaringan yang
tidak aktif ke otot yang sedang aktif yang membutuhkan oksigen lebih besar, 3)
Jaringan- jaringan (terutama otot) harus mempunyai kapasitas yang normal untuk
mempergunakan oksigen yang disampaikan kepadanya. Dengan kata lain, harus
mempunyai metabolisme yang normal.
Berdasarkan pengamatan dan observasi penulis pada tanggal 29 Desember 2016,
peserta ekstrakulikuler di SMK Negeri 6 Malang yang rata – rata berumur 16 - 17
tahun atau rata – rata kelas 10 dan 11, belum memiliki kemampuan fisik seperti Daya
tahan cardiovesculer (VO2 max), ini terbukti saat melakukan pertandingan uji coba
melawan tim futsal SMK Negeri 4 Malang. Jika pertandingan futsal biasanya 20 menit
x 2 babak, namun pada saat uji coba melawan futsal SMK Negeri 4 Malang waktu
yang diuji coba kan adalah 20menit x 3babak, dengan waktu yang cukup lama tersebut
dibutuhkan stamina dan daya tahan tubuh yang baik, karena dalam permainan futsal
diharuskan untuk bergerak secara terus menerus dalam keadaan menyerang ataupun
bertahan.
METODE
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental yaitu penelitian yang
menjelaskan perbandingan pengaruh antara sebelum diberi perlakuan dan sesudah
diberikan perlakuan terhadap peningkatan daya tahan VO2 max siswa peserta
ekstrakurikuler futsal. Adapun variabel yang diteliti meliputi variabel terikat berupa
peningkatan kemampuan daya tahan VO2 max, dan variabel bebas berupa latihan lari
12 menit dan lari bolak-balik dan latihan gaya komando, sedangkan variabel
kendalinya berupa jenis kelamin yaitu siswa laki-laki di ekstrakurikuler futsal usia 16-
17 tahun.
Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan
The Static Group Pre test-Post test Design. Penelitian ini menggunakan instrumen tes
dan non tes, hasil keseluruhan tes digunakan untuk memperoleh data tes awal dan tes
akhir variabel terikat berupa peningkatan kemampuan daya tahan VO2 max. Instrumen
multistage fitness test ini dipilih karena pada umumya sering digunakan dalam
menentukan daya tahan VO2 max seorang pemain. Sedangkan instrumen non tes
berupa observasi digunakan untuk mengamati tes dan pelaksanaan perlakuan. Tes
awal bertujuan untuk mengukur kemampuan awal, setelah mengambil data tes awal
maka selanjutnya melaksanakan latihan lari 12 menit dan latihan lari bolak-balik
selama 6 minggu.
Rancangan The Static Group Pre test-Post test Design
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis varian
satu jalur (one way anova) yaitu untuk menguji perbedaan dua mean distribusi atau
lebih. Uji normalitas adalah uji yang dilakukan untuk mengecek apakah data kita
berasal dari populasi yang sebenarnya normal. Untuk menguji normalitas data
digunakan uji lilliefors (Sudjana, 2005). Menurut (Sugiyono, 2011), “pengujian
homogen diperlukan sebelum analisis varians dilakukan, pengujian dilakukan dengn
menggunakan uji F”.
Tabel 1. Hasil Analisis Varians Skor Prestasi Kelompok Latihan Lari 12 menit (X1)
Berdasarkan penjelasan tersebut maka sangat penting kondisi fisik pemain yang
optimal, hal tersebut memengaruhi keaktifan pemain dalam mengikuti berbagai
tahapan dan proses selama latihan, sehingga mempengaruhi pula peningkatan daya
tahan yang dimiliki.
Berdasarkan hasil analisis varian satu jalur tes awal dan tes akhir multi- stage
yang dilakukan pada kelompok lari bolak balik (X2), diperoleh kesimpulan bahwa ada
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan daya tahan vo2 max pemain.
Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis yang menggunakan alnalisis varian satu
jalur pada kelompok lari bolak balik (X2) diperoleh Fhitung sebesar 5,831 > dari
Ftabel dengan taraf signifikansi α 0.05 = 4,41, sehingga hipotesis nihil ditolak.
Kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan beberapa aspek yang cukup terpenuhi
dalam pelaksanaan latihan lari bolak balik yaitu, stamina tubuh para pemain yang
mengalami perubahan oleh berbagai kondisi, pola istirahat yang dilakukan secara
teratur dan masa pemulihan yang cukup setelah melakukan begbagai aktivitas diluar
jam latihan. Stamina atau kondisi fisik yang baik diperlukan untuk program latihan
maupun pertandingan, yang mempengaruhi seluruh aspek latihan. Stamina yang baik
akan memengaruhi kondisi fisik pemain saat mengikuti proses latihan.
Tabel 2. Hasil Analisis Varians Skor Prestasi Kelompok Latihan Lari Bolak Balik (X2)
Berdasarkan penjelasan tersebut maka sangat penting kondisi fisik pemain yang
optimal, hal tersebut memengaruhi keaktifan pemain dalam mengikuti berbagai tahapan
dan proses selama latihan, sehingga mempengaruhi pula peningkatan daya tahan yang
dimiliki.
Berdasarkan hasil uji hipotesis dengan analisis varian satu jalur antara lari 12
menit (X1 )dan lari bolak balik (X2) dengan latihan konvensional dalam peningkatan
kemampuan daya tahan pemain. Latihan lari 12 menit (X1 )dan lari bolak balik (X2)
memberikan pengaruhyang signifikan dari pada latihan konvensional (X3) yang
dilakukan selama 6 minggu dengan 18 kali pertemuan dengan Fhitug > Ftabel sebesar
112,71 > 4,41 untuk latihan lari 12 menit (X1) dan Fhitug > Ftabel sebesar 73,14 > 4,41
untuk latihan lari bolak balik (X2) dengan signifikansi α= 0.05 sehingga berada pada
kesimpulan Hipotesis nihil ditolak. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya perbedaan
peningkatan rata-rata (mean) yang didapatkan oleh masing- masing kelompok.
Kelompok X1 dan X2 mengalami peningkatan (mean), yaitu sebesar 4,44 untuk
kelompok X1 dan 3,27 untuk kelompok X2 sedangkan kelompok X3 hanya mengalami
peningkatan (mean) sebesar 0,02. Sesuai dengan data yang diperoleh membuktikan
bahwa latihan lari 12 dan lari bolak balik lebih baik dalam meningkatkan kemampuan
daya tahan jika dibandingkan dengan latihan konvensional dan memberikan pengaruh
yang signifikan terhadap kemampuan daya tahan pemain.
Tabel 3. Hasil Analisis Varians Selisih Skor Prestasi Tes Awal dengan Tes Akhir
Masing-masing Kelompok
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, latihan lari 12 menit dan lari bolak
balik mampu memberikan pengaruh terhadap daya tahan pemain. Maka dari itu dapat
di simpulkan bahwa kemampuan VO2 max seorang pemain begitu penting karena
seperti yang di jelaskan oleh Sugiharto (2014:82) ”VO2 max adalah jumlah maksimal
oksigen yang dapat dikonsumsi selama aktivitas fisik yang intens sampai akhirnya
terjadi kelelahan dan VO2 max dinyatakan dalam liter/menit/kilogram berat badan.
VO2 max ini dapat membatasi kapasitas kardiovaskuler seseorang, maka VO2 max
dianggap sebagai indikator terbaik dari ketahanan aerobik.”
SIMPULAN
Hasil peneliitian yang dapat disimpulkan bahwa latihan lari 12 menit
berpengaruh lebih baik dibandingkan latihan konvensional terhadap peningkatan daya
tahan, latihan lari bolak balik berpengaruh lebih baik sama halnya seperti latihan lari 12
menit, dibandingkan dengan latihan konvensional terhadap peningkatan daya tahan
latihan lari 12 menit dan lari bolak balik memberikan pengaruh yang signifikan dan
berpengaruh lebih baik terhadap peningkatan daya tahan peserta ekstrakulikuler futsal
usia 16-17 tahun. Dengan memperhatikan hasil penelitian ini, maka dalam kesempatan
ini penulis bermaksud ingin menyampaikan saran-saran sehubungan dengan harapan
peneliti agar nantinya penelitian ini memiliki kemanfaatan yang sangat berarti bagi
banyak pihak. Pelatih dapat menggunakan latihan lari 12 menit dan lari bolak
balik sebagai bentuk latihan untuk meningkatkan daya tahan para pemain, Dalam
penelitian selanjutnya hendaknya melihat tentang penelitian sebelumnya sehingga
dalam menentukan atau melakukan penelitian sesuai dengan rancangan yang diinginkan
2. Tingkat Daya Tahan Jantung Paru Pada Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar Atlet Sepak
Bola (PPLP) Pekanbaru Menggunakan Metode Lari 12 Menit
ABSTRACT
Cardiorespiratory fitness is defined as the maximum capacity of the heart and lungs to inhale and spread
oxygen or abbreviated as VO2 Max. The higher the VO2 max, the higher the body’s resistance when exercising,
so that an athlete is very important to have a high level of VO2 max. This research was a descriptive study with
a sample of all Center for Education and Training soccer athletes measured using the 12-minute run method.
Based on the research, the highest age was 15 years with a frequency of 9 (37.5%), with the most practice time
was those who practiced for <1 year with a frequency of 15 (62.5%), most of the respondents have normal
nutritional status with frequency 17 ( 70.8%), and the highest value of cardiorespiratory fitness (VO2 Max) is
sufficient with a frequency of 17 athletes (70.8%).
Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) merupakan sekolah pembibitan olahraga
nasional, yang digunakan untuk mencari dan membina bakat olahraga pada usia sekolah. Setiap
tahunnya diadakan kejuaraan nasional antar PPLP yang diselenggarakan Kementerian Pemuda dan
Olahraga. Kegiatan ini adalah bagian dari sistem kompetisi olahraga pelajar secara nasional yang
berjenjang dan berkelanjutan. Tujuan dari kejuaraan nasional antar PPLP adalah sebagai puncak
pembinaan prestasi olahraga pelajar dan evaluasi terhadap berbagai bentuk pembinaan PPLP. Salah
satu fokus cabang olahraga PPLP adalah sepakbola
Sepak bola merupakan olahraga yang paling populer di dunia dan bahkan telah menjadi olahraga
nasional bagi setiap negara di Eropa, Amerika, Asia dan bahkan di Afrika. Sepak bola menjadi olahraga
populer karena sepakbola merupakan olahraga yang sangat digemari oleh semua kalangan baik untuk
anak-anak, orang dewasa, bahkan orang tua. Sepak bola digemari oleh semua kalangan karena sepak
bola merupakan olahraga yang murah dan dapat dilakukan oleh siapapun dan dimanapun seperti di
lapangan berlumpur, tanah liat, sawah, jalan atau gang-gang sempit.Sepak bola adalah permainan
menggunakan bola yang dimainkan oleh dua tim, masing-masing tim terdiri dari sebelas orang
pemain termasuk seorang penjaga gawang.4 Sepak bola yang dilihat dari segi lamanya bermain
merupakan bentuk olahraga yang berat, sepak bola dituntut untuk bergerak cepat secara terus
menerus. Oleh karena itu pemain sepak bola harus sanggup bermain 2x45 menit, bahkan hingga babak
tambahan selama 2x15 menit jika pertandingan memang memerlukan babak tambahan, dan pemain juga
dituntut untuk memiliki kebugaran jasmani yang baik.5
Tingkat kebugaran jasmani akan sangat berpengaruh terhadap pencapaian prestasi
terutama pada olahraga yang dituntut untuk bergerak cepat dan terus menerus seperti sepak bola. 6
Kebugaran jasmani yang prima akan berdampak positif terhadap peningkatan kemampuan sirkulasi
darah dan kerja jantung, peningkatan kekuatan, kelenturan, daya tahan, koordinasi, keseimbangan,
kecepatan, dan kelincahan tubuh, selain itu akan berdampak pada terjadinya peningkatan
kemampuan gerak secara eûsien dan peningkatan kemampuan pemulihan organ-organ tubuh
setelah latihan serta meningkatnya kemampuan daya respons tubuh. Permainan sepakbola
menuntut setiap pemain agar selalu bergerak cepat dan tepat untuk mencari ruang kosong, merebut
bola, dan mencetak gol, sehingga para pemain sepakbola wajib memiliki kebugaran jasmani yang
baik agar dapat mendukung pergerakan secara efisien dan efektif.7
Kebugaran jasmani merupakan suatu kemampuan tubuh seseorang dalam melakukan
pekerjaan sehari-hari secara efektif dan efisien dalam jangka waktu relatif lama tanpa menimbulkan
kelelahan yang berlebihan. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas yang dimiliki
seseorang agar dapat terwujud derajat kesehatan dan kebugaran jasmani yang sesuai harapan.8
Kebugaran jasmani memiliki lima komponen dasar yaitu daya tahan jantung dan paru, kekuatan otot,
daya tahan otot, kelenturan serta komposisi tubuh. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi
kebugaran jasmani yaitu genetik (keturunan), umur, jenis kelamin, latihan, kebiasaan merokok dan
status gizi. Kebugaran daya tahan jantung dan paru dideûnisikan sebagai kapasitas maksimal jantung
dan paru-paru untuk menghirup dan menyebarkan oksigen atau disingkat VO2 Maks. Semakin tinggi
VO2 Maks maka ketahanan tubuh saat berolahraga juga semakin tinggi yang berarti seseorang yang
memiliki tingkat VO2 Maks tinggi tidak akan cepat lelah setelah melakukan berbagai aktivitas.9
Seorang atlet sangat penting untuk memiliki tingkat VO2 Maks yang tinggi. Seorang atlet
dengan VO2 Maks yang kurang dari 50% tidak cukup cepat untuk melakukan aktivitas latihan yang lebih
intensif karena sumber energi yang digunakan berasal dari pembakaran lemak. VO2 Maks yang
kurang dari 50% akan membuat tubuh bekerja secara aerob, sehingga lemak merupakan sumber
energi utama. Tubuh olahragawan atau atlet harus memiliki cadangan energi yang cukup agar
dapat dimobilisasikan untuk menghasilkan energi. Cadangan energi yang berupa glikogen
akan disimpan dalam otot dan hati, apabila cadangan glikogen dalam tubuh atlet sedikit maka atlet
tersebut akan mudah lelah karena kehabisan tenaga. Berdasarkan uraian di atas, ditambah dengan
pengukuran tingkat daya tahan jantung paru (VO2 Maks) pada atlet sepak bola PPLP Pekanbaru
dengan metode lari 12 menit belum pernah dilakukan, maka peneliti tertarik melakukan penelitian
mengenai tes pengukuran tingkat daya tahan jantung paru (VO2 Maks) pada atlet sepakbola PPLP
Pekanbaru dengan metode lari 12 menit.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional dengan pendekatan cross
sectional. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Pekanbaru
pada bulan September 2018 – Januari 2019. Populasi penelitian adalah seluruh atlet sepak bola di
PPLP Pekanbaru. Sampel penelitian ini adalah seluruh atlet sepak bola (total sampling) dengan
kriteria Drop Out yaitu atlet sedang mengalami cedera dan atlet yang sedang sakit. Daya tahan
jantung paru (VO2 Maks) didapatkan menggunakan metode lari 12 menit. Setelah mendapatkan
data yang diperlukan, data tersebut dimasukkan pada lembar kerja penelitian. Data disajikan
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dengan analisis univariat.
HASIL
Tabel 1. Karakteristik responden penelitian
Berdasarkan tabel 1, responden penelitian berdasarkan usia terbanyak adalah 15 tahun (37,5%)
dan usia paling sedikit adalah 13 tahun (4,2%). Berdasarkan lama berlatih didapatkan yang
(62,5%) dan paling sedikit adalah yang berlatih selama 3 - <4 tahun (4,2%). Berdasarkan status gizi
didapatkan hasil yang terbanyak adalah normal (70,8%) dan yang paling sedikit adalah obesitas
terbanyak adalah yang berlatih selama <1 tahun (4,2%).
Tabel 2. Hasil tes lari 12 menit
Jumlah 24 100
Berdasarkan tabel 2 didapatkan nilai VO2 Maks terbanyak adalah cukup (skor 3) dengan
frekuensi 17 (70,8%) dan yang paling sedikit adalah baik sekali (skor 5) dengan frekuensi 1 (4,2).
Tabel 3. Distribusi gambaran tingkat daya tahan jantung paru (Vo2 Maks) berdasarkan lama berlatih
Vo2 Maks
<1 0 0 15 0 0 15
1 - <2 1 3 1 0 0 5
2 - <3 0 2 1 0 0 3
3 - <4 0 1 0 0 0 1
4 - <5 0 0 0 0 0 0
5 - <6 0 0 0 0 0 0
Total 1 6 17 0 0 24
Berdasarkan tabel 3 didapatkan nilai VO2 Maks baik sekali dengan frekuensi 1 orang di rentang lama
berlatih 1 - <2 tahun. Nilai Vo2 Maks baik dengan frekuensi 3 orang di rentang lama berlatih 1
- <2 tahun, 2 orang di rentang lama berlatih 2 - <3 tahun dan 1 orang di rentang lama berlatih 3 - <4
tahun. Nilai Vo2 Maks cukup dengan frekuensi 15 orang di rentang lama berlatih <1 tahun, 1 orang
di rentang lama berlatih 1 - <2 tahun dan 1 orang di rentang lama berlatih 2 - <3 tahun. Tidak
terdapat nilai VO2 maks kurang maupun kurang sekali pada
tiap rentang lama berlatih.
PEMBAHASAN
Berdasarkan tabel 1, penelitian yang dilakukan didapatkan rentang usia para atlet sepakbola
Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Pekanbaru yaitu usia 13 – 17 tahun dengan usia
terbanyak adalah usia 15 tahun (37,5%) dan paling sedikit adalah usia 13 tahun (4,2%). Rentang usia
ini merupakan salah satu rentang usia yang sangat bagus untuk dilakukan pembinaan. Dalam
pembinaan sepakbola yang ditempuh melalui jalur pendidikan digolongkan pada tiga tahapan, tahap
pertama adalah pembinaan multilateral yang dilaksanakan pada usia 10 – 12 tahun, tahap
pembinaan berikutnya adalah pembinaan menengah yang dilaksanakan pada usia 13 – 17 tahun
dan tahap pembinaan prestasi puncaknya adalah usia 18 – 24 tahun. Data yang didapatkan oleh
peneliti menunjukkan atlet sepakbola PPLP Pekanbaru berada pada pembinaan atlet usia menengah
dan termasuk rentang usia yang bagus untuk dilakukan pembinaan. Penelitian lain yang juga
mendapatkan atlet dengan rentang usia menengah adalah penelitian yang dilakukan oleh Tang pada
tahun 2014 yang dilakukan terhadap atlet sepakbola Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP)
Sulawesi Selatan dan didapatkan hasil usia terbanyak yaitu usia 16 tahun dengan frekuensi 6 orang
atlet (31,6%) dari total 17 atlet.12 Waktu berlatih atau pembinaan atlet di PPLP paling lama selama 6
tahun, kemudian atlet akan meneruskan latihan atau pembinaannya ke Pusat Pendidikan dan Latihan
Mahasiswa (PPLM).
Pada penelitian ini didapatkan lama berlatih para atlet sepakbola PPLP Pekanbaru
memiliki waktu paling lama yaitu 3 - <4 tahun dengan lama berlatih terbanyak yaitu <1 tahun
(62,5%) dan lama berlatih paling sedikit yaitu 3 - <4 tahun (4,2%). Lama berlatih terbanyak <1
tahun menunjukkan banyaknya atlet- atlet sepakbola yang baru bergabung dalam binaan PPLP
Pekanbaru. Hal ini merupakan persiapan awal mendasar untuk keberhasilan pembinaan jalur PPLP
yang mempunyai tenggang waktu pelatihan maksimal 6 tahun dalam mencapai prestasi. Untuk
mencapai suatu prestasi, sesuai dengan sistem pembinaan olahraga dari Kantor Menteri Pemuda
dan Olahraga yang tersusun dalam himpunan kebijaksanaan pemerintah di bidang
keolahragaan salah satu poin menyatakan bahwa untuk mencapai prestasi puncak dalam
olahraga diperlukan latihan jangka panjang kurang lebih 8 – 10 tahun yang dilakukan secara
kontiniu, bertahap, meningkat dan berkesinambungan. Dalam proses pentahapan pembinaan
terbagi dalam 4 tahapan yaitu : 1) tahap latihan persiapan yang lamanya latihan kurang lebih 3
– 4 tahun, 2) tahap latihan pembentukan 2 – 3 tahun, 3) tahap latihan pemantapan
2 – 3 tahun, 4) golden age untuk sepakbola pada usia 24 – 30 tahun.11 Namun dalam hal ini para
atlet hanya bisa bergabung dan berlatih bersama PPLP selama 6 tahun, kemudian dalam usia
emasnya dibina pada PPLM. Selain waktu lama berlatih, status gizi para atlet juga perlu
diperhatikan untuk mendapatkan kebugaran yang baik dalam mengikuti latihan ataupun
pertandingan.
Perhitungan status gizi yang dilakukan pada atlet sepakbola PPLP Pekanbaru mendapatkan
hasil status gizi terbanyak adalah normal (70,8%). Status gizi normal menunjukkan bahwa seorang
atlet memang seharusnya memiliki status gizi yang ideal (normal) tidak terlalu kurus dan tidak terlalu
gemuk. Seseorang yang memiliki lemak berlebih pada tubuhnya akan mengkonsumsi oksigen lebih
rendah dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tubuh atletis dan tidak berlemak banyak,
setiap kenaikan IMT sebesar 1 kg/m2 di ikuti dengan penurunan VO2 maks sebesar 1,30
ml/kgBB/menit. Atlet yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) normal akan mempunyai tingkat
VO2 maks yang baik untuk menunjang performa saat latihan maupun bertanding.13 Penelitian
lain yang juga didapatkan hasil status gizi normal para atlet adalah penelitian yang dilakukan oleh
Hudriah pada tahun 2018 yang dilakukan terhadap atlet sepakbola Pusat Pendidikan dan Latihan
Pelajar (PPLP) Sulawesi Selatan didapatkan hasil status gizi terbanyak yaitu status gizi normal
(100%) dari total 29 orang atlet.14
Berdasarkan tabel 2, penelitian yang dilakukan didapatkan nilai daya tahan jantung paru
(VO2 Maks) terbanyak adalah cukup sebanyak 17 orang atlet (70,8%). Hasil ini menunjukkan
bahwa rata- rata atlet sepakbola PPLP Pekanbaru masih memiliki tingkat daya tahan jantung paru
(VO2 Maks) yang cukup, masih sangat sedikit atlet yang mencapai tingkat daya tahan jantung paru
(VO2 Maks) baik maupun baik sekali. Seorang atlet sangat penting untuk memiliki tingkat VO2
Maks yang tinggi. Semakin tinggi VO2 Maks seorang atlet maka ketahanan tubuh atlet tersebut saat
berolahraga juga semakin tinggi yang berarti seorang atlet yang memiliki tingkat VO2 Maks tinggi
tidak akan cepat lelah setelah melakukan berbagai aktivitas.9 Seorang atlet dengan VO2 Maks yang
kurang dari 50% tidak cukup cepat untuk melakukan aktivitas latihan yang lebih intensif karena
sumber energi yang digunakan berasal dari pembakaran lemak.10
Berdasarkan tabel 3, hasil pendistribusian tingkat daya tahan jantung paru berdasarkan
lama berlatih didapatkan bahwa semua atlet yang waktu lama berlatihnya <1 tahun memiliki nilai
VO2 Maks cukup, tidak ada atlet dengan waktu lama berlatih <1 tahun memiliki nilai VO2
Maks baik sekali maupun baik. Atlet dengan waktu lama berlatih 1 - <2 tahun rata-rata memiliki
nilai VO2 Maks baik, hanya ada satu orang atlet yang memiliki nilai VO2 Maks baik sekali dan
satu orang atlet yang memiliki nilai VO2 Maks cukup. Para atlet dengan lama berlatih 2 - <3 tahun
rata-rata memiliki nilai VO2 Maks baik, tidak ada atlet yang memiliki nilai VO2 Maks baik sekali,
dan hanya ada satu orang atlet yang memiliki nilai VO2 Maks cukup. Lama berlatih termasuk salah
satu faktor yang dapat menentukan peningkatan kadar VO2 Maks seseorang, karena pada dasarnya
untuk meningkatkan nilai VO2 Maks seseorang memerlukan jenis latihan daya tahan. Latihan daya
tahan ini memerlukan waktu yang lama untuk dapat terlihat hasilnya, semakin lama seorang atlet
berlatih maka semakin bagus pula tingkat VO2 Maks nya.15
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah peneliti lakukan dapat diambil kesimpulan, atlet
sepakbola PPLP Pekanbaru terbanyak berusia 15 tahun (37,5%), dan yang paling sedikit adalah usia
13 tahun (4,2%), lama berlatih sebagian besar adalah <1 tahun (62,5%), dan lama berlatih terlama
yaitu 3 - <4 tahun (4,2%), dan status gizi sebagian besar adalah normal (70,8%), selebihnya
tergolong dalam underweight, overweight dan obesitas (29,2%). Tingkat VO2 Maks terbanyak atlet
sepakbola PPLP Pekanbaru adalah cukup (70,8%) dan hanya ada 1 orang atlet (4,2%) yang
memiliki tingkat VO2 Maks baik sekali. Tingkat VO2 Maks baik sekali terdapat pada atlet dengan
lama berlatih 1 - <2 tahun. Tingkat VO2maks baik terbanyak terdapat pada atlet dengan lama
berlatih 1 - <2 tahun. Tingkat VO2 Maks cukup terbanyak terdapat pada atlet dengan lama berlatih
<1 tahun sebanyak 15 orang atlet.
3. Pengaruh Daya Ledak Otot Tungkai, Kecepatan Reaksi Dan Motivasi Terhadap
Kecepatan Lari Jarak Pendek 100 Meter Pada Atlet Ppl Pprovinsi Riau
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh langsung dan tidak
langsung antara daya ledak otot tungkai, kecepatan reaksi dan motivasi terhadap kecepatan lari
jarak penek 100 meter. Penelitian ini dilakukan pada atlit atletik PPLP Pekanbaru Provinsi Riau.
Populasi menggunakan populasi sasaran adalah seluruh atlit atletik PPLP lari jarak pendek
berjumlah 12 atlit. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampel total (total
sampling). Pengujian hipotesis pengaruh daya ledak otot tungkai terhadap kecepatan lari jarak
pendek 100 meter sebesar 0,659. Pengaruh kecepatan reaksi terhadap kecepatan lari jarak pendek
100 meter sebesar 0,621. Pengaruh motivasi terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter
sebesar 0,764. Pengaruh daya ledak otot tungkai terhadap motivasi sebesar 0,625. Pengaruh
kecepatan reaksi terhadap motivasi sebesar 0,782. Pengaruh daya ledak otot tungkai terhadap
kecepatan lari jarak pendek 100 meter melalui motivasi sebesar 0,915. Pengaruh kecepatan reaksi
terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter melalui motivasi sebesar 0,960. Hasil penelitian
menyimpulkan: Terdapat pengaruh positif antara daya ledak otot tungkai terhadap kecepatan lari
jarak pendek 100 meter pada atlit atletik PPLP Pekanbaru. Terdapat pengaruh positif antara
kecepatan reaksi terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter pada atlit atletik PPLP Pekanbaru.
Terdapat pengaruh positif antara motivasi terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter pada atlit
atletik PPLP Pekanbaru. Terdapat pengaruh positif antara daya ledak otot tungkai terhadap
motivasi pada atlit atletik PPLP Pekanbaru. Terdapat pengaruh positif antara kecepatan reaksi
terhadap motivasi pada atlit atletik PPLP Pekanbaru. Terdapat pengaruh positif antara daya ledak
otot tungkai terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter melalui motivasi pada atlit atletik
PPLP Pekanbaru. Terdapat pengaruh positif antara kecepatan reaksi terhadap kecepatan lari jarak
pendek 100 meter melalui motivasi pada atlit atletik PPLP Pekanbaru.
Kata Kunci : Kecepatan Lari Jarak Pendek 100 Meter, Daya Ledak Otot Tungkai Kecepatan
Reaksi dan Motivasi
ABSTRACT
The purposeofthis researchwasto determine whether or notof influencethe directandin direct
between explosive power of leg muscle, speed ofre action and motivation to speed of sprinting100
meters.This research was conducted on athletes athletics PPLP Pekanbaru Riau province. The
Population wasusing the target populationfor all athletic sprinting athlete of PPLP, the total was 12
athletes. Take Sampling wasdone by usingthe total sample technique (total sampling). The
hypothesis test of the influence explosive power of leg muscleto speed sprinting 100 meterswas
0.659. Influence ofreaction speed to the speed ofthe 100-meter sprintwas 0.621. Influence of
motivation on the speed ofthe 100-meter sprintwas 0.764. Influence explosive power of leg
muscleon the motivationwas0.625. The influence of the reaction speed on the motivationwas 0,782.
The influence explosive power of leg muscle of the speed of the 100-meter sprint through the
motivation of 0.915. Influence ofreaction speed to the speed ofthe 100-meter sprint through the
motivation of 0,960.The research concludes: There is apositive effect explosive power of leg
muscleof the speed of the 100-meter sprinting athletics athletes of PPLP Pekanbaru. There is
apositive influence between the speed of reaction to speed sprint 100 meters in athletics athletes of
PPLP Pekanbaru. There is apositive influence between motivation to speed sprint 100meter for
athleticathletes PPLP Pekanbaru. There is positive influence between explosive power of leg
muscleon the motivation of the athleticathlete of PPLP Pekanbaru. Thereis positive influence
between the speed ofreaction to motivate athleticsathletes PPLP Pekanbaru. Thereis positive
influence between explosive power of leg muscleto speedthe 100 meter sprint through the
motivation of athleticsathletes of PPLP Pekanbaru. Thereis positive influence between the speed
ofreaction to speed the 100 meter sprint throughthe motivation of athletics athletes of PPLP
Pekanbaru.
Keywords: Sprint 100 Meters, Explosive Power Of Leg, Reaction Time and Motivation
PENDAHULUAN
Atletik merupakan salah satu cabang olahraga yang tertua, yang telah dilakukan
oleh manusia sejak zaman purba sampai dewasa ini. Bahkan boleh dikatakan sejak adanya
manusia di muka bumi ini atletik sudah ada, karena gerakan-gerakan yang terdapat dalam
cabang olahraga atletik, seperti berjalan, berlari, melompat, dan melempar adalah gerakan
yang dilakukan oleh manusia di dalam kehidupannya sehari- hari. Oleh karena itu, tidak
berlebihan kiranya jika dikatakan bahwa atletik adalah induk dari semua cabang olahraga.
Cabang olahraga atletik terdiri dari beberapa nomor yaitu jalan, lari lompat dan lempar.
Lari terdiri dari lari jarak pendek, lari jarak menengah, lari jarak jauh dan marathon. Lari
jarak pendek memiliki nomor lari diantaranya lari 50 meter, lari 100 meter, lari 200 meter
dan lari 400 meter.
Lari merupakan salah satu nomor yang diperlombakan dalam cabang olahraga
atletik, baik yang bertaraf daerah, nasional maupun internasional. Prestasi olahraga cabang
atlit nomor lari, khususnya lari jarak pendek di tingkat daerah mengalami penurunan atau
memiliki kemampuan prestasi yang rendah. Itu semua terlihat dari hasil pertandingan yang
telah diikuti. Pencapaian kemampuan yang paling baik dalam kegiatan olahraga adalah
kecepatan. Kecepatan merupakan keadaan yang sebenarnya diekspresikan melalui
perbandingan jarak dan waktu. Kecepatan lari merupakan gerakan lari yang dilakukan
dengan secepat-cepatnya. Kecepatan lari sprint 100 meter termasuk nomor lari jarak
pendek. Lari jarak pendek adalah semua nomor lari yang dilakukan dengan kecepatan
penuh atau kecepatan yang maksimal sepanjang jarak yang harus ditempuh. Oleh sebab itu,
untuk menghasilkan lari yang maksimal diperlukan faktor penunjang seperti, kecepatan
reaksi, daya ledak otot tungkai , panjang tungkai serta motivasi dan sebagainya. Sprint
yang baik memerlukan reaksi yang cepat, akselerasi yang baik, dan efesiensi gerak lari.
Pelari juga harus membangun kecepatan start yang execellent dan memelihara kecepatan
maksimum sejauh mungkin. Daya ledak otot tungkai merupakan kemampuan otot tungkai
dalam melakukan gerakan-gerakan yang terkoordinir untuk melakukan berbagai kegiatan
terutama yang menggunakan tungkai. Dengan demikian untuk mendapatkan lari yang baik
diperlukan faktor penunjang, salah satunya adalah daya ledak otot tungkai.
Daya ledak otot tungkai merupakan hasil dari kombinasi kekuatan dan kecepatan
untuk melakukan kerja maksimum dengan waktu yang sangat cepat. Kekuatan disini
diartikan sebagai kemampuan otot atau sekelompok otot untuk mengatasi beban, baik
beban dalam arti tubuh sendiri maupun beban dalam arti benda atau alat yang digerakan
oleh tubuh. Sedangkan kecepatan menunjukan cepat atau lambatnya otot berkontraksi
mengatasi beban. Kombinasi keduanya itulah yang menghasilkan kecepatan gerak sacara
explosive. Dapat diartikan bahwa kekuatan otot dan kecepatan gerak merupakan ciri utama
dari kemampuan explosive.Explosive atau daya ledak sangat dibutuhkan dalam lari jarak
pendek 100 meter, terutama ketika akan melakukan start. Syafrudin (2011: 69) mengatakan
pada lari 100 meter sprint dibutuhkan komponen atau unsur kondisi fisik antara lain (1)
kecepatan reaksi untuk start, (2) kekuatan kecepatan sampai 30 meter pertama, (3)
akselerasi atau percepatan dari 30 meter sampai jarak 80 meter, (4) daya tahan kecepatan
pada 20 meter terakhir. Sehingga untuk melahirkan seorang sprinter saja diperlukan
beberapa komponen kondisi fisik. Hal ini berarti bahwa untuk melatih seorang pelari jarak
pendek tidak hanya diberikan latihan kecepatan sprint saja, melainkan harus diperlukan
latihan - latihan terhadap semua komponen kondisi fisik yang lainnya seperti latihan
kekuatan kecepatan, kecepatan reaksi dan latihan daya tahan kecepatan.
PPLP Atletik kota pekanbaru merupakan salah satu tempat latihan yang membina
atlit-atlit dari berbagai kabupaten yang ada di Pekanbaru. Mereka semuanya diseleksi
terlebih dahulu di Kabupaten mereka masing-masing, kemudian mereka dikumpulkan
menjadi satu tempat untuk dilatih kecepatan berlari mereka khususnya lari jarak pendek
100 meter. Meski lari jarak pendek atau lari sprint diajarkan kepada atlit , namun masih ada
atlit yang kurang menguasai teknik lari sprint dan belum menunjukkan kecepatan dan
rekasi yang maksimal. Terlihat dari berbagai perlombaan yang mereka ikuti, pada saat
melakukan start, kurang nya konsentrasi atlit saat mendengarkan aba-aba yang diberikan
oleh starter, sehingga kecepatan reaksi atlit tidak maksimal yang menyebabkan atlit
terlambatnya keluar dari balok start dan juga kurangnya daya ledak otot tungkai sehingga
kurangnya dorongan untuk memulai langkah awal berlari.Tidak hanya tolakan kaki saja
yang kuat pada saat melakukan start akan tetapi seorang pelari sangat membutuhkan
kecepatan. Namun pada bagian ini kecepatan yang dimaksud adalah kecepatan rekasi.
Kecepatan reaksi adalah suatu kemampuan organisme alat untuk menjawab suatu
rangsangan secepat mungkin dalam mencapai hasil yang sebaik-baiknya.
Kecepatan reaksi sangat diperlukan dalam melakukan start yaitu pada saat starter
membunyikan peluit maka pelari dapat melakukan start dengan sempurna dalam waktu
yang cepat. Kemudian melakukan lari secepat mungkin sampai dengan garis finish. Hal ini
mendukung kecepatan dalam lari yang berguna untuk menyelesaikan perlombaan dengan
cepat. Selain itu motivasi merupakan suatu dorongan yang terjadi dalam diri individu untuk
senantiasa meningkatkan kualitas tertentu dengan sebaik-baiknya. Tercapainya tujuan
seseorang tiada lain untuk memuaskan atau memenuhi kebutuhan-kebutuhan dalam dirinya
yang dianggap perlu. Motivasi dipandang sebagai motivasi sosial untuk mencapai suatu
nilai tertentu dalam perbuatan seseorang berdasarkan standar atau kriteria yang paling baik.
Secara umum tujuan penelitian untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh langsung dan
tidak langsung antara daya ledak otot tungkai, kecepatan rekasi dan motivasi terhadap
kecepatan lari jarak pendek 100 meter pada atlit atletik PPLP Pekanbaru.
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, metode survei dengan teknik pengukuran dan tes, sedangkan teknik analisis
menggunakan pendekatan analisis jalur (path analysis) yaitu suatu teknik untuk
menganalisis hubungan sebab akibat yang terjadi pada regresi berganda jika variabel
bebasnya mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara
tidak langsung (Supardi, 2012 : 263). Pengambilan data daya ledak otot tungkai, kecepatan
reaksi, motivasi dan kecepatan lari jarak pendek 100 meter dilakukan di stadion Atletik
Kaharuddin Nasution Rumbai Pekanbaru.Waktu pelaksanaan penelitian dibagi menjadi dua
tahap yaitu: Tahap pertama uji coba instrumen penelitian, Tahap kedua pengambilan data
mentah pada atlit atletik PPLP Pekanbaru. Poulasi penelitian yang digunakan sebagai
populasi sasaran (target population) penelitian adalah seluruh atlit Atletik PPLP lari jarak
pendek yang terdiri dari 12 atlet. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan
teknik sampel total (total sampling). Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi:
data tes daya ledak otot tungkai, tes kecepatan reaksi, tes motivasi dan tes kecepatan lari
jarak pendek 100 m.
Sesuai dengan jenis variabel-variabel yang dilibatkan dalam penelitian maka untuk
mendapatkan data yang diolah dalam penelitian ini, maka instrumen yang digunakan
adalah (1) Instrumen kecepatan lari jarak pendek 100 meter (Y) menggunakan tes
kecepatan lari 100 meter (Ismaryati, 2008 : 58), (2) Instrumen dayaledak otot tungkai (X1)
menggunakan tes daya ledak otot tungkai dengan standing broad jump (Widiastuti, 2011 :
104-105), (3) Kecepatan reaksi (X 2) menggunakan tes kecepatan reaksi dengan whole body
reaction(Arie S Sutopo, 2006 : 7) dan (4) Motivasi (X3) menggunakan tes motivasi dengan
angket, tes angket disusun menurut skala likert (Sugiyono, 2012 : 134). Analisis data
meliputi: (1) deskripsi data, (2) uji persyaratan analisis yakni uji normalitas data dan uji
homogenitas varians data, (3) uji linearitas regresi dan uji signifikasi regresi, (4) analisis
jalur yang meliputi: pengujian model, pengujian hipotesis.
Uji Normalitas X1
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas liliefors diperoleh harga L 0 sebesar
0,1351. Dimana nilai kritis L0 pada tabel liliefors untuk ukuran sampel (n) =12 dengan
a=0,05 diperoleh nilai sebesar 0,242. Jika dibandingkan nilai L 0 hitung ternyata lebih kecil
dari L0 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji normalitas X1 berdistribusi normal.
Uji Normalitas X2
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas liliefors diperoleh harga L 0 sebesar
0,2346. Dimana nilai kritis L0 pada tabel liliefors untuk ukuran sampel (n) =12 dengan
a=0,05 diperoleh nilai sebesar 0,242. Jika dibandingkan nilai L 0 hitung ternyata lebih kecil
dari L0 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji normalitas X2 berdistribusi normal.
Uji Normalitas X3
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas liliefors diperoleh harga L 0 sebesar
0,1874. Dimana nilai kritis L0 pada tabel liliefors untuk ukuran sampel (n) =12 dengan
a=0,05 diperoleh nilai sebesar 0,242. Jika dibandingkan nilai L 0 hitung ternyata lebih kecil
dari L0 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji normalitas X3 berdistribusi normal
Uji Normalitas Y
Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas liliefors diperoleh harga L 0 sebesar
0,1930. Dimana nilai kritis L0 pada tabel liliefors untuk ukuran sampel (n) =12 dengan
a=0,05 diperoleh nilai sebesar 0,242. Jika dibandingkan nilai L 0 hitung ternyata lebih kecil
dari L0 tabel, sehingga dapat disimpulkan bahwa uji normalitas Yberdistribusi normal.
Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah beberapa varian populasi
adalah sama atau tidak. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis yakni bagi
peneliti yang menggunakan lebih dari satu kelompok sampel yang pada umumnya dipakai
untuk membuktikan hipotesis komparatif. Asumsi yang mendasari dalam analisis varian
adalah bahwa varian dari populasi adalah sama. Sebagai kriteria pengujian, jika nilai
signifikansi lebih dari 0,05 maka dapat dikatakan bahwa varian dari dua atau lebih
kelompok data adalah sama.
Uji Homogenitas X1 Terhadap Y
Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas varias daya ledak otot tungkai
terhadap kecepatan lari jarak pendek 100 meter diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,967.
Karena nilai signifikansinya lebih dari 0,05. sehingga dapat disimpulkan bahwa varians
kelompok X1 terhadap Y adalah homogen.
Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas varias daya ledak otot tungkai
terhadap motivasi diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,966. Karena nilai signifikansinya
lebih dari 0,05. sehingga dapat disimpulkan bahwa varians kelompok X 1 terhadap X3
adalah homogen.
AEROBIC RUNNING TRAINING 2,4 KM WITH THE SAME AMOUNT INSIDE AND
OUTSIDE THE FIELD IMPROVES THE PHYSICAL FITNESS OF FIK UNIMA
STUDENTS
1
Fentje Welliam Langitan, 2Deviana Pratiwi Munthe
1,2
Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Manado, Manado, Indonesia
Email:1fenthelangitan@unima.ac.id, 2devianamunthe@unima.ac.id
ABSTRAK
Kebugaran jasmani memberikan manfaat yang besar untuk meningkatkan produktivitas kerja, apabila
dilakukan secara baik dan benar. Kebugaran jasmani akan memberikan sumbangan berarti pada kemampuan
bekerja dan aktivitas fisik. Program lari aerobik adalah program yang bertujuan untuk meningkatkan
kebugaran jasmani. Akan tetapi, cara atau metode serta lingkungan yang tepat membantu peningkatan jasmani
secara efektif dan efisien. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (Quasi Experimental)
dengan rancangan penelitian The Randomized pretest-posttest group design. Adapun tempat pelaksanaan
penelitian di Stadion/lapangan UNIMA, dengan waktu pelaksaan penelitian adalah 6 minggu, yang berlaku
pada bulan April dan Mei 2018. Teknik analisa data yang digunakan adalah uji t yang sebelumnya di dahului
oleh pengujian normalitas data dengan Kolmogorov Smirnov dan Homogenitas data dengan Levene test.
Kesimpulan penelitian adalah: Pelatihan lari aerobik 2,4 km di dalam stadion/lapangan dengan frekuensi
latihan tiga kali seminggu selama 6 minggu lebih baik meningkatkan kebugaran jasmani daripada pelatihan
lari 2,4 km di luar stadion/lapangan dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu selama 6 minggu.
Fitness Introduction
Dalam kondisi membentuk manusia yang sehat, kuat fisik, dan mental dapat
ditingkatkan dengan pembinaan kesegaran jasmani melalui jenis-jenis aktivitas olahraga
yang dilakukan secara progresif dan terencana. Memiliki kebugaran jasmani yang baik
merupakan modal yang besar dalam menghadapi aktivitas kerja sehari-hari. Tentang hal ini,
para ahli fisiologi menyatakan bahwa: kebugaran jasmani adalah suatu kesanggupan atau
adaptasi terhadap beban fisik yang dihadapi tanpa meimbulkan kelelahan yang berarti
(Nala, 1986). Selanjutnya Sudarno(1990) menyatakan bahwa kebugaran jasmani adalah
suatu keadaan saat tubuh mampu menunaikan tugas hariannya dengan baik dan efisien
tanpa kelelahan yang berarti dan tubuh masih memiliki tenaga cadangan untuk mengatasi
hal-hal darurat.
Kebugaran jasmani adalah kualitas fisik seseorang di atas kondisi sehat sehingga
mampu melakukan pekerjaan atau aktivitas fisik berulang-ulang tanpa merasa lelah yang
berarti dan masih mampu mengisi waktu luangnya dengan aktivitas lainnya. kebugaran
jasmani diperoleh melalui latihan fisik atau olahraga pada berbagai komponennya, yang
dilakukan secara teratur, terarah dan berkesinambungan, dengan program dan takaran
latihan yang sesuai dengan umur, jenis kelamin, jenis pekerjaan dan kondisi
kesehatan.Kebugaran jasmani memberikan manfaat yang besar untuk meningkatkan
produktivitas kerja, apabila dilakukan secara baik dan benar. Kebugaran jasmani akan
memberikan sumbangan berarti pada kemampuan bekerja dan aktivitas fisik (PPPITOR,
1999).
Adapun unsur-unsur kebugaran jasmani terdiri dari: daya tahan Kardiovaskuler,
daya tahan otot, kelentukan, kekuatan otot, komposisi tubuh, kecepatan gerak, kelincahan,
keseimbangan, kecepatan reaksi dan koordinasi (Depkes RI, 1990). Dewasa ini, berbagai
usaha dilakukan orang untuk menjaga bahkan meningkatkan kesegaran jasmani baik lewat
sanggar-sanggar kebugaran, klub, maupun secara pribadi melakukan olahraga senam,
lari/jogging atau jalan, bersepeda, dan lain-lain. Semua usaha yang dilakukan dapat
dikatakan baik, tetapi metode atau cara yang paling baik, efektif dan efisien perlu diketahui
lewat penelitian ilmiah. Program lari aerobik adalah program yang bertujuan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani. Akan tetapi, cara atau metode serta lingkungan yang
tepat membantu peningkatan kebugaran jasmani secara efektif dan efisien sangat perlu
dikaji dan ditemukan. Menurut Nala, 1986; pengaruh pelatihan yang teratur dan
berkesinambungan adalah: efisiensi kerja paru meningkat, efisiensi kerja jantung
meningkat, tonus otot dan pembulu darah menurun, lemak tubuh menurun, konsumsi
oksigen maksimal meningkat, mengurangi kegemukan, dan terapi terhadap penyakit-
penyakit tertentu. Manfaatnya adalah meningkatkan dan mempertahankan kebugaran,
system respirasi, kardiovaskular (paru-paru, jantung dan pembuluh darah).Pelatihan
fisik yang teratur, sistematis dan berkesinambungan yang dituangkan dalan satu program
pelatihan akan meningkatkan kemampuan fisik, tetapi tidak demikian halnya apabila
pelatihan fisik dilakukan secara sembarangan dan tidak teratur, justru mendatangkan efek
yang merusak organ tubuh manusia (Nossek, 1982). Fox dkk, 1993; menyatakan bahwa
pengaruh frekuensi pelatihan fisik sebanyak 3 kali seminggu adalah sesuai bagi pemula dan
akan menghasilkan peningkatan yang berarti tanpa menimbulkan efek kelelahan yang
berarti. Pate dkk, 1984; menyatakan bahwa pengaruh lamanya pelatihan 6-8 minggu akan
memberi efek yang cukup berarti pada pelatihan bagi atlet.
Pelatihan yang telah dijalankan dengan tekun akan tampak hasilnya (efek pelatihan)
setelah 3 minggu pelatihan, selanjutnya 6 minggu pelatihan baru diketahui kemajuan yang
dicapai. Pelatihan kebugaran jasmani dengan lari aerobik 2,4 km adalah bentuk pelatihan
yang melibatkan kelompok otot besar dalam jangka waktu lama, ritmis dan metabolismenya
menggunakan oksigen atau suasana aerobik.Untuk meningkatkan daya tahan respirasi
kardiovaskuler dianjurkan berlatih dengan lari aerobik (Cooper, 1982; Giam dan The, 1993;
Fox dan Mathews 1988; Fox 1984). Relevansi antara lari aerobic 2,4 km dengan kesegaran
jasmani adalah: untuk mengetahui kesegaran jasmani seseorang, maka lari aerobik 2,4 km
adalah salah satu instrument tes.
Method
Penelitian ini menggunakan metode eksperimen semu (Quasi Eksperimental)
dengan rancangan penelitian The Randomized pretest-posttest group design. Adapun tempat
pelaksanaan penelitian di stadion/lapangan UNIMA Tondano, dengan waktu pelaksanaan
penelitian adalah 6 minggu, yaitu berlaku pada bulan April dan Mei 2018. Sebagai populasi
dari penelitian ini adalah Mahasiswa FIK UNIMA. Dari populasi, ditarik sampel secara
acak sejumlah 22 orang berdasarkan penentuan jumlah hasil perhitungan dengan rumus
Pocock (1984) yang menggunakan data hasil penelitian pendahuluan. Jumlah sampel yang
terpilih selanjutnya dibagi dua kelompok secara acak yaitu kelompok perlakuan dan
kelompok control. Variabel yang terlibat dalam penelitian ini adalah: variable bebas yaitu
penelitian lari aerobik 2,4 km di dalam dan di luar stadion, variabel terikat yaitu kebugaran
jasmani serta variabel yang dikendalikan adalah kondisi fisik, kesehatan umum, gizi
dan aktivitas fisik. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji t yang sebelumnya
didahului oleh pengujian normalitas data dengan Kolmogorov smirnov dan homogenitas
data dengan Levene test.
Discussion
Hasil uji normalitas data dengan menggunakan perhitungan statistic komputasi
SPPSS versi 9,0 (p < 0,05) menunjukkan bahwa data berdistribusi normal, dan karakteristik
umur, berat badan, tinggi badan dan denyut nadi istirahat dari kedua kelompok adalah
homogen.
Adapun hasil analisis data hasil tes lari aerobik 2,4 km sebelum dan sesudah
melakukan pelatihan selama enam minggu dari kedua kelompok dinyatakan dalam table
sebagai berikut:
Dari table di atas, dapat dibaca bahwa nilai rata-rata sebelum pelatihan pada kedua
kelompok (Kelompok 1 = 11,37 ± 1,31, dan kelompok 2 = 11,70 ± 1,04 tidak menunjukkan
perbedaan yang beramakna pada p = 0,05. Dengan demikian sebelum diberikan perlakuan
pelatihan lari aerobik 2,4 km, kebugaran jasmani mahasiswa FIK UNIMA yang terdiri dari
dua kelompok pelatihan adalah komparabel. Selanjutnya dari hasil pengolahan data,
keadaan kebugaran jasmani sesudah diberikan perlakuan pelatihan lari aerobik selama
enam bulan yang dinyatakan dalam table di atas adalah: kelompok 1 = 8,55 ± 0,28, dan
kelompok 2 = 10,70 ± 1,02. Dari angka yang diperoleh menunjukkan penurunan waktu
yang berbeda dalam arti terjadi peningkatan kecepatan menempuh jarak 2,4 km yang
berbeda dari dua kelompok. Dengan demikian, hasil ini otomatis menunjukkan perbedaan
peningkatan kebugaran jasmani yaitu p = 0,05. Oleh sebab itu, pelatihan lari aerobik 2,4 km
di dalam stadion dan pelatihan lari aerobik 2,4 km di luar stadion memberikan peningkatan
kebugaran jasmani yang berbeda.
Dari rata-rata peningkatan yang diperoleh, menunjukkan bahwa pelatihan lari aerobik 2,4
km di dalam stadion baik dalam meningkatkan kebugaran jasmani Mahasiswa FIK UNIMA
Conclusion
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan, maka kesimpulan penelitian ini
adalah:
Pelatihan lari aerobik 2,4 km di dalam stadion dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu
selama enam minggu dapat meningkatkan kebugaran jasmani.
Pelatihan lari aerobik 2,4 km di luar stadion dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu
selama enam minggu dapat meningkatkan kebugaran jasmani.
Pelatihan lari aerobik 2,4 km di dalam stadion dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu
selama enam minggu lebih baik meningkatkan kebugaran jasmani daripada pelatihan lari
aerobik 2,4 km di luar stadion dengan frekuensi latihan tiga kali seminggu selama enam
minggu.
5. Pengembangan Perhitungan Kapasitas Volume Oksigen Maksimal (VO2 max) Menggunakan Tes Lari 2,4 km
Berbasis Aplikasi Android
haikal@unsil.ac.id1
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan penghitungan kapasitas volume oksigen
maksimal menggunakan tes lari 2,4km berbasis aplikasi android. Metode dalam penelitian
ini menggunakan penelitian dan pengembangan (Research and Development). Sampel yang
diambil datanya untuk ujicoba aplikasi sebanyak 10 orang yang melakukan tes lari 2,4 km.
Hasil dari aplikasi dengan cara manual tidak berbeda. Aplikasi android ini dilengkapi fitur
tutorial yang bertujuan sebagai cara penggunaan aplikasi ini. Selain itu, terdapat menu untuk
melakukan penghitungan vo2max dan nilai tingkat kebugaran jasmani. Penetapan nilai
tingkat kebugaran jasmani ini didasarkan pada kategori umum yaitu bukan atlet. Pengguna
dapat melakukan kalkulasi penghitungan vo2max dimulai dari 1 orang saja dan ada menu
untuk menghitung sampai 10 orang secara sekaligus. Aplikasi ini dilengkapi dengan fitur
simpan data dengan menggunakan database SQLite, sehingga pengguna dapat menyimpan
data hasil tes lari 2,4 km. Dengan adanya aplikasi ini, dapat membantu para praktisi
olahraga dalam melakukan tes fisik daya tahan menggunakan tes lari 2,4 km.
Kata Kunci : Penghitungan Vo2max, Aplikasi Android, Tes Lari 2,4 KM
ABSTRACT
This study aims to develop a calculation of the maximum oxygen volume capacity using a
2.4km run test based on an android application. The method in this study uses research and
development (Research and Development). Samples taken from the data for application
trials were 10 people who did the 2.4 km run test. The results of the application manually
are no different. This android application has a tutorial feature that aims to use this
application. In addition, there is a menu for calculating vo2max and physical fitness level
values. The determination of the value of the level of physical fitness is based on the general
category of non- athletes. Users can calculate vo2max calculation starting from 1 person
and there is a menu to count up to 10 people at once. This application is equipped with a
data store feature using the SQLite database, so users can store data on the results of a 2.4
km run test. With this application, it can help sports practitioners in conducting physical
endurance tests using the 2.4 km running test.
Keywords: Vo2max Calculation, Android Application, Running Test 2.4 KM
PENDAHULUAN
Kebugaran yang bagus diidentikan dengan kapasitas volume oksigen (vo2max) yang
tinggi. Karena dengan tingkat asupan oksigen yang tinggi akan dapat membantu dalam
proses pembentukan energi dalam beraktivitas. Semakin tinggi vo2max maka semakin
menunjang terhadap durasi melakukan aktivitas. Sehingga terbentuk rantai energi yang tidak
terputus untuk menunjang aktivitas fisik yang dilakukan. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat mengenai vo2max yang diungkapkan oleh (Astorino et al., 2019) yaitu Maximal
oxygen uptake (VO2max) is a widely used measure of cardiorespiratory fitness, aerobic
function, and overall health risk. Yang berarti bahwa vo2max merupakan tolok ukur dari
kebugaran kardiorespirasi, fungsi aerobik dan status kesehatan secara keseluruhan.
Sehingga nilai vo2max dalam menentukan kebugaran seseorang merupakan hal yang
penting. Upaya meningkatkan kualitas kebugaran (sistem kardiovaskular) dengan variabel
kapasitas volume oksigen maksimal (vo2max) sebagai indikator kebugaran sudah banyak
diteliti oleh para peneliti olahraga yang sudah dipublikasikan. Penentuan kapasitas volume
oksigen maksimal (vo2max) ditentukan dengan melalui tes fisik yang sudah dikemukakan
oleh para ahli tes dan pengukuran olahraga. Contohnya seperti yang diungkapkan oleh
(Giriwijoyo, 2017) tes lari 12 menit, lari 2,4 km, tes balke lari 15 menit. Selain tes yang
diungkapkan tersebut ada juga tes lari multi tahap.
Sebetulnya sudah dilakukan penelitian mengenai pengembangan penghitungan
kapasitas volume oksigen maksimal (VO2max) berbasis aplikasi android yang dilakukan
oleh (Gumelar, et.al, 2017), perbedaannya adalah jenis tes fisik yang menjadi pengukur
kapasitas volume oksigen maksimalnya yaitu Tes Lari 2,4km. Tes lari 2,4km ini bisa
dijadikan sebagai alat tes untuk mengukur tingkat Vo2max. Metode penghitungan kapasitas
volume oksigen maksimal (vo2max) dari hasil tes lari 2,4km tersebut dengan cara
memasukkan hasil tes berupa waktu yang didapat dalam satuan menit ke dalam rumus
vo2max setelah sampel melakukan lari 2,4km. Rumus Vo2max dari tes lari 2.4 Km yang
digunakan dalam penelitian ini bersumber pada (Burger & Stewart, 1990) yaitu VO 2 max =
85.95 - (3.079 x Run Time [minutes]). Dengan menggunakan rumus tersebut maka kita
dapat mengetahui nilai vo2max dari seseorang setelah melakukan tes lari 2.4 km. Sementara
ini nilai kapasitas vo2max dari hasil tes lari 2.4 km masih dilakukan dengan cara manual
yaitu dengan menghitung menggunakan rumus melalui penghitungan di atas kertas.
Untuk mendukung kemudahan dalam menentukan kapasitas volume oksigen
maksimal (vo2max) maka dibutuhkan sebuah teknologi yang sesuai dengan perkembangan
zaman pada saat ini. Teknologi pada saat ini sudah berkembang pesat dengan tujuan untuk
memudahkan kinerja manusia dalam menentukan makna dari sebuah fenomena atau
kejadian melalui proses pengolahan data digital. Hal ini diungkapkan juga oleh Cummings
& Janicki, (2019) teknologi dan tingkat kepentingannya di lapangan terus berubah dan
profesional TI harus mengikuti perkembangan dunia yang terus berubah untuk tetap berada
dalam suasana kompetitif. Saat ini teknologi yang sedang populer adalah smartphone,
menurut Lee, et.al (2018) smarthpone telah menjadi teknologi popular secara global dan
menjadi pengganti telepon seluler sebelumnya di beberapa negara saat ini. Dengan semakin
populernya smartphone ini maka bisa dijadikan pendekatan dalam mengembangkan sesuatu
hal menjadi lebih mudah. Untuk menjalankan sistem dalam smartphone terdapat sistem
operasi. Saat ini sistem operasi smartphone yang populer terbagi menjadi beberapa bagian
diantaranya yaitu sistem operasi IOS untuk Iphone, android yang diperuntukan bagi
pengguna smartphone android dan windows phone.
Sistem operasi android sudah banyak dipakai oleh produsen smartphone terkenal dan
sudah banyak digunakan oleh masyarakat luas. Sesuai dengan data pengguna smartphone
berdasarkan sistem operasi tahun 2018, menurut Kavinya, et.al (2018) pengguna android
lebih banyak dibandingkan dengan sistem operasi lainnya karena sistem operasi android
bersifat terbuka (open source) sehingga banyak sekali produsen smartphone menggunakan
sistem operasi ini. Berdasarkan pada data tersebut maka pendekatan melalui aplikasi android
jauh lebih mudah untuk menjangkau para pengguna. Namun penelitian ini memfokuskan
pada penghitungan kapasitas volume oksigen maksimal (vo2max) berbasis aplikasi android
sebagai sebuah solusi untuk memberikan kemudahan mengetahui nilai vo2max dan tingkat
kebugaran bagi para praktisi olahraga yang akan melakukan tes kebugaran dengan
menggunakan instrumen lari 2,4 km.
KAJIAN TEORI
Volume Oksigen Maksimal (Vo2max)
Volume oksigen maksimal (Vo2Max) menurut (Benny, 2012) adalah VO2 Max
adalah ambilan oksigen selama eksersi maksimum. VO2 Max dinyatakan dalam liter/menit.
Sedangkan menurut (Mackenzie, 2005) Vo2max adalah “VO2max is the maximum amount
of oxygen in millilitres, one can use in one minute per kilogram of body weight”. Artinya
adalah VO2 Max adalah jumlah maksimum oksigen dalam milliliter, yang dapat digunakan
dalam satu menit per kilogram berat badan. Menurut (Sudarno, 1992) Kapasitas aerobik
maksimal (Vo2max) adalah kemampuan atau kapasitas seseorang untuk menggunakan
oksigen sebanyak – banyaknya dan merupakan indikator tingkat kesegaran jasmani
seseorang. Vo2max adalah volume maksimal O2 yang diproses oleh tubuh manusia pada
saat melakukan kegiatan yang intensif. Semakin banyak oksigen yang diasup/diserap oleh
tubuh menunjukkan semakin baik kinerja otot dalam bekerja sehingga zat sisa-sisa yang
menyebabkan kelelahan jumlahnya akan semakin sedikit. Vo2max diukur dalam banyaknya
oksigen dalam liter per menit (l/min) atau banyaknya oksigen dalam mililiter per berat
badan dalam kilogram per menit (ml/kg/min). Tentu, semakin tinggi Vo2max, seorang atlet
yang bersangkutan juga akan memiliki daya tahan dan stamina yang istimewa. Jadi volume
oksigen maksimal (Vo2max) bisa didefinisikan sebagai jumlah oksigen dalam satuan
mililiter yang masuk ke dalam tubuh untuk membentuk energi yang digunakan oleh otot
selama melakukan aktivitas fisik.
Menurut (Kuntaraf & Kuntaraf, 1992) Kedayagunaan tubuh dalam menggunakan
oksigen pada saat melakukan pekerjaaan, misalnya olahraga, otot harus menghasilkan energi
satu proses dimana oksigen memegang peranan penting. Lebih banyak oksigen digunakan
berarti lebih besar kapasitas untuk menghasilkan energi dan kerja yang berarti daya tahan
anda lebih besar. Vo2max yang tinggi dapat melakukan lebih banyak pekerjaan sebelum
menjadi lelah, dibandingkan dengan mereka yang mempunyai Vo2max rendah. Semakin
sehat dan tinggi kesegaran jasmani, maka lebih banyak oksigen dalam tubuh yang dapat
diproseskan. Pada saat berlatih paru-paru didalam tubuh kita akan dapat mengambil lebih
banyak oksigen, yang berarti peredaran darah akan menjadi lebih baik. Dengan demikian
mereka yang mempunyai VO2max tinggi adalah orang yang mempunyai kesegaran jasmani,
sedangkan yang mempunyai VO2max yang rendah, tidak mempunyai kesegaran jasmani.
Untuk mengetahui kapasitas volume oksigen maksimal (VO2Max), dapat dilakukan
dengan cara melakukan sebuah tes. Tes untuk mengukur kapasitas VO2Max dapat
dilakukan di laboratorium dan menggunakan tes aktivitas fisik. Tes VO2max menggunakan
aktivitas fisik diantaranya adalah tes lari 2,4 km, lari 12 menit, lari balke 15 menit dan multi
stage fitnes test (lari multi tahap) bleep test.
Sumber : Barbara Bushman. 2017. American College Sports Medicine: Complete Guide to Fitness & Health.
Human Kinetics
Rumus penghitungan untuk VO2max tes lari 2,4 km : VO2max = (483 / time) + 3.5
=> time : satuan dalam menit. Dengan menggunakan tes kapasitas aerobik lari 2.4 km ini,
bisa diketahui kapasitas vo2max, yang sekaligus sebagai salah satu penentu tubuh kita bisa
bekerja dalam waktu yang lama. Semakin tinggi kapasitas vo2maxnya maka semakin lama
kita mampu bekerja.
Dengan adanya rumus penghitungan untuk menentukan kapasitas volume oksigen
maksimal (Vo2max) yang digunakan dalam tes lari 1,5-mile / 2,4km, maka dibutuhkan
sebuah media yang dapat memudahkan penghitungan tersebut. Oleh karena itu, pendekatan
yang paling tepat pada saat ini adalah menggunakan teknologi yang selalu dibawa oleh
masyarakat yaitu smarphone terutama yang memiliki sistem operasi android. Para pengguna
dapat menggunakan smartphone androidnya untuk mengetahui tingkat kebugaran aerobik
dengan memasukkan waktu yang ditempuh setelah melakukan lari 2.4km.
Aplikasi Android
Pengertian aplikasi android menurut (Nasruddin Safaat, 2015) android adalah
sebuah sistem operasi pada handphone yang bersifat terbuka dan berbasis pada sistem
operasi Linux. Dari pengertian tersebut maka aplikasi android merupakan sebuah sistem
operasi yang diterapkan pada telepon genggam dengan sistem operasi dasarnya berasal dari
Linux. Dikarenakan sifatnya terbuka (open source) maka android bisa digunakan oleh setiap
pabrikan telepon genggam yang ingin menerapkan sistem operasi ini pada perangkat
mereka. Android menyediakan sebuah platform terbuka bagi para pengembang aplikasi
untuk membuat aplikasi yang dibuat oleh mereka sendiri yang dapat digunakan untuk
berbagai macam telepon genggam. Awalnya, Google Inc. membeli Android Inc., pendatang
baru yang membuat peranti lunak untuk ponsel. Kemudian untuk mengembangkan Android,
dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34 perusahaan peranti keras, peranti
lunak, dan telekomunikasi, termasuk Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile,
dan Nvidia. Pada saat perilisan perdana Android, 5 November 2007, Android bersama Open
Handset Alliance menyatakan mendukung pengembangan standar terbuka pada perangkat
seluler. Di lain pihak, Google merilis kode–kode Android di bawah lisensi Apache, sebuah
lisensi perangkat lunak dan standar terbuka perangkat seluler.
Kelebihan Android
Multitasking. Android mampu membuka beberapa aplikasi sekaligus tanpa harus menutup
salah satunya.
Kemudahan dalam Notifikasi. Setiap ada SMS, Email, atau bahkan artikel terbaru dari RSS
Reader, akan selalu ada notifikasi di Home Screen Ponsel Android, tak ketinggalan Lampu
LED Indikator yang berkedip-kedip, sehingga Anda tidak akan terlewatkan satu SMS,
Email ataupun Misscall sekalipun.
Kemudahan Mengunduh Aplikasi Android lewat Google Play Store. Kalau pengguna
android mencari aplikasi ataupun games, maka sudah tersedia di Google Play Store yang
bisa didownload gratis. Ada banyak ribuan aplikasi dan games yang siap untuk di download
untuk ponsel Android.
Pilihan Ponsel yang beranekaragam. Mengenai ponsel Android, akan terasa berbeda jika
dibandingkan dengan sistem operasi iOS dari Apple, jika iOS hanya terbatas pada iPhone
dari Apple, maka Android tersedia di berbagai macam telepon genggam dari berbagai
produsen, mulai dari Sony Ericsson, Motorola, HTC sampai Samsung.
Dengan keunggulan sistem operasi android yang sangat mudah digunakan dan banyaknya
varian merk maka pendekatan teknologi smartphone android untuk digunakan dalam dunia
olahraga sangat tepat. Berkaitan dengan penelitian ini maka tes vo2max menggunakan lari
2.4km dapat ditunjang dengan teknologi android yang sudah banyak digunakan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan merujuk pada metode penelitian dan pengembangan
(R&D). Dikarenakan mengembangkan sebuah penghitungan Vo2max dari penghitungan
manual ke dalam sebuah aplikasi android. Adapun Langkah-langkah penelitian
menggunakan metode R&D adalah sebagai berikut: Penelitian dan pengumpulan data
(Research and information collection); Pada penelitian dan pengumpulan data ini dilakukan
analisis kebutuhan, studi literatur, dan penelitian skala kecil. Perencanaan (Planning); Pada
tahap perencanaan dilakukan identifikasi kemampuan yang diperlukan untuk pelaksanaan
penelitian, membuat rumusan tujuan yang hendak dicapai, membuat desain atau langkah-
langkah penelitian, dan merencanakan kemungkinan pengujian di lingkup terbatas.
Pengembangan produk awal atau draft (Develop preliminary form of product);
Pengembangan produk ini meliputi penyiapan bahan ajar, proses pembelajaran, dan
instrumen evaluasi. Uji coba lapangan awal (Preliminary field testing); Ujicoba lapangan
awal atau ujicoba terbatas dilakukan pada 1-2 merk smartphone menggunakan 2-4 jenis
ukuran layar. Selama ujicoba, dilakukan observasi, wawancara, dan pengedaran angket.
Tujuannya adalah untuk mendapatkan pendapat dari subjek terhadap produk yang
dikembangkan. Merevisi produk utama (Main product revision); Revisi produk utama
dilakukan berdasarkan temuan-temuan pada ujicoba lapangan awal.
Uji coba lapangan utama (Main field testing); Ujicoba ini dilakukan pada 3-4 merk
smartphone dengan 3-5 jenis ukuran layar. Penyempurnaan produk operasional
(Operational product revision); Penyempurnaan produk operasional dilakukan berdasarkan
temuan-temuan ketika melaksanakan ujicoba lapangan utama. Uji coba lapangan
operasional (Operatinal field testing); Ujicoba ini dilakukan pada 3 kelas angkatan 2018
jurusan Pendidikan Jasmani Universitas Siliwangi dengan melibatkan 60 subjek. Pengujian
dilakukan melalui angket, wawancara, observasi, dllnya. Penyempurnaan produk akhir
(Final product revision); Penyempurnaan dilakukan berdasarkan temuan-temuan pada
ujicoba lapangan operasional. Penelitian dilakukan di lingkungan Universitas Siliwangi dari
bulan Februari sampai bulan Agustus 2019. Aplikasi android yang dikembangkan diujikan
terlebih dahulu pada 2 orang pakar. Pakar pertama adalah orang yang ahli dalam bidang
aplikasi android yaitu praktisi informatika dan pakar kedua adalah ahli dalam tes dan
pengukuran olahraga. Pengujian dilakukan dengan memberikan angket pada kedua pakar
dengan konten angket sesuai dengan keahliannya.
Berikut ini adalah desain awal aplikasi android tes lari 2,4 km sebelum diujikan pada
Software yang digunakan untuk membuat aplikasi android adalah software Basic 4
Android Versi 7.8 karena lebih mudah dalam penggunaan bahasa pemrogramannya yaitu
menggunakan bahasa visual basic. Angket juga diberikan pada pakar tes pengukuran
olahraga yang ditujukan untuk mengkaji konten yang perlu disajikan dalam aplikasi android
yang dikembangkan.
HASIL PENELITIAN
Setelah melakukan serangkaian revisi dan masukan dari pakar aplikasi android dan
tes pengukurang olahraga terdapat beberapa perubahan dari desain awal aplikasi yaitu
adanya input data untuk 1 orang, 10 orang dan ditambahkan penyimpanan data dalam
bentuk database. Aplikasi android ini dilengkapi fitur tutorial yang bertujuan sebagai cara
penggunaan aplikasi ini. Selain itu, terdapat menu untuk melakukan penghitungan vo2max
dan nilai tingkat kebugaran jasmani. Penetapan nilai tingkat kebugaran jasmani ini
didasarkan da kategori umum yaitu bukan atlet.
Tabel penentuan tingkat kebugaran dari hasil tes lari 2,4 km bersumber pada tabel
yang diungkap oleh (Barbara, 2017)
Sumber : (Barbara, 2017)
Gambar 6. Tabel Norma Vo2max terhadap Tingkat Kebugaran
Terdapat keterbatasan dalam aplikasi android ini, yaitu tidak dapat mengkalkulasi
data lebih dari 10 orang dalam satu kali proses data, data yang disimpan bersifat offline
artinya bahwa data hasil tes yang disimpan hanya tersimpan di smartphone yang digunakan
dan data tersebut tidak bisa diakses secara online. Selain itu, dari segi tampilan masih terlalu
kaku.
PEMBAHASAN
Olahraga harus dikembangkan sesuai dengan perkembangan di tiap zamannya, bisa
dengan menggabungkan beberapa disiplin keilmuan dengan olahraga, termasuk dalam hal
ini adalah pengembangan olahraga dengan melibatkan teknologi yang ada saat ini. Dalam
olahraga terdapat banyak sekali kajian yang dibahas seperti kepelatihan, pendidikan
jasmani, anatomi dan fisiologi olahraga, dan tes pengukuran olahraga. Cara dalam
melakukan tes dan pengukuran olahraga harus dikembangkan juga sesuai dengan
perkembangan teknologi dari tiap zamannya yang mengacu pada kemudahan, keefektifan
dan tingkat kesalahan yang rendah. Selama melakukan penelitian dalam proses ujicoba
penggunaan aplikasi, para pengguna mengapresiasi kecepatan pengolahan data aplikasi dari
mengkonversi hasil tes ke dalam pemaknaan hasil tes lari 2.4 km.
Hasil dari Tes lari 2.4 km adalah jumlah menit yang dibutuhkan untuk menempuh
jarak 2.4 km. Adapun pelaksanaan tes fisik lari 2.4 km sebagai berikut: Cooper Test
dilakukan dengan lari menempuh jarak sejauh 2.4 km di hitung dalam catatan waktu. Atlet
diberi kesempatan pemanasan selama 10 menit. Start dilakukan dengan berdiri, dan kedua
kaki di belakang garis start. Dengan aba-aba, atlet lari sesuai dengan kemampuan yg dia
mampu, dan asisten memulai stopwatch. Atlet akan diingatkan oleh asisten pencatat waktu
dan penjaga lintasan setiap akhir putaran 400 meter (SILA PERDANA & Sudijandoko,
2019). Tes lari 2.4 km ini banyak dijadikan tes penelitian seperti penelitian analisis
kebugaran jasmani suatu populasi (SILA PERDANA & Sudijandoko, 2019). Maka dengan
hadirnya aplikasi ini dapat mempercepat pengolahan data hasil tes fisik. Pengembangan tes
lari 2,4 km berbasis aplikasi android membuat para praktisi olahraga akan dengan mudah
melakukan kalkulasi dan pemaknaan data hasil tes yang sudah didapat dari hasil tes lari 2,4
km yang sudah dilakukan. Selain itu, dengan adanya fitur penyimpanan data, maka para
pengguna aplikasi dapat melihat hasil tes sebelumnya sehingga dapat menjadi sebuah
catatan dalam melakukan tes berikutnya.
SIMPULAN
Berdasarkan pada hasil dan pembahasan maka aplikasi android penghitung nilai
vo2max dan tingkat kebugaran dari tes lari 2,4 km sudah dapat digunakan oleh para praktisi
olahraga yang menggunakan smartphone android. Dengan adanya aplikasi ini, dapat
membantu para praktisi olahraga dalam melakukan tes fisik daya tahan menggunakan tes
lari 2,4 km.
Jurnal Internasional
1.Validity Of Cooper’s 12-Minute Run Test For Estimation Of Maximum Oxygen Uptake In Male
University Students
Validity of Cooper’s 12-minute run test for estimation of maximum oxygen uptake in
male university students
Statistical analysis
The paired t-test was used to compute the
significance of difference between mean values
of VO2max and PVO2max. Pearson’s product
moment correlation was conducted to test the
relationship between directly measured values
of VO2max and distance covered in CRT. The
linear regression statistic was applied to
compute the linear regression equation for
indirect prediction of VO2max or PVO2max
(dependent variable) from the distance covered
in CRT (independent variable). The Bland and
Altman approach for limit of agreement
analysis [16] was adopted to test the
applicability of the new meth- od.
RESULTS
A significant difference was found between
VO2max and PVO2max in the study group
(as shown in Figure 1). VO2max showed a
sig- nificant correlation with the distance
covered in Cooper’s test and accordingly the
regression equation was computed for
prediction of VO2max (as shown in Figure
2). Necessary analyses were conduct- ed to
authenticate the applicability of this newly
derived equation in the studied population
(as shown in Figure 3 and Figure 4).
FIG. 2. Relationship between VO2max and distance covered in CRT
ABSTRACT
Background: During the practice of any physical exercises is produced heat. About 30% of this heat
is transformed into work and the other 70%, distributed to the body, thus increasing the body
temperature of the individual. Objective: to identify changes in body temperature and hydration of
adolescents classified as physically actives or inactives. Methods: This is a cross-sectional,
quantitative, descriptive study with 40 students (13-17 years old) from a private school in Anápolis-GO.
The tympanic and forehead body temperature and body mass were measured. The urine produced was
then collected and the hydration state was estimated before and after the 12-minute run test, which
was used to calculate the VO2max. After checking the normality of the data, the paired “t” test was
performed to compare the pre and post-run data and a “t” test for independent samples to compare the
groups denominated: active and inactive. Results: there was no significant difference in relation to the
temperature pre-and post-test of the Cooper protocol in active and inactive individuals, but the active
group had a higher central temperature. The active group presented a greater reduction of body mass
and a worse state of dehydration, evaluated by the urine color, and also by the calculation of the rate
of sweating. Finally, although both groups received the classification of “weak” regarding aerobic
capacity, the active group was significantly superior to the inactive group. Conclusion: the group of
actives adolescents presented higher central body temperature, with a higher rate of sweating, due to
their greater physical effort (better test performance) and their better training, which can lead to a
better body cooling system.
Keywords: Physical Fitness; Thermoregulation; Hydration.
INTRODUCTION and thermoregulation related to the changes that
Physical fitness is conceptualized as the ability to occur during the practice of strenuous physical
perform activities of your daily life without too exercises. Thereby, the present study aims to
much fatigue(1). It is composed of physiological and identify changes in body temperature and hydration
psychosocial variables which help to balance the in adolescents classified as physically active or
well-being and lifestyle of the individuals, since a inactive.
person with a good physical aptitude is more likely
to be healthy in the development of hypokinetic METHODOLOGY
diseases(2,3). This is a cross-sectional, quantitative, descriptive
In order to maintain or improve physical fitness, it study. The convenience sample consisted of 40
is necessary to practice physical exercises. That is, adolescent students aged 13 to 17 years old, from a
systematized activities aimed at improving health(4). private school in the city of Anápolis-GO. The study
One of the physiological factors that limits good used the standards for conducting research on
performance in physical exercises and improvement humans, resolution nº 466 of December 12, 2012 of
of physical fitness is thermoregulation, defined as the National Health Council and was approved by
the physiological capacity that the body maintains the Research Ethics Committee of the Centro
at ideal temperature(5). The ideal body temperature Universitário de Anápolis – UniEVANGÉLICA,
should remain between 36.1°C-37°C. The practice protocol number 2.147.331.
of physical activities is one of the variables that The invitation was made to the adolescents, sending
remove the body from homeostasis, causing this the necessary documents to the parents and minors.
temperature to reach up to 41ºC(6). After they signing the free and informed form the
During the practice of any physical exercises is tests were started. In this way, the volunteer received
produced heat. About 30% of this heat is a folder explaining how the tests would be like and
transformed into work and the other 70%, how they should behave before, during and after the
distributed to the body, thus increasing the body test. There were also directives regarding the type of
temperature of the individual. To occur the clothing and footwear.
reduction in body temperature it is necessary to use Then, was measured the body mass through a
one of the means for heat loss. Among these, we Filizola
have convection, conduction, radiation and (Filizola LTDA, Recife, PE, Brazil) stadiometer (10).
evaporation. The most used and efficient is the The body mass was measured as soon as the
evaporation(6), in addition to these means, the blood individual arrived (after the first collection of urine)
flow also controls the loss of heat, as the measure and raised in the scale again about 15 minutes after
of the central heat increases and this blood flow is the end of the run, shortly after the second collection
diverted to the skin(7). However, among the of urine. On average, there was a time interval of 58
aforementioned means, evaporation is the most minutes between the first and second weighing.
efficient way for heat loss. This occurs when the The comparison of pre and post effort body mass
sweat glands transfer the “water” to the exogenous can be used to verify rapid changes in the hydration
environment (without the loss of cytoplasm or of people submitted to a systematic effort (11). This
organelles) so that this water evaporates and carries methodology is based on the estimation that 1 gram
with it the heat of the body surface(8). The study of of lost body mass equals 1 ml of lost liquid(12).
Gaspar et al.(9) demonstrates that triathlon athletes For the estimation of VO2max. was applied the 12-
show a drop in yield because they have a high
minute running test proposed by Cooper(13),
production rate of sweating and poor water
measuring the distance traveled in this period of
replenishment.
time. This test was performed on an
From this premise, it is of great importance a good
athletic track, counting the number of laps in the
hydration for the practice of systematized physical
established perimeter with known distance. The
activities.
measurements of the perimeter, and the distance of
Thus, it is necessary to study the aerobic capacity
the incomplete turns were measured with a 50m
(Brasfort) (Brasfort LTDA, São Paulo, SP, Brazil) = [initial body mass (kg) + water ingestion (L)] –
line. All measurements were made by a single [final body mass al (kg) + urinary volume (kg)] /
evaluator accompanied by the annotator. time (min) x 60.
In order to quantify the volume of water ingested, For the analysis of the data the volunteers were
volunteers were asked about the doses of separated into two groups: Actives- those who
water/infusions/teas and industrialized beverages made up the school’s Handball or Basketball team;
consumed daily. The water counted via Inactives - those who did not participate in
questionnaire was designated for the purposes of the physical education and were not included in
analysis as ingested water. A food recall was not another practice of systematized physical activity.
quantified to estimate the percentage of liquid per The descriptive analysis of the data was presented
food, eaten in the volunteers’ regular diet. It was through mean, standard deviation, simple frequency
also asked about the use of dietary supplements and and percentage. The Shapiro-wilk test was
medicines. performed through which the normality of the data
For the day of the run test they were asked to was verified. A paired T-test was then performed
maintain their natural routine of fluid ingestion. On to compare pre and post test and a t-test for
the day agreed for the run test, as the volunteers independent samples to compare between groups.
arrived, they completed the anamnesis and the water SPSS 20.0 software was used, adopting a level of
ingestion questionnaire, were weighed and had their significance of p≤0.05.
body temperature measured through a G-Tech
digital clinical thermometer with infrared sensor, RESULTS
being this one used to measure the internal As a result of the application of the questionnaire,
temperature of the ear and the forehead, before and 53.8% of the sample consumed 500mL-1000mL of
after the run test. The ambient temperature on the water per day (Table 1), and the European Food
day of the test was at 26ºC at 9am (time that the run Security Agency(17) recommended the ingestion of
was started), with relative air humidity being at 2.5 L/day of water for male adolescents and 2 L/day
58%. These conditions were measured with a for females, thus demonstrating that the sample was
Thermo Hygrometer ICEL model HT-208. not hydrating correctly. Soon after, the ingestion of
Urine was collected in a sterilized Erlenmeyer, soft drinks/teas was quantified and was obtained that
with a capacity of up to 500 mL, as soon as the 79.5% of the evaluated ones did not ingest any of
volunteer completed the anamnesis (about 8:30 the analyzed drinks. It was also identified that
am). At this point he was invited to drink a glass of 89.7% of those evaluated did not drink any sports
250 ml of water. After the race, the volunteer drinks (isotonic), since, if consumed in excess, they
waited in the shadow for about 15 minutes to can make it difficult to lose weight, increase blood
promote a return to calm and, then, the urine was pressure and overload the kidneys. Thus, analyzing
collected again. It had to be a minimum volume of the results, it can be noticed that the sample studied
50 mL, and during this time the volunteers did not performs little ingestion of any type of liquid.
hydrate. After each collection the urine was When comparing the water ingestion between active
compared to a colorimetric scale for the and inactive groups it was possible to verify that the
determination of the levels of hydration developed active group consumes about 300 mL more water per
by Armstrong et al.(14). day than the inactive group (data not shown in
The percentage of dehydration was calculated from Table), which is relatively small this difference ,
the difference between the body mass pre and post- although statistically significant. The ingestion of so
exercise: Percentage of dehydration = [(Difference little water refers to the concern with the ingestion
between initial and final body mass (in kg)) – of dietary supplements. However, only five
urinary volume after training (in L))] / initial body individuals (all in the active group) reported using
mass (kg) x 100(15). The rate of sweating, expressed food supplements (two reported using creatine,
in L/hour of exercise, was calculated from the another two whey protein, and 1 reported using
equation proposed by Horswill (16): rate of sweating maltodextrin). Regarding medication use, only one
individual reported regular use of antihistamine forehead temperature in the two groups analyzed,
(inactive group) and another two (active group) but this difference was not significant.
reported being treated with roacutan (data not When compared to the temperature between the two
shown in table). groups, the active group presented, in a significant
The difference in physical condition between the so- way, a greater tympanic heating, both in the pre and
called active and inactive groups is explicit (Table post test. The same did not occur to the forehead
2) by identifying that the actives ran an average of temperature in any of the analyzed moments.
389m more than the inactive ones in the same 12- On the other hand, when the dissipation of the heat
minute period. This represents almost an extra lap produced by the production of sweat was analyzed,
on the track. However, both groups present a bad was obtained the data of the pre and post-run
aerobic condition. It is only possible to point out that body mass. With this it is possible to notice that
the VO2max. of the active group is 25.81% higher the body mass of the inactive group reduced on
than the inactive group. Table 2 also shows the average 100g, while that of the active group
difference between active and inactive individuals reduced 360g, on average, being this significant
regarding body temperature. Thus, it can be reduction only for the active group. This
observed that the temperature averages of the Pre and indicates that heat dissipation through sweating
Post run test were not significantly different, even does not actually promote a significant reduction in
though there was a different physical condition body mass, but with a significant difference
between the groups. However, the tympanic between active and inactive, in which the active
temperature was visually lower when compared to group produced about three and a half times more
sweat.
Table 1- Descriptive Analysis of the “Quantification of Daily Ingestion of Liquids” questionnaire.
Water Ingestion Soft drinks and teas Ingestion Sports Drink Ingestion
608
13
References Sample Research design Match running performance measures Main findings
Dupont Players from an 52 matches. 1 vs. 2 matches per week Total distance, high-speed distance ([19.1–24.0 km/ Running measures were unaffected by the
et al. [2] elite Scottish h), sprint distance ([24.0 km/h) and number of sprints number of matches per week
soccer team (n
= 32)
Carling and Players from an 3 successive domestic League and/or UEFA Europa Overall distance covered, distance run at high speeds No differences across consecutive matches were
Dupont [9] elite French League matches played in B7 days (C14.4 km/h) and distance in individual possession observed for any of the running variables
soccer team (n
= 7)
Carling Players from an
et al. [10] elite French 6 domestic Ligue 1 and 2 UEFA Europa League Overall distance covered and distance run at light The overall distance covered and in light
soccer team (n matches played successively over a 26-day period. intensity (0.0–11.0 km/h), low intensity (11.1– intensities varied across the congested fixture
= 26) Data were also compared with that for matches before 14.0 km/h), moderate intensity (14.1–19.0 km/h) and period (both p \ 0.001), while distance
(n = 9) and after (n = 13) the prolonged period of high speeds ([19.1 km/h) covered in high-speed running was unchanged.
fixture congestion The overall distance covered and distance run in
high-speed exercise across match halves were
unaffected. Performance overall in all physical
activity measures did not differ to that of the
opponents, but the total distance covered (p \
0.001) and that in low-
(p \ 0.001) and high-speed running
(p \ 0.040) varied in individual matches
Odetoyinbo Players from 4 3 successive matches in 5 days Total distance run and distance covered in walking Total distance and that at high speeds did not
et al. [11] UK elite soccer (0.2–1.9 m/s), jogging (2.0–3.9 m/s), running vary over 3 matches. High-speed distance
teams (n = 16) (4.0–5.4 m/s), high-speed running (5.5–6.9 m/s) and sprinting (C7.0 m/s), and mean speed and peak speed varied (p \ 0.05) according to ball possession
2 successive matches with 3 days between matches Total distance covered and distances run in walking/
Players from jogging (0.0–11.0 km/h), low speed (11.1–14.0 km/ h), moderate speed (14.1–19.0 km/h), high-speed ([19.1–
Rey et al. an elite 23.0 km/h) and maximal speed ([23.1 km/ h), and frequency of high-speed efforts, recovery time, mean Running activity profiles were unaffected by the
[12] Spanish team speed and peak speed short time delay between matches
(n = 42) 27 matches. 1 vs. 2 matches per week Total distance covered and distances run in walking/
jogging (0.0–11.0 km/h), low speed
Players from an (11.1–14.0 km/h), moderate speed (14.1–19.0 km/ h), high-speed ([19.1–23.0 km/h) and maximal speed
elite Spanish ([23.1 km/h)
Lago-Pen˜as soccer team (n = Running measures were unaffected by the number
et al. [13] 172) of matches per week
Djaoui et al. Players from an 4 successive congested periods (2 matches per week) Total distance covered, total distance covered at light Running activity was unchanged across the
[14] elite French separated by international breaks compared with (\12 km/h), sustained cruising ([18–21 km/h), congested fixture periods
team (n = 16) habitual 1 match per week high ([21–23 km/h), very high ([23–25 km/h),
sub-maximal ([25–27 km/h) and maximal ([27
C. Carling et al.
km/h) intensities
running distance was reported in the same players across three matches
played in B7 days (2,667 ± 200 vs. 2,629 ± 398 vs. 2,414 ± 145 m)
[9]. Yet, the effect-size values for matches 1 and 2 versus match 3
km/hwere affected across the were -0.72 and -1.45 suggesting moderate and large declines,
running activity nor technical
Main findings
papers have collected data from a single club setting, thereby only
reflecting performance of the team in question. Although small-scale
case study re- search that addresses specific performance-related ques-
12.1–18.0
congested
categories of running intensity: 0.0–12.0
Neither
more meaningful changes and gener- alised trends given the highly
Total distance and that covered in
French team
predefined speed thresh- olds. However, players differ greatly in the speed
Sample
at which they begin to run at high speeds. Accounting for physio- logical
Table 1 continued
Abstract
This study was carried out to investigate the measurement level of maximum
volume of oxygen (VO2 max) rate for a continued period of four weeks (one month)
amongst randomly selected Bo Commercial Junior Secondary School (JSS I, II and III)
pupils in the Bo Municipality, Sierra Leone. The significance of the study is to measure
and compare the VO2 max of both boys and girls at the three different strata i.e. JSS I,
II & III using cooper-12-minutes-run test. A total of thirty (30) pupils (15 boys and 15
girls) were randomly selected at the three levels (JSS I, II & III), with age ranging from
ten to seventeen (10-17) years. The Pearson Product Moment Correlation (PPMC)
Coefficient, Dependent and Independent t-tests were used to compare the results of the
study. The results were tested at (p ≤ 0.05) level of significance. Analysis of results
from weeks one, two, three and four shows both significant and insignificant differences
between the measured values of VO 2 max rate of boys and that of girls (JSS I, II & III)
at the beginning and at the end of the exercise which is recorded as r values [(i.e. r
values ranging from r = 0.0000 to r = 0.7442) when compared with the c value (i.e. c
value = 0.8783)] as shown in tables I, II, III and IV; and as t values [(i.e. t values
ranging from t = 10.249 to t = 3.728) when compared with the dependent and
independent c values (c = 2.776 and c-value = 2.306)] as shown in tables V, VI, VII,
VIII, IX, X, XI and XII. Conclusively therefore, the major findings in this study shows
that pupils (boys and girls) were experiencing quick fatigue at the beginning of the
exercise which affected the low rate of their VO 2 max calculation greatly but they had
to overcome the fatigue as the session continued into the subsequent weeks thereby
improving their rate. In recommendation, the most effective approach to improving
VO2 max rate in pupils is by applying the endurance high intensity interval training
(HIIT) during practical session in schools.
Table II: Pearson Products Moment Correlation Coefficient (PPMCC = r), shows the scores of ten (10) JSS II pupils
[boys (x) and girls (y)] in week one VO2 max exercise using the cooper-12-minutes aerobic run test.
Age VO2 max. for Boys VO2 max. for Girls (y) x2 y2 Xy
(x)
11-12 36.8 22.5 1354.24 506.25 828.0
12-13 40.3 19.0 1624.09 361.0 765.7
13-14 36.8 27.0 1354.24 729.0 993.6
14-15 42.1 36.8 1772.41 1354.24 1549.28
15-16 42.1 36.8 1772.41 1354.24 1549.28
*∑ 198.1 142.1 7877.44 4304.73 5685.86
* (∑x)2 = 39243.61 *(∑y)2 = 20192.41 *r = 0.6387 *c = 0.8783
Table III: Pearson Products Moment Correlation Coefficient (PPMCC = r), shows the scores of ten (10) JSS III pupils
[boys (x) and girls (y)] in week one VO2 max exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test.
Age VO2 max. for Boys VO2 max. for Girls x2 y2 Xy
(x) (y)
12-13 44.8 25.2 2007.04 635.04 1128.96
13-14 52.7 35.9 2777.29 1288.81 1891.93
14-15 50.1 38.6 2510.01 1489.96 1933.86
15-16 50.1 47.4 2510.01 2246.76 2374.74
16-17 55.4 46.5 3069.16 2162.25 2576.1
*∑ 253.1 193.6 12873.51 7822.82 9905.59
* (∑x)2 = 64059.61 * (∑y)2 = 37480.96 *r = 0.7442 *c = 0.8783
Table IV: Pearson Products Moment Correlation Coefficient (PPMCC = r), shows the scores of ten (10) JSS I pupils
[boys (x) and girls (y)] in week two VO2 max exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test.
Age VO2 max. for Boys (x) VO2 max. for Girls (y) x2 y2 Xy
10-11 41.2 39.5 1697.44 1560.25 1627.4
11-12 39.4 39.5 1552.36 1560.25 1556.3
12-13 41.2 39.5 1697.44 1560.25 1627.4
13-14 41.2 39.5 1697.44 1560.25 1627.4
14-15 41.2 39.5 1697.44 1560.25 1627.4
*∑ 204.2 197.5 8342.12 7801.25 8065.9
* (∑x)2 = 41697.64 *(∑y)2 = 39006.25 *r = 0.0000 *c = 0.8783
Table V: Dependent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS II pupils [boys (x) and girls (y)] in week two VO 2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test.
Age VO2 max. for Boys (x) VO2 max. for Girls (y) D D2
11-12 46.5 44.7 1.8 3.24
12-13 46.5 43.9 2.6 6.76
13-14 48.3 45.6 2.7 7.29
14-15 48.3 46.5 1.8 3.24
15-16 48.3 46.5 1.8 3.24
*∑ 10.7 23.77
*(∑D)2 114.49
*t-value = 10.249 *c-value = 2.776
Table VI: Dependent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS III pupils [boys (x) and girls (y)] in week two VO 2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age VO2 max. for Boys (x) VO2 max. for Girls (y) D D2
12-13 55.4 37.7 17.7 313.29
13-14 55.4 43.9 11.5 132.25
14-15 55.4 48.3 7.1 50.41
15-16 57.2 51.0 6.2 38.44
16-17 57.2 53.6 3.6 12.96
*∑ 46.1 547.35
*(∑D)2 2125.21
*t-value = 3.728 *c-value = 2.776
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age VO2 max. for Boys (x) VO2 max. for Girls (y) D D2
10-11 46.5 44.7 1.8 3.24
11-12 46.5 44.7 1.8 3.24
12-13 46.5 46.5 0.0 0.00
13-14 50.1 47.4 2.7 7.29
14-15 50.1 47.4 2.7 7.29
*∑ 9.0 21.06
*(∑D)2 81
*t-value = 3.652 *c-value = 2.776
Table VIII: Dependent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS II pupils [boys (x) and girls (y)] in week three VO 2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age VO2 max. for Boys (x) VO2 max. for Girls (y) D D2
11-12 49.2 47.4 1.8 3.24
12-13 49.2 48.3 0.9 0.81
13-14 52.8 49.2 3.6 12.96
14-15 52.8 51.0 1.8 3.24
15-16 52.8 51.0 1.8 3.24
*∑ 9.9 23.49
*(∑D)2 98.01
*t-value = 2.093 *c-value = 2.776
Table IX: Independent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS III pupils [boys (x) and girls (y)] in week three VO2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age (f) (x) (y) f(x) f(y) (x-X) (y-Y) (x-X)2 (y-Y)2 f(x-X)2 f(y-Y)2
12-13 12.5 55.4 43.9 692.5 548.8 -3 -7 9 49 112.5 612.5
13-14 13.5 56.3 51.8 760.1 699.3 -2.1 0.9 4.41 0.81 59.5 10.9
14-15 14.5 59.8 51.9 867.1 752.6 1.4 1.0 1.96 1.0 28.4 14.5
15-16 15.5 59.8 52.8 926.9 818.4 1.4 1.9 1.96 3.61 30.4 56.0
16-17 16.5 59.8 52.8 986.7 871.2 1.4 1.9 1.96 3.61 32.3 59.6
*∑ 72.5 4233.3 3690.3 263.1 753.5
Table X: Independent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS I pupils [boys (x) and girls (y)] in week four VO2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age (f) (x) (y) f(x) f(y) (x-X) (y-Y) (x-X)2 (y-Y)2 f(x-X)2 f(y-Y)2
10-11 10.5 53.6 52.8 562.8 554.4 -2.7 -2.2 7.29 4.84 76.55 50.82
11-12 11.5 54.5 55.4 626.8 637.1 -1.8 0.4 3.24 0.16 37.26 1.84
12-13 12.5 56.3 55.4 703.8 692.5 0.0 0.4 0.0 0.16 0.0 2.0
13-14 13.5 56.3 55.4 760.1 747.9 0.0 0.4 0.0 0.16 0.0 2.16
14-15 14.5 59.8 55.4 867.1 803.3 3.5 0.4 12.25 0.16 177.63 2.32
*∑ 62.5 3520.6 3435.2 389.94 59.14
Table XI: Independent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS II pupils [boys (x) and girls (y)] in week four VO2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age (f) (x) (y) f(x) f(y) (x-X) (y-Y) (x-X)2 (y-Y)2 f(x-X)2 f(y-Y)2
11-12 11.5 59.8 56.3 687.7 647.5 -2.1 -1.9 4.41 3.61 50.72 41.52
12-13 12.5 59.8 55.4 747.5 692.5 -2.1 -2.6 4.41 6.76 55.13 84.5
13-14 13.5 62.5 58.9 843.8 795.2 0.6 0.7 0.36 0.49 4.86 6.62
14-15 14.5 63.4 59.8 919.3 867.1 1.5 1.6 2.25 2.56 32.63 37.12
15-16 15.5 63.4 59.8 982.7 926.9 1.5 1.6 2.25 2.56 34.88 39.78
*∑ 67.5 4181.0 3929.2 178.22 209.44
*t-v alue = 3. 459 *c-value = 2.306
Table XII: Independent T-test (t) shows the scores of ten (10) JSS III pupils [boys (x) and girls (y)] in week four VO2 max
exercise using the Cooper-12-minutes aerobic run test
Age (f) (x) (y) f(x) f(y) (x-X) (y-Y) (x-X)2 (y-Y)2 f(x-X)2 f(y-Y)2
12-13 12.5 62.5 57.2 781.25 715.0 -8.1 -6.7 65.61 44.89 820.13 561.13
13-14 13.5 64.3 58.0 868.05 783.0 -6.3 -5.9 39.69 34.81 535.82 469.94
14-15 14.5 67.0 58.0 971.5 841.0 -3.6 -5.9 12.96 34.81 187.92 504.75
15-16 15.5 67.0 61.6 1038.5 954.8 -3.6 -1.4 12.96 16.81 200.88 260.56
16-17 16.5 67.0 61.6 1105.5 1016.4 -3.6 -1.4 12.96 16.81 213.84 277.2
*∑ 67.5 4764.8 4310.2 1958.6 2073.6
*t-valu e= *c-va lue = 2.306
1.542
Obafemi Awolowo University Teaching Hospitals Complex, Physiotherapy Department, Wesley Guild
Hospital, Ilesa, Osun state, Nigeria, +2348034715715
akannioluwadare62@gmail.com
Obafemi Awolowo University Teaching Hospitals Complex, Physiotherapy Department, Wesley Guild
Hospital, Ilesa, Osun state, Nigeria, +2348052179148
femi_diran@yahoo.com
Abstract: The objective of this study was to compare the aerobic capacity of the undergraduate students
(non-athletes) of the Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria, with the minimum normative values of
aerobic capacity in non-athletes, males and females. The sample for this research consisted of one hundred
(100) undergraduate students of the Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria, with the age between
18-25 years. A post-test only design, involving the Cooper’s 12-minute walk test was used to evaluate their
cardiorespiratory fitness. Data were collected, organized, and analyzed using both descriptive and
inferential statistics. T-tests were used in testing the null hypotheses at 0.01 level of significance. It was
evidenced that the aerobic capacity of males was higher than females. Furthermore, the mean VO2 max
values in the male and female participants were significantly lower than their respective minimum
normative values. The outcome of the study suggested a low cardiorespiratory fitness among the
undergraduate, non-athlete students of the Obafemi Awolowo University, Ile-Ife, Nigeria.
Key words: Aerobic capacity, Cardiorespiratory fitness, Cooper’s 12-minute walk test
Participants Mean Age ±SD Mean Ht ±SD Table D: Independent samples T-test for BMI
50 Males 21.61± 1.99 1.71± 13.95
50 Females 20.20± 1.88 1.62± 6.62 Mean Mean df t p-value
BMI BMI
The study involved a total of one hundred (100) in Males in
participants (50 males and 50 females). The mean Females
age of the male participants was 21.61 years ± 1.99. 24.34 24.23 98 0.0634 0.95
This value is higher than the mean age of the female Independent samples T-test was used to determine the
participants which was 20.20 years ± 1.88. The difference between the mean BMI values of the male
mean height of the male participants was and female participants (24.34 kg/m2 and 24.23 kg/m2
1.71 m ± 13.95 while that of the female participants respectively). There was no significant difference
was 1.62 m ± 6.62. between Independent samples T-test was used to
determine the difference between the mean VO2 max
Table B: Descriptive Analysis of the Weight and values of the male and female participants (25.67
BMI of the participants ml/kg/min and 15.02 ml/kg/min respectively). There
was a significant difference between these mean VO2
Participants Mean Wt ±SD Mean BMI ±SD max values at 0.01 level of significance (p-value =
50 Males 70.02± 10.10 24.34± 6.08 0.000001).
50 Females 62.84± 10.35 24.23± 4.33
Table G: One sample T-test for VO2 max in males
The mean weight of the male participants was
70.02 kg ± Mean Minimum
10.10 while that of female participants was 62.84 kg normative df t p-
± 10.35. The mean BMI of the male participants VO2 max VO2 value
was 24.34 kg/m2 ± value in
6.08 while that of the female participants was 24.23 male max value
kg/m2 ± 4.33. participa in males
nts
Volume 2 Issue 4, April 2018 8
www.ijarp.org
International Journal of Advanced Research and Publications
ISSN: 2456-9992
25.67 35.00 49 5.1781 0.0000 observation was the fact that these mean VO2 max
04 values in the male and female participants were
significantly lower than their respective minimum
One sample T-test was used to determine the normative values (35.00 ml/kg/min & 27.00
difference between the mean VO2 max value of the ml/kg/min), because an average healthy, non-athlete
male participants (25.67 ml/kg/min) and the male should have a VO2 max value of approximately
minimum normative VO2 max value of a healthy, 35-40 ml/kg/min while that of an average healthy,
non-athlete, male (35.00 ml/kg/min). There was a non-athlete female is approximately 27-31 ml/kg/min
significant difference between these VO2 max [11-12]
values at 0.01 level of significance (p-value =
0.000004).
Mean Minimum
normative df t p-
VO2 max VO2 value
value in
female max
participa value in
nts females
15.02 27.00 49 11.8728 0.0000
00
4. Discussion
The main purpose of this study was to compare the
aerobic capacity of undergraduate students (non-
athletes) of the Obafemi Awolowo University, Ile-
Ife, Nigeria, with the minimum normative values of
aerobic capacity in males and females who are non-
athletes, between 18-25 years, using Cooper’s 12-
minute walk test. From the above results, it was
observed that the mean VO2 max value of the male
participants (25.67 ml/kg/min) was significantly
higher than that of the female participants (15.02
ml/kg/min). The disparity between these mean VO2
max values was expected because gender is a major
factor affecting VO2 max [10]. The most remarkable
Volume 2 Issue 4, April 2018 9
www.ijarp.org
International Journal of Advanced Research and Publications
ISSN: 2456-9992
DAFTAR PUSTAKA
Prayuda, A. Y. dan G. Firmansyah. 2017. Pengaruh latihan lari 12 menit dan lari bolak balik
terhadap peningkatan daya tahan VO2 max. JP. JOK (Jurnal Pendidikan Jasmani,
Olahraga Dan Kesehatan). 1 (1): 13-22.
Ahmad, A., Azrin, M., & Firdaus, F. 2019. Tingkat Daya Tahan Jantung Paru Pada Pusat
Pendidikan dan Latihan Pelajar Atlet Sepak Bola (PPLP) Pekanbaru Menggunakan
Metode Lari 12 Menit. Jurnal Ilmu Kedokteran (Journal of Medical Science). 13 (2):
21-26.
Henjilito, R. 2017. Pengaruh Daya Ledak Otot Tungkai, Kecepatan Reaksi dan Motivasi
terhadap Kecepatan Lari Jarak Pendek 100 Meter pada Atlet PPLP Provinsi
Riau. Journal Sport Area. 2 (1): 70-78.
Langitan, F. W. 2020. Pelatihan Lari Aerobik 2, 4 Km dengan Takaran yang Sama di dalam
dan di Luar Lapangan Meningkatkan Kebugaran Jasmani Mahasiswa Fik
Unima. PHYSICAL: Jurnal Ilmu Kesehatan Olahraga. 1 (1): 15-19.
Millah, H., & Priana, A. 2020. Pengembangan Penghitungan Kapasitas Volume Oksigen
Maksimal (Vo2max) Menggunakan Tes Lari 2, 4 KM Berbasis Aplikasi
Android. Gelanggang Olahraga: Jurnal Pendidikan Jasmani dan Olahraga. 3 (2):
156-169.
Bandyopadhyay, A. 2014. Validity of Cooper’s 12-minute run test for estimation of maximum
oxygen uptake in male university students. Biology of Sport. 32: 59 - 63.
Lima, W.A., Bezerra, Y., Soares, V., Silva, I.O., Tolentino, G.P., Teixeira, J.S., Faria, M.R.,
& Venâncio, P.E. 2017. Body temperature and dehydration rate in adolescents
undergoing the Cooper’s 12-minute run test. Manual Therapy, Posturology &
Rehabilitation Journal, 15.
Carling, C., Gregson, W., McCall, A., Moreira, A., Wong, D. P., & Bradley, P. S. 2015.
Match running performance during fixture congestion in elite soccer: research
issues and future directions. Sports Medicine. 45: 605-613.
Oluwadare, O. A., & Olufemi, O. O. 2018. Aerobic fitness levels among undergraduate
students of a Nigerian university using cooper’s 12-minute walk test. International
Journal of Advanced Research and Publications. 2 (4): 6-8.