Anda di halaman 1dari 37

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Anatomi dan Fisiologi Otak

Otak dalam bahasa lain brain adalah suatu alat tubuh yang

sangat penting karena merupakan pusat komputer dari semua alat tubuh.

Jaringan otak dibungkus oleh selaput otak dan tulang tengkorak yang

sangat kuat dan terletak dalam cavum kranii (Syaifuddin,1997).

9
1
10
2

11
3
4 12

5 13

6 14

7 15

8
16

Gambar 2.1. Anatomi otak (Applegate, 2010)

Keterangan:
1 Lateral Ventricel 9 Longitudinal fissure
2 Interna Capsula 10 Corpus Callosum
3 Putamen 11 Head cof caudatus nucleus
4 Globus Pallidus 12 Claustrum
5 Eksternal Capsule 13 Extreme capsule and insula
6 Third ventricle 14 Thalamus
7 Corpus callosum 15 Tail of caudatus nuclei
8 Fissure longitudinal 16 Lateral ventricle

9
10

Otak dibungkus oleh tiga selaput otak (menigen) dan dilindungi

oleh tulang tengkorak. Selaput otak atau meningen adalah selaput yang

membungkus otak dan sumsum tulang belakang untuk melindungi

struktus syaraf yang halus membawa pembuluh darah dan cairan sekresi

serebrospinalis memperkecil benturan / getaran pada otak dan sumsum

tulang belakang. Selaput otak (meningen) terdiri dari :

a. Duramater : selaput pembungkus otak yang berasal dari jaringan ikat

tebal dan kuat. Duramater di tempat tertentu mengandung rongga

yang mengalirkan darah dari vena otak, rongga tersebut dinamakan

sinus vena.

b. Araknoid : selaput tipis yang membentuk sebuah balon yang berisi

cairan otak yang meliputi seluruh susunan syaraf sentral.

c. Piamater : selaput tipis yang terdapat pada permukaan jaringan otak,

piameter berhubungan dengan araknoid melalui struktur jaringan ikat

yang disebut rakbekhel.

Secara konvensional otak terbagi atas 3 divisi utama. Secara

berurutan diatas medula spinalis adalah rhombensefalon atau otak

belakang, mesenfalon atau otak tengah dan procensefalon adalah otak

depan. Rhombenscephalon atau otak belakang dibagi lagi dalam medulla

oblongata, pons, dan cerebellum. Prosensefalon juga dapat dibagi dalam

diensefalon (antara otak), yang merupakan bagian pusat otak depan dan

telensefalon atau cerebrum (Snell, 1997).

Medula oblongata berbentuk kerucut dan menghubungkan pons

dengan superior ke arah sumsum tulang belakang inferior. Medulla


11

oblongata Ini berisi banyak koleksi neuron, yang disebut nukleus,dan

berfungsi sebagai saluran untuk serabut saraf menaik dan turun.

Pons terletak di permukaan anterior cerebellum, lebih rendah dari

otak tengah dan lebih tinggi dari medula oblongata. Pons, atau jembatan,

mendapatkan namanya dari sejumlah besar serat melintang pada aspek

anteriornyamenghubungkan dua belahan otak serebelum. Ini juga

mengandung banyak nukleus dan serabut saraf menaik dan turun.

Cerebellum terletak di dalam fosa kranial posterior tengkorak

posterior pons dan medula oblongata. Terdiri dari dua sisi hemisfer dan

dihubungkan oleh madian portion, vermis.Cerebellum terhubung ke otak

tengah oleh superior peduncullus cerebellar, ke pons oleh midle

peduncullus serebelum, dan ke medula oleh inferior peduncullus serebral

Pedunullus terdiri dari ikatan serabut saraf yang menghubungkan

cerebelum ke sistem saraf.

Otak tengah (mesenfalon) adalah bagian otak yang sempit yang

menghubungkan otak depan dengan otak hindbrain. Ruang sempit otak

tengah berisi cairan cerebral , yang menghubungkan ventrikel ketiga dan

keempat. Otak tengahmengandung banyak nukleus dan kumpulan

serabut saraf yang naik dan turun.

Diencephalon hampir sepenuhnya tersembunyi dari permukaan

otak. Terdiri dari thalamus dorsal dan hipotalamus ventral. Thalamus

berukuran besar, berbentuk telur berwarna abu-abu yang terletak di

kedua sisi ventrikel ketiga. Ujung anterior talamus membentuk batas

posterior interventrikular foramen, pembukaan antara ventrikel ketiga dan


12

lateral. Hipotalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan lantai

ventrikel ketiga.

Cerebrum, bagian terbesar otak, terdiri dari dua hemisfer serebral,

yang dihubungkan oleh massa white matter yang disebut korpus callosum

Setiap hemisfer memanjang dari frontal ke tulang ocipital di tengkorak,

superior ke anterior dan fosa kranial tengah; Di posterior, serebrum

terletak di atas tentorium cerebelli. Hemisfer dipisahkan oleh celah yang

dalam, retakan longitudinal, yang disebut falk cerebri.

Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri, yaitu arteri karotis interna

dan arteri vertebralis. Arteri vertebralis bercabang membentuk arteri

basilar yang kemudian bercabang menjadi arteri cerebral posterior

sedangkan arteri karotis interna bercabang menjadi 2 yaitu arteri cerebral

anterior dan arteri cerebral medial. Dua pasang percabangan arteri

carotis interna dihubungkan dengan arteri communicating anterior dan

arteri communicating posterior. Di dalam rongga cranium, keempat arteri

ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis yaitu

sirkulasi willis. Dua pertiga dari aliran darah cerebri dialirkan ke sebagian

besar cerebri dan diensefalon melalui sistem karotis dan 1/3 sisanya

dialirkan ke medulla oblongata, pons, otak tengah, lobus temporalis

bagian medial dan inferior, lobus parietalis, lobus oksipitalis dan

cerebellum melalui sistem vertebralis ( Listiono, 1998).


13

8
Keterangan
1

9 7 1. Arteri vertebralis
1
6 2. Arteri basilar
3. Arteri cerebral posterior
1

10 1

5 4. Arteri comminicating
posterior
5. Artery cerebral medial
1

11 6. Optic chiasma
4
7. Arteri cerebral anterior
1

8. Arteri communicating
12
3 anterior
9. Optic nerve
1

13 10. Arteri carotis interna


2
11. Hypophysis
12. Mammillary bodies
13. Arteri Cerebral

1
Gambar 2.2. Sirkulasi Willis (Applegate, 2010)

Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan ke vena

melalui venula-venula serta didrainase ke sinus duramater. Di sinus akan

dialirkan ke vena-vena ekstracranial melalui vena emisari. Vena cerebral

dapat dikelompokkan menjadi dua sistem yaitu sistem vena cerebral

eksterna (drainase darah dari kortex dan sub kortex) dan sistem vena

cerebral interna (menerima aliran darah balik darijaringan otak yang lebih

dalam) (Listiono, 1998).

2. Patologi Stroke

Stroke adalah kondisi yang mengacu pada kerusakan otak yang

disebabkan oleh kelainan suplai darah. Istilah stroke biasanya digunakan

saat gejalanya mulai tiba-tiba dan biasanya tidak mengalami rasa sakit
14

ataupun mengalami luka pada jaringan otak. Menurut Caplan (2016) jenis

stroke sebagai berikut :

a. Stroke Iskemik

Stroke iskemik yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan

berhenti. Stroke iskemik secara umum diakibatkan oleh

aterotrombosis pembuluh darah serebral, baik yang besar maupun

kecil dan penyumbatan yang bisa terjadi sepanjang jalur pembuluh

darah arteri yang menuju ke otak.

Keterangan :

1. Plak
2. Emboli
3. Trombus
4. Iskemik
4
1 2 3
1

1 1

Gambar 2.3. Stroke Iskemik (Caplan, 2016)

b. Stroke Hemoragik

Stroke hemoragik terjadi ketika suatu pembuluh darah di

permukaan otak pecah. Dengan kata lain suatu hemmorage pada

cerebral terjadi ketika suatu arteri yang cacat di dalam otak pecah

dan darah menggenangi sekitar jaringan. Hemoragik (berdarah)

dari suatu arteri dalam otak dapat disebabkan suatu aneurisma

yang pecah. Aneurisma adalah penggelembungan di dinding

pembuluh darah atau pembuluh darahnya menjadi seperti balon,

bisa karena bawaan sejak lahir.


15

Keterangan :

1. Intracerebral hemoragik
2. Aneurisma
3. Subararacnoid
hemoragik

3
2
1

Gambar 2.4. Stroke Hemoragik (Louise, 2016)


1

3. Instrumen dan Peralatan MRI

a. Definisi MRI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah teknik untuk

memeriksa atom dan molekul yang didasari pada interaksi medan

magnet , perputaran dan perubahan muatan (Dale, dkk, 2015).

Teknik pencitraan MRI relatif kompleks karena gambaran yang

dihasilkan tergantung pada banyak parameter. Bila pemilihan

parameter tersebut tepat, kualitas gambar MRI dapat memberikan

gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang kontras,

sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi

secara teliti (Notosiswoyo & Suswati, 2004).

b. Instrumen MRI

Dalam hal akuisisi dan pembentukan citra MRI membutuhkan

proses. Untuk menyelesaikan proses akuisisi dan pembentukan citra,

diperlukan komponen hardware dan software. Komponen hardware

pesawat MRI meliputi magnet utama, sumber radiofrekuensi,

magnetic field gradient system, dan sistem komputer (Westbrook,

dkk, 2011).
16

1) Magnet Utama

Magnet utama digunakan untuk memproduksi medan

magnet yang besar, yang mampu menginduksi jaringan atau

objek sehingga mampu menimbulkan magnetisasi dalam objek.

Beberapa jenis magnet utama adalah :

(a) Magnet Permanen

Bahan magnet permanen yang digunakan sebagai

magnet utama pesawat MRI adalah unsur yang memiliki sifat

feromagnetik. Unsur yang bersifat ferromagnetik antara lain

Besi (Fe), Cobalt (Co), dan Nikel (Ni).

Keuntungan magnet permanen adalah tidak memerlukan

power supply untuk produksi magnetik atau pendingin

cryogenic sehingga biaya perawatan tidak mahal. Magnet

permanen biasanya didesain sebagai MRI Open Systems,

yaitu medan magnet berada diatas dan dibawah tubunh

pasien. Hal ini juga menjadi keuntungan bagi penderita

claustrophobia, pasien pediatrik, serta pasien obesitas.

(b) Magnet Resistif

Medan magnet resistif tergantung pada arus yang

mengalir pada kumparan. Prinsip dasar medan magnet

resistif adalah Hukum Faraday dan Hukum Ohm, sedangkan

arah medan magnet menggunakan Right-Hand Thumb Rule,

baik secara vertikal maupun horizontal tergantung

konfigurasi magnet.
17

Magnet resistif memiliki keunggulan daripada magnet

permanen dan superkonduktor, yakni medan magnet dapat

dimatikan secara langsung oleh tombol sakelar. Selain itu,

sistem magnet resisitif yang terdiri dari loop kabel arus yang

tentunya lebih ringan daripada bahan magnet permanen.

Hanya saja kuat medan magnet maksimum pada magnet

resistif antara 0,2 – 0,3 Tesla. Biaya modal MRI magnet

resistif cukup rendah, tetapi biaya perawatannya relatif

tinggi. Hal ini dikarenakan kumparan arus harus selalu dialiri

listrik dengan daya yang besar untuk mempertahankan

medan magnet selalu menyala.

(c) Magnet Superkonduktor

Prinsip kerja magnet superkonduktor hampir sama dengan

magnet resistif, tetapi kumparan dibuat dari bahan Niobium-

Titanium yang didinginkan sampai dibawah temperatur

tertentu. Magnet superkonduktor memiliki hambatan hampir

nol dan terus membawa arus listrik yang kuat tanpa batas

waktu dan tidak mengalami peningkatan suhu.

Magnet superkonduktor menggunakan cryogen berupa

Helium cair dan bahan ferromagnetik sebagai penghasil

medan magnet serta Nitrogen sebagai pendingin. Loop

dikelilingi helium cair dengan titik didih 4,2 0 K. Untuk

keperluan diagnostik biasanya kuat medan yang digunakan

adalah 0,2 – 3 Tesla


18

2) Shim Coil

Magnet superkonduktor memiliki homogenitas sekitar

1000 ppm pada saat pengiriman dari pabrik. Pencitraan

membutuhkan homogenitas sekitar 4 ppm di seluruh volume

pencitraan untuk memberikan katajaman geometrik. Seperti

perisai shimming dapat dicapai dengan aktif maupun pasif atau

dengan kombinasi keduanya. Dalam MRI shimming membuat

bidang dan dicapai dengan penggunaan metal disc atau late

(shimmig passif) dan mengnet solenoida tambahan (shimming

aktif). Shimming pasif didapat dengan menempatkan piringan

feromagnetic kecil di logam non-ferrous yang secara khusus

diletakkan di sekitar lubang magnet. shimming pasif dilakukan

dengan memindai photon dan menyesuaikan posisi pada plat

agar homoheitas tercapai.

Shimming aktif dilakukan oleh coil elektromagnetic dan

dapat digunakan untuk setiap pasien dalam berbagai protokol.

Shimming ini memastikan bahwa medan magnet memiliki

homogenitas sama dan tidak dipengaruhi ukuran pasien.

Sebagian besar pencitraan menggunakan kombinasi keduanya.

Shiming pasif digunakan untuk mendapatkan medan magnet ke

tingkat homogenitas tertentu dan kemudian shimming aktif

digunakan untuk mengoptimalkan pemeriksaan.

3) Gradient Coil

Gradient coil merupakan tabung silinder yang terdiri dari

tiga elektromagnet tunggal. Gradient coil setidaknya disuplai satu


19

atau dua amplifier yang kuat. Kegunaan gradient coil antara lain

menentukan irisan, pengkodean frekuensi dan pengkodean fase.

Terdapat tiga komponen gradient coil yang mengarahkan medan

magnet saling tegak lurus yaitu X, Y, dan Z axis. Ketiga

komponen tersebut mempunyai peran yang saling bergantian

sesuai pemilihan pulse sekuens dan pengaturan tebal irisan.

4) Radio Frequency (RF) Coil

RF Coil terdiri dari dua komponen, yaitu Transmitter Coil

yang berguna mentransmisikan RF sama dengan frekuensi

hidrogen agar terjadi resonansi, dan Receiver Coil yang berguna

menangkap sinyal magnetisasi akibat terjadinya resonansi

(Westbrook, Roth & Talbot, 2011).

Beberapa jenis RF coil diantaranya adalah Volume Coil,

Linear Phased Array Coil, Volume Phased Array, dan

SurfaceCoil (Westbrook & Roth, 2014).

5) Sistem Komputer

Sistem komputer digunakan sebagai pengendali sebagian

besar operasi MRI. Magnet, sistem RF, dan sistem gradient

harus terprogram agar dapat berfungsi dengan baik.

Pemrograman diatur oleh sistem komputer dan dioperasikan oleh

operator (radiografer, teknisi, atau radiolog). Komponen yang

ada pada sistem komputer meliputi sistem komputer itu sendiri,

akuisisi citra, pulse control unit, operator interface, serta

penyimpanan citra MRI (Westbrook, dkk, 2011).


20

4. Prinsip Dasar MRI

a. Atom dan Interaksinya

Atom terdiri dari tiga partikel dasar : proton yang memiliki muatan

positif, neutron yang bermuatan netral, serta elektron yang

bermuatan negatif. Proton dan neutron berada di dalam inti atom,

sedangkan elektron berada di orbit yang mengelilingi inti atom (Dale,

dkk, 2015).

Dalam MRI, partikel yang dimanfaatkan adalah proton, terutama

proton pada atom Hidrogen (H). Hidrogen ditemukan pada

kandungan air (water) dan lemak (fat) dan memiliki moment dipole

magnetic yang kuat. Selain itu atom Hidrogen mempunyai nomor

atom dan massa 1 (proton ganjill dan tanpa neutron). Hal-hal tersebut

menyebabkan sinyal atom hidrogen lebih besar dari atom lainnya,

sehingga atom hidrogen digunakan sebagai sumber sinyal dalam

pencitraan MRI (Westbrook, dkk, 2011).

Keterangan :

Proton (positif)
Neutron

Elektron (ngatif)

Gambar 2.5. Atom dan Interaksinya

(Westbrook, dkk, 2011)

Perputaran atom (hidrogen) pada sumbunya disebut presesi.

Dalam keadaan tidak dipengaruhi medan magnet luar, gerakan


21

presesi atom-atom hidrogen acak, sehingga tidak dihasilkan medan

magnet. Apabila atom tersebut berada di medan magnet luar (B0),

gerakan presesi atom akan terpengaruh, baik besar ataupun

arahnya. Begitu juga apabila dikenai radio frekuensi (RF). Hubungan

antara kuat medan magnet luar dengan kecepatan putaran spin per

detik (frekuensi Larmor) adalah sebagai berikut (Westbrook, dkk,

2011):

 = γ B0......................................... 1 (Westbrook, dkk, 2011)

Dimana :  adalah frekuensi Larmor

γ adalah konstanta gyromagnetik

B0 adalah medan magnet

Gambar 2.6. Gerakan Presisi dan arah magnetisasi


(Westbrook, dkk, 2011)

b. Pembentukan Signal MR

Resonansi adalah fenomena yang terjadi ketika objek terkena

osilasi yang memiliki besar frekuensi yang mendekati frekuensi

natural osilasi tersebut. Nukleus akan mendapatkan energi dari luar


22

dan akan beresonansi jika energi yang diberikan tepat sama dengan

frekuensi presesi. Jika energi yang diberikan tidak sama dengan

frekuensi presesi maka tidak akan terjadi resonansi

Salah satu hasil resonansi adalah NMV(Net Magnetisation Vector)

akan bergerak melawan arah B0. Hal tersebut terjadi karena

sebagian nuklei low-energy telah memberikan energinya melalui

fenomena resonansi untuk bergabung dengan populasi nukeli high-

energy. Karena NMV mencerminkan keseimbangan antara populasi

low dan high-energy, resonansi menyebabkan NMV membentuk

sudut terhadap B0. Sudut yang dibentuk oleh NMV dan B0 disebut

Flip Angle.

Parallel low energi NMV

Excess aligned parallel

Anti-parallel high energi

Gambar 2.7. Net Magnetization Vector (Westbrook, dkk, 2011)

Sebagai hasil resonansi, in-phase atau magnetisasi koheren

berpresesi sama dengan Frekuensi Larmor pada bidang transversal.

Sinyal MRI diproduksi saat magnetisasi koheren (in-phase) melintasi

kumparan. Karena itu magnetisasi koheren menggerakkan


23

magnetisasi transversal yang menghasilkan fluktuasi medan magnet

di dalam kumparan yang menginduksi tegangan elektrik di dalam

kumparan. Tegangan ini merupakan Signal MRI.

Bore
NMV

Coil

Top View End View

Gambar 2.8. Pembentukan Signal MRI


(Westbrook, dkk, 2011)

c. Relaksasi T1 Recovery dan T2 Decay

Selama relaksasi inti hidrogen melepaskan serapan energi RF dan

NMV kembali ke B0. Disaat yang sama, magnetic moment hidrogen

kehilangan koherensi akibat dephasing. Recovery dihasilkan ketika

magnetisasi longitudinal dan Decay dihasilkan ketika magnetisasi

transversal

T1 recovery disebabkan oleh nuklei yang melepaskan energi ke

lingkungan atau lattice (kisi), sehingga T1 Recovery disebut Spin

Lattice Relaxation. Energi yang dilepaskan ke lingkungan

menyebabkan magnetic moment nuklei memulihkan magnetisasi

longitudinal. Tingkat recovery adalah proses eksponensial dengan

waktu pemulihan yang disebut T1 Relaxation Time. Waktu tersebut

adalah waktu yang dibutuhkan magnetisasi longitudinal untuk

recovery sebanyak 63%.


24

T2 Decay disebabkan oleh interaksi medan magnet yang saling

berdekatan, dan sering disebut Spin-spin Relaxation. Tingkat

peluruhan juga merupakan proses eksponensial, maka T2 Relaxation

Time dari suatu jaringan adalah waktu decay jaringan tersebut.

Waktu ini adalah waktu yang dibutuhkan magnetisasi transversal

hilang sebanyak 63% sehingga hanya tersisa 37% (Westbrook dkk,

2011).

Gambar 2.9. Grafik T1 Recovery (Westbrook, dkk, 2011)

Gambar 2.10. Grafik T2 Recovery (Westbrook, dkk, 2011)

d. Signal Fress Induction Decay (FID)

Peristiwa transversal decay diiringi oleh pelepasan energi oleh

proton ke lingkungan yang dikenal dengan peristiwa Free Induction

Decay (FID). Energi yang dilepaskan proton berupa sinyal. Setelah


25

sinyal tersebut direphasing oleh aplikasi RF 180°, maka selanjutnya

sinyal tersebut dapat ditangkap oleh receiver coil sebagai data awal

pembentukan citra.

e. MRI Pulse Sequences

1) Spin Echo (SE)

Sekuen SE sering dikenal juga sebagai konvensional spin

echo (CSE) biasaya menggunakan pulsa eksitasi 90 0dan diikuti

pulse rephasing 1800 untuk menghasilkan SE. Beberapa sekuen

SE menggunakan variabel flip angel tetapi umumnya pulse

eksitasi memiliki magnitude 900. Ampilitudo sudut biasanya

diatrikan sebagai protokol.

2) Fast Spin Echo (FSE)

Fast Spin Echo (FSE) menggunakan flip angel 90 diikuti

oleh pulse rephasing untuk menghasilkan SE pada TR yang

diberikan. Setiap echo adalah phase encode dengan amplitudo

berbeda atau gradien slope berbeda sehingga data pada setuap

echo dapat dikumpulkan dan sisimpan pada k space yang

berbeda. sehingga lebih dari 1 baris k space untuk mengisi per

TR sehingga waktu scan dapat berkurang.

3) Invension Recovery (IR)

Inversion recovery merupakan sekuens yang urutan

pulsanya dimulai dari pulsa RF inversi 180° yang dilanjutkan

dengan pulsa RF eksitasi 90°, dan kemudian pulsa rephase

180°. Dengan adanya pulsa inversi 180° ini maka NMV akan

disaturasi penuh. Ketika pulsa inversi dihentikan, maka NMV


26

akan mengalami relaksasi dan kembali menuju B0. IR digunakan

untuk menghasilkan pembobotan Heavily T1 Weighted dengan

perbedaan kontras yang tinggi antara cairan dan lemak. Ada 4

modifikasi inversion recovery, yaitu Fast Spin Echo Inversion

Recovery (FSE-IR), Short Tau Inversion Recovery (STIR), Fluid

Attenuated Inversion Recovery (FLAIR), dan IR Prep Sequences.

(a) Fast Spin Echo Inversion Recovery (FSE-IR)

Pada sekuens ini, pulsa inversi 180 diikuti oleh pulsa

eksitasi 90° dan deretan pulsa RF 180° untuk mengisi K

space. Dengan demikian waktu pemeriksaan berkurang. FSE-

IR digunakan untuk menekan sinyal dari jaringan tertentu

yang berhubungan dengan pembobotan T2 sehingga sinyal

patologi tinggi.

(b) Short Tau Inversion Recovery (STIR)

STIR adalah pulsa sekuens inversion recovery yang

menggunakan Time Inversion (TI) yang sesuai dengan waktu

yang dibutuhkan lemak untuk recovery dari inversi penuh

sampai dengan bidang transversal, sehingga tidak ada

magnetisasi longitudinal yang sesuai dengan lemak, dan

gambaran lemak menjadi gelap. Hal ini disebut null point.

Dengan kata lain STIR adalah pulse sekuens inversion

recovery yang digunakan untuk menekan lemak. STIR

umumnya digunakan pada pemeriksaan muskuloskeletal,

orbita, hepar, dan tumor pada tulang.


27

(c) Fluid Attenuated Inversion Recovery (FLAIR)

FLAIR menggunakan TI panjang untuk bisa mengenolkan

air. Maka air akan tampak gelap. FLAIR biasanya digunakan

pada MS Plaque pada pemeriksaan MRI Otak dan digunakan

pada visualisasi spinal cord

(d) IR Prep Sequences

IR Prep Squence adalah sekuens IR yang secara spesifik

digunakan untuk mengenolkan darah pada pemeriksaan MR

Cardiac. Terdapat dua macam IR Prep Squences yaitu

Double IR Prep yang berguna untuk morfologi jantung serta

pembuluh-pembuluh besar. Kemudian Triple IR Prep yang

unggul dalam membedakan infiltrasi lemak di jantung.

4) Echo Planar Imaging (EPI)

Sekuen Echo Planar Imanging (EPI) mengisi semua k space

dalam satu pengulangan (single shoot) atau multi repetition (multi

shoot) dengan menggunakan echo train yang panjang. Echo di

produksi dengan mengubah gradient frequency encoding, oleh

karena itu echo yang mengisi k space adalah GRE (jika echo

adalah SE yang dihasilkan oleh pengulangan aplikasi 180 pulsa

rephasing, sekue ini disebut FSE). Sekuen EPI diberikan

tergantung pada pengisian EPI pada k-space. Jika sekuen dimulai

dari komninasi 90o-180o disebut EPI(SE-EPI). Jika sekuen dimulai

dari kombinasi 180o-90o -180o disebut IR-EPI. jika sekuen dimulai

dengan RF eksitasi dari flip angel (tidak ada RF 180 o rephase)

disebut GE-EPI.
28

Jika setiap k space terisi 1 kali, disebut single shoot EPI (SS-

EPI).SS-EPI menghasilkan gambar jauh lebih cepat dari pada

SS-FSE karena menggunakan GRE dari pada SE dan dapat

mengisi k-space dalam sepersekian detik. Namun sekuen SS-EPI

sangat rentang terhadap artefak seperti chemical shift, distorsi dan

bluring. Karena alasan tersebut sekuen EPI sering menggunakan

multi shoot dimana seperempat atau setengah k-space diisi oleh

TR, sehingga mengurangi waktu waktu echo train.Sekuen EPI dan

GRE menggambarkan akuisisi tercepat dalam MRI. Dibawah ini

yang menggunakan EPI :

(a) Pencitraan real-time : Sekuen yang cepat seperti EPI, dan

memungkinkan pencitraan realtime dengan struktur yang

bergerak. Hal ini sangat berguna pada prosedur biopsi yang

dapat divisualisasikan secara real-time.

(b) Dinamik imaging : mengacu pada perolehan gambar yang

cepat bahkan setelah peningkatan kontras/ mengamati

pergerakan. Gambar diperoleh dengan menggunakan

rangkaian GRE atau EPI diberbagai pergerakan. Pada

penggunaan EPI akuisisi 20 gambar persekon mungkin dapat

dilakukan oleh karena itu real time.

(c) Fungsional Imaging adalah teknik yang menggambarkan

aktifitas pergerakan otak selama aktivitas/rangsangan dan

saat istirahat. . Dua set gambar disubstraksi untuk

menapakkan aktifitas dan fungsi otak dan blood flow.

Mekanisme yang bertanggung jawab adalah blood


29

oxygenation dependent (BOLD) ,hal inilah yang menyebabkan

peningkatan intensitas signal. MRI fungsional berguna untuk

mengevaluasi aktivitas otak pada berbagai macam penyakit.

(d) Diffusion Weighted Image (DWI)

Diffusi adalah istilah yang digunakan untuk

menggambarkan pergerakan molekul di ruang ekstra seluler

akibat gerakan termal yang acak. Gerakan ini dibatasi oleh

batas-batas seperti ligamen, membran dan makromolekul.

Pada jaringan normal , ektraselullar air bergerak secara bebas

sedangkan pada jaringan iskemik sel membengkak dan

menyerap air sehingga mengurangi diffusi. DWI merupakan

sekuen yang sangat peka dengan pemberian gradien yang

sama pada setiap sisi RF 180 0, oleh karena itu gambaran

diffusi menggunakan tipe SE atau SE-EPI. Jaringan otak

yang mengalami difusinya terbatas misalnya pada infark akan

menghasilkan signal dengan intensitas yang terang

(hyperintens) dibandingkan dengan jaringan otak normal

karena gradien yang diberikan mempengaruhi spin-spin atom

hidrogen yang tidak bergerak, sementara spin atom hidrogen

yang bergerak pada jaringan normal tidak dipengaruhi.

Perpindahan molekul yang menyebar melintasi area jaringan

per detik disebut Apparent Diffusion Coeficient (ADC). Di

daerah difusi terbatas ADC rendah, sedangkan di daerah

difusi bebas memiliki nilai ADC tinggi.Dalam pencitraan difusi,

jaringan normalti yang menunjukkan ADC tinggi memiliki


30

intensitas sinyal lebih rendah daripada jaringan abnormal

yang memiliki ADC rendah karena molekul di dalamnya bebas

bergerak, sementara difusi menjadi terbatas saat adanya

patologi (Westbrook, dkk, 2011). ADC digunakan untuk

menentukan apakah signal dari abnormalitas pada citra DWI

yang disebabkan karena daerah diffusi terbatas, seperti pada

sub-akut sampai kronik infark ( Moritani, dkk, 2005).

(1) b value

Nilai b adalah faktor yang mencerminkan kekuatan

dan waktu gradien yang digunakan untuk menghasilkan

gambar difusi .Jumlah atenuasi tergantung pada amplitudo

gradien yang ada yang dapat diubah dengan pemilihan b-

value. Rentang nilai b value adalah 500 s/mm 2 sd 1500

s/mm2. Meningkatkan nilai b berarti meningkatkan nilai

sensitifitas pada diffusi pada ekstraselullar jaringan air.

Sensitifitas diffusi adalah kemampuan dalam membedakan

adanya kelainan diffusi pada jaringan otak (misalnya pada

jaringan otak yang mengalami infark). Jika intensitas signal

diffusi semakin kuat maka hasil citra diffusi jaringan otak

normal akan tampak lebih gelap dan jaringan otak yang

diffusinya terbatas akan tampak terang pada citra.

Semakin tinggi b value maka intensitas signal diffusi akan

semakin kuat dan sensitifitas diffusi juga akan meningkat,

semakin tinggi b value maka hasil citra pada jaringan otak

normal akan semakin gelap (Westbrook, 2014).


31

Pada b value yang tinggi akan memperlihatkan

fisiologis yang sebenarnya antara daerah

terbatas/restricted dan daerah yang terdifusi. Keuntungan

dari kenaikan b value adalah tidak hanya untuk diagnosis

lesi dengan difusi terbatas (akut infrak), tetapi dapat

mengetahui secara lengkap tentang tipe dari suatu

penyakit lainya. Nilai b dipilih oleh operator sebelum

pencitraan. Pilihan ini mengendalikan tingkat pembobotan

difusi yang diamati serupa dengan cara memilih TE

mempengaruhi pembobotan T2. DWI sangat berguna

pada otak untuk mebedakan jaringan yang dapat

diselamatkan atau tidak pada jaringan stroke. Hal tersebut

juga dapat digunakan pemeriksaan liver, spine, prostat,

dan sumsum tulang belakang.

(a) (b)
Gambar 2.11. Gambar diffusi pada jaringan (Westbrook, 2011)
(a) Jaringan dengan diffusi normal
(b) Jaringan dengan diffusi terbatas
32

(2) Cara pengukuran Apparent Diffusion Coeficient (ADC)

Menurut penelitian Chen, dkk (2017), Pengukuran

dilakukan dengan cara Region of Interest (ROI) yang

dilakukan pada tengah infark dan di empat sisi (atas,

bawah, kiri, dan kanan) diukur, dan nilai ADC rata-rata

dihitung (mean). Pada b value 1000 s/mm2 pada stroke

iskemik memiliki rentang nilai mean 350 mm 2/s - 530

mm2/s.

Gambar 2.12. Cara pengukuran ROI pada tengah infark dan 4 sisi
atas, bawah, kanan, dan kiri infark di ADC
(Shen, dkk, 2011)

f. Mekanisme Kontras Citra dan Parameter Waktu

Citra akan memiliki kontras jika ada perbedaan intensitas sinyal

yang ditangkap. Sinyal tinggi memberikan gambaran yang terang

(hyperintense) sedangkan sinyal yang rendah akan menghasilkan

warna gelap (hypointense) dan beberapa tempat ada yang

intermediate (isointense). Jaringan akan tampak hyperintense jika

memiliki komponen magnetisasi transversal yang besar, sehingga


33

amplitudo sinyal yang diterima koil besar. Begitu juga sebaliknya

dengan jaringan dengan komponen magnetisasi transversal kecil

akan tampak hypointense (Westbrook dkk, 2011).

1) Pembobotan T1

Citra pembobotan T1 adalah citra yang kontrasnya

tergantung pada perbedaan T1 time. T1 time adalah waktu yang

dibutuhkan untuk recovery hingga 63% dan dikontrol oleh TR.

Karena TR mengontrol seberapa jauh vektor dapat recovery

sebelum aplikasi RF berikutnya, TR harus dibuat pendek untuk

mendapatkan citra T1. Karena dengan TR pendek akan

menyebabkan lemak maupun air tidak memiliki cukup waktu

untuk kembali ke magnetisasi longitudinal, sehingga kontras

antara lemak dan air dapat tervisualisasi dengan baik

(Westbrook, dkk, 2011).

2) Pembobotan T2

Citra pembobotan T2 adalah citra yang kontrasnya

tergantung pada perbedaan T2 time, yang merupakan waktu

decay suatu jaringan hingga 37% dan dikontrol oleh TE. Untuk

mendapatkan citra pembobotan T2, TE harus panjang agar

lemak dan air tervisualisasi dengan baik. Jika TE pendek, lemak

dan air tidak memiliki waktu untuk decay (Westbrook, dkk, 2011).

5. Pemeriksaan MRI Brain

Menurut Westbrook (2014), berikut merupakan teknik

pemeriksaaan MRI Brain:

a. Alat dan Bahan :


34

1) Head coil

2) Imobilisasi/ straps

3) Headphone

b. Persiapan Pemeriksaan :

Persiapan pemeriksaan MRI Brain menurut Moeller, and Reif (2010)

adalah :

1) Pasien diminta buang air kecil terlebih dahulu sebelum pemeriksaan

dimulai.

2) Menjelaskan prosedur pemeriksaan kepada pasien dan diminta

tidak bergerak selama pemeriksaan sehingga dapat mengurangi

motion artefak

3) Pasien diminta melepas semua benda yang mengandung logam

(jepit rambut, jam tangan, kartu atm, gigi palsu, dan sebagainya).

4) Pasien diminta mengganti baju dengan baju yang sudah disediakan.

5) Pasien mengisi kuisioner terutama bagian-bagian yang berkaitan

dengan logam dan riwayat pasien.

c. Posisi Pasien :

1) Supine diatas meja pemeriksaan dengan kepala didalam head coil

2) Atur head pada interpupilaliline paralel dengan meja pemeriksaan

dan pastikan kepala lurus.

3) Pasien diposisikan dengan longitudinal line berada pada Mid Sagital

Plane (MSP) dan horisontal line setinggi nassion.

4) Strap dan pengganjal dapat digunakan sebagai imobilisasi bila

diperlukan.
35

Gambar 2.13. Posisi pasien pemeriksaan MRI Brain (George, dkk, 2016)

d. Protokol Pemeriksaan MRI Brain (Moeller, T.B, Reif, E, 2010) :

1) Scout : Tri pilot lokaliser, untuk mendapatkan gambaran umum dari

potongan axial,sagital dan coronal dari daerah kepala.

1 2 3

Gambar 2.14. Gambar Tri pilot localiser (George, dkk, 2016)


1. Sagital 2. Coronal 3. Axial

2) Sekuen T2 Weighted Axial FSE

TR : 3500 – 4500

TE : 100 - 150

Slice thickness : 5-6 mm


36

Slice gap : 10 % dari slice thickness (0,5-0,6 mm)

Matrix : 512

FOV : 220-240 mm

Gambar 2.15. Potongan Axial T2 (Westbrook, 2014)

3) Sekuen T1 Weighted Axial SE

TR : 400 – 600

TE : 12 - 25

Slice thickness : 5-6 mm

Slice gap : 10 % dari slice thickness (0,5-0,6 mm)


37

Gambar 2.16. Potongan Axial T1 (Westbrook, 2014)

4) FLAIR

TR : 9000

TE : 120 – 140

TI : 2200

Slice thickness : 6 mm

Slice gap : 10 % dari slice thickness (0,5-0,6 mm)

Gambar 2.17. Potongan Axial Flair (Westbrook, 2014)


38

5) Diffusion Axial

TR : 3000 (-7000)

TE : 90

B value :500 - 1500

Slice thickness : 5 mm

Slice gap : 0 - 10 % dari slice thickness(0 - 0,5 mm)

1 2 3

Gambar 2.18. Beberapa potongan Axial Diffusion (Pereira, dkk, 2002)


1. 500 s/mm2 2. 1000 s/mm2 3. 1500 s/mm2

6) Sekuen T2 Weighted Sagital / Coronal FSE

TR : 3500 – 4500

TE : 100

Slice thickness : 5-6 mm

Slice gap : 10 % dari slice thickness (0,5-0,6 mm)


39

Gambar 2.19. Potongan Coronal T2 (Westbrook, 1998)

6. Informasi Citra MRI Brain Potongan Axial

Menurut (Moritani, dkk, 2005) informasi citra anatomi Brain pada

DWI yang dilihat adalah :

a. Ganglia Basali

Pencitraan isotopik DWI pada otak dewasa sering menunjukkan

intensitas yang rendah pada ganglia basalis. Intensitas signal yang

rendah adanya kandunagn besi pada jaringan normal. Pada ADC

biasanya menunjukkan daerah isointens, namun dapat berupa

hyperintens atau hypointens tergantung pada susceptibility artrefak.

b. Gray matter dan white matter

Gray matter pada gambar DWI dan ADC umumnya bersifat

hiperintens bila dibandingkan white matter, namun pada beberapa

kasus ADC dapat berupa hiperintens karena bertambahnya usia.

Peningkatan hiperintes biasanya lebih jelas pada white matter dan

leform nuklei dibandingkan bagian yang lain. Fokus area pada DWI
40

hiperintens biasanya terlihat pada posterior limb dari interna capsula,

corticospinal tract, dan cerebral peduncle.

c. Coronoid plexsus

Coronoid plexus kadang menunjukkan hiperintens pada

pencitraan DWI. Pada ADC koronid pleksus lebih hiperintens bila

dibanding white matter akan tetapi lebih rendah dari pada

cerebrospinal fluid. Signal hyperintens pada DWI diyakini

menggambarkan bahwa adanya perubahan cystic yang dapat terjadi

dengan usia.

2 Keterangan :

3 1. Basal ganglia
1
2. Gray matter

4 3. White matter

4. Coronid pleksus

Gambar 2.20. Potongan Axial DWI (Delano, dkk, 2002)

Menurut (Delano, dkk, 2000) informasi citra anatomi Brain pada DWI yang

dilihat adalah :

a. Corteks Cerebri merupakan lapisan jaringan saraf terluar dan

mempunyai peranan dalam memori, perhatian, persepsi, pikiran,

bahasa dan kesadaran. Bagian serebri ini memiliki beberapa lapisan

horizontal, masing-masing lapisan mempunyai komposisi sel saraf

dan koneksinya yang berbeda. Ketebalan korteks mencapai 2-4 mm

(0,08-0,16 inci).
41

b. Basal ganglia merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut

beberapa area disubcortical gray matter yang meliputi nukleus

kaudatus, putamen, glubus , tallidus, nucleus subtalamikus,

substansia nigra. Nukleus kaudatus dan putamen menyusun striatum.

Striatum merupakan reseptor utama basal ganglia yang menerima

input dari korteks serebri, sistem limbik, thalamus dan substansia

nigra. Input yang berasal dari korteks serebri merupakan eksitasi dan

merupakan proyeksi dari sensorik dan korteks motorik menuju ke

putamen, dari prefrontal korteks menuju ke nucleus kaudatus dan

dari korteks limbic, amygdale menuju ke ventral striatum. Basal

ganglia memiliki sejumlah lintasan yakni: (1) dari striatum ke glubus

pallidus ke thalamus ke korteks dan ke striatum, (2) dari striatum ke

substansia nigra dan ke striatum, (3) dari glubus pallidus ke

subthalamus dan berakhir ke glubus pallidus (Groenewegen et al.,

2009). Basal ganglia berperan dalam motor kontrol dan tindakan

otomatis dari ketrampilan motorik yang bertindak dengan

memfasilitasi penggunaan perencanaan motorik. Basal ganglia tidak

berfungsi untuk memulai gerakan, namun berfungsi memodulasi pola

gerakan yang telah dimulai pada level kortikal.

c. Thalamus berfungsi sebagai "stasiun pemancar" dan pusat integrasi

sinaps untuk pemrosesan awal semua input sensorik dalam

perjalanannya ke korteks. Thalamus menyaring sinyal tak signifikan

dan meneruskan impuls sen- sorik penting ke daerah korteks

somatosensorik yang sesuai, serta ke bagian lain otak.


42

d. Pons terletak di permukaan anterior cerebellum, lebih rendah dari

otak tengah dan lebih tinggi dari medula oblongata. Pons, atau

jembatan, mendapatkan namanya dari sejumlah besar serat

melintang pada aspek anteriornya menghubungkan dua belahan otak

serebelum. Ini juga mengandung banyak nukleus dan serabut saraf

menaik dan turun.

e. Cerebellum adalah bagian terbesar otak belakang dan terletak

posterior dari ventriculus quartus, pons, dan medulla oblongata.

Cerebellum berbentuk agak lonjong dan menyempit pada bagian

tengahnya, serta terdiri dari dua hemispherium cerebelli yang

dihubungkan oleh bagian tengah yang sempit, yaitu vermis.

Cerebellum terdiri dari lapisan bagian luar substantia grisea yang

disebut cortex, dan lapisan bagian dalam substantia alba. Di dalam

substantia alba setiap hemipsherium, terdapat tiga masa subtantia

alba yang terbentuk nuclei intracerebelli. Fungsi otak kecil

(cerebellum) adalah untuk mengatur sikap atau posisi tubuh,

keseimbangan, dan koordinasi gerakan otot yang terjadi secara sadar

(Snell, 1997).

Pada penelitian Kim, dkk (2004) menyebutkan bahwa untuk kasus

stroke kelainan yang dilihat adalah infark.


43

Keterangan :

1. Pons
2. Cerebellum
1
2

Gambar.2.21. Citra DWI MRI brain potongan axial (Delano, dkk, 2000)

Keterangan :

1 1. Cortex Cerebri
2. Basal Ganglia
3. Thalamus
2

Gambar 2.22. Citra DWI MRI brain potongan axial dengan infark yang
ditunjukan oleh panah (Meyer, dkk, 2000)
44

B. Kerangka Teori

Magnetic Resonance Imaging (MRI)

MRI Brain Stroke

Pulsa Sekuen

SE FSE EPI IR

DWI

Potongan Axial

bValue (s/mm2):

500 ,1000, 1500

Informasi Citra Anatomi

1. Cortex Cerebri
2. Basal Ganglia
3. Thalamus
4. Pons
5. Cerebellum
6. Infark (batas)

Gambar 2.23. Kerangka Teori


45

C. Hipotesis

Ha : Ada perbedaan antara informasi citra MRI Brain potongan axial

sekuen Diffusion Weighted Image (DWI) dengan variasi b value

pada kasus Stroke Iskemik

Ho : Tidak ada perbedaan antara informasi citra MRI Brain potongan axial

sekuen Diffusion Weighted Image (DWI) dengan variasi b value

pada kasus Stroke Iskemik.

Anda mungkin juga menyukai