Bali adalah salah satu destinasi wisata yang populer di Indonesia dan di
dunia. Pulau ini terkenal dengan keindahan alamnya, budayanya yang kaya, dan
keramahannya terhadap wisatawan. Namun, seperti halnya tempat lain, Bali juga
memiliki beberapa risiko yang perlu diperhatikan, salah satunya adalah tingginya
kasus rabies. Pemetaan suatu penyakit secara epidemiologi penyakit, umum
dilakukan untuk mengetahui persebaran suatu penyakit. Pemetaan tersebut
sangat membantu dalam mengendalikan penyakit, terutama penyakit yang
berbahaya dan manjadi perhatian public.
Banyaknya korban yang jatuh di Bali karena rasio anjing yang merupakan
hewan penular rabies dengan manusia relative tinggi, yakni 1:16 (Mahardika et al.,
2009). Yayasan Yudistira melaporkan bahwa rasio anjing di Bali dengan manusia
sekitar 1:6, dan diperkirakan di Bali sedikitnya ada 540.000 ekor anjing. Dengan
kata lain kepadatan anjing sekitar 96 ekor/km2 . Padatnya populasi anjing dan
disertai kejadian rabies membuat interaksi anjing dan manusia sangat tinggi,
sehingga peluang tergigit meningkat, dan kejadian rabies menjadi relative tinggi
dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal tersebut yang membuat korban rabies di
Bali pada manusia sangat tinggi, disamping kesadaran masyarakat belum
terbangun (Suartha et al., 2014), karena rabies merupakan penyakit yang baru
muncul di daerah Bali. Korban rabies di Bali telah meliputi korban manusia, anjing,
dan sapi. Kejadian rabies pada awal kejadian dilaporkan hanya terjadi di
semenanjung Badung, selanjutnya menyebar ke seluruh Bali (Putra et al., 2009).
Dalam upaya penanganan rabies ini ada keterlibatan antara
sektor kesehatan manusia dan kesehatan hewan. Pemerintah
Bali membangun Rabies Center di sejumlah rumah sakit dan
seluruh Puskesmas di Bali.Sebagai contoh, Rabies Center di
Puskesmas 1 Denpasar Selatan melakukan manajemen terhadap
pasien kasus gigitan anjing. Penatalaksanaan dilakukan mulai
dari mengobati luka gigitan hingga pemberian vaksin anti rabies
(VAR) dan serum anti rabies (SAR).
Adapun beberapa langkah yang dapat diambil untuk tetap aman dan
mengurangi risiko terkena rabies saat tinggal di Bali dapat dengan mengHindari
kontak dengan hewan liar dan Jauhi anjing liar dan hewan lain yang dapat
membawa rabies. Jangan memberi makan atau menyentuh mereka. Pemberian
Vaksinasi dan memastikan bahwa hewan peliharaan telah divaksinasi dengan baik.
Dan Jika tinggal di Bali untuk waktu yang lama, pertimbangan yang serius dalam
mendapatkan vaksin rabies sebagai tindakan pencegahan. Utama pencegahan
penyebaran rabies yakni dengan mengHindari keras gigitan atau cakaran, namun
apabila telah digigit atau dicakar oleh hewan harus disegerakan dan dibersihkan
luka dengan sabun dan air mengalir. Dan Upaya jitu Segera cari perawatan medis
untuk mendapatkan vaksinasi dan perawatan tambahan yang diperlukan. Dengan
mengKonsultasikan dengan dokter: Jika Anda mengalami gejala seperti demam,
sakit kepala, atau kesulitan menelan setelah kontak dengan hewan, segera temui
dokter untuk evaluasi dan perawatan lebih lanjut.
Edukasi diri pada masa menghindari kontak dekat dengan hewan rabies sangat
diutamakan, dengan mempelajari lebih lanjut tentang rabies, gejalanya, dan cara
penularannya. Mengetahui tanda-tanda awal dan langkah-langkah pencegahan
dapat membantu Anda menghindari risiko yang lebih tinggi.
Meskipun risiko rabies di Bali meningkat, dengan langkah-langkah pencegahan
yang tepat, Anda dapat tetap menikmati keindahan pulau ini dengan aman. Selalu
ingat untuk berhati-hati dan mengikuti pedoman kesehatan yang diberikan oleh
otoritas setempat.