1. Seorang wanita memiliki keinginan kuat untuk melaksanakan ibadah haji/umrah, akan tetapi wanita tesebut tidak memiliki mahrom, bagaimana hukum wanita tersebut yang melaksanakan haji/umroh tanpa ditemani mahrom dan jelaskan dengan dalil pendapat anda? 2. Jelaskan cara penetapan awal ramadhan dan awal syawal beserta dali-dalilnya? JAWABAN 1). Wanita yang tidak bersama mahramnya, maka tidak wajib haji baginya. Adakalanya kewajiban haji gugur darinya karena tiadanya kemampuan sampai ke Makkah. Tidak adanya kemampuan adalah alasan syar'i, dan adakalanya dia tidak wajib melaksanakannya. Perihal sah atau tidaknya haji wanita yang pergi sendiri tanpa mahram, ulama turut membahasnya. Disebutkan oleh Sayyid Sabiq dalam bukunya, haji seorang perempuan yang nekat berangkat tidak bersama mahram, maka hajinya sah. Kesimpulannya, orang yang tidak wajib haji karena tidak memiliki kemampuan seperti orang yang sakit, orang fakir, orang yang lumpuh, orang yang terputus jalannya, perempuan yang tidak memiliki mahram, dan sebagainya, ketika (mereka) memaksakan diri untuk melakukan haji, haji mereka sah, 2). Ada dua petunjuk untuk mengetahui kapan puasa Ramadan, dengan melihat hilal atau dengan mengestimasikan/menyempurnakan bilangan bulan menjadi 30 hari. Jikalau kita menggunakan rukyat, maka kita belum tahu kapan akan datangnya bulan Ramadan karena harus menunggu tanggal 29 Sya’ban terlebih dahulu, kemudian melakukan rukyatul hilal. Kalimat “Faqduru lahu” memiliki beberapa pemaknaa, pertama, sempurnakanlah bulan Sya’ban 30 hari; kedua, jika hilal belum terlihat maka perkirakanlah bahwa hilal ada dibalik mendungnya awan, ketiga dengan hisab (perhitungan). Rasulullah saw pernah bersabda mengenai perintah berpuasa jika melihat hilal: َفِإْن ُغ َّم َع َلْيُك ْم َفاْقُدُروا َلُه، َو ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفَأْفِط ُروا،ِإَذ ا َر َأْيُتُم وُه َفُصوُم وا Artinya: Apabila kalian melihatnya (hilal Ramadan), maka berpuasalah, dan jika kalian melihatnya (hilal bulan baru), maka berbukalah. Tetapi jika mendung (tertutup awan) maka estimasikanlah (menjadi 30 hari). (HR. al-Bukhari dan Muslim). Ada hadis lain yang menjelaskan mengapa di zaman Rasulullah menggunakan rukyat bukan hisab dalam menentukan awal bulan Ramadan: َو َم َّر ًة َثاَل ِثيَن، الَّش ْهُر َهَك َذ ا َو َهَك َذ ا ” َيْع ِني َم َّر ًة ِتْس َع ًة َو ِع ْش ِريَن. اَل َنْكُتُب َو اَل َنْح ُسُب،ِإَّنا ُأَّم ٌة ُأِّم َّيٌة. Artinya: Sesungguhnya umatku ummiy, tidak dapat menulis dan juga berhitung. Adapun bulan ini (Sya’ban/Ramadan) seperti ini dan seperti itu, yakni terkadang 29 hari dan terkadang 30 hari. (HR. al-Bukhari dan Muslim).