Anda di halaman 1dari 20

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id
13

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

Penelitian ini memaparkan penelitian dan analisis terdahulu tentang proses

penyutradaraan yang sudah didokumentasikan sehingga memberikan informasi yang

dapat dijadikan acuan dalam penelitian berikutnya dengan topik yang sama.

Penelitian terdahulu tersebut di antaranya:

Anton Tri Cahyono. C0296012. Konsep Penyutradaraan Isa Bagus Putranto

dalam Lakon Wabah Karya Hanindawan. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tahun 2002

Objek yang dikaji dalam penelitian ini adalah aspek-aspek formal yang

membangun naskah lakon Wabah karya Hanindawan yang dilanjutkan dengan

mengkaji aspek interpretasi sebagai bekal penyusunan konsep penyutradaraan lakon

Wabah oleh Isa Bagus Putranto.

Proses penyutradaraan Isa Bagus Putranto merupakan sebuah penelitian yang

dilakukan saat Teater Kedok Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta sedang mengadakan pementasan di Aula Fakultas Kedokteran. Hasil

penelitian ini mengungkapkan mengenai interpretasi yang kreatif oleh sutradara Isa

Bagus Putranto dalam hal pembacaan naskah dan tata artistik. Konsep penyutradaraan

Isa Bagus Putranto menggunakan campuran antara model Gordon Craig dengan

Laizes Faire.
commit to user

13
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

Korelasi penelitian ini terhadap penyutradaraan Agung Wijayanto dalam

Marsinah Menggugat terletak pada cara sutradara menginterpretasikan sebuah naskah

sehingga dapat divisualisasikan dalam pementasan. Sutradara Isa Bagus Putranto

menafsirkan naskah dengan mencari aspek formal yang terkandung di dalam naskah.

Langkah ini bertujuan agar pementasan yang berlangsung di atas panggung tidak

melenceng dari naskah. Agung Wijayanto juga melakukan hal tersebut dengan tujuan

yang sama, meskipun pada dasarnya Agung Wijayanto tidak membatasi imajinasi

pemain dan kerabat kerjanya dalam menafsirkan isi naskah.

Janta Setiana. C0200032. Teknik Penyutradaraan Rohmat Basuki dalam

Naskah Lakon Aum Karya Putu Wijaya. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas

Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret, Surakarta. Tahun 2008.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan

dan tugas sutradara Rohmat Basuki sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah

lakon Aum karya Putu Wijaya.

Teknik penyutradaraan yang digunakan oleh Rohmat Basuki adalah sebagai

berikut: (1) menentukan nada dasar, (2) memilih pemain atau pengkastingan, (3)

latihan untuk pementasan, (4) tata teknis dan pentas, (5) menguatkan atau

melemahkan scene, (6) menciptakan aspek-aspek laku, (7) mempengaruhi jiwa

pemain, dan (8) koordinasi.

Gaya penyutradaraan yang dilakukan oleh Rohmat Basuki adalah gabungan

antara teori Gordon Craig dan Laizes Faire. Gordon Craig cenderung membentuk

pemain sesuai dengan apa yang dikehendakinya sedangkan Laizes Faire lebih

memberikan kebebasan berekspresi kepada para pemain.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

Penelitian ini juga menjadi acuan bagi penelitian penyutradaraan Agung

Wijayanto dalam Marsinah Menggugat. Agung Wijayanto juga mengkombinasikan

gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laizes Faire ketika proses kerjanya

mentransformasikan naskah Marsinah Menggugat menjadi sebuah pementasan di

atas panggung.

Chorry Agustin A. M. C0206013. Teknik Penyutradaraan Budi Riyanto dalam

Naskah Lakon Keluarga yang Dikuburkan Karya Afrizal Malna. Skripsi Jurusan

Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret,

Surakarta. Tahun 2010.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan

sutradara Budi Riyanto sebagai bentuk penyutradaraan terhadap naskah lakon

Keluarga yang Dikuburkan karya Afrizal Malna.

Teknik penyutradaraan yang digunakan yaitu sebagai berikut: (1) menentukan

nada dasar, (2) memilih pemain atau pengkastingan, (3) latihan untuk pementasan, (4)

tata teknis dan pentas, (5) menguatkan atau melemahkan scene, (6) menciptakan

aspek-aspek laku, (7) mempengaruhi jiwa pemain, dan (8) koordinasi.

Gaya penyutradaraan Budi Riyanto ini menggabungkan gaya Gordon Craig

yang cenderung menjadi kreator dengan gaya Laizes Faire yang lebih ke interpretator.

Budi Riyanto sebagai sutradara sangat jeli dalam hal pemilihan pemain (casting)

dengan memilah pemain yang sudah profesional dengan pemain yang baru. Namun,

kolaborasi antara pemain ini dilakukan dengan baik sehingga pemain professional

dalam pementasan nakah lakon Keluarga yang Dikuburkan ini dapat membimbing

pemain baru untuk menjadi satu kesatuan.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

Korelasi penelitian ini dengan penyutradaraan Agung Wijayanto dalam

Marsinah Menggugat terdapat pada teknik penyutradaraan yang digunakan saat

proses produksi. Agung Wijayanto juga menggunakan teknik penyutradaraan milik

Harymawan meliputi: (1) menentukan nada dasar, (2) memilih pemain atau

pengkastingan, (3) penyusunan mise en scene, (4) tata teknis dan pentas, (5)

menguatkan atau melemahkan scene, (6) menciptakan aspek-aspek laku, (7)

mempengaruhi jiwa pemain, dan (8) koordinasi.

Farid Fathoni. C0206021. Teknik Penyutradaraan Didik Panji pada Naskah

Lakon Rambat-Rangkung Karya Trisno Sasonto sebagai Bentuk Penggarapan Drama

Realis. Skripsi Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas

Sebelas Maret, Surakarta. Tahun 2012.

Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah teknik penyutradaraan

yang dilakukan Didik Panji pada tahap pra-produksi dan produksi naskah lakon

Rambat-Rangkung karya Trisno Santoso dan bentuk pilihan penyajian drama realis

yang diinginkan Didik Panji pada penyutradaraan naskah lakon Rambat-Rangkung

karya Trisno Santoso.

Teknik penyutradaraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah gabungan

dari teknik penyutradaraan Suyatna Anirun dan Harymawan. Suyatna Anirun

menjelaskan bahwa tahapan penyutradaraan adalah tahap pra-produksi dan produksi

yang berisi tentang teknik seorang sutradara menyiasati medan, memilih naskah,

mengkaji naskah, menentukan tipe produksi, pembuatan floor-plan, penyiapan

prompt book, tahap mencari-cari, memilih pemain, teknik muncul, teknik memberi

isi, dan seterusnya. Teknik penyutradaraan menurut Harymawan adalah menentukan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

nada dasar, menentukan casting, tata dan teknik pentas, menyusun mise en scene,

menguatkan atau melemahkan scene, menciptakan aspek-aspek laku, dan

mempengaruhi jiwa pemain.

Didik Panji dalam proses pementasan ini berperan sebagai sutradara

interpretator dan creator. Pementasan naskah lakon Rambat-Rangkung adalah bentuk

drama realis yang merujuk dari naskah lakon yang realis, pemeranan realis, dan tata

panggung realis.

Hasil penelitian ini menjadi acuan terhadap penyutradaraan Agung Wijayanto

dalam Marsinah Menggugat saat menjelaskan tugas dan fungsi sutradara dari awal

proses produksi hingga akhir produksi. Agung Wijayanto memposisikan dirinya

sebagai sutradara interpretator yang selalu memberi arahan kepada pemain dan

kerabat kerja selama proses produksi sekaligus sebagai sutradara creator yang

memberi contoh saat proses latihan berlangsung.

B. Landasan Teori

1. Tugas dan Fungsi Sutradara

Russel J. Grandstaff dalam bukunya Play Production To Day menulis bahwa:

Sutradara adalah para penterjemah, para guru dan seniman-seniman kreatif.


Kemampuan mereka dalam menangkap keberadaan orang lain harus jeli. Rasa
tanggung jawab kepada penulis naskah dan kepada penonton harus tulus.
Dengan kebajikan pengalaman dan latihan-latihan, mereka memiliki
ketrampilan organisasi dan pengetahuan vokal sebagai bagian dari keahlian
menyutradarai (Suyatna Anirun, 2002: 10).
Tulisan ini jelas memberi keterangan bahwa seorang sutradara harus memiliki

wawasan luas yang menjadi pendukung dari tugasnya. Dia harus dapat merangkul

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

penonton agar dapat memahami maksud dan tujuan dari penulis lakon dengan

interpretasinya sendiri.

Sutradara adalah karyawan yang mengkoordinasi segala unsur teater dengan

paham, kecakapan, serta daya khayal yang inteligen sehingga mencapai suatu

pertunjukan yang berhasil (Harymawan, 1988: 63). Sutradara juga diartikan sebagai

seorang pemimpin dalam arti yang sungguh memimpin. Dia tidak ditunjuk,

melainkan menunjuk dirinya sendiri (Japi Tambajong, 1981: 67).

Sutradara digambarkan sebagai komandan yang menaungi beberapa kerabat

kerja yang akan menjadi pembantu proses pementasan. Dia harus berkonsentrasi

penuh agar tercipta hubungan baik dengan kerabat kerjanya sehingga tidak ada miss

communication dalam berbagai hal yang bersangkutan dengan tugasnya sebagai

pemimpin proses pementasan. Kedudukan sutradara adalah sebagai penghubung

antara naskah, pemain, dan penonton. Hal ini tentunya membuat sutradara tidak

bertugas sendiri karena dia memiliki rantai pementasan yang tidak dapat dikerjakan

individu. Harymawan mengibaratkan posisi sutradara di tengah-tengah segitiga

yang di sudut luarnya terdapat pengarang/ naskah, pemain, dan penonton

(Harymawan 1993: 64). Sutradara adalah sumber kekuatan yang seharusnya

menyalurkan kepada ketiga komponen tersebut.

Nano Riantiarno menyebut seorang sutaradara sebagai pemimpin atau jendral.

Dia itu pemimpin tunggal. Dia merencanakan, memutuskan, mengarahkan,

mewujudkan dan bertanggung jawab. Dia adalah konseptor sekaligus koordinator

dan guru (suhu). Dia tidak diangkat, sebagaimana juga seniman, tetapi mengangkat

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

dirinya sendiri dengan dasar pertimbangan kemauan dan kemampuannya sudah

memungkinkan untuk itu. Seorang jendral yang baik, adalah juga seorang prajurit

yang baik (Tommy F. Awuy, 1999: 180). Pendapat dari Nano Riantarno mengenai

sutradara sebagai jendral dan prajurit yang baik ini adalah benar. Seorang jendral

memang berawal dari seorang prajurit yang memiliki kemampuan lebih di antara

prajurit lain sehingga dirinya dapat menjadi seorang jendral. Hal yang sama juga

yang terjadi terhadap seorang sutradara, dia adalah seorang aktor yang dianggap

memiliki sebuah kemampuan yang unggul di antara yang lain. Dengan demikian,

dia merasa bahwa kemampuannya tersebut sudah memungkinkan untuk menjadikan

dirinya sebagai pemimpin, yaitu seorang sutradara.

Sutradara bukan hanya seniman yang mampu melatih dan memimpin aktor,

tetapi juga seorang manajer yang dengan kecakapannya mampu mengurus anak

buahnya sejak latihan sampai berpentas (Herman J. Waluyo, 2002: 97). Harymawan

mengatakan bahwa sutradara adalah karyawan teater yang bertugas

mengkoordinasikan segala anasir teater, dengan paham, kecakapan serta daya

imajinasi yang inteligen guna menghasilkan pertunjukan yang berhasil. Sutradara

berhubungan dengan produser (yang membiayai pementasan), manajer (pemimpin

tata laksana), dan stage manajer (yang mengatur panggung dan seluruh

perlengkapannya) (Herman J. Waluyo, 2002: 98).

Ekspresi seorang sutradara dalam menyalurkan ide dasar atas sebuah lakon

yang akan dipentaskan adalah bagian terpenting. Dia harus mengerti benar segala

hal yang akan menjadi pendukung dari pementasan yang dinaunginya. Salah satu

materi utamanya adalah para pemain (aktor-aktris) yang dijadikan luapan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

pengalamannya terhadap dunia seni peran. Kata-kata yang diungkapkan di atas

pentas mengandung suatu kompleksitas tersendiri, karena merupakan kata untuk:

1. Dilakukan

2. Didengar

3. Dilihat (Ags. Arya Dipayana: 75).

Hubungan batin antara sutradara dengan naskah jelas harus diciptakan terlebih

dahulu. Naskah lakon di tangan sutradara ibarat partitur musik di tangan dirigen.

Sutradara harus menyukai naskah yang bersangkutan sehingga memungkinkan

pengembangannya sebagai sumber kreativitas. Sutradara adalah pihak yang paling

kritis dalam menghadapi sebuah naskah, karena dari naskah yang baik sutradara

akan mendapat rangsangan yang mengarah pada terbukanya konsep-konsep teateral

(Tommy F. Awuy, 1999: 73-74).

Sutradara juga wajib menafsirkan naskah lakon yang akan dijadikan sebuah

pementasan dengan baik. Menafsirkan artinya bisa menemukan sejumlah jawaban

terhadap situasi tertentu yang terkadang tidak terdapat di dalam naskahnya.

Menemukan pokok yang mendasari stuktur ini bisalah disamakan dengan

mengadakan pemetaan. Melalui praktek pementasan yang terjadi dalam ruang,

struktur yang simultan yang dinyatakan itu dilaksanakan dengan lancar (Ags. Arya

Dipayana: 77).

2. Teknik dalam Penyutradaraan

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

Teknik dalam penyutradaraan seorang sutradara tidak terlepas dari teori

penyutradaraan yang digunakan. Ada dua jenis teori penyutradaraan dalam buku

RMA. Harymawan (1988: 64-65), antara lain sebagai berikut:

1. Teori Gordon Craig

Sutradara penganut teori ini akan menjadi sutradara yang diktator. Harus

terdapat kesatuan ide dalam teater. Teater sebagai seni harus mengekspresikan

kepribadian seniman. Sutradara mengejawantahkan idenya melalui aktor dan aktris

(pemain). Pemain yang terbaik adalah mereka yang memiliki rohani dan jasmaniah

yang lengkap (normal) dalam dedikasinya terhadap ide sutradara.

Kelebihan teori ini terdapat pada kesempurnaan hasil pementasan karena

pada saat latihan dan pementasan cenderung sama. Ketertiban, keteraturan, dan

ketelitian dijamin rapi apabila menggunakan teori model ini. Namun, kelemahan

teori Craig adalah memaksa sutradara menjadi seorang creator yang diktator.

Pemain pun hanya dijadikan alat sutradara untuk meniru apa yang telah

diajarkannya. Hal ini akan membuat kreativitas pemain dibatasi bahkan dapat

hilang, padahal tujuan dari produksi lakon adalah memberi kesempatan bagi para

pemain untuk memberi sumbangan bagi keseluruhannya.

2. Teori Laisez Faire

Teori ini akan menjadikan sutradara sebagai interpretator yang baik karena

sifatnya yang tidak membatasi ruang gerak pemain. Dalam hal ini, pemain adalah

pencipta dalam teater. Tugas sutradara hanya sebatas membantu pemain

mengekspresikan dirinya dalam lakon dan mengembangkan konsepsi

individualnya agar melaksanakan peranan sebaik-baiknya. Meskipun demikian,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

sutradara dengan teori ini tetap mengatur pemain agar tidak keluar dari jalurnya

tanpa membatasi kreativitas pemain.

Kelebihan teori ini adalah memperlakukan sutradara sebagai interpretator

dan supervisor yang bertugas membantu pemain mengeksplor kemampuan yang

dimiliki. Pemain dibiarkan berkembang sesuai bakat dan kemampuannya masing-

masing. Sutradara memberi kesempatan untuk timbulnya “proses-proses kreatif”.

Kelemahan teori ini adalah terdapat bahaya akan timbulnya kekacauan dan

ketidakteraturan serta kurangnya ketelitian dalam pementasan. Pemain cenderung

saling mematikan di atas panggung dengan kemampuan yang dimiliki masing-

masing. Pemain dengan kekuatan lakon saja yang akan terlihat menonjol dan

berhasil dalam pementasan.

Harymawan membagi tugas sutradara dalam bukunya Dramaturgi (1998:

66-79) seperti berikut.

a. Menentukan Nada Dasar

Tugas pertama seorang sutradara adalah mencari motif yang merasuk pada

karya lakon, yang memberi ciri kejiwaan dan selalu nampak dalam

penyutradaraan. Sifat nada dasar dalam penyutradaraan meliputi:

1. Ringan/ tidak mendalam

2. Menentukan/ memberikan suasana khusus

3. Membuat lakon gembira menjadi banyolan/ lucu

4. Mengurangi tragedi yang berlebih-lebihan

5. Memberikan prinsip dasar pada lakon

b. Menentukan Casting
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

Casting adalah proses penentuan pemain (aktor/ aktris) berdasarkan

analisis naskah untuk dipertunjukan. Berikut adalah macam-macam casting.

1. Casting by ability: casting ini dilakukan berdasarkan kecakapan yang

terpandai dan terbaik sebagai pemeran utama. Pemain di sini adalah ukuran

tokoh-tokoh penting dan sukar.

2. Casting to type: casting ini dilakukan berdasarkan kecocokan fisik pemain.

Pemain akan dipilih dan disesuaikan dengan tokoh yang akan diperankan

dalam naskah sesuai keputusan sutradara.

3. Antitype casting: casting ini dilakukan berdasarkan pertentangan dengan

watak atau fisik pemain dalam memerankan tokoh dalam naskah. Sutradara

sengaja melakukan casting model ini untuk mengasah kecakapan pemain

dalam mengeksplorasi kreativitas dan daya imajinasi.

4. Casting to emotional temperament: casting ini dilakukan berdasarkan hasil

observasi hidup pribadi pemain karena banyak menemukan kecocokan atau

kesamaan dengan peran yang akan dimainkannya dalam naskah lakon.

Kesamaan di sini dapat meliputi kesamaan emosi, tempramen, dan lain-lain.

Hal ini akan memudahkan sutradara untuk melihat peran apa yang tepat untuk

dibawakan pemainnya berdasarkan pembawaan sehari-hari.

5. Therapeutic casting: casting ini dilakukan untuk seseorang yang bertentangan

sekali watak dan kepribadiaannya dengan peran yang akan dimainkan dalam

naskah. Hal ini dilakukan sutradara untuk terapi penyembuhan atau

mengurangi ketidakseimbangan jiwa para pemain.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

Tugas sutradara yang kedua memang dikatakan cukup menguras waktu

karena memang harus dipikirkan matang-matang sebelum mengambil keputusan.

Tidak semua peran yang terdapat dalam naskah lakon dapat disesuaikan dengan

pemain yang ada. Dengan demikian, sutradara harus jeli dalam mengamati sikap,

watak, karakter, dan fisik para pemainnya. Selain itu, kemampuan atau “jam

terbang” masing-masing pemain pun harus diperhatikan baik-baik.

c. Tata dan Teknik Pentas

Tata dan teknik pentas adalah segala hal yang menyangkut tata rias dan

busana, tata cahaya, tata musik, serta setting yang harus disesuaikan dengan

nada dasar.

Tata cahaya menurut Herman J. Waluyo memiliki fungsi sebagai berikut:

1. Penerangan terhadap pentas dan aktor.

2. Memberikan efek alamiah dari waktu, seperti jarum jam, musim, cuaca,

dan suasana.

3. Membantu melukis dekor (scenery) dalam menambah nilai warna hingga

terdapat efek sinar dan bayangan.

4. Melambangkan maksud dengan memperkuat kejiwaannya.

5. Dapat mengekspresikan mood dan atmosphere dari lakon, guna

mengungkapkan gaya dan tema lakon.

6. Mampu memberikan variasi-variasi, sehingga adegan-adegan tidak statis

(Herman J. Waluyo, 2001: 137).

Herman J. Waluyo (2001: 132) juga mengklasifikasikan jenis tata rias

menjadi delapan jenis, yaitu sebagai berikut:


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

a. Rias jenis, yaitu rias yang mengubah peran. Misalnya peran laki-laki yang

diubah menjadi peran perempuan yang memerlukan rias di berbagai tubuh.

b. Rias bangsa, yaitu rias yang mengubah kebangsaan seseorang. Misalnya

orang Jawa yang harus berperan sebagai orang Belanda yang ciri-ciri

fisiknya berbeda.

c. Rias usia, yaitu rias yang mengubah usia seseorang. Misalnya orang muda

yang berperan sebagai orang tua atau sebaliknya.

d. Rias tokoh, yaitu rias yang membentuk tokoh tertentu yang sudah memiliki

ciri fisik yang harus ditiru.

e. Rias watak, yaitu rias sesuai dengan watak peran. Tokoh sombong,

penjahat, dan watak peran lainnya yang dapat meyakinkan peranannya

secara fisik.

f. Rias temporal, yaitu rias yang membedakan waktu atau saat tertentu.

Misalnya rias sehabis mandi, bangun tidur, dan lain-lain.

g. Rias aksen, yaitu rias yang hanya memberikan tekanan kepada pelaku yang

mempunyai anasir sama dengan tokoh yang dibawakan. Misalnya seorang

pemuda tampan yang berperan sebagai pemuda tampan dengan watak, ras,

dan usia yang sama. Fungsi rias hanya untuk memberikan tekanan saja.

h. Rias lokal, yaitu rias yang ditentukan oleh tempat atau hal yang menimpa

peran saat itu. Misalnya rias di penjara, petani, dan lain-lain.

Setiap sutradara yang menangani sebuah pementasan tentunya harus

mengerti apapun yang ingin dikehendaki dalam semua pementasannya,

termasuk segala hal yang menyangkut aksesoris panggung. Semua komponen


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

pendukung jalannya pementasan seperti yang sudah disebutkan sebelumnya

merupakan hal penting lain yang tidak dapat diacuhkan.

Hubungan antara sutradara dengan kerabat kerja panggung harus

harmonis dan dapat menyatukan ide atau konsep terhadap keselarasan pentas.

Penonton adalah tujuan akhir dari pementasan sehingga sutradara dan kerabat

kerja, khususnya pekerja panggung harus mengerti porsi pekerjaan mereka

masing-masing. Hal ini untuk menjaga kesamaan tujuan dan maksud dari

pementasan.

d. Menyususn Mise en Scene

Menyusun Mise en Scene adalah penyusunan segala perubahan yang

terjadi pada daerah permainan yang disebabkan oleh perpindahan pemain atau

peralatan. Melalui Mise en Scene, sutradara memberikan struktur visual pada

lakon dengan komposisi pentas. Pemberian bentuk ini dapat tercapai dengan 14

cara, yaitu sebagai berikut:

1. Sikap pemain

2. Pengelompokan

3. Pembagian tempat kedudukan para pelaku

4. Variasi saat keluar dan masuk

5. Variasi posisi dari dua pemain yang berhadap-hadapan

6. Komposisi dengan menggunakan garis dalam penempatan pelaku

7. Variasi penempatan perabot

8. Ekspresi kontras dalam pakaian pemeran/ pemain

9. Efek yang ditimbulkan oleh tata sinar lampu


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

10. Menguatkan/ meluangkan kedudukan pemeran/ pemain

11. Memperhatikan ruang sekeliling pemeran/ pemain

12. Memperhatikan latar belakang pentas

13. Keseimbangan dalam komposisi pentas

14. Dekorasi

Penyusunan Mise en Scene oleh sutradara akan banyak menemui

kesulitan terutama dalam tekstur, yaitu pengangkatan bahasa naskah ke atas

panggung. Tekstur ini meliputi, tata pentas, action, blocking, dan mood.

e. Menguatkan atau Melemahkan Scene

Teknik ini merupakan cara yang menggarap berbagai adegan dalam

lakon. Sutradara bebas menentukan tekanan atau aksen pada lakon menurut

pandangannya sendiri tanpa mengubah naskah. Menguatkan atau melemahkan

scene dapat dilakukan melalui efek cahaya dan musik.

f. Menciptakan Aspek-aspek Laku

Sutradara harus memberikan saran kepada pemain agar mereka

menciptakan apa yang disebut laku simbolik atau akting kreatif, yaitu cara

berperan yang biasanya tidak terdapat dalam instruksi naskah tetapi diciptakan

untuk memperkaya permainan dengan tujuan agar penonton lebih mengerti apa

yang terdapat dalam kondisi batin pemain.

g. Mempengaruhi Jiwa Pemain

Tugas sutradara dalam mempengaruhi jiwa pemain membuat sutradara

mengalami pembagian kedudukan, antara lain:

1. Ciri Sutradara Teknikus


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Sutradara tipe ini akan menciptakan pagelaran yang menyolok dan

menarik perhatian melalui teknik dekor yang luar biasa, tata sinar yang

menakjubkan, sebagai usahanya dalam menerapkan teknik film dan teater.

Dalam hal ini sutradara hanya menjadi penengah antara pelukis dan

penonton karena dia merasa hanya bertugas untuk mencapai seni teater,

yaitu suatu proses ekspresi individual ke kolektif.

2. Ciri Sutradara Psikolog

Tipe sutradara seperti ini biasanya jarang memperhatikan ekspresi

dari luar sebuah pementasan karena dia lebih mengutamakan tekanan

psikologis dalam menggambarkan watak. Terutama pada cara acting yang

murni ketika prestasi pemain ditempatkan pada arti yang sebenarnya.

Sutradraa psikolog cenderung memberikan watak problematik dalam

pementasannya yang ditimbulkan dari kontradiksi-kontradiksi kejiwaan.

Penekanan seperti ini biasanya terdapat pada peristiwa intern, cara akting,

intonasi, sugesti yang tidak diucapkan, dan segala hal yang menyatakan

perasaan kejiwaan.

Selain itu, ada juga tipe sutradara yang bertugas sebagai interpretator dan

sebagai creator. Sutradara dengan tugasnya sebagai interpretator selalu

menjelaskan gambaran untuk peranan dan mengarahkan agar mimik dan diksi

sesuai dengan pemikirannya. Pemain dapat mengadakan kompromi dengan

pandangan sutradara tentang suatu peranan. Berbeda dengan sutradara sebagai

creator yang lebih memberikan contoh akting secara langsung sehingga

mewajibkan pemain memiliki pengalaman peran lebih banyak.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

h. Koordinasi

Koordinasi adalah salah satu hal yang tidak dapat dilupakan dalam sebuah

pementasan, terutama koordinasi sutradara dengan kerabat kerjanya. Dalam

penggarapan sebuah pementasan, sutradara sebagai pekerja seni harus memiliki

jalur untuk menjalankan penyutradaraannya. Jalur ini yang nantinya akan

menjadi pedoman sutradara dalam hal kepemimpinannya dan menentukan

tindakan yang akan diambilnya dalam sebuah proses tersebut. Japi Tambayong

dalam bukunya Dasar-Dasar Dramaturgi (1981: 73-74) membagi

kepemimpinan sutradara sebagai berikut:

1. Sutradara Konseptor

Sutradara tipe ini memposisikan dirinya sebagai seorang konseptor.

Dia adalah pemegang konsep penafsiran yang ketat lalu menyerahkan

penafsirannya kepada pemain, dan membiarkan para pemain

mengembangkan konsep tersebut secara kreatif tetapi tetap terikat.

2. Sutradara Koordinator

Tugas sutradara koordinator adalah menjadi seorang pengarah yang

mengkoordinir pemain dengan konsep penafsirannya. Pemain di sini

tentunya adalah mereka yang sudah terkenal dan memiliki nama besar.

3. Sutradara Diktator

Sutradara seperti ini menganggap dirinya sebagai guru yang

mengharapkan para pemain tercetak layaknya dirinya sendiri. Dia tidak

memberikan kepercayaan kepada pemain. Konsep penafsiran dua arah,

seperti tipe sutradara konseptor bukanlah sifatnya. Dia sangat


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

mendambakan seni sebagai dirinya “seni adalah aku” sehingga pemain

hanya dianggap sebagai robot.

4. Sutradara Suhu

Sutradara adalah suhu yang mengamalkan ilmu bersamaan dengan

mengasuh batin anggota pemainnya. Kelompok teater dengan sutradara

seperti ini dibuat layaknya padepokan. Ada pemilahan di mana belajar

bersama atau saat membangkang kepada guru. Para pemain diberi

keyakinan bahwa mereka adalah cantrik-cantrik yang kelak harus hadir

dengan dirinya sendiri, melawan secara jantan kepada pemimpinnya.

Jantan dalam hal ini dimaksudkan bahwa ilmu para pemain sudah benar-

benar mustaid.

Teknik penyutradaraan adalah hal yang sudah seharusnya diperhatikan

dengan saksama, agar pengangkatan naskah lakon ke atas panggung dapat

diterima baik oleh penonton. Beberapa teori yang dipaparkan tersebut akan

dijadikan landasan dalam penelitian mengenai penyutradaraan Agung

Wijayanto dalam Marsinah Menggugat karya Ratna Sarumpaet.

C. Kerangka Pikir

Kerangka pikir adalah bentuk singkat dari jalannya penelitian yang digunakan

peneliti untuk mengkaji dan memahami permasalahan yang diteliti. Berdasarkan

rumusan masalah, dilakukan penelitian mengenai penyutradaraan Agung Wijayanto

dalam Marsinah Menggugat karya Ratna Sarumpaet.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

Peneliti mengadakan wawancara mendalam dengan sutradara Agung

Wijayanto, pemain, dan kerabat kerja pementasan, seperti kru lighting, kru musik, kru

setting, kru kostum dan make up untuk memperjelas hal-hal yang bersangkutan

dengan pementasan Marsinah Menggugat. Pencatatan data dari wawancara tersebut

dijadikan acuan saat melihat proses pementasan yang sudah didokumentasikan berupa

video. Hasil pengamatan dari dokumentasi dan wawancara menjadi bekal peneliti

untuk menentukan teknik yang sesuai dalam penyutradaraan sutradara Agung

Wijayanto dalam Marsinah Menggugat.

Teknik penyutradaraan yang digunakan Agung Wijayanto dalam pementasan

tersebut ada delapan langkah, yaitu: (1) menentukan nada dasar, (2) memilih pemain

atau pengkastingan, (3) menyusun mise en scene, (4) tata teknis dan pentas, (5)

menguatkan atau melemahkan scene, (6) menciptakan aspek-aspek laku, (7)

mempengaruhi jiwa pemain, dan (8) koordinasi.

Berdasarkan teknik penyutradaraan di atas, Agung Wijayanto menggunakan

gaya penyutradaraan Gordon Craig dan Laisez Faire. Gaya penyutradaraan Gordon

Craig lebih menuntut pemain agar menuruti keinginan sutradara, sedangkan gaya

penyutradaraan Laisez Faire cenderung memberikan kesempatan kepada pemain

untuk mengembangkan kreativitas dalam diri pemain.

Tahap terakhir yang dilakukan peneliti adalah analisis terhadap data-data yang

sudah berhasil dikumpulkan untuk membuat sebuah simpulan dari penyutradaraa

Agung Wijayanto dalam Marsinah Menggugat karya Ratna Sarumpaet.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

Bagan

Kerangka Pikir Penelitian

Proses Penyutradaraan Agung Wijayanto

Mengadakan wawancara
mendalam dengan Agung
Wijayanto dan kerabat kerjanya

Melihat proses
pementasan
berupa video

Menentukan proses/
teknik penyutradaraan
Agung Wijayanto
Menetukan Menciptakan
nada dasar aspek laku

Menentuka Mempengaruhi
n casting jiwa pemain
pemain

Menyusun Tata dan Menguatkan/ Koordinasi


Mise en teknik pentas melemahkan scene
Scene

Gaya Penyutradaraan Gordon Craig dan Laisez Faire

Hasil analisis data dan pembuatan


BAB III
simpulan

commit to user

Anda mungkin juga menyukai