Anda di halaman 1dari 24

PENURUNAN KADAR PERAK (Ag) DAN TEMBAGA (Cu) PADA LIMBAH CAIR

PENGOLAHAN EMAS PT TBK ANTAM PONGKOR MENGUNAKAN


METODE ELEKTROLISIS

PROPOSAL SKRIPSI

RIZKI LANGIT RAMADHAN


(1062011019)

PROGRAM STUDI KIMIA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
2024
1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air dan sumber – sumbernya merupakan salah satu kekayaan alam yang mutlak
dibutuhkan oleh makhluk hidup guna menopang kelangsungan hidupnya dan
berguna untuk memelihara kesehatannya. Saat ini masalah utama yang dihadapi
oleh sumber daya air meliputi kualitas air untuk meliputi keperluan domestik yang
semakin menurun sehingga tidak dapat digunakan masyarakat sebagai air minum
yang sehat karena tidak memenuhi syarat dan kuantitas air. Hal ini dikarenakan
adanya kegiatan industri, domestik dan kegiatan lain mempunyai pengaruh negatif
terhadap sumber daya air (Said,1997).
Air sungai sering tercemar oleh komponen komponen anorganik diantaranya
berbagai logam berat yang berbahaya. Logam berat yang sering mencemari
lingkungan terutama adalah merkuri (Hg), timbal (Pb),tembaga (Cu), cadmium
(Cd), arsenik (As), chromium (Cr), nikel (Ni), dan besi (Fe). Logam berat bisa
menimbukkan efek – efek khusus pada makhluk hidup, seperti penyakit minimata,
bibir sumbing, kerusakan susunan saraf, cacat pada bayi, karsinogenitas dan
terganggunya fungsi imun sehingga dapat dikatan bahwa semua logam berat dapat
menjadi racun yang dapat meracuni tubuh makhluk hidup apabila terakumulasi
didalam tubuh dalm waktu yang lama. Beberapa jenis logam biasanya digunakan
untuk pertumbuhan kehidupan biologis, misalnya pada tumbuhan algae atau
tanaman air lain apabila tidak ada logam maka pertumbuhannya akan terhambat,
namun jumlahnya berlebihan akan mempengaruhi kegunaannya karena timbulnnya
daya racun yang dimiliki, oleh karena itu, keberadaan zat ini perlu diawasi
jumlahnya dalam limbah air (Soemirat, 1997).
Pencemaran logam berat meningkat sejalan dengan perkembangan industri.
Pencemaran logam berat dilingkungan dikarenakan tingkat keracunannya yang
sangat tinggi dalam seluruh aspek kehidupan makhluk hidup. Pada konsentrasi yang
sedemikian rendah saja efek ion logam berat dapat berpengaruh langsung hingga
terakumulasi pada rantai makanan. Logam berat dapat mengganggu kehidupan
biota dalam lingkungan dan akhirnya berpengaruh terhadap kesehatan manusia
(Suhendrayatna, 2001).
2

Limbah industri adalah semua jenis bahan sisa atau bahan buangan yang berasal
dari hasil samping suatu proses perindustrian. Limbah industri dapat menjadi
limbah yang sangat berbahaya bagi lingkungan hidup dan manusia (Palar, 2004).
Pada industri pertambangan biasanya limbah yang dihasilkan berupa limbah cair
dan tailing. Menurut Hidayat (2003) Unit Bisnis Pertambangan Emas (UPBE)
Pongkor merupakan salah satu dari enam unit bisnis dibawah PT. Aneka Tambang
Tbk.terletak dikecamatan Nanggung Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Kegiatan
eksplorasi bijih telah dimulai sejak tahun 1988, oleh tim Geologi Aneka Tambang,
dan pada tahun 1992 mulai dilakukan kegiatan pembukaan penambangan dan
pembangunan pabrik dan dilanjutkan dengan uji coba (commissioning) pada bulan
April 1994 untuk kapasitas 500 ton per hari, dengan kadar 12.0 gpt Au, dan 122 gpt
Ag.
Menurut Dian Asriyati (2006) hasil penelitian dan analisa laboratorium limbah
cair Laboratorium Kualitas Lingkungan Universitas Islam Indonesia menunjukan
terjadinya penurunan kadar Hg yang bervariasi pada limbah tersebut setelah
pengolahan dengan proses elektrolisis. Pada penelitian ini, kosentrasi awal limbah
cair Laboratorium kualitas air untuk Hg sebesar 43,4938 ppb, elektroda yang
digunakan dalam bak elektrolisis ini adalah stainless yang dialiri arus listrik searah
(DC). Variasi kuat arus yang digunakan terdiri dari 10 ampere, 15 ampere, 20
ampere dan variasi waktu kontak selama 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120
menit. Hasil menunjukan penurunan kadar Hg dan COD yang fluktuatif.
Kegiatan penambangan yang telah dilakukan oleh PT. Antam UPBE Pongkor
menghasilkan limbah berupa batuan bekas penambangan (rock-dump) dan lumpur
sisa penambangan (tailing) yang semakin hari jumlahnya semakin banyak. Sisa-sisa
penambangan ini banyak mengandung zat-zat berbahaya bagi makhluk hidup
seperti Pb, Fe, Cu, dan Zn yang jika berada dalam jumlah yang tinggi dan
terakumulasi dalam tubuh akan menjadi racun.(Siregar et al, 2013).
Purwaningsih (2005) menyatakan bahwa dalam menurunkan kadar Ag dengan
cara elektrolisis terjadi penurunan kadar Ag 99,70% dimana limbah yang diolah
hanya 4,5 liter dengan arus 5 Ampere dan waktu 140 menit.
Pemilihan penurunan kadar perak (Ag) dan emas (Au) sebagai objek riset adalah
bahayanya bagi lingkungan jika langsung dibuang ke dalam air atau sungai. Logam
3

berat apabila langsung dibuang ke badan air akan merusak lingkungan dan
menganggu kesehatan sehingga perlu dilakukan pengendaliannya. Pada penelitian
ini akan dilakukan penurunan kadar perak (Ag) dan tembaga (Cu) secara elektrolisis
dengan memvariasikan kuat tegangan dan waktu kontak menggunakan variasi
elektroda.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh kuat tegangan terhadap penurunan kadar Cu dan Ag?
2. Bagaimana pengaruh waktu kontak terhadap penurunan kadar Cu dan Ag?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh kuat arus terhadap penurunan kadar tembaga (Cu) dan
perak (Ag)
2. Mengetahui pengaruh waktu kontak terhadap penurunan kadar tembaga (Cu) dan
Perak (Ag)
1.2 Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang bagaimana
pengaruh kuat arus dan waktu kontak terhadap penurunan kadar tembaga (Cu)
dan perak (Ag) dalam limbah cair pengolahan emas (Au) dengan metode
elektrolisis
2. Dapat berpartisipasi dalam memberikan kontribusi terhadap pengembangan
keilmuan sains, khususnya di bidang ilmu Kimia.
3. Sebagai bentuk aplikasi ilmu yang telah penulis dapatkan selama duduk di
bangku kuliah untuk mengkaitkan ilmu kimia dan kehidupan nyata yang
merupakan kebutuhan manusia

1.5 Keaslian Penelitian

Keaslian penelitian ini diperlukan sebagai bukti agar tidak adanya plagiarisme
antara penelitian sebelumnya dan penelitian yang dilakukan. Berdasarkan beberapa
penelitian sebelumnya seperti penelitian Yanti Purwaningsih (2005) tentang
Penurunan kadar logam Ag secara elektrolisis. Persamaan penelitian yang
dilakukan dengan penelitian ini yaitu sama-sama menggunanakan elektrolisis,
adapun perbedaannya terletak pada variasi waktu dan tegangan yang digunakan.
4

Kesamaan penelitian ini dan penelitian yang di lakukan oleh beberapa peneliti
terdahulu seperti Lia Riniptosari (2005) dan Fakhrudin et al, (2017) memiliki
kesamaan yaitu pada metode yang digunakan yaitu elektrolisis, adapun
perbedaannya yaitu terletak pada penurunan kadar logamnya, penelitian terdahulu
penurunan kadar logam yang digunakan adalah Cromium (Cr) dan besi (Fe)
sedangkan pada penelitian ini penurunan kadar logam yang digunakan adalah perak
(Ag) dan tembaga (Cu).
5

2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Pustaka

Tabel 2.1 Penelitian sebelumnnya

No Penelitian Logam elektroda Waktu Kuat arus Jarak


yang kontak (ampere) antar
digunakan (menit) elektr
oda
1. Lia Riniptosari Cromium Aluminium 0,30,60,9 0, 2 cm
(2005) (Cr) 0,120. 10,15,20
2 Dian Asriyati Merkuri Stainless 30,60,90, 10,15,20 6,6
(2006). (Hg) 120 cm
3 Marlina, (2023) Seng (Zn) Aluminium 10,30,50, 3,5,7,9,11 2 cm
70,90
4 (Syawalian et al, Seng Karbon 30,45,60 1 2 cm
2019) (Zn),Besi
(Fe),
Tembaga
(Cu) Pb
(timbal)

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan mengenai


penurunan kadar logam secara elektrolisis seperti penelitian Yanti Purwaningsih
(2005), menyatakan bahwa dalam menurunkan kadar Ag dengan cara elektrolisis
terjadi penurunan kadar Ag 99,70% dimana limbah yang diolah hanya 4,5 liter
dengan arus 5 Ampere dan waktu 140 menit.
Riniptosari (2006) menunjukkan bahwa terjadinya penurunan kadar Cr yang
bervariasi dalam limbah cair tersebut, setelah pengolahan dengan proses
elektrolisis, kadar Cr mengalami penurunan, terlihat bahwa persentase penurunan
6

kadar Cr tertinggi terjadi pada waktu kontak 120 menit dengan kuat arus 20 Ampere
yang mencapai 85,97%. Sedangkan penurunan terendah terjadi pada aktu kontak
90 menit dan arus 10 ampere sebesar 66,03%. Penurunan konsentrasi Cr terjadi
karena di katoda terjadi reduksi, sehingga yang terjadi yaitu ion positif akan
tereduksi kearah katoda dan menerima elektron, ion negatif bergerak kearah anoda
dan menyerahkan elektron, elektron yang dilepaskan akan ditarik ion Cromium
(Cr2+) dan akan terbentuk ion logam Cr, hal ini dapat terjadi sehingga reaksi yang
terjadi pada katoda sebagai berikut:
Cr2+ + 2e → Cr
2H2O + 2e → H2 + 2OH-
Menurut Fakhrudin, et al. (2017) dengan penelitian analisis penurunan kadar
logam Cr, Fe dan Mn. Penurunan konsentrasi besi (Fe) terbesar yang ditunjukan
berada pada variasi tegangan 6 volt dan lama waktu kontak 60 menit. Dengan
konsentrasi 40,70 mg/L sehingga meghasilkan besar penyisihan hingga 38,86%.
Pada penurunan konsentrasi Chromium (Cr) terbesar yang ditunjukan berada pada
variasi tegangan 1 volt dan lama waktu kontak 90 menit, dengan konsentrasi 11,90
mg/L dari konsentrasi awal larutan sebesar 79,1 mg/L sehingga menghasilkan
penyisihan hingga 85,08%. Penurunan kadar mangan (Mn) terjadi setelah proses
elektrolisis dilakukan dengan nilai tertinggi sebesar 59,40 mg/L dari konsentrasi
awal larutan sebesar 270,00 mg/L dengan efisiensi penyisihan sebesar 78,00%.
Penurunan ini terjadi pada tegangan 12 volt dengan waktu kontak 90 menit.
Menurut Dian Astriyati (2006) pada penelitian penurunan kadar merkuri (Hg)
dan COD pada limbah cair laboratorium. Penurunan kadar Hg terbesar terjadi pada
kuat arus 15 ampere dengan waktu kontak 120 menit, yang mencapai 29,24%,
sedangkan penurunan terendah terjadi pada waktu kontak 120 menit dan pada arus
20 ampere sebesar 15,84%, penurunan konsentrasi Hg terjadi karena dikatoda
terjadi reduksi. Sehingga yang terjadi yaitu ion positif akan tereduksi kearah katoda
dan menerima elektron, ion negatif bergerak kearah anoda dan menyerahkan
elektron, elektron yang dilepaskan akan ditarik ion merkuri (Hg 2+) dan akan
tergebntuk logam Hg.
Menurut Marlina (2023) penurunan kadar logam seng (Zn) menggunakan
elektroda lempeng aluminium pada waktu 70 menit merupakan waktu optimum
7

untuk logam Zn dengan persentase penurunan sebesar 83,71%. Sedangkan


penurunan kadar logam Zn maksimum yaitu terletak pada tegangan 7 V dengan
persentase penurunan sebesar 79,232%.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Logam Berat

Logam digolongkan kedalam dua kategori yaitu logam berat dan logam ringan.
Logam berat ialah logam yang mempunyai berat 5 gram atau lebih untuk setiap
cm3, dengan sendirinya logam yang beratnya kurang dari 5 gram setiap cm3
termasuk logam ringan (Darmono, 1995).
Logam berat merupakan golongan logam dengan kriteria-kriteria yang sama
dengan logam-logam lain. Perbedaannya terletak pada pengaruh yang dihasilkan
bila logam berat ini diberikan dan atau masuk ke dalam tubuh organisme hidup.
Hampir 75% dari unsur-unsur yang terdapat dalam tabel periodik unsur merupakan
unsur logam. Unsur logam tersebut, ditemukan hampir pada setiap golongan
kecuali pada golongan VII-A dan golongan VIII-A dari tabel periodik unsur. Unsur
logam tersebut dikelompokan pula atas golongan-golongan sesuai dengan
karakteristiknya (Palar,2008).
Logam berat sejatinya unsur penting yang dibutuhkan setiap makhluk hidup
sebagai trace element, logam berat yang esensial seperti tembga (Cu), selenium
(Se), besi (Fe) dan zink (Zn) penting untuk menjaga metabolisme tubuh manusia
dalam jumlah yang tidak berlebihan, jika berlebihan akan menimbulkan toksik pada
tubuh. Logam yang termasuk elemen mikro merupakan kelompok logam berat yang
nonesensial yang tidak mempunyai fungsi sama sekali dalam tubuh. Logam tersebut
bahkan sangat berbahaya dan dapat menyebabkan keracunan (toksik) pada manusia
yaitu: timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As) dan cadmium (Cd).( Agustina, 2014)

2.2.2 Perak (Ag)

Dalam sistem periodik unsur, perak terletak diantara golongan IB dan periode 5.
Unsur tersebut bernomor atom 47 dan memiliki massa atom 107,870 g/mol
termasuk logam yang berkarakter fisik keras dan unik diantara logam-logam
lainnya. Perak memiliki titik leleh 961,93°C. Perak berada dalam keadaan terikat
8

sebagai Ag2S (Argentit), AgCl, dan dalam bijih tembaga nikel. Unsur bersifat logam
transisi ini berwarna putih mengkilat, dapat ditempa, sedikit lebih keras dari emas,
konduktivitasnya paling tinggi diantara semua logam, tahan terhadap udara murni
dan air, tetapi tidak tahan terhadap udara yang mengandung belerang (timnul bercak
hitam, menjadi kusam), dan kurang reaktif dibandingkan dengan tembaga. Sifat-
sifat fisik dan kimia tersebut menjadikan perak mudah diolah dan dibuat menjadi
produk komersil. Tobing & Nathan (2003) melaporkan bahwa sifat kimia perak
antara lain tidak larut dalam asam klorida, asam sulfat, dan asam nitrat encer. Dalam
larutan asam nitrat lebih pekat atau dalam asam sulfat pekat panas melarut, dengan
reaksi sebagai berikut:
Ag(s) + 2HNO3 (I) →AgNO3 (I) + NO2 (g) + H2O (aq)
2Ag+ (aq) +SO42- (aq) →Ag2SO4 (s)
Perak adalah logam berat putih, liat dan dapat ditempa, secara komersial
merupakan logam berat berharga. Lambang unsurnya Ag, yang berasal dari bahasa
Latin Argentum. Perak termasuk golongan 1B dalam sistem periodik dengan nomor
atom 47 dan massa atom 107,8682. Logam berat ini mempunyai titik lebur 1235 K
dan titik didih 2485 K serta kerapatan yang sangat tinggi yaitu 10,5 gr/mL. Secara
kimia perak termasuk logam berat dan logam berat mulia. Logam berat perak tidak
larut dalam HCl ataupun H2SO4 (1 M atau 2 M), tetapi larut dalam HNO3 pekat (8
M) dan asam sulfat panas. Logam berat perak tidak teroksidasi bila dipanaskan,
tetapi dapat dioksidasi secara kimia untuk membentuk oksida perak. Perak pada
umumnya banyak digunakan dalam bentuk campuran dengan logam berat lain.
Logam berat Cu dan Ag digunakan sebagai bahan pembuat koin. Perak juga dalam
industri elektronik karena dikenal sebagai pengantar arus yang baik.
Senyawasenyawa perak banyak digunakan sebagai bahan anti infeksi, senyawa
tersebut adalah perak nitrat (AgNO3) yang merupakan garam yang mudah larut
dalam air, yang digunakan sebagai antiseptik pada luka bakar (Nasra et al, 2014).
Dalam keadaan alamiah, Ag umumnya dalam bentuk yang sangat tidak larut,
bersenyawa dengan sulfida, dan beberapa garam. Unsur ini dapat ditemukan pada
sumber air, air permukaan, dan air minum dengan konsentrasi di atas 5 mg/L, hanya
sebagian kecil perak yang dapat diserap. Unsur ini bila termakan akan mengendap
pada kulit, mata, dan membran mukosa yang dapat menyebabkan hilangnya warna
9

menjadi abu-abu tanpa reaksi nyata. Penyakit ini dinamakan argyria. Hal ini pernah
dilakukan melalui tikus dan menyebabkan kerusakan ginjal (Waluyo, 2018).
2.2.3 Tembaga (Cu)
Tembaga dengan nama kimia cuppcrum dilambangkan dengan Cu. Unsur logam
ini berbentuk kristal dengan warna kemerahan. Dalam tabel periodik unsur-unsur
kimia, tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai
bobot atau berat atom (BA) 63,546. Unsur tembaga di alam, dapat ditemukan dalam
bentuk logam bebas, akan tetapi lebih banyak ditemukan dalam bentuk
peresenyawaan atau sebagai senyawa padat dalam bentuk mineral (Palar,1994).
Tembaga (Cu) adalah logam dengan nomor atom 29, massa atom 63,546 titik
lebur 1083°C, titik didih 2310°C, jari-jari atom 1,173 A° dan jari-jari ion Cu2+ 0,96
A°. Tembaga adalah logam transisi (golongan IB) yang berwarna kemerahan,
mudah regang dan mudah ditempa. Tembaga bersifat racun bagi makhluk hidup.
(Kundari, et al , 2008).
Logam tembaga dan beberapa bentuk persenyawaan seperti CuO, CuCO3,
Cu(OH)2, dan Cu(CN)2 tidak dapat larut dalam air dingin atau air panas, tetapi dapat
dilarutkan dalam asam. Logam tembaga itu sendiri dapat dilarutkan dalam senyawa
asam sulfat panas dan dalam larutan basa NH4OH (Palar, 1994).Tembaga banyak
digunakan pada pabrik yang memproduksi alat-alat listrik, sebagai alloy dengan
perak (Ag), kadmium (Cd), timah putih, dan seng (Zn) (Dharmono, 1995).
Secara biologis Cu tersedia dalam bentuk Cu+ atau Cu2+ dalam garam inorganik
dan kompleks inorganik. Perpindahan Cu dengan konsentrasi relatif tinggi dari
lapisan tanah bumi di tentukan oleh cuaca, proses pembentukan tanah, pengairan,
potensial oksidasi reduksi, jumlah bahan organik di tanah dan pH. Kondisi tanah
yang asam akan meningkatkan kelarutan Cu, sedangkan pada kondisi basa Cu
cenderung dipresitipasi oleh tanah sehingga akan terlarut dan akan terbawa air yang
mengakibatkan defesiansi Cu pada tanaman. Variasi kualitas tanah mempengaruhi
pengambilan Cu oleh akar tanaman. Pada tanaman, Cu diakumulasi diakar dan
dinding sel serta didistribusikan melalui berbagai cara (Merian, 1994).

2.2.4 Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) adalah suatu metode analisis yang


didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang berada pada
10

tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut menyebabkan


tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi yang lebih tinggi. Metode
AAS berprinsip pada absorpsi cahaya oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya
tersebut pada panjang gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Metode
serapan atom hanya tergantung pada perbandingan dan tidak tergantung pada
temperatur. Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi
seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia, dan energi listrik.
Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang menghasilkan
absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi yang dipancarkan bersifat
khas karena mempunyai gelombang yang karakteristik untuk setiap atom bebas.
Adanya absorpsi atau emisi radiasi disebabkan adanya transisi elektronik yaitu
perpindahan elektron dalam atom dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi
lain.(Nasir.M,2019).
Nuraini (2009) menyatakan bahwa dengan pengaturan alat SSA ini maka akan
diperoleh populasi atom pada tingkat dasar yang paling banyak dalam nyala api
yang dilewati oleh radiasi. Atom-atom akan menyerap energi radiasi yang khas dan
kemudian berubah ke keadaan tereksitasi. Semakin banyak atom pada keadaan
dasar maka radiasi yang diserap makin banyak pula. Pada kondisi yang optimum
akan diperoleh serapan yang maksimun. Panjang gelombang yang digunakan
merupakan panjang gelombang maksimun dari masing-masing logam berat. Pada
panjang gelombang ini akan diperoleh searapan maksimun, dimana kosentrasi juga
maksimun sehingga menghasilkan keakuratan yang lebih tinggi. Daya serap yang
dihasilkan pada panjang gelombang maksimun relatif lebih konstan sehingga
diperoleh kurva kalibrasi yang linier.

2.2.5 Prinsip Kerja SSA

Prinsip Spektrofotometri Serapan Atom adalah absorbsi cahaya oleh atom.


Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu tergantung
pada sifat unsurnya. Sinar pada panjang gelombang ini mempunyai energi yang
cukup untuk mengubah orbital elektron suatu atom.Transisi elektron suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorbsi energi, berarti mempunyai energi yang cukup
untuk mengubah elektron suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat
energinya ketingkat eksitasi (Khopkar, 1990).
11

Pada umumnya fraksi atom tereksitasi yang berada pada gas yang menyala kecil
sekali. Pengendalian temperatur nyala penting sekali. Dibutuhkan kontrol tertutup
dari temperatur yang digunakan untuk eksitasi. Kenaikan temperatur menaikkan
efisiensi atomisasi (Khopkar, 1990). Ditinjau dari hubungan antara konsentrasi dan
absorbsi, maka hukum lambert-Beer dapat digunakan jika sumbernya adalah
monokromatis. Pada SSA, panjang gelombang garis absorbsi resonansi identik
dengan garis-garis emisi disebabkan keserasian transisinya. Jelas pada teknik SSA,
diperlukan sumber radiasi yang mengemisi sinar pada panjang gelombang yang
tepat sama pada proses absorbsinya. Dengan cara ini efek pelebaran puncak dapat
dihindarkan. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai hollow cathode (Khopkar,
1990).

2.2.6 Instrumentasi Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

Adapun bagian-bagian dari Spektrofotometri Serapan Atom adalah sebagai


berikut : (Nasir. M, 2019)

1. Sumber Radiasi Resonansi

Sumber radiasi resonansi yang digunakan adalah lampu katoda berongga


(Hollow Catode Lamp) atau Electrodeless Discharge Tube (EDT). Elektroda lampu
katoda berongga biasanya terdiri dari wolfram dan katoda berongga dilapisi dengan
unsur murni atau campuran dari unsur-unsur yang dikehendaki. Tabung lampu dan
jendela (Window) terbuat dari silika atau kuarsa, diisi dengan gas pengisi yang dapat
menghasilkan proses ionisasi. Gas pengisi yang biasanya digunakan ialah Ne, Ar,
atau He.

Pemancaran radiasi resonansi terjadi bila kedua elektroda diberi tegangan, arus
listrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas pengisi.Ion-ion gas yang
bermuatan positif ini menembaki atom-atom yang terdapat pada katoda yang
menyebabkan tereksitasinya atom-atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini
bersifat tida stabil dan akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi
eksitasinya dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang
berada dalam nyala.

2. Tabung gas
12

Tabung gas pada AAS yang digunakan menampung gas pembakar biasanya
digunakan gas pembakar dalam suatu gas pengoksida (oksidan) seperti misalnya
udara dan nitrogen Oksida (N2O). Suhu maksimum yang dihasilkan pada
pembakaran berbagai campuran gas pembakar dengan gas pada tabung yang berisi
gas asetilen. Gas asetilen pada AAS memiliki kisaran suhu ± 20000K dan ada juga
tabung gas yang berisi gas N2O yang lebih panas dari gas asetilen, dengan kisaran
suhu ± 30000K. Regulator pada tabung gas berfungsi untuk pengaturan kecepatan
alir gas pembawa yang akan dikeluarkan dari dalam tabung. Jenis-jenis gas
pembakar pada AAS yang sering digunakan dapat dilihat dari tabel 2.1

Tabel 2.1 Jenis-jenis Gas pembakar pada AAS

Gas Pembakar Gas Oksidan Temperatur °K


Asitilen Udara 2400 – 2700
Asitilen Dinitrogen Oksida 2900 – 3100
Asitilen Oksigen 3300 – 3400
Hidrogen Udara 2300 – 2400
Hidrogen Oksigen 2800 – 3000

3. Atomizer

Atomizer terdiri atas nebulizer (sistem pengabut), spray chamber, dan burner
(sistem pembakar). Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol
(butir-butir kabut yang berukurn partikel 1.5 – 2.0 µm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler (akibat efek dari aliran udara) dengan pengisapan gas bahan bakar
dan oksidan, lalu disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang
halus kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar masuk ke dalam
nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan melalui saluran pembuangan.

Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas
oksidan, bahan bakar, dan aerosol yang mengandung contoh sebelum memasuki
burner. Kemudian Burner merupakan sistem tempat terjadinya atomisasi yaitu
pengubahan kabut/uap garam unsur yang akan dianalisis menjadi atom-atom
13

normal dalam nyala. Chopper digunakan untuk membedakan radiasi yan berasal
dari sumber radiasi, dan radiasi yang berasal dari nyala api.

4. Monokromator

Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui populasi atom
didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan.
Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan radiasi tersebut dilakukan oleh monokromator. Dalam spektroskopi
absorpsi atom fungsi monokromator adalah untuk memunculkan garis resonansi
dari semua garis yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi.

5. Detektor

Detektor berfungsi mengukir radiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan


mengukur intensitas radiasi tersebut dalam bentuk energi listrik. Dalam
spektrofotometer absorpsi atom, mengingat kepekaan spektral yang lebih baik yang
diperlakukan, maka digunakan penggandaan foton. Keluaran dari detektor
diumpankan kesuatu sitem peragaan yang sesuai dan dalam hubungan ini
hendaknya diingat bahwa radiasi yang diterima oleh detektor berasal tidak hanya
dari garis resonansi yang telah diseleksi tetapi dapat juga timbul dari emisi dan
nyala. Emisi ini dapat disebabkan oleh emisi atom yang timbul dari atom-atom yang
diselidiki dan dapat juga dari emisi pita molekul.

6. Recorder

Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh puranti yang dapat
menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi. Rekorder pada instrumen AAS
berfungsi untuk mengubah sinyal yang diterima menjadi bentuk digital, yaitu
dengan satuan absorbansi. Isyarat dari detektor dalam bentuk tenaga listrik akan
diubah oleh rekorder dalam bentuk nilai bacaan serapan atom.
14

2.2.7 Elektrolisis

Gambar 2.1 Rangkaian alat elektrolisis

Elektrolisis merupakan peristiwa kimia sebagai akibat adanya arus listrik disebut
elektrolisis. Elektrolisis terjadi dalam sel elektrolisis yang terdiri dari dua buah
elektroda terhubung dengan sumber arus terendam dalam zat elektrolit suatu bejana.
Pada prinsipnya, ada yang membedakan antara sel galvani dan sel elektrolisis yaitu
reksi dalam sel galvani berlangsung spontan sedangkan pada sel elektrolisis
berlangsung non spontan. Pada sel elektrolisis dibutuhkan energi listrik agar reaksi
berlangsung, sedangkan pada sel galvani tidak dibutuhkan energi listrik namun
dihasilkan energi listrik (Muchtaridi dkk, 2009).

Elektrolisis adalah penguraian suatu elektrolit oleh arus listrik. Sel elektrolisis
merupakan kebalikan dari sel volta. Dalam sel elektrolisi, listrik digunakan untuk
melangsungkan reaksi redoks tak sppontsn dan reaksi kimianya akan terjadi jika
arus listrik dialirkan melalui larutan elektrolit, yaitu energi listrik (arus listrik)
diubah menjadi energi kimia (reaksi redoks). Sel elektrolisis terdiri dari sebuah
elektrode, elektrolit dan sumber arus searah. Elektron memasuki sel elektrolisis
15

melalui kutub negatif (katoda). Spesi tertentu dalam larutan menyerap elektron dan
katoda mengalami reduksi. Sedangkan spesi lain melepas elektron di anoda dan
mengalami oksidasi.(Hendrawan dkk, 2005).

Sel elektrolisi memiliki 3 ciri utama, yaitu:

1. Ada larutan elektrolit yang mengandung ion bebas. Ion-ion ini dapat memberikan
atau menerima elektron sehingga elektron dapat mengalir melalui larutan.

2. Ada dua elektroda dalam sel elektrolisis.

a). Elektroda inert/tidak aktif contoh ( elektroda C, Pt, dan Fe)


b). Elektroda selain inert/aktif contong seng (Zn), tembaga (Cu), dan perak (Ag).
Elekroda yang menerima elektron dari sumber arus listrik luar disebut katoda
(tempat terjadinya reaksi reduksi), sedangkan elektroda yang mengalirkan
elektron kembali ke arus listrik luar disebut anoda (tempak terjadinta reaksi
oksidasi). Katoda merupakan elektroda negatif karena menangkap elektron
sedangkan anoda merupakan elektroda positif karena melepas elektron.

3. Ada sumber arus listrik dari luar seperti baterai yang mengalirkan arus listrik
searah (DC)

2.2.8 Hukum Faraday

Faraday mempelajari hubungan antara jumlah listrik yang digunakan pada


elektrolisis dengan massa produk yang dihasilkan. Hukum faraday pertama
mengenai elektrolisis menyatakan bahwa jumlah perubahan kimia yang terjadi pada
proses elektrolisis bergantung pada jumlah muatan listrik yang melalui sel
elektrolisis tersebut. Hukum Faraday kedua menyatakan bahwa elektrolisis jumlah
muatan listrik yang sama akan menghasilkan jumlah ekuivalen yang sama pula
tanpa bergantung pada jenis zat yang terlibat dalam reaksi elektrolisis (Bird, Tony,
1993).

Hukum Faraday mengenai elektrolisis adalah sebagai berat (w) logam yang
terelektrolisis di permukaan katoda sebanding dengan jumlah muatan yang
dilewatkan (q : columb) yang sebanding dengan kuat arus (I : ampere) dikali waktu
16

(t : detik) untuk jumlah muatan (lt) berat logam yang terelektrolisis sebanding
dengan ekuivalen massa molar logam tersebut (M/nF) (Bird, Tony, 1993)

3. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

3.1.1 Waktu

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2024 hingga April.


Pengambilan sampel limbah cair pengolahan emas dilakukan pada bulan desember
2023. Preparasi dan pengujian sampel dilakukan pada bulan Januari 2024 hingga
bulan April 2024.

3.1.2 Tempat

Sampel limbah cair di ambil di PT Aneka Tambang Pongkor, Bogor, Jawa


Barat. Preparasi dan pengujian sampel dilaksanakan di Laboratorium Kimia Dasar
Jurusan Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Bangka Belitung.

3.2 Alat dan Bahan

3.2.1 Alat

Dalam penelitian ini menggunakan oven UNB 400, mortal, neraca analitik
ohaus, gelas arloji pyrex, spatula stainless steel, pengaduk gelas pyrex, labu takar
pyrex 100 mL, labu takar pyrex 50 mL, pipet volume pyrex 5 mL, pipet volume
pyrex 10 mL, pipet ukur pyrex 25 mL, corong gelas pyrex, gelas ukur pyrex 25 mL,
gelas ukur pyrex 50 mL, botot semprot plastik, bola hisap karet, pipet tetes
borosilikat, labu alas bulat pyrex 250 Ml, hotplate HP0707V2, gelas piala pyrex
100 mL, gelas piala pyrex 250 mL, lemari asam ESCO Fume Hoods EFD-4A-8,
dan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) SHIMADZUU AA-7000.

3.2.2 Bahan
17

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah sampel limbah pengolahan


emas PT TBK Antam, larutan HNO3 pekat 4 M, larutan H2SO4 pekat, asam sulfat
(H2SO4) pekat, kalium permanganat (KMnO4) 5%, kalium persulfat (K2S2O8) 5%,
timah (II) klorida (SnCl2) 10%, larutan HClO4 pekat, larutan H2O2 30%, larutan
hidroksilamin-NaCl, larutan standar tembaga (Cu), larutan standar perak (Ag),
aquabides (H2O) dan kertas saring whatman no. 42.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Rencana Jadwal penelitian

No Uraian kegiatan Jan Feb Mar Apr


1 Pengambilan sampel
2 Preparasi sampel
3 Pengujian sampel
4 Pengumpulan data
5 Pengolahan data

3.4.2 Pengambilan sampel

Sampel diambil dari 2 titik yang berbeda yang pertama sampel diberikan secara
khusus oleh pihak PT TBK Antam Pongkor dan yang kedua sampel diambil di
tempat pembuangan limbah

3.4.3 Analisi kadar logam Tembaga (Cu) dan Perak (Ag) pada sampel limbah
pengolahan emas

Sampel limbah pengolahan emas dikeringkan terlebih dahulu. Ditimbang ± 0,5


gram sampel kering, kemudian dimasukkan dalam tanur pada suhu 600-650 oC
(pengabuan) selama 3-4 jam. Setelah selesai proses pengabuan, sampel dilarutkan
dengan menambahkan 5 mL asam nitrat pekat dan perklorat (HClO4) p.a sebanyak
0,5 mL. Kemudian ditambahkan akuades sampai volume menjadi 100 mL. Lalu
sampel dipanaskan pada hot plate sampai mendidih dan volume berkurang 30 mL.
Bila belum terjadi kabut ulangi penambahan HNO3 sebanyak 5 mL (HClO4) p.a
sebanyak 0,5 mL, kemudian dipanaskan kembali hingga menjadi kabut. Setelah
18

menjadi kabut, tambahkan kembali larutan dengan akuabides sehingga volume


sampai menjadi 100 mL, lalu diendapkan. Sampel yang telah diendapkan disaring
fasa airnya dengan kertas saring. Sampel yang diperoleh siap untuk dianalisis
dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang
gelombang 324,7 nm untuk menganalisis kadar logam berat tembaga (Cu), dan pada
panjang gelombang 328,1 nm untuk menganalisis kadar logam berat perak (Ag)
pada sampel (Panjaitan, 2009).

3.4.4 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Logam Berat Tembaga


(Cu)

3.4.4.1 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu)

Dilarutkan 3,929 gram CuSO4 dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam


labu takar dan diencerkan hingga tanda batas serta dikocok hingga homogen.
Kemudian, larutan standar tembaga (Cu) 100 mg/L dipipet sebanyak 10 mL ke
dalam labu takar 100 mL. Kemudian diencerkan larutan dengan akuabides sampai
tanda batas lalu menghomogenkan (Panjaitan, 2009).

3.4.4.2 Pembuatan Deret Standar Tembaga (Cu)

Larutan induk tembaga (Cu) dengan konsentrasi 100 mg/L diencerkan menjadi
konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm dalam labu ukur
100 mL. Kemudian ditambahkan akubiades sampai tanda batas kemudian
homogenkan. Larutan deret standar siap diukur kadar logam berat tembaga (Cu)
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang
324,7 nm (Panjaitan, 2009).

3.4.5 Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Perak (Ag)

3.4.5.1 Pembuatan Larutan Standar Perak (Ag)

Dilarutkan 1,575 gram AgNO3 dengan akuades kemudian dimasukkan ke dalam


labu takar dan diencerkan hingga tanda batas serta dikocok hingga homogen.
Kemudian, larutan standar tembaga (Ag) 100 mg/L ppm dipipet sebanyak 10 mL
ke dalam labu takar 100 mL. Kemudian diencerkan larutan dengan akuabides
sampai tanda batas lalu menghomogenkan (Panjaitan, 2009).
19

3.4.5.2 Pembuatan Deret Standar Perak (Ag)

Larutan induk Perak (Ag) dengan konsentrasi 100 mg/L diencerkan menjadi
konsentrasi 0 ppm, 5 ppm, 10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, dan 25 ppm dalam labu ukur
100 mL. Kemudian ditambahkan akubiades sampai tanda batas kemudian
homogenkan. Larutan deret standar siap diukur kadar logam berat perak (Ag)
menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang
328,1 nm (Panjaitan, 2009).

3.4.6 Penurunan Kadar Logam Tembaga (Cu) dan Perak (Ag) Secara
Elektrolisis

3.4.6.1 Rangkaian Alat Elektrolisis

Rangkaian alat elektrolisis disusun dengan cara elektroda alumunium (Al) atau
besi (Fe) diletakkan ditengan kawat tembaga (Cu) yang berbentuk kumparan yang
kemudian dijepit dengan penjepit tabung agar kedua elektroda tidak bergeser.
Selanjutnya sepasang elektroda (anoda dan katoda) yang telah direkatkan tersebut
diletakkan didalam aquarium yang berisi sampel dengan posisi menggantung
sehingga elektroda terendam sebagian dalam sampel dengan bantuan penjepit
tabung dan dijepitkan kabel pada bagian atas elektroda (anoda dan katoda), kabel
tersebut kemudian sisi lainnya dihubungkan dengan adaptor AC-DC yang telah
diberi daya listrik dan disetel sesuai pengaturannya (Gunawan, et al., 2018)
20

Gambar 3.1 Rangkaian alat elektrolisis

3.4.6.2 Pengaruh Kuat Tegangan

Seperangkat alat elektrolisis dirangkai, limbah cair elektroplating 300 mL


dimasukkan ke dalam wadah sampel pada rangkaian alat, kemudian tegangan diatur
dengan menggunakan adaptor pada variansi tegangan 3, 6, 9 dan 12 volt dengan
lama waktu kontak 120 menit. Dimatikan adaptor dan diambil hasil cuplikan
elektrolisis kemudian disaring, lalu dianalisis menggunakan AAS. Ditentukan
tegangan optimum dari parameter tersebut berdasarkan besar persentase penurunan
kadar pencemar (Gunawan, et al., 2018).

3.4.6.3 Pengaruh Lama Waktu Kontak

Dirangkai alat elektrolisis, kemudian dimasukkan sebanyak 300 mL sampel


limbah cair elektroplating ke dalam wadah sampel pada rangkaian alat
elektrokoagulasi pada variansi lama waktu kontak 30, 60, 90 dan 120 menit, diatur
kuat tegangan adaptor pada tegangan 12 volt. Dimatikan adaptor dan diambil
cuplikan hasil elektrolisis setelah itu cuplikan hasil elektrolisis disaring, lalu
dianalisis dengan menggunakan AAS. Ditentukan waktu optimum dari parameter
21

tersebut berdasarkan besar persentase penurunan kadar pencemar (Gunawan, et al.,


2018).
22

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, T. (2014). Kontaminasi Logam Berat pada Makanan dan Dampaknya


pada Kesehatan. Jurnal Teknologi Busana Dan Boga, 1(1): 53–65.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta : UI Press
Bird, T. 1993. Kimia Fisik Untuk Univesritas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Dian Asriyati (2006). Penurunan Kadar Merkuri (Hg) dan COD Pada Limbah Cair
Laboratorium Universitas Islam Indonesia Menggunakan Reaktor Elektrolisis
Dengan Elektroda Stainless. UIN Yogyakarta
Fakhrudin, Nurdiana, J. & Wijayanti, D.W. 2017. Analisis Penurunan Kadar Cr
(Chromium), Fe (Besi) dan Mn (Mangan) pada Limbah Cair Laboratorium
Teknologi Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda
dengan Menggunakan Metode Elektrolisis : (10–15)
Fatimah, N., &Gunawan, R. (2018). Penurunan Intensitas Warna Remazol Red
RB 133 dalam Limbah Batik dengan Elektrokoagulasi Menggunakan NaCl.
Jurnal Atomik. 03(1).
Hidayat, F., Fadhilah., & Nasra, E. (2014). Penetuan Kadar Perak (Ag) Dalam
Batuan Termineralisasi Menggunakan Metode Ekstraksi Pelarut Kelat Ditizon
Dengan Variasi pH dan Waktu di Wilayah Tambang Galian Rakyat Bukit Gunjo
Jorong Tanjung Bungo Kec. Bonjol Kab. Pasaman.Fakultas Teknik Universitas
Negeri Padang. Padang
Justiana, Sandri & Muchtaridi.(2009). Kimia 2. Yudhistira. Jakarta
Khopkar, S.M. (1990). Basic Concepts Of Analitical Chemistry. Jakarta: UI Press.
Lia Riniptosari, (2005) Penurunan Kadar Cromium (Cr) dan COD Pada Limbah
Cair Laboratorium Universitas Islam Indonesia Menggunakan Reaktor
Elektrolisis Dengan Elektroda Aluminuim. UIN Yogyakarta
Marlina, (2023) Penurunan Kadar Logam Seng (Zn) Pada Limbah Cair Industri
Batik Dengan Metode Elektrokoagulasi Menggunakan Elektroda Aluminium.
UIN Yogyakarta
Merian, E. 1994. Metals and Their Compounds in The Environment Occurrence
Analysis and Biological Relevance. UCH Verlsggeselicchatt mbH. Weinheim,
Germany
Muhammad Adam Rizky Syawalian , Yohana, Abdul Kahar. (2019). Pengaruh
Kuat Arus dan Tegangan Terhadap Perubahan Kandungan Logam Pada Lindi
TPA Sampah Dengan Metode Elektrolisi Universitas Mulawarman Samarinda
Mulyati, Sri dan Hendrawan.2003. Kimia Fisika II.IMSTEP JICA
23

Nuraini, T. (2009). Metode penetuan kadar logam berat timbal (Pb) dalam sosis
kaleng menggunakan destruksi basah dengan variasi zat pengoksidasi secara
Spektroskopi Serapan Atom (SSA). Skripsi. UIN Malang.
Palar, H. (2004). Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta.
Panjaitan, G. Y. 2009. Akumulasi Logam Berat Tembaga (Cu) dan Timbal (Pb) pada
Pohon Avicennia Marina di Hutan Mangrove.Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
Suhendrayatna. (2001). Heavy Metal Bioremoval by Microorganism A Literature
Study. Tokyo. Sinergi Forum PPI Tokyo Institute of Technology
Waluyo, Lud. 2018. Bioremediasi Limbah. Cetakan Pertama. Malang: Penerbit
Universitas Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai