Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM INSTRUMEN SPEKTROSKOPI

PERCOBAAN VII

PENENTUAN KADAR TEMBAGA (Cu) DALAM SAMPEL AIR SUMUR

DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETER SERAPAN ATOM (SSA)-

NYALA

OLEH:

NAMA : RIZAL SUHARDIMAN

STAMBUK : F1C1 15 098

KELOMPOK : IV (EMPAT)

ASISTEN : BENI SAPUTRA

LABORATORIUM KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS HALU OLEO

KENDARI

2017
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sekitar 70% permukaan bumi diselimuti oleh air. Oleh karena itu, air dapat

dikatakan sebagai bagian yang essensial dari sistem kehidupan. Air mempunyai

kemampuan yang besar untuk melarutkan bermacam-macam zat, baik yang

berupa gas, cairan, maupun padatan. Adanya bahan-bahan yang tidak bermanfaat

akan dapat mengakibatkan penurunan kualitas air. Penurunan kualitas air ini

diakibatkan oleh adanya zat pencemar, baik berupa komponen organik maupun

anorganik. Komponen anorganik diantaranya adalah logam berat yang berbahaya.

Logam-logam berat tersebut diketahui dapat mengumpul di dalam tubuh

organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama sebagai

racun yang terakumulasi. Salah satu logam berat yang berbahaya dan sering

mencemari lingkungan adalah tembaga (Cu).

Tembaga (Cu) merupakan logam kemerahan dengan struktur kristal kubus.

Kebanyakan tembaga digunakan untuk peralatan listrik (60 %), konstruksi, seperti

atap dan pipa (20%), mesin industri, seperti penukar panas (15 %) dan paduan

logam (5 %). Tembaga bisa ditemukan dalam berbagai jenis makanan, dalam air

minum, dan di udara. Karena itu, manusia menyerap sejumlah tembaga saat

makan, minum dan bernapas. Tembaga merupakan elemen yang penting bagi

kesehatan manusia. Namun, jumlah asupan terlalu besar akan menyebabkan

masalah kesehatan. Eksposur tembaga jangka panjang dapat menyebabkan iritasi

pada hidung, mulut, mata, serta menyebabkan sakit kepala, sakit perut, pusing,

muntah dan diare. Terdapat penelitian yang menunjukkan adanya hubungan antara
paparan jangka panjang konsentrasi tinggi tembaga dan penurunan kecerdasan

pada anak.

Mengingat dampak negatif yang muncul akibat kadar tembaga yang tinggi,

maka perlu dilakukan analisis kadar tembaga pada sampel Air Sumur. Hal ini

dimaksudkan agar kita dapat mengetahui layak atau tidak layak air tersebut untuk

di konsumsi dengan mengacu pada standard SNI air minum. Metode yang umum

digunakan dalam penentuan kadar tembaga yaitu metode Spektrofotometri UV-

Vis. Namun pada percobaan ini, kadar tembaga akan ditentukan dengan

menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) atau Atomic

Absorption Spectrophotometer (AAS). Spektrofotometri Serapan Atom adalah

salah satu jenis analisa spektrofometri dimana dasar pengukurannya adalah

pengukuran serapan suatu sinar oleh suatu atom, sinar yang tidak diserap,

diteruskan dan diubah menjadi sinyal listrik yang terukur. Berdasarkan uraian

diatas maka perlu dilakukan praktikum penentuan kadar tembaga (Cu) dalam

sampel air sumur dengan metode Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)-Nyala.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada percobaan penentuan kadar tembaga (Cu) dalam

sampel air sumur dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu

bagaimana cara menentukan kadar tembaga (Cu) dalam sampel air sumur dengan

metode spektrofotometri serapan atom (SSA)?


C. Tujuan

Tujuan pada percobaan penentuan kadar tembaga (Cu) dalam sampel air

sumur dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu untuk

mengetahui cara kadar tembaga (Cu) dalam sampel air sumur dengan metode

spektrofotometri serapan atom (SSA).

D. Manfaat

Manfaat pada percobaan penentuan kadar tembaga (Cu) dalam sampel

air sumur dengan metode spektrofotometri serapan atom (SSA) yaitu dapat

mengetahui cara menentukan kadar tembaga (Cu) dalam sampel air sumur dengan

metode spektrofotometri serapan atom (SSA).


II. TINJAUAN PUSTAKA

Air sumur merupakan sumber utama air minum bagi masyarakat yang

tinggal di daerah perkotaan. Untuk mendapatkan sumber air tersebut umumnya

manusia membuat sumur gali atau sumur pantek. Air sumur gali kualitasnya dapat

dipengaruhi oleh rembesan air limbah rumah tangga, limbah kimia, laundry,

rembesan air sungai terdekat yang sudah tercemar, dan lainnya. Kualitas air sumur

gali yang bersumber pada air tanah membawa residu-residu dari tanah, dan yang

penting untuk diperhatikan adalah adanya sumber polusi yang dapat merembes ke

air tanah (Sasongko dkk., 2014).

Tembaga (Cu) merupakan komponen dari enzim yang diperlukan untuk

menghasilkan energi, anti oksidasi dan sintesa hormon adrenalin, serta untuk

pembentukan jaringan ikat. Namum kelebihan tembaga (Cu) dalam tubuh akan

mengakibatkan keracunan, mual, muntah, dan menyebabkan kerusakan pada hati

dan ginjal. Tembaga (Cu) merupakan logam yang secara alami terdapat dalam air.

Namum kadar kedua logam ini dapat saja bertambah jika ada kontaminasi selama

perjalanan pada air baku (air pegunungan) yang dibawa dalam tangki pengangkut

untuk di distribusikan kepada depot air minum isi ulang serta tidak tertutup

kemungkinan pula dengan semua bahan logam yang ada pada alat pengolahan air

di depot air minum isi ulang (Khaira, 2014).

Penurunan kualitas air ini diakibatkan oleh adanya zat pencemar, baik

berupa komponen organik maupun anorganik. Komponen anorganik diantaranya

adalah logam berat yang berbahaya. Logam-logam berat tersebut diketahui dapat

mengumpul di dalam tubuh organisme, dan tetap tinggal dalam tubuh dalam
jangka waktu yang lama sebagai racun yang terakumulasi. Salah satu logam berat

yang berbahaya dan sering mencemari lingkungan adalah tembaga (Cu).

Kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis logam

berat dengan spektroskopi serapan atom. Hal ini mengakibatkan akurasi hasil

analisis menjadi rendah. Oleh karena itu, sebelum analisis dilakukan destruksi

untuk menghilangkan atau memisahkan kandungan ion lain, dengan perlakuan

awal diharapkan kesalahan pada saat analisis dapat ditekan seminimal mungkin

(Murtini dkk., 2017).

Berbagai metode analisis dapat dilakukan untuk menentukan kadar logam

berat dalam sedimen, namun metode yang paling sering dipakai adalah metode

Spektrofotometer Serapan Atom (SSA). Metode pengukuran logam berat

menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) yaitu pengukuran

berdasarkan penguapan larutan sampel kemudian logam yang terkandung di

dalamnya diubah menjadi atom bebas. Kelebihan zat tembaga (Cu) bisa

menyebabkan keracunan dimana terjadi muntah, kerusakan usus, penuaan dini

hingga kematian mendadak, mudah marah, radang sendi, cacat lahir, gusi

berdarah, kanker, cardiomyopathies, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare,

pusing, mudah lelah, kulit kehitam–hitaman, sakit kepala, gagal hati, hepatitis,

mudah emosi, dan lain sebagainya (Rahayu dkk., 2013).

Larutan sampel diukur dengan menggunakan Spektrofotometri Serapan

Atom pada panjang gelombang 422,7 nm dengan cara di masukkan kedalam nyala

sebagai suatu aerosol yakni suatu kabut yang terdiri dari tetesan yang sangat

halus. Ketika larutan maju melewati nyala, pelarutnya akan menguap dan
dihasilkan bintik-bintik halus yang berupa partikel. Zat ini kemudian berdisosiasi

untuk menghasilkan atom logam. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

merupakan atom-atom suatu logam yang diuapkan dalam suatu nyala dan

serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu lampu

katode rongga, dilapisi dengan logam tertentu yang sedang ditentukan, diukur

(Indrayani, 2016).

Reagen yang dipakai dalam praktikum adalah HNO3. HNO3 berfungsi

untuk mencegah terjadinya endapan besi. Ion besi dapat mengalami hidrolisis di

dalam air dan membentuk Fe(OH)3 yang merupakan padatan. Dengan suasana

asam di dalam air, hidrolisis tidak akan terjadi. Dengan seperti itu, ion besi tetap

larut di dalam air dan tidak membentuk endapan. Pengendapan ini tidak boleh

terjadi karena dapat menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat. Pada

praktikum ini, pengukuran dilakukan dengan cara menghisap fasa cair dari

larutan. Jika terjadi pengendapan, konsentrasi besi di dalam fasa cair akan

berkurang karena membentuk endapan sehingga menyebabkan pengukuran kadar

besi dalam air tersebut tidak akurat (Nuraini dkk., 2015).


III. METODOLOGI PENENLITIAN

A. Waktu dan Tempat

Percobaan Penentuan Kadar Tembaga (Cu) dalam Sampel Air Sumur

dengan Metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dilakukan pada hari

Senin, 04 Desember 2017 pada pukul 13.00-15.00 WITA yang bertempat di

Laboratorium Kimia Analitik Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Halu Oleo, Kendari.

B. Alat dan Bahan

1. Alat

Alat-alat yang digunakan dalam percobaan penentuan kadar tembaga (Cu)

dalam sampel air sumur dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

adalah tabung reaksi, labu takar 100 mL, pipet tetes, Spektrofotometer Serapan

Atom (SSA), kertas saring, lampu Hallow Cathode Fe dan tabung reaksi.

2. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan penentuan kadar tembaga

(Cu) dalam sampel air sumur dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom

(SSA) adalah sampel air sumur, HNO3, larutan standar Cu, dan gas etilen (C2H2).
C. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Larutan Standar

Fe(NO3)2

-ditimbang sebanyak 0,032 gram


-dimasukkan kedalam gelas kimia100
mL yang berisi akuades
-diaduk
-diasamkan

Fe2+ 1000 ppm

2. Pembuatan Larutan Baku 100 ppm

Larutan baku 1000 ppm

-dipipet sebanyak 10 mL
-dilarutkan dalam akuades
-diasamkan
-dimasukkan dalam labu takar 100 mL

Larutan baku 100 ppm


3. Pembuatan larutan standar

Larutan baku 100 ppm

- dimasukkan kedalam 7 labu takar 100


ml

Labu takar Labu takar Labu takar Labu takar Labu takar Labu takar Labu takar
1 = 0 mL 2 =0,5 mL 3 =1 mL 4 = 2 mL 5 = 3 mL 6 = 4 mL 7 = 6 mL

2 mL 4 mL 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL 6 mL
- ditambahkan masing-masing aquades
yang diasamkan sampai tanda tera.
- dihomogenkan
- diukur absorbannya dengan SSA dengan
panjang gelombang 243,8 nm

Larutan standar Fe 0 ppm = 0.0 Abs


Larutan standar Fe 0,5 ppm = 0.045 Abs
Larutan standar Fe 1 ppm = 0.135 Abs
Larutan standar Fe 2 ppm = 0.215 Abs
Larutan standar Fe 3 ppm = 0.355 Abs
Larutan standar Fe 4 ppm = 0.412 Abs
Larutan standar Fe 6 ppm = 0.602 Abs
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Pengamatan

1. Data Pengamatan

a. Pengukuran Absorbans Larutan Standar

No. Larutan Fe Absorbans


1 0 0,00

2 0,5 0,863

3 1 0,045

4 2 0,135

5 3 0,215

6 4 0,355

7 6 0,602

b. Pengukuran Absorbans Sampel

Sampel Absorbans
Air Sumur 0,552
2. Grafik Hubungan Konsentasi dengan Absorbans

0.7
0.6 y = 0.1007x + 0.0147 0.602
R² = 0.9901
0.5
Absorbans

0.4 0.412
0.355
0.3
0.2 0.215
0.1 0.135
0.045
0 0
0 2 4 6 8
Konsentrasi

3. Analisis Data

Dari Kurva Kalibrasi standar di dapatkan persamaan linear (y = 0,100x +

0,014) dimana (y) menyatakan nilai pengukuran absorbansi (x) menyatakan kadar

besi dalam sampel.

1. Diketahui : y = 0,552

a = 0,100

b = 0,014

Ditanyakan : x = ........?

Penyelesaian:

y = ax + b

0,552 = 0,100x + 0,014

0,100 x = 0,552 - 0,014

x = 0,538

0,100

= 5,38 ppm
B. Pembahasan

Air sumur merupakan sumber utama air minum bagi masyarakat yang

tinggal di daerah perkotaan. Kualitas air sumur gali yang bersumber pada air tanah

membawa residu-residu dari tanah, dan yang penting untuk diperhatikan adalah

adanya sumber polusi yang dapat merembes ke air tanah. Selain material pengotor

yang diperhatikan pada air sumur, tentunya kandungan dari air sumur tersebut

juga harus diketahui sehingga layak untuk dikonsumsi. Salah satu kandungan

tersebut adalah kadar logam berat seperti tembaga (Cu). Dalam kadar yang

normal, tembaga merupakan unsur esensial yang memiliki peranan penting bagi

makhluk hidup. Namun, jika dalam dosis yang berlebihan akan berdampak

terhadap kesehatan manusia diantaranya bisa menyebabkan keracunan (muntah),

kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak, radang sendi, cacat

lahir, gusi berdarah, kanker, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing,

mudah lelah, hepatitis, hipertensi, insomnia dan lain sebagainya.

Analisis kuantitafif yang digunakan untuk mengetahui kadar tembaga (Cu)

pada sampel adalah dengan metode Spektrofotometri Serapan Atom (SSA).

Spektrofotometri Serapan Atom menggunakan prinsip absorbansi cahaya oleh

atom (atom netral). Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang

gelombang tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Untuk mendapatkan atom

netral, dilakukan proses yang disebut atomisasi. Atomisasi terjadi dalam nyala

dengan proses dimulai dari analisis sampel (cair) menjadi kabut halus, kabut halus

menjadi partikel halus, kemudian menjadi gas dan terakhir menjadi atom netral.

Atom netral ini mampu menyerap cahaya dengan panjang gelombang spesifik
yang dipancarkan oleh lampu Hollow Cathode. Lampu ini hanya memancarkan

cahaya dalam bentuk spektra garis yang hanya sesuai dengan unsur tertentu.

Atom-atom dari sampel akan menyerap sebagian sinar yang dipancarkan oleh

sumber cahaya. Penyerapan energi oleh atom terjadi pada panjang gelombang

tertentu sesuai dengan energi yang dibutuhkan oleh atom tersebut. Dengan

menyerap energi, atom dalam keadaan dasar dapat mengalami eksitasi ke tingkat

yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, sehingga atom akan kembali ke

tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi. Selisih

antara sinar yang dipancarkan dengan sinar yang tertangkap pada detector

mengidentifikasikan bahwa selisih tersebut merupakan cahaya yang diserap oleh

atom tersebut.

Tahapan pertama yang dilakukan pada percobaan ini adalah pembuatan

seri larutan standar dengan menggunakan padatan CuCO3 untuk membuat larutan

Cu2+ dengan konsentrasi 1000 ppm. Larutan seri Cu yang dibuat diasamkan

dengan menggunakan HNO3. HNO3 berfungsi untuk mencegah terjadinya

endapan tembaga. Ion tembaga dapat mengalami hidrolisis di dalam air dan

membentuk Cu(NO3)2 yang merupakan padatan. Dengan suasana asam di dalam

air, hidrolisis tidak akan terjadi. Dengan seperti itu, ion tembaga tetap larut di

dalam air dan tidak membentuk endapan. Pengendapan ini tidak boleh terjadi

karena dapat menyebabkan pengukuran menjadi tidak akurat. Pada praktikum ini,

pengukuran dilakukan dengan cara menghisap fasa cair dari larutan. Kemudian

dari larutan standar tersebut digunakan untuk membuat larutan baku dengan

konsentrasi 100 ppm. Selanjutnya dilakukan pengukuran absorbansi dengan


menggunakan SSA dalam lima variasi konsentrasi, yaitu 5, 10, 15, 20 dan 25

ppm. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh nilai absorbansi untuk masing-

masing variasi volume berturut-turut adalah 0.086, 0.1609, 0.2387, 0.3230 dan

0.3875 ppm.

Hasil pengamatan dan perhitungan persamaan regresi yang didapat pada

percobaan ini adalah y = 0.0181x - 0.0148 dengan R² = 0.9545. Nilai R2 adalah

fraksi antara 0,0 sampai 1,0. Semakin kecil nilai R2, maka persamaan regresi yang

didapat semakin tidak bagus untuk digunakan. Semakin mendekati 1, maka

persamaan regresi yang didapat sangat baik untuk digunakan. Karena R2 yang

didapat mendekati 1, maka persamaan regresi yang didapat sangat baik untuk

digunakan.

Kadar tembaga yang terdapat dalam air sumur berdasarkan hasil analisis

yaitu, 10,93 ppm untuk sampel A dan 18,11 ppm untuk sampel B. Menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

Minum, kadar tembaga maksimum dalam air adalah 0,01 mg/L atau 0,01 ppm.

Sampel yang digunakan pada praktikum ini mempunyai konsentrasi di atas 0,01

ppm. Sehingga tidak baik untuk dijadikan air konsumsi. Khaira (2014)

melaporkan bahwa kelebihan zat tembaga (Cu) bisa menyebabkan keracunan

dimana terjadi muntah, kerusakan usus, penuaan dini hingga kematian mendadak,

mudah marah, radang sendi, cacat lahir, gusi berdarah, kanker, cardiomyopathies,

sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, kulit kehitam–

hitaman, sakit kepala, gagal hati, hepatitis, mudah emosi, dan lain sebagainya.
V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa

konsentrasi tembaga dalam air dapat ditentukan dengan mengukur spektrum

serapan dari masing-masing larutan standar dengan menggunakan menggunakan

Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) dan membandingkan absorbansinya

dengan air yang akan ditentukan konsentrsi tembaganya. Kadar tembaga dalam

sampel yaitu, 10,93 ppm untuk sampel A dan 18,11 ppm untuk sampel B yang

berarti air tersebut tidak layak untuk dikonsumsi. Menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/SK/VII/2002 Tentang

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum, kadar tembaga maksimum

dalam air adalah 0,01 mg/L atau 0,01 ppm. Sampel yang digunakan pada

praktikum ini mempunyai konsentrasi di atas 0,01 ppm. Sehingga tidak baik untuk

dijadikan air konsumsi.


DAFTAR PUSTAKA

Indrayani, F., 2016, Analisis Kandungan Logam Kalsium Air Tahu dengan
Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom, Journal of
Pharmaceutical Science and Herbal Technology, Vol. 1(1).

Khaira, K., 2014, Analisis Kadar Tembaga (Cu) dan Seng (Zn) dalam Air Minum
Isi Ulang Kemasan Galon di Kecamatan Lima Kaum Kabupaten Tanah
Datar, Jurnal Sainstek, Vol. 4(2).

Murtini, Rum, H. dan Gunawan, 2017, Efek Destruksi Terhadap Penentuan Kadar
Cu (II) dalam Air Sumur, Air Laut dan Air Limbah Pelapisan Krom
Menggunakan AAS, Research Gate, Vol. 2(4).
Nuraini, Iqbal dan Sabhan, 2015, Analisis Logam Berat dalam Air Minum Isi
Ulang (AMIU) dengan Menggunakan Spektrofotometri Serapan Atom
(SSA), Gravitasi, Vol. 14(1).

Rahayu, B., Mery, N. dan Tahril, 2013, Analisis Logam Zink (Zn) dan Besi (Fe)
Air Sumur di Kelurahan Pantolongan Kecamatan Palu Utara, J. Akad. Kim.
Vol. 2(1): 1-4.

Sasongko, E.B., Endang, W. dan Rawuh, E.P., 2014, Kajian Kualitas Air dan
Penggunaan Sumur Gali Oleh Masyarakat di Sekitar Sungai Kaliyasa
Kabupaten Cilacap, Jurnal Ilmu Lingkungan, Vol 12(2): 72-82.
LAPORAN SEMENTARA

Anda mungkin juga menyukai