Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN KELOMPOK 1

I. JUDUL
Penetapan Kadar Fosfat dalam Pupuk Secara Spektrofotometri Sinar
Tampak
II. TUJUAN
Menetapkan kadar fosfat dalam sampel pupuk yang mengandung
senyawaan fosfat.
III. PRINSIP
Pupuk yang mengandung fosfat dipreparasi untuk membuat
fosfatnya larut dalam air. Proses pelarutan dapat dilakukan dengan
memanaskan pupuk tersebut dalam pelarut yang bersifat asam. Ion fosfat
dapat direaksikan dengan senyawaan molibdat untuk membentuk reaksi
kompleks yang berwarna kuning. Intensitas warna sebanding dengan
kandungan ion fosfat dan dapat diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang sekitar
450 nm.
IV. DASAR TEORI
Spektrofotometer sinar tampak adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar uv
mempunyai panjang gelombang 200-400 nm dan sinar tampak (visible)
380-780 nm. Pengukuran spektrofotometer yang melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis sehingga
spektrofotometer uv-vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif, konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan
linearitas antara absorban dengan konsentrasi analit berbanding terbalik
dengan transmittan (Rohman, 2007). Phospat atau fosfat adalah sebuah ion
poliatomik atau radikal terdiri dari satu atom fosfirus dan empat oksigen.
Dalam bentuk ionnya, fosfat memiliki sebuah -3 muatan formal, dan
dinotasikan PO43-. Fosfat merupakan satu-satunya bahan galian yang
mempunyai siklus, unsur fosfor di alam diserap oleh makhluk hidup,
senyawa fosfat pada jaringan makhluk hidup telah mati terurai,
terakumulasi dan terendapkan di lautan. Proses terbentuknya endapan
fosfat ada tiga, fosfat primer, fosfat sedimenter dan fosfat guano. Fosfat di
alam ada dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan senyawa fosfat
anorganik. Fosfat organik terdapat pada tumbuhan dan hewan sedangkan
fosfat anorganik terdapat di air dan tanah. Fosfat terapat dalam air alam
atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organic.
Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari pupuk yang masuk kedalam
sungai atau dalam organisme air.
V. REAKSI
HPO43-(aq) + 3NH4+(aq) + 12MoD42-(aq) + 23H+ ( NH4)3[P(Mo3D10)4](s)
+ 12H2O(l)
NH4PO3(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + HPO3(aq)

VI. CARA KERJA


1. Pembuatan Larutan Amonium Molibdovanadat

Dilarutkan Larutan
Ditimbang 2
dengan 12,5 mL
gram Kristal didinginkan
Amonium aquades panas
(Larutan 1)
Molibdovat

Ditimbang 0,1 Dilarutkan Larutan


gram Amonium dengan 12,5 mL didinginkan
Metavanadat aquades panas

Ditambah 22,5
mL larutan
Larutan 2
HClO4 60%
sedikit demi
sedikit

Larutan 1 dan 2 Dipindahkan Ditera dengan


digabungkan ke labu takar akuades dan
sambil diaduk 100 mL dihomogenkan
2. Pembuatan Larutan Induk Fosfat (P-PO4) 100 mg/L

Ditimbang Dilarutkan dengan Larutan ditera


0,1097 gram aquades ke labu dan
KH2PO4 takar 100 mL dihomogenkan

3. Pembuatan Deret Standar (P-PO4)

Larutan Induk
Fosfat 100 mg/L

0 10 20 30 40 50 60
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm

0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0


mL mL mL mL mL mL mL

Dimasukkan ke
labu takar 50 mL

Masing-masing larutan ditambahkan 5 mL


amomonium molibdovanadat , ditera dengan
aquades, dan dihomogenkan

4. Preparasi Sampel Pupuk

Ditimbang pupuk Dimasukkan ke Ditambahkan 100


sebanyak 5,0215 gelas piala 1 L mL HNO3 sambil
gram dipanaskan dan
diaduk di Hotplate
Diaduk Ditambahkan Sampel
dihotplate aquades 500 mL. didinginkan dan
sampai volume Dipanaskan kembali dipindahkan ke
berkurang sampai volume labu takar 2500
setengahnya berkurang mL (Kuantitatif)
separuhnya

Ditera dengan Larutan sampel Ditambahkan 5


aquades dan disaring. Filtrat mL larutan
dihomogenkan dipindahkan ke LT Ammonium
100 mL masing- Molibdovanadat.
masing 10 mL

Ditera dengan Standar dan


Preparasi Sampel
aquades dan dilakukan minimal 5 sampel didiamkan
dihomogenkan kali pengulangan 10 menit.

Diukur dengan
Spektrofotometer
sinar tampak pada
panjang gelombang
450 nm

VII. DATA PENGAMATAN


Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel Dan Reagen
Nama bahan Pengamatan fisik
No
atau reagen Warna Bau Wujud
Tidak
1 KH2PO4 Tidak berbau Larutan
Berwarna
Tidak
2 Pupuk Tidak Berbau Larutan
Berwarna
Ammonium
3 Kuning Tidak Berbau Larutan
Molibdovanadat
Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Fosfat (P-PO4) Induk

Bobot Volume
Warna Perhitungan konsentrasi
garam labu takar
Larutan standar induk P-PO4 (mg/L)
fosfat (mg) (mL)
- - - -

Data Pembuatan Deret Larutan Standar (Lampirkan Kurva Kalibrasi)

Volume standar Konsentrasi deret


Volume labu
No induk yang standar yang dibuat
takar (mL)
dipindah (mL) (mg/L)

1 0.00 50 0
2 5.00 50 10
3 10.00 50 20
4 15.00 50 30
5 20.00 50 40
6 25.00 50 50
7 30.00 50 60
Slop 0.0322
Intersep 0,0111
Regresi 0.9976

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi


0 0.0225
10 0.1048
20 0.2619
30 0.3743
40 0.4898
50 0.5726
60 0.6936
Sampel Absorbansi
Sampel 1 0.1812
Sampel 2 0.1798
Sampel 3 0.1801
Sampel 4 0.1798
Sampel 5 0.1798

Data Preparasi Sampel Dan Penentuan Kadar Fosfat Dalam Sampel

Volume Kadar
Bobot sampel Volume C terukur analit
No sampel yang labu takar Fp di alat dalam
(mg) dipindah akhir (mL) (mg/L) sampel
(mL) (%)
1 5021.5 10 50 5 13.4234 0,07
2 5021.5 10 50 5 13.2973 0,07
3 5021.5 10 50 5 13.3243 0,07
4 5021.5 10 50 5 13.2973 0.07
5 5021.5 10 50 5 13.2973 0.07
Ʃ 0.35
Rata-rata 0,07
Simpangan Baku (SB) 0,00
% Simpangan Baku Relatif (%SBR) 0.00

VIII. PERHITUNGAN
a. Standar Induk
Volume labu takar x Mr KH2PO4 x C std
mg standar induk = Ar P04
g mg
0,25 L x 136 ⁄mol x 100 ⁄L
= g
95 ⁄mol
= 35,7895 mg
= 0,0358 g

b. Pembuatan deret standar larutan induk 100 mg/L


V1.M1 = V2.M2
𝑉2 𝑋 𝑀2
1. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 0,00 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 0,00 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
2. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 10 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 5,0 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
3. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 20 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 10,00 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
4. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 30 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 15,00 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
5. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 40 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 20,00 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
6. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 50 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 25,00 mL

𝑉2 𝑋 𝑀2
7. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 60 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L

V1 = 30,00 mL

c. C terukur
1. y = 0,0111x + 0,0322
0,1812 = 0,0111x + 0,0322
0,1812−0,0322
X = = 13,4234 mg/L
0,0111

2. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111

3. y = 0,0111x + 0,0322
0,1801 = 0,0111x + 0,0322
0,1801−0,0322
X = = 13,3243 mg/L
0,0111

4. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111

5. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111

d. Kadar PO4 dalam sampel


mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
1. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,4234 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg
= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
2. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,2973 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg

= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
3. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,3243 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg

= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
4. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,2973 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg

= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
5. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,2973 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg

= 0,07%
IX. PEMBAHASAN

Penetapan kadar fosfat dapat dilakukan secara spektrofotometer sinar


tampak pada panjang gelombang 450 nm. Fosfat adalah ion poliatomik atau
radikal terdiri dari satu atom fosforus dan 4 atom hidrogen, fosfat memiliki ion -3.
Fosfat (PO4-3) memiliki 2 bentuk yaitu organik dan anorganik. Fosfat organik
terdapat pada tumbuhan dan hewan, sedangkan fosfat anorganik tedapat di air dan
tanah. Fosfat terdapat di air atau air limbah dalam bentuk ortofosfat, polifosfat,
dan fosfat anorganik. Pada daerah pertanian fosfat berasal dari pupuk yang masuk
kedalam sungai.

Pupuk yang mengandung fosfat dipreparasi untuk membuat fosfatnya larut


dalam air dengan memansakan pupuk dalam pelarut asam. Sebelum dilakukan
preparasi sampel dilakukan perhitngan deret satndar dari standar yang telah
diketahui konsentrasinya secara pasti sehingga dari hal ini dapat diperoleh
persamaan regresinya yaitu y=0,0322 + 0,0111x. Kemudian dilakukan preparasi
sampel fosfat, ion fosfat direaksikan dengan larutan molibdovanadat sehingga
membentuk senyawa kompleks berwarna kuning. Karena larutan berupa larutan
berwana, maka digunakan spektrofotometer sinar tampak/visible.

Spektrofotometer visible memiliki cahaya yang bersifat polikromatis,yang


akan diubah menjadi cahaya monokromatis pada prisma di monokromator.
Cahaya dengan panjang gelombang 450 nm akan dilewatkan melalui sampel. Pada
sampel cahaya ada yang diserap, diterukan, dan dipantulkan. Cahaya
monokromatis akan diteruskan sampai ke detekor, kemudian pada deterktor
cahaya monokromatis akan dihitung berapa yang berkurang,sehingga akan
diperoleh absorbansi. Absorbansi yang diperoleh sebanding dengan konsentrsai
sampel.

Pada preparasi sampel digunakan pengenceran 5x dan ulangan sebanyak 3x.


Data yang dihasilkan berupa absorbansi, sehingga dapat dihitung Cterukur dari
persamaan regresi yang dihasilkan dari deret standar,yang akan digunakan untuk
menghitung kadar sampel yaitu 0,07% dengan % SBR dari ulangan adalah 0,00%.

X. KESIMPULAN

Dari hasil praktikum diperoleh data :

Slop = 0,0111 Persamaan regresi = 0,0322 + 0,0111x

Intersep = 0,0322 Koefisen korelasi (r) = 0,997

Rerata kadar fosfat = 0,07% %SBR = 0,00%.


XI. DAFTAR PUSTAKA
 Mulya, H. Muhammad dan Suherman.1995. Analisis Instrumental.
Jakarta: Erlangga.
 Day, RA dan Underwood. AL.2009. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi
Keenam. Jakarta: Erlangga

XII. TES FORMATIF


1. Apakah perlu dilakukan pencarian panjang gelombang maksimum ?
Jawab : perlu, karena pengukuran absorbansi pada analisis kuantitatif
dengan metode spektrofotometri baik zata tunggal maupun zat campur
pada prinsipnya harus dilakukan pada panjang gelombang minimum.
2. Apakah sampel pupuk larut sempurna ? Jelaskan !
Jawab : iya, karena pada saat pembuatan sampel pupuk menggunakan
asam nitrat (1:3) untuk membuat sampel larut sempurna.
3. Apakah senyawa fosfat dapat ditentukan pada panjang gelombang UV ?
Jawab : tidak, karena panjang gelombang untuk fosfat yaitu 450 nm
sedangkan panjang gelombang UV sebesar 200-300 nm.
4. Apakah warna komplemen dari warna kuning ?
Jawab : warna ungu
5. Warna apakah yang diserap oleh larutan sampel ?
Jawab : warna ungu karena warna komplementer (warna yang terlihat)
yaitu kuning

11
LAPORAN KELOMPOK 2

I. JUDUL
Penetapan Presisi dan Akurasi Metode Penetapan Besi (Fe) dalam Air
Limbah Secara Spektrofotometri Sinar Tampak.
II. TUJUAN
Menetapkan kadar besi dalam air limbah secara spektrofotometri sinar
tampak.
III. PRINSIP
Mineral besi yang terkandung dalam air limbah dipreparasi
dengan teknik pengabuan kering. Teknik ini menjadikan mineral besi
dan mineral lainnya, serta bahan organik teroksidasi. Selanjutnya,
oksida mineral dilarutkan dalam asam nitrat dan ditambahkan KCNS
20% untuk membentuk senyawaan kompleks bewarna merah darah.
Senyawaan berwarna tersebut diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang
maksimum sekitar 490 nm. Ketelitian hasil pengujian dilihat dari hasil
perhitungan nilai %RPD atau %RSD.
IV. DASAR TEORI
Besi adalah unsur dari golongan transisi. Besi mempunyai simbol
Fe dan nomor atom 26. Besi merupakan logam transisi yang berada
pada golongan VIII B dan periode 4. Besi adalah logam paling
melimpah nomor dua setelah alumunium. Buangan industri yang
mengandung persenyawaan logam berat Fe bukan hanya bersifat
toksik terhadap tumbuhan, tetapi juga terhadap hewan dan manusia,
Kadar besi (Fe) > 1 mg/L dianggap membahayakan kehidupan
organisme akuatik (Moore, 1991). Untuk mengetahui keberadaan besi
dalam konsentrasi yang rendah, diperlukan satu metode yang handal
dan mampu pada rentang konsentrasi yang rendah. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah metode spektrofotometri sinar tampak.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis
instrumental yang menggunakan dasar interaksi energi dan materi.
Spektrofotometri dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi suatu

12
larutan melalui intensitas serapan pada panjang gelombang tertentu.
Panjang gelombang yang dipakai adalah panajang gelombang
maksimum yang memberikan absorbansi maksimum. Salah satu
prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena penyerapan
sinar oleh spese kimia tertentu di daerah ultra violet dan sinar tampak
(visible).
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar
tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat
oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia
adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki
energi sebesar 299– 149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau
berada pada kulit atom 4 dengan energi terendah disebut keadaan dasar
(ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat
elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya atau sinar tampak terdiri dari suatu bagian sempit kisaran
panjang gelombang dari radiasi elektromagnetik dimana mata manusia
sensitive. Radiasi dari panjang gelombang yang berbeda ini dirasakan
oleh mata kita sebagai warna berbeda, sedangkan campuran dari semua
panjang gelombang tampak seperti sinar putih, memiliki panjang
gelombang mencakup 400-700 nm. Panjang gelombang dari berbagai
warna adalah sebagai berikut :

13
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif
spektrofotometri di mana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan
rumus di atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak
tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang
mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut,
struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and
Underwood, 1999; Rohman, 2007). Menurut Roth dan Blaschke
(1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan untuk
menggantikan absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1
% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm sehingga dapat diperoleh
persamaan:

A=𝐴1 1 .b.c

Dimana: 𝐴1 1 = absorptivitas spesifik

b = ketebalan sel

c = konsentrasi senyawa terlarut (g/100ml larutan)

Bagian terpenting spektrofotometer adalah sebagai berikut:

1. Sumber-sumber lampu
Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah tampak (visible) pada
panjang gelombang antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor
Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma maupun grating.
Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil
penguraian.
3. Kuvet (sel)

14
Kuvet digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke
dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah
meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan.
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca
corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah
ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang
khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan
ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1
mm sampai 10 cm bahkan lebih.
4. Detektor
Detektor berperanan untuk memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat
listrik.

V. REAKSI
Fe 3+ (aq) + 6 SCN- (aq) [Fe (SCN)6]3- (aq)
VI. CARA KERJA
- Pembuatan Larutan Induk Fe 100 mg/L

Dimasukkan dalam labu


Ditimbang 0.0861 g
takar 100 mL
Fe(NH4)(SO4)2 . 12H2O
(+) 5-10 tetes H2SO4 1:3

Ditera dengan akuades dan


Dihomogenkan

15
- Pembuatan Deret Standar Fe

Larutan Induk Fe 100 mg/L

0,0 0,5 1,0 2,0 3,0 4,0 mg/L

0,00 0,25 0,50 1,00 1,50 2,00 mL

Labu Takar 50 mL

(+) 1,5 mL HNO3 1:3

(+) 1,5 mL KCNS 20%

Ditera dengan akuades dan dihomogenkan.

- Preparasi Sampel Air Limbah Untuk Uji Akurasi

Dipipet 25 mL sampel air Ditambahkan larutan (+) 1,5 mL HNO3


limbah ke labu takar 50 Induk Fe 100 mg/L (+) KCNS 20 %
mL seperti pada pembuatan
deret pada tiap Labu
takar (0.0; 0.5 ; 1.5 ; 2.5)

Ditera dengan akuades


Dilakukan 5x
dan Dihomogenkan
Pengulangan

16
VII. DATA PENGAMATAN

A.Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

Nama Bahan Pengamatan Fisik


No.
atau Reagen Warna Bau Wujud

1 Air Limbah Tidak Berwarna Tidak Berbau Cairan

2 KCNS 20 % Tidak Berwarna Tidak Berbau Larutan

3 HNO3 1:3 Tidak Berwarna Bau Khas Asam Nitrat Larutan


4 Fe(NH4)(SO4)2 Ungu Tidak Berbau Kristal

B. Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Induk Fe

Volume
Warna Konsentrasi Std.Induk Fe
Bobot Besi (mg) Labu Takar
Larutan (mg/L)
(mL)
Tidak 99,7491
85,9000 100
Berwarna

C. Data Pembuatan Deret Larutan Standar (Lampirkan Kurva Kalibrasi)

Volume Konsentrasi Volume Labu Konsentrasi Deret


No Standar Induk yang Takar yang Standar yang Absorbansi
Ŷ
dipindahkan (mL) Dipergunakan Dibuat (mg/L)

1 0.0 50 0.00 0.0038 0.0109


2 0.5 50 1.00 0.1240 0.1195
3 1.0 50 2.00 0.2339 0.2281
4 1.5 50 3.00 0.3379 0.3367

17
5 2.0 50 4.00 0.4438 0.4453
6 2.5 50 5.00 0.5514 0.5539
Slop 0.1086
Intersep 0.0109
Koefisien Korelasi 0.9997

Kurva Kalibrasi Penetapan Fe


0.6

0.5 y = 0.1016x - 0.0082


R² = 1.0000
0.4

0.3
ŷ
ŷ

0.2 Linear (ŷ)


0.1

0
0 1 2 3 4 5 6
-0.1
Konsentrasi (mg/L)

D. Data Hasil Pembacaan Absorban Sampel

Kode Sampel Abs


Blangko 0.0063
Sampel 1 0.0875
Sampel 2 0.919

E. Data Hasil Pembahasan Absorban Adisi

Konsentrasi
Kode Sampel Abs
(mg/L)
Adisi 0 0.00 0.0946

18
Adisi 1 1.00 0.2029
Adisi 2 2.00 0.3182
 Slope = 0.1070
Adisi 3 3.00 0.4114
 Intersep = 0.0965
Adisi 4 4.00 0.5256
 Regresi = 0.9997
Adisi 5 5.00 0.6312

VIII. PERHITUNGAN
1. Perhitungan Bobot Larutan Induk NH4Fe(SO4)2.12H2O
Bobot NH4Fe(SO4)2.12H2O = BM NH4Fe(SO4)2.12H2O x 100 mg/L x 100 mL x 10 -3 L/mL

BA Fe
= 482 g/mol x 100 mg/L x 0.1 L
56 g/mol
= 86.0714 mg
= 0.0861 g

2. Pembuatan Larutan Deret Standar


a) 0 ppm b) 1 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 50 mL x 0 mg/L V1 = 50 mL x 1 mg/L
100 mg/L 100 mg/L
V1 = 0 mL V1 = 0.5 mL

c) 3 ppm d) 5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 50 mL x 0 mg/L V1 = 50 mL x 0 mg/L
100 mg/L 100 mg/L
V1 = 1.5 mL V1 = 2.5 mL

3. Perhitungan Standar Eksternal


Persamaan Regresi : y = 0.0109 + 0.1086
Intersep (a) : 0.0109

19
Slop (b) : 0.1086

X=0 X=3
ŷ = a + bx ŷ = a + bx
= 0.0109 + 0.1086 (0) = 0.0109+0.1086(3)
= 0.0109 = 0.3367

X=1 X= 4
ŷ = a + bx ŷ = a +bx
= 0.0109 + 0.1086 (1) = 0.0109 +0.1086 (4)
= 0.1195 = 0.4453

X=2 X= 5
ŷ = a + bx ŷ = a + bx
= 0.0109 + 0.1086 (2) = 0.0109 + 0.1086 (5)
= 0.2281 = 0.5539

4. Konsentrasi Sampel Menurut Standar Eksternal


- Sampel 1
y = a + bx
𝒚−𝒂
x= 𝒃
0.0875−0.0109
x= - Rata- Rata Konsentrasi
0.1086
𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 1+𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 2
x = 0.7053 = 2
0.7053+0.7458
- Sampel 2 =
2

y = a + bx = 0.7256
𝑦−𝑎
x= 𝑏
0.0919−0.0109
x= 0.1086

x = 0.7458

20
5. Kadar Sampel Analit
- Kadar Sampel 1 = Konsentrasi x Fp
50 𝑚𝐿
= 0.7053 mg/L x - Rata – Rata Kadar
25 𝑚𝐿
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 1+𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 2
=1.4106 mg/L = 2
(1.4106+1.4916)𝑚𝑔/𝐿
- Kadar Sampel 2= Konsentrasi x Fp = 2
50 𝑚𝐿
= 0.7458 mg/L x = 1.4511 mg/L
25 𝑚𝐿

=1.4916mg/L

𝑺𝒆𝒍𝒊𝒔𝒊𝒉 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓
6. %RPD = 𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒙 𝟏𝟎𝟎%

(1.4916−1.4106)𝑚𝑔/𝐿
= 𝑥 100% = 5.58%
1.4511

7. Menghitung Konsentrasi Sampel menurut Standar Adisi


y = a +bx
y=0
0 = a +bx
−𝑎 −0.965
x = | 𝑏 |  x = | 0.1070 | = 0.9019 mg/L

8. Kadar Fe (mg/L)
= konsentrasi sampel adisi x Fp
50 𝑚𝐿
= 0.9019 mg/L x 25 𝑚𝐿

= 1.8038 mg/L

IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, ditetapkan kadar Fe dalam sampel air limbah
secara metode KCNS dengan menggunakan spektrofotometer sinar
tampak (visible). Penetapan ini menggunakan spektrofotometer sinar
tampak dikarenakan spektrofotometer mampu menetapkan absorban
dari suatu analit dengan konsentrasi kecil (ppm). Dimana
spektrofotometer sinar tampak didasarkan pada serapan dengan
panjang gelombang 400 nm – 800 nm yang mampu menyebabkan

21
terjadinya transisi di antara tingkat energi elektronik molekul. Transisi
ini dapat terjadi antara orbital ikatan (bonding) atau orbital anti ikatan
(non-bonding). Panjang gelombang sinar yang diserap sebanding
dengan perbedaan tingkat energi orbital. Spektrofotometer ini
melakukan analisis secara molekuler, dimana hanya sebuah molekul
dan dengan syarat berwarna (larutannya) agar terbaca pada alat ini,
oleh sebab itu pada penetapan ini analit Fe dengan spesi Fe3+
direaksikan dengan KCNS dalam suasana asam (penambahan HNO3)
yang akan menghasilkan molekul kompleks Fe(SCN)3 yang berwarna,
dengan panjang gelombang yang diujikan sebesar 490 nm. Karena
berdasarkan literatur ditemukan bahwa panjang gelombang maksimum
berada pada nilai tersebut sehingga dapat diperkirakan rentang
scanning agar cepat dan tepat. Setelah dilakukan scanning pada alat,
didapat panjang gelombang maksimum sebesar 472,0 nm. Hal tersebut
terjadi karena pada literatur yang menyatakan bahwa panjang
gelombang maksimun berapa pada nilai 490 nm memiliki keadaan
pengujian yang berbeda pada saat penetapan ini dilakukan, sehingga
terjadi pergeseran nilai panjang gelombang maksimum dikarenakan hal
tersebut.
Pengadsorbsian sinar tampak oleh suatu molekul akan
menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorbs maksimum dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada
pada molekul yang sedang dianalisis. Jika suatu molekul sederhana
dikenakan sinar radiasi elektromagnetik, maka molekul tersebut akan
menyerap radiasi elektromagnetik yang sesuai. Interaksi antarmolekul
dengan radiasi ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada
tingkat keadaan tereksitasi. Jika suatu radiasi elektromagnetik
menembus suatu larutan, maka cahaya akan diserap, diteruskan, dan
dipantulkan (dianggap tidak ada karena sangat kecil). Bagian yang
terserap adalah pengukuran absorban atau transmitan. Senyawa yang
dapat menyerap cahaya tersebut adalah senyawa yangmemiliki
pasangan elektron yang tak berpasangan atau gugus kromofon.

22
Pada praktikum ini tahapan pertama yang dilakukan adalah
pembuatan larutan induk Fe 100 ppm dari melarutkan garam
Fe(NH4)2(SO4)2.12H2O dengan akuades dan ditambahkan asam,
penambahan asam adalah untuk suasana dan mampu membantu
pembentukan senyawa kompleks berwarna dengan KCNS, selain itu
asam digunakan untuk menghindari terjadinya hidrolisis sehingga
mencegah terbentuknya endapan Fe(OH)2.
Selanjutnya dilakukan pembuatan deret standar dengan konsentrasi
sebesar 0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm, dan 2,5 ppm dari
induk Fe 100 ppm. Pengenceran dialkukan penurunan melalui buret
dan dipindahkan dalam labu takar 50 mL. Lalu ditambahkan 1,5 mL
HNO3 1:3 sebagai pengasam dan 1,5 mL KCNS 20%. Uji positif akan
ditandai terbentuknya senyawa kompleks Fe(SCN)3 berwarna merah,
yang memenuhi persamaan reaksi :
Fe3+ (aq) + KCNS (aq)  Fe(SCN)3 (aq) + K+(aq)
Didapat kadar Fe pada sampel air limbah sebesar 1.8038 mg/L dengan
%RSD sebesar 5,58% dengan syarat keberterimaan 5%.
X. KESIMPULAN
 Kadar Fe pada standar eksternal sebesar 1.4511 mg/L dengan % RPD
sebesar 5.58%;
 Kadar Fe pada metode adisi sebesar 1.8038 mg/L.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. & Underwood, A. L. 2003. Analisis Kimia Kuantitatif.
Erlangga: Jakarta.
Hendayana, Sumar. 2001. Penuntun Kimia Analitik Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Maulidiana. 2012. Analisis Kandungan Fe dalam Susu Sapi Kemasan
Kabupaten Sinjai Secara SSA. Makassar: Universitas Islam Alauddin.
XII. TES FORMATIF
1. Mengapa terbentuk senyawa berwarna?

Jawaban: Karena Fe3+ bereaksi dengan larutan KCNS sehingga terbentuk


senyawa kompleks berwarna merah bata, yaitu Fe(CNS)3.

23
2. Mengapa metode ini menggunakan panjang gelombang 490 nm?

Jawaban: Karena panjang gelombang 490 nm, yaitu panjang gelombang untuk
penentuan Fe yang baik, artinya pada panjang gelombang tersebut
kemampuan zat menyerap cahaya meningkat, namun kembali turun dalam
penyerapan cahayanya pada panjang gelombang 500 nm ke atas.

3. Apakah fungsi HNO3 dapat digantikan dengan HCl dan KMNO4?

Jawaban: Suatu larutan dijadikan pereaksi harus memenuhi beberapa


persyaratan, yaitu:

a) Reaksinya dengan zat yang dianalisis selektif dan sensitif;


b) Warna yang ditimbulkan ialah warna merah bata dan srabil dalam jangka
waktu lama sehingga data berubah dalam waktu yang lama;
c) Tidak membentuk warna dengan zat-zat yang lain.

Jadi, jika terdapat pereaksi selain HNO3 yang memenuhi syarat di atas dan
tidak mempengaruhi reaksi atau dengan kata lain sifat mirip dengan HNO3,
maka pereaksi tersebut dapat digunakan.

4. Apakah fungsi penambahan HNO3 pada metode ini?

Jawaban: Untuk membuat suasana asam karena dalam asam Fe3+ dapat
membentuk senyawa kompleks dengan KCNS berwarna merah bata.

5. Apakah terdapat kesalahan sistematis dalam penentuan persen (%)


perolehan kembali?

Jawaban: Ya. Mungkin bisa berasal dari cara pemipetan, menera, bahkan
sampai perhitungan.

24
LAPORAN KELOMPOK 3

I. JUDUL
Penetapan Linearitas, Limit Deteksi, dan Ketegaran Metode Penetapan
Besi (Fe) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
II. TUJUAN
Menetapkan linearitas, limit deteksi, dan ketegaran metode penetapan
besi secara spektrofotometri sinar tampak.
III. PRINSIP
Metode penetapan Fe3+ secara kompleksiometri dengan
penambahan KSCN dan oksidator KMnO4 merupakan metode yang
lazim digunakan. Penggantian senyawa oksidator dengan asam nitrat
dapat menyebabkan unjuk kerja metode tersebut berubah. Oleh karena
itu, untuk mengetahui unjuk kerja metode tersebut, maka perlu
diketahui beberapa parameter kritis, yaitu linearitas, limit deteksi,
presisi, dan ketegaran.
IV. DASAR TEORI
Besi adalah metal berwarna putih keperakan, liat, dan dapat
dibentuk, biasanya di alam didapat sebagai hematit. Besi merupakan
elemen kimiawi yang dapat dipenuhi hampir di semua tempat di muka
bumi, pada semua bagian lapisan geologis dan semua badan air. Pada
air permukaan, jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, tetapi
di dalam air, kadar tanah Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe
yang tinggi dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas
dapur, selain itu juga menimbulkan pengendapan pada dinding pipa,
pertumbuhan bakteri besi, kekeruhan karena adanya koloidal yang
terbentuk (Anonim, 2012).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan
terlebih dahulu yang ditandai dengan pembentukan warna spesifik
sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa pengompleks yang
dapat digunakan di antaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,
dan fenantrolin. Pada penelitian ini pengompleks yang digunakan

25
adalah 1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah
jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode
tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi.
Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar
tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini
dikenal juga sebagai metode kalorimetri. Hanya larutan senyawa yang
berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan
pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya, ion Fe3+
dengan ion CNS- menghasilkan larutan berwarna merah. Lazimnya
kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan
cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama. Dengan kalorimetri
elektronik (canggih) jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan kadar besi dalam air minum.
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang
didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu
lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metode
yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi fungsi dari panjang gelombang.
Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan tampak, jauh lebih
pendek daripada panjang gelombang inframerah. Satuan yang

26
digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah
nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum tampak terentang dari 400 nm
(ungu) ke 750 nm (merah), sedangkan ultraviolet berjangka dari 200-
400 nm. Baik radiasi ultraviolet maupun tampak berenergi lebih tinggi
daripada radiasi inframerah. Panjang gelombang cahaya ultraviolet
atau tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-
molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan
menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang
tak menyerap cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna)
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada
senyawa yang tak menyerap pada panjang gelombang ultraviolet.
Penyerapan sinar UV-tampak oleh suatu molekul akan
menyebabkan transisi di antara tingkat energi elektronik dari molekul.
Atas dasar ini, spektroskopi UV-tampak juga dikenal sebagai
spektroskopi (spektrometri) elektronik. Transisi ini dapat terjadi
antarorbital ikatan (bonding) atau orbital anti ikatan (anti bonding).
Panjang gelombang sinar yang diserap sebanding dengan perbedaan
tingkat energi orbital (∆E). Untuk eksitasi elektron ikatan σ perlu
energi yang tinggi dengan nilai λ = 120 -200 nm (UV hampa). Hal ini
berarti pengukuran harus dilakukan dalam hampa sehingga sukar
dilakukan. Di atas λ = 200 nm, daerah eksitasi elektron dari orbital p,
d, ᴨ terutama sistem n terkonjugasi, pengukuran mudah dilakukan
sehingga spektrometri UV tampak diukur pada λ ˃ 200 nm.

Penyerapan panjang gelombang nampak menyebabkan


perpindahan elektron yang reversible dan relatif rendah energinya
dalam molekul. Pada umumnya zat berwarna mempunyai elektron-
elektron yang mudah tereksitasi. Terutama senyawaan organik tertentu
merupakan sumber warna yang berguna untuk zat warna. Molekul-
molekul senyawaan-senyawaan organik yang tak mempunyai ikatan
rangkap ataupun cincin benzena, tidak menyerap secara selektif dalam

27
bagian nampak dari suatu spektrum, oleh karena itu senyawaan ini tak
berwarna. Sebaliknya molekul dengan ikatan rangkap atau inti benzena
dapat menyerap beberapa panjang gelombang nampak dan meneruskan
cahaya berwarna. Elektron yang mudah dieksitasi oleh cahaya nampak
biasanya terdapat dalam sebuah molekul yang beberapa atomnya
dihubungkan oleh ikatan rangkap dan tunggal secara berselang-seling.
Gugus atom semacam itu disebut kromofor (pengemban warna).

V. REAKSI
Fe3+(aq) + 3 KCNS (aq) H+ Fe(CNS)3 (aq) + 3 K+(aq)

VI. CARA KERJA


- Pembuatan Larutan Induk Fe 100 mg/L

Ditimbang kristal kering Dimasukkan ke labu takar


Fe(NH4)(SO4)2 sebanyak 100 mL.
0,0861 g.

Ditera menggunakan
Ditambahkan 5-10 tetes
akuades dan dihomogenkan.
HNO3 1:3.

- Pembuatan Deret Linearitas Standar Fe

Dipindahkan larutan induk Ditambahkan masing-


100 mg/L masing-masing 0 masing 2,5 mL HNO3
mL, 2 mL, 4 mL, 8 mL dan 1:3 dan 2,5 mL KSCN
10 mL ke labu takar 100 mL 20%

Ditera menggunakan
akuades dan
dihomogenkan

28
- Pembuatan Larutan Uji Limit Deteksi

Diencerkan larutan induk Fe


100 mg/L menjadi 10 mg/L
dengan memipet sebanyak 5 Dimasukkan 0,20 mL larutan
mL larutan induk 100 mg/L ke standar Fe 10 mg/L ke 5 buah
labu takar 50 mL kemudian labu takar 50 mL
ditera dengan akuades dan
dihomogenkan.

Ditambahkan masing-
Ditera menggunakan masing labu takar dengan
akuades dan 1,25 mL HNO3 1:3 dan
dihomogenkan 1,25 KSCN 20%

Dibuat juga blangko dengan memasukkan


1,25 mL HNO3 1:3 dan 1,25 KSCN 20% ke
labu takar 50 mL dan ditera dengan akuades
serta dihomogenkan.

- Pembuatan Larutan Uji Ketegaran

Dipindahkan larutan Di tiga labu takar pertama


standar induk Fe 100 tambahkan 1 mL HNO3 1:3
mg/L sebanyak 1 mL Di tiga labu takar kedua tambahkan
ke 9 buah labu takar 50 1,25 mL HNO3 1:3
mL
Di tiga labu takar ketiga tambahkan
1,5 mL HNO3 1:3

Ditera menggunakan akuades Ditambahkan ke masing-


dan dihomogenkan masing labu takar 1,25 KSCN
20%
29
VII. DATA PENGAMATAN
- Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen
Nama bahan / Pengamatan Fisik
No
reagen Warna Bau Wujud
Bau khas
1 KSCN Tidak berwarna larutan
KSCN
2 FAS Tidak berwarna Tidak berbau larutan
Bau khas
3 HNO3 1:3 Tidak berwarna larutan
HNO3

- Tabel Data Pembuatan Larutan Induk Fe


Volume Labu Warna Perhitungan Konsentrasi Induk
Bobot Fe (mg)
Takar (mL) Larutan Besi (mg/L)
BM Fe bobot Fe
Cstd Fe = ×
BM FAS V std
Tidak
86,1 100 56 g/mol 86,1 mg
berwarna = ×
482 g/mol 0,1 L
= 100,03 mg/L

- Tabel Data Deret Linearitas


Volume induk
Volume Konsentrasi
yang
No Labu takar standar yang Absorbansi
dipindahkan
(mL) dibuat (mg/L)
(mL)
1 0 0 -0,0006
2 0,5 2 0,1189
3 1 4 0,2755
25
4 1,5 6 0,4283
5 2 8 0,5921
6 2,5 10 0,7591
Slop 0,0767

30
Intersep -0,0214
Koefisien Korelasi (r) 0,9979

- Tabel Data Penentuan Limit Deteksi


Kons. Pengukuran Absorbansi Rata-rata SD
Fe %SBR
1 2 3 4 5 (abs) (abs)
(mg/L)

0,0000 -0,0004 0,0028 0,0024 0,0095 0,0088 0,0046 0,0043 93,48

0,0200 0,0179 0,0152 0,0135 0,0127 0,0146 0,0148 0,0020 13,51

Slop 0,0463 0,0723


Intersep -0,0123 -0,0192
Nilai absorb total LD x rata-rata + 3 SD 0,0175 0,0208
Konsentrasi LD (mg/L) 0,6436 0,5532

- Tabel Data Uji Ketegaran Fe 1 mg/L


Penambahan Nilai respon (absorbansi) Rata-rata %
SD
HNO3 (mL) 1 2 3 absorbansi SBR
1,00 0,1384 0,1443 0,1359 0,1395 0,0043 3,08
1,25 0,1410 0,1431 0,1262 0,1367 0,0092 6,73
13,3
1,50 0,1802 0,1517 0,1394 0,1571 0,0209
0
Apakah terjadi perbedaan nilai rata-rata
Ya, terjadi perbedaan nilai
absorbansi antar variasi penambahan
rata-rata absorbansi
HNO3 ?
Perbedaan terbesarnya
pada penambahan HNO3
Berapa persen perbedaan terbesarnya ?
1,5 mL, yaitu sebesar
13,3 %

VIII. PERHITUNGAN

31
- Penimbangan FAS (Pembuatan Larutan Induk 100 ppm)

Mr FAS
FAS yang harus ditmbang = x bobot Fe
Ar Fe
g
482 ⁄mol
= g x 0,01 gram
56 ⁄mol

= 0,0861 gram
- Pembuatan Deret Linearitas standar Fe
V1C1 = V2C2

V1 xC2
V1 = C1

 0 ppm  6 ppm

100 mL X 2 ppm 100 mL X 6 ppm


V1 = V1 =
100 ppm 100 ppm

= 0 mL = 6 mL
 2 ppm  8 ppm

100 mL X 2 ppm 100 mL X 8 ppm


V1 = V1 =
100 ppm 100 ppm

= 2 mL = 8 mL

 4 ppm  10 ppm

100 mL X 4 ppm 100 mL X 10 ppm


V1 = V1 =
100 ppm 100 ppm

= 4 mL = 10 mL

- Perhitungan Limit Deteksi


a. Untuk konsentrasi 0,0000 ppm

32
Konsetrasi Absorbansi
0,27 - 0,0004
0,32 0,0028
0,31 0,0024
0,40 0,0095
0,39 0,0085
Intersep (A) - 0,0123
Slop (B) 0,0463
Koefisien korelasi (r) 0,7935
Persamaan regresi y = - 0,0123 + 0,0463x

y = A + Bx
y = - 0,0123 + 0,0463X
y−(−0,0123)
X= 0,0463

− 0,0004−(−0,0123) − 0,0095−(−0,0123)
 X1 =  X4 =
0,0463 0,0463

= 0,27 = 0,40

− 0,0028−(−0,0123) − 0,0085−(−0,0123)
 X2 =  X5 =
0,0463 0,0463

= 0,32 = 0,39

mg (rerata+3SB)− Intersep
LD ( ⁄L) =
slope
− 0,0024−(−0,0123)
 X3 = 0,0175− (−0,0123)
0,0463 = 0,0463
= 0,31 mg
= 0,6436 ⁄L

b. Untuk konsentrasi 0,0200 ppm

33
Konsetrasi Absorbansi
0,51 0,0179
0,48 0,0152
0,45 0,0135
0,44 0,0127
0,47 0,0146
Intersep (A) -0,0192
Slop (B) 0,0723
Koefisien korelasi (r) 0,9933
Persamaan regresi y = - 0,0192 + 0,0723X

y = A + Bx
y = - 0,0192 + 0,0723X
y−(−0,0192)
X= 0,0723

0,0179−(−0,0192) 0,0127−(−0,0192)
 X1 =  X4 =
0,0723 0,0723

= 0,51 = 0,44

0,0152−(−0,0192) 0,0146−(−0,0192)
 X2 =  X5 =
0,0723 0,0723

= 0,48 = 0,47

0,0135−(−0,0192) mg (rerata+3SB)− Intersep


 X3 = LD ( ⁄L) =
slope
0,0723

= 0,45 0,0208− (−0,0192)


= 0,0723
mg
= 0,5532 ⁄L

IX. PEMBAHASAN

34
Pada praktik ini digunakan panjang gelombang 480 nm yang
merupakan lamda maks berdasarkan literatur. Pada spektrofotometer
sinar tampak ini hanya larutan berwarna yang dapat dibaca. Sampel
yang digunakan, yaitu Fe ditambahkan larutan KSCN membentuk
senyawa kompleks Besi (III) Tiosianat berwarna merah. Berdasarkan
hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh persamaan kurva deret
satndar yang menunjukan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi
yaitu y= -0,0192 + 0,0723X dengan regresi sebesar 0,9979.
Pada pengukuran uji limit deteksi dan uji ketegaran, diperoleh
selisih absorbansi yang tidak begitu jauh. Tetapi, setelah dilakukan
perhitungan diperoleh %SBR > 5%, walaupun ada beberapa data yang
memiliki %SBR < 5%.
X. KESIMPULAN
- Nilai koefisien korelasi yang didapat yaitu r = 0,9979;
- Konsentrasi limit deteksi pada 0,0000 ppm yaitu 0,6436 mg/L dan
pada 0,0200 ppm yaitu 0,5532 mg/L. Sehingga konsentrasi 0 dan 0,2
ppm termasuk dalam limit deteksi (% SBR > 5 %);
- Penambahan dengan HNO3 1 : 3 , 1,00 mL didapatkan %SBR sebesar
3,08% dimana hasil tersebut < 5% sehingga penamabahan HNO3 1 : 3
1,00 mL dapat teliti pada labu takar 50 mL.
XI. DAFTAR PUSTAKA
- Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Terjemahan
olehSaptoharahardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.
- Kleinfelter, and Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga.
- Panji, T. 2012. Teknik Spektroskopi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan Semi
Mikro Edisi Lima. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
XII. TES FORMATIF
1. Apa perbedaan R2 dan r ? Jelaskan!
2. Mengapa limit deteksi perlu ditentukan?
3. Apakah metode ini tegar terhadap penamabahan volume asam nitrat?

35
Jawaban :
1. R2 = Seberapa besar kemmapuan semua variabel bebas dalan
menunjukkan varians dan variabel terikatnya
r = Untuk menyatakan ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat.
2. Agar kita mengetahui konsentrasi yang masih bisa dibaca oleh alat
sehingga hasil yang dibaca semakin baik
3. Tidak, metode ini belum dapat menyimpulkan apakah tegar/tidak karena
diperlukan uji lanjutan, yaitu F dan T untuk dapat menentukan ketegaran
metode ini.

36
LAPORAN KELOMPOK 4

I. JUDUL
Penetapan Kadar Thiamin dalam Sampel Tablet Vitamin B1 Secara
Spektrofotometri Ultra Violet.

II. TUJUAN
Menetapkan kadar thiamin dalam sampel tablet vitamin B1 secara
spektrofotometri sinar ultra violet.

III. PRINSIP

Thiamin merupakan senyawa organik yang banyak


mengandung gugus fungsi yang mampu menyerap sumber radiasi pada
daerah sinar ultra violet. Oleh karena itu, dalam keadaan murni atau
tidak tercemar oleh bahan organik yang lain, maka thiamin dapat
dianalisis menggunakan spektrfotometer sinar ultra violet tanpa perlu
dilakukan teknik pemisahan terlebih dahulu.

IV. DASAR TEORI


Ada berbagai macam metode penetapan kadar / kandungan
bahan aktif dalam sediaan obat, mulai dari metode konvensional
menggunakan titrasi volumetri sampai menggunakan instrumen
elektronik seperti spektrofotometri UV-Vis. Penggunaan
spektrofotometri UV-Vis untuk analisis kualitatif sediaan obat
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu sensitif, selektif, akurat, teliti,
dan cepat bila dibandingkan metode konvensional lainnya seperti
titrimetri dan gravimetri (Sastroamidjojo, Hardjono., 1985).
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri dari
spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Pada
spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi
dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma.
Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang
kontinyu, monokromator, sel pengabsorpsi untuk larutan sampel atau
blangko, dan suatu alat untuk mengukur perbedaan absorpsi antara
sampel dan blangko ataupun pembanding (Khopkar, 1990). Jangkauan
panjang gelombang untuk daerah tampak atau ultraviolet adalah 200-
400 nm. Senyawa yang menyerap cahaya dalam daerah tampak

37
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang ultraviolet yang
lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Thiamin atau vitamin B1 merupakan kristal putih dengan bau
yang spesifik. Bersifat higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat
menyerap 4 % air. Meleleh dan mengalami dekomposisi pada 248ºC.
Struktur Vitamin B-1 (Thiamin HCl)

S H2N CH3
HOH2CH2C N

N N
Cl-. HCl
H3C C
H2

Pemerian : kristal putih dengan bau yang spesifik. Bersifat


higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat menyerap 4 % air. Meleh
dan mengalami dekomposisi pada 248ºC.
Kelarutan : 1 gram larut dalam 1 mL air, 18 mL gliserol, 100 mL
alkohol 95 %, dan 315 mL alkohol absolut. Praktis tidak larut dalam
eter, benzena, heksan, kloroform (Anonim, 1995).

Vitamin B1, yang juga dikenal dengan nama thiamin


merupakan salah satu jenis vitamin yang memiliki peranan penting
dalam menjaga kesehatan kulit dan membantu mengkonversi
karbohidrat menjadi energi yang diperlukan tubuh untuk rutinitas
sehari-hari. Vitamin B1 juga dapat digunakan untuk membantu proses
metabolisme protein dan lemak. Bila vitamin B1 mengalami difisiensi,
maka kulit akan mengalami berbagai gangguan seperti kulit kering dan
bersisik. Tubuh juga dapat mengalami beri-beri, gangguan saluran
pencernaan, jantung dan system saraf. Untuk mencegah hal tersebut
kita juga perlu banyak mengonsumsi gandum, nasi, susu, telur, dan
tanaman kacang-kacangan karena bahan makanan tersebutlah yanag
banayak mengandung vitamin B1. (Anonim, 2012)

V. CARA KERJA
 Pembuatan Larutan Induk Thiamin 100 mg/L

25 mg thiamin Dimasukkan ke Ditera dengan HCl


labu takar 250 mL 1 : 60,
ditimbang
dihomogenkan

Disaring dalam
erlenmeyer bertutup.

38
 Pembuatan Deret Standar Thiamin
Thiamin 100 mg/L

0 5 10 15 20 25 (mg/L)
0,00 2,00 5,00 7,50 10,00 12,50 (mL)

Dimasukkan ke Labu Takar 50 mL

Ditera dengan HCl 1 : 60

Dihomogenkan

 Preparasi Sampel Tablet Vitamin B1

10 tablet vitamin Bobot rata-rata Digerus, lalu


B1 ditimbang satu- tiap tablet dihitung ditimbang
persatu sebanyak 10 mg

Pengenceran
Dimasukkan ke
dilakukan sebanyak Ditera
N HCl
dengan
1 : 60 HCl
Labu Takar 100 mL
10 kali 1 : 60

*) Preparasi Sampel Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan

VI. DATA PENGAMATAN


a. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen
Nama Bahan Pengamatan Fisik
No.
atau Reagen Warna Bau Wujud
Larutan Induk
Tidak
1 Thiamin 100 Tidak berbau Cair
Berwarna
mg/L
Sampel Tablet
2 Putih Tidak Berbau Padat
Vitamin B1
Larutan HCl Tidak
3 Tidak Berbau Cair
1:60 Berwarna

39
b. Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Induk Thiamin
Perhitungan
Bobot Thiamin Volume Labu Konsentrasi
Warna Larutan
(mg) Takar (mL) Standar Induk
Thiamin (mg/L)
25 mg
N1 = 0,25 L
25 250 Tidak Berwarna
= 100 mg/L

c. Data Pembuatan Deret Larutan Standar


Volume Volume Labu Konsenrasi
Konsentrasi Takar yang Deret Standar
No. Abs
Standar Induk yang Dipergunakan yang Dibuat
Dipindahkan (mL) (mL) (mg/L)
1. 0,00 0 0,0036
2. 2,50 5 0,1876
3. 5,00 10 0,3680
50
4. 7,50 15 0,5176
5. 10,00 20 0,6552
6. 12,50 25 0,8204
Slope 0,0032
Intersep 0,0028

d. Data Penimbangan Sampel

Ulangan Abs Bobot sampel (gram)


1 0,5595 0,0101
2 0,5561 0,0101
3 0,5610 0,0101
Rerata 0,0101

e. Data Preparasi Sampel dan Penentuan Kadar Thiamin dalam Tablet


Vitamin B1

Bobot
Bobot Tiap Volume C Terukur Absorb C sampel C sampel
Sampel
Tablet (g) Sampel (L) (mg/L) ansi (mg/Kg) (mg/tablet)
(kg)

0,0000101 0,1 16,66356185 0,5595 164985,7609 33,27762797


0,2017 0,0000101 0,1 16,55799801 0,5561 163940,5744 33,06681385
0,0000101 0,1 16,71013413 0,5610 165446,8726 33,37063419
Rerata 16,64389800 0,5589 164791,0693 33,23835867

40
VII. PERHITUNGAN
1. Pembuatan larutan induk thiamin
25 𝑚𝑔
Thiamin = = 100 mg/L
0,25 𝐿

2. Pembuatan deret standar


 0 ppm 100 ppm x V1= 0 ppm x 50 mL
= 0,00 mL
 5 ppm 100 ppm x V1= 5 ppm x 50 mL
= 2,50 mL
 10 ppm 100 ppm x V1= 10 ppm x 50 mL
= 5,00 mL
 15 ppm 100 ppm x V1= 15 ppm x 50 mL
= 7,50 mL
 20 ppm 100 ppm x V1= 20 ppm x 50 mL
= 10,00 mL
 25 ppm 100 ppm x V1= 25 ppm x 50 mL
= 12,50 mL

Deret Standar xi Yi yc (yi -yc) (yi - yc)^2 (xi - xr)^2


1 0 0,0036 0,0228 -0,0192 0,00036864 156,25
2 5 0,1876 0,1838 0,0038 0,00001414 56,25
3 10 0,3680 0,3449 0,0231 0,00053453 6,25
4 15 0,5176 0,5059 0,0117 0,00013642 6,25
5 20 0,6552 0,6670 -0,0118 0,00013830 56,25
6 25 0,8204 0,8280 -0,0076 0,00005776 156,25
Jumlah -4,8572E-17 0,00124979 437,5

Slope (b) 0,032208


Intersep 0,0228
n–2 4
RSD 0,017676199
RSD/b 0,548813918
1 + 1/n 1,166666667
b^2 0,001037355
Yo 0,558866667
Yr 0,4254
(yo - y)^2 0,017813351
Xr 12,5
µ reg 0,602675827

41
Ulangan Abs C terukur (CSxo) (mg/L) C sampel (CSx) (mg/kg)
1 0,5595 16,66356185 164985,7609
2 0,5561 16,55799801 163940,5744
3 0,5610 16,71013413 165446,8726
RERATA 0,558866667 16,643898 164791,0693
SD 0,077950944 771,7915258
%RSD (µ PM) 0,47

3. Ketidakpastian Asal Faktor Labu Takar (Labu Takar)

µ Volume
Labu Takar
LT (mL)

Ketidakpastian Koef. Muai Air Volume Variasi


k µ (Efek T) (mL)
Asal (C-1) (mL) Suhu (°C)
Temperatur 0,00021 100 10 1,732050808 0,121243557
Ketidakpastian Data Kal. Spek Pabrik (mL) k µ kal (mL) 0,13
Asal
Spesifikasi
0,1 1,732050808 0,057735027
(Kalibrasi)
Pabrik

4. Data Ketidakpastian Asal Massa Sampel (Neraca)

µ Massa Sampel
Neraca
(mg)

Data
Ketidakpastian Asal k (α = 95%) µ kal (mg)
Kalibrasi (g) 0,000282843
Spesifikasi (Kalibrasi)
0,0004 2 0,0002

5. Kuantifikasi Ketidakpastian Gabungan Penetapan Thiamin Dalam


Tablet Vitamin

Nilai (Xi)
Satuan µ Xi (µ Xi/Xi) (µ Xi/Xi)^2
Sumber (mg/L)
Ketidakpastian
Kurva
16,643898 mg/L 0,602675827 0,036210017 0,001311165
Kalibrasi

42
Presisi Metode 164791,0693 mg/kg 771,79 0,004683455 2,19347E-05

Labu Takar 100,00 Ml 0,13 0,001342882 1,80333E-06

Massa Sampel 0,0101 G 0,000282843 0,028004229 0,000784237

Jumlah 0,04603412
Nilai Ketidakpastian Gabungan 7586,011923
Nilai Ketidakpastian Diperluas 15172,02385
(164791.0693 ±
Pelaporan
15172,02385) mg/kg

Fish Bone Sumber Ketidakpastian Pengukuran Thiamin

μ LT μreg

μkal μef.T
Kadar Thiamin (mg/kg)

μkal

μPM μm

VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, nilai kadar dari thiamin dalam tablet vitamin
B1 ditetapkan secara Spektrofotometri UV-Visible. Prinsipnya adalah
reaksi antara cahaya dengan suatu molekul menghasilkan suatu
serapan, cahaya yang diteruskan dan dipantulkan. Cahaya yang
diteruskan ini dibaca oleh detektor dan diubah menjadi absorbansi.
.
Hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi yang
berbanding lurus, dibuktikan degan hasil absorbansi dari deret standar.
Koefisien relatif yang didapat sebesar 0,9973, hal ini menunjukkan
ketidaklinearitasan karena banyak kesalahan yang diperbuat, mulai
dari teraan yang tidak tepat.
Berdasarkan pengujian kadar thiamin dalam sampel dilakukan 3 kali

43
pengulangan, melalui perhitungan data didapat nilai % RSD sebesar
0,47 % yang berarti hasil data dapat dipakai, sebab memenuhi syarat
keberterimaan, yaitu kurang dari 5%. Nilai kadar thiamin yang didapat
melalui praktikum ini adalah (16,48 ± 1,52) mg/Kg, ketidakpastian
yang didapat tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
kontaminan pada larutan induk, atau pun preparasi sampel yang kurang
baik.

IX. KESIMPULAN

 Nilai Koefisien Korelasi (r) pada penetapan kadar Thiamin dalam


Tablet vitamin B1 adalah 0,9973. Artinya memenuhi syarat
keberterimaan (r > 0,995)
 %RSD diperoleh sebesar 4,70%. Artinya memenuhi syarat
keberterimaan (%RSD < 5%)
 Kandungan Thiamin dalam tablet vitamin B1 adalah 33,24
mg/tablet, nilai tersebut tidak memenuhi dan sangat jauh dari nilai
e-tiket yaitu sebesar 25 mg/tablet
 Pelaporan Konsentrasi analit dan estimasi ketidakpastian gabungan
yang diperluas pada penetapan kadar Thiamin pada Vitamin B1
adalah (164791,0693 ± 15172,02385) mg/kg.

X. DAFTAR PUSTAKA
 Day, R.A. dan A.L.Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif
Edisi Keenam. Jakarta. Erlangga.
 Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
 Skoog, DA. Holler, FJ. And Stainley CR. 2007. Principles of
Instrumental Analysis Sixth Editions. David Harri Belmont U.

XI. TES FORMATIF


1. Mengapa perlu dihitung nilai ketidakpastian pengukuran?
Jawaban : Untuk memastikan dan mengukur kesalahan pada
pengukuran, sehingga data hasil pengukuran lebih valid untuk
diinformasikan atau dipublikasikan. Selain itu juga untuk mengurangi
tingkat kesalahan dalam analisa.

2. Mengapa pengukuran thiamin harus dilakukan pada panjang


gelombang maksimum?
Jawaban : Karena dengan menggunakan panjang gelombang tertinggi,
dapat diketahui kemampuan panjang gelombang yang dapat diserap

44
oleh sampel thiamin. Sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang
maksimal.

3. Apa gunanya pencarian panjang gelombang maksimum?


Jawaban : Agar dapat mengetahui kemampuan maksimum penyerapan
yang mampu dilakukan oleh sampel, sehingga hasil analisa yang
diperoleh lebih tepat dan akurat.

4. Mengapa senyawaan thiamin tidak berwarna?


Jawaban : Karena pada percobaan ini senyawa thiamin tidak diberikan
zat pembangkit warna dari pada pengukuran digunakan panjang
gelombang UV (245 nm)

XII. LAMPIRAN

KURVA STANDAR THIAMIN


0.9000
0.8000
0.7000 y = 0.0322x + 0.0228
0.6000 R² = 0.9973
Absorban

0.5000
0.4000 Series1
0.3000 Linear (Series1)
0.2000
0.1000
0.0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (mg/L)

yc (Absorban) = 0.0322x + 0.0228 ; dimana nilai x disubstitusi dengan nilai


konsentrasi

45
KURVA KALIBRASI THIAMIN
0.9000
0.8000
y = 0.0315x + 0.0119
0.7000
R² = 0.9994
0.6000
Abosrban

0.5000
0.4000 Series1
0.3000
Linear (Series1)
0.2000
0.1000
0.0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (mg/L)

46
LAPORAN KELOMPOK 5

I. Judul
Penetapan Kadar Ca dalam Sampel Minuman Isotonik Secara
Spektrofotometri Serapan Atom
II. Tujuan
Menetapkan kadar Ca dalam sampel minuman isotonik.
III. Prinsip
Sampel dilarutkan dengan asam dan ditambahkan lantan klorida untuk
menghilangkan gangguan ion pengganggu seperti fosfat. Partikel-partikel
halus berbentuk cairan dibakar diburner sehingga ion logam yang
dikandungnya berubah menjadi atom dan tereksitasi setelah dilalui sumber
radiasi lampu katoda. Besarnya pengurangan intensitas radiasi lampu katoda
yang melintasi sampe sebanding dengan konsentrasi logam yang terkandung
dalam sampel tersebut.
IV. DASAR TEORI

Minuman isotonik merupakan minuman dalam kemasan yang banyak


mengandung ion cair Ca++, yang merupakan mineral makro dan berguna bagi
masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Kalsium merupakan elemen
logam pada golongan IIA (alkali tanah) dengan nomor atom 20 dan massa
atom 40,078. Untuk menentukan kadar Ca dalam minuman isotonik,
dilakukan dengan metode spektrofotometri serapan atom (AAS)

Spektrofotometer serapan atom (AAS/SSA) adalah suatu bentuk


spektrofotometer dimana spesies pengabsorbsinya adalah atom-atom. Prinsip
dasarnya adalah interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan sampel. Oleh
karena itu, dapat digunakan untuk analisis zat pada konsentrasi rendah.
Teknik yang paling umum dipakai didasarkan pada emisi dan absorbansi dari
uap atom dan menghasilkan uap atom dalam sampel.

Cara kerja AAS berdasarkan atas penguapan larutan. Spektrofotometer


serapan atom terdiri dari sumber cahaya, ruang sampel, dan detektor. Dalam
metode ini, cahaya dari sumber langsung diteruskan dari sampel ke detektor.
Semakin besar jumlah sampel, maka semakin besar pula serapan yang

47
dihasilkan sampel. Sumber cahayanya adalah lampu berupa katoda yang
terdiri dari bagian-bagian yang teratur. Setiap unsur membutuhkan lampu
katoda yang berbeda dan ditempatkan di ruang khusus lampu.

Ruang sampel adalah pembakar sejak sumber api menyerap radiasi


atom. Sinyal dari detektor dipindahkan ke computer dan hasilnya dapat dilihat
di monitor alat AAS. Untuk sampel yang akan dianalisis di dalam pembakar,
dapat dilakukan persiapan larutan sampel di pelarut yang biasanya air.

Gas dari panas mengalir ke dalam pembakar sehingga menarik cairan


ke dalam tabung dari ruang sampel. Cairan ini diubah dimana ion mengalami
atomisasi. Atom menyerap cahaya dari sumber.

AAS Spektrofotometer :

Sebagai sumber radiasi resonansi digunakan lampu katoda rongga


(hollow cathode lamp). Di muka lampu katoda rongga terdapat komponen
yang disebut baling-baling (chopper) yang berfungsi mengatur frekuensi
radiasi resonansi yang dipancarkan dari lampu, sehingga energi radiasi ini
oleh photomultiplier diubah menjadi energi listrik. Atomizer terdiri atas
sistem pengabut (nebulizer) dan sistem pembakar (burner). Setelah radiasi
resonansi dari lampu katoda rongga melalui populasi atom di dalam nyala.
Energi radiasi ini sebagian diserap dan sebagian lagi diteruskan. Fraksi
radiasi yang diteruskan dipisahkan dari radiasi lainnya. Pemilihan atau
pemisahan tersebut dilakukan oleh monokromator yang terdiri dari sistem
optik, yaitu cermin dan grating. Intensitas radiasi yang diteruskan

48
kemudian diubah menjadi energi listrik oleh photomultiplier dan
selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh readout.

Hollow Cathode Lamp

Kelebihan dari AAS adalah spesifik (analisis tertentu dengan


panjang gelombang atau garis resonansi yang sesuai), selektif, dan spesifik
untuk menganalisis logam. Hal ini disebabkan karena kecepatan analisisnya,
ketelitian sampai tingkat runtut, tidak memerlukan pemisahan pendahuluan,
relatif murah dengan pengerjaan yang sederhana.

V. CARA KERJA
a. Pembuatan Larutan Ca 1000 mg/L

Ditimbang 0.025 g Dimasukkan ke Labu Ditera dengan


CaCO3 Takar 100 mL Aquadest

Dihomogenkan

b. Pembuatan Standar Induk 100 mg/L

Ditera dengan
Dipipet 5 mL larutan Dimasukkan ke Labu
Aquadest dan
induk Ca 1000 ppm Takar 50 mL Dihomogenkan

49
c. Pembuatan HCl 0,02N

Dipipet 0,5mL HCl Di tera dengan


2M secara kualitatif Aquadest dan
ke Labu Takar 50mL Dihomogenkan

d. Pembuatan Deret Standar Ca


Ca 100 mg/L

0 ppm 0,1 ppm 0,2 ppm 0,3 ppm 0,4 ppm 0,5 ppm 0,6 ppm
0.00mL 0.50 mL 1,00 mL 1,50 mL 2,00 mL 2,5mL 3,00mL

Ditera dengan hcl dan dihomogenkan

e. Preparasi sampel Minuman Isotonik

Sampel di kocok. Di pipet 5mL Ditambahkan


Kemudian di sampel ke Labu 5mL Lantan
saring. Takar 50mL Klorida 1000ppm

VI. DATA PENGAMATAN

A. Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen


Nama Bahan Pengamatan Fisik
No
atau Reagen Warna Bau Wujud
1 Sampel Ca Tidak Berwarna Tidak Berbau Cairan
2 Garam Ca Putih Tidak Berbau Padatan
3 HCl 0.02 N Tidak Berwarna Bau Khas HCl Cairan

50
B. Data Pembuatan Larutan Standar Induk Ca
Bobot
Perhitungan
Garam Volume Labu Warna Larutan
Konsentrasi(mg/L)
Ca(mg) Takar(mL)

- - - -

C. Preparasi Sampel dan


Perhitungan Kadar Ca
Volume
Volume yang Kadar
No Absorbansi Labu Fp Cterukur(mg/L)
Dipindahkan(mL) Analit(mg/L)
Takar(mL)
1 0.1920 10 100 10 0.6186 6.186
2 0.1741 10 100 10 0.5596 5.592
∑ 11.782
Rata rata 5.891
STDEV -
%RSD 10.02

D. Data Pembuatan Deret Standar


No Konsentrasi(mg/L) Absorbansi
1 0 0
2 0.5 0.150
3 1 0.320
4 1.5 0.456
5 2 0.617
6 2.5 0.768

51
7 3 0.905
Intersep 0.004286
Slop 0.3034
r2 0.9994
Pers.regresi Y = 0.3034X + 0.0043

VII. PERHITUNGAN
 Pembuatan Larutan Standar Induk Ca

𝑀𝑟 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 𝑥 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑣 𝑙𝑎𝑏𝑢 (𝐿)
𝐴𝑟 𝐶𝑎

𝑔
100 𝑚𝑔
= 𝑚𝑜𝑙 𝑥 100 𝑥 0,1 𝐿
𝑔 𝐿
40
𝑚𝑜𝑙

= 25 𝑚𝑔 = 0,0025 𝑔𝑟𝑎𝑚

 Pembuatan deret Standar Ca


V1N2 = V2N2

𝑉2 × 𝑁2
𝑉1 =
𝑁1

0 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉0 = = 0 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚

0,1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉1 = = 0,50 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚

0,2 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉2 = = 1,0 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚

52
0,3 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉3 = = 1,5 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚

0,4 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉4 = = 2,0 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚

0,5 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉5 = = 2,5 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚

0,6 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉6 = = 3,0 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚

Konsentrasi Terukur Pada Sampel

y = A + Bx
= 0.3034x + 0.0043

𝑦− 𝑎
𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 = 𝑥 =
𝑏

1. Sampel Ca 1
0,1920 − 0,0043
𝑥= = 0,6186 𝑚𝑔/𝐿
0,3034

2. Sampel Ca 2
0,1741 − 0,0043
𝑥= = 0,5596 𝑚𝑔/𝐿
0,3034

 Kadar Analit dalam Sampel


Kadar Ca = C terukur x fp
𝑚𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 ( ) = 𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 × 𝑓𝑝
𝐿

53
1) Kadar Ca 1
𝑚𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 ( ) = 0,6186 × 10 = 6,186 𝑚𝑔/𝐿
𝐿

2) Kadar Ca 2
𝑚𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 ( ) = 0,5596 × 10 = 5,596 𝑚𝑔/𝐿
𝐿

Rata-rata Kadar Ca

( 6,186 + 5,596 )𝑚𝑔/𝐿


𝑅𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎 = = 5,891 𝑚𝑔/𝐿
2
 %RPD / %SBR
𝐴−𝐵
%𝑅𝑆𝐷 = × 100%
𝑟𝑒𝑟𝑎𝑡𝑎

6,186 − 5,596
%𝑅𝑆𝐷 = × 100% = 10,02%
5,891
 Kurva Kalibrasi

𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 𝐴 + 𝐵𝑥

𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 0 + 0.0043 = 0,0043


𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 0,5 + 0.0043 = 0,1560
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 1,0 + 0.0043 = 0,3077
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 1,5 + 0.0043 = 0,4594
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 2,0 + 0.0043 = 0,6114
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 2,5 + 0.0043 = 0,7628
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 0.3034 x 3,0 + 0.0043 = 0,9146
 Grafik
a. Kurva Standar

54
KURVA STANDAR : HUBUNGAN ANTARA
KONSENTRASI STANDAR TERHADAP
ABSORBANSI
Series1 Linear (Series1)

1
0.9 y = 0.3034x + 0.0043
0.8 R² = 0.9994
0.7
Absorbansi

0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Konsentrasi (mg/L)

b. Kurva Kalibrasi

KURVA KALIBRASI : HUBUNGAN ANTARA


KONSENTRASI STANDAR DENGAN
ABSORBANSI (Ŷ)
Series1 Linear (Series1)

1
y = 0.3034x + 0.0043
0.8
Absorbansi (ŷ)

R² = 1
0.6

0.4

0.2

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Konsentrasi (mg/L)

VIII. PEMBAHASAN

Metode AAS berprinsip pada absorbsi cahaya oleh atom. Atom-


atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang tertentu,
tergantung pada sifat unsurnya. Metode serapan atom hanya tergantung

55
pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur.
Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke
tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berntuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi
seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia, dan energi
listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang
menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi
yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang
yang karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya absorpsi atau emisi
radiasi disebabkan adanya transisi elektronik, yaitu perpindahan elektron
dalam atom dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi lain

Praktikum kali ini dilakukan untuk menetapkan kadar Ca dalam


sampel minuman isotonik secara spektrofotometri serapan atom. Mula-
mula dibuat larutan induk Ca dan dibuat deret standar Ca, kemudian
sampel minuman isotonik dipreparasi pada sampel minuman Ca
ditambahkan lantan klorida untuk menghilangkan ion pengganggu.
Kemudian deret standar Ca dan sampel yang telah di siapkan diaspirasikan
pada AAS. Ion-ion pada deret standar dan sampel melewati nebulizer
untuk proses pengkabutan, setelah itu ion-ion dilewatkan pada
spraychamber untuk dihomogenkan dengan bahan bakar dan udara.
Setelah itu dibakar pada burner untuk proses atomisasi menjadi logam
total. Saat sudah teatomisasi, diberikan radiasi resonansi dari lampu katoda
yang sifatnya sudah monokromatis. Atom yang telah diberikan sumber
radiasi resonansi akan mengalami eksitasi. Kemudian radiasi tersebut ada
yang diserap dan ada yang diteruskan, yang diteruskan dibaca oleh
detektor kemudian akan terbaca sebagai absorbansinya dengan persamaan
A=- log T. Setelah itu sinyal diperkuat oleh amplifier dan ditampilkan oleh
display sebagai absorbansi.

56
Dari deret standar yang dibuat didapatkan intersep (A) sebesar 0.0043
dan slope (B) sebesar 0.3034 dengan persamaan Y= 0.3034 x + 0.0043
dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.9994. Kemudian dari absorban sampel
yang dihasilkan, didapatkan pula rata-rata kadar Ca dalam sampel sebesar
5,891 mg/L dengan %RPD sebesar 10.02%

IX. KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum penetapan kadar Ca dalam minuman isotonik


secara spektrofotometri serapan atom, didapatkan :

1. Persamaan regresi kurva standar y = 0.3034x + 0,0043 dengan regresi


kurva standar (r) = 0,9994;
2. Kadar Ca rata-rata dalam minuman isotonik sebesar 5,891 mg/L dengan
%RPD sebesar 10,02%.
X. DAFTAR PUSTAKA
- Basset, J. 1994. Buku Ajar Vogel Kimia Analisa Kuantitatif Anorganik.
Jakarta: EGC.
- Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Cetakan 1.
Jakarta: UI Press.
XI. TES FORMATIF

Pertanyaan:

1. Apakah ratio fuel dan udara mempengaruhi nilai slop deret standard?
Jelaskan!
2. Deret standar yang manakah yang akan Saudara pilih? Jelaskan!
3. Apa fungsi penambahan lantan klorida dan EDTA?
4. Apakah pengukuran presisi metode termasuk dalam ketelitian tinggi?

Jawaban:

1. Ya karena nyala dari udara asetilen mempengaruhi sensitivitas dan


batas deteksi alat terhadap sampel yang akan dianalisis.
2. Deret standard yang konsentrasi dan absorbansinya berbanding
lurus pada praktik ini, yaitu nilai absorbansinya hasil perhitungan dari

57
persamaan regresi, bukan nilai absorbansi terukur pada alat sehingga nilai
koefisien korelasinya bagus.
3. Penambahan lantan klorida berfungsi untuk mengikat ion fosfat
agar tidak mengganggu pengukuran kadar Ca pada SSA. EDTA digunakan
untuk melindungi Ca dari fosfat.
4. Ya karena presisi metode menyatakan derajat keakuratan hasil dari
suatu pengukuran.

58
LAPORAN KELOMPOK 6
I. JUDUL
Penetapan Kadar Cu dalam Sampel Air Limbah Secara Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA)
II. TUJUAN
Menetapkan kadar Cu dalam air limbah secara spektrofotometri serapan
atom nyala.
III. PRINSIP
Ion logam Cu yang terlarut dalam air limbah dapat ditetapkan
kadarnya menggunakan spektrofotometer serapan atom nyala. Larutan
standar logam dan air limbah yang sudah disaring diaspirasikan ke alat
SSA sehingga terkabutkan oleh nebulizer. Sampel yang sudah terbentuk
kabut dibakar oleh nyala api agar senyawaan organik terbakar dan ion-ion
logam teratomisasi. Logam yang sudah teratomisasi diberikan sumber
radiasi resonansi yang berasal dari lampu katoda. Besarnya intensitas
radiasi resonansi lampu katoda yang diserap oleh atom-atom logam
sebanding dengan konsentrasi logam tersebut.
IV. DASAR TEORI
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic
Absorbtion Spectroscophy (AAS) adalah metode spektrometri yang
didasari oleh adanya serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible
(vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di
dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang
diemisikan oleh sumber energi tertentu.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalnya, Natrium menyerap
pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorbansi energi, berarti memperoleh lebih
banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya
ke tingkat eksitasi.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan
dasar sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum
Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :
A=abC
Keterangan : A = absorbansi/daya serap

59
a = absorftivitas
b = lebar kuvet (cm)
C = konsentrasi
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linear antara
absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X), kita dapat
menentukan konsentrasi suatu sempel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit
atomisasi, berupa nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu
dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow cathode; dan
(3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat
mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi
dengan cahaya melalui absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika
suatu atom pada keadaan dasar dikenai sinar maka atom tersebut akan
tereksitasi dari keadaan dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Energi dari atom yang tereksitasi tersebut dijadikan sebagai dasar
pengukuran untuk AAS.
Proses Spektroskopi Serapan Atom ini meliputi :
1. Atomic Absorption (Absorpsi Atom)
Logam akan mengabsorpsi energi cahaya. Cahaya yang diabsorpsi
spesifik sekali untuk tiap unsur tersebut.

2. Atomic Emission (Emisi Atom)


Dalam atom, proses eksitasi terjadi setelah atom menerima energi.
Sebagian energi tersebut digunakan untuk mengeksitasi atom. Pada
saat kembali pada keadaan dasarnya, terjadi pelepasan energi yang
berbentuk gelombang elektromagnetik.
Prinsip kerja instumentasi spektroskopi serapan atom
Atom-atom dari sampel yang berbeda menyerap cahaya
dengan panjang gelombang tertentu sesuai dengan energi yang
dibutuhkan oleh atom tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum mekanika
kuantum yang menyatakan bahwa atom tidak naik ke tingkat energi
yang lebih tinggi secara bertahap (tanpa harus menjadi intermeditnya).
Dan untuk naik ke tingkat yang lebih tinggi, atom akan menyerap
energi yang banyak. Saat absorbansi ini dilewatkan pada sinar UV,
beberapa dari sinar akan terserap. Serapan dari sinar UV iini yang
menimbulkan panjang gelombang yang spesifik. Dengan menyerap
energi, atom dalam keadaan dasar mengalami eksitasi dan keadaan ini
bersifat labil sehingga atom akan kembali ke tingkat energi dasar
sambil mengeluarkan energi yang berbentuk radiasi.

Cara kerja instumentasi spektroskopi serapan atom

60
Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang
berasal dari lampu katoda. Analisis dari suatu sampel yang
mengandung unsur menggunakan cahaya hasil emisi dari unsur
tersebut. Misalnya tembaga, lampu yang mengandung unsur tembaga
memancarkan berkas cahaya hasil emisi yang diserap oleh tembaga
dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper dilewatkan kedalam
nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-atom bebas
keadaan dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi
elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-atom tembaga yang
tereksitasi pada lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan.
Sebagian radiasi diserap oleh atom pada sampel, semakin banyak atom
dalam keadaan bentuk uap semakin besar radiasi yang diserap oleh
atom pada sampel. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan
jumlah atom-atom tembaga. Kemudian radiasi tersebut diteruskan ke
detektor melalui monokromator. Dari detektor menuju amplifier yang
dipakai untuk membedakan kembali radisi yang berasal dari sumber
radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk
menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari
perjalanan sampel yang diketahui konsentrasinya.

Komponen-komponen instumentasi spektroskopi serapan atom

1. Sumber Sinar
Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral
hingga terjadi absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi
eksitasi atom bersifat terkuantisasi, oleh karena itu sumber sinar harus
memberikan radiasi sinar yang spesifik pula. Energi sinar yang khas
dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar dari lampu katoda berongga
(Hollow Cathode Lamp).
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka
tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti
pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut
:
a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih
sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika
sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan
oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita absorpsi sehingga
banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi
yang mengakibatkan sensitivitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
b) Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak
terabsorpsi oleh atom, maka sumber energi cahaya kontinyu yang

61
sangat kuat diperlukan untuk menghasikan energi yang besar didalam
daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu
menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor
photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak
efektif sehingga tidak dilakukan.
Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator
konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja
yang biasanya disebut dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini
menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi
pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang
diukur.

Pada umumnya sumber cahaya yang digunakan adalah Hollow


Cathode Lamp (HCL) yang memberikan energi sinar khas untuk setiap
unsur. Elektroda Hollow Cathode Lamp biasanya terdiri dari wolfram
dan katoda berongga dilapasi dengan unsur murni atau campuran dari
unsur murni yang dikehendaki. Hollow Cathode Lamp dapat berupa
unsur tunggal atau kombinasi beberapa unsur (Ca, Mg, Al, Fe, Mn, Cu,
Zn, Pb, dan Sn). Lampu katode terbuat dari gelas yang membungkus
suatu katode (suatu logam berbentuk silinder yang bagian dalamnya
dilapisi dengan logam yang jenisnya sama dengan unsur logam analit
yang akan dieksitasi). Anoda tungsten berbentuk kawat / batang, kedua
elektrode diselubungi oleh tabung gelas yang diisi gas inert seperti
argon atau neon pada tekanan rendah (1-5 torr). Lampu ini mempunyai
potensial 500 V, sedangkan arus berkisar antara 2-20 MA. Sumber
sinar berfungsi untuk memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral
hingga terjadi absorbsi yang diikuti peristiwa eksitasi atom.
Keunggulan dari HCL adalah menghasilkan radiasi yang sinambung
dengan monokromator resolusi yang baik, sehingga hukum Lambert-
Beer dapat dipakai menghasilkan intensitas radiasi yang kuat.
Pemancaran radiasi resonansi (sinar) terjadi bila kedua elektroda
diberi tegangan, arus lustrik yang terjadi menimbulkan ionisasi gas-gas
pengisi. Ion-ion yang bermuatan positif ini menembaki atom-atom
yang terdapat pada katoda yang menyebabkan tereksitasinya atom-
atom tersebut. Atom-atom yang tereksitasi ini bersifat tidak stabil dan
akan kembali ke tingkat dasar dengan melepaskan energi eksitasinya
dalam bentuk radiasi. Radiasi ini yang dilewatkan melalui atom yang
berada dalam nyala.

2. Chopper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari
sumber sinar menjadi berselang-seling (untuk membedakan sinar dari

62
emisi atom dalam nyala yang bersifat kontinyu). Isyarat selang-seling
oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh amplifier
akan digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak
digandakan oleh amplifier.

3. Alat Pembakar (Proses Atomisasi)

Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan N2O, dan
gas alam seperti propana, butana, asetilen, dan H2, dan asilen. Ada tiga
cara atomisasi dalam AAS :
a) Memakai Nyala (pembakar)
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung.
Pada cara ini larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan
ke pembakar atau burner. Udara bertekanan (kompresor) sebagai
oksidan ditiupkan ke dalam ruang pengkabut (nebulizer) sehingga
akan mengisap larutan sampel dan membentuk aerosol kemudian
dicampur dengan bahan bakar, diteruskan ke pembakar sedangkan
butir-butir yang besar akan mengalir keluar melalui pembuangan
(waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan
mudah cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi
pengatoman didalam nyala rendah, sehingga membatasi tingkat
kepekaan analisis yang dapat dicapai.

Ada tiga jenis nyala dalam spektrometer serapan atom yaitu:


· Udara – Propana
Jenis nyala ini relatif lebih dingin (18000C) dibandingkan jenis
nyala lainnya. Nyala ini akan menghasilkan sensitifitas yang baik,
jika elemen yang akan diukur mudah terionisasi seperti Na, K, Cu.
· Udara – Asetilen
Jenis nyala ini adalah yang paling umum dipakai dalam AAS,
nyala ini menghasilkan temperatur sekitar 2300 0C yang dapat
mengatomisasi hampir semua elemen. Oksida-oksida yang stabil
seperti Ca, Mo juga dapat dianalisa menggunakan jenis nyala ini
dengan memvariasi rasio jumlah bahan bakar terhadap gas
pengoksidasi.
o Nitrous – Oksida – Asetilen
Jenis nyala ini paling panas (3000 0C) dan sangat baik
digunakan untuk menganalisis sampel banyak mengandung logam-
logam oksida seperti Al, Si, Ti, W.
b) Tanpa Nyala (memakai tungku Grafit)

63
Tungku grafit dipanaskan dengan listrik (electrical
thermal). Suhu dari tungku dapat deprogram sehingga pemanasan
larutan dilakukan secara bertahap:
o Tahap pengeringan (desolvasi)
o Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi)
o Tahap pendinginan
o Tahap atomisasi
o Keunggulannya adalah sensitivitas lebih baik, suhu dapat diatur,
jumlah sampelnya sedikit (6 μL).

c) Tanpa Panas (dengan penguapan)


Digunakan untuk menetapkan raksa (Hg) karena raksa pada
suhu biasa mudah menguap dan berada dalam keadaan atom
bebas.

4. Nebulizer
Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir
kabut dengan ukuran partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan,
disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus
kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke
dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan ke saluran
pembuangan.
5. Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas
oksidan, bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum
memasuki burner.
6. Ducting
Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap
bagian luar pada atap bangunan agar asap yang dihasilkan oleh AAS
tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
7. Kompresor
Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk menyuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh
AAS pada waktu pembakaran atom.
8. Burner
Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu
pengubahan kabut/uap garam yang akan dianalisis menjadi atom-atom
normal dalam nyala.
Merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen, dan

64
akuabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik
api secara baik dan merata. Lubang yang berada pada burner
merupakan lubang pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api. Warna api yang dihasilkan berbeda-
beda tergantung pada konsentrasi logam yang diukur.
9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui
populasi atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan
sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan
dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut
dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan
melalui celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju
monokromator. Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan,
mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke
detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan
(salah satu atau lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar
(spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan
meniadakan λ yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah
tempat sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang
berasal dari spektrum kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-
molekul gas bahan bakar yang tereksitasi di dalam nyala.
10. Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas
resonansi yang keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi
arus listrik. Detektor yang paling banyak digunakan adalah photo
multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat
peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan,
dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-
dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas
elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca
sebagai sinyal listrik.
11. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang
dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
12. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan
terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan
yang dibuat melingkar sedemikian rupa agar sisa buangan sebelumnya
tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan

65
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
V. CARA KERJA

 Pembuatan Larutan Induk Cu 1000 ppm

Menimbang kristal Masukkan ke Labu Takar 100 Tera dengan


kering CuSO₄.5H₂O mL dan tambahkan 5-10 akuades dan
sebanyak 0.3929 gram tetes HNO3 1:3 homogenkan

 Pembuatan Larutan Standar Cu 100 ppm

Pindahkan 5 mL larutan Masukkan ke labu takar 50


induk Cu 100 ppm mL dan tera dengan HNO3
dengan pipet 0.05 N dan homogenkan

 Pembuatan Deret Standar Cu

Larutan Standar Cu 100 ppm

0 1 2 3 4 ppm

0 0.5 1 1.5 2 mL

Labu takar 50 mL

Ditera dengan HNO3 0.05 N

Dan homogenkan

 Preparasi Sampel

Mengocok sampel air limbah, Pipet 5 mL filtrat lalu Ditera dengan


kemudian menyaring dan masukka ke labu takar HNO3 0.05 N
menampung filtrat di Beaker 50 mL
glass

66
Dilakukan 5x
ulangan

Catatan : Lakukan seri pengenceran lagi jika sampel yang terukur diluar

Rentang deret standar yang anda buat

VI. PERHITUNGAN
𝒈
𝑨𝒓 𝑪𝒖 ( ) 𝒙 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒈𝒂𝒓𝒂𝒎
𝒎𝒐𝒍
1. Kadar Larutan Induk = 𝒈
𝑴𝒓 𝒈𝒂𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒖 ( )𝒙 𝒗𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆(𝑳)
𝒎𝒐𝒌
𝑔
63.5 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
1000 mg/L = 𝑔
249.5 𝑥 0.1 𝐿
𝑚𝑜𝑙
Bobot garam = 392.9 mg
= 0.3929 g
2. Perhitungan Deret Standar

a) 0 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 0 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 0 mL

b) 1 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 1 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 0.5 mL

c) 2 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 2 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 1 mL

d) 3 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 3 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 1.5 mL

e) 4 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 4 𝑝𝑝𝑚
V1 =
100 𝑝𝑝𝑚
= 2 mL

3. Pembuatan Pelarut HNO3 0.05 N dari HNO3 65% (b/b). BJ=1.4


g/mL

65% g/g x 1.4 g/mL = 0.9100 g/mL

0.9100 g/mL x 1000 mL/L x 1 x 1/63 g/mol = 14.44 N

67
Pengenceran
V1 = C2 x V2/C1
= 0.05 N x 1000 mL/14.44 N
= 3.5 mL
VII. DATA PENGAMATAN
A. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen

Pengamatan Fisik
No Nama bahan atau reagen
Warna Bau Wujud
1 Larutan Induk CuSO4 1000 mg/L Tidak berwarna Tidak berbau Cairan
2 Sampel Air Limbah Biru Tidak berbau Cairan
3 HNO3 1:3 0,05 N Tidak berwarna Bau Khas HNO3 Cairan
B. Tabel Data Pembuatan Larutan Induk Cu 1000 ppm
Volume Larutan Induk Volume Perhitungan Konsentrasi Standar
Warna Larutan
Cu 100 ppm (mg/L) (mL) Labu Takar Induk Cu (mg/L)
Tidak
5 50 100
Berwarna
C. Data Pembuatan Deret Larutan (Melampirkan Kurva Kalibrasi)
Volume Konsentrasi Volume Labu
Standar Induk yang Takar yang Konsentrasi
No dipindahkan (mL) digunakan (mL) Deret Standar Absorbansi
1 0,00 50 0 0,0016
2 0,50 50 1 0,0898
3 1,00 50 2 0,1692
4 1,50 50 3 0,2598
5 2,00 50 4 0,3245
Slope 0,08158
Intersept 0,00582
Koefisien Korelasi ( r ) 0,9987
Rerata (xr) 2

0,0016 0
0,0898 1
0,1692 2
0,2598 3
0,3245 4
Slop 0,08158
Intersep 0,00582

68
Kurva Kalibrasi Deret Standar Penetapan Kadar Cu dalam Sampel
Air Limbah
0.35
0.3 y = 0.0816x + 0.0058
0.25 R² = 0.9975

Absobansi
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi

D. Data Preparasi Sampel dan Penentuan Kadar Cu Dalam Sampel


Air Limbah

Volume Volume Sampel C Kadar Analit


Volume Labu
NO Sampel yang dipindahkan Fp terukur dalam Sampel Adsorbansi
Takar (mL)
(mL) (mL) (mg/L) (mg/L)
1 50 5 50 10 1,8568 18,5683 0,1573
2 50 5 50 10 1,8066 18,0657 0,1532
3 50 5 50 10 1,7992 17,9922 0,1526
4 50 5 50 10 1,8213 18,2128 0,1544
5 50 5 50 10 1,7673 17,6734 0,1500
rerata 1,8102 18,1025 0,1535

E. Fish bone Sumber Ketidakpastian Pengukuran Kadar Cu dalam


Air Limbah

CSx µ Kal µ fp µ Kal µ Regresi

µ V pipet

Kadar Cu ( mg/L )

µ Temp µ Temp
µ PM

69
F. Data Ketidakpastian Asal Kurva Kalibrasi
(xi-
Deret Standar Xi(mg/L) yi (abs) Yc ( abs) (yi-yc)^2 xi-xr xr)^2
1 0 0,0016 0,00582 1,7808E-05 -2,00 4,00
2 1 0,0898 0,0874 5,7600E-06 -1,00 1,00
3 2 0,1692 0,16898 4,8400E-08 0,00 0,00
4 3 0,2598 0,25056 8,5378E-05 1,00 1,00
5 4 0,3245 0,33214 5,8370E-05 2,00 4,00
Ʃ 10,00 0,84 0,84 0,0002 0,0000 10,00
xr 2
yr 0,281633333
yo 0,1535 b² 0,02356225
slope 0,08158 RSD/b 0,03791531
(yo-yr)²/b²Ʃ(Xi-
intersept 0,00582 Xr)² 0,10695864
RSD 0,007469136
(y0-yr)^2 0,016418151
1+1/n 1,333333333
b²Ʃ(Xi-Xr)² 0,2356225
1+1/n+(yo-yr)²/b²Ʃ(Xi-
Xr)² 5,728449042
Sx atau µ reg 0,090747179
G. Data Ketidakpastian Asal Faktor Presisi Metode
C Cu terukur larutan kadar Cu
ulangan abs Fp keterangan
uji(mg/L) (mg/L)
1 0,1573 1,8568 10 18,568277
2 0,1532 1,8066 10 18,065702
3 0,1526 1,7992 10 17,992155
4 0,1544 1,8213 10 18,212797
5 0,1500 1,7673 10 17,673449
syarat keberterimaan
Rerata ( Y0 ) Rerata Xo ( Csxo) Rerata ( Csx ) PMadalah %RSD < 5%
0,1535 1,810248 18,102476
µ PM atau
SD 0,326622
%RSD 1,804295
RSD 0,02

H. Data Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran Labu Takar


Labu Takar

μV
ketidakpastian Variasi μ(Efek
koef muai air (°C¯¹) vol(mL) k labu
asal suhu C T)(mL)
takar
temperatur
0,00021 50 10 1,7320500 0,0606 0,0671

70
08
data kal. Spek
k
pabrik(mL) μ kal (mL)
0,05 1,732050808 0,0289

I. Data Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran (Pipet)


pipet

μ (efek
koef muai air (°C¯¹) vol(mL) variasi suhu k μ V pipet
T) (mL)
ketidak
1,73205
pastian 0,00021
5 10 0808 0,0061
asal
tempera data kal spek pabrik(mL) k μ kal (mL) 0,0130416
tur
1,73205080
0,02 0,01155
8

J. Kuantifikasi Ketidakpastian Asal Faktor Pengenceran


μ Vol pipet Vol
μ Vol LT(mL) (mL) vol LT (mL) Pipet(mL) Fp μFp
0,06714 0,01304 50 5 10 0,02934

K. Kuantifikasi Ketidakpastian Gabungan Penetapan Cu dalam


Air Limbah
Sumber (μXi/nilaiXi)
nilai(Xi) satuan μXi μXi/nilai Xi
ketidakpastian ²
0,09074717 0,05012970
kurva kalibrasi 1,810248 mg/L 9 5 0,002513
18,10247 0,01804294
presisi metode 6 mg/L 0,326622 8 0,0003255
pengenceran(μF 0,00293371
p) 10 ꟷ 0,02934 2 8,607E-06
Ʃ 0,0028471
ketidakpastian gabungan 0,0533586
(nilai ketidakpastian gabungan ) atau μCsx 0,9659231
Nilai ketidakpastian gabungan diperluas (U) 1,9318462
pelaporan (Csx ± U) 18,10± 1,93

VIII. PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan adalah penentuan kadar
tembaga Cu(II) pada sampel air limbah dengan menggunakan metode
spektrofotometri serapan atom. Sampel yang akan dianalisis berupa air
limbah.

71
Untuk dapat dianalisis dengan instrumen AAS, sampel
dipreparasi terlebih dahulu. Tahap ini dilakukan agar memenuhi
Hukum Lambert-Beer. Dalam tahap preparasi dilakukan penambahan
HNO3 0.05 N 1:3. Penggunaan HNO3 0.05 N 1:3 ini bertujuan untuk
mempermudah proses destruksi agar logam Cu dalam keadaan bebas,
karena dalam sampel, logam dalam keadaan kompleks, dalam sampel
tidak hanya terdapat logam Cu saja tetapi terdapat pula logam-logam
yang lainnya dan agar garam-garam yang mungkin terbentuk dapat
larut, sehingga tidak terbentuk endapan dan larutannya pun menjadi
jernih. Selain itu, digunakannya larutan HNO3 yang bersifat asam agar
terhindar dari terjadinya pengendapan dari ion Cu2+, jika ditambahkan
basa akan terbentuk endapan Cu(OH)2. Larutan sampel disaring
dengan kertas saring Whatmann, lalu ditambahkan HNO3 0.05 N 1:3
dan homogenkan.
Dalam percobaan ini, larutan induk sudah disediakan (tidak
membuat dari awal) dan juga pelarut HNO3 1:3 yang disediakan
adalah HNO3 dengan konsentrasi 0,05 N. dari larutan Induk 1000 ppm
dibuat menjadi larutan standar 100 ppm. Apabila ingin membuat
larutan standar 100 ppm, diperbolehkan dengan syarat perhitungan
yang tepat dan teliti. Tetapi, kendalanya adalah bobot garam yang
ditimbang akan semakin kecil sehingga ketelitian tinggi diperlukan
dalam pembuatannya.
Pada pembuatan larutan kerja Cu(II), dibuat dengan berbagai
konsentrasi, yaitu 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm. Maka
analisis kuantitatif dilakukan dengan cara kurva kalibrasi antara
absorbansi (sumbu y) dengan konsentrasi Cu (sumbu x).
Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sampel dan
pembuatan kurva kalibrasi. Dari data pengamatan nilai absorbansi
yang didapat, semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin
besar pula nilai absorbansi atau penyerapan cahaya oleh atom.
Dari hasil pengamatan, diperoleh persamaan garis y = 0,08158x +
R² = 0.9975. r = 0.9987

Dari kurva tersebut, dilihat bahwa absorbansi berbanding lurus


dengan konsentrasi. Hal ini sesuai dengan Hukum Lambert-Beer A = a
b C . Dari persamaan garis ini diperoleh kadar Cu(II) dalam sampel
sebesar 18.10 ± 2.11 mg/L.
IX. KESIMPULAN
- Kadar Cu dalam sampel air limbah sebesar 18,10 mg/L;
- Nilai koefisien korelasi Regresi Standar r=0,9987 dengan syarat
keberterimaan r>0,9995;
- %RSD Presisi sampel sebesar 1,80% dengan syarat keberterimaan
%RSD < 5%;

72
- Pelaporan konsentrasi analit dan estimasi ketidakpastian gabungan
yang diperluas sebesar (18,10±1,93) mg/L.
X. DAFTAR PUSTAKA
- Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Terjemahan
olehSaptoharahardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.
- Kleinfelter, and Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga.
XI. TES FORMATIF
1. Berapakah nilai sensitivitas larutan standar Cu ?
Jawaban: Nilai sensitivitas larutan standar Cu dapat dilihat dari nilai
0,044 abs dibagi slope nya (0,0816) yaitu sebesar 0,5392 mg/L.
2. Mengapa Larutan Cu direkomendasikan untuk mengkonfirmasi
sensitifitas instrumentasi SSA?
Jawaban: Karena kelarutan Cu memiliki kelinearitas 1,000 sehingga
nilai RSD yang diperoleh dapat dijadikan nilai sensitifitas instrumen
yang dipakai.
3. Mengapa sumber radiasi yang berasal dari lampu katoda dikategorikan
radiasi resonansi?
Jawaban: Karena radiasi lampu katoda yang ada di alat SSA digunakan
dalam proses eksitasi (dari keadaan ground state kekeadaan eksitasi)
dan de-eksitasi (keadaan tereksitasi kembali ke ground state) yang
tergolong sebagai proses resonansi elektron dalam atom.
4. Apakah logam Cu dapat dianalisis menggunakan nyala api yang
berasal dari gas udara dan elpiji?
Jawaban: Tidak bisa.

73
LAPORAN KELOMPOK 7
I. JUDUL
Pengaruh Matriks Ion Kalium Pada Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel
Tanah Secara Flamefotometri

II. TUJUAN
Mengetahui pengaruh pengaruh matriks ion logam kalium dalam penetapan
kadar Na secara flamefotometri.

III. PRINSIP
Partikel-partikel halus berwujud cairan dibakar menjadi ion
logamalkali yang dikandungnya berubah menjadi atom tereksitasi. Atom
logam alkali yang terekstasi kemudian kembali ke keadaan dasar sambal
melepaskan energi (radiasi emisi). Besar radiasi emisi yang dilepaskan
sebanding dengan konsentrasi logam alkali yang terkandung dalam partikel
tersebut.

IV. DASAR TEORI


Metode flamefotometri didasarkan pada pengujian besaran emisi
sinar monokromatis spesifik pada panjang gelombang tertentu yang
dipancarkan oleh suatu logam alkali atau alkali tanah pada saat berpijar
dalam keadaan menyala. Besaran intensitas sinar pancaran sebanding dengan
tingkat kandungan unsur dalam larutan. Metode ini menggunakan foto sel
sebagai detektornya dan pada kondisi yang sama digunakan gas propana atau
elpiji sebagai pembakarnya untuk membebaskan air sehingga tersisa hanya
kandungan logam.

Tanah mengandung mineral dan bahan organik yang tidak dapat


larut dan tidak berguna bagi tanaman. Unsur-unsur hara yang diserap
tanaman terutama dari larutan dari larutan tanah atau permukaan koloid
dalam bentuk kation dan anion. Unsur hara yang diperlukan tanaman seperti
nitrogen, kalium, natrium dan fosfor (Forth, 1994).

Natrium diserap dalam bentuk ion natrium. Pengaruh natrium yang


baik untuk pertumbuhan tanaman yaitu apabila kadar kalium relatif rendah
daripada konsentrasi kalium yang renda, maka pemberian natrium akan
menaikkan produksi cukup tinggi. Sedangkan pada konsentrasi kalium tinggi,
pemberian natrium sedikit akan menurunkan produksi (Afanide, 2009).

V. REAKSI
o CH3 COONH4 + NaCl ⟶ CH3 COONa ⟶↗ CH3 COO− + Na+
o CH3 COONH4 + KCl + NaCl ⟶ CH3 COOK + CH3 COONa ⟶
2CH3 COO− + K + + Na+

74
o K + ⟶ K(terlebih dahulu); N𝑎+ ⟶
+ 2.5 mL larutan matriks
Na K 1000 mg/L

VI. CARA KERJA


1. Pembuatan Larutan Induk 1000 mg/L

Kristal kering NaCl ditimbang Ditera dengan CH3COONH4


dengan pH 4,8 yang sudah Larutan dihomogenkan.
1,270 g dan dimasukkan ke labu
takar 50 mL diencerkan 10X

2. Pembuatan Larutan Matriks K 1000 mg/L

Kristal kering KCl ditimbang 0,0953 g


Ditera dengan CH3COONH4 dengan Larutan.
lalu dimasukkan ke dalam labu takar
pH 4,8 yang sudah diencerkan 10X dihomogenkan
50 mL.

3. Pembuatan Deret Standar Na (tanpa ion K)

Larutan Induk Na 1000 mg/L

0 0.5 1 2 3 4 5 mL
0 10 20 40 60 80 100
mg/L

Labu Takar 50 mL

Ditera menggunakan CH3COONH4


dengan pH 4.8 yang diencerkan 10X

Larutan dihomogenkan

4. Pembuatan Deret Standar Na (ditambah ion K 50 mg/L)

Larutan Induk Na 1000 mg/L

0 0.5 1 2 3 4 5 mL
0 10 20 40 60 80 100 mg/L
mg/Lmg/L
Labu takar 50 mL

75
+ 2.5 mL larutan matriks K 1000 mg/L

Ditera menggunakan CH3COONH4 dengan


pH 4.8 yang sudah diencerkan 10X

Larutan dihomogenkan

5. Preparasi Sampel Tanah


*Jika sampel yang terukur diluar rentang deret standar diencerkan kembali
CH3COONH4 dengan pH 4.8
Sampel ditimbang 10-20 g Larutan diekstrak dengan shaker selama 30
ditambahkan hingga 100 mL
menit.

Filtrat jernih diencerkan 25X dengan


Larutan dihomogenkan Larutan disaring
CH3COONH4 dengan pH 4.8

Preparasi dilakukan 3X

VII. DATA PENGAMATAN


1) Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen
no Nama Bahan Pengamatan Fisik
atau Reagen Warna Bau Wujud
1 Sampel tanah Coklat Tidak berbau Padatan
kemerahan
2 Larutan buffer Tidak berwarna Bau khas Cairan
ammonium ammonium oksalat
oksalat

2) Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Induk Na


Bobot garam Volume LT Warna larutan Perhitungan Logam alkali
(mg) (mL) konsentrasi
(mg/L)
Na
K

3) Data Pembuatan Deret Larutan Standar


No. Kosnsentrasi deret Respon (emisi)
standar Na (mg/L) Tanpa matriks ion K Dengan matriks ion
K
1 0 0 3

76
2 10 12 14
3 20 21 26
4 40 39 43
5 60 62 66
6 80 78 83
7 100 101 105
Slope 0,9913 1,0061
Intersept 0,8140 4,0137
Regresi (r) 0,9992 0,9993

4) Data Preparasi dan Penentuan Kadar Na Dalam Sampel Tanah


No. Bobot FP C terukur sampel Kadar Na dalam tanah (mg/kg)
sampel menggunakan pembanding
(g) Standar tanpa Standar dengan Standar tanpa Standar
matriks matriks matriks dengan
matriks
1 9,9999 25 53,6528 49,6832 6706,6671 6210,4621
2 9,9999 25 51,6352 47,6954 6454,4645 5961,8946
3 9,9999 25 50,6264 46,7014 6328,3633 5837,7334
∑ 19489,4949 18010,1801
Rata-rata 6496,4983 6003,3934
SD 192,6229 189,7832

5) Data Pengukuran Sampel Tanah


No. Bobot tanah (g) Respon (emisi)
1 9,9999 54
2 9,9999 52
3 9,9999 51

VIII. PERHITUNGAN
a. Pembuatan Larutan Induk Na 1000 ppm (mg/L)
𝑀𝑟 NaCl
Bobot NaCl yang ditimbang = ∗ konsentrasi Na ∗ V LT
Ar Na

g
18,5 mg L
mol
= 𝑔 ∗ 1000 ∗ 500 mL ∗ 0,0001 mL
23 L
𝑚𝑜𝑙

=1271 mg ~ 1,271 g

b. Pembuatan Larutan Matriks 1000 ppm (mg/L)


Mr KCl
Bobot KCl yang ditimbang = ∗ konsentrasi K ∗ V LT
Ar K

77
mg
74,6 mg 0,0001L
mol
= 𝑚𝑔 ∗ 1000 ∗ 50 mL ∗
39,1 L mL
𝑚𝑜𝑙

=95,3 mg ~ 0,0953 mg

c. Pembuatan deret standar Na dan matriks K


V1 ∗ C1 = V2 ∗ C2

V2 ∗ C2
V1 =
V2
o 0 ppm
mg
50 mL ∗ 0 L
V1 = mg
1000 L

= 0 mL

o 10 ppm
mg
50 mL ∗ 10 L
V1 = mg
1000 L

= 0,5 mL

o 20 ppm
50 mL ∗ 20 mg/L
V1 =
1000 mg/L

= 1 mL

o 40 ppm
50 mL ∗ 40 mg/L
V1 =
1000 mg/L

= 2 mL

o 60 ppm
50 mL ∗ 60 mg/L
V1 =
1000 mg/L

= 3 mL

o 80 ppm

78
50 mL ∗ 80 mg/L
V1 =
1000 mg/L

= 4 mL

o 100 ppm
mg
50 mL ∗ 100 L
V1 = mg
1000 L

= 5 mL

d. Penambahan larutan Kalium (matriks K)


V1 ∗ C1 = V2 ∗ C2

V2 ∗ C2
V1 =
C1
50 mL ∗ 50 mg/L
V1 =
1000 mg/L

V1 = 2,5 mL

e. Perhitungan C terukur sampel (mg/L)


emisi − intersept
CNa =
slope

a. Tanpa matriks ion K b. Dengan matriks ion


K
54 − 0,8140 54 − 4,0137
C terukur 1 = C terukur 1 =
0,9913 1,0061
= 53,6528 = 49,6832

52 − 0,8140 52 − 4,0137
C terukur 2 = C terukur 2 =
0.9913 1,0061
= 51,6352 = 47,6954
51 − 0,8140 51 − 4,0137
C terukur 3 = C terukur 3 =
0,9913 1,0061
= 50,6264 = 46,7014

f. Perhitungan kadar Na dalam tanah dengan dengan pembanding

79
mg
C terukur ( L ) ∗ V LT (mL) ∗ Fp
CNa =
bobot sampel (kg)

a. Tanpa matriks ion K b. Dengan matriks ion K


mg mg
53,6528 L ∗ 0,05 L ∗ 25 49,6832 L ∗ 0,05 L ∗ 25
CNa1 = CNa1 =
9,9999 ∗ 10−3 kg 9,9999 ∗ 10−3 mg/kg
= 6706,6671 mg/kg = 6210,4621 mg/kg
mg mg
51,6352 L ∗ 0,05 L ∗ 25 47,6954 L ∗ 0,05 L ∗ 25
CNa2 = CNa2 =
9,9999 ∗ 10−3 kg 9,9999 ∗ 10−3 mg/kg
= 6454,4645 mg/kg = 5961,9846 mg/kg
mg mg
50,6264 L ∗ 0,05 L ∗ 25 46,7014 L ∗ 0,05 L ∗ 25
CNa3 = CNa3 =
9,9999 ∗ 10−3 kg 9,9999 ∗ 10−3
= 6328,3633 mg/kg = 5837,7334 mg/kg

g. Rata-rata kadar Na
mg mg
6706,6671 +6454,4645 +5328,3633 mg/kg
kg kg
 Standar tanpa matriks ion K = =
3
6496,4983 mg/kg
𝑚𝑔 𝑚𝑔 𝑚𝑔
6210,4621 +5961,9846 +5837,7334
𝑘𝑔 𝑘𝑔 𝑘𝑔
 Standar dengan matriks ion K = =
3
𝑚𝑔
6003,3934 𝑘𝑔

Data kurva kalibrasi

Konsentrasi Respon (emisi) Ỹ


(mg/L) Tanpa Dengan Tanpa matriks Dengan
matriks matriks matriks
0 0 3 0,8140 4,0137
10 12 14 10,7270 14,0747
20 21 26 20,6400 24,1357
40 39 43 40,4660 44,2577
60 62 66 60,2920 64,3797
80 78 83 80,1180 84,5017
100 101 105 99,9440 104,6237

h. SD kadar Na dalam sampel


 Tanpa matriks
SD = 192,6229

 Dengan matiks
SD = 189,7832

80
i. % RSD atau %SBR
 Tanpa matriks
SD
%RSD atau %SBR= ∗ 100%
X
192,6229
= 6496,4983 ∗ 100% = 2,96%
 Dengan matriks
SD
%RSD atau %SBR= ∗ 100%
X
189,7832
∗ 100% = 3,16%
6003,3934

j. Perhitungan Ỹ
a. Tanpa matriks b. Dengan matriks
Y=a+bx Y=a+bx
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(0) = 0,8140 Ỹ= 4,0137 + 1,0061(0) = 4,0137
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(10) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(10) =
10,7270 14,0747
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(20) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(20) =
20,6400 24,1357
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(40) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(40) =
40,4660 44,2577
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(60) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(60) =
60,2920 64,3797
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(80) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(80) =
80,1180 84,5017
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(100) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(100) =
99,9440 104,6237

IX. PEMBAHASAN

Pada penetapan kadar natrium dalam sampel tanah secara flamefotometri


dengan matriks ion kalium bertujuan untuk pengaruh penambahan matriks ion
logam kalium dalam penetapan kadar Na dalam sampel turun. Penggunaan
matriks kalium dalam penetapan ini berfungsi sebagai zat yang akan melindungi
Na supaya tidak terlalu cepat diionisasi sehingga emisi yang didapat tidak
berkurang. Oleh karena itu, emisi sampel dengan matriks lebih kuat dari emisi
yang tidak ditambah matriks kalium. Flamefotometer diperoleh hasil emisi Na
lebih kecil dari NaK di setiap konsentrasi deret standar hal ini sudah sesuai
dengan teori. Nilai regresi dari deret standar NaK adalah 0,9993 dan standar Na
adalah 0,9992. Nilai regresi kurang baik karena dipengaruhi oleh kurang telitinya
saat preparasi dan dari faktor alat yang sudah tua.

81
X. KESIMPULAN
 Kadar Na dalam sampel tanah
 Tanpa matriks  Dengan matriks
Sampel 1 = 6706,6671 mg/kg Sampel 1 = 6210,4621 mg/kg
Sampel 2 = 6454,4645 mg/kg Sampel 2 = 5961,9846 mg/kg
Sampel 3 = 6328,3633 mg/kg Sampel 3 = 5837,7334 mg/kg

 Slop, intersep, regresi, %RSD


Tanpa matriks Dengan matriks
Slope 0,9913 1,0061
Intersept 0,8140 4,0137
Regresi 0,9992 0,9993
%RSD 2,96% 3,16%

XI. DAFTAR PUSTAKA


 Forth. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Jakata: Erlangga.
 Ismail, Krisnadi dan Wardan Sumarwata. 2017. Flamefotometri. Bogor:
SMK-SMAK Bogor.
 Yazid, Almal. 2012. Flamfotometri (Fotometer nyala). Padang: Akademi
Teknologi Industri Pangan

XII. TES FORMATIF


1. Apakah nilai slope kedua deret standar berbeda? Berapa persenkah
perbedaannya?
(1,0061−0,9913)
Jawaban: Iya, %perbedaan = (1,0061−0,9913) ∗ 100% = 0,74%.

2. Apakah keberadaan matriks ion K mempengaruhi penetapan kadar ion Na?


Jawaban: Ya, karena ion K sebagai penekan ionisasi (ion K terionisasi terlebih
dahulu) sehingga Na tereksitasi sempurna sehingga matriks ion K
mempengaruhi penetapan kadar Na.

3. Langkah apa yang harus digunakan agar pengaruh matriks dapat ditekan?
Jawaban: Dengan cara pengenceran sampel atau menggunakan blangko
koreksi.

4. Apakah fungsi nyala api dalam pengujian metodi emisi?


Jawaban: Nyala api untuk membantu proses atomisasi sehingga sampel yang
berwujud cairan dapat berubah menjadi atom bebas yang dapat tereksitasi.
Kemudian dapat kembali ke keadaan dasar dengan melepaskan energi (radiasi
emisi). Besarnya emisi yang dilepas sebanding dengan konsentrasi logam
alkali yang terkandung.

82
LAPORAN PRAKTIK KELOMPOK 8
I. JUDUL
Identifikasi Gugus Fungsi Senyawaan Organik Menggunakan
Spektrofotometer Infra Merah
II. TUJUAN
Mengidentifikasi gugus fungsi senyawa organik secara spektrofotometri infra
merah
III. PRINSIP
Senyawa organik merupakan senyawa yang banyak mengandung unsur C,
H, dan O serta memiliki gugus fungsi. Keberadaan gugus fungsi dalam suatu
senyawaan dapat diidentifikasi secara kualitatif menggunakan
spektrofotometer infra merah, dimana jika dikenakan radiasi elektromagnetik
pada daerah infra merah, molekul akan mengadsorbsi energi dan merubahnya
menjadi energi vibrasi molekul. Setiap gugus fungsi fungsi mampu menyerap
sumber radiasi infra merah pada frekuensi tertentu.

Prinsip Alat:

Spektroskopi infra merah berfokus pada radiasi elektromagnetik pada


rentang frekuensi 400-4000 cm-1 wavelength, yang merupakan semua
frekuensi di wilayah IR dilewatkan melalui sampel. Mereka frekuensi yang
diserap muncul sebagai penurunan sinyal yang terdeteksi. Informasi ini
ditampilkan sebagai spectrum radiasi dari % ditransmisikan bersekongkol
melawan wavenumber.

IV. DASAR TEORI


Konsep radiasi infra merah diajukan kali pertama oleh Sir William
Herschel (tahun 1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi
matahasri dengan prisma. Daerah radiasi spektroskopi infra merah (IR)
berkisar pada bilangan gelombang 12800-0 cm-1 atau panjang gelombang
0.78-1000 μm. Umumnya daerah radiasi IR terbagi dalam daerah IR dekat
(12800-4000 cm-1, 3.8-1.2x1014 Hz, 0.78-2.5 μm), daerah IR tengah (4000-
200 cm-1 ; 0.012-6x104 Hz ; 2.5-50 μm) dan daerah IR jauh (200-10 cm-1 ; 60-
3x1011 Hz ; 50-1000 μm).

83
Spektroskopi infra merah digunakan untuk penentuan struktur,
khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif. Spektrum
infra merah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak
minimumnya. Spektrum absorspsi dibuat dengan bilangan gelombang pada
sumbu X dan presentasi transmitan (T) pada sumbu Y.
Radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat
molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam keadaaan vibrasi dan rotasi
digunakan untuk mengadsorpsi, molekul harus memiliki perubahan momen
dipol sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi medan listrik yang berubah-
ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan
amplitudo salah satu gerakan molekul.
Pada spektrofotometer infra merah, mula-mula sinar inframerah
dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding. Kemudian dilewatkan
pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (stray
radiation). Berkas ini kemudai didispersikan melalui prisma atau grating.
Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada
detektor. Alat infra merah umumnya dapat merekam sendiri absorbansinya
secara tepat. Temperatur dan kelembaban ruang harus dikontrol. Kelembaban
masimum yang diperbolehkan adalah 50 %. Jka kelembaban melebihi batas
tersebut, permukaan prisma dan sel alakali halida akan menjadi suram.
Pada pengerjaan sampel, umumnya sampel dikerjakan dalam bentuk
cair pada suhu kamar dan dalam keadaan murni ketebalan film untuk
pengukuran berkisar antara 0.010-0.05 mm. Bila sampel padat, maka perlu
dilarutkan. Semua pelarut yang digunakan harus bebas air. Serbuk dan
padatan partikelnya harus diperkecil agar dapat dianalisis dengan cara
menggerus padatan tersebut dalam medium cairan kental (seperti lemak) yang
mempunyai indeks refraksi sama untuk mengurangi energi yang hilang
karena terjadinya hamburan cahaya.
V. CARA KERJA
a. Preparasi Sampel

Sampel padat Dihaluskan Dimasukkan


dan tidak dengan mortar ke wadah
transparan atau blender sampel

84
Jika sampel cairan atau plastik tidak perlu dipreparasi

b. Pengukuran

Dicatat bilangan gelombang


Sampel cair atau Diukur
pada setiap puncak serapan
padat diteteskan ke transmitannya pada
lalu dibandingkan dengan
sampel holder bilangan 4000-
spektrum inframerah (tabel)
pada alat 1000 cm^-1

VI. DATA PENGAMATAN

a. Tabel Pengamatan Sifat Fisik Sampel dan Reagen

Nama Bahan Pengamatan Fisik


No
atau Reagen Warna Bau Wujud
1 Sampel A Tidak Berwarna Tidak Berbau Cairan
2 Sampel B Tidak Berwarna Tidak Berbau Cairan
3 Sampel C Biru Tidak Berbau Padat

b. Tabel Data Pengamatan Spektrum Sampel

Bilangan
Deskripsi Ikatan yang Menyebabkan
No Gelombang (cm-
Sampel 1 Absorbsi
)
1 Sampel A 3259.6 O - H (alkohol)
1636.3 C = C (alkena)
2 Sampel B 3289.4 O - H (alkohol)
1638.2 C = C (alkana)
987.7 C - C (alkana)
3 Sampel C 2918.5 C - H (alkana)
1733.2 C = O (aldehida)
1425.7 S = O (sulfat)
1241.2 P = O (fosfonat)
965.4 P - OR (ester)
691.4 C Cl (alkil hadila)

VII. PEMBAHASAN

85
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
senyawaan organik yang terdapat dalam sampel A, B, dan C menggunakan
spektrofotometer infra merah.

Berdasarkan hasil percobaan diperoleh analisis sampel A


menghasilkan peak dengan bilangan gelombang sebesar 3259,6 cm-1 dan
1636,3 cm-1 dengan masing-masing gugus fungsi yang dihasilkan sesuai
dengan tabel yaitu O-H ( alkohol ) dan C = C ( alkena ). Analisis sampel B
menghasilkan peak dengan bilangan gelombang sebesar 3289,4 cm-1 ;
1638,2 cm-1 ; 987,7 cm-1 dengan masing-masing gugus fungsi yang
dihasilkan sesuai dengan tabel yaitu O-H ( alkohol ), C=C ( alkena ) dan
C-C ( alkana ). Analisis sampel C menghasilkan peak dengan bilangan
gelombang berturut-turut sebesar 2918,5 cm-1 ; 1733,2 cm-1 ; 1425,7 cm-1 ;
1241,2 cm-1 ; 965,4 cm-1 dan 691,4 cm-1 dengan masing-masing gugus
fungsi berturut-turut yaitu C-H ( alkana ), C=O ( aldehida ), S=O ( sulfat ),
P=O ( fosfonat ), P-OR ( ester ) dan C-Cl ( alkil halida).

Berdasarkan data hasil percobaan sampel A memiliki gugus fungsi


hidroksil ( O-H ) sehingga bisa dipastikan sampel A merupakan golongan
alkohol yang menghasilkan 2 buah bilangan gelombang, maka bisa
diramalkan sampel A merupakan golongan alkohol sederhana yaitu
metanol ( CH3OH ). Sampel B memiliki gugus fungsi hidroksil ( O-H )
sehingga sampel B bisa dipastikan merupakan golongan alkohol yang
menghasilkan 3 buah bilangan gelombang, maka bisa diramalkan sampel
B merupakan etanol ( CH3CH2OH ) yang ditandai juga dengan bau khas
sampel seperti alkohol. Sampel C merupakan sampel padatan yang
menghasilkan gugus fungsi C-Cl ( alkil halida ), maka bisa diramalkan
bahwa sampel C merupakan plastik dengan nama kimia polivinilklorida (
PVC ).

VIII. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa :


 Sampel A termasuk golongan alkohol karena mengandung gugus
O-H dengan bilangan gelombang sebesar 3259,6 cm-1 sehingga
diramalkan sampel A merupakan Metanol ( CH3OH ).
 Sampel B termasuk golongan alkohol karena mengandung gugus
O-H dengan bilangan gelombang sebesar 3289,4 cm-1 dengan 3
buah jumlah peak bilangan gelombang sehingga diramalkan
sampel B merupakan Etanol ( CH3CH2OH ).
 Sampel C termasuk kedalam polimer dengan nama kimia
polivinilklorida ( PVC ) karena mengandung gugus fungsi C-Cl (
alkil halida ) dengan bilangan gelombang sebesar 691,4 cm-1.

86
IX. DAFTAR PUSTAKA

 Basset, J. 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Jakarta:


EGC.
 Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
 Khopkar. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI Press.

X. TES FORMATIF

1. Mengapa spektrum infra merah tampilannya terbalik ?


Jawaban : Karena menggunakan hukum Lambert-Beer dengan rumus
A = -log T , maka hubungan antara banyaknya cahaya atau energi yang
diserap oleh partikel larutan berbanding terbalik dengan cahaya yang
diteruskan melalui larutan ( transmisi )

2. Apa yang dimaksud dengan vibrasi tekuk dan vibrasi ulur ?


Jawaban : Vibrasi ulur / regangan ( stretching ) adalah vibrasi yang
mengakibatkan perubahan panjang ikatan suatu ikatan. Vibrasi tekuk /
bengkukan ( bending ) adalah vibrasi yang mengakibatkan perubahan
sudut ikatan antara dua ikatan.

3. Mengapa spektrum infra merah suatu senyawaan terlihat banyak peak


?
Jawaban: Karena infra merah diserap seluruhnya oleh setiap ikatan
kimia unsur yang ada didalam senyawa sehingga setiap ikatan
memiliki serapan sinar yang spesifik.

4. Apa gunanya alat spektrum infra merah ?


Jawaban: Spektrum infra merah digunakan untuk menentukan struktur
/ gugus fungsi khususnya senyawa organik dan dapat digunakan untuk
analisis kuantitatif zat pencemar udara seperti gas CO dalam udara
dengan teknik non-dispersif.

87
LAMPIRAN

88

Anda mungkin juga menyukai