I. JUDUL
Penetapan Kadar Fosfat dalam Pupuk Secara Spektrofotometri Sinar
Tampak
II. TUJUAN
Menetapkan kadar fosfat dalam sampel pupuk yang mengandung
senyawaan fosfat.
III. PRINSIP
Pupuk yang mengandung fosfat dipreparasi untuk membuat
fosfatnya larut dalam air. Proses pelarutan dapat dilakukan dengan
memanaskan pupuk tersebut dalam pelarut yang bersifat asam. Ion fosfat
dapat direaksikan dengan senyawaan molibdat untuk membentuk reaksi
kompleks yang berwarna kuning. Intensitas warna sebanding dengan
kandungan ion fosfat dan dapat diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang sekitar
450 nm.
IV. DASAR TEORI
Spektrofotometer sinar tampak adalah pengukuran energi cahaya
oleh suatu sistem kimia pada panjang gelombang tertentu. Sinar uv
mempunyai panjang gelombang 200-400 nm dan sinar tampak (visible)
380-780 nm. Pengukuran spektrofotometer yang melibatkan energi
elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis sehingga
spektrofotometer uv-vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif
dibandingkan kualitatif, konsentrasi dari analit di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu
dengan menggunakan hukum Lambert-Beer yang menyatakan hubungan
linearitas antara absorban dengan konsentrasi analit berbanding terbalik
dengan transmittan (Rohman, 2007). Phospat atau fosfat adalah sebuah ion
poliatomik atau radikal terdiri dari satu atom fosfirus dan empat oksigen.
Dalam bentuk ionnya, fosfat memiliki sebuah -3 muatan formal, dan
dinotasikan PO43-. Fosfat merupakan satu-satunya bahan galian yang
mempunyai siklus, unsur fosfor di alam diserap oleh makhluk hidup,
senyawa fosfat pada jaringan makhluk hidup telah mati terurai,
terakumulasi dan terendapkan di lautan. Proses terbentuknya endapan
fosfat ada tiga, fosfat primer, fosfat sedimenter dan fosfat guano. Fosfat di
alam ada dua bentuk yaitu senyawa fosfat organik dan senyawa fosfat
anorganik. Fosfat organik terdapat pada tumbuhan dan hewan sedangkan
fosfat anorganik terdapat di air dan tanah. Fosfat terapat dalam air alam
atau air limbah sebagai senyawa ortofosfat, polifosfat dan fosfat organic.
Di daerah pertanian ortofosfat berasal dari pupuk yang masuk kedalam
sungai atau dalam organisme air.
V. REAKSI
HPO43-(aq) + 3NH4+(aq) + 12MoD42-(aq) + 23H+ ( NH4)3[P(Mo3D10)4](s)
+ 12H2O(l)
NH4PO3(aq) + HCl(aq) NH4Cl(aq) + HPO3(aq)
Dilarutkan Larutan
Ditimbang 2
dengan 12,5 mL
gram Kristal didinginkan
Amonium aquades panas
(Larutan 1)
Molibdovat
Ditambah 22,5
mL larutan
Larutan 2
HClO4 60%
sedikit demi
sedikit
Larutan Induk
Fosfat 100 mg/L
0 10 20 30 40 50 60
ppm ppm ppm ppm ppm ppm ppm
Dimasukkan ke
labu takar 50 mL
Diukur dengan
Spektrofotometer
sinar tampak pada
panjang gelombang
450 nm
Bobot Volume
Warna Perhitungan konsentrasi
garam labu takar
Larutan standar induk P-PO4 (mg/L)
fosfat (mg) (mL)
- - - -
1 0.00 50 0
2 5.00 50 10
3 10.00 50 20
4 15.00 50 30
5 20.00 50 40
6 25.00 50 50
7 30.00 50 60
Slop 0.0322
Intersep 0,0111
Regresi 0.9976
Volume Kadar
Bobot sampel Volume C terukur analit
No sampel yang labu takar Fp di alat dalam
(mg) dipindah akhir (mL) (mg/L) sampel
(mL) (%)
1 5021.5 10 50 5 13.4234 0,07
2 5021.5 10 50 5 13.2973 0,07
3 5021.5 10 50 5 13.3243 0,07
4 5021.5 10 50 5 13.2973 0.07
5 5021.5 10 50 5 13.2973 0.07
Ʃ 0.35
Rata-rata 0,07
Simpangan Baku (SB) 0,00
% Simpangan Baku Relatif (%SBR) 0.00
VIII. PERHITUNGAN
a. Standar Induk
Volume labu takar x Mr KH2PO4 x C std
mg standar induk = Ar P04
g mg
0,25 L x 136 ⁄mol x 100 ⁄L
= g
95 ⁄mol
= 35,7895 mg
= 0,0358 g
V1 = 0,00 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
2. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 10 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 5,0 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
3. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 20 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 10,00 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
4. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 30 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 15,00 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
5. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 40 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 20,00 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
6. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 50 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 25,00 mL
𝑉2 𝑋 𝑀2
7. V1 = 𝑀1
mg
50 mL x 60 ⁄L
V1 = mg
100 ⁄L
V1 = 30,00 mL
c. C terukur
1. y = 0,0111x + 0,0322
0,1812 = 0,0111x + 0,0322
0,1812−0,0322
X = = 13,4234 mg/L
0,0111
2. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111
3. y = 0,0111x + 0,0322
0,1801 = 0,0111x + 0,0322
0,1801−0,0322
X = = 13,3243 mg/L
0,0111
4. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111
5. y = 0,0111x + 0,0322
0,1798 = 0,0111x + 0,0322
0,1798−0,0322
X = = 13,2973 mg/L
0,0111
= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
3. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,3243 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg
= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
4. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,2973 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg
= 0,07%
mg
C terukur( ) x Fp x V Labu takar (L)
L
5. % PO4 = 𝑥 100%
Bobot Sampel (mg)
mg
13,2973 ( ) x 5 x 0,05 L
L
= 𝑥 100%
5021,5 mg
= 0,07%
IX. PEMBAHASAN
X. KESIMPULAN
11
LAPORAN KELOMPOK 2
I. JUDUL
Penetapan Presisi dan Akurasi Metode Penetapan Besi (Fe) dalam Air
Limbah Secara Spektrofotometri Sinar Tampak.
II. TUJUAN
Menetapkan kadar besi dalam air limbah secara spektrofotometri sinar
tampak.
III. PRINSIP
Mineral besi yang terkandung dalam air limbah dipreparasi
dengan teknik pengabuan kering. Teknik ini menjadikan mineral besi
dan mineral lainnya, serta bahan organik teroksidasi. Selanjutnya,
oksida mineral dilarutkan dalam asam nitrat dan ditambahkan KCNS
20% untuk membentuk senyawaan kompleks bewarna merah darah.
Senyawaan berwarna tersebut diukur serapannya menggunakan
spektrofotometer sinar tampak (visible) pada panjang gelombang
maksimum sekitar 490 nm. Ketelitian hasil pengujian dilihat dari hasil
perhitungan nilai %RPD atau %RSD.
IV. DASAR TEORI
Besi adalah unsur dari golongan transisi. Besi mempunyai simbol
Fe dan nomor atom 26. Besi merupakan logam transisi yang berada
pada golongan VIII B dan periode 4. Besi adalah logam paling
melimpah nomor dua setelah alumunium. Buangan industri yang
mengandung persenyawaan logam berat Fe bukan hanya bersifat
toksik terhadap tumbuhan, tetapi juga terhadap hewan dan manusia,
Kadar besi (Fe) > 1 mg/L dianggap membahayakan kehidupan
organisme akuatik (Moore, 1991). Untuk mengetahui keberadaan besi
dalam konsentrasi yang rendah, diperlukan satu metode yang handal
dan mampu pada rentang konsentrasi yang rendah. Salah satu metode
yang dapat digunakan adalah metode spektrofotometri sinar tampak.
Spektrofotometri merupakan salah satu metode analisis
instrumental yang menggunakan dasar interaksi energi dan materi.
Spektrofotometri dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi suatu
12
larutan melalui intensitas serapan pada panjang gelombang tertentu.
Panjang gelombang yang dipakai adalah panajang gelombang
maksimum yang memberikan absorbansi maksimum. Salah satu
prinsip kerja spektrofotometri didasarkan pada fenomena penyerapan
sinar oleh spese kimia tertentu di daerah ultra violet dan sinar tampak
(visible).
Spektrofotometri visible disebut juga spektrofotometri sinar
tampak. Yang dimaksud sinar tampak adalah sinar yang dapat dilihat
oleh mata manusia. Cahaya yang dapat dilihat oleh mata manusia
adalah cahaya dengan panjang gelombang 400-800 nm dan memiliki
energi sebesar 299– 149 kJ/mol. Elektron pada keadaan normal atau
berada pada kulit atom 4 dengan energi terendah disebut keadaan dasar
(ground-state). Energi yang dimiliki sinar tampak mampu membuat
elektron tereksitasi dari keadaan dasar menuju kulit atom yang
memiliki energi lebih tinggi atau menuju keadaan tereksitasi.
Cahaya atau sinar tampak terdiri dari suatu bagian sempit kisaran
panjang gelombang dari radiasi elektromagnetik dimana mata manusia
sensitive. Radiasi dari panjang gelombang yang berbeda ini dirasakan
oleh mata kita sebagai warna berbeda, sedangkan campuran dari semua
panjang gelombang tampak seperti sinar putih, memiliki panjang
gelombang mencakup 400-700 nm. Panjang gelombang dari berbagai
warna adalah sebagai berikut :
13
Hukum Lambert-Beer menjadi dasar aspek kuantitatif
spektrofotometri di mana konsentrasi dapat dihitung berdasarkan
rumus di atas. Absorptivitas (a) merupakan konstanta yang tidak
tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang
mengenai larutan sampel. Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut,
struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi (Day and
Underwood, 1999; Rohman, 2007). Menurut Roth dan Blaschke
(1981), absorptivitas spesifik juga sering digunakan untuk
menggantikan absorptivitas. Harga ini memberikan serapan larutan 1
% (b/v) dengan ketebalan sel 1 cm sehingga dapat diperoleh
persamaan:
A=𝐴1 1 .b.c
b = ketebalan sel
1. Sumber-sumber lampu
Lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada panjang
gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah tampak (visible) pada
panjang gelombang antara 350- 900 nm.
2. Monokromotor
Monokromator digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang
monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma maupun grating.
Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil
penguraian.
3. Kuvet (sel)
14
Kuvet digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke
dalam berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah
meneruskan energi radiasi dalam daerah spektrum yang diinginkan.
Pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca
corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah
ultraviolet harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak
tembus cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang
khas mempunyai ketebalan 1 cm, namun tersedia kuvet dengan
ketebalan yang sangat beraneka, mulai dari ketebalan kurang dari 1
mm sampai 10 cm bahkan lebih.
4. Detektor
Detektor berperanan untuk memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
5. Suatu amplifier (penguat) dan rangkaian yang berkaitan yang
membuat isyarat listrik itu dapat dibaca.
6. Sistem pembacaan yang memperlihatkan besarnya isyarat
listrik.
V. REAKSI
Fe 3+ (aq) + 6 SCN- (aq) [Fe (SCN)6]3- (aq)
VI. CARA KERJA
- Pembuatan Larutan Induk Fe 100 mg/L
15
- Pembuatan Deret Standar Fe
Labu Takar 50 mL
16
VII. DATA PENGAMATAN
Volume
Warna Konsentrasi Std.Induk Fe
Bobot Besi (mg) Labu Takar
Larutan (mg/L)
(mL)
Tidak 99,7491
85,9000 100
Berwarna
17
5 2.0 50 4.00 0.4438 0.4453
6 2.5 50 5.00 0.5514 0.5539
Slop 0.1086
Intersep 0.0109
Koefisien Korelasi 0.9997
0.3
ŷ
ŷ
0
0 1 2 3 4 5 6
-0.1
Konsentrasi (mg/L)
Konsentrasi
Kode Sampel Abs
(mg/L)
Adisi 0 0.00 0.0946
18
Adisi 1 1.00 0.2029
Adisi 2 2.00 0.3182
Slope = 0.1070
Adisi 3 3.00 0.4114
Intersep = 0.0965
Adisi 4 4.00 0.5256
Regresi = 0.9997
Adisi 5 5.00 0.6312
VIII. PERHITUNGAN
1. Perhitungan Bobot Larutan Induk NH4Fe(SO4)2.12H2O
Bobot NH4Fe(SO4)2.12H2O = BM NH4Fe(SO4)2.12H2O x 100 mg/L x 100 mL x 10 -3 L/mL
BA Fe
= 482 g/mol x 100 mg/L x 0.1 L
56 g/mol
= 86.0714 mg
= 0.0861 g
c) 3 ppm d) 5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2 V1 x C1 = V2 x C2
V1 = 50 mL x 0 mg/L V1 = 50 mL x 0 mg/L
100 mg/L 100 mg/L
V1 = 1.5 mL V1 = 2.5 mL
19
Slop (b) : 0.1086
X=0 X=3
ŷ = a + bx ŷ = a + bx
= 0.0109 + 0.1086 (0) = 0.0109+0.1086(3)
= 0.0109 = 0.3367
X=1 X= 4
ŷ = a + bx ŷ = a +bx
= 0.0109 + 0.1086 (1) = 0.0109 +0.1086 (4)
= 0.1195 = 0.4453
X=2 X= 5
ŷ = a + bx ŷ = a + bx
= 0.0109 + 0.1086 (2) = 0.0109 + 0.1086 (5)
= 0.2281 = 0.5539
y = a + bx = 0.7256
𝑦−𝑎
x= 𝑏
0.0919−0.0109
x= 0.1086
x = 0.7458
20
5. Kadar Sampel Analit
- Kadar Sampel 1 = Konsentrasi x Fp
50 𝑚𝐿
= 0.7053 mg/L x - Rata – Rata Kadar
25 𝑚𝐿
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 1+𝑘𝑎𝑑𝑎𝑟 2
=1.4106 mg/L = 2
(1.4106+1.4916)𝑚𝑔/𝐿
- Kadar Sampel 2= Konsentrasi x Fp = 2
50 𝑚𝐿
= 0.7458 mg/L x = 1.4511 mg/L
25 𝑚𝐿
=1.4916mg/L
𝑺𝒆𝒍𝒊𝒔𝒊𝒉 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓
6. %RPD = 𝑹𝒂𝒕𝒂−𝒓𝒂𝒕𝒂 𝒌𝒂𝒅𝒂𝒓 𝒙 𝟏𝟎𝟎%
(1.4916−1.4106)𝑚𝑔/𝐿
= 𝑥 100% = 5.58%
1.4511
8. Kadar Fe (mg/L)
= konsentrasi sampel adisi x Fp
50 𝑚𝐿
= 0.9019 mg/L x 25 𝑚𝐿
= 1.8038 mg/L
IX. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini, ditetapkan kadar Fe dalam sampel air limbah
secara metode KCNS dengan menggunakan spektrofotometer sinar
tampak (visible). Penetapan ini menggunakan spektrofotometer sinar
tampak dikarenakan spektrofotometer mampu menetapkan absorban
dari suatu analit dengan konsentrasi kecil (ppm). Dimana
spektrofotometer sinar tampak didasarkan pada serapan dengan
panjang gelombang 400 nm – 800 nm yang mampu menyebabkan
21
terjadinya transisi di antara tingkat energi elektronik molekul. Transisi
ini dapat terjadi antara orbital ikatan (bonding) atau orbital anti ikatan
(non-bonding). Panjang gelombang sinar yang diserap sebanding
dengan perbedaan tingkat energi orbital. Spektrofotometer ini
melakukan analisis secara molekuler, dimana hanya sebuah molekul
dan dengan syarat berwarna (larutannya) agar terbaca pada alat ini,
oleh sebab itu pada penetapan ini analit Fe dengan spesi Fe3+
direaksikan dengan KCNS dalam suasana asam (penambahan HNO3)
yang akan menghasilkan molekul kompleks Fe(SCN)3 yang berwarna,
dengan panjang gelombang yang diujikan sebesar 490 nm. Karena
berdasarkan literatur ditemukan bahwa panjang gelombang maksimum
berada pada nilai tersebut sehingga dapat diperkirakan rentang
scanning agar cepat dan tepat. Setelah dilakukan scanning pada alat,
didapat panjang gelombang maksimum sebesar 472,0 nm. Hal tersebut
terjadi karena pada literatur yang menyatakan bahwa panjang
gelombang maksimun berapa pada nilai 490 nm memiliki keadaan
pengujian yang berbeda pada saat penetapan ini dilakukan, sehingga
terjadi pergeseran nilai panjang gelombang maksimum dikarenakan hal
tersebut.
Pengadsorbsian sinar tampak oleh suatu molekul akan
menghasilkan eksitasi electron bonding, akibatnya panjang gelombang
absorbs maksimum dapat dihubungkan dengan jenis ikatan yang ada
pada molekul yang sedang dianalisis. Jika suatu molekul sederhana
dikenakan sinar radiasi elektromagnetik, maka molekul tersebut akan
menyerap radiasi elektromagnetik yang sesuai. Interaksi antarmolekul
dengan radiasi ini akan meningkatkan energi potensial elektron pada
tingkat keadaan tereksitasi. Jika suatu radiasi elektromagnetik
menembus suatu larutan, maka cahaya akan diserap, diteruskan, dan
dipantulkan (dianggap tidak ada karena sangat kecil). Bagian yang
terserap adalah pengukuran absorban atau transmitan. Senyawa yang
dapat menyerap cahaya tersebut adalah senyawa yangmemiliki
pasangan elektron yang tak berpasangan atau gugus kromofon.
22
Pada praktikum ini tahapan pertama yang dilakukan adalah
pembuatan larutan induk Fe 100 ppm dari melarutkan garam
Fe(NH4)2(SO4)2.12H2O dengan akuades dan ditambahkan asam,
penambahan asam adalah untuk suasana dan mampu membantu
pembentukan senyawa kompleks berwarna dengan KCNS, selain itu
asam digunakan untuk menghindari terjadinya hidrolisis sehingga
mencegah terbentuknya endapan Fe(OH)2.
Selanjutnya dilakukan pembuatan deret standar dengan konsentrasi
sebesar 0 ppm, 0,5 ppm, 1 ppm, 1,5 ppm, 2 ppm, dan 2,5 ppm dari
induk Fe 100 ppm. Pengenceran dialkukan penurunan melalui buret
dan dipindahkan dalam labu takar 50 mL. Lalu ditambahkan 1,5 mL
HNO3 1:3 sebagai pengasam dan 1,5 mL KCNS 20%. Uji positif akan
ditandai terbentuknya senyawa kompleks Fe(SCN)3 berwarna merah,
yang memenuhi persamaan reaksi :
Fe3+ (aq) + KCNS (aq) Fe(SCN)3 (aq) + K+(aq)
Didapat kadar Fe pada sampel air limbah sebesar 1.8038 mg/L dengan
%RSD sebesar 5,58% dengan syarat keberterimaan 5%.
X. KESIMPULAN
Kadar Fe pada standar eksternal sebesar 1.4511 mg/L dengan % RPD
sebesar 5.58%;
Kadar Fe pada metode adisi sebesar 1.8038 mg/L.
XI. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. & Underwood, A. L. 2003. Analisis Kimia Kuantitatif.
Erlangga: Jakarta.
Hendayana, Sumar. 2001. Penuntun Kimia Analitik Instrumen.
Bandung: Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI
Maulidiana. 2012. Analisis Kandungan Fe dalam Susu Sapi Kemasan
Kabupaten Sinjai Secara SSA. Makassar: Universitas Islam Alauddin.
XII. TES FORMATIF
1. Mengapa terbentuk senyawa berwarna?
23
2. Mengapa metode ini menggunakan panjang gelombang 490 nm?
Jawaban: Karena panjang gelombang 490 nm, yaitu panjang gelombang untuk
penentuan Fe yang baik, artinya pada panjang gelombang tersebut
kemampuan zat menyerap cahaya meningkat, namun kembali turun dalam
penyerapan cahayanya pada panjang gelombang 500 nm ke atas.
Jadi, jika terdapat pereaksi selain HNO3 yang memenuhi syarat di atas dan
tidak mempengaruhi reaksi atau dengan kata lain sifat mirip dengan HNO3,
maka pereaksi tersebut dapat digunakan.
Jawaban: Untuk membuat suasana asam karena dalam asam Fe3+ dapat
membentuk senyawa kompleks dengan KCNS berwarna merah bata.
Jawaban: Ya. Mungkin bisa berasal dari cara pemipetan, menera, bahkan
sampai perhitungan.
24
LAPORAN KELOMPOK 3
I. JUDUL
Penetapan Linearitas, Limit Deteksi, dan Ketegaran Metode Penetapan
Besi (Fe) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak
II. TUJUAN
Menetapkan linearitas, limit deteksi, dan ketegaran metode penetapan
besi secara spektrofotometri sinar tampak.
III. PRINSIP
Metode penetapan Fe3+ secara kompleksiometri dengan
penambahan KSCN dan oksidator KMnO4 merupakan metode yang
lazim digunakan. Penggantian senyawa oksidator dengan asam nitrat
dapat menyebabkan unjuk kerja metode tersebut berubah. Oleh karena
itu, untuk mengetahui unjuk kerja metode tersebut, maka perlu
diketahui beberapa parameter kritis, yaitu linearitas, limit deteksi,
presisi, dan ketegaran.
IV. DASAR TEORI
Besi adalah metal berwarna putih keperakan, liat, dan dapat
dibentuk, biasanya di alam didapat sebagai hematit. Besi merupakan
elemen kimiawi yang dapat dipenuhi hampir di semua tempat di muka
bumi, pada semua bagian lapisan geologis dan semua badan air. Pada
air permukaan, jarang ditemui kadar Fe lebih besar dari 1 mg/L, tetapi
di dalam air, kadar tanah Fe dapat jauh lebih tinggi. Konsentrasi Fe
yang tinggi dapat dirasakan dan dapat menodai kain dan perkakas
dapur, selain itu juga menimbulkan pengendapan pada dinding pipa,
pertumbuhan bakteri besi, kekeruhan karena adanya koloidal yang
terbentuk (Anonim, 2012).
Penentuan kadar besi dapat dilakukan dengan menggunakan
metode spektrofotometri UV-Vis dengan reaksi pengompleksan
terlebih dahulu yang ditandai dengan pembentukan warna spesifik
sesuai dengan reagen yang digunakan. Senyawa pengompleks yang
dapat digunakan di antaranya molibdenum, selenit, difenilkarbazon,
dan fenantrolin. Pada penelitian ini pengompleks yang digunakan
25
adalah 1,10-fenantrolin. Besi(II) bereaksi membentuk kompleks merah
jingga. Warna ini tahan lama dan stabil pada range pH 2-9. Metode
tersebut sangat sensitif untuk penentuan besi.
Metode spektroskopi sinar tampak berdasarkan penyerapan sinar
tampak oleh suatu larutan berwarna. Oleh karena itu, metode ini
dikenal juga sebagai metode kalorimetri. Hanya larutan senyawa yang
berwarna yang dapat ditentukan dengan metode ini. Senyawa tak
berwarna dapat dibuat berwarna dengan mereaksikannya dengan
pereaksi yang menghasilkan senyawa berwarna. Contohnya, ion Fe3+
dengan ion CNS- menghasilkan larutan berwarna merah. Lazimnya
kalorimetri dilakukan dengan membandingkan larutan standar dengan
cuplikan yang dibuat pada keadaan yang sama. Dengan kalorimetri
elektronik (canggih) jumlah cahaya yang diserap (A) berbanding lurus
dengan konsentrasi larutan. Metode ini sering digunakan untuk
menentukan kadar besi dalam air minum.
Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang
didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu
lajur larutan berwarna pada panjang gelombamg spesifik dengan
menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan detektor
fototube. Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan
atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang.
Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, metode
yang digunakan sering disebut dengan spektrofotometri.
Spektrofotometer sesuai dengan namanya adalah alat yang terdiri
dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah
alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorbsi. Jadi, spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi
secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan atau
diemisikan sebagai fungsi fungsi dari panjang gelombang.
Panjang gelombang cahaya ultraviolet dan tampak, jauh lebih
pendek daripada panjang gelombang inframerah. Satuan yang
26
digunakan untuk memberikan panjang gelombang ini adalah
nanometer (1 nm = 10-9 m). Spektrum tampak terentang dari 400 nm
(ungu) ke 750 nm (merah), sedangkan ultraviolet berjangka dari 200-
400 nm. Baik radiasi ultraviolet maupun tampak berenergi lebih tinggi
daripada radiasi inframerah. Panjang gelombang cahaya ultraviolet
atau tampak bergantung pada mudahnya promosi elektron. Molekul-
molekul yang memerlukan lebih banyak energi untuk promosi
elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul-molekul yang memerlukan energi yang lebih sedikit akan
menyerap pada panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang
tak menyerap cahaya dalam daerah tampak (yakni senyawa berwarna)
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada
senyawa yang tak menyerap pada panjang gelombang ultraviolet.
Penyerapan sinar UV-tampak oleh suatu molekul akan
menyebabkan transisi di antara tingkat energi elektronik dari molekul.
Atas dasar ini, spektroskopi UV-tampak juga dikenal sebagai
spektroskopi (spektrometri) elektronik. Transisi ini dapat terjadi
antarorbital ikatan (bonding) atau orbital anti ikatan (anti bonding).
Panjang gelombang sinar yang diserap sebanding dengan perbedaan
tingkat energi orbital (∆E). Untuk eksitasi elektron ikatan σ perlu
energi yang tinggi dengan nilai λ = 120 -200 nm (UV hampa). Hal ini
berarti pengukuran harus dilakukan dalam hampa sehingga sukar
dilakukan. Di atas λ = 200 nm, daerah eksitasi elektron dari orbital p,
d, ᴨ terutama sistem n terkonjugasi, pengukuran mudah dilakukan
sehingga spektrometri UV tampak diukur pada λ ˃ 200 nm.
27
bagian nampak dari suatu spektrum, oleh karena itu senyawaan ini tak
berwarna. Sebaliknya molekul dengan ikatan rangkap atau inti benzena
dapat menyerap beberapa panjang gelombang nampak dan meneruskan
cahaya berwarna. Elektron yang mudah dieksitasi oleh cahaya nampak
biasanya terdapat dalam sebuah molekul yang beberapa atomnya
dihubungkan oleh ikatan rangkap dan tunggal secara berselang-seling.
Gugus atom semacam itu disebut kromofor (pengemban warna).
V. REAKSI
Fe3+(aq) + 3 KCNS (aq) H+ Fe(CNS)3 (aq) + 3 K+(aq)
Ditera menggunakan
Ditambahkan 5-10 tetes
akuades dan dihomogenkan.
HNO3 1:3.
Ditera menggunakan
akuades dan
dihomogenkan
28
- Pembuatan Larutan Uji Limit Deteksi
Ditambahkan masing-
Ditera menggunakan masing labu takar dengan
akuades dan 1,25 mL HNO3 1:3 dan
dihomogenkan 1,25 KSCN 20%
30
Intersep -0,0214
Koefisien Korelasi (r) 0,9979
VIII. PERHITUNGAN
31
- Penimbangan FAS (Pembuatan Larutan Induk 100 ppm)
Mr FAS
FAS yang harus ditmbang = x bobot Fe
Ar Fe
g
482 ⁄mol
= g x 0,01 gram
56 ⁄mol
= 0,0861 gram
- Pembuatan Deret Linearitas standar Fe
V1C1 = V2C2
V1 xC2
V1 = C1
0 ppm 6 ppm
= 0 mL = 6 mL
2 ppm 8 ppm
= 2 mL = 8 mL
4 ppm 10 ppm
= 4 mL = 10 mL
32
Konsetrasi Absorbansi
0,27 - 0,0004
0,32 0,0028
0,31 0,0024
0,40 0,0095
0,39 0,0085
Intersep (A) - 0,0123
Slop (B) 0,0463
Koefisien korelasi (r) 0,7935
Persamaan regresi y = - 0,0123 + 0,0463x
y = A + Bx
y = - 0,0123 + 0,0463X
y−(−0,0123)
X= 0,0463
− 0,0004−(−0,0123) − 0,0095−(−0,0123)
X1 = X4 =
0,0463 0,0463
= 0,27 = 0,40
− 0,0028−(−0,0123) − 0,0085−(−0,0123)
X2 = X5 =
0,0463 0,0463
= 0,32 = 0,39
mg (rerata+3SB)− Intersep
LD ( ⁄L) =
slope
− 0,0024−(−0,0123)
X3 = 0,0175− (−0,0123)
0,0463 = 0,0463
= 0,31 mg
= 0,6436 ⁄L
33
Konsetrasi Absorbansi
0,51 0,0179
0,48 0,0152
0,45 0,0135
0,44 0,0127
0,47 0,0146
Intersep (A) -0,0192
Slop (B) 0,0723
Koefisien korelasi (r) 0,9933
Persamaan regresi y = - 0,0192 + 0,0723X
y = A + Bx
y = - 0,0192 + 0,0723X
y−(−0,0192)
X= 0,0723
0,0179−(−0,0192) 0,0127−(−0,0192)
X1 = X4 =
0,0723 0,0723
= 0,51 = 0,44
0,0152−(−0,0192) 0,0146−(−0,0192)
X2 = X5 =
0,0723 0,0723
= 0,48 = 0,47
IX. PEMBAHASAN
34
Pada praktik ini digunakan panjang gelombang 480 nm yang
merupakan lamda maks berdasarkan literatur. Pada spektrofotometer
sinar tampak ini hanya larutan berwarna yang dapat dibaca. Sampel
yang digunakan, yaitu Fe ditambahkan larutan KSCN membentuk
senyawa kompleks Besi (III) Tiosianat berwarna merah. Berdasarkan
hasil pengukuran dan perhitungan diperoleh persamaan kurva deret
satndar yang menunjukan hubungan antara konsentrasi dan absorbansi
yaitu y= -0,0192 + 0,0723X dengan regresi sebesar 0,9979.
Pada pengukuran uji limit deteksi dan uji ketegaran, diperoleh
selisih absorbansi yang tidak begitu jauh. Tetapi, setelah dilakukan
perhitungan diperoleh %SBR > 5%, walaupun ada beberapa data yang
memiliki %SBR < 5%.
X. KESIMPULAN
- Nilai koefisien korelasi yang didapat yaitu r = 0,9979;
- Konsentrasi limit deteksi pada 0,0000 ppm yaitu 0,6436 mg/L dan
pada 0,0200 ppm yaitu 0,5532 mg/L. Sehingga konsentrasi 0 dan 0,2
ppm termasuk dalam limit deteksi (% SBR > 5 %);
- Penambahan dengan HNO3 1 : 3 , 1,00 mL didapatkan %SBR sebesar
3,08% dimana hasil tersebut < 5% sehingga penamabahan HNO3 1 : 3
1,00 mL dapat teliti pada labu takar 50 mL.
XI. DAFTAR PUSTAKA
- Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Terjemahan
olehSaptoharahardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.
- Kleinfelter, and Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga.
- Panji, T. 2012. Teknik Spektroskopi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
- Vogel. 1985. Buku Teks Analisis Organik Kualitatif Makro dan Semi
Mikro Edisi Lima. Jakarta: PT Kalman Media Pustaka.
XII. TES FORMATIF
1. Apa perbedaan R2 dan r ? Jelaskan!
2. Mengapa limit deteksi perlu ditentukan?
3. Apakah metode ini tegar terhadap penamabahan volume asam nitrat?
35
Jawaban :
1. R2 = Seberapa besar kemmapuan semua variabel bebas dalan
menunjukkan varians dan variabel terikatnya
r = Untuk menyatakan ada tidaknya hubungan antara variabel bebas dan
variabel terikat.
2. Agar kita mengetahui konsentrasi yang masih bisa dibaca oleh alat
sehingga hasil yang dibaca semakin baik
3. Tidak, metode ini belum dapat menyimpulkan apakah tegar/tidak karena
diperlukan uji lanjutan, yaitu F dan T untuk dapat menentukan ketegaran
metode ini.
36
LAPORAN KELOMPOK 4
I. JUDUL
Penetapan Kadar Thiamin dalam Sampel Tablet Vitamin B1 Secara
Spektrofotometri Ultra Violet.
II. TUJUAN
Menetapkan kadar thiamin dalam sampel tablet vitamin B1 secara
spektrofotometri sinar ultra violet.
III. PRINSIP
37
mempunyai elektron yang lebih mudah dipromosikan daripada
senyawa yang menyerap pada panjang gelombang ultraviolet yang
lebih pendek (Fessenden dan Fessenden, 1992).
Thiamin atau vitamin B1 merupakan kristal putih dengan bau
yang spesifik. Bersifat higroskopis dan bentuk anhidratnya dapat
menyerap 4 % air. Meleleh dan mengalami dekomposisi pada 248ºC.
Struktur Vitamin B-1 (Thiamin HCl)
S H2N CH3
HOH2CH2C N
N N
Cl-. HCl
H3C C
H2
V. CARA KERJA
Pembuatan Larutan Induk Thiamin 100 mg/L
Disaring dalam
erlenmeyer bertutup.
38
Pembuatan Deret Standar Thiamin
Thiamin 100 mg/L
0 5 10 15 20 25 (mg/L)
0,00 2,00 5,00 7,50 10,00 12,50 (mL)
Dihomogenkan
Pengenceran
Dimasukkan ke
dilakukan sebanyak Ditera
N HCl
dengan
1 : 60 HCl
Labu Takar 100 mL
10 kali 1 : 60
39
b. Tabel Data Pembuatan Larutan Standar Induk Thiamin
Perhitungan
Bobot Thiamin Volume Labu Konsentrasi
Warna Larutan
(mg) Takar (mL) Standar Induk
Thiamin (mg/L)
25 mg
N1 = 0,25 L
25 250 Tidak Berwarna
= 100 mg/L
Bobot
Bobot Tiap Volume C Terukur Absorb C sampel C sampel
Sampel
Tablet (g) Sampel (L) (mg/L) ansi (mg/Kg) (mg/tablet)
(kg)
40
VII. PERHITUNGAN
1. Pembuatan larutan induk thiamin
25 𝑚𝑔
Thiamin = = 100 mg/L
0,25 𝐿
41
Ulangan Abs C terukur (CSxo) (mg/L) C sampel (CSx) (mg/kg)
1 0,5595 16,66356185 164985,7609
2 0,5561 16,55799801 163940,5744
3 0,5610 16,71013413 165446,8726
RERATA 0,558866667 16,643898 164791,0693
SD 0,077950944 771,7915258
%RSD (µ PM) 0,47
µ Volume
Labu Takar
LT (mL)
µ Massa Sampel
Neraca
(mg)
Data
Ketidakpastian Asal k (α = 95%) µ kal (mg)
Kalibrasi (g) 0,000282843
Spesifikasi (Kalibrasi)
0,0004 2 0,0002
Nilai (Xi)
Satuan µ Xi (µ Xi/Xi) (µ Xi/Xi)^2
Sumber (mg/L)
Ketidakpastian
Kurva
16,643898 mg/L 0,602675827 0,036210017 0,001311165
Kalibrasi
42
Presisi Metode 164791,0693 mg/kg 771,79 0,004683455 2,19347E-05
Jumlah 0,04603412
Nilai Ketidakpastian Gabungan 7586,011923
Nilai Ketidakpastian Diperluas 15172,02385
(164791.0693 ±
Pelaporan
15172,02385) mg/kg
μ LT μreg
μkal μef.T
Kadar Thiamin (mg/kg)
μkal
μPM μm
VIII. PEMBAHASAN
Pada praktikum ini, nilai kadar dari thiamin dalam tablet vitamin
B1 ditetapkan secara Spektrofotometri UV-Visible. Prinsipnya adalah
reaksi antara cahaya dengan suatu molekul menghasilkan suatu
serapan, cahaya yang diteruskan dan dipantulkan. Cahaya yang
diteruskan ini dibaca oleh detektor dan diubah menjadi absorbansi.
.
Hubungan antara nilai absorbansi dengan konsentrasi yang
berbanding lurus, dibuktikan degan hasil absorbansi dari deret standar.
Koefisien relatif yang didapat sebesar 0,9973, hal ini menunjukkan
ketidaklinearitasan karena banyak kesalahan yang diperbuat, mulai
dari teraan yang tidak tepat.
Berdasarkan pengujian kadar thiamin dalam sampel dilakukan 3 kali
43
pengulangan, melalui perhitungan data didapat nilai % RSD sebesar
0,47 % yang berarti hasil data dapat dipakai, sebab memenuhi syarat
keberterimaan, yaitu kurang dari 5%. Nilai kadar thiamin yang didapat
melalui praktikum ini adalah (16,48 ± 1,52) mg/Kg, ketidakpastian
yang didapat tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan adanya
kontaminan pada larutan induk, atau pun preparasi sampel yang kurang
baik.
IX. KESIMPULAN
X. DAFTAR PUSTAKA
Day, R.A. dan A.L.Underwood. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif
Edisi Keenam. Jakarta. Erlangga.
Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta:
Universitas Indonesia.
Skoog, DA. Holler, FJ. And Stainley CR. 2007. Principles of
Instrumental Analysis Sixth Editions. David Harri Belmont U.
44
oleh sampel thiamin. Sehingga akan diperoleh kepekaan analisis yang
maksimal.
XII. LAMPIRAN
0.5000
0.4000 Series1
0.3000 Linear (Series1)
0.2000
0.1000
0.0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (mg/L)
45
KURVA KALIBRASI THIAMIN
0.9000
0.8000
y = 0.0315x + 0.0119
0.7000
R² = 0.9994
0.6000
Abosrban
0.5000
0.4000 Series1
0.3000
Linear (Series1)
0.2000
0.1000
0.0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi (mg/L)
46
LAPORAN KELOMPOK 5
I. Judul
Penetapan Kadar Ca dalam Sampel Minuman Isotonik Secara
Spektrofotometri Serapan Atom
II. Tujuan
Menetapkan kadar Ca dalam sampel minuman isotonik.
III. Prinsip
Sampel dilarutkan dengan asam dan ditambahkan lantan klorida untuk
menghilangkan gangguan ion pengganggu seperti fosfat. Partikel-partikel
halus berbentuk cairan dibakar diburner sehingga ion logam yang
dikandungnya berubah menjadi atom dan tereksitasi setelah dilalui sumber
radiasi lampu katoda. Besarnya pengurangan intensitas radiasi lampu katoda
yang melintasi sampe sebanding dengan konsentrasi logam yang terkandung
dalam sampel tersebut.
IV. DASAR TEORI
47
dihasilkan sampel. Sumber cahayanya adalah lampu berupa katoda yang
terdiri dari bagian-bagian yang teratur. Setiap unsur membutuhkan lampu
katoda yang berbeda dan ditempatkan di ruang khusus lampu.
AAS Spektrofotometer :
48
kemudian diubah menjadi energi listrik oleh photomultiplier dan
selanjutnya diukur dengan detektor dan dicatat oleh readout.
V. CARA KERJA
a. Pembuatan Larutan Ca 1000 mg/L
Dihomogenkan
Ditera dengan
Dipipet 5 mL larutan Dimasukkan ke Labu
Aquadest dan
induk Ca 1000 ppm Takar 50 mL Dihomogenkan
49
c. Pembuatan HCl 0,02N
0 ppm 0,1 ppm 0,2 ppm 0,3 ppm 0,4 ppm 0,5 ppm 0,6 ppm
0.00mL 0.50 mL 1,00 mL 1,50 mL 2,00 mL 2,5mL 3,00mL
50
B. Data Pembuatan Larutan Standar Induk Ca
Bobot
Perhitungan
Garam Volume Labu Warna Larutan
Konsentrasi(mg/L)
Ca(mg) Takar(mL)
- - - -
51
7 3 0.905
Intersep 0.004286
Slop 0.3034
r2 0.9994
Pers.regresi Y = 0.3034X + 0.0043
VII. PERHITUNGAN
Pembuatan Larutan Standar Induk Ca
𝑀𝑟 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝐶𝑎𝐶𝑂3 = 𝑥 𝑝𝑝𝑚 𝑥 𝑣 𝑙𝑎𝑏𝑢 (𝐿)
𝐴𝑟 𝐶𝑎
𝑔
100 𝑚𝑔
= 𝑚𝑜𝑙 𝑥 100 𝑥 0,1 𝐿
𝑔 𝐿
40
𝑚𝑜𝑙
= 25 𝑚𝑔 = 0,0025 𝑔𝑟𝑎𝑚
𝑉2 × 𝑁2
𝑉1 =
𝑁1
0 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉0 = = 0 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚
0,1 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉1 = = 0,50 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚
0,2 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉2 = = 1,0 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚
52
0,3 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉3 = = 1,5 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚
0,4 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉4 = = 2,0 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚
0,5 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉5 = = 2,5 𝑚𝐿
100 𝑝𝑝𝑚
0,6 𝑝𝑝𝑚 𝑥 50 𝑚𝐿
𝑉6 = = 3,0 𝑚𝐿
10 𝑝𝑝𝑚
y = A + Bx
= 0.3034x + 0.0043
𝑦− 𝑎
𝐶 𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 = 𝑥 =
𝑏
1. Sampel Ca 1
0,1920 − 0,0043
𝑥= = 0,6186 𝑚𝑔/𝐿
0,3034
2. Sampel Ca 2
0,1741 − 0,0043
𝑥= = 0,5596 𝑚𝑔/𝐿
0,3034
53
1) Kadar Ca 1
𝑚𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 ( ) = 0,6186 × 10 = 6,186 𝑚𝑔/𝐿
𝐿
2) Kadar Ca 2
𝑚𝑔
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝐶𝑎 ( ) = 0,5596 × 10 = 5,596 𝑚𝑔/𝐿
𝐿
Rata-rata Kadar Ca
6,186 − 5,596
%𝑅𝑆𝐷 = × 100% = 10,02%
5,891
Kurva Kalibrasi
𝑦 𝑡𝑜𝑝𝑖 = 𝐴 + 𝐵𝑥
54
KURVA STANDAR : HUBUNGAN ANTARA
KONSENTRASI STANDAR TERHADAP
ABSORBANSI
Series1 Linear (Series1)
1
0.9 y = 0.3034x + 0.0043
0.8 R² = 0.9994
0.7
Absorbansi
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Konsentrasi (mg/L)
b. Kurva Kalibrasi
1
y = 0.3034x + 0.0043
0.8
Absorbansi (ŷ)
R² = 1
0.6
0.4
0.2
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Konsentrasi (mg/L)
VIII. PEMBAHASAN
55
pada perbandingan dan tidak bergantung pada temperatur.
Spektrofotometri serapan atom (AAS) adalah suatu metode analisis yang
didasarkan pada proses penyerapan energi radiasi oleh atom-atom yang
berada pada tingkat energi dasar (ground state). Penyerapan tersebut
menyebabkan tereksitasinya elektron dalam kulit atom ke tingkat energi
yang lebih tinggi. Keadaan ini bersifat labil, elektron akan kembali ke
tingkat energi dasar sambil mengeluarkan energi yang berntuk radiasi.
Dalam AAS, atom bebas berinteraksi dengan berbagai bentuk energi
seperti energi panas, energi elektromagnetik, energi kimia, dan energi
listrik. Interaksi ini menimbulkan proses-proses dalam atom bebas yang
menghasilkan absorpsi dan emisi (pancaran) radiasi dan panas. Radiasi
yang dipancarkan bersifat khas karena mempunyai panjang gelombang
yang karakteristik untuk setiap atom bebas. Adanya absorpsi atau emisi
radiasi disebabkan adanya transisi elektronik, yaitu perpindahan elektron
dalam atom dari tingkat energi yang satu ke tingkat energi lain
56
Dari deret standar yang dibuat didapatkan intersep (A) sebesar 0.0043
dan slope (B) sebesar 0.3034 dengan persamaan Y= 0.3034 x + 0.0043
dan koefisien korelasi (r) sebesar 0.9994. Kemudian dari absorban sampel
yang dihasilkan, didapatkan pula rata-rata kadar Ca dalam sampel sebesar
5,891 mg/L dengan %RPD sebesar 10.02%
IX. KESIMPULAN
Pertanyaan:
1. Apakah ratio fuel dan udara mempengaruhi nilai slop deret standard?
Jelaskan!
2. Deret standar yang manakah yang akan Saudara pilih? Jelaskan!
3. Apa fungsi penambahan lantan klorida dan EDTA?
4. Apakah pengukuran presisi metode termasuk dalam ketelitian tinggi?
Jawaban:
57
persamaan regresi, bukan nilai absorbansi terukur pada alat sehingga nilai
koefisien korelasinya bagus.
3. Penambahan lantan klorida berfungsi untuk mengikat ion fosfat
agar tidak mengganggu pengukuran kadar Ca pada SSA. EDTA digunakan
untuk melindungi Ca dari fosfat.
4. Ya karena presisi metode menyatakan derajat keakuratan hasil dari
suatu pengukuran.
58
LAPORAN KELOMPOK 6
I. JUDUL
Penetapan Kadar Cu dalam Sampel Air Limbah Secara Spektrofotometri
Serapan Atom (SSA)
II. TUJUAN
Menetapkan kadar Cu dalam air limbah secara spektrofotometri serapan
atom nyala.
III. PRINSIP
Ion logam Cu yang terlarut dalam air limbah dapat ditetapkan
kadarnya menggunakan spektrofotometer serapan atom nyala. Larutan
standar logam dan air limbah yang sudah disaring diaspirasikan ke alat
SSA sehingga terkabutkan oleh nebulizer. Sampel yang sudah terbentuk
kabut dibakar oleh nyala api agar senyawaan organik terbakar dan ion-ion
logam teratomisasi. Logam yang sudah teratomisasi diberikan sumber
radiasi resonansi yang berasal dari lampu katoda. Besarnya intensitas
radiasi resonansi lampu katoda yang diserap oleh atom-atom logam
sebanding dengan konsentrasi logam tersebut.
IV. DASAR TEORI
Metode Spektroskopi Serapan Atom (SSA) atau Atomic
Absorbtion Spectroscophy (AAS) adalah metode spektrometri yang
didasari oleh adanya serapan/absorpsi cahaya ultra violet (uv) atau visible
(vis) oleh atom-atom suatu unsur dalam keadaan dasar yang berada di
dalam nyala api. Cahaya UV atau vis yang diserap berasal dari energi yang
diemisikan oleh sumber energi tertentu.
Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada sifat unsurnya. Misalnya, Natrium menyerap
pada 589 nm, Uranium pada 358,5 nm, sedangkan Kalium pada 766,5 nm.
Cahaya pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk
mengubah tingkat elektronik suatu atom. Transisi elektronik suatu unsur
bersifat spesifik. Dengan absorbansi energi, berarti memperoleh lebih
banyak energi, suatu atom pada keadaan dasar dinaikkan tingkat energinya
ke tingkat eksitasi.
Besarnya cahaya yang diserap oleh suatu atom dalam keadaan
dasar sebanding dengan konsentrasinya. Hal ini berdasarkan Hukum
Lambert-Beer yang secara sederhana dirumuskan sebagai berikut :
A=abC
Keterangan : A = absorbansi/daya serap
59
a = absorftivitas
b = lebar kuvet (cm)
C = konsentrasi
Dengan cara kurva kalibrasi, yaitu hubungan linear antara
absorbansi (sumbu Y) dan konsentrasi (sumbu X), kita dapat
menentukan konsentrasi suatu sempel.
Ada tiga komponen alat yang utama dalam SSA, yaitu (1) unit
atomisasi, berupa nyala api dari pembakaran bahan bakar tertentu
dengan oksidan ; (2) sumber energi, berupa hollow cathode; dan
(3) unit pengukur fotometrik, terutama berupa detektor yang dapat
mendeteksi intensitas cahaya yang melaluinya.
Spektroskopi serapan atom ini didasarkan pada interaksi materi
dengan cahaya melalui absorpsi cahaya materi atau senyawa. Ketika
suatu atom pada keadaan dasar dikenai sinar maka atom tersebut akan
tereksitasi dari keadaan dasarnya ke tingkat energi yang lebih tinggi.
Energi dari atom yang tereksitasi tersebut dijadikan sebagai dasar
pengukuran untuk AAS.
Proses Spektroskopi Serapan Atom ini meliputi :
1. Atomic Absorption (Absorpsi Atom)
Logam akan mengabsorpsi energi cahaya. Cahaya yang diabsorpsi
spesifik sekali untuk tiap unsur tersebut.
60
Atom-atom dari unsur-unsur yang berbeda menyerap cahaya yang
berasal dari lampu katoda. Analisis dari suatu sampel yang
mengandung unsur menggunakan cahaya hasil emisi dari unsur
tersebut. Misalnya tembaga, lampu yang mengandung unsur tembaga
memancarkan berkas cahaya hasil emisi yang diserap oleh tembaga
dari sampel. Kemudian cahaya menuju ke copper dilewatkan kedalam
nyala api. Dalam AAS, sampel diatomisasi menjadi atom-atom bebas
keadaan dasar dalam bentuk uap, dan sebuah cahaya radiasi
elektromagnetik dihasilkan dari emisi atom-atom tembaga yang
tereksitasi pada lampu, yang diarahkan pada sampel yang diuapkan.
Sebagian radiasi diserap oleh atom pada sampel, semakin banyak atom
dalam keadaan bentuk uap semakin besar radiasi yang diserap oleh
atom pada sampel. Jumlah cahaya yang diserap sebanding dengan
jumlah atom-atom tembaga. Kemudian radiasi tersebut diteruskan ke
detektor melalui monokromator. Dari detektor menuju amplifier yang
dipakai untuk membedakan kembali radisi yang berasal dari sumber
radiasi dan radiasi yang berasal dari nyala api. Selanjutnya sinar masuk
menuju read out untuk mencatat hasil. Kurva kalibrasi dibentuk dari
perjalanan sampel yang diketahui konsentrasinya.
1. Sumber Sinar
Berfungsi memberikan radiasi sinar pada atom-atom netral
hingga terjadi absorbsi, yang diikuti peristiwa eksitasi atom. Energi
eksitasi atom bersifat terkuantisasi, oleh karena itu sumber sinar harus
memberikan radiasi sinar yang spesifik pula. Energi sinar yang khas
dapat diperoleh dari peristiwa emisi sinar dari lampu katoda berongga
(Hollow Cathode Lamp).
Karena lebar pita pada absorpsi atom sekitar 0,001 nm, maka
tidak mungkin untuk menggunakan sumber cahaya kontinyu, seperti
pada spektrometri molekuler dengan dua alasan utama sebagai berikut
:
a) Pita-pita absorpsi yang dihasilkan oleh atom-atom jauh lebih
sempit dari pita-pita yang dihasilkan oleh spektrometri molekul. Jika
sumber cahaya kontinyu digunakan, maka pita radiasi yang diberikan
oleh monokromator jauh lebih lebar dari pada pita absorpsi sehingga
banyak radiasi yang tidak mempunyai kesempatan untuk diabsorpsi
yang mengakibatkan sensitivitas atau kepekaan SSA menjadi jelek.
b) Karena banyak radiasi dari sumber cahaya yang tidak
terabsorpsi oleh atom, maka sumber energi cahaya kontinyu yang
61
sangat kuat diperlukan untuk menghasikan energi yang besar didalam
daerah panjang gelombang yang sangat sempit atau perlu
menggunakan detektor yang jauh lebih sensitif dibandingkan detektor
photomultiplier biasa, akan tetapi didalam prakteknya hal ini tidak
efektif sehingga tidak dilakukan.
Dengan melakukan sumber cahaya tunggal, monokromator
konvensional dapat dipakai untuk mengisolasi satu pita spektra saja
yang biasanya disebut dengan pita resonanasi. Pita resonanasi ini
menunjukkan transisi atom dari keadaan dasar ke keadaan transisi
pertama, yang biasanya sangat sensitif untuk mendeteksi logam yang
diukur.
2. Chopper
Merupakan modulasi mekanik dengan tujuan mengubah sinar dari
sumber sinar menjadi berselang-seling (untuk membedakan sinar dari
62
emisi atom dalam nyala yang bersifat kontinyu). Isyarat selang-seling
oleh detektor diubah menjadi isyarat bolak-balik, yang oleh amplifier
akan digandakan, sedang emisi kontinyu bersifat searah dan tidak
digandakan oleh amplifier.
Alat pembakar terdiri dari udara (O2), campuran O2 dan N2O, dan
gas alam seperti propana, butana, asetilen, dan H2, dan asilen. Ada tiga
cara atomisasi dalam AAS :
a) Memakai Nyala (pembakar)
Fungsi nyala adalah untuk memproduksi atom-atom yang dapat
mengabsorpsi radiasi yang dipancarkan oleh lampu katode tabung.
Pada cara ini larutan dikabutkan terlebih dahulu sebelum dimasukkan
ke pembakar atau burner. Udara bertekanan (kompresor) sebagai
oksidan ditiupkan ke dalam ruang pengkabut (nebulizer) sehingga
akan mengisap larutan sampel dan membentuk aerosol kemudian
dicampur dengan bahan bakar, diteruskan ke pembakar sedangkan
butir-butir yang besar akan mengalir keluar melalui pembuangan
(waste). Keunggulannya adalah memberikan hasil yang bagus dan
mudah cara kerjanya. Sedangkan kekurangannya adalah efesiensi
pengatoman didalam nyala rendah, sehingga membatasi tingkat
kepekaan analisis yang dapat dicapai.
63
Tungku grafit dipanaskan dengan listrik (electrical
thermal). Suhu dari tungku dapat deprogram sehingga pemanasan
larutan dilakukan secara bertahap:
o Tahap pengeringan (desolvasi)
o Tahap pengabuan (volatilisasi, disosiasi)
o Tahap pendinginan
o Tahap atomisasi
o Keunggulannya adalah sensitivitas lebih baik, suhu dapat diatur,
jumlah sampelnya sedikit (6 μL).
4. Nebulizer
Berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol (butir-butir
kabut dengan ukuran partikel 15-20 μm) dengan cara menarik larutan
melalui kapiler dengan pengisapan gas bahan bakar dan oksidan,
disemprotkan ke ruang pengabut. Partikel-partikel kabut yang halus
kemudian bersama-sama aliran campuran gas bahan bakar, masuk ke
dalam nyala, sedangkan titik kabut yang besar dialirkan ke saluran
pembuangan.
5. Spray Chamber
Berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas
oksidan, bahan bakar, dan aerosol yang mengandung sampel sebelum
memasuki burner.
6. Ducting
Merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran AAS, yang langsung dihubungkan pada cerobong asap
bagian luar pada atap bangunan agar asap yang dihasilkan oleh AAS
tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
7. Kompresor
Merupakan alat yang terpisah dengan main unit, karena alat ini
berfungsi untuk menyuplai kebutuhan udara yang akan digunakan oleh
AAS pada waktu pembakaran atom.
8. Burner
Burner merupakan sistem tempat terjadi atomisasi yaitu
pengubahan kabut/uap garam yang akan dianalisis menjadi atom-atom
normal dalam nyala.
Merupakan bagian paling terpenting di dalam main unit, karena
burner berfungsi sebagai tempat pencampuran gas asetilen, dan
64
akuabides agar tercampur merata, dan dapat terbakar pada pemantik
api secara baik dan merata. Lubang yang berada pada burner
merupakan lubang pemantik api, dimana pada lubang inilah awal dari
proses pengatomisasian nyala api. Warna api yang dihasilkan berbeda-
beda tergantung pada konsentrasi logam yang diukur.
9. Monokromator
Setelah radiasi resonansi dari lampu katoda berongga melalui
populasi atom didalam nyala, energi radiasi ini sebagian diserap dan
sebagian lagi diteruskan. Fraksi radiasi yang diteruskan dipisahkan
dari radiasi lainnya. Pemilihan atau pemisahan radiasi tersebut
dilakukan oleh monokromator.
Berkas cahaya dari lampu katode berongga akan dilewatkan
melalui celah sempit dan difokuskan menggunakan cermin menuju
monokromator. Monokromator dalam alat AAS akan memisahkan,
mengisolasi, dan mengontrol intensitas energi yang diteruskan ke
detektor.
Monokromator berfungsi untuk mengisolasi sinar yang diperlukan
(salah satu atau lebih garis-garis resonansi dengan λ tertentu) dari sinar
(spektrum) yang dihasilkan oleh lampu katoda berongga, dan
meniadakan λ yang lain. Monokromator dalam AAS diletakkan setelah
tempat sampel, hal tersebut guna menghilangkan gangguan yang
berasal dari spektrum kontinyu yang dipancarkan oleh molekul-
molekul gas bahan bakar yang tereksitasi di dalam nyala.
10. Detektor
Berfungsi untuk menentukan intensitas radiasi foton dari gas
resonansi yang keluar dari monokromator dan mengubahnya menjadi
arus listrik. Detektor yang paling banyak digunakan adalah photo
multifier tube. Terdiri dari katoda yang dilapisi senyawa yang bersifat
peka cahaya dan suatu anoda yang mampu mengumpulkan elektron.
Ketika foton menumbuk katoda maka elektron akan dipancarkan,
dan bergerak menuju anoda. Antara katoda dan anoda terdapat dinoda-
dinoda yang mampu menggandakan elektron. Sehingga intensitas
elektron yang sampai menuju anoda besar dan akhirnya dapat dibaca
sebagai sinyal listrik.
11. Rekorder
Sinyal listrik yang keluar dari detektor diterima oleh piranti yang
dapat menggambarkan secara otomatis kurva absorpsi.
12. Buangan pada AAS
Buangan pada AAS disimpan di dalam drigen dan diletakkan
terpisah pada AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan
yang dibuat melingkar sedemikian rupa agar sisa buangan sebelumnya
tidak naik lagi ke atas, karena bila hal ini terjadi dapat mematikan
65
proses pengatomisasian nyala api pada saat pengukuran sampel
sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk.
V. CARA KERJA
0 1 2 3 4 ppm
0 0.5 1 1.5 2 mL
Labu takar 50 mL
Dan homogenkan
Preparasi Sampel
66
Dilakukan 5x
ulangan
Catatan : Lakukan seri pengenceran lagi jika sampel yang terukur diluar
VI. PERHITUNGAN
𝒈
𝑨𝒓 𝑪𝒖 ( ) 𝒙 𝑩𝒐𝒃𝒐𝒕 𝒈𝒂𝒓𝒂𝒎
𝒎𝒐𝒍
1. Kadar Larutan Induk = 𝒈
𝑴𝒓 𝒈𝒂𝒓𝒂𝒎 𝑪𝒖 ( )𝒙 𝒗𝒐𝒍𝒖𝒎𝒆(𝑳)
𝒎𝒐𝒌
𝑔
63.5 𝑥 𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚
𝑚𝑜𝑙
1000 mg/L = 𝑔
249.5 𝑥 0.1 𝐿
𝑚𝑜𝑙
Bobot garam = 392.9 mg
= 0.3929 g
2. Perhitungan Deret Standar
a) 0 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 0 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 0 mL
b) 1 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 1 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 0.5 mL
c) 2 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 2 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 1 mL
d) 3 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 3 𝑝𝑝𝑚
V1 = 100 𝑝𝑝𝑚
= 1.5 mL
e) 4 ppm
50 𝑚𝐿 𝑥 4 𝑝𝑝𝑚
V1 =
100 𝑝𝑝𝑚
= 2 mL
67
Pengenceran
V1 = C2 x V2/C1
= 0.05 N x 1000 mL/14.44 N
= 3.5 mL
VII. DATA PENGAMATAN
A. Tabel Data Pengamatan Fisik Sampel dan Reagen
Pengamatan Fisik
No Nama bahan atau reagen
Warna Bau Wujud
1 Larutan Induk CuSO4 1000 mg/L Tidak berwarna Tidak berbau Cairan
2 Sampel Air Limbah Biru Tidak berbau Cairan
3 HNO3 1:3 0,05 N Tidak berwarna Bau Khas HNO3 Cairan
B. Tabel Data Pembuatan Larutan Induk Cu 1000 ppm
Volume Larutan Induk Volume Perhitungan Konsentrasi Standar
Warna Larutan
Cu 100 ppm (mg/L) (mL) Labu Takar Induk Cu (mg/L)
Tidak
5 50 100
Berwarna
C. Data Pembuatan Deret Larutan (Melampirkan Kurva Kalibrasi)
Volume Konsentrasi Volume Labu
Standar Induk yang Takar yang Konsentrasi
No dipindahkan (mL) digunakan (mL) Deret Standar Absorbansi
1 0,00 50 0 0,0016
2 0,50 50 1 0,0898
3 1,00 50 2 0,1692
4 1,50 50 3 0,2598
5 2,00 50 4 0,3245
Slope 0,08158
Intersept 0,00582
Koefisien Korelasi ( r ) 0,9987
Rerata (xr) 2
0,0016 0
0,0898 1
0,1692 2
0,2598 3
0,3245 4
Slop 0,08158
Intersep 0,00582
68
Kurva Kalibrasi Deret Standar Penetapan Kadar Cu dalam Sampel
Air Limbah
0.35
0.3 y = 0.0816x + 0.0058
0.25 R² = 0.9975
Absobansi
0.2
0.15
0.1
0.05
0
0 1 2 3 4 5
Konsentrasi
µ V pipet
Kadar Cu ( mg/L )
µ Temp µ Temp
µ PM
69
F. Data Ketidakpastian Asal Kurva Kalibrasi
(xi-
Deret Standar Xi(mg/L) yi (abs) Yc ( abs) (yi-yc)^2 xi-xr xr)^2
1 0 0,0016 0,00582 1,7808E-05 -2,00 4,00
2 1 0,0898 0,0874 5,7600E-06 -1,00 1,00
3 2 0,1692 0,16898 4,8400E-08 0,00 0,00
4 3 0,2598 0,25056 8,5378E-05 1,00 1,00
5 4 0,3245 0,33214 5,8370E-05 2,00 4,00
Ʃ 10,00 0,84 0,84 0,0002 0,0000 10,00
xr 2
yr 0,281633333
yo 0,1535 b² 0,02356225
slope 0,08158 RSD/b 0,03791531
(yo-yr)²/b²Ʃ(Xi-
intersept 0,00582 Xr)² 0,10695864
RSD 0,007469136
(y0-yr)^2 0,016418151
1+1/n 1,333333333
b²Ʃ(Xi-Xr)² 0,2356225
1+1/n+(yo-yr)²/b²Ʃ(Xi-
Xr)² 5,728449042
Sx atau µ reg 0,090747179
G. Data Ketidakpastian Asal Faktor Presisi Metode
C Cu terukur larutan kadar Cu
ulangan abs Fp keterangan
uji(mg/L) (mg/L)
1 0,1573 1,8568 10 18,568277
2 0,1532 1,8066 10 18,065702
3 0,1526 1,7992 10 17,992155
4 0,1544 1,8213 10 18,212797
5 0,1500 1,7673 10 17,673449
syarat keberterimaan
Rerata ( Y0 ) Rerata Xo ( Csxo) Rerata ( Csx ) PMadalah %RSD < 5%
0,1535 1,810248 18,102476
µ PM atau
SD 0,326622
%RSD 1,804295
RSD 0,02
μV
ketidakpastian Variasi μ(Efek
koef muai air (°C¯¹) vol(mL) k labu
asal suhu C T)(mL)
takar
temperatur
0,00021 50 10 1,7320500 0,0606 0,0671
70
08
data kal. Spek
k
pabrik(mL) μ kal (mL)
0,05 1,732050808 0,0289
μ (efek
koef muai air (°C¯¹) vol(mL) variasi suhu k μ V pipet
T) (mL)
ketidak
1,73205
pastian 0,00021
5 10 0808 0,0061
asal
tempera data kal spek pabrik(mL) k μ kal (mL) 0,0130416
tur
1,73205080
0,02 0,01155
8
VIII. PEMBAHASAN
Percobaan yang telah dilakukan adalah penentuan kadar
tembaga Cu(II) pada sampel air limbah dengan menggunakan metode
spektrofotometri serapan atom. Sampel yang akan dianalisis berupa air
limbah.
71
Untuk dapat dianalisis dengan instrumen AAS, sampel
dipreparasi terlebih dahulu. Tahap ini dilakukan agar memenuhi
Hukum Lambert-Beer. Dalam tahap preparasi dilakukan penambahan
HNO3 0.05 N 1:3. Penggunaan HNO3 0.05 N 1:3 ini bertujuan untuk
mempermudah proses destruksi agar logam Cu dalam keadaan bebas,
karena dalam sampel, logam dalam keadaan kompleks, dalam sampel
tidak hanya terdapat logam Cu saja tetapi terdapat pula logam-logam
yang lainnya dan agar garam-garam yang mungkin terbentuk dapat
larut, sehingga tidak terbentuk endapan dan larutannya pun menjadi
jernih. Selain itu, digunakannya larutan HNO3 yang bersifat asam agar
terhindar dari terjadinya pengendapan dari ion Cu2+, jika ditambahkan
basa akan terbentuk endapan Cu(OH)2. Larutan sampel disaring
dengan kertas saring Whatmann, lalu ditambahkan HNO3 0.05 N 1:3
dan homogenkan.
Dalam percobaan ini, larutan induk sudah disediakan (tidak
membuat dari awal) dan juga pelarut HNO3 1:3 yang disediakan
adalah HNO3 dengan konsentrasi 0,05 N. dari larutan Induk 1000 ppm
dibuat menjadi larutan standar 100 ppm. Apabila ingin membuat
larutan standar 100 ppm, diperbolehkan dengan syarat perhitungan
yang tepat dan teliti. Tetapi, kendalanya adalah bobot garam yang
ditimbang akan semakin kecil sehingga ketelitian tinggi diperlukan
dalam pembuatannya.
Pada pembuatan larutan kerja Cu(II), dibuat dengan berbagai
konsentrasi, yaitu 0 ppm, 1 ppm, 2 ppm, 3 ppm, dan 4 ppm. Maka
analisis kuantitatif dilakukan dengan cara kurva kalibrasi antara
absorbansi (sumbu y) dengan konsentrasi Cu (sumbu x).
Kemudian dilakukan pengukuran konsentrasi sampel dan
pembuatan kurva kalibrasi. Dari data pengamatan nilai absorbansi
yang didapat, semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin
besar pula nilai absorbansi atau penyerapan cahaya oleh atom.
Dari hasil pengamatan, diperoleh persamaan garis y = 0,08158x +
R² = 0.9975. r = 0.9987
72
- Pelaporan konsentrasi analit dan estimasi ketidakpastian gabungan
yang diperluas sebesar (18,10±1,93) mg/L.
X. DAFTAR PUSTAKA
- Khopkar, S. M. 2010. Konsep Dasar Kimia Analitik . Terjemahan
olehSaptoharahardjo. Jakarta: Universitas Indonesia.
- Kleinfelter, and Wood. 1990. Kimia Universitas. Jakarta: Erlangga.
XI. TES FORMATIF
1. Berapakah nilai sensitivitas larutan standar Cu ?
Jawaban: Nilai sensitivitas larutan standar Cu dapat dilihat dari nilai
0,044 abs dibagi slope nya (0,0816) yaitu sebesar 0,5392 mg/L.
2. Mengapa Larutan Cu direkomendasikan untuk mengkonfirmasi
sensitifitas instrumentasi SSA?
Jawaban: Karena kelarutan Cu memiliki kelinearitas 1,000 sehingga
nilai RSD yang diperoleh dapat dijadikan nilai sensitifitas instrumen
yang dipakai.
3. Mengapa sumber radiasi yang berasal dari lampu katoda dikategorikan
radiasi resonansi?
Jawaban: Karena radiasi lampu katoda yang ada di alat SSA digunakan
dalam proses eksitasi (dari keadaan ground state kekeadaan eksitasi)
dan de-eksitasi (keadaan tereksitasi kembali ke ground state) yang
tergolong sebagai proses resonansi elektron dalam atom.
4. Apakah logam Cu dapat dianalisis menggunakan nyala api yang
berasal dari gas udara dan elpiji?
Jawaban: Tidak bisa.
73
LAPORAN KELOMPOK 7
I. JUDUL
Pengaruh Matriks Ion Kalium Pada Penetapan Kadar Natrium dalam Sampel
Tanah Secara Flamefotometri
II. TUJUAN
Mengetahui pengaruh pengaruh matriks ion logam kalium dalam penetapan
kadar Na secara flamefotometri.
III. PRINSIP
Partikel-partikel halus berwujud cairan dibakar menjadi ion
logamalkali yang dikandungnya berubah menjadi atom tereksitasi. Atom
logam alkali yang terekstasi kemudian kembali ke keadaan dasar sambal
melepaskan energi (radiasi emisi). Besar radiasi emisi yang dilepaskan
sebanding dengan konsentrasi logam alkali yang terkandung dalam partikel
tersebut.
V. REAKSI
o CH3 COONH4 + NaCl ⟶ CH3 COONa ⟶↗ CH3 COO− + Na+
o CH3 COONH4 + KCl + NaCl ⟶ CH3 COOK + CH3 COONa ⟶
2CH3 COO− + K + + Na+
74
o K + ⟶ K(terlebih dahulu); N𝑎+ ⟶
+ 2.5 mL larutan matriks
Na K 1000 mg/L
0 0.5 1 2 3 4 5 mL
0 10 20 40 60 80 100
mg/L
Labu Takar 50 mL
Larutan dihomogenkan
0 0.5 1 2 3 4 5 mL
0 10 20 40 60 80 100 mg/L
mg/Lmg/L
Labu takar 50 mL
75
+ 2.5 mL larutan matriks K 1000 mg/L
Larutan dihomogenkan
Preparasi dilakukan 3X
76
2 10 12 14
3 20 21 26
4 40 39 43
5 60 62 66
6 80 78 83
7 100 101 105
Slope 0,9913 1,0061
Intersept 0,8140 4,0137
Regresi (r) 0,9992 0,9993
VIII. PERHITUNGAN
a. Pembuatan Larutan Induk Na 1000 ppm (mg/L)
𝑀𝑟 NaCl
Bobot NaCl yang ditimbang = ∗ konsentrasi Na ∗ V LT
Ar Na
g
18,5 mg L
mol
= 𝑔 ∗ 1000 ∗ 500 mL ∗ 0,0001 mL
23 L
𝑚𝑜𝑙
=1271 mg ~ 1,271 g
77
mg
74,6 mg 0,0001L
mol
= 𝑚𝑔 ∗ 1000 ∗ 50 mL ∗
39,1 L mL
𝑚𝑜𝑙
=95,3 mg ~ 0,0953 mg
V2 ∗ C2
V1 =
V2
o 0 ppm
mg
50 mL ∗ 0 L
V1 = mg
1000 L
= 0 mL
o 10 ppm
mg
50 mL ∗ 10 L
V1 = mg
1000 L
= 0,5 mL
o 20 ppm
50 mL ∗ 20 mg/L
V1 =
1000 mg/L
= 1 mL
o 40 ppm
50 mL ∗ 40 mg/L
V1 =
1000 mg/L
= 2 mL
o 60 ppm
50 mL ∗ 60 mg/L
V1 =
1000 mg/L
= 3 mL
o 80 ppm
78
50 mL ∗ 80 mg/L
V1 =
1000 mg/L
= 4 mL
o 100 ppm
mg
50 mL ∗ 100 L
V1 = mg
1000 L
= 5 mL
V2 ∗ C2
V1 =
C1
50 mL ∗ 50 mg/L
V1 =
1000 mg/L
V1 = 2,5 mL
52 − 0,8140 52 − 4,0137
C terukur 2 = C terukur 2 =
0.9913 1,0061
= 51,6352 = 47,6954
51 − 0,8140 51 − 4,0137
C terukur 3 = C terukur 3 =
0,9913 1,0061
= 50,6264 = 46,7014
79
mg
C terukur ( L ) ∗ V LT (mL) ∗ Fp
CNa =
bobot sampel (kg)
g. Rata-rata kadar Na
mg mg
6706,6671 +6454,4645 +5328,3633 mg/kg
kg kg
Standar tanpa matriks ion K = =
3
6496,4983 mg/kg
𝑚𝑔 𝑚𝑔 𝑚𝑔
6210,4621 +5961,9846 +5837,7334
𝑘𝑔 𝑘𝑔 𝑘𝑔
Standar dengan matriks ion K = =
3
𝑚𝑔
6003,3934 𝑘𝑔
Dengan matiks
SD = 189,7832
80
i. % RSD atau %SBR
Tanpa matriks
SD
%RSD atau %SBR= ∗ 100%
X
192,6229
= 6496,4983 ∗ 100% = 2,96%
Dengan matriks
SD
%RSD atau %SBR= ∗ 100%
X
189,7832
∗ 100% = 3,16%
6003,3934
j. Perhitungan Ỹ
a. Tanpa matriks b. Dengan matriks
Y=a+bx Y=a+bx
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(0) = 0,8140 Ỹ= 4,0137 + 1,0061(0) = 4,0137
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(10) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(10) =
10,7270 14,0747
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(20) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(20) =
20,6400 24,1357
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(40) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(40) =
40,4660 44,2577
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(60) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(60) =
60,2920 64,3797
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(80) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(80) =
80,1180 84,5017
Ỹ= 0,8140 + 0,9913(100) = Ỹ= 4,0137 + 1,0061(100) =
99,9440 104,6237
IX. PEMBAHASAN
81
X. KESIMPULAN
Kadar Na dalam sampel tanah
Tanpa matriks Dengan matriks
Sampel 1 = 6706,6671 mg/kg Sampel 1 = 6210,4621 mg/kg
Sampel 2 = 6454,4645 mg/kg Sampel 2 = 5961,9846 mg/kg
Sampel 3 = 6328,3633 mg/kg Sampel 3 = 5837,7334 mg/kg
3. Langkah apa yang harus digunakan agar pengaruh matriks dapat ditekan?
Jawaban: Dengan cara pengenceran sampel atau menggunakan blangko
koreksi.
82
LAPORAN PRAKTIK KELOMPOK 8
I. JUDUL
Identifikasi Gugus Fungsi Senyawaan Organik Menggunakan
Spektrofotometer Infra Merah
II. TUJUAN
Mengidentifikasi gugus fungsi senyawa organik secara spektrofotometri infra
merah
III. PRINSIP
Senyawa organik merupakan senyawa yang banyak mengandung unsur C,
H, dan O serta memiliki gugus fungsi. Keberadaan gugus fungsi dalam suatu
senyawaan dapat diidentifikasi secara kualitatif menggunakan
spektrofotometer infra merah, dimana jika dikenakan radiasi elektromagnetik
pada daerah infra merah, molekul akan mengadsorbsi energi dan merubahnya
menjadi energi vibrasi molekul. Setiap gugus fungsi fungsi mampu menyerap
sumber radiasi infra merah pada frekuensi tertentu.
Prinsip Alat:
83
Spektroskopi infra merah digunakan untuk penentuan struktur,
khususnya senyawa organik dan juga untuk analisis kuantitatif. Spektrum
infra merah memberikan puncak-puncak maksimal yang jelas sebaik puncak
minimumnya. Spektrum absorspsi dibuat dengan bilangan gelombang pada
sumbu X dan presentasi transmitan (T) pada sumbu Y.
Radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat
molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam keadaaan vibrasi dan rotasi
digunakan untuk mengadsorpsi, molekul harus memiliki perubahan momen
dipol sebagai akibat dari vibrasi. Berarti radiasi medan listrik yang berubah-
ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan menyebabkan perubahan
amplitudo salah satu gerakan molekul.
Pada spektrofotometer infra merah, mula-mula sinar inframerah
dilewatkan melalui sampel dan larutan pembanding. Kemudian dilewatkan
pada monokromator untuk menghilangkan sinar yang tidak diinginkan (stray
radiation). Berkas ini kemudai didispersikan melalui prisma atau grating.
Dengan melewatkannya melalui slit, sinar tersebut dapat difokuskan pada
detektor. Alat infra merah umumnya dapat merekam sendiri absorbansinya
secara tepat. Temperatur dan kelembaban ruang harus dikontrol. Kelembaban
masimum yang diperbolehkan adalah 50 %. Jka kelembaban melebihi batas
tersebut, permukaan prisma dan sel alakali halida akan menjadi suram.
Pada pengerjaan sampel, umumnya sampel dikerjakan dalam bentuk
cair pada suhu kamar dan dalam keadaan murni ketebalan film untuk
pengukuran berkisar antara 0.010-0.05 mm. Bila sampel padat, maka perlu
dilarutkan. Semua pelarut yang digunakan harus bebas air. Serbuk dan
padatan partikelnya harus diperkecil agar dapat dianalisis dengan cara
menggerus padatan tersebut dalam medium cairan kental (seperti lemak) yang
mempunyai indeks refraksi sama untuk mengurangi energi yang hilang
karena terjadinya hamburan cahaya.
V. CARA KERJA
a. Preparasi Sampel
84
Jika sampel cairan atau plastik tidak perlu dipreparasi
b. Pengukuran
Bilangan
Deskripsi Ikatan yang Menyebabkan
No Gelombang (cm-
Sampel 1 Absorbsi
)
1 Sampel A 3259.6 O - H (alkohol)
1636.3 C = C (alkena)
2 Sampel B 3289.4 O - H (alkohol)
1638.2 C = C (alkana)
987.7 C - C (alkana)
3 Sampel C 2918.5 C - H (alkana)
1733.2 C = O (aldehida)
1425.7 S = O (sulfat)
1241.2 P = O (fosfonat)
965.4 P - OR (ester)
691.4 C Cl (alkil hadila)
VII. PEMBAHASAN
85
Percobaan ini bertujuan untuk mengidentifikasi gugus fungsi pada
senyawaan organik yang terdapat dalam sampel A, B, dan C menggunakan
spektrofotometer infra merah.
VIII. KESIMPULAN
86
IX. DAFTAR PUSTAKA
X. TES FORMATIF
87
LAMPIRAN
88