net/publication/330466807
CITATIONS READS
0 1,605
3 authors, including:
All content following this page was uploaded by Amar Maruf Zarkawi on 11 October 2020.
ASPI
Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia P4W - LPPM IPB Universitas Pakuan
IPB International Convention Center
Bogor, 28 Agustus 2018
Prosiding
Penerbit
P4W LPPM IPB
Editor
Dr. Andrea Emma Pravitasari
Dr. Ernan Rustiadi
Dr. Janthy Trilusianty Hidayat
Dr. Didit Okta Pribadi
Copy Editor
Alfin Murtadho, S.P.
Reviewer
Dr. Ernan Rustiadi
Dr. Andrea Emma Pravitasari
Dr. Janthy Trilusianty Hidayat
Dr. Didit Okta Pribadi
Dr. Candraningratri Ekaputri Widodo
Arief Rahman, S.Si, M.Si
Setyardi Pratika Mulya, S.P., M.Si.
E-ISBN : 978-602-72009-3-7
Organizing Committee
Ketua Panitia : Dr. Andrea Emma Pravitasari
Wakil Ketua : Dr. Didit Okta Pribadi
Bendahara : Mia Ermyanyla, S.P., M.Si
Nusrat Nadhwatunnaja, S.P.
Erlin Herlina, S.E.
Kesekretariatan : Nur Etika Karyati, S.P.
Alfin Murtadho, S.P.
Muhammad Nurdin, S.Kom.
Yanti Jayanti, S.P.
Yurta Farida, S.E.
Hardini Nikamasari, S.P.
Tiffany Ramadianti, A.Md.
Prosiding & Program Book : Afan Ray Mahardika, S.T.
Siti Wulandari, S.P.
Kreshna Yudichandra, S.P.
Acara : Setyardi Pratika Mulya, S.P., M.Si.
Arief Rahman, M.Si.
Ulul Hidayah, S.T.
Dinda Luthfiani Tjahjanto, S.E.
Agus Ramadhan, S.P.
Logistik & Akomodasi : Khairul Anam, S.P.
Ridha M. Ichsan, S.T., M.Si.
Pubdekdok : Khalid Saifullah, M.Si.
LO : Zahra Kartika, S.P.
Rista Ardy Priatama, S.P.
Luthfia Nursetya Fuadina, S.P.
Yuni Prihayati, M.Si.
Dr. Mujio Sukirman
Field Excursion : F. S. Putri Cantika, S.P.
Thomas Oni Veriasa, S.E.
Penerbit
Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah (P4W)
Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM)
Institut Pertanian Bogor (IPB)
Sekretariat
Kampus IPB Baranangsiang
Jalan Raya Pajajaran Bogor 16127, Jawa Barat, Indonesia
Tlp/Fax: +62-251-8359072
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 iii
Daftar Isi
Kredit.............................................................................................................................................................. ii
Sambutan dari Ketua ASPI ......................................................................................................................... iv
Daftar Isi ........................................................................................................................................................ v
1. Keterkaitan Desa-Kota 1
Potensi Alpukat sebagai Alternatif Olahan Kuliner dalam Upaya Pengembangan Desa Wisata
Sakerta............................................................................................................................................................ 3
Fransiska Dessy Putri H.1*, Aggy Lestari Dwi P.1, & B. S. Rahayu Purwanti2
Analisis Daya Saing Perekonomian Antar Wilayah di Kecamatan Prambanan berdasarkan
Aspek Sosial, Pendidikan, dan Kesehatan Tahun 2018 ........................................................................... 14
Hayatun Nupus1*, Candra Andi Wardoyo1, Ismi Latifah1, Soni Setiawan 1, Araa Reda Astara1,
Fatin Naufal M1, & Dahroni1
Infrastruktur dan Keterhubungan Desa-Kota (Studi Kasus: Desa Bokor dan Desa Sendaur di
Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti) .................................................................................. 23
Wulansari1*, Arief Budiman1, Maria Febriana Bewu Mbele1 & Sonny Yuliar1
Pola Perjalanan Berangkat Bekerja Menggunakan Layanan Transjakarta ........................................ 32
Yudi Susandi1*, Danang Priatmodjo1 & Eduard Tjahjadi1
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 vii
Mitigasi Perubahan Iklim Melalui Perencanaan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau di
Perkotaan dan Sekitarnya ........................................................................................................................ 457
Siti Badriyah Rushayati1*, Rachmad Hermawan1
Analisa Valuasi Ekonomi terhadap Pengelolaan Bantaran Sungai Ciliwung di Kampung
Melayu dan Bukit Duri ............................................................................................................................. 466
Catur Dyah Novita1*, Budi Kamulyan2, Yori Herwangi2
viii Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
10. Pengelolaan Sektor Informal Perkotaan 603
Analisa Tingkat Kesiapan Pengembangan Kampung Tematik di Kota Malang ................................ 605
Deni Agus Setyono1
Pola Distribusi Spasial Minimarket di Wilayah Peri Urban (Studi Kasus Kawasan Sukaraden
Kecamatan Cibinong Kab. Bogor) ........................................................................................................... 612
Janthy Trilusianthy Hidayat1* dan Noordin Fadholie1
Pemilihan Alternatif Pengelolaan Kawasan Wisata “Payung” Kota Batu Berdasarkan
Stakeholder ................................................................................................................................................. 620
Nindya Sari1*, Ayu Puspa Kartika1, Dian Dinanti1
Interaksi Sektor Formal dan Informal pada Kawasan Perdagangan dan Jasa di Kota
Pekanbaru (Studi Kasus: Jalan Kaharuddin Nasution) ........................................................................ 633
Puji Astuti1*, Wika Susmita1
Dinamika Pengembangan Kawasan Perdagangan Kota Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara ....... 645
Setyardi Pratika Mulya1,2*, Mujio Sukir2, Abdul Jamaludin2
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 537
ISBN:XXX-XXX-XXXXX-X-X
ABSTRAK
Pembangunan yang pesat di Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat berdampak negatif pada penyerapan
air hujan yang dipengaruhi oleh kondisi permukaan tanah. Pesatnya pembangunan di DAS Bone
Tanjore, Kota Makassar menyebabkan berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap air karena
perubahan lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun. Air yang tidak terserap ke dalam tanah
akan menjadi limpasan permukaan, yang dapat menyebabkan banjir. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi perubahan tata guna lahan di DAS Bone Tanjore, Kota Makassar tahun 2005,
2010 serta 2015 dan untuk menghitung besarnya nilai koefisien limpasan permukaan pada tahun
tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis spasial menggunakan citra satelit tahun
2005, 2010 dan 2015. Perhitungan koefisien limpasan permukaan dilakukan dengan menggabungkan
nilai-nilai dari semua satuan lahan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan tata
guna lahan di DAS Bone Tanjore, Kota Makassar pada tahun 2005 ke 2010 sebesar 377.9 ha dan
pada tahun 2010 ke 2015 sebesar 430.44 ha. Perubahan terjadi karena semakin menurunnya luas
lahan tidak terbangun menjadi kawasan industri dan permukiman. Pada tahun 2005 ke 2010
perubahan lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun sebesar 253.86 ha atau 9.90% dan dari
tahun 2010 ke 2015 meningkat menjadi 387.92 ha atau 15.13%. Perubahan tata guna lahan
meningkatkan koefisien limpasan pada tahun 2005, 2010, dan 2015 yaitu sebesar 0.32, 0.37, dan
0.40. Hal tersebut menunjukkan terjadinya penurunan kondisi DAS Bone Tanjore, Kota Makassar.
Kata kunci: DAS Bone Tanjore, koefisien limpasan, tata guna lahan, SIG
PENDAHULUAN
Air merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk menunjang kehidupan sehari-
hari. Ketersediaan air di suatu daerah dipengaruhi oleh proses penyerapan air hujan yang terbagi
menjadi beberapa komponen, yaitu infiltrasi, pengisian air tanah, aliran dasar, dan runoff (Kundu,
Khare, & Mondal, 2017). Proporsi dari komponen tersebut dipengaruhi oleh penutup lahan dan
penggunaan lahan (Sajikumar & Remya, 2015). Kondisi penutup lahan dan penggunaan lahan
dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang berperan penting dalam dinamika kehidupan sosial,
ekonomi, dan politik yang dapat mengakibatkan pertumbuhan atau perubahan (Bhat, Shafiq, Mir, &
Ahmed, 2017). Fenomena tersebut tidak dapat dihindari dan terjadi secara cepat di wilayah perkotaan
yang memiliki luas wilayah sempit namun memiliki peran penting sebagai pusat pertumbuhan.
Pertumbuhan wilayah kota secara signifikan telah merubah kondisi lingkungan dan ekosistem
(Mundia & Murayama, 2010). Zhang, Cao, Guo, &Wu (2010) menyatakan bahwa terdapat korelasi
yang kuat antara perubahan penggunaan lahan dan runoff pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS).
DAS merupakan suatu kesatuan yang terdiri atas sungai dan anak-anak sungai yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan menyalurkan air, yang dibatasi oleh batas topografis (Peraturan
Pemerintah No. 37 Tentang Pengelolaan DAS). Sedangkan Asdak (2010) menyatakan bahwa DAS
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 539
adalah area geografis yang memiliki satu outlet yang berperan dalam menampung, menyimpang dan
menyalurkan air hujan ke laut melalui sungai utama. Pengertian lain menyebutkan bahwa DAS
merupakan area yang berperan dalam konservasi tanah serta memaksimalkan penggunaan air
permukaan dan air bawah permukaan untuk produksi pertanian dan berbagai kepentingan.
Berdasarkan kegunaannya yang beragam, DAS termasuk dalam ekosistem yang merupakan tempat
interaksi antara organime dan lingkungan biofisik sehingga perlu dilestarikan melalui pengelolaan
terpadu untuk mencapai pembangunan berkelanjutan dan menekan kerusakan seminimum mungkin
(Tanika, Rahayu, Khasanah, & Dewi, 2016).Selain itu, berdasarkan peran DAS sebagai penangkap
air hujan dan interaksi organisme yang terdapat di dalamnya, maka DAS merupakan unit analisis
yang sesuai untuk kajian pengaruh perubahan penggunaan lahan dan koefisien limpasan.
DAS Bone Tanjore yang terletak di Kota Makassar berpotensi terancam kondisi alamnya
karena terletak di wilayah perkotaan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Patanduk, Arsyad, &
Rauf (2014), fenomena perubahan penggunaan lahan telah terjadi di Kota Makassar antara tahun
2003-2008 dan 2008-2013. Pertumbuhan penggunaan lahan yang paling signifikan adalah
permukiman, yaitu sebesar 6,99% pada tahun 2003-2008 dan 3,91% pada tahun 2008-2013.
Pertumbuhan permukiman tersebut secara jelas menggambarkan semakin meningkatnya jumlah
penduduk yang mengakibatkan kebutuhan tempat tinggal juga meningkat. Dampak penting dari
perubahan penggunaan lahan di DAS adalah berubahnya proses hidrologi (Niehoff, Bronstert, &
Burger, 2002) yang memungkinkan terjadinya kelangkaan air (Kundu, Khare, & Mondal, 2017).
Berdasarkan kondisi DAS, pertumbuhan penduduk di Kota Makassar, dan pentingnya peran
DAS dalam kehidupan makhluk hidup, maka penelitian mengenai pengaruh perubahan penggunaan
lahan terhadap koefisien limpasan permukaan perlu dilakukan, khususnya di DAS Bone Tanjore.
Tujuan dari penelitian adalah:
1. mengidentifikasi perubahan tata guna lahan di DAS Bone Tanjore, Kota Makassar tahun
2005, 2010, dan 2015,
2. menghitung besarnya nilai koefisien limpasan permukaan pada tahun 2005, 2010, dan 2015.
METODOLOGI
Lokasi penelitian berada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Bone Tanjore, Kota Makassar yang
masuk dalam wilayah administrasi Kecamatan Biringkanaya dan sebagian Kecamatan Tamalanrea
seluas 25.627 kilometer persegi atau sekitar 14.58% dari total luas Kota Makassar. DAS Bone Tanjore
berbatasan langsung dengan Kabupaten Maros di sebelah utara, Selat Makassar di sebelah barat,
Kecamatan Tamalanrea di sebelah selatan dan Kabupaten Maros di sebelah timur. Jumlah penduduk
di DAS Bone Tanjore sebanyak lebih dari 202.520 jiwa (Kota Makassar dalam Angka, 2017) serta
memiliki potensi rawan bencana berupa banjir, angin puting beliung, dan kebakaran (RPJPD Kota
Makassar 2005-2025). Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif dengan teknik analisis spasial. Data yang digunakan adalah citra satelit tahun 2005, 2010,
dan 2015 dengan variabel yang diambil berupa tata guna lahan. Pengambilan variabel dilakukan
dengan cara interpretasi dan digitasi citra yang kemudian dilakukan pengklasifikasian guna lahan
yang terdiri dari kebun campuran, komersil, lapangan, rawa, sawah, semak, industri, tambak, bakau,
permukiman, lahan kosong, sungai, pendidikan, taman, ladang, dan pemakaman. Hasil klasifikasi
lahan kemudian diolah dengan menggunakan sistem informasi geografis yaitu ArcGIS untuk
memperoleh kecenderungan perubahan lahan di daerah penelitian dengan menggunakan teknik
overlay (tumpang tindih). Hasil pengolahan tata guna pada setiap penggunaan lahan di tiap tahunnya
akan menghasilkan peta perubahan penggunaan lahan yang memperlihatkan distribusi spasial
perubahan penggunaan lahan di daerah penelitian.
540 Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
ISBN:XXX-XXX-XXXXX-X-X
Sementara koefisien limpasan dari masing-masing tata guna lahan disesuaikan dengan SNI
2415:2016 seperti terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Koefisien limpasan per tata guna lahan
No Tata Guna Lahan Koefisien Limpasan (Run Off)
1 Kebun Campuran 0.25
2 Komersil 0.95
3 Lapangan 0.25
4 Rawa 0.20
5 Sawah 0.20
6 Semak 0.07
7 Industri 0.90
8 Tambak 0.20
9 Bakau 0.01
10 Permukiman 0.40
11 Lahan Kosong 0.50
12 Sungai 0.00
13 Pendidikan 0.70
14 Taman 0.30
15 Ladang 0.25
16 Pemakaman 0.25
Sumber: SNI 2415:2016, tentang tata cara perhitungan debit hujan rencana dan Patanduk, Arsyad, & Rauf
(2014)
Nilai koefisien limpasan (C) per unit lahan kemudian dikalikan dengan luas (A) masing-
masing lahan untuk memperoleh nilai koefisisien lahan di tiap luasan. Sedangkan hasil koefisien
gabungan dipeoleh dengan membandingkan jumlah nilai total dari luas koefisien limpasan dan luas
daerah penelitian.
Patanduk, Arsyad, & Rauf (2014) menyatakan bahwa nilai C berkisar antara 0 sampai 1. Nilai
C = 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terintersepsi dan terinfiltrasi ke dalam tanah, sebaliknya
untuk nilai C = 1 menunjukkan bahwa semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan. Nilai
koefisien limpasan ini merupakan salah satu indikator untuk menilai kondisi fisik suatu DAS.
Semakin tinggi nilai koefisien limpasan di DAS tersebut atau mendekati angka satu maka semakin
rendah kondisi fisiknya dan sebaliknya semakin rendah nilai koefisien limpasannya atau medekati
nol maka kondisi fisik DAS akan semakin baik.
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 541
merupakan hasil dari konversi lahan dari lahan tidak terbangun menjadi lahan terbangun di DAS
Bone Tanjore, seperti yang ditunjukan pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Perubagan Guna lahan Das Bone Tanjore, Kota Makassar
Berdasarkan gambar diatas, maka dapat diketahui bahwa penggunaan lahan di DAS Bone
Tanjore pada periode tahun 2005 didominasi oleh kebun campuran, sawah, industri, tambak dan
permukiman. Tambak merupakan tipe penggunaan lahan dengan luas lahan terbesar pada tahun 2005
yaitu 25,21% dari luas daerah penelitian. Sedangkan yang terendah adalah taman dengan proporsi
0.01%. Namun di periode 2010 dan 2015 terjadi perubahan yang signifikan terhadap beberapa
penggunaan lahan yang mengakibatkan menurunnya intesitas luas lahan tidak terbangun dan
meningkatnya luas lahan terbangun (Tabel 2), khususnya permukiman yang terus meningkat dan
mendominasi dengan proporsi 24.43% ditahun 2010 serta 38.23% di tahun 2015. Pada periode 2005-
2010 terdapat 377.9 hektar lahan yang beralih fungsi menjadi industri (121.78 hektar), permukiman
(130.14 hektar), lahan kosong (82.51 hektar) dan penggunaan lainnya (43.47 hektar) seperti yang
terlihat pada Tabel 3. Akibat dari perubahan tersebut, jumlah lahan terbangun meningkat menjadi
9.90% dari total luas DAS Bone Tanjore atau sekitar 253.86 hektar di tahun 2010. Berdasarkan
peningkatan tersebut artinya terdapat defisit luas lahan tidak terbangun yang dominan terjadi pada
lahan kebun campuran (71.07 hektar), sawah (86.46 hektar) dan tambak (48.24 hektar) dan
perubahan lahan lainnya berasal dari penggunan lain di daerah penelitian.
Pada periode 2010-2015 terdapat 430.44 hektar lahan yang mengalami alih fungsi lahan.
Lahan tersebut berubah menjadi permukiman (353.74 hektar), industri (25.67 hektar), lahan kosong
(37.33 hektar) dan penggunaan lainnya (13.70 hektar) seperti yang terlihat pada Tabel 4. Perubahan
lahan pada periode ini 52.54 hektar lebih besar dibandingan dengan yang terjadi pada periode tahun
2005-2010. Akibat dari perubahan lahan tersebut, jumlah lahan terbangun meningkat menjadi 387.92
hektar atau sekitar 15.13% dari luas daerah penelitian. Berubahnya lahan tidak terbangun menjadi
terbangun dominan diakibatkan karena adanya alih fungsi yang signifikan dari lahan perkebunan
menjadi kawasan permukiman sebesar 346.1 hektar.
542 Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
Tabel 2. Luas Penggunaan lahan dan selisih perubahan penggunan lahan DAS Bone Tanjore tahun 2005, 2010 dam 2015
Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2015 Selisih
Guna Lahan
Luas (km2) % Luas (km2) % Luas (km2) % 2005-2010 % 2010-2015 %
Kebun Campuran 4.298 16.772 3.615 14.108 0.107 0.4169 -0.683 -2.664 -3.509 -13.69
Komersil 0.027 0.106 0.027 0.106 0.027 0.1059 0.000 0.000 0.000 0.00
Lapangan 0.417 1.629 0.412 1.609 0.412 1.6095 -0.005 -0.019 0.000 0.00
Rawa 0.015 0.057 0.004 0.015 0.004 0.0154 -0.011 -0.042 0.000 0.00
Sawah 4.895 19.102 3.887 15.167 3.777 14.7393 -1.008 -3.935 -0.110 -0.43
Semak 0.250 0.977 0.000 0.000 0.000 0.0000 -0.250 -0.977 0.000 0.00
Industri 2.129 8.309 3.347 13.061 3.604 14.0618 1.218 4.752 0.257 1.00
Tambak 6.463 25.218 5.435 21.206 5.048 19.6974 -1.028 -4.012 -0.387 -1.51
Bakau 0.269 1.050 0.291 1.136 0.336 1.3092 0.022 0.085 0.044 0.17
Permukiman 4.961 19.356 6.262 24.435 9.799 38.2379 1.301 5.078 3.537 13.80
Lahan Kosong 0.847 3.307 1.385 5.406 1.625 6.3403 0.538 2.099 0.240 0.93
Sungai 0.123 0.478 0.123 0.478 0.123 0.4780 0.000 0.000 0.000 0.00
Pendidikan 0.128 0.500 0.148 0.576 0.233 0.9084 0.019 0.076 0.085 0.33
Taman 0.003 0.010 0.003 0.010 0.003 0.0099 0.000 0.000 0.000 0.00
Ladang 0.797 3.110 0.684 2.669 0.526 2.0510 -0.113 -0.441 -0.158 -0.62
Pemakaman 0.005 0.019 0.005 0.019 0.005 0.0192 0.000 0.000 0.000 0.00
543
544
Tabel 3. Perubahan penggunaan lahan DAS Bone Tajore Tahun 2005-2010
Lahan 2010 (km2)
Lahan 2005 Luas (km2)
LU1 LU2 LU3 LU4 LU5 LU6 LU7 LU8 LU9 LU10 LU11 LU12 LU13 LU14 LU15 LU16
LU 1 4.298 3.420 0.060 0.207 0.504 0.107
LU 2 0.027 0.027
LU 3 0.417 0.412 0.005
LU 4 0.015 0.004 0.007 0.005
LU 5 4.895 0.104 3.827 0.228 0.069 0.637 0.030
LU 6 0.250 0.015 0.000 0.076 0.159
LU 7 2.129 2.129
LU 8 6.463 0.076 0.482 5.328 0.054 0.523
LU 9 0.269 0.032 0.237
LU 10 4.961 4.961
LU 11 0.847 0.205 0.062 0.560 0.020
LU 12 0.123 0.123
LU 13 0.128 0.128
LU 14 0.003 0.003
LU 15 0.797 0.095 0.018 0.684
LU 16 0.005 0.005
2
Km 0.20 0.00 0.00 0.00 0.06 0.00 1.22 0.11 0.05 1.30 0.83 0.00 0.02 0.00 0.00 0.00
Total Perubahan ha 19.54 0.00 0.00 0.00 5.99 0.00 121.78 10.68 5.36 130.14 82.51 0.00 1.94 0.00 0.00 0.00
% 5.17 0.00 0.00 0.00 1.59 0.00 32.22 2.82 1.42 34.43 21.83 0.00 0.51 0.00 0.00 0.00
Sumber: Hasil pengolahan data
Keterangan:
LU1 : Kebun Campuran LU9 : Bakau
LU2 : Komersil LU10 : Permukiman
LU3 : Lapangan LU11 : Lahan Kosong
LU4 : Rawa LU12 : Sungai
LU5 : Sawah LU13 : Pendidikan
LU6 : Semak LU14 : Taman
LU7 : Industri LU15 : Ladang
545
LU8 : Tambak LU16 : Pemakaman
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
Bila melihat pola persebaran perubahan guna lahan pada periode tahun 2005-2010, perubahan
cenderung menyebar walaupun dominan terjadi pada arah barat yang diakibatkan oleh perkembangan
aktifitas industri, permukiman dan adanya pengembangan lahan baru di bagian utara sebagai
persiapan kawasan pendidikan di Untia, Kecamatan Biringkanaya. Sedangkan pada tahun 2010
hingga 2015 perkembangan perubahan lahan lebih terkonsentrasi di bagian timur daerah penelitian,
yang diakibatkan oleh meningkatnya jumlah permukiman pada periode tersebut. Untuk lebih
jelasnya data dilihat pada Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 547
Berdasarkan Tabel 5 di atas, diketahui bahwa koefisien limpasan untuk penggunaan lahan
berupa komersil memiliki nilai yang tertinggi dibandingkan dengan jenis penggunaan lahan lainnya
yang kemudian disusul fungsi industri dan pendidikan. Hal ini disebabkan penggunaan lahan dengan
jenis tersebut pada umumnya terdiri atas perkerasan dan hanya memiliki sedikit lahan terbuka.
Akibatnya ketika terjadi hujan, aliran air akan menjadi limpasan permukaan dan mengakibatkan
tanah akan sulit untuk menyerap air (Nie et al., 2011), sehingga risiko terjadinya genangan akan
semakin tinggi dan berujung dapat memicu terjadinya penurunan kualitas lingkungan dan bencana
alam seperti banjir. Tabel 5 juga memperlihatkan bahwa sungai, rawa, tambak, dan bakau merupakan
jenis penggunaan lahan dengan keofisien yang sangat rendah. Hal ini terjadi karena tipe penggunaan
lahan tersebut pada umumnya merupakan badan air sehingga ketika terjadi hujan, air akan lebih
mudah terintersepsi dan terinfiltrasi.
0,50
Koefisien Limpasan (C)
0,40
0,40 0,37
0,32
0,30
0,20
0,10
0,00
Tahun 2005 Tahun 2010 Tahun 2015
Gambar 3. Grafik perubahan nilai koefisien limpasan (C) gabungan di DAS Bone Tanjore, Kota Makassar
Dari hasil perhitungan tersebut maka dapat dihitung nilai koefisien gabungan dari tiap jenis
lahan di tiap tahunnya. Hasil perhitungan menunjukan bahwa terjadi peningkatan nilai koefisien
limpasan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2015. Dimana pada tahun 2005 nilai koefisien
gabungan di DAS Bone Tanjore adalah 0.32, pada tahun 2010 adalah 0.37 dan pada tahun 2015
meningkat menjadi 0.40 sebagaimana terlihat pada gambar 3. Walaupun nilai koefisien limpasan
gabungan masih dalam angka yang tudak cukup tinggi namun tiap tahun angkanya mengalami
peningkatan. Peningkatan tersebut dapat menjadi sebuah indikasi bahwa terjadi penurunan kualitas
lingkungan di DAS Bone Tanjore. Oleh karena itu dalam upaya pengembangan wilayah di DAS
Bone Tanjore, faktor keberlanjutan kualitas lingkungan harus tetap diperhatikan. Meskipun
perkembangan wilayah yang mengakibatkan terjadinya alih fungsi lahan adalah hal yang wajar,
namun, alih fungsi lahan harus dikendalikan dan direncanakan dengan baik. Hal ini dilakukan untuk
mencegah terjadinya kerusakan lingkungan yang berdampak jangka panjang terhadap
keberlangsungan aktifitas di dalamnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Telah terjadi perubahan tata guna lahan di DAS Bone Tanjore Kota Makassar pada tahun 2005
ke 2010 sebesar 377.9 ha dan pada tahun 2010 ke 2015 sebesar 430.44 ha. Perubahan terjadi
karena semakin menurunnya luas lahan tidak terbangun menjadi kawasan industri dan
permukiman. Pada tahun 2005 ke 2010 perubahan lahan tidak terbangun menjadi lahan
terbangun sebesar 253.86 ha atau 9.90% dan dari tahun 2010 ke 2015 meningkat menjadi 387.92
ha atau 15.13%.
2. Perubahan tata guna lahan mengakibatkan meningkatnya nilai koefisien limpasan gabungan
dengan nilai 0.32 pada tahun 2005, 0.37 pada tahun 2010 dan 0.40 pada tahun 2015 yang
mengindikasikan terjadinya penurunan kualitas lingkungan di tiap tahun.
548 Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018
DAFTAR PUSTAKA
Asdak, C. (2010). Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Gadjah Mada University Press.
Bhat, P. A., Shafiq, M. u., Mir, A. A., & Ahmed, P. (2017). Urban sprawl and its impact on landuse/land cover
dynamics of Dehradun City, India. International Journal of Sustainable Built Environment, 6, 513-521.
BPS. (2017). Kota Makassar dalam Angka 2017. Makassar: Badan Pusat Statistik Kota Makassar.
Febryanto, A. D., & Farda, N. M. (2016). Pengaruh perubahan penggunaan lahan terhadap debit puncak sub-
DAS Opak Hulu tahun 2009 dan 2014 menggunakan citra Landsat 5 dan Landsat 8. Jurnal Bumi
Indonesia, 5, 1-10.
Kundu, S., Khare, D., & Mondal, A. (2017). Past, present and future land use changes and their impact on
water balance. Journal of Environmental Management, 197, 582-596.
Mundia, C. N., & Murayama, Y. (2010). Modelling spatial processess of urban growth in African cities: a case
study of Nairobi City. Urban Geography, 31, 259-272.
Nie, W., Yuan, Y., Kepner, W., Nash, M. S., Jackson, M., & Erickson, C. (2011). Assessing impacts of Landuse
and Landcover changes on hydrology for the upper San Pedro watershed. Journal of Hydrology, 407,
105-114.
Niehoff, D., Bronstert, A., & Burger, G. (2002). Effects of climate and land-use change on storm runoff
generation: present knowledge and modelling capabilities. Hydrological Processes, 509-529.
Patanduk, J., Arsyad, A., & Rauf, A. (2014).Pengaruh Perubahan Tata Guna Lahan Terhadap Koefisien
Limpasan (Run off) Kota Makassar Berbasis SIG. Tugas Akhir. Universitas Hasanuddin.
Republik Indonesia. (2007). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Jakarta: Sekretariat Negara.
BAPPEDA. (2017). Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Makassar Tahun 2005-2025. Kota
Makassar: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Makassar.
Sajikumar, N., & Remya, R. S. (2015). Impact of land cover and land use change on runoff characteristics.
Journal of Environmental Management, 161, 460-468.
Standar Nasional Indonesia. (2016). Tata Cara Perhitungan Debit Banjir Rencana. Jakarta: Badan Standarisasi
Nasional.
Tanika, L., Rahayu, S., Khasanah, N., & Dewi, S. (2016). Fungsi Hidrologi pada Daerah Aliran Sungai (DAS):
Pemahaman, Pemantauan, dan Evaluasi. Bahan Ajar 4. Bogor, Indonesia: World Agroforestry Centre
(ICRAF) Southeast Asia Regional Program.
Zhang, X., Cao, W., Guo, Q., & Wu, S. (2010). Effects of landuse change on surface runoff and sediment yield
at different watershed scales on the Loess Plateau. International Journal of Sediment Research, 25 (3),
283-293.
Prosiding Seminar Nasional Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI) 2018 549
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
ASPI 2018
Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia (ASPI)
Diselenggarakan Oleh:
ASPI
Asosiasi Sekolah Perencanaan Indonesia P4W - LPPM IPB Universitas Pakuan
Disponsori Oleh: