Anda di halaman 1dari 3

REFLEKSI 68 TAHUN IPPNU ; CELOTEH SANTAI KADER RANTING KAB KENDAL

Oleh ; Masruroh Annur

Ikatan Pelajar Putri Nahdhatul Ulama (IPPNU) merupakan bagian dari “anak” termuda
organisasi Nahdhatul Ulama dan berusia 68 tahun. Melansir dari data kongres IPPNU di
Jakarta pada 2022 dalam laman NU Online, bahwasanya jumlah partisipan pimpinan
wilayah sekitar 27, sedangkan pimpinan cabang sebanyak 319. Jumlah keseluruhan
tersebut belum mencakup Pimpinan Anak Cabang (PAC) dan Pimpinan Ranting (PR) di
seluruh Indonesia.

Sejak beberapa tahun silam, IPPNU dikenal oleh masyarakat Indonesia melalui latar
belakang pesantren atau Pendidikan Agama Islam. Lain dari hal itu, kini IPPNU telah
“lahir” dalam bentuk keahlian dan keterampilan, dimulai dari perempuan atau yang
biasa disebut dengan “rekanita” dengan kelihaiannya mengatur keuangan, teknologi
informasi, berbisnis, membaca kitab kuning, mubalighah, dan masih banyak lainya.
Hingga kini, “wajah” IPPNU dikenal oleh khalayak melalui media sosial dalam inisiasinya
menggerakkan citra diri IPPNU yang sesungguhnya.

Sebagai kader muda Nahdhatul Ulama, para internal perlu memahami bahwa Ikatan
Pelajar Putri Nahdhatul Ulama dibangun, digerakkan, serta dijaga atas dasar
keloyalitasan para kader terdahulu. Merekalah yang secara bergiliran mengisi dan
memainkan peran penting dari zaman ke zaman. Membangun bata demi bata hingga
akhirnya dapat menjadi bangunan tinggi seperti sekarang ini. Sebagaimana salah satu
ngendikan ulama ter-masyhur sekaligus selaku pendiri NU, KH. Hasyim Asyari, “Siapa
yang mau mengurusi NU, saya anggap santriku, siapa yang jadi santriku saya doakan
khusnul khotimah beserta anak dan cucunya,“ katanya.

Proses kaderisasi yang berlangsung di ippnu berjalan secara alamiah, sesuai dengan
arahan pimpinan pusat yang tertuang dalam pedoman buku kaderisasi. Biasanya setiap
pimpinan wilayah beserta cabang memiliki buku pedomannya tersendiri berdasarkan
dengan kondisi regional masing-masing. Kemudian dalam hal ini, keduanya akan
melakukan penafsiran buku kaderisasi pusat.

Lazimnya, para aktivis IPPNU berlatar belakang keluarga aktivis NU, mulai dari orang
tua, paman, ibu, atau kerabat dekat lainnya menjadi pengurus NU. Bahkan dalam
obrolan kesehariannya, pembahasan terkait persoalan-persoalan NU secara tidak
langsung membentuk kesadaran untuk memahami serta meneruskan perjuangan NU
dengan segala dinamikanya. Tanpa dipungkiri, hal ini mendorong kita untuk tergabung
dalam organisasi IPPNU sekaligus menjadi wadah menyalurkan potensinya. Wadah ini
yang kemudian membentuk watak dan menggerakkan secara lebih formal kiprah para
generasi muda NU dan pilihan-pilihan bidang yang ingin mereka tekuni sesuai dengan
minat dan keahliannya.
Pada organisasi IPPNU sendiri memiliki tiga jenjang pengkaderan formal yang meliputi
Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA), Latihan Kader Muda (LAKMUD), dan Latihan Kader
Utama (LAKUT). Badan otonom lain juga memiliki mekanisme berbeda dalam
pengkaderannya. Tantangan yang dihadapi IPPNU saat ini bukan lagi terpaku pada
persoalan pencarian kader. Akan tetapi, lebih pada pengelolaan para kader IPPNU agar
mampu memberikan kontribusi secara efektif dan efisien kepada IPPNU. Di satu sisi,
tidak sedikit orang memiliki cita-cita berkontribusi di dalam IPPNU sesuai dengan
keahlian yang dimiliki, namun sebagian dari mereka pula kurang memahami
“mekanisme”nya. Sementara, IPPNU membutuhkan orang-orang dengan spesifikasi
tertentu, justru kewalahan menemukan orang yang sesuai.

Persoalan semacam ini pernah dialami oleh salah satu teman penulis dalam
menjalankan roda organisasi di desanya. Ada satu masa ketika IPPNU di ranting (desa)
kesulitan mencari tenaga pengurus, ketua, pengelola media, dan posisi lainnya, sampai
akhirnya dapat memanfaatkan media sosial melalui ‘rekruitmen anggota baru’ untuk
mempertemukan dengan para kader IPPNU yang kompetensinya linear dengan
kebutuhan organisasi.

Hal lain adalah alokasi waktu yang diberikan oleh tiap orang tidaklah sama, sebab
perbedaan tanggungan dari masing-masing pribadi. Ada kelompok yang memang
masuk kategori “gila IPPNU” dan mengabdikan seluruh hidupnya untuk IPPNU. Biasanya
mereka berada di jajaran para ketua ataupun aktivis militan yang setiap saat
bersentuhan dengan berbagai persoalan organisasi. Namun, ada pula orang-orang yang
hanya bisa berkontribusi beberapa jam dalam seminggu atau bahkan hanya pada
momen-momen tertentu saja.

Berkenaan dengan hal tersebut, untuk itu perlunya kontribusi orang-orang dalam
melayani serta mengelola kelompok besar ini supaya sejalan dengan hasil yang
maksimal. Apabila respons yang diberikan lamban, kurang ramahnya pelayanan,
pekerjaan tumpang tindih, maka para “relawan” ini akan enggan berkontribusi
kembali. Adanya potensi relawan-relawan baru kini semakin banyak seiring dengan
masifnya kemajuan teknologi yang mampu menghubungkan dari berbagai ruang.
Pekerjaan-pekerjaan tertentu tidak lagi harus dilakukan dari kantor. Melainkan menjadi
lebih fleksibel dan terpenting ialah koordinasi. Sebagaimana amanat visi besar oleh
para pendiri IPPNU, yakni memerlukan kerja besar yang harus dilakukan oleh banyak
orang dan memerlukan durasi waktu yang panjang.

Para aktivis IPPNU dari zaman ke zaman telah memberikan kontribusinya, dan sebagian
besar telah kembali kepada Allah Yang Maha Kuasa. Poin penting adalah bagaimana
mempersiapkan kader-kader baru untuk meneruskan dan merawat capaian
sebelumnya. Tanpa adanya kontinuitas, maka kerja besar tersebut akan berakhir
rusak. Selama masih terdapat kader yang turut menggerakkan IPPNU, maka akan terus
dapat menjalankan perannya kepada umat dan bangsa. Melalui visi yang dimiliki IPPNU,
membuat dominan orang tertarik dan tergerak memberikan kontribusinya dalam
rangka membantu mencapai tujuan jangka panjang. Dengan demikian, tata kelola yang
baik akan berujung pada hasil maksimal.

Anda mungkin juga menyukai