Anda di halaman 1dari 4

Masa Depan IPNU IPPNU

Oleh : Muhammad Daviul Chazan (PAC IPNU IPPNU Kecamatan Adiwerna)

Perubahan yang mulai ada dalam proses perjalanan kehidupan manusia beserta peradabannya sesuai
perkembangan dari zaman ke zaman manusia tersebut. Perubahan disini bisa melalui ide atau
teknologi yang seiring dengan berkembang pesat nya zaman. Data mengenai adanya revolusi industri
1.0 yang pertama terjadi sekitar abad ke-18, ditandai dengan penemuan mesin uap yang digunakan
untuk proses produksi barang. Hingga saat ini kita berada di era revolusi industri 4.0. Istilah industri
4.0 ini berasal dari sebuah proyek dalam strategi teknologi canggih pemerintah Jerman yang
mengutamakan komputerisasi pabrik meliputi tren otomatisasi dan pertukaran data mencakup sistem
siber-fisik,internet of things (IOT),cloud computing, dan cognitive computing.

Kita sebagai pelajar yang notabenenya adalah kaum generasi “z” , disebut generasi z karena umumnya
generasi z ini lahir sekitar tahun 1995 sampai 2015 dan saat ini berusia sekitar umur 7 sampai 27
tahun yang hidup di era 4.0 dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Sudah semestinya
memiliki pola pemikiran yang kritis untuk menghadapi tantangan zaman yang semakin maju. Dengan
revolusi industri yang kita jalani di Indonesia khususnya, tentu menjadikan adanya peran penting dari
pelajar khususnya di kalangan pelajar Nahdlatul Ulama.

Saya teringat ucapan dari sang proklamator kemerdekaan Indonesia, Ir. Soekarno, beliau pernah
mengatakan “berikan aku sepuluh pemuda maka akan aku goncangkan Dunia.” Dari perkataan beliau
sudah membuktikan bahwa begitu besarnya peran pemuda yang notabenenya adalah para pelajar
untuk mengubah tatanan kehidupan bangsa ini ke depannya agar menjadi bangsa yang lebih baik lagi.

IPNU dan IPPNU merupakan dua organisasi yang bersifat keterpelajaran,sosial,kekaderan,


kebangsaan dan keagamaan yang berhaluan Islam Ahlussunah wal Jamaʼah An Nahdliyyah.
Organisasi ini mempunyai peran yang sangat penting di era modern saat ini. Sebab itu, sebagai kader
dari organisasi yang sudah berumur lebih dari setengah abad ini harus mengetahui peran-peran
penting sehingga bisa menumbuhkan, mengembangkan, dan meningkatkan rasa cinta setiap anggota
agar nantinya organisasi ini akan tetap terus eksis dan tidak tertelan oleh zaman.

Dikutip dari ucapan sayyidina Ali bin Abi Thalib RA. Beliau berkata “Kebaikan yang tidak terorganisir
akan kalah dengan kejahatan yang terorganisir.” Ini membuktikan bahwa jika suatu kebaikan tidak
diorganisir maka kejahatan akan semakin merajalela dan berkuasa. Sebagai contohnya adalah
tindakan narkoba di kalangan pelajar dan pemuda khususnya. Apalagi di zaman sekarang ini sangat
sulit untuk membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang benar dan yang salah. Oleh
karenanya sebuah organisasi diantaranya adalah organisasi IPNU dan IPPNU menjadi sangat penting
karena jika sebuah kebaikan telah terorganisir maka kejahatan yang terorganisir pun akan dengan
mudah dikalahkan.

IPNU dan IPPNU merupakan organisasi yang berperan dalam upaya untuk membina pelajar,santri
bahkan mahasiswa yang notabenenya adalah generasi muda NU. Generasi muda yang memiliki
kapasitas intelektual yang tentu dapat menghasilkan calon-calon pemimpin masa depan. IPNU dan
IPPNU merupakan dua organisasi yang bersifat “mengurus” kalangan pelajar, aspek pengkaderan
yang sesuai dengan khittah dan kultur keaswajaan yang meliputi bagaimana kader-kader yang
dihasilkan memiliki paham Ahlussunah wal Jamaʼah An Nahdliyyah yang mencakup aspek akidah,
syariah serta akhlak.

Tentu untuk merealisasikan itu, hal pertama yang mesti kita lakukan adalah penguatan organisasi. Tak
dipungkiri, masa transisi yang kini tengah dijalani memberikan konsekuensi yang tidak sedikit dalam
ranah keorganisasian. Konseptualisasi IPNU IPPNU setelah kembali ke pelajar belum selesai.
"Bagaimana IPNU IPPNU menunaikan tugasnya sebagai organisasi pelajar?" adalah pertanyaan
fundamental yang mesti segera dicari jawabannya.

Pertama, harus ada iktikad internal untuk melakukan pembenahan organisatoris. Dalam hal ini
dibutuhkan organisasi yang secara intensif menjadi wadah aktualisasi bagi pelajar dan santri NU.
Akibat tidak adanya perhatian dan pembinaan yang khusus, tidak sedikit kalangan muda terdidik ini
yang mengalami “pembusukan” di tengah jalan.

Untuk merealisasikan agenda ini, maka IPNU IPPNU harus “berekspansi” ke sekolah dan pesantren.
Namun tidak cukup dengan begitu saja. Apa yang harus dilakukan setelah masuk sekolah dan
pesantren? Masuknya IPNU IPPNU ke sekolah dan harus disertai dengan tawaran yang
“menggiurkan” bagi proses pendewasaan siswa. Di sinilah harus ada revitalisasi peran. Demikian juga
di pesantren. Tidak menyelesaikan masalah hanya dengan “berekspansi” ke lembaga pendidikan
tradisional itu. Lebih dari sekolah, masuknya IPNU IPPNU ke pondok pesantren dihadapkan dengan
tugas yang cukup berat. Sebagai lembaga pendidikan tertua, pesantren menyimpan potensi besar
bagi keilmuan agama. Jika konsep pengembangan keilmuan agama yang ditawarkan IPNU IPPNU di
bawah kualitas pesantren, tentu ia menjadi tidak menarik. Tugas besar lainnya adalah melakukan
“perkawinan” intelektual, agar dunia pesantren tidak saja “melek”, melainkan juga terbuka bagi
penguasaan keilmuan umum. Hal ini menjadi penting sebagai “alat” pembumian keilmuan agama.

Kedua, dari sini, beranjaklah pada konsekuensi kedua, yaitu membangun gerakan berbasis keilmuan.
IPNU IPPNU mestinya ditempatkan sebagi lembaga pengkaderan yang menekankan pada penguatan
intelektualisme kader. Istilah “pelajar” menjadi ikon sendiri bagai agenda ini. Kegiatan dan aktifitas
organisasi mesti dilandasi dengan basis intelektualisme yang tangguh. Peran yang mesti dimainkan,
salah satunya ditekankan pada peningkatan wawasan dan potensi keilmuan kadernya. Ini menjadi
agenda kultural yang harus terus diperankan. Karena itulah perubahan orientasi gerakan menjadi
niscaya dilakukan. Kecenderungan para kader untuk dipolitisasi dan mempolitisasi organisasi akan
terbendung oleh orientasi keilmuan ini. Hal ini menjadi makin penting mengingat pendirian IPNU
IPPNU dilatarbelakangi oleh kebutuhan untuk melakukan penguatan keilmuan generasi muda.

Ketiga, sebagai organ pelajar, IPNU IPPNU tentu tidak hanya berkungkung pada agenda-agenda
internal NU. Ia harus disadari sebagai bagian dari gerakan pelajar di Indonesia. Sejak mula kelahirannya
IPNU IPPNU memang menjadi bagian tak terpisahkan dari gerakan kaum terpelajar yang mewarisi
tradisi perlawanan terhadap kolonialisme, dalam bentuk apapun. Berangkat dari kesadaran inilah
sudah saatnya IPNU IPPNU membangun strategi gerakan yang jitu dalam menunaikan amanah
kepelajarannya. Salah satu agenda menonjol yang mesti dilakukan adalah advokasi pelajar dan
pendidikan.

Atas realitas inilah, setidaknya IPNU IPPNU memiliki dua sisi: sebagai organisasi kaderisasi NU di satu
sisi dan sebagai organ gerakan pelajar di sisi lain. Sebagai organisasi kader, ia bertugas melakukan
kaderisasi bagi NU (dan bangsa). Sementara itu, sebagai organ gerakan pelajar, IPNU IPPNU
mengemban amanat keilmuan dan agenda "perlawanan” terhadap penindasan, dalam bentuk apapun.
Berpijak dari kesadaran ini, IPNU IPPNU sebagai gerakan pelajar harus melakukan dua agenda
kepelajaran, yaitu membangun penguatan basis keilmuan di satu sisi, dan melakukan agenda advokasi
di sisi yang lain. Dua agenda ini tidak bisa dilepaskan ketika IPNU IPPNU menyatakan diri sebagai
organisasi pelajar.

Dengan berpegang pada tradisi keilmuan, serta mengembangkannya sesuai dengan konteks zaman
yang dihadapi, maka IPNU IPPNU tidak akan gagap. Sebaliknya, jika terus menutup diri atas
pengetahuan dari luar, maka IPNU IPPNU akan kerdil dan terkubur dalam sejarahnya sendiri. Dengan
menata IPNU, berarti pula menyiapkan masa depan NU bagi peradaban yang lebih baik.

IPNU IPPNU boleh dikatakan sebagai kegiatan yang berkahi lagi penuh lapisan manfaat. IPNU IPPNU
juga boleh dikatakan sebagai penjaga gawang Aswaja Annahdliyah yang mengantar kemaslahatan
dunia dan akhirat. Tetapi, unsur-unsur doktrinasi tidak begitu saja menjadikan seseorang yang
bergerak di dalamnya menjadi sosok yang militan dan progresif tanpa pergolakan dan benturan yang
dialami dalam beragam dinamika selama berproses yang dijalaninya.

Membentuk seseorang yang punya loyalitas dan keterampilan dalam memimpin serta kedewasaan
ketika dipimpin tidak turun begitu saja dari langit, tapi butuh ikhtiar, ketelatenan kedispilinan yang
mesti dilaluinya dalam satu tarikan nafas yang panjang. Mau apa kalangan muda NU yang notabane-
nya palajar, pemuda desa, mahasiswa maupun santri jika ber-NU hanya karna kebesaran, glorifikasi
tanpa mau membesarkan tanpa mau menggelorakan?

Kita pantas menengok ke belakang, bahwa Buya Said Aqil (KH Said Aqil Siroj, Mantan Ketua PBNU)
dulunya aktif di IPNU. Demikian juga dengan KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Hampir semua tokoh
besar NU pernah aktif, menghidupi dan berkontribusi bagi organisasi pengkaderan NU paling bawah
ini.

Tidak ber-IPNU-IPPNU oleh gengsi karena putra kiai; minder karena IPNU isinya kalangan bawah,
apalagi karna IPNU tidak punya daya Jual? Atau karena alasan yang ditumpuk sebab ber-IPNU itu
buang-buang waktu? Bahkan yang lebih parahnya, malas ber-IPNU karena minim relasi elit yang bisa
menopang karir?

Yaa ayyuhal muddatstsir—Qum fa andzir. Hai Orang-orang yang berselimut, ayo bangunlah, beri
peringatan. Hai kaum muda NU yang bermalas-malasan, segera bangkit menggerakan persatuan.

Sebab jika putera kiai, semestinya lebih giat lagi. Kenikmatan punya nasab itu mesti sepunggung
dengan tanggung jawab. Zaman sudah banyak berubah, yang ngaristokrat dan tak mau bergumul,
malah memilih berleha-leha di kerajaan kecil. Perlu diingat, NU besar karena menjaga sanad, menjaga
silsilah perjuangan. Apabila leluhur kita berjuang dengan darah, kita berjuang mesti melebihi dengan
daging pula.

Atau tidak ber-IPNU-IPPNU karena minder? Karena watak kita sudah terbentuk eksklusif Zaman Now
yang katanya mesti trendy, mengikuti pasar model, sehingga kalau berkawan orang desa seolah
menurunkan muruʼah, tak sederajat? Justru dengan kita terus berdekatan dengan pemuda desa, kita
akan tahu akar permasalahan yang sebenarnya, kita akan ditempa kesabaran dan ketelatenan
bagaimana bisa kaum muda NU itu terdidik, terpimpin dan terorganisir.

Ber-IPNU itu akan memberi kepahaman bahwa banyak kompleksnya persoalan warga NU. Dari yang
berada di bawah garis kemiskinan yang 'wong NU', keterbelakangan yang banyak 'wong NU', sampai
krisis aqidah dan ideologi juga banyak dari kalangan NU.

Ber-IPNU itu mendekatkan kita pada ulama, menyelaraskan khidmah kita semenjak dini. Kita ditempa
dengan pengetahuan, membangun akses dan jaringan sesama orang NU dari berbagai latar belakang.
Kita mengetahui akar dan identitas, mana yang kita perjuangkan dan untuk apa kita
memperjuangkanya.

Kesimpulannya, di era moderenisasi dan globalisasi seperti saat ini, kita dapat menyaksikan betapa
gersangnya akidah dan moral masyarakat, terlebih generasi muda yang khususnya menjadi estafet
kepemimpinan bangsa dan agama. Ditambah lagi dengan maraknya pengaruh-pengaruh buruk yang
tersebar luas di jaringan media sosial. Oleh karena itu, hal ini harus ditangani terutama kaum muda
yang harus tampil terdepan. Berperan dengan segenap pikiran dan tenaganya, merancang organisasi
yang mampu membakar semangat, meluncurkan pemikiran yang intelektual dengan disertai kapasitas
akhlak yang berkualitas.

Ya, pada organisasi IPNU dan IPPNU inilah hal-hal demikian akan diaplikasikan dan diimplementasikan
dengan sebaik-baiknya. Karena organisasi ini memiliki peranan penting yang bersifat membina para
pelajar untuk berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan siap mendirikan benteng kokoh untuk menebas
segala pengaruh negatif termasuk aliran-aliran yang bersifat menyesatkan.

Anda mungkin juga menyukai