Anda di halaman 1dari 3

Judul : Armonia Integritas Aswaja serta Pesantren

Penulis : Nikita Aisyiyah

Asal Pimpinan : PAC IPNU IPPNU Klojen

Sungguh miris melihat bangsa sendiri terutama kaum pemuda-pemudi yang hanya ikut
(ngalor ngidul) kesana kemari tanpa arah, tanpa tujuan dan tanpa kejelasan. Apalagi bagi
seorang mukmin yang mungkin separuh dari 24 jam nya itu digunakan untuk hal yang
sebetulnya hanya membuang waktu saja. Apa tidak ingin jika bangsa kita ini, selain dikenal
sebagai bangsa dengan sejuta keanekaragaman alam dan budaya yang menakjubkan juga
dikenal sebagai bangsa dengan keagamaan serta jiwa santri yang melekat?.

Mungkin, bagi beberapa orang atau bahkan bagi banyak orang pasti tidak akan
terpikirkan akan hal tersebut, tetapi faktanya para sesepuh kita terdahulu sudah
memikirikannya. Sebagai salah satu contoh yaitu KH. M Hasyim Asyaari atau dikenal pula
dengan sebutan “Mbah Hasyim” kelahiran asal Kabupaten Jombang pada tanggal 14 Februari
1971, beliau adalah salah satu tokoh pendiri wadah bagi tatanan masyarakat yang bertujuan
untuk membentangi aqidah Ahlussunah Wal Jamaah (Aswaja) yang biasa disebut dengan
Nahdatul Ulama dengan nama singkatnya NU. Nahdatul Ulama atau Kebangkitan Para Ulama
tentu tidak akan mungkin lahir hanya karen Mbah Hasyim saja. Berkat ide dan bantuan Abdul
Wahab Hasbullah, dan Bisri Syansuri lahirlah NU pada tanggal 31 Januari 1926 di Kabupaten
Jombang, Jawa Timur.

Melihat bagaimana perjuangan para sesepuh atau para pendahulu kita untuk
mendirikan wadah bagi perkembangan islam di Nusantara, seharusnya semakin menyadarkan
kita sebagai generasi islam masa kini dengan antusiasme yang tinggi untuk memajukan
perkembangan islam. Sebagai seorang pemuda jaman sekarang, harusnya kita banyak banyak
bersyukur karena kita tidak ikut merasakan susahnya perjuangan beliau beliau terdahulu,
tugas kita saat ini hanya berperan untuk menjaga dan terus mempertahankan sesuatu yang
mestinya memang tidak pantas untuk diacuhkan.

Tidak jauh-jauh melihat siapakah generasi penerus islam saat ini kalau bukan dari
kalangan kita sendiri, kalangan anak-anak muda yang lebih familiar disebut dengan kata
“pelajar”. Pelajar tidak hanya dari kalangan remaja yang masih duduk dibangku sekolah,
tetapi juga para jajaran mahasiswa. Pastinya dengan melihat era modern seperti sekarang
banyak sekali kemaksiatan yang merajalela contohnya mengutip dari maraknya berita
belakangan ini yaitu kasus tentang ribuan anak hamil diluar nikah, narkoba, pengaruh media
sosial atau lain sebagainya.
Menghindari hal hal yang tidak diinginkan, Nahdatul Ulama tentunya juga sudah
mempersiapkan salah satu wadah bagi para pelajar-pelajar diluar sana untuk tetap berada di
jalurnya guna melanjutkan semangat juang yang tinggi agar dapat tercipta kaderisasi bangsa
berkualitas. Ikatan Pelajar Nahdatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdatul Ulama
(IPPNU) hadir menjadi benteng baru bagi generasi-generasi muda islam sehingga kita lebih
bisa mengontrol diri dan tidak mudah menormalisasi praktek-praktek yang bertentangan
dengan syariat. Kelebihan (Poin Plus) dari keorganisasian IPNU IPPNU itu sendiri bisa
menumbuhkan akan kecintaan kita pada NU, mendapat banyak tambahan ilmu dan
pengalaman para santri serta pelajar yang berkhidmah di IPNU maupun IPPNU.

Umar bin Khattab R.A berkata:

َ ُ‫تَفَقَّ ُهوا قَ ْب َل َأنْ ت‬


‫س َّودُوا‬

“ Belajarlah ilmu sebelum menjadi pemimpin”

Itu adalah nasehat yang disampaikan oleh Umar bin Khattab R.A dan diriwayatkan oleh Imam
Bukhari. Sesungguhnyat nasehat atau pesan yang disampaikan diatas bermaksud
bahwasannya pemimpin itu bisa menjadi penghalang, karena adanya sikap sombong/besar
kepala lalu enggan untuk berkumpul Bersama ahlul ilm.

Sekarang zamannya sudah serba digitalisasi, tidak perlu di khawatirkan lagi bagi para
santri yang “nyantren” atau menginap di pesantren itu akan ketinggalan zaman, semua hanya
serba search, klik, dan ya pasti nemunya. Sudah tidak heran jika sekarang itu apa apa sudah
serba ada, karena sekarang itu sudah banyak fasilitas-fasilitas untuk kita mengupload media,
entah itu opini pribadi, berita atau sambat di media sosial (medsos), bahkan pertemanan jarak
jauh saja kerap seringkali terjadi. Kembali lagi, karena santri juga jarang untuk pegang
handphone di pondok jadi mereka masih ada tameng untuk membentengi diri sendiri agar
tidak berbuat hal yang tidak senonoh. Nilai-nilai pesantren menjadi landasan utama dalam
melangkah dan menjaga harkat martabat seorang santri di zaman sekarang. Banyak aspek
yang menjadi sorotan santri di tengah derasnya arus tekonologi maupun guncangan
modernitas. Tantangan sesungguhnya bagi seorang santri disamping inernalisasi nilai di
pesantren, juga bagaimana seoorang santri mampu berdakwah di media sosial dengan ikut
aktif terlibat menyebarkan konten kreatif dengan membawa ajaran Islam yang damai dan
tidak keras.

Kegiatan santri-santri di beberapa pesantren ada yang masih ketat atau juga ada yang
tidak ketat. Disana mereka diajari banyak sekali nilai-nilai amaliyah, akhlaq, adab, hukum
syariat, tirakat, wajib nya ngaji, tadarus serta keorganisasian. IPNU IPPNU juga masih terkait
dengan yang namanya santri. Keorganisasian yang berupa kepengurusan di pesantren
dibentuk tanpa adanya pengkaderan. Kepengurusan ditunjuk dan dibentuk langsung oleh
pengasuh pondok, sedangkan IPNU IPPNU adalah wadah organisasi pelajar yang dibentuk
melalui proses pengkaderan sebagai contoh: Masa Kesetiaan Anggota (MAKESTA), Latihan
Kader Muda (LAKMUD), Latihan Kader Madya (LAKMAD), dan lain sebagainya.

Upaya pendirian dan pembentukan organisasi-organisasi di bangsa kita ini tidak lain
juga tujuannya untuk menyiapkan generasi bangsa yang memiliki keilmuan sebagai modal
untuk mewujudkan generasi yang cerdas, berakhlakul karimah, menjunjung tinggi nilai
toleran, demokratis berdasarkan asas Ahlussunnah Wal Jamaah.

“Santri pasti IPNU, IPNU belum tentu santri.”

Anda mungkin juga menyukai