Anda di halaman 1dari 4

 

“Persiapkanlah anakmu karena anakmu akan hidup di zaman yang bukan zaman mu lagi” sebuah
maqolah (perkataan, red) yang di ucapkan oleh sayyidina ‘ali RA tentang perkembangan zaman, seperti
yang terjadi saat ini. Peradaban manusia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam berbagai
sektor seperti perindustrian, pertanian, pendidikan dan lain-lain. Hal ini tidak lepas dari pesatnya
teknologi yang kian waktu kian maju. Kemudahan komunikasi tanpa batas jarak dan waktu atau yang
sering kita sebut dengan globalisasi menjadi salah satu faktor penting kemajuan-kemajuan tersebut.

          Akan tetapi tidak bisa dipungkiri dengan adanya kemajuan teknologi dan globalisasi banyak juga
dampak-dampak negatif yang muncul, seperti perubahan gaya hidup yang  menjadi kebarat-baratan
atau yang di sebut dengan westernisasi. Hal ini menyebabkan lunturnya budaya bangsa indonesia yang
notabenenya sangat menjunjung tinggi adat-istiadat dan tatakrama. Generasi muda zaman sekarang
dicekoki dengan banyaknya tontonan dan produk-produk dari barat yang menyebabkan pola hidup yang
penuh keglamouran, hedonis, dan konsumerisme yang secara tidak langsung dapat dikatakan dengan
penjajahan moral, pola pikir, dan gaya hidup.

          Pondok pesantren sebagai sebuah wadah pendidikan karakter yang muncul di tengah-tengah
kebobrokan moral negatif dari globalisasi dan westernisasi , memiliki peran yang sangat penting dalam
membenahi dan memfilter pengaruh negatif tersebut, karena pondok pesantren mencetak generasi-
generasi muda atau santri yang mengedepankan tata adab dan keilmuan beserta peng’amalannya. Di
dalam pesantren para santri dididik menjadi generasi yang berakhlakul karimah menjunjung nilai-nilai
agama dan juga terhindar dari pengaruh-pengaruh negatif globalisasi akan tetapi tidak buta akan
perkembangan teknologi. Karena dilandasi ilmu agama yang kuat dan dibarengi dengan pendidikan
umum yang mumpuni, menjadikan santri bisa memilah, memilih dan memfilter pengaruh globalisasi.
karena dalam kamus santri ada maqolah yang mengatakan “mempertahankan budaya lama yang baik
dan mengambil budaya baru yang lebih baik” dan menjadikan santri tetap fleksibel dalam menghadapi
perkembangan zaman dengan mengambil hal-hal positif dan memfilter hal-hal negatif tanpa harus
kehilangan jiwa-jiwa santri.

   PERAN PESANTREN DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA      

 Di pondok pesantren, para santri juga dididik tentang ilmu sosial dalam bermasyarakat, mereka dididik
tentang pentingnya sosialisasi dan toleransi saling menghormati antara satu sama lain. Aktivitas santri
dan ketertiban jadwal harian menjadikan santri memiliki pola pikir yang disiplin dalam menjalankan
rutinitas-rutinitas tersebut tidak hanya ilmu agama saja, kebanyakan pondok pesantren sekarang
mendirikan sekolah-sekolah umum di dalam pesantren yang nyatanya bisa bersaing dengan sekolah-
sekolah di luar pesantren.

          Oleh karena itu, pondok pesantren zaman sekarang menjadi terobosan yang sangat penting untuk
membenahi generasi-generasi muda penerus bangsa saat  ini dengan mencetak santri yang unggul
dalam tatakrama, dilandasi dengan ilmu agama dan di barengi dengan  Sumber Daya Manusia (SDM)
atau ilmu umum yang tinggi.  

esantren adalah lembaga da’wah dan lembaga sosial kemasyarakatan, yang memberikan warna dan
corak khas dalam wajah masyarakat Indonesia khususnya di daerah pedesaan. Lembaga ini tumbuh dan
berkembang bersama warga masyarakatnya sejak berabad-abad. Oleh karena itu, tidak hanya secara
kultural lembaga ini bisa diterima, tetapi bahkan telah ikut serta membentuk dan memberikan corak
serta nilai kehidupan kepada masyarakatnya yang senantiasa tumbuh dan berkembang. Figur Kyai,
santri, dan seluruh perangkat fisik yang menandai sebuah pesantren, senantiasa dike-lilingi oleh sebuah
kultur yang bersifat keagamaan. Kultur mana mengatur perilaku seseorang, pola hubungan antar warga
masyarakat dan bahkan pola hubungan antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Berkaitan
dengan latar belakang tersebut, Staf Redaksi Warta Wantimpres berkesempatan untuk mewawancarai
Bapak K.H. A. Hasyim Muzadi, Anggota Wantimpres sekaligus Pengasuh Pondok Pesantren Al Hikam,
pada tanggal 23 Juni 2016, di ruang kerja Beliau,  berikut petikan wawancaranya:

Dalam suatu kesempatan diskusi terbatas yang bertema Nawa Cita menuju Kesejahteraan dan
Kesalehan Sosial yang pernah Bapak selenggarakan, Bapak pernah menyatakan bahwa “Jika Revolusi
Mental ingin berhasil, maka pesantren harus dibenahi, dan Bapak juga mengatakan bahwa
pesantren menjamin pendidikan karakterisasi” bagaimana Bapak menjabarkan hal ini?

Ada perbedaan antara pesantren dan sekolah. Sekolah hanya mengajarkan ilmu pengetahuan,
sementara pesantren mengajarkan kehidupan. Ilmu adalah bagian dari kehidupan, bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, komponen pesantren harus lebih lengkap ada pengajaran, pendidikan, dan pengasuhan.
Pengasuhan membentuk kepribadian yang diajarkan oleh Kyai. Kyai berfungsi sebagai pengasuh
sekaligus sebagai contoh kehidupan, bagaimana perjuangannya. Kesederhanaan hidupnya, cara
ibadahnya. Sosok Kyai tidak dapat digantikan. Pesantren selain mengajarkan kelimuan juga mengajarkan
kepribadian. Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, akhirnya sekolah semakin bervariasi,
maka sekolah di Pondok Pesantren pun bervariatif, misalnya memiliki sekolah kejuruan dan Balai Latihan
Kerja yang disesuaikan dengan kebutuhan jaman. Intinya semua profesionalisme harus dibingkai dengan
karakter akhlakul karimah.

Jika Indonesia ingin melakukan revolusi mental, maka harus ditentukan basis dan arahnya. Mental kita
harus diperbaiki dalam banyak hal. Mental dalam arti hubungan sosial, mental profesionalisme (jangan
sampai profesionalisme membentur mental keilmuan) ilmu tidak boleh disalahgunakan. Mental
penyelenggaraan negara adalah hal yang paling berat untuk dibenahi, karena disitulah letak kekuasaan,
kekayaan dan kehormatan. Sebaiknya Revolusi Mental menentukan basis. Baik komponen maupun
eksponen, secara komprehensif membentuk sebuah proses Revolusi Mental. Jika Revolusi Mental tidak
memiliki basis, maka hanya akan menjadi wacana. Misalnya pesantren dijadikan Basis Revolusi Mental di
bidang pendidikan. Sementara basis Revolusi Mental di bidang profesionalisme adalah bagaimana
bertanggung jawab kepada negara. Penyelenggara negara harus ada karakter kebangsaan.

Sebagai lembaga  pendidikan dan da’wah pesantren dan seperangkat madrasahnya yang bergerak
dibidang keagamaan dan sosial kemasyarakatan, pada umumnya  Pesantren  dikelola secara
swadaya/bersama antara pendiri dan ahli warisnya beserta masyarakat sekitarnya. Lembaga
pendidikan yang dikelola secara demikian  pada umumnya menghadapi beberapa permasalahan di
dalam proses perkembangannya.  Seringkali Pesantren dicap belum mandiri, Menurut pendapat
Bapak, bagaimana melepaskan stigma tersebut dari pesantren?

Pertama, pada prinsipnya pesantren mandiri, jika belum, hanya karena belum bisa. Kemandirian adalah
termasuk prinsip pesantren. Mandiri santrinya dan mandiri pesantrennya. Mandiri pesantren agar
secara utuh bisa mewakili ide-ide pesantren dan tidak terkooptasi oleh berbagai macam pengaruh.

Kedua, santri harus mandiri agar tidak terpengaruh orang lain terus. Santri agar proaktif, kreatif
terhadap perkembangan yang terjadi. Jika ada pesantren yang belum mandiri, itu hanya masalah
keuangan saja.
Dunia Pesantren terus berkembang dari waktu ke waktu. Pada era reformasi, pondok pesantren
mulai berbenah diri dan mendapatkan tempat di kalangan pergaulan internasional. Pendidikan
pondok pesantren diakui oleh pemerintah menjadi bagian dari sistem pendidikan nasional. Pesantren
diakui pemerintah sebagai lembaga pendidikan yang mempunyai kesetaraan dalam hak dan
kewajibannya dengan lembaga pendidikan formal dan lainnya. Melihat hal ini, menurut Bapak
bagaimana langkah yang harus dilakukan pemerintah untuk memaksimalkan penguatan pesantren
itu sendiri?

Penguatan pesantren timbal balik antara penguatan pengasuhnya, pengajar, santri, dan manajemen
keuangannya, itu yang harus ditata lagi. Sekarang sudah tidak sama dengan jaman dahulu (Kyai memiliki
sawah yang luas). Sekarang tidak ada lahan, maka bentuk lain usaha dari pesantren harus digalakkan
guna menopang kemandirian pesantren itu sendiri. Jika tidak, maka kemandirian pesantren akan terusik.
Pesantren akan mencipitakan pemimpin, dengan karakter yang mandiri dan keilmuan yang diajarkan,
bukan hanya pegawai.

Dalam beberapa kesempatan Bapak juga mengatakan bahwa Indonesia mempunyai trisula dengan
mata pedang: narkoba, terorisme dan korupsi. Bagaimana peran pesantren sebagai basis pendidikan
rakyat untuk menghalau tiga hal di atas?

Sebenarnya yang belum ditentukan adalah pola hubungan antara kebijakan negara, pemerintah dengan
partisipasi masyarakat. Misalnya narkoba, yang mengurus hanya polisi, sementara masyarakat tidak
punya imunitas karena tidak ada yang membina. Oleh karena itu diperlukan pola hubungan antara
pejabat, petugas dengan penyelenggara negara dengan partisipasi masyarakat. Di terorisme dan korupsi
juga demikian. Ibu memiliki peran penting dalam keluarga. Pola ini sekarang tidak ada. Saat ini seperti
penyelenggara negara berjalan sendiri, rakyatnya berjalan sendiri. Hal itu tidak baik untuk keselamatan
negara.

Terakhir, bagaimana harapan Bapak untuk pesantren agar dapat memberikan kontribusi maksimal
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara?

Jika kualitas pesantren baik, maka kontribusinya akan semakin baik pula. Untuk menjaga kualitasnya,
disamping memberikan pendidikan karakter, pesantren juga harus bisa memberikan pendidikan
profesionalismenya. Hal ini disebabkan oleh santri yang keluar dari pesantren belum tentu lantas
mendapatkan pekerjaan, oleh karena itu untuk kemandirian, maka santri harus bisa kerja sendiri.
Kuncinya kualitas pesantren pada masalah pembentukan karakter, profesionalitas dan kompetensi. 

PERAN PESANTREN SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia Nashir (2010: 80) mencatat bahwa
pondok pesantren ialah lembaga keagamaan, yang memberikan pengajaran, pendidikan serta
mengembangkan dan menyebarkan ilmu agama Islam. Adapun Engku & Zubaidah (2014: 171-175)
melaporkan bahwa kata pesantren sering digunakan dalam bahasa sehari-hari dengan tambahan kata
“pondok” menjadi “pondok pesantren”. Ditinjau dari segi bahasa, kata pondok dengan kata pesantren
tidak ada perbedaan yang mendasar di antara keduanya, karena kata pondok adalah berasal dari bahasa
Arab funduq yang artinya hotel dan pesantren. Dalam pemahaman masyarakat Indonesia dapat
diartikan sebagai tempat berlangsungya suatu pendidikan agama Islam yang telah melembaga sejak
zaman dahulu. Jadi, pada hakikatnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Agama Islam.
Adapun dari segi metode pengajaran, Dhofier (1994: 28-29) mencatat bahwa metode utama sistem
pengajaran di lingkungan pesantren ialah sistem bandongan atau sistem weton. Dalam sistem ini
sekelompok murid mendengarkan seorang guru yang membaca, menerjemahkan, menerangkan dan
seringkali mengulas buku-buku Islam dalam bahasa Arab. Setiap murid memperhatikan bukunya sendiri
dan membuat catatan-catatan (baik arti maupun keterangan) tentang kata-kata atau buah pikiran yang
sulit. Dalam pesantren kadangkadang diberikan juga sistem sorogan tetapi hanya diberikan kepada
santri-santri baru yang masih memerlukan bimbingan individual. Berdasarkan uraian di atas, dapat
dipahami bahwa pondok pesantren ditinjau dari segi bahasa, kata pondok berasal dari bahasa Arab
funduq yang artinya hotel. Dalam perspektif masyarakat Indonesia diartikan sebagai tempat
berlangsungya suatu pendidikan Agama Islam yang telah melembaga sejak zaman dahulu. Jadi, pada
hakikatnya pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang memberikan pengajaran,
pendidikan dan menyebarkan agama Islam. Metode utama sistem pengajarannya adalah sistem
bandongan / weton dan sorogan. Unsur-Unsur Pondok Pesantren Sebagai Lembaga Pendidikan Islam di
Indonesia Pada umumnya, unsur-unsur pondok pesantren terdiri dari kiai, santri, masjid, kitab kuning
dan asrama. Alhamuddin (2005) menyimpulkan jika pondok pesantren tidak memiliki salah satu dari
yang disebutkan diatas, maka tidak dapat dikatakan sebagai pondok pesantren.

Anda mungkin juga menyukai