Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehadiran pondok pesantren di tanah air, tidak dapat dipisahkan dari

sejarah masuknya Islam ke Indonesia. Pondok pesantren sampai saat ini masih

menjadi kebanggaan tersendiri bagi umat Islam dalam memperjuangkan

tegaknya nilai-nilai religius serta berjihad mentransformasikannya ke dalam

proses pertumbuhan dan perkembangan masyarakat, agar kehidupan

masyarakat berada dalam kondisi berimbang (balanced) antara aspek dunia dan

ukhrawi. Berdasarkan pendekatan sistemik dan religi tersebut, peranan pondok

pesantren dapat memgembangkan idividu-induvidu santri untuk membangun

kelompok (sosial) yang memiliki potensi kuat dalam meningkatkan

kesejahteraan umat

Dalam era yang serba modern ini, keberadaan pondok persantren

merupakan solusi untuk membentengi tunas bangsa dari kemerosotan moral.

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi hanya terjadi di perkotaan teapi juga sudah

merambah di pedesaan. Hal ini secara tidak langsung merupakan dampak dari

perkembangan teknologi. Program pendidikan di pondok pesantren pada

dasarnya bertujuan utama dakwah agama (Islam) namun dalam kenyataannya

dituntut memainkan peran lebih bahkan sebagai tumpuan untuk menyikapi serta
harapan dapat menyelesaikan berbagai persoalan dalam masyarakat pedesaan,

mulai dari persoalan keagamaan, sosial, politik sampai ke persoalan eonomi.

Sementara ini terdapat pandangan yang berkembang di masyarakat bahwa

kaum pondok pesantren atau sering disebut kaum sarungan adalah kaum yang

kolot,primitif, kurang rasional serta kurang produktif. Untuk menepis

pandangan ini adalah dengan memberdayakan kaum santri pondok pesantren

dengan sebuah sistem yang terorganisasi yaitu koperasi. Koperasi ini menjadi

pilihan karena dalam sistem koperasi semua anggota bisa berpartisipasi aktif

dalam sistem tersebut Selain itu perlunya koperasi di lingkungan pesantren

untuk mengatasi masalah pendanaan karna kebanyakan dari santri berasal dari

kelauarga kelas menengah ke bawah. Sehingga kalau hanya mengandalkan

bantuan dari wali santri tentu tidak akan mencukupi. Dalam hal ini koperasi

merupakan salah satu solusi untuk mengatasi minimnya biaya operasional

dalam pondok pesantren.

Pondok pesantren (Ponpes) merupakan salah satu lembaga pendidikan

Islam tertua di Indonesia, di mana keberadaan dan perannya dalam

mencerdaskan kehidupan bangsa telah diakui oleh masyarakat. Dalam

perkembangannya pondok pesantren berfungsi sebagai pusat bimbingan dan

pengajaran ilmu-ilmu agama Islam atau disebut “tafaqquh biddin” telah banyak

melahirkan ulama, tokoh masyarakat dan mubaligh. Seiring dengan laju

pembangunan dan tuntutan zaman serta perkembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi, pondok pesantren telah melakukan berbagai inovasi untuk


meningkatkan peran dan sekaligus memberdayakan potensinya bagi

kemaslahatan lingkungannya. Salah satu bentuk adaptasi nyata yang telah

dilaksanakan adalah pendirian koperasi di lingkungan Ponpes dan dikenal

dengan sebutan Koperasi Pondok pesantren atau lebih dikenal dengan istilah

“Kopontren”

Dalam penelitian Hasyim menunjukkan bahwa: (1) baru sekitar 1 % dari

pondok pesantren yang telah mendirikan koperasi; (2) masih sebagian kecil

warga pesantren yang menjadi anggota koperasi pondok pesantren; (3)

partisipasi aktif para anggota belum optimal (sedang); (4) masih sebagian kecil

kopontren yang diteliti relatif sukses kemajuan usahanya, dan (5) masih

rendahnya motivasi berkoperasi warga kopontren yang berorientasi pada kultur

pondok pesantren sehingga berdampak pada pengembangan koperasi pondok

pesantren.1

Eksistensi Koperasi Pondok pesantren dapat ditinjau melalui tiga dimensi

yaitu sebagai pendukung mekanisme kehidupan ekonomi Pondok pesantren,

sebagai pembinaan kader koperasi pedesaan dan sebagai stimulator sosio-

ekonomi masyarakat desa di sekitar Ponpes. Dewasa ini, Kopontren telah

berkembang dan menjadi semacam representasi lembaga ekonomi santri yang

diinisiasi secara bottom up dengan ciri kemandirian yang khas.

1
Hasyim, “Analisis Peranan Partisipasi Santri terhadap Perkembangan Koperasi Pondok Pesantren di
Kota Semarang,” Jurnal Economica Vol. 1, No. 1, Mei 2010, h. 133-146.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pesantren

Pesantren adalah lembaga sosial dan pendidikan Islam yang

melaksanakan kon-sep keseimbangan antara kehidupan sebagai bentuk ibadah

baik yang bersifat langsung (Mahdhoh) kepada pencipta (Kholiq) yaitu Alloh

SWT sebagai kesejahteraan lahir dan ibadah tidak langsung (Ghoir Mahdhoh)

dengan berinteraksi secara sosial dan ekonomi untuk mendapat kesejahteraan

lahir.

. Dari sejarahnya pesantren pertama kali didirikan oleh para wali yang

terkenal dengan sebutan Wali Songo. Pesantren sendiri mempunyai beberapa

komponen yang merupakan pondasi dari pesantren tersebut, yaitu adanya kyai,

santri, asrama sebagai tempat tinggal para santri serta metode pembelajaran

yang menggunakan sistem halaqoh, sorogan dan bandongan dan masjid sebagai

tembat ibadah dan kegiatan belajar mengajar.

Secara garis besar didirikannya pesantren mempunyai beberapa tujuan

untuk menyiapkan para santri mendalami dan menguasai ilmu agama serta

menyebarluaskannya ke masyarakat dan benteng pertahanan umat Islam

terutama dalam bidang akhlak serta memberikan bekal para santri untuk hidup

di masyarakat kelak.
Pondok pesantren merupakan pilar penting penopang kehidupan

masyarakat di Jawa Timur terutama di wilayah-wilayah hampir sebagian besar

pedesaan. Secara kultural, pondok pesantren yang berfungsi lembaga dakwah

Islam, namun sekaligus sebagai lembaga pendidikan yang sejajar dengan

pendidikan formal. Sudah lazim di wilayah pedesaan, setiap anak begitu setelah

tamat SD atau SMP akan melanjutkan ke pesantren. Hal ini dikarenakan biaya

yang lebih murah dibanding sekolah formal dan juga karena pesantren sebagai

lembaga informal dipandang merupakan lembaga penting penggerak dinamika

masyarakat pedesaan.

Pendidikan pesantren menjadi sesuatu yang wajib masuk dalam setiap

kajian per-kembangan pendidikan. Bagaimanapun pen-didikan pesantren adalah

pendidikan tertua yang pernah ada di Indonesia dan dianggap sebagai produk

budaya Indonesia yang indigeneous (Muttaqin, 2014, p.67)2

Pesantren dengan memiliki konsep keseimbangan pendidikan moral

(batin) dan sosial serta ekonomi (lahir) merupakan filo-sofi bahwa Islam

sebagai rahmat bagi selu-ruh alam (Rahmatan Lil’aalamiin). Pesantren bukan

sebagai lembaga atau komunitas pendidikan yang mendapat stigma negatif

seperti tempat penitipan anak-anak yang sudah tidak dapat ditanggulangi

keluarga baik dari segi moral, spiritual dan ekonomi serta stigma negatif yang

disebut sebagai “sarang teroris”.

2
Muttaqin, A.i. (2014). Moderniasi Pesantren: Upaya rekonstruksi pendidikan Islam
(Studi komparasi Studi Komparasi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish
Madjid). Tarbiyatuna, 7(2), 66-98
Menurut hasil penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang)

Pendidikan Agama dan Keagamaan Kementerian Agama RI (2005) bahwa

globalisasi memberikan warna terhadap dunia pondok pesantren yang

disebabkan oleh adanya kecenderungan global cooptation atau dunia

internasional melakukan marjinalisasi, yang pada akhirnya dunia pesantren

dihadapkan pada pilihan-pilihan baik bersikap reaktif atau berperan aktif. Sikap

reaktif menghasil-kan stigma negatif di kalangan dunia inter-nasional seperti

pondok pesantren dinilai radikal, konservatif bahkan sebagai sarang teroris.

B. Pengertian Koperasi

Koperasi merupakan lembaga ekonomi rakyat yang menggerakkan

perekonomian rakyat dalam memacu kersejahteraan masyarakat sosial. Manfaat

koperasi dapat dilihat dari 2 lingkup. Pertama manfaat bagi internal benefit buat

anggotanya yang kedua sebagai economic entity yang memiliki social content (

manfaat sosial ).

Perbedaan antara koperasi dan PT dapat dilihat dari segi teori maupun

praktek. Perbedaan antara koperasi dan PT ditinjau dari segi struktural proses

keoarganisasiannya. Sebagai contoh dalam segi pemilikan modal dan suara,

dalam PT suara ditentukan oleh banyaknya saham yang dimiliki anggota,

semakin banyak sahamnya maka semakin banyak pula suaranya. Berbeda


dengan koperasi yang mana satu anggota memiliki satu suara dan tidak

dipengaruhi oleh banyaknya modal yang ditanamkan.

Begitu juga dalam pembagian hasil, dalam PT siapa yang mempunyai

saham paling banyak maka ia akan mendapatkan hasil yang banyak pula.

Berbeda dengan koperasi yang mana pembagian SHU didasarkan pada

keaktifan dan partisipasi anggota. Misalnya anggota yang membeli banyak dari

koperasi, dia akan mendapatkan pembagian SHU lebih tinggi dari anggota yang

membeli sedikit dari toko koperasi.

Keberadaan koperasi dalam pesantren, sangatlah besar manfaatnya baik

bagi santri maupun bagi lembaga. Koperasi dalam pesantren juga dapat

mengajarkan para santri untuk dapat hidup mandiri dan sebagai bekal hidup di

masyarakat kelak. Tujuan koperasi yang utama adalah memenuhi kebutuhan

hidup anggotaanggotanya, dengan jalan menyelenggarakan aktivitas ekonomi

secarabersama-sama.

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi, bahwa kope-

rasi bertujuan meningkatkan kesejahteraan Anggota pada khususnya dan

masyarakat pada umumnya, sekaligus sebagai bagian yang tidak terpisahkan

dari tatanan pereko-nomian nasional yang demokratis dan berkeadilan.3

3
Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Koperasi
C. Koperasi Pesantren

Lembaga Simpan Pinjam adalah Koperasi bisa didirikan dimana saja.

Salah satunya adalah Koperasi Pondok Pesantren yang tentunya didirikan di

pondok pesantren sekitar. Selain sebagai salah satu dari upaya pembelajaran,

koperasi yang didirikan di pondok pesantren sendiri juga memiliki tujuan untuk

memberikan kemudahan para penghuni pondok pesantren dalam memenuhi

kebutuhannya sehari-hari. Program atau jenis usaha yang bisa

dilakukan Koperasi Pondok Pesantren beraneka ragam, diantaranya dapat

berupa simpan pinjam, jual beli kebutuhan pokok, atau mengolah bahan mentah

menjadi makanan siap saji.

Program simpan pinjam dapat dilakukan para santriwan dan santriwati di

pesantren sebagai bentuk lain dari menabung. Dan apabila mereka

membutuhkan uang tersebut pada suatu saat, maka koperasi bisa memberikan

simpanan mereka yang sudah mereka setorkan pada koperasi. Hal ini lebih

efektif dalam hal penyimpanan uang karena para santri mungkin tidak bisa

menyimpan uangnya sendiri dengan baik jika bukan di koperasi.

Prosedur pendirian koperasi Pondok pesantren ini mengacu pada

peraturan perundang-undangan di Indonesia, UUD 1945 dan UU Koperasi.

Prinsip koperasi Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 54 disebutkan prinsip

koperasi, yaitu: Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka Pengelolaan

4
Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 25 Tahun 1992. Tentang. Perkoperasian.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa.
dilakukan secara demokratis Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU) dilakukan

secara adil sebanding dengan besarnya jasa usaha masing-masing anggota

(andil anggota tersebut dalam koperasi Pemberian balas jasa yang terbatas

terhadap modal Kemandirian Pendidikan perkoprasian kerjasama antar

koperasi.

Mekanisme pendirian koperasi terdiri dari beberapa tahap. Pertama-tama

adalah pengumpulan anggota, karena untuk menjalankan koperasi

membutuhkan minimal 20 anggota. Kedua, Para anggota tersebut akan

mengadakan rapat anggota, untuk melakukan pemilihan pengurus koperasi (

ketua, sekertaris, dan bendahara ). Setelah itu, koperasi tersebut harus

merencanakan anggaran dasar dan rumah tangga koperasi itu. Lalu meminta

perizinan dari negara. Barulah bisa menjalankan koperasi dengan baik dan

benar. Setelah penyajian materi dilanjutkan dengan pemberian pertanyaan dan

peserta dapat menjawab dengan baik.

D. Pengelolaan Organisasi Koperasi

Pengampu memberikan materi manajemen koperasi yang diambil dari

buku-buku manajemen koperasi. Inti pengelolaan koperasi dapat disampaikan

seperti berikut. Pengelolaan organisasi koperasi, agar koperasi bisa berjalan

dengan baik, koperasi perlu dijalankan secara profesional dan melibatkan

unsur-unsur antara lain rapat anggota, pengurus, anggota, dan badan pengawas.

Ketiga unsur itu berkerja sama untuk mencapai tujuan koperasi.


E. Menanamkan Jiwa Koperasi

Koperasi pesantren (Kopentren) sangat membantu bagi para santri untuk

mengembangakan potensinya dalam bidang ekonomi dan sebagai latihan

bertanggung jawab dan kemandirian santri. Pembentukan Koperasi Pesantren di

kalangan santri dilaksanakan dalam rangka menunjang pendidikan santri dan

latihan koperasi. Dengan demikian, tujuan pembentukannya tidak terlepas dari

tujuan pendidikan dan program pemerintah dalam menanamkan kesadaran

berkoperasi sejak dini. Selain itu, pendirian koperasi di pesantren mulai dari

tingkat dasar sampai menengah diharapkan menjadi sarana bagi santri untuk

belajar melakukan usaha kecil-kecilan, mengembangkan kemampuan

berorganisasi, mendorong kebiasaan untuk berinovasi, belajar menyelesaikan

masalah, dan sebagainya.

Dalam mendirikan koperasi sekolah, diperlukan pertimbangan-

pertimbangan agar selaras dengan apa yang diharapkan. Tujuan koperasi sendiri

adalah memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya. Serta ikut membangun tatanan perekonomian nasional dalam rangka

mewujudkan masyarakat maju, adil dan makmur berlandaskan Pancasila dan

UUD 45. Pada dasarnya koperasi bisa menyerap tenaga kerja, mengurangi

angka kemiskinan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sejarah telah membuktikan bahwa koperasi ikut serta mengambil bagian

dalam hubungan kemasyarakatan dan perekonomian. Koperasi telah

meletakkan dasar demokrasi ekonomi yang begitu kuat dan koperasian ini

sangat baik jika dilaksanakan di lingkungan pesantren. Pola koperasi identik

dengan upaya untuk membumikan prinsip demokrasi ekonomi. Kita percaya,

melalui demokrasi ekonomi yang mapan, kehidupan perekonomian rakyat akan

terbangun. Karena itu, marilah kita terus menumbuhkembangkan semangat

berkoperasi. Untuk itu pemerintah perlu untuk selalu mempelopori agar

masyarakat semangat berkoperasi. Karena dengan usaha ini kita dapat

meningkatkan taraf hidup masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat

pesantren sehingga membantu pemerintah kita untuk menjalankan ekonomi

yang maju dan yang stabil dan tidak membebankan satu pihak saja. Selama

masih ada kesempatan dan peluang yang besar untuk kita berusaha dan untuk

kepentingan masyarkat terutama untuk mensejahterahkan masyarakat yang adil

dan makmur.

Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto memandang

keberadaan koperasi sangat mampu untuk menumbuhkan aktivitas wirausaha.

Pemilihan pengembangan di wilayah pesantren juga bukan tanpa sebab. Potensi


pesantren di Indonesia dinilai sangatlah melimpah. Ia yakin, pengembangan

koperasi lewat pesantren bisa ikut mendukung peran koperasi untuk menjadi

kekuatan baru yang bisa mengakselarasi peningkatan daya saing industri dalam

negeri. Ini khususnya untuk pengembangan sektor industri kecil dan menengah

(IKM).5

Koperasi dikenal sebagai member based organization, yaitu sebagai suatu

lembaga tempat berkumpulnya orang-orang dalam memenuhi kebutuhan

aspirasi ekonomi, sosial dan budaya secara bersama-sama. Oleh karena Itu,

koperasi di pesantren memiliki memiliki keunggulan dibandingkan dengan

badan usaha lain karena menempatkan manusia sebagai faktor penting dalam

proses dan mekanisme kerjanya, sedangkan faktor material lain hanyalah alat

bantu. Dalam pemahaman ini, koperasi tersebut memiliki kemampuan dalam

mengurangi kemiskinan, menyerap pengangguran, memperkuat integrasi sosial,

dan mempunyai kepedulian terhadap lingkungan di sekitar pondok.

Pengetahuan-pengetahuan semacam ini yang harus disebarluaskan dan ditanam

kepada masyarakat, bahwa koperasi di pesantren dapat mengurangi kemiskinan,

menyerap pengangguran karena dengan berkoperasi dapat memperkerjakan

banyak orang. Semakin banyak orang yang bergabung untuk berkoperasi maka

akan semakin kuat pula modal yang dimiliki oleh koperasi.

5
http://www.beritasatu.com/ekonomi/496200-menperin-dorong-pembentukan-koperasi-di-pondok-
pesantren.html
DAFTAR PUSTAKA

1. Hasyim, “Analisis Peranan Partisipasi Santri terhadap Perkembangan

Koperasi Pondok Pesantren di Kota Semarang,” Jurnal Economica Vol. 1, No. 1, Mei

2010, h. 133-146.

2. Muttaqin, A.i. (2014). Moderniasi Pesantren: Upaya rekonstruksi pendidikan Islam


(Studi komparasi Studi Komparasi Pemikiran Abdurrahman Wahid dan Nurcholish
Madjid). Tarbiyatuna, 7(2), 66-98

3. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2012 tentang Koperasi

4. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 25 Tahun 1992. Tentang.


Perkoperasian. Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa

5. http://www.beritasatu.com/ekonomi/496200-menperin-dorong-pembentukan-koperasi-di-
pondok-pesantren.html

Anda mungkin juga menyukai