BAB 1
PENDAHULUAN
bentuk financial assets adalah tingkat keuntungan (return) yang diperoleh oleh
investor lebih tinggi dibanding dengan tabungan, deposito, maupun obligasi.
Keuntungan yang akan didapat oleh investor melalui investasi saham adalah
sumber dana tambahan yang berasal dari keuntungan dari hasil jual beli
saham berupa kelebihan nilai jual dari nilai beli saham (capital gain) dan
kentungan perusahaan yang dibagikan kepada pemegang saham (dividen).
Tingkat keuntungan saham dapat direfleksikan dari fluktuasi Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menjadi determinan penting sebagai
indikator return market. Jika periode yang digunakan adalah jangka panjang,
maka investor dapat melihat dari pergerakan indeks harga sahamnya, bukan
pergerakan saham individual. Peningkatan IHSG menunjukkan kondisi
pasar modal sedang bullish, dan sebaliknya jika IHSG mengalami penurunan
maka kondisi pasar modal sedang bearish. Kejadian tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor baik mikro maupun makro ekonomi. Menurut Tobing,
Manurung, Pasaribu (2009) secara garis besar, ada tiga faktor utama yang
berpengaruh terhadap pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan yaitu faktor
asing, faktor aliran modal ke Indonesia, dan faktor domestik
Harga saham/efek ini berfluktuasi sesuai dengan perubahan penawaran dan
permintaan terhadap saham/efek yang bersangkutan. Bila saham tersebut dinilai
terlalu tinggi oleh pasar, maka jumlah permintaan akan berkurang, sebaliknya bila
pasar menilai bahwa saham tersebut terlalu rendah, maka jumlah permintaan akan
meningkat. Menurut permintaan hal ini akan segera dapat dipulihkan dalam waktu
dekat untuk itu hanya bisa distabilkan dengan cara mendapatkan investor baru.
(Business Indonesia, 4 Juli 2006). Naik turunnya harga saham dipengaruhi oleh
beberapa faktor, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Adapun faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi harga saham diantaraya adalah faktor
fundamental, faktor tekhnikal dan faktor yang bersifat sosial, ekonomi dan politik.
Meskipun terdapat banyak faktor lain yang secara psikologis mempengaruhi
terhadap kekuatan pasar, akan tetapi faktor yang bersifat fundamental merupakan
3
faktor yang menjadi pedoman utama bagi pasar untuk menentukan harga pasar
perusahaan. Karena faktor fundamental memberikan gambaran yang jelas yang
bersifat analisis terhadap prestasi manajemen perusahaan dalam mengelola
perusahaan yang menjadi tanggung jawabnya (Usman 2008).
Setiap perusahaan mempunyai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang. Tujuan perusahaan jangka panjang yaitu memaksimalkan kesejahteraan
pemilik usaha. Pemaksimalan tersebut dapat diidentifikasi dari meningkatnya harga
saham. Sedangkan tujuan jangka pendek perusahaan yaitu untuk mendapatkan
keuntungan.
Dalam penelitian ini, akan membahas harga saham perusahaan food and
baverage yang go public di bursa efek Indonesia. Dipilihnya perusahaan food and
baverage sebagai sampel karena perusahaan tersebut mempunyai persaingan bisnis
yang sangat kuat, dengan perkembangan jaman dan kemajuan teknologi serta selera
masyarakat yang berubah-ubah, hal ini akan berpengaruh pada laba perusahaan,
yang artinya semakin tinggi laba yang diperoleh maka tingkat kepercayaan investor
akan semakin besar.
Dalam pembahasan tentang harga saham diatas, peneliti akan lebih spesifik
membahas tentang harga saham selama 10 tahun terakhir yang terus mengalami
fluktuasi dan diduga dipengaruhi oleh Return On Equity, Return On Asset, Earning
Per Share dan Inflasi.
Bursa adalah kelompok yang mengatur dan menyiapkan sitem atau
infrastruktur untuk menyatukan penawaran dan permintaan efek dari pihak lain
yang tujuan utamanya adalah untuk perdagangan efek diantara mereka.
Burssa efek adalah tempat dimana broker dan dealer bertemu untuk
membeli dan menjual sekuritas saham dan obligasi ( Marzuki Usman 2008:10).
Bursa efek adalah perusahaan yang layanan utamanya melakukan kegiatan
perdagangan sekuritas di pasar sekunder (Husnan 2002)
Data statistik perusahaan PT. Ultra Jaya Milk Tbk. pada tahun 2015-2017
mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015 harga saham sebesar Rp. 3.945, kemudian
4
pada tahun 2016 mengalami peningkatan sebesar 15,84%, sehingga menjadi Rp.
4.570, sedangkan pada tahun 2017 harga saham mengalami penurunan sebesar
71,66%, sehingga menjadi Rp. 1.295 . Data statistik perusahaan PT. Indofood
Sukses Makmur Tbk. pada tahun 2015-2017 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2015
harga saham sebesar Rp. 5.175, kemudian pada tahun 2016 mengalami peningkatan
sebesar 34,7%, sehingga menjadi Rp. 7.925, sedangkan pada tahun 2017 harga
saham kembali turun sebesar 3,78%, menjadi Rp. 7.625. Data statistik PT. Mayora
Indah Tbk. pada tahun 2015-2017 mengalami peningkatan. Pada tahun 2015 harga
saham sebesar Rp. 30.500, kemudian pada tahun 2016 mengalami penurunan
sebesar 94,6%, sehingga menjadi Rp. 1.645, sedangkan pada tahun 2017 harga
saham kembali naik sebesar 22,7%, menjadi Rp. 2.020 (Bursa Efek Indonesia).
Nilai ROE yang diperoleh perusahaan tinggi, maka akan memberikan sinyal
kepada investor bahwa kinerja perusahaan tersebut semakin efektif, sehingga akan
meningkatkan daya tarik bagi investor. Namun sebaliknya apabila perusahaan
mempunyai nilai ROE yang rendah , akan memberikan sinyal rendah kepada
investor dan perusahaan memiliki kinerja yang kurang baik, sehingga para investor
juga akan kurang berminat untuk menginvestasikan modalnya kepada perusahaan
tersebut. Akibatnya harga saham perusahaan yang mempunyai nilai ROE yang
rendah juga akan turun. ROE PT. Ultra Jaya Milk Tbk. mengalami fluktuasi pada
tahun 2015 naik menjadi 11,02%, dan pada tahun 2016 kembali turun menjadi
10,75%, kemudian pada tahun 2017 mengalami peningkatan menjadi 10,93%. ROE
PT.Indofood Sukses Makmur Tbk. mengalami fluktuasi pada tahun 2015 8,60%,
dan pada tahun 2016 naik kembali menjadi 11,99%, kemudian pada tahun 2017
mengalami penurunan kembali menjadi 11%. Sedangkan ROE pada PT. Mayora
Indah Tbk. juga mengalami fluktuasi pada tahun 2015 sebesar 24,07%, dan pada
tahun 2016 turun menjadi 22,16%, dan kemudian pada tahun 2017 kembali naik
menjadi 22,28% (Bursa Efek Indonesia).
Nilai EPS yang diperoleh perusahaan tinggi, maka akan memberikan sinyal
pada investor bahwa perusahaan dapat memaksimalkan laba yang diperoleh,
5
sehingga akan meningkatkan daya tarik perusahaan kepada investor, karena tingkat
pengembalian akan semakin besar. Akibatnya harga saham perusahaan yang
mempunyai nilai EPS semakin tinggi otomatis akan naik pula. Namun sebaliknya
apabila perusahaan mempunyai EPS yang rendah maka akan memberikan sinyal
kepada investor bahwa perusahaan dianggap tidak dapat menghasilkan laba bersih
per saham, akibatnya harga saham perusahaan akan turun. EPS PT.Ultra Jaya Milk
Tbk. mengalami fluktuasi pada tahun 2015 sebesar 179,71%, dan pada tahun 2016
mengalami kenaikan menjadi 243,17%, kemudian pada tahun 2017 mengalami
penurunan kembali menjadi 60,86%. EPS PT. Indofood Sukses Makmur Tbk.
mengalami kenaikan sepanjang tahun 2015-2017, pada tahun 2015 total EPS
sebesar 338,02%, kemudian pada tahun 2016 naik menjadi 472,02%, dan pada
tahun 2017 kembali naik menjadi 474,75%. EPS PT. Mayora Indah Tbk.
mengalami fluktuasi pada tahun 2015 sebesar 1.364,15, kemudian pada tahun 2016
EPS mengalami penurunan menjadi 60,60%, dan pada tahun 2017 EPS kembali
naik menjadi 71,31% (Bursa Efek Indonesia).
Selain ROA, ROE, dan EPS, peneliti juga membahas tentang inflasi karena
inflasi termasuk dalam makro ekonomi yang harus diperhatikan oleh para investor.
Angka inflasi yang sangat tinggi sangat berpengaruh terhadap kegiatan
perekonomian seperti investasi dan harga saham. Semakin tinggi angka inflasi,
maka tingkat harga saham pada suatu perusahaan mengalami penurunan.
Sebaliknya semakin rendah nilai inflasi, maka maka tingkat harga saham pada
suatu perusahaan cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang tinggi akan
membuat tingkat konsumsi menjadi berkurang. Hal tersebut disebabkan oleh
kenaikan harga barang tetapi upah atau gaji para karyawan tetap atau tidak ada
kenaikan.
Inflasi disebabkan oleh tiga faktor yaitu, adanya peningkatan permintaan
jenis barang tertentu. Kedua, adanya kenaikan biaya produksi yang disebabkan oleh
kenaikan harga-harga bahan baku. Ketiga, jumlah uang beredar bertamabah di
pasar. Pada tahun 2015 tingkat inflasi 3,35%, angka tersebut dinilai menurun
6
dibandingkan pada tahun sebelumnya. Pada tahun 2016 tingkat inflasi menurun
kembali menjadi 3,02%. Sedangkan pada tahun 2017 tingkat inflasi kembali naik
menjdi 3,61%. Dengan naik turunnya tingkatinflasi membuat harga saham menjadi
jatuh, karena inflasi yang naiknya secara drastis akan berdampak ke kinerja
perusahaan (kenaikan beban operasional perusahaan). Ketika pemerintah turun
tangan untuk mengendalikan inflasi melalui kebijakan ekonomi, maka nilai IHSG
dapat bergerak stabil. Namun dampak inflasi terhadap harga saham tidak terasa
cepat dan langsung. Inflasi juga dibutuhkan dalam perekonomian untuk mengukur
daya beli masyarakat yang cukup baik (Badan Pusat Statistik).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi investor maupun calon
investor sebagai bahan pertimbangan dalam membuat keputusan investasi dalam
pemilihan perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis melakukan
penelitian dengan judul “Analisis harga saham perusahaan Food and Beverages
yang Go Public di Bursa Efek Indonesia”.
BAB II
LANDASAN TEORI
perusahaan sub sektor semen yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode
2010-2014.
4. Maria Ratna Marisa Ginting (2016), dengan judul “ Pengaruh Tingkat Suku
Bunga, Nilai Tukar, dan Inflasi Terhadap Harga Saham (Studi pada Sub
Sektor Perbankan Di BEI Periode 2011-2015)”. Dari hasil penelitian yang
dilakukan, uji F diketahui bahwa terdapat pengaruh yang signifikan anatara
BI Rate, Nilai Tukar, Inflasi secara simultan terhadap harga saham.
Sedangkan uji T menujukan bahwa variabel BI Rate dan Inflasi tidak terdapat
pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap harga saham, sedangkan
variabel nilai tukar terdapat pengaruh yang signifikan secara parsial terhadap
harga saham.
5. Erina Indriani (2013), dengan judul penelitian “Pengaruh ROE, EPS, DER
Terhadap Harga Saham (Studi Empiris Pada Perusahaan Perbankan Yang
Terdaftar di BEI Periode 2012-2016)”. Dari hasil penelitian yang dilakukan
bahwa ROE, EPS, DER secara parsial berpengaruh positif signifikan
terhadap harga sahamperusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2012-2016.
2.2.2 Saham
2.2.2.1 Pengertian Saham
Saham merupakan kertas tanda bukti penyertaan kepemilikan
modal/ dana pada suatu perusahaan yang tercantum dengan jelas nilai
nominal, nama perusahaan dan diikuti dengan hak dan kewajiban yang jelas
kepada setiap pemegangnya (Irham Fahmi, 2012:81). Saham (stock)
merupakan salah satu instrumen pasar keuangan yang paling popular.
Menerbitkan saham merupakan salah satu pilihan perusahaan ketika
memutuskan untuk pendanaan perusahaan. Pada sisi yang lain, saham
merupakan instrument investasi yang banyak dipilih para investor karena
saham mampu memberikan tingkat keuntungan yang menarik
(www.idx.co.id).
2. Harga Perdana
Harga Perdana merupakan harga pada waktu transaksi tersebut dicatat di
bursa efek. Biasanya ditetapkan oleh penjamin emisi (underwriter) dan
emiten. Dengan demikian dapat diketahui berapa harga saham emiten itu
akan dijual kepada masyarakat biasanya untuk menentukan
hargaperdana.
3. Harga Pasar
Harga pasar adalah harga jual dari investor yang satu dengan investor yang
lain. Harga ini terjadi setelah saham tersebut dicatatkan di bursa. Transaksi
disini tidak lagi melibatkan emiten dari penjamin emisi. harga ini yang
disebut sebagai harga di pasar sekunder dan harga inilah yang benar-benar
mewakili harga perusahaan penerbitnya, karena transaksi di pasar sekunder,
kecil sekali terjadi negosiasi harga investor dengan perusahaan penerbit.
Harga yang setiap hari di umumkan disurat kabar atau media lain adalah
harga pasar.
4. Harga Pembukaan
Harga Pembukaan adalah harga yang diminta oleh penjual atau pembeli
pada saat jam bursa dibuka. Bisa saja terjadi pada saatdimulainya hari bursa
itu sudah terjadi transaksi atas suatu saham, dan harga sesuai dengan yang
diminta oleh penjual dan pembeli. Dalam keadaan demikian, harga
pembukaan bisa menjadi harga pasar, begitu juga sebaliknya harga pasar
mungkin juga akan menjadi hargapembukaan. Namun tidak selalu terjadi.
5. Harga Penutupan
Harga penutupan adalah harga yang diminta oleh penjual dan pembeli saat
akhir hari bursa. Pada keadaan demikian, bisa terjadi pada saat akhir hari
bursa tiba-tiba terjadi transaksi atas suatu saham karena ada kesepakatan
anatara penjual an pembeli. Kalau itu yang terjadi maka harga harga
penutupan itu teah menjadi harga pasar. Namun demikian, harga ini tetap
menjadi harga penutupan pada hari bursa tersebut.
20
6. Harga Tertinggi
Harga tertinggi suatu saham adalah harga yang paling tinggi yang terjadi
pada hari bursa.Harga ini dapat terjadi transaksi atas suatu saham lebih dari
satu kali pada harga yang sama.
7. Harga Terendah
Harga terendah suatu saham adalah harga yang paling rendah yang terjadi
pada hari bursa. Harga ini dapat terjadi apabila terjadi transaksi atas suatu
saham lebih dari satu kali tidak pada harga yang sama.Dengan katalain,
harga terendah merupakan lawan dari hargatertinggi.
8. Harga Rata-rata
Harga rata-rata merupakan perataan dari harga tertinggi dan terendah.
2.2.4 Inflasi
2.2.4.1 Pengertian Inflasi
Bank Indonesia merupakan induk bank di Negara ini. Sehingga setiap
kebijakan yang diambil dijadikan jalur bagi unit-unit perekonomian lain. Begitu
pun dengan teori-teori yang dikemukakan. Bank Indonesia (BI) mendefinisikan
inflasi dalam Inflation Targeting Framework. Inflasi ialah suatu periode pada
masa tertentu, yang terjadi ketika suatu kekuatan dalam membeli terhadap
kesatuan moneter menurun. Dalam pengertian Inflasi tersebut bisa timbul jika
nilai uang yang didepositokan akan beredar lebih banyak dibandingkan atas
jumlah barang atau pun jasa yang ditawarkan (Winardi, )
23
2. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal menyangkut pengaturan tentang pengeluaran pemerintah
serta perpajakan yang secara langsung dapat mempengaruhi permintaan total
dan dengan demikian akan mempengaruhi harga. Inflasi dapat dicegah
melalui penurunan permintaan total.Kebijaksanaan fiskal yang berupa
pengurangan pengeluaran pemerintah serta kenaikan pajak akan dapat
mengurangi permintaan total, sehingga inflasi dapat ditekan.
3. Kebijakan Yang Berkaitan Dengan Output
Kenaikan output dapat memperkecil laju inflasi. Kenaikan jumlah output ini
dapat dicapai misalnya dengan kebijaksanaan penurunan bea masuk sehingga
impor barang cenderung meningkat. Bertambahnya jumlah barang didalam
negeri cenderung menurunkan harga.
4. Kebijakan Penentuan Harga dan Indexing
Ini dilakukan dengan penentuan ceiling harga,serta medasarkan pada indeks
harga tertentu untuk gaji ataupun upah (dengan demikian gaji / upah secara
riil tetap). Kalau indeks harga naik maka gaji / upah juga dinaikan.
2. ROA
Return On Asset (ROA) adalah rasio yang menunjukkan hasil
(return) atas jumlah aktiva yang di gunakan di dalam perusahaan. (Kasmir,
2010 : 210). Rasio ini untuk mengukur tingkat pengembalian investasi yang
telah dilakukan perusahaan denga menggunakan seluruh aktiva yang
dimilikinya.
Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa, tingkat
rendahnya ROA perusahaan tergantung pada keputusan perusahaan dalam
alokasi aset yang mereka miliki. Penggunaan aset yang tidak efisien akan
berakhir pada rendahnya rasio ini. Demikian sebaliknya, ROA yang
semakin besar menunjukan bahwa pengelolaan atau manajemen aset Yng
telah dilakukan oleh perusahaan telah efisien, sehingga aset perusahaan
mampu menghasilkan laba yang semakin besar. Kondisi laba yang semakin
besar akan meniningkatkan permintaan saham, atau ROA berhubungan
secara positif terhadap harga saham.
3. EPS
Earning Per Share (EPS) atau rasio laba laba per lembar saham
merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen perusahaan
dalam mencapai keuntungan bagi pemegang saham. Rasio yang rendah
berarti manajemen perusahaan belum berhasil untuk memuaskan pemegang
saham. Sebaliknya, dengan rasio yang tinggi, kesejahteraannpemegang
saham menningkat. Dengan perkataan lain, tingkat pengembalian tinggi
(Kasmir, 2012:207).
Menurut Munawir (2004) laba per lembar saham digunakan sebagai
indikator laba yang diperhatikan oleh investor yang merupakan angka dasar
yang diperlukan. Para pemegang saham biasa dan calon investor sangat
tertarik pada EPS yang tinggi karena saham dengan EPS yang tinggi
merupaka tolak ukur keberhasilan suatu perusahaan. Menambahkan EPS
yang besar merupakan salah satu indikator keberhasilan perusahaan dengan
30
ROE
X1
ROA
X2 HARGA SAHAM
Y
EPS
X3
INFLASI
X4
2.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan diatas, maka peneliti dapat
merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut:
1. Diduga bahwa Return On Equity (ROE) berpengaruh positif terhadap harga
saham pada perusahaan food and beverages yang go public di BEI
2. Diduga bahwa Return On Asset (ROE) berpengaruh positif terhadap harga
saham padaperusahaan food and beverages yang go public di BEI.
3. Diduga bahwa Earning Per Share (EPS) berpengaruh positif terhadap harga
saham pada perusahaan food and beverages yang go public di BEI
4. Diduga bahwa Inflasi berpengaruh positif terhadapa harga saham pada
perusahaan food and beverages yang go public di BEI
`
34
BAB III
METODE PENELITIAN
3.5.2.2 Uji F
Menurut Sugiyono (2014:257) Uji F merupakan pengujian hubungan
secara simultan yang bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel
independen bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel
dependen. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara F hitung dan F
table pada taraf signifikansi sebesar 5%.
Adapun rumus pengujiannya sebagai berikut:
Keterangan:
F = Nilai uji F
R2 = Koefisiensi determinasi
k = Jumlah variabel independen
n = Jumlah anggota sample
Nilai dari hasil perhitungan di atas kemudian dibandingkan dengan
F tabel atau F yang diperoleh dengan menggunakan tingkat risiko 5%
dan degree of freedom = k (n-k-1) dengan kriteria sebagai berikut
H0 ditolak apabila Fhitung ≥ Ftabel atau nilai sig < a
H0 diterima apabila Fhitung < Ftabel atau nilai sig > a
39
Daerah Penolakan H0
Daerah Penerimaan H0
Uji statistik t disebut juga uji signifikan individual. Uji ini menunjukkan
seberapa jauh pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variable
dependen. Pada akhirnya akan diambil suatu kesimpulan Ho ditolak atau Ha
diterima dari hipotesis yang telah dirumuskan. Guna mengetahui apakah secara
parsial variabel independen bermakna, dipergunakan uji t secara parsial.
Menurut Sugiyono (2014:250), dengan menggunakan rumus:
Keterangan :
t = nilai uji t
r = koefisien korelasi
r2 = koefisien determinasi
n = jumlah sampel yang diobservasi
Hasil perhitungan ini selanjutnya di bandingkan dengan t tabel
dengan menggunakan tingkat kesalahan 0.05. Kriteria yang digunakan sebagai
dasar perbandingan sebagai berikut:
Ho diterima jika nilai t hitung ≤ t tabel atau nilai sig > α
Ho ditolak jika nilai thitung >t tabel atau nilai sig < α
Bila terjadi penerimaan Ho maka dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat pengaruh signifikan, sedangkan bila Ho ditolak
artinya terdapat pengaruh yang signifikan.
Rancangan pengujian hipotesis statistik ini untuk
menguji ada tidaknya pengaruh antara variabel independent (X)
yaitu Return On Equity (X1), Return On Asset (X2), Earning Per
Share (X3), Inflasi (X4) terhadap Harga Saham (Y) adapun yang
menjadi hipotesis dalam penelitian ini adalah:
Ho: β2 = 0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan
Ha: β2 ≠ 0 : terdapat pengaruh yang signifikan.
41
2. Uji Multikolonieritas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Jika
variabel independen saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesame variabel independen sama dengan nol (Ghozali, 2013:105).
Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas di dalam model
regresi adalah sebagai berikut:
1. Nilai yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat
tinggi, tetapi individual variabel-variabel independen banyak yang tidak
sinifikan mempengaruhi variabel dependen.
2. Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen. Jika antar
variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya di atas
0,90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak
adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas
dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya
efek kombinasi dua atau lebuh variabel independen.
43
pada model. Kriteria uji white adalh jika: Prob Obs*R square > 0,05, maka
tidak ada heteroskedastisitas.
Dasar Analisis:
Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas.
Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
2. Adapun cara lain untuk mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas
yaitu menurut Gujarati (2012:406) untuk menguji ada tidaknya
heteroskedastisitas digunakan uji rank spearman yaitu dengan
mengkorelasikan variabel independen terhadap nilai absolut dari residual
nilai regresi. Jika nilai koefisien korelasi antara variabel independen dengan
nilai absolut dari residual signifikan, maka kesimpulannya terdapat
heteroskedastisitas (varian residual tidak homogeny).
45
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
tahun 2011 sebesar 6,27%, hal tersebut terjadi karena naiknya harga pokok
penjualan naik atau kenaikan pada pemakaian pengeluaran bahan baku langsung
dan besarnya penggunaan kemasan karton yang juga menambah biaya, hasilnya
laba usaha perusahaan mengalami penurunan sedangkan pendapatan perusahaan
naik cukup signifikan. Earning Per share (EPS) tertinggi pada tahun 2015 sebsar
243%. Sedangkan EPS terendah pada tahun 2010 sebesar 37%, hal tersebut terjadi
karena laba yang distribusikan kepada pemilik entitas induk.
Unstandardiz
X1 = ROE X2 = ROA X3 = EPS X4 = INFLASI ed Res idual
Spearman's rho X1 = ROE Correlation Coefficient 1,000 ,794** ,086 -,018 ,146
Sig. (2-tailed) . ,000 ,668 ,927 ,466
N 27 27 27 27 27
X2 = ROA Correlation Coefficient ,794** 1,000 -,361 -,166 ,185
Sig. (2-tailed) ,000 . ,064 ,408 ,356
N 27 27 27 27 27
X3 = EPS Correlation Coefficient ,086 -,361 1,000 ,195 -,203
Sig. (2-tailed) ,668 ,064 . ,329 ,309
N 27 27 27 27 27
X4 = INFLASI Correlation Coefficient -,018 -,166 ,195 1,000 -,274
Sig. (2-tailed) ,927 ,408 ,329 . ,166
N 27 27 27 27 27
Unstandardized Res idual Correlation Coefficient ,146 ,185 -,203 -,274 1,000
Sig. (2-tailed) ,466 ,356 ,309 ,166 .
N 27 27 27 27 27
**. Correlation is s ignificant at the 0.01 level (2-tailed).
52
dL dU 4-dU 4-dL
1,0836 1,7527 2,2473 2,9164
1,412 1,412
Berdasarkan hasil analisis dalam model regresi ini tidak terjadi gejala
autokorelasi karena DW Test diperoleh sebesar 1,334 berada pada daerah antara dL
dan dU yang berarti berada pada daerah tanpa kesimpulan.
Coefficientsa
Unstandardized Standardized
Coefficients Coefficients Correlat
Model B Std. Error Beta t Sig. Zero-order Parti
1 (Constant) -1770,625 2209,337 -,801 ,431
X1 = ROE -61,052 169,655 -,048 -,360 ,722 ,148 -,
X2 = ROA 61,058 217,559 ,038 ,281 ,782 -,267 ,
X3 = EPS 21,962 2,099 ,945 10,461 ,000 ,938 ,
X4 = INFLASI 420,830 259,194 ,116 1,624 ,119 ,210 ,
a. Dependent Variable: Y = HARGA SAHAM
saham akan mengalami peningkatan sebesar Rp.21,962 dengan asumsi X1, X2, dan
X4 konstan.
β4= 420,830 menunjukan bahwa Inflasi (X4) berpengaruh positif terhadap harga
saham, dapat diartikan bahwa setiap peningkatan Inflasi sebesar 1% maka harga
saham akan mengalami peningkatan sebesar Rp.420,830 dengan asumsi X1, X2,
dan X3 konstan.
Model Summaryb
Change Statistics
Adjusted Std. Error of R Square Durbin-
Model R R Square R Square the Estimate Change F Change df1 df2 Sig. F Change Watson
1 ,945a ,894 ,875 2789,421 ,894 46,359 4 22 ,000 1,407
a. Predictors: (Constant), X4 = INFLASI, X1 = ROE, X3 = EPS, X2 = ROA
b. Dependent Variable: Y = HARGA SAHAM
ANOVAb
d. F hitung =
= 46,359
e. Daerah Pengujian
2,73 46,359
Oleh karena F hitung = 46,359 ≥ F tabel = 2,98 maka H0 ditolak H1 diterima,
yang berarti bahwa secara keseluruhan variabel bebas yaitu ROE,ROA,EPS dan
Inflasi berpengaruh secara simultan dan nyata terhadap harga saham.
iii. t hitung =
= - 0,360
iv. Pengujian
Gambar 6. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial ROE
Terhadap Harga Saham
-
2.07387 -0,360 2,07387
( Sumber : Data di olah )
Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar -0,360 < t tabel sebesar
-2,07387 sehingga secara parsial ROE (X2) tidak berpengaruh terhadap harga
saham (Y) artinya jika ROE turun maka harga saham naik , tetapi ROE tidak
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham.
Nilai r2 parsial untuk variabel ROE sebesar 0,0057 yang artinya bahwa ROE
secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat harga saham sebesar 0,57%
sedangkan sisanya 99,43% dijelaskan oleh variabel lain.
b. Pengaruh secara parsial antara ROA ( X1 ) terhadap harga saham (Y)
Langkah-langkah pengujian :
i. H0 : β2= 0 ( tidak ada pengaruh )
HI : β2 ≠ 0 ( ada pengaruh )
ii. a= 0,05/2 = 0,025 dengan df = 5 maka t tabel sebesar 2,07387
58
iii. t hitung =
= 0,281
iv. Pengujian
Gambar 7. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial ROE Terhadap Harga
Saham
-2.07387 0,281 2,07387
( Sumber : Data di olah )
Berdasarkan perhitungan diperoleh t hitung sebesar 0,281 < t tabel sebesar
-2,07387 sehingga secara parsial ROA (X2) tidak berpengaruh terhadap harga
saham (Y) artinya jika ROA naik maka harga saham naik, tetapi ROA tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap harga saham.
Nilai r2 parsial untuk variabel ROA sebesar 0,0036 yang artinya bahwa
ROA secara parsial mampu menjelaskan variabel terikat harga saham sebesar
0,36% sedangkan sisanya 99,64% dijelaskan oleh variabel lain.
v. Pengaruh secara parsial antara EPS ( X3 ) terhadap harga saham (Y)
Langkah-langkah pengujian :
i. H0 : β3= 0 ( tidak ada pengaruh )
HI : β3 ≠ 0 ( ada pengaruh )
ii. a= 0,05/2 = 0,025 dengan df = 5 maka t tabel sebesar 2,07387
iii. t hitung =
59
= 10,461
iv. Pengujian
Gambar 8. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial EPS
Terhadap Harga Saham
iii. t hitung =
= 1,642
60
iv. Pengujian
Gambar 9. Kurva Distribusi Hasil Analisis Secara Parsial INFLASI
Terhadap Harga Saham
4.5 Pembahasan
Return On Equity (ROE) terhadap harga saham terbukti tidak berpengaruh
terhadap harga saham. Artinya, kenaikan profitabilitas perusahaan food and
baverage tidak mempunyai pengaruh terhadap harga saham. Akan tetapi tidak
semua perusahaan mengalami kenaikan, karena harga saham perusahaan selalu
berfluktuasi mengikuti segmentasi pasar. Kenaikan ROE juga akan membawa
kebaikan bagi para perusahaan karena akan banyak investor yang akan
menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut. Sehingga manajemen sebaiknya
memfokuskan pada tingkat penjualansecara bertahap seiring dengan peningkatan
aset. ROE mengalami penurunan yang disebabkan oleh kurangnya laba bersih dari
61
modal sendiri atau perusahaan dan kurangnya laba usaha. Penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Resi Oktaviani (2016) yang menunjukan
bahwa ROE tidak berpengaruh terhadap harga saham.
Return On Asset (ROA) terhadap harga saham terbukti tidak berpengaruh
terhadap harga saham. Artinya, investor tidak memperhatikan ROA dalam
berinvestasi karena ROA memiliki kelemahan yang cenderung berfluktuasi. Hal ini
menunjukan bahwa tidak selalu perusahaan yang memiliki pangsa pasar besar
dapat memperoleh profit yang tinggi. Dengan meningkatnya permintaan ekspor
produk makanan ringan atau biskuit, maka perusahaan tersebut juga meningkat
pendapatannya. Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Resi
Oktaviani (2016) yang menunjukan bahwa ROA tidak berpengaruh terhadap harga
saham.
Earning Per Share (EPS) terhadap harga saham terbukti berpengaruh
terhadap harga saham. Artinya bahwa pendapatan EPS tidak hanya dari penjualan
saham, melainkan pendapatan atas pajak perusahaan. Apabila EPS naik maka PER
semakin kecil. Hal tersebut yang dicari oleh para investor sebagai peluang untuk
menanamkan modalnya pada perusahaan. Para investor akan berbondong- bondong
membeli saham tersebut dengan alasan untuk mendapat keuntungan atau deviden.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dyah Ayu Wijayanti
(2015) yang menunjukan bahwa EPS berpengauh positif terhadap harga saham.
INFLASI terhadap harga saham terbukti tidak bepengaruh terhadap harga
saham. Artinya bahwa tingkat Inflasi yang terjadi bukan satu-satunya dasar
indikator yang menentukan pertimbangan dan pengambilan keputusan perusahaan
menaikkan harga saham, karena setiap perusahaan food and beverage mempunyai
pertimbangan dan kebijakan sendiri dalam mengambil keputusan. Penelitian ini
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Maria Ratna Marisa Ginting (2016)
yang menunjukan bahwa inflasi tiidak berpengaruh terhadap harga saham.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Return On Equity (ROE), berpengaruh positif signifikan terhadap harga
saham perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2010-2018
2. Return On Asset (ROA) berpengaruh positif signifikan terhadap harga
saham perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia pada periode 2010-2018
3. Earning Per Share (EPS) tidak berpengaruh signifikan terhadap saham
perusahaan food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
periode 2010-2018
4. Inflasi berpengaruh positif signifikan terhadap harga saham perusahaan
food and beverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada periode
2010-2018
5.2 Saran
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, maka penulis memberikan saran :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepadan calon
investor dalam melakukan investasi saham, dan melihat kondisi keuangan
perusahaan melalui ROE, ROA, EPS.
2. Peneliti juga diharapkan menambah rasio keuangan dan menambah periode
waktu, karena untuk menambah hasil yang lebih baik sehingga para calon
investor dapat terbantu.
63
DAFTAR PUSTAKA