JMBSSiklus Hidup Perusahaandan Kendala Keuangan
JMBSSiklus Hidup Perusahaandan Kendala Keuangan
net/publication/344397292
CITATIONS READS
0 380
4 authors:
All content following this page was uploaded by Rita Juliana on 04 November 2020.
ABSTRAK
Tujuan penelitian – Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara siklus hidup perusahaan
dan kendala keuangan.
Temuan – Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan pada tahap jatuh tempo cenderung
memiliki sensitivitas arus kas investasi yang lebih tinggi sehingga dapat disimpulkan bahwa
sensitivitas arus kas-investasi bukan merupakan indikator yang tepat untuk menentukan kendala
keuangan.
Keterbatasan penelitian – Penelitian ini menggunakan 538 perusahaan publik yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia selama periode 2007 hingga 2008
Originality/value – Dalam penelitian ini sensitivitas arus kas-investasi digunakan sebagai indikator
untuk mengukur kendala keuangan.
PENDAHULUAN
Dalam menjalankan bisnis, kemampuan perusahaan untuk bertumbuh sangat penting bagi
perkembangan ekonomi. Perusahaan mengalami pertumbuhan dari satu tahapan ke tahapan
lainnya sehingga membentuk suatu siklus hidup perusahaan. Dickinson (2011)
mengklasifikasikan siklus hidup perusahaan ke dalam lima tahap, yaitu tahap introduction,
growth, maturity, shake-out, dan decline. Pada tiap tahapan, perusahaan memiliki karakteristik
ekonomi yang berbeda-beda sehingga memiliki kebutuhan pendanaan, ketersediaan sumber
pendanaan, dan biaya modal yang beragam (Owen dan Yawson, 2010).
Menurut Dickinson (2011), karakteristik dari masing-masing tahap dalam siklus hidup
perusahaan tercermin pada pola arus kasnya:
Pola arus kas dapat menunjukkan kondisi ekonomi dan perilaku pasar dari perusahaan
sebab arus kas dapat menggambarkan profitabilitas, pertumbuhan dan risiko yang berbeda-beda
pada setiap tahap siklus hidup sehingga mempengaruhi manajer dalam mengambil keputusan
terkait keuangan perusahaan. Perbedaan pada setiap siklus hidup perusahaan dapat menjadi
indikator dalam menentukan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan pendanaan internal
maupun eksternal (Dickinson, 2011).
METODOLOGI PENELITIAN
Data
Penelitian ini menggunakan sampel dari perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI). Periode dari sampel penelitian ini adalah tahun 2007 hingga 2018. Perusahaaan
yang tidak memiliki data yang lengkap, nilai aset yang negatif, termasuk dalam industri keuangan,
serta melakukan IPO sesudah tahun 2007 akan dikeluarkan dari sampel. Berdasarkan pemilihan
sampel, didapatkan sebanyak 538 perusahaan yang digunakan dalam penelitian.
Model Empiris
Untuk menganalisis arus kas, penulis menggunakan model investasi dan keuangan yang
dikembangkan oleh Lewellen dan Lewellen (2016). Penulis menggunakan sensitivitas arus kas
investasi untuk mengukur kendala keuangan, dimana untuk setiap penambahan $1 arus kas,
perusahaan dapat mengalokasikannya ke dalam enam channel: 1) Meningkatkan kepemilikan kas
perusahaan (△ 𝐶𝐴𝑆𝐻), 2) Berinvestasi pada working capital perusahaan (△ 𝑁𝑊𝐶), 3)
Berinvestasi pada aset tetap (𝐼𝑁𝑉), 4) Melunasi hutang perusahaan (△ 𝐷𝐸𝐵𝑇), 5) Membeli
kembali saham (△ 𝐸𝑄), dan 6) Mendistribusikan dividen kepada pemegang saham (𝑆𝐻𝐷𝐼𝑆).
Keterangan:
𝐶𝐹𝑡 = Cash flow perusahaan pada waktu t
△ 𝐶𝐴𝑆𝐻𝑡 = Perubahan tahunan pada kepemilikan kas dan setara kas.
△ 𝑁𝑊𝐶𝑡 = Perubahan tahunan pada net working capital.
𝐼𝑁𝑉𝑡 = Jumlah aset tetap.
△ 𝐷𝐸𝐵𝑇𝑡 = Perubahan pada total debt.
△ 𝐸𝑄𝑡 = Perubahan tahunan pada modal saham yang diterbitkan.
𝑆𝐻𝐷𝐼𝑆𝑡 = Perubahan dana investor yang tidak dipengaruhi oleh modal saham yang
diterbitkan.
Model penelitian yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah sebagai berikut:
𝐶𝐻𝐴𝑁𝑁𝐸𝐿𝑖,𝑡 = 𝛼𝑖 + 𝛽1 𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 + 𝛽2 𝐶𝐹𝑖,𝑡 + 𝛽3 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝐶𝐹𝑖,𝑡 ) + 𝛽4 𝐶𝐹𝑖,𝑡−1
+ 𝛽5 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝐶𝐹𝑖,𝑡−1 ) + 𝛽6 𝑆𝐺𝑖,𝑡−1 + 𝛽7 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝑆𝐺𝑖,𝑡−1 ) + 𝛽8 𝐷𝐸𝐵𝑇𝑖,𝑡−1
+ 𝛽9 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝐷𝐸𝐵𝑇𝑖,𝑡−1 ) + 𝛽10 𝐶𝐴𝑆𝐻𝑖,𝑡−1 + 𝛽11 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝐶𝐴𝑆𝐻𝑖,𝑡−1 )
+ 𝛽12 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡 + 𝛽13 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡 ) + 𝛽14 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−1
+ 𝛽15 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−1 ) + 𝛽16 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−2 + 𝛽17 (𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 𝑥 𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−2 )
+ 𝜀𝑖,𝑡
Keterangan:
𝐶𝐻𝐴𝑁𝑁𝐸𝐿𝑖,𝑡 = Arus dana satu dari enam kegunaan arus kas.
𝐿𝐶𝑆𝑖,𝑡 = Life Cycle Stage (variabel dummy yang merepresentasikan tahap
introduction, growth, maturity, decline, dan shakeout berdasarkan arus kas
Dickinson (2011) pada tabel 1).
𝐶𝐹𝑖,𝑡 = Arus kas perusahaan i pada periode t.
𝐶𝐹𝑖,𝑡−1 = Arus kas perusahaan i pada periode t-1.
𝑆𝐺𝑖,𝑡−1 = Sales Growth perusahaan i pada periode t-1.
𝐷𝐸𝐵𝑇𝑖,𝑡−1 = Tingkat hutang perusahaan i pada periode t-1.
𝐶𝐴𝑆𝐻𝑖,𝑡−1 = Kas perusahaan i pada periode t-1.
𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡 = Profit Margin perusahaan i pada periode t.
𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−1 = Profit Margin perusahaan i pada periode t-1.
𝑃𝑅𝑂𝐹𝐼𝑇𝑖,𝑡−2 = Profit Margin perusahaan i pada periode t-2.
Tabel 2 menampilkan hasil statistik deskriptif dari seluruh variabel yang digunakan dalam
model penelitian. Penelitian dilakukan pada 538 perusahaan terbuka di Indonesia dari tahun 2007
sampai dengan 2018, dimana terdapat 4851 observasi. Penulis menggunakan fungsi winsor untuk
mengurangi outlier pada variabel dengan tingkat signifikansi satu persen.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan variabel dummy untuk merepresentasikan
siklus hidup perusahaan. Variabel dummy akan bernilai satu apabila perusahaan berada pada tahap
siklus hidup perusahaan tertentu—jika tidak, maka akan bernilai nol. Penetuan dummy siklus
hidup yang dilakukan pada penelitian ini adalah dengan menggunakan pola arus kas Dickinson
(2011) pada tabel 1. Introduction merupakan variabel dummy dengan rata-rata 0.1803752.
Artinya, 18.04% dari keseluruhan observasi merupakan perusahaan yang berada pada tahap
introduction. Variabel growth memiliki rata-rata 0.2789116, yang berarti 27.89% observasi
merupakan perusahaan pada tahap growth. Selanjutnya, variabel maturity memiliki rata-rata
0.386106, yang berarti 38.62% observasi merupakan perusahaan pada tahap maturity. Rata-rata
sebesar 0.0589569 ditunjukkan oleh variabel decline, yang artinya 5.90% observasi merupakan
perusahaan pada tahap decline. Variabel shakeout menunjukkan rata-rata sebesar 0.0956504,
yang berarti 9.57% observasi merupakan perusahaan yang berada pada tahap shakeout.
Hasil regresi pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perusahaan pada tahap growth dan
maturity cenderung menyimpan arus kasnya dimana perusahaan mengalokasikan penambahan
arus kasnya untuk meningkatkan kepemilikan kas. Hal ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
oleh Kaplan dan Zingales (1997) bahwa perusahaan yang memiliki tingkat kendala keuangan
yang rendah seperti pada tahap growth dan maturity secara umum memiliki jumlah aset likuid
dan nilai perusahaan yang tinggi.
Di sisi lain, perusahaan pada tahap introduction cenderung tidak menyimpan arus kasnya
dalam bentuk kepemilikan kas dimana setiap peningkatan Rp1 arus kas, perusahaan mengurangi
alokasinya terhadap kepemilikan kas sebesar Rp0.0355 (0.0110-0.0465). Akan tetapi, perusahaan
ini justru cenderung menerbitkan hutang untuk meningkatkan kepemilikan kasnya.
Kecenderungan ini terjadi karena perusahaan pada tahap introduction masih merupakan
perusahaan muda yang baru masuk ke pasar, dimana mereka belum memiliki pelanggan tetap
sehingga perusahaan belum memiliki modal internal yang cukup untuk mendanai kegiatan
operasionalnya sendiri. Jadi, perusahaan membutuhkan tambahan pendanaan eksternal yang
bersumber dari hutang (Gort dan Klepper, 1982).
Hasil yang serupa juga ditunjukkan oleh perusahaan yang berada pada tahap growth,
dimana hutang berpengaruh secara positif terhadap kepemilikan kas. Pada tahap ini, perusahaan
berfokus untuk mempertahankan dan meningkatkan investasinya sehingga meskipun perusahaan
dapat memanfaatkan arus kas operasinya, perusahaan tetap membutuhkan pendanaan tambahan
berupa hutang (Drobetz et al., 2016).
Hasil regresi pada Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk setiap penambahan arus kas
sebesar Rp1, perusahaan pada tahap maturity cenderung mengurangi investasinya pada working
capital sebesar Rp0.0073 (-0.0960+0.0887). Hal ini disebabkan karena perusahaan pada tahap ini
dinilai sudah mapan dimana perusahaan memiliki aset likuid dalam jumlah besar dan dapat
mengelola kegiatan operasinya dengan lebih efisien sehingga perusahaan memperoleh
keuntungan yang tinggi dan secara keseluruhan memiliki nilai yang tinggi (Kaplan dan Zingales,
1997; Lewellen dan Lewellen, 2016). Perusahaan dengan nilai yang tinggi sudah tidak perlu
melakukan manajemen likuiditas secara berlebihan, karena perusahaan sudah memiliki jumlah
aset lancar yang cukup untuk membiayai hutang jangka pendeknya (Wang, 2002).
Tabel 5 menunjukkan bahwa perusahaan pada tahap maturity cenderung bergantung pada
arus kas untuk mendanai investasinya dimana untuk setiap penambahan Rp1 arus kas, perusahaan
cenderung meningkatkan investasinya sebesar Rp0.8005 (0.5589+0.2416). Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan pada tahap maturity memiliki sensitivitas arus kas investasi yang lebih tinggi
daripada tahap lainnya. Artinya, berdasarkan penelitian penulis pada perusahaan-perusahaan di
Indonesia menunjukkan bahwa sensitivitas arus kas investasi tidak dapat mencerminkan kendala
keuangan. Pernyataan ini bertentangan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Fazzari et al., (1988). Akan tetapi, hasil penelitian penulis konsisten dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Kaplan dan Zingales (1997) bahwa perusahaan dengan kendala
keuangan yang rendah cenderung bergantung pada arus kas internal untuk mendanai kegiatan
investasinya terlepas dari kemudahannya untuk memperoleh pendanaan ekstenal. Hal ini
disebabkan karena perusahaan sudah dinilai mapan dan memiliki modal internal dalam jumlah
yang tinggi sehingga perusahaan sudah mulai melepas keterikatannya terhadap pendanaan
eksternal. Oleh karena itu, perusahaan pada tahap maturity cenderung memiliki sensitivitas arus
kas yang lebih tinggi.
Akan tetapi, peluang investasi yang menguntungkan sudah menurun pada tahap maturity,
sehingga ketika keuntungan yang diperoleh perusahaan sudah terlalu tinggi, perusahaan justru
cenderung mengurangi investasinya. Perusahaan cenderung menyimpan keuntungannya sehingga
memiliki jumlah retained earnings yang tinggi (Owen dan Yawson, 2010).
Pengurangan investasi juga dilakukan oleh perusahaan pada tahap shakeout dengan
kondisi yang sama. Perusahaan pada tahap ini lebih memilih menyimpan keuntungannya agar
dapat digunakan untuk mendanai kegiatan operasionalnya dibandingkan untuk berinvestasi. Hal
ini disebabkan oleh penurunan pendapatan perusahaan yang menyebabkan arus kas operasi
bernilai negatif, sehingga penggunaan arus kas akan lebih diprioritaskan untuk mendanai kegiatan
operasinya (Drobetz et al., 2016).
Tabel 6 menunjukkan sensitivitas arus kas pembiayaan dari perusahaan pada masing-
masing tahap. Berdasarkan Tabel 6, kita dapat melihat bahwa perusahaan pada tahap decline
cenderung bergantung pada arus kas untuk melunasi hutangnya. Ketika arus kas yang dimiliki
perusahaan meningkat sebesar Rp1, perusahaan cenderung melunasi hutangnya sebesar Rp0.0343
(-0.1929+0.1586). Hal ini disebabkan oleh penurunan profitabilitas yang dialami oleh perusahaan
pada tahap decline, sehingga perusahaan harus membayar biaya yang mahal untuk memperoleh
pendanaan eksternal. Oleh karena itu, perusahaan pada tahap ini sudah tidak lagi mementingkan
peningkatan modal, melainkan pada pembiayaan kegiatan operasi dan pelunasan hutangnya
(Drobetz et al., 2016).
Tabel 7 menunjukkan bahwa perusahaan pada tiap tahapan memiliki kecenderungan yang
sama, dimana perusahaan cenderung mengurangi penerbitan saham seiring meningkatnya arus
kas. Setiap penambahan arus kas sebesar Rp1, perusahaan pada tahap growth mengurangi
penerbitan saham sebesar Rp0.1807 (-0.0649-0.1158), diikuti oleh tahap introduction sebesar
Rp0.1359 (-0.0614-0.0745), shakeout sebesar Rp0.0373 (-0.0898+0.0525), maturity sebesar
Rp0.0310 (-0.0920+0.0610), dan decline sebesar Rp0.0114 (-0.1005+0.0891). Hal ini disebabkan
karena perusahaan memiliki kecenderungan untuk mencari pendanaan dengan resiko yang paling
rendah, sehingga sumber pendanaan yang paling pertama digunakan adalah modal internal dalam
bentuk retained earnings, kemudian diikuti oleh pendanaan eksternal dalam bentuk hutang, dan
penerbitan saham baru merupakan pilihan yang terakhir. Penerbitan saham baru menjadi pilihan
terakhir karena tindakan ini dapat memberikan sinyal negatif bahwa perusahaan tidak dapat
menghasilkan keuntungan—dimana perusahaan tidak memiliki modal internal yang cukup—dan
perusahaan tidak dapat membayar hutangnya, sehingga perusahaan beralih pada pilihan terakhir
yaitu dengan menerbitkan saham baru. Hal ini membuat investor mengambil kesimpulan bahwa
harga saham sedang overvalue dan perusahaan sedang berusaha memperoleh dana sebelum harga
saham jatuh (Myers dan Majluf, 1984).
Hasil regresi pada Tabel 8 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara perusahaan pada tiap tahapan dalam penggunaan arus kasnya untuk pembagian dividen.
Artinya, perusahaan pada tiap tahapan meningkatkan pembagian dividennya pada tingkat yang
sama sebagai respon terhadap penambahan arus kas.
DAFTAR PUSTAKA
Almeida, H., & Campello, M. (2007). Financial constraints, asset tangibility, and corporate
investment. Review of Financial Studies, 20(5), 1429–1460.
https://doi.org/10.1093/rfs/hhm019
Berger, A. N., & Udell, G. F. (1998). The economics of small business finance: The roles of
private equity and debt markets in the financial growth cycle. Journal of Banking and
Finance, 22, 613–673. https://doi.org/10.1016/S0378-4266(98)00038-7
Bulan, L., & Yan, Z. (2009). The Pecking Order Theory and the Firms Life Cycle. Banking and
Finance Letters, 1(3).
Coulton, J. J., & Ruddock, C. (2011). Corporate payout policy in Australia and a test of the life-
cycle theory. Accounting and Finance, 51(2), 381–407. https://doi.org/10.1111/j.1467-
629X.2010.00356.x
DeAngelo, H., DeAngelo, L., & Stulz, R. M. (2006). Dividend policy and the earned/contributed
capital mix: a test of the life-cycle theory. Journal of Financial Economics, 81(2), 227–254.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2005.07.005
Dickinson, V. (2011). Cash flow patterns as a proxy for firm life cycle. Accounting Review, 86(6),
1969–1994. https://doi.org/10.2308/accr-10130
Drobetz, W., Halling, M., & Schröder, H. (2016). Corporate Life-Cycle Dynamics of Cash
Holdings. Swedish House of Finance Research Paper, 15–07.
Drobetz, W., Janzen, M., & Meier, I. (2019). Investment and financing decisions of private and
public firms. Journal of Business Finance and Accounting, (2000), 225–262.
https://doi.org/10.1111/jbfa.12367
Fazzari, S., Hubbard, G., & Petersen, B. C. (1988). Financing constraints and corporate
investment. Brookings Papers on Economic Activity, 1, 141–206.
https://doi.org/10.1016/j.jfineco.2007.11.005
Gort, M., & Klepper, S. (1982). Time Paths in the Diffusion of Product Innovations. The
Economic Journal, 92, 630. https://doi.org/10.2307/2232554
Hasan, M. M., Hossain, M., Cheung, A. W. K., & Habib, A. (2015). Corporate life cycle and cost
of equity capital. Journal of Contemporary Accounting and Economics, 11(1), 46–60.
https://doi.org/10.1016/j.jcae.2014.12.002
Kaplan, S. N., & Zingales, L. (1997). Do Investment-Cash Flow Sensitivities Provide Useful
Measures of Financing Constraints ? The Quarterly Journal of Economics, 112(1), 169–215.
https://doi.org/10.2307/2951280
Lewellen, J., & Lewellen, K. (2016). Investment and Cash Flow: New Evidence. Journal of
Financial and Quantitative Analysis, 551(4), 1135–1164.
https://doi.org/10.1017/S002210901600065X
Myers, S. C., & Majluf, N. S. (1984). Corporate financing and investment decisions when firms
have information that investors do not have. Journal of Financial Economics.
https://doi.org/10.1016/0304-405X(84)90023-0
Owen, S., & Yawson, A. (2010). Corporate life cycle and M&A activity. Journal of Banking and
Finance, 34(2), 427–440. https://doi.org/10.1016/j.jbankfin.2009.08.003
Salehnejad, S. H., & Shahiazar, M. A. (2014). The Relationship between Capital Structure and
the Life Cycle Listed in Tehran Stock Exchange. Kuwait Chapter of Arabian Journal of
Business and Management Review, 3(6), 76–86. https://doi.org/10.12816/0018180
Wang, Y. J. (2002). Liquidity management, operating performance, and corporate value:
Evidence from Japan and Taiwan. Journal of Multinational Financial Management, 12(2),
159–169. https://doi.org/10.1016/S1042-444X(01)00047-0