Abstract
Investment is a way out to overcome inflation. In investing, everyone needs to know their own risk
profile to know which instrument is suitable for themselves. People's risk profiles certainly vary,
depending on their age, investment goals, or income level. The greater the return on an investment,
usually the greater the risk that must be borne, for example stocks. Compared to other instruments,
stocks offer the highest returns. However, regardless of the returns given, stocks have
considerable risks, such as bankrut or delisting. These two risks must certainly be accepted for
stock investors. Therefore, every investor needs to assess, get to know, and be sure in advance of
the company they want to invest in. To assess a company, there is an indicator that can measure
whether a company is good or not. The indicator is called the financial ratio. This article contains
an analysis of financial statements at PT Bank Central Asia Tbk using financial ratios to make
investment decisions
Abstrak
Investasi merupakan sebuah jalan keluar untuk mengatasi inflasi. Dalam berinvestasi, setiap orang
perlu mengetahui profil risikonya masing-masing untuk mengetahui instrumen yang cocok bagi
diri mereka. Profil risiko orang tentunya berbeda-beda, bergantung pada usia, tujuan investasi,
ataupun tingkat pendapatannya. Makin besar return dari suatu investasi, biasanya makin besar pula
risiko yang harus ditanggung, contohnya saham. Dibandingkan dengan instrumen lainnya, saham
menawarkan return yang paling tinggi. Namun terlepas dari return yang diberikan, saham
memiliki risiko yang cukup besar, seperti bankrut ataupun delisting. Dua risiko ini tentunya harus
diterima bagi para investor saham. Maka dari itu, setiap investor perlu menilai, mengenal , dan
yakin terlebih dahulu dengan perusahaan yang ingin mereka investasikan. Untuk menilai suatu
perusahaan, terdapat sebuah indikator yang bisa mengukur bagus atau tidaknya suatu perusahaan.
Indikator tersebut dinamakan rasio keuangan. Artikel ini memuat analisis laporan keuangan pada
PT Bank Central Asia Tbk menggunakan rasio keuangan untuk membuat keputusan berinvestasi.
PENDAHULUAN
Bagi setiap negara, inflasi merupakan fenomena ekonomi yang sangat lazim. Namun,
keberadaannya masih menjadi suatu hal yang meresahkan, bahkan ditakuti oleh hampir seluruh
orang di dunia. Inflasi merupakan suatu proses kenaikan harga yang berlaku dalam suatu
perekonomian (Sadono Sukirno, 2016:15). Pada hakikatnya, seluruh negara di dunia akan selalu
mengalami inflasi setiap tahun dengan laju yang berbeda-beda. Inflasi yang sifatnya ringan (<10%
per tahun) sebenarnya berdampak baik bagi stimulus perekonomian suatu negara dan tidak begitu
mengganggu perekonomian secara keseluruhan karena hanya terjadi kenaikan harga secara umum.
Akan tetapi inflasi yang sifatnya sedang (10%-30% per tahun) seperti yang terjadi di Indonesia
pada tahun 2008 akibat krisis ekonomi global dan inflasi yang sifatnya berat (30%-100% per
tahun) seperti yang dialami oleh Indonesia di tahun 1998 cukup mengguncang perekonomian
secara keseluruhan. Akibat dari inflasi ini, angka pengangguran dan kemiskinan di Indonesia
meningkat pesat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, angka pengangguran dan
kemiskinan Indonesia pada tahun 1997-1998 meningkat sebesar 120% dibandingkan tahun 1996.
Namun, sekalipun krisis melanda, masih ada segelintir orang yang menikmati masa-masa krisis
tersebut untuk mendapatkan keuntungan, yakni investor.
Investasi merupakan penanaman modal yang dilakukan oleh para investor dan dana
tersebut diharapkan bisa menghasilkan keuntungan dimasa yang akan datang. Dengan
berinvestasi, para investor akan memperoleh keuntungan di masa mendatang. Bukan hanya untuk
mendapatkan keuntungan, investasi sebenarnya bertujuan untuk melindungi kekayaan atau aset
dan meminimalkan risiko ketika terjadi krisis keuangan dan inflasi. Biasanya, makin tinggi return
yang diiming-imingkan, makin tinggi pula risikonya. Maka dari itu setiap investor memiliki
karakteristiknya masing-masing. Misalnya, investor konservatif biasanya adalah investor-investor
yang memiliki tanggungan berat sehingga mereka cenderung memilih untuk melindungi aset
mereka walaupun berarti mereka siap untuk kehilangan return. Investor jenis ini biasanya memilih
deposito bank, tanah, atau emas untuk berinvestasi. Berkebalikan dengan investor konservatif,
ada juga investor yang lebih memilih memaksimalkan return dan bersedia untuk menerima risiko
rugi. Investor jenis ini dinamakan investor agresif. Biasanya investor jenis ini menginvestasikan
asetnya ke dalam bentuk saham dengan return yang tinggi. Untuk mengatasi risiko investasi,
terutama bagi investor yang menanamkan asetnya ke dalam saham, diperlukan analisis secara
mendalam, baik itu dalam waktu yang singkat maupun waktu yang panjang. Untuk berinvestasi
dalam waktu yang panjang, seorang investor harus mengenal betul saham yang akan dibelinya
dengan cara menganalisis kondisi perusahaan, ekonomi, bahkan sektor industri terkait.
PT Bank Central Asia Tbk merupakan sebuah bank swasta yang menjadi market leader di
Indonesia. Bank BCA didirikan oleh Sudono Salim pada tahun 1957. Awalnya Bank BCA berdiri
dengan nama N.V. Perseroan Dagang dan Industrie Semarang Knitting Factory dan sempat
berganti nama beberapa kali hingga pada tanggal 12 Oktober 1956 bank BCA resmi beroperasi di
bidang perbankan. Setelah mengubah nama dagangnya, Soedono salim memindahkan kantor pusat
BCA ke Asemka, Jakarta di tahun 1957. Pada tahun 1980an, Bank BCA terus menjalar ke berbagai
daerah di Indonesia dengan pembukaan kantor cabang secara agresif. Lalu pada tahun 1990an,
BCA mengembangkan alternatif jaringan layanan melalui ATM (Anjungan Tunai Mandiri) dan
bekerja sama dengan perusahaan terkemuka lainnya, seperti PT Telkom dan Citibank.Namun pada
tahun 1998, terjadi krisis moneter besar-besaran sehingga kepemilikan mayoritas BCA
dipindahtangankan dari grup Salim ke grup Djarum. Dua tahun setelahnya, pada tahun 2000,
tepatnya tanggal 31 Mei, Bank BCA resmi melantai di Bursa Efek Indonesia dengan nama saham
BBCA. Pada saat itu, BBCA membuka harga IPO (initial public offering)nya senilai Rp1.400 per
saham. Sejak saat itu, pemegang saham mayoritas memegang saham sebesar 55,5% dan sisanya,
sekitar 44,5% dimiliki oleh masyarakat. Setelah IPO ini, saham BCA bisa dibeli oleh masyarakat
umum dan harga sahamnya relatif naik seiring berkembangnya perusahaan. Lalu pada tahun 2008,
BCA melakukan pemecahan harga saham (stock split) dengan rasio 1:2 sehingga yang awalnya
harga saham BCA adalah Rp7.200 per lembar menjadi Rp3.600 per lembar. Karena stock split ini,
akhirnya saham BBCA lebih terjangkau oleh masyarakat. Seiring berjalannya waktu, harga saham
BCA terus mengalami kenaikan seiring peningkatan kinerja keuangan BCA sebagai bank swasta
terbesar di Indonesia. Bahkan Saham BBCA selalu tertera dalam Indeks LQ-45 (Indeks yang
isinya daftar saham paling likuid di Indonesia) dan Indeks High Dividend 20 (daftar saham yang
memberikan dividen yield relatif tinggi). Laba BCA pun selalu naik dari 2009-2019. Titik
penurunan laba BCA pertama kali dialami pada tahun 2020 akibat pandemi virus Covid-19.
Namun jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain yang mengalami penurunan hingga
puluhan persen, penurunan laba BCA relatif kecil, yaitu hanya 5 persen.
Untuk mengambil keputusan investasi, investor perlu memahami analisis fundamental
terhadap suatu saham. Analisis fundamental merupakan sebuah metode pengukuran nilai intrinsik
perusahaan dengan mengecek kondisi ekonomi dan keuangan terkait menggunakan indikator-
indikator perusahaan yang tertera dalam laporan keuangan. Untuk mengenal dan mengetahui
kualitas perusahaan, perlu dilakukannya analisis laporan keuangan di masa lampau guna
mengetahui kinerja perusahaan. Variasi harga saham perusahaan juga ditentukan dari kinerja
perusahaan itu sendiri terlepas dari hukum permintaan dan penawaran. Maka dari itu terdapat alat
untuk mengukur nilai atau value dari suatu perusahaan. Alat tersebut dinamakan rasio keuangan
(financial ratio).
RUMUSAN MASALAH
Dalam penulisan artikel yang berjudul “Rasio Keuangan Sebagai Indikator Penilaian
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA)”, penulis ingin membahas rumusan masalah yaitu
apakah berinvestasi pada saham BBCA adalah keputusan yang tepat, terutama bagi investasi
jangka panjang.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kelayakan berinvestasi pada saham
BBCA dengan melakukan analisis fundamental dengan berdasarkan laporan keuangan PT Bank
Central Asia pada periode lima tahun terakhir (2017-2021), melakukan perbandingan dengan
perusahaan lainnya di sektor terkait, menganalisis dampak kondisi ekonomi global terhadap sektor
jasa keuangan, dan mengkaji prospek PT Bank Central Asia di masa depan.
KAJIAN LITERATUR
Inflasi
Menurut Bank Indonesia, inflasi dapat diartikan sebagai kenaikan harga barang dan jasa
secara umum dan berkelanjutan dalam jangka waktu tertentu. Inflasi timbul dari adanya tekanan
pada supply atau yang biasa dikenal dengan cost push inflation, sedangkan jika disebabkan dari
sisi permintaan dikenal dengan demand pull inflation. Cost push inflation terjadi karena adanya
depresiasi nilai tukar, inflasi dari negara mitra dagang, kenaikan harga komoditas yang diatur oleh
pemerintah, hingga bencana alam. Sedangkan inflasi yang disebabkan oleh demand pull inflation
disebabkan oleh tingginya permintaan barang atau jasa akibat daya beli masyarakat yang
meningkat.
Pasar Modal
Pasar modal merupakan tempat investor atau pemilik dana dipertemukan dengan pihak
yang memerlukan dana. Bagi pemilik dana (investor), pasar modal adalah sebuah sarana untuk
memperoleh keuntungan (return). Berdasarkan waktu transaksinya, pasar modal dibagi menjadi
dua, yakni pasar perdana dan pasar sekunder. Pasar perdana adalah pasar yang memperjualkan
efek pertama kalinya di bursa efek.
Selain itu, para pemegang saham juga memiliki hak untuk membeli saham baru dengan
harga yang lebih murah dari emiten. Hak ini disebut juga sebagai right issue. Right issue adalah
sebuah aksi perusahaan untuk meningkatkan modal, ekspansi usaha, restrukturisasi, ataupun
meningkatkan porsi kepemilikan pemegang saham yang ditujukan bagi pemegang saham lama.
Jika pemegang saham lama menolak untuk membeli, kelak saham itu akan dijual kepada
pemegang saham baru. Harga saham yang ditawarkan kepada pemegang saham lama adalah harga
yang jauh lebih murah dibandingkan di pasaran. Dengan demikian, pemegang saham memiliki hak
untuk memesan efek terlebih dahulu atas saham baru.
Return Saham
Menurut Eduardus Tandelilin (2010:102) return saham motivasi para investor untuk
berinvestasi sekaligus sebagai suatu imbalan atas keberanian investor untuk menanggung risiko
atas investasi yang dilakukannya. Return saham adalah suatu imbal hasil yang diterima para
investor berkat saham yang diinvestasikannya.
Analisis Fundamental
Analisis fundamental adalah suatu metode analisis yang investor gunakan untuk menilai
suatu saham perusahaan yang diukur berdasarkan valuasi, kinerja, dan prospek bisnisnya. Menurut
Jogiyanto (2013:126), analisis fundamental menggunakan nilai sebenarnya suatu saham dengan
menggunakan laporan keuangan yang diterbitkan oleh perusahaan.
Rasio Keuangan
Rasio keuangan bermacam-macam dan masing-masing rasio memiliki maknanya sendiri.
Menurut J. Fred Weston, terdapat enam jenis rasio keuangan, yakni :
a. Rasio likuiditas
Rasio yang fungsinya menggambarkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Terdapat empat jenis rasio likuiditas untuk
memperhitungkannya, yakni rasio lancar (current ratio); rasio cepat (quick ratio); dan rasio
kas (cash ratio).
b. Rasio aktivitas
Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam melakukan aktivitas perusahaan
sehari-hari dalam penjualan, penagihan piutang, ataupun pemanfaatan aktiva yang dimiliki.
Rasio aktivitas sendiri memiliki beberapa jenis penghitungan, yakni rasio perputaran total
aset (total asset turnover ratio); rasio perputaran aset tetap (fixed asset turnover); siklus
konversi kas (cash conversion cycle ratio); rasio perputaran modal kerja (working capital
turnover ratio); rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio); rasio perputaran
piutang (accounts receivable ratio); rasio perputaran hutang (account payable turnover);
days payable outstanding (DPO); dan days of sales outstanding (DSO).
c. Rasio profitabilitas
Rasio untuk mengetahui kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari produksi
yang dihasilkan. Rasio profitabilitas sendiri terbagi menjadi beberapa jenis, yakni margin
laba kotor (gross profit margin); margin laba profesional (operating profit margin); margin
laba bersih (net profit margin); rasio pengembalian aset (return on assets ratio); rasio
pengembalian ekuitas (return on equity ratio); rasio pengembalian penjualan (return on
sales ratio); pengembalian modal yang digunakan (return on capital employed); return on
investment; dan earning per share.
d. Rasio solvabilitas
Rasio yang fungsinya mengukur kemampuan perusahaan untuk melunasi hutangnya dalam
jangka panjang. Rasio solvabilitas terdiri dari beberapa jenis, yaitu debt to asset ratio (D/E)
; debt to equity ratio ; dan debt to capital ratio.
e. Rasio pertumbuhan (growth ratio)
Rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan untuk mempertahankan posisi
ekonominya di tengah pertumbuhan perekonomian dan sektor usahanya. Untuk
menghitung pertumbuhan perusahaan, rasio yang digunakan adalah CAGR (compound
annual growth rate).
f. Rasio penilaian (valuation ratio)
Rasio yang mengukur ukuran kinerja perusahaan secara menyeluruh. Untuk menghitung
nilai suatu saham, terdapat dua rasio, yakni rasio harga atau laba (price to earning ratio)
dan rasio harga pasar terhadap nilai buku (market to book ratio).
Laporan Keuangan
Menurut PSAK nomor 1 (2015:1) Laporan keuangan dapat diartikan sebagai penyajian
terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja keuangan suatu entitas di mana laporan ini
menampilkan sejarah entitas yang dikuantifikasi dalam satuan moneter. Laporan keuangan sendiri
terbagi menjadi tiga, yakni laporan laba rugi (income statement) , neraca (balance sheet), dan
laporan perubahan posisi keuangan (cash flow). Dengan membaca laporan keuangan, para investor
dapat mengevaluasi performa perusahaan, mengetahui jumlah laba bersih, potensi penjualan,
hutang, memantau arus kas, dan menganalisis break even point (BEP) sebelum membuat
keputusan untuk berinvestasi dalam suatu saham.
Pengambilan Keputusan
Setiap orang yang melakukan investasi tentunya mengharapkan imbalan berupa return atau
deviden atau keuntungan lainnya di masa depan. Maka dari itu setiap orang harus dapat memilih
investasi yang tepat agar dapat memaksimalkan return. Untuk dapat memilih investasi yang tepat,
diperlukan pengetahuan mengenai investasi. Terdapat dasar-dasar yang menjadi pedoman
pengambilan keputusan investasi di pasar modal, yakni return , risiko, dan hubungan return risiko
dan return harapan. Semakin besar return harapannya, maka semakin besar pula tingkat risiko
yang perlu dipertimbangkan.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yakni metode yang
menggambarkan objek atau subjek dengan diteliti secara mendalam guna memeriksa sebab-sebab
dari suatu gejala tertentu. Dengan metode ini, penelitian dilaksanakan dengan rinci dan cukup
mendalam mengenai objek tertentu selama kurun waktu tertentu, termasuk keadaan masa lalu dan
kondisi lingkungannya. Namun penelitian ini mengindahkan kondisi ekonomi secara makro
(inflasi, tingkat suku bunga, permintaan dan penawaran) sehingga fokus penelitian hanyalah
melakukan pengukuran terhadap kinerja, perkembangan, dan nilai suatu saham berdasarkan
laporan keuangannya.
Analisis Data
Analisis kuantitatif dalam artikel ini menggunakan metode discounted cash flow approach
(DCF Valuation), yakni sebuah metode yang digunakan untuk mengukur potensi suatu investasi
dengan konsep ketika seorang investor menginvestasikan dananya ke dalam suatu instrumen
investasi, dana tersebut memiliki prospek growth atau bertumbuh dalam jangka waktu tertentu.
Metode ini memberikan gambaran bagi para pemilik dana tentang perhitungan pertumbuhan nilai
dana yang mereka rencanakan untuk diinvestasikan di masa yang akan datang.
PEMBAHASAN
Berdasarkan data laporan keuangan tahunan yang diterbitkan oleh PT Bank Central Asia
Tbk, total aset dan ekuitas yang dimiliki BCA dari tahun 2017 hingga 2021 terus meningkat tiap
tahunnya meski pada tahun 2020 BCA mengalami penurunan laba bersih yang pada akhirnya
meningkat kembali pada tahun 2021.
Untuk menghitung value, kinerja, dan perkembangan perusahaan, terdapat suatu indikator
atau alat ukur analisis yang menjadi pembanding dan penghubung beberapa elemen yang ada di
dalam laporan keuangan.. Alat ukur analisis tersebut adalah ratio analysis (analisis rasio). Analisis
rasio pun dapat digunakan dengan dua tujuan yang berbeda, yakni sebagai pembanding rasio
sekarang dengan rasio di masa lalu pada perusahaan yang sama dan sebagai pembanding rasio
perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya di industri yang sama. Seperti yang sudah
dijelaskan sebelumnya, rasio keuangan jenisnya bermacam-macam. Semua jenis yang berbeda itu
memiliki fungsinya masing-masing. Maka dari itu penting bagi para investor untuk melakukan
analisis saham dengan berbagai jenis rasio keuangan. Akan tetapi, dalam menganalisis satu saham
tidak semua rasio perlu digunakan. Rasio yang digunakan sebenarnya bergantung dengan sektor
apa yang akan dianalisis. Misalnya, UNVR, saham yang perusahaannya bergerak dalam bidang
manufaktur dalam laporan keuangannya tentu terdapat catatan hasil penjualan. Berbeda dengan
UNVR, BBCA, saham yang perusahaannya bergerak dalam bidang jasa keuangan tentunya tidak
melakukan penjualan. Maka dari itu ketika melihat laporan keuangan UNVR para calon investor
dapat menganalisis rasio profitabilitas, seperti gross profit margin (margin laba kotor), operating
income ratio , dll. Namun ketika calon investor melihat laporan keuangan BBCA, mereka tidak
bisa menganalisis saham dari rasio-rasio yang mencatat penjualan seperti UNVR. Maka dari itu
terdapat beberapa rasio yang dianggap penting dalam menganalisis sektor jasa keuangan. Berikut
ini adalah analisis saham BBCA menggunakan rasio keuangan :
Tabel 1.1 Current Ratio BBCA Tahun 2017-2021 (dalam satuan juta)
Tahun Kas (a) Efek (b) Piutang (c) Hutang lancar Quick Ratio=(a+b+c)/d x
(d) 100
2017 16.754.000 140.350.000 1,018
454.265.000 600.562.682
2018 21.691.000 118.294.000 1,018
524.530.000 652.990.750
2019 25.421.000 152.559.000 1,040
572.034.000 721.220.547
2020 24.322.000 339.372.000 1,057
547.644.000 862.371.048
2021 23.616.000 371.297.000 0,986
589.814.000 998.991.290
Tabel 1.2 Quick Ratio BBCA Tahun 2017-2021 (dalam satuan
juta)
Tabel 1.3 Fixed Asset Turnover BBCA Tahun 2017-2021 (dalam satuan juta)
Berdasarkan tabel perbandingan di atas, dapat dibuat kesimpulan bahwa hampir semua
sektor jasa keuangan mengalami penurunan fixed asset turnover dari tahun ke tahun. Namun jika
dibandingkan dengan kompetitornya, BBCA cukup stabil dan memiliki efisiensi serta produktivitas
yang baik dalam memperoleh laba atau keuntungan dari aset tetapnya. Hal ini tercermin dari fixed
asset turnover BBCA yang berada di atas BMRI dan BBNI dari tahun 2017-2021.
Tabel 1.5 Price book value BBCA Tahun 2017-2021 (dalam satuan juta)
Tahun LABA BERSIH (a) EKUITAS PEMEGANG SAHAM ROE = a/b x 100%
(b) (dalam %)
2017 23321000 131402000 17,75
2018 25852000 151753000 17,04
2019 28570000 174143000 16,41
2020 27147000 184715000 14,70
2021 31440000 202849000 15,50
Tabel 1.7 Return On Equity BBCA Tahun 2017-2021 (satuan dalam juta)
Tahun LABA BERSIH (a) TOTAL AKTIVA (b) ROA = a/b x 100%
(dalam %)
2017 23321000 738337000 3,159
2018 25852000 811426000 3,186
2019 28570000 905839000 3,154
2020 27147000 1059775000 2,562
2021 31440000 1212837000 2,592
Tahun HARGA SAHAM (a) LABA PER SAHAM (b) PER = a/b (dalam x)
Tabel 2.1 Debt To Equity Ratio Sektor Jasa Keuangan 2017-2021 (dalam satuan juta)
Berdasarkan penghitungan di atas, proporsi hutang dalam harta BBCA pada tahun
2017-2019 cukup kecil, berada di bawah standar. Akan tetapi sejak pandemi Covid-19
(tahun 2020-2021), DER BBCA berada di atas standar, yang artinya proporsi hutang dalam
harta BBCA cukup banyak.
Tabel penghitungan di atas menyatakan laba perusahaan untuk tiap lembar saham
BBCA. Dapat dilihat, EPS BBCA terus meningkat dari tahun 2017 hingga 2019. Namun
pada tahun 2020 EPS BBCA mengalami penurunan karena terjadinya penurunan
IHSG akibat Covid-19.
Berdasarkan tabel berikut ini dapat dibuat kesimpulan bahwa deviden BCA dari
tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini tercantum dari devidend yield BBCA yang
meningkat. Namun tinggi atau tidaknya deviden tidak bisa menjadi penilaian apakah
perusahaan itu baik atau buruk.
𝑀𝑂𝐷𝐴𝐿
𝐶𝐴𝑅 = × 100%
𝐴𝐾𝑇𝐼𝑉𝐴 𝑇𝐸𝑅𝑇𝐼𝑀𝐵𝐴𝑁𝐺 𝑀𝐸𝑁𝑈𝑅𝑈𝑇 𝑅𝐼𝑆𝐼𝐾𝑂
203.621.000.000
𝐶𝐴𝑅 𝐵𝐵𝐶𝐴 2021 = × 100 = 26,9 %
758.289.000.000
SIMPULAN
Berdasarkan penelitian saya terhadap laporan keuangan PT Bank Central Asia Tbk dan
dengan melakukan perbandingan terhadap kompetitornya di sektor yang sama, dapat diambil
kesimpulan bahwa PT Bank Central Asia adalah perusahaan yang sehat, karena BCA mampu
membayar hutang jangka pendek ataupun jangka panjangnya dengan sangat baik, proporsi hutang
terhadap modalnya juga cenderung sedikit, dan BCA memiliki kemampuan menanggung risiko
kerugian dengan asset yang dimilikinya dengan sangat baik. Tidak hanya sehat, BCA juga
perusahaan yang profit, artinya BCA adalah perusahaan yang mampu menghasilkan laba dari
usahanya. Hal ini tercermin dari kemampuan BCA dalam mengelola modal dari para investornya
dengan sangat baik , memperoleh keuntungan yang cukup banyak dari asset yang digunakannya,
dan menjadi salah satu bank yang memiliki kemapuan yang sangat baik dalam memperoleh laba
bersih. Tidak hanya sampai disitu, BCA juga perusahaan yang growth, artinya BCA terus
mengalami pertumbuhan. Hal ini dapat dibuktikan dari dividend yield dan earning per share BCA
yang terus naik. Terakhir, BCA merupakan perusahaan yang memiliki valuitas yang bagus. Meski
harganya cenderung overprice jika dibandingkan dengan kompetitornya, BCA memiliki prospek
yang bagus dan terus berkembang dalam jangka panjang sehingga saham tersebut memang layak
untuk dibeli dengan harga yang cukup tinggi. Maka dari itu BBCA merupakan salah satu pilihan
yang bagus bagi para investor, terutama dalam jangka waktu yang panjang karena perusahaan ini
cenderung growth dari masa lalu dan diprediksikan akan terus bertumbuh dalam jangka waktu
yang panjang. Meski rasio keuangan bukanlah patokan satu-satunya investor dalam mengambil
keputusan, namun indikator ini sangat membantu investor untuk memilih saham yang akan
diinvestasikannya berdasarkan profil risiko masing-masing.
DAFTAR PUSTAKA