Catatan Kritis KHD
Catatan Kritis KHD
Siswa, memiliki dampak yang signifikan dalam perkembangan pendidikan Indonesia sebelum dan
sesudah kemerdekaan. Namun, seperti halnya dengan setiap gerakan atau ideologi, ada argumen kritis
yang dapat diberikan terhadapnya.
Gerakan tansformasi KHD dibedakan menjadi dua fase, pertama fase sebelum kemerdekaan dan kedua
fase sesudah kemerdekaan. Fase pertama dimulai dari lahirnya Taman Siswa Tahun 1920 yang
merupakan cikal bakal pweubahan radikal dalam Pendidikan dan pengajaran. Setelah itu didirikan
Taman Siswa Yogyakarta Tahun 1922 sebagai gerbang emas kemerdekaan dan kebebasan kebudayaan
Indonesia. Sedangkan transformasi Pendidikan KHD setelah fase kemerdekaan dimulai dari terbitnya:
Berikut adalah beberapa argumen kritis tentang gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara dalam
perkembangan pendidikan Indonesia:
1. Elitisme : Meskipun Pendidikan Taman Siswa bertujuan untuk memberikan pendidikan kepada
semua lapisan masyarakat, pada kenyataannya, pendidikan ini lebih banyak diakses oleh kalangan elit
atau kelas menengah atas. Hal ini disebabkan oleh biaya pendidikan yang relatif tinggi dan kurangnya
aksesibilitas bagi masyarakat miskin.
2. Kesenjangan Gender : Gerakan Pendidikan Taman Siswa pada awalnya cenderung mendiskriminasi
gender, dengan fokus utama pada pendidikan laki-laki. Peran perempuan dalam pendidikan pada masa
itu sering diabaikan atau dianggap kurang penting.
5. Keterbatasan Akses : Meskipun Pendidikan Taman Siswa berusaha untuk memberikan akses
pendidikan kepada semua lapisan masyarakat, pada kenyataannya, masih ada banyak masyarakat yang
tidak memiliki akses ke pendidikan yang berkualitas karena berbagai hambatan seperti jarak, biaya, dan
infrastruktur.
6. Kehati-hatian Politik : Pendidikan Taman Siswa pada awalnya mencoba untuk tetap netral dalam hal
politik, namun pada kenyataannya, gerakan ini tidak sepenuhnya terhindar dari intervensi politik. Hal
ini dapat mengarah pada manipulasi agenda pendidikan untuk kepentingan politik tertentu.
Meskipun ada argumen kritis ini terhadap gerakan transformasi Ki Hadjar Dewantara, penting untuk
diingat bahwa kontribusinya terhadap perkembangan pendidikan Indonesia tidak dapat dipungkiri.
Gerakan ini membuka jalan bagi inklusivitas, keberagaman, dan fokus pada pendidikan yang berpusat
pada siswa, yang masih menjadi nilai-nilai penting dalam sistem pendidikan Indonesia saat ini.