Anda di halaman 1dari 56

375.

615 1
Ind
i

ILMU RESEP TEORI


Jilid III ( untuk kelas I II )
Cetakan Pertama

Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001


KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI

Departemen Kesehatan RI
Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pusdiknakes
2004
ILMU RESEP TEORI
Jilid III ( untuk kelas III )
Cetakan Pertama

Disusun Berdasarkan Kurikulum SMF 2001


KHUSUS DIPERGUNAKAN UNTUK SEKOLAH MENENGAH FARMASI

i
5. Fahleni, S.Si., Apt.
6. Yugo Susanto, S.Si., Apt.
Tim Penyusun :
7. I. Wayan Sueta, B.A
1. Drs. Seno Soetopo, Apt.
8. Yulie, Amd.
2. Dra. Siti Atifah Wardiyati, Apt.
9. Maryani
3. Dra. Russie Rohadiyatie, Apt.

4. Purwitaningsih, S.Pd.
5. Drs. Syamsuni, Apt.

Tim Pembahas / Editor :


1. Drs. Abd. Karim Zulkarnaen, Apt. M.Si.
2. Drs. Fery Norhendy, Apt.
3. Drs. Hendra Nanto, Apt.
4. Dra. Zubaedah, Apt.
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang


Maha Esa, atas segala rahmat dan petunjukNya, buku pegangan
untuk siswa Sekolah Menengah Farmasi telah dapat disusun
kembali. Penyusunan kembali ini disesuaikan dengan kurikulum
baru yakni Kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 2001.
Kami sangat menghargai usaha Tim Penyusun buku
pegangan ini yang dikoordinir oleh Sekretariat Bersama Sekolah
Menengah Farmasi Se Indonesia dan telah melibatkan seluruh
unsur SMF Se Indonesia.
Kami harapkan buku ini sangat bermanfaat bagi siswa /
peserta didik, guru / tenaga pendidik di sekolah dalam upaya
peningkatan pengetahuan dan keterampilannya, selanjutnya dapat
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat di bidang farmasi
khususnya dan dibidang kesehatan umumnya.
Akhirnya untuk penyempurnaan cetakan selanjutnya kami
harapkan adanya saran perbaikan dan kritik dari semua pembaca.

Jakarta, Mei 2002


ii
PENGANTAR DARI SEKBER

Cepatnya perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang farmasi telah


diikuti dengan perombakan kurikulum Sekolah Menengah Farmasi 1987 dengan kurikulum
Sekolah Menengah Farmasi 2001. Dalam kurikulum baru ini telah diperjelas kompetensi
seorang Asisten Apoteker berdampingan dengan peran tenaga farmasi lainnya.

Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Buku Ilmu Resep Jilid
III untuk siswa kelas III Sekolah Menengah Farmasi dapat terbit pada waktunya.
Buku Ilmu Resep ini disusun kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan jenis obat
dan teknologinya disertai dengan harapan akan menjadi buku pegangan yang sangat
bermanfaat bagi siswa Sekolah Menengah Farmasi.

Kami sangat berterima kasih kepada Tim Penyusun, Tim Pembahas dan
Editor yang telah bekerja keras sehingga buku ini dapat terbit pada waktunya.

Jakarta, Mei 2004

iii
DAFTAR ISI
Halaman

KATA PENGANTAR 4
PENGANTAR DARI SEKBER 6
DAFTAR ISI 7

BAB I : SUPPOSITORIA
A. Pengertian 1
B. Macam – Macam Suppositoria 1
C. Keuntungan Suppositoria 1
D. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria 1
E. Bahan dasar Suppositoria 2
F. Metoda Pembuatan Suppositoria 5
G. Pengemasan Suppositoria 6
H. Pemeriksaan Mutu Suppositoria 6
I. Ovulae / Ovula 6

BAB II : TABLET / COMPRESSI


A. Pengertian 7
B. Penggolongan 7
C. Komponen Tablet 10
D. Cara Pembuatan Tablet 10
E. Macam – Macam Kerusakan Pada Pembuatan Tablet 11
F. Syarat – Syarat Tablet Menurut F.I. ed. III & F.I., ed. IV 12
G. Implants / Implan 14

BAB III : STERILISASI


A. Pengertian 15
B. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril 15
C. Cara – Cara Sterilisasi Menurut F.I. ed. III 15 D. Cara – Cara Sterilisasi Menurut
F.I., ed. IV 15
E. Cara – Cara Sterilisasi 16

BAB IV : INJECTIONES / INJEKSI


A. Pengertian 22
B. Macam – Macam Cara Penyuntikan 22
C. Komponen Obat Suntik 24
D. Cara Pembuatan Obat Suntik 34
E. Pemeriksaan 36
F. Syarat – Syarat Obat Suntik 38
G. Penandaan Menurut F.I., ed. IV 39
H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi 39

BAB V : INFUNDABILIA
A. Pengertian 40
B. Tujuan Pemberian Infus Intravena 40
C. Perbedaan Injeksi Dengan Infus Intravena 40
D. Syarat-syarat Infus Intravena 40
iv
BAB VI : AEROSOL A. Pengertian 41
B. Keuntungan Pemakaian Aerosol 41
C. Jenis / Sistem Aerosol 41
D. Kelengkapan / Komponen Aerosol 42
E. Pembuatan Aerosol 42
F. Formulasi Aerosol 43
G. Cara Kerja Aerosol 43
H. Pemeriksaan 43
I. Penandaan Menurut F.I. ed. IV 44
J. Signatura Pada Aerosol 44
K. Inhalation / Inhalasi 44
v
BAB I
SUPPOSITORIA / SUPOSITORIA

A. Pengertian
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan
setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.

B. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat
rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih 2 g.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila bagian yang
besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik
masuk dengan sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat
vagina, berat umumnya 5 g.
Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat
dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut /
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Supositoria
dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan 10
bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 0
C
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang
panjang antara 7 cm - 14 cm.

C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat
daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.

D. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria


1. Suppositoria dipakai untuk pengobatan lokal, baik dalam rektum maupun vagina atau
urethra, seperti penyakit haemorroid / wasir / ambein dan infeksi lainnya.
2. Juga secara rektal digunakan untuk distribusi sistemik, karena dapat diserap oleh
membran mukosa dalam rektum,
3. Apabila penggunaan obat peroral tidak memungkinkan, seperti pasien mudah muntah,
tidak sadar.
4. Aksi kerja awal akan diperoleh secara cepat, karena obat diabsorpsi melalui mukosa
rektal langsung masuk ke dalam sirkulasi darah,
5. Agar terhindar dari pengrusakan obat oleh enzym di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hepar .

Faktor-faktor yang mempengaruhi absorpsi obat per rektal ialah :


1
1. Faktor fisiologis :
Rektum mengandung sedikit cairan dengan pH 7,2 dan kapasitas daparnya rendah.
Epitel rektum keadaannya berlipoid (berlemak), maka diutamakan permeable
terhadap obat yang tidak terionisasi (obat yang mudah larut dalam lemak).

2. Faktor fisika-kimia dari obat dan basis :


a. Kelarutan obat : Obat yang mudah larut dalam lemak akan lebih cepat terabsorpsi
dari pada obat yang larut dalam air.
b. Kadar obat dalam basis : bila kadar obat naik maka absorpsi obat makin cepat.
c. Ukuran partikel : ukuran partikel obat akan mempengaruhi kecepatan larut dari obat
ke cairan rektal.
d. Basis Suppositoria : Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis lemak
dilepas segera ke cairan rektal bila basis cepat melepas setelah masuk ke dalam
rektum, dan obat akan segera diabsorpsi dan aksi kerja awal obat akan segera nyata.
Obat yang larut dalam air dan berada dalam basis larut dalam air, aksi kerja awal dari
obat akan segera nyata bila basis tadi segera larut dalam air.

E. Bahan Dasar Suppositoria


Bahan dasar : ol. cacao (lemak coklat), gelatin tergliserinasi, minyak nabati
terhidrogenasi, campuran PEG berbagai bobot molekul dan ester asam lemak PEG. Bahan
dasar lain dapat digunakan seperti surfaktan nonionik misalnya ester asam lemak
polioksietilen sorbitan dan polioksietilen stearat.

Bahan dasar Suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tapi akan
melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan pemisahan
obat.
5. Kadar air cukup
6. Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus
jelas.

Penggolongan bahan dasar Suppositoria.


1. Bahan dasar berlemak : Ol. Cacao (lemak coklat)
2. Bahan dasar yang dapat bercampur atau larut dalam air : gliserin-gelatin, polietilenglikol
(PEG)
3. Bahan dasar lain : Pembentuk emulsi A/M.misalnya campuran Tween 61 85 % dengan
gliserin laurat 15 %

Suppositoria dengan bahan dasar Lemak coklat ( Ol. Cacao )


- merupakan trigliserida dari asam oleat, asam stearat, asam palmitat, warna putih
kekuningan, padat, berbau seperti coklat, meleleh pada suhu 31o - 34 o.
- karena mudah tengik, sebaiknya harus disimpan dalam wadah / tempat sejuk, kering dan
terlindung dari cahaya.
- Ol. Cacao dapat menunjukkan polimorfisme dari bentuk kristalnya karena pemanasan
tinggi. Diatas titik leburnya, Ol.Cacao akan meleleh sempurna seperti minyak dan akan
kehilangan inti kristal stabil yang berguna untuk membentuk kristalnya kembali.

Bentuk-bentuk kristal Ol.Cacao tersebut adalah :

2
 bentuk  (alfa) : terjadi bila lelehan Ol.Cacao tadi didinginkan dengan segera pada
0o dan bentuk ini titik leburnya 24o (literatur lain 22 o).
 bentuk  ( beta ) : terjadi bila lelehan Ol.Cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18 o -23
o
dan bentuk ini mempunyai titik lebur 28 o - 31o
 bentuk  stabil (beta stabil) : terjadi dari perubahan perlahan-lahan bentuk disertai
kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 34 o -35 o ( literatur lain 34,5
o
)
 bentuk  (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan Ol.Cacao yang sudah dingin
(20o) dan bentuk ini mempunyai titik lebur 18 o
Menghindari bentuk- bentuk kristal yang tidak stabil di atas dengan cara :
 Ol.Cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 saja yang dilelehkan.
 Penambahan sejumlah kecil bentuk kristal stabil ke dalam lelehan Ol.Cacao,
untuk mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil 
Pembekuan lelehan selama beberapa jam / hari

- Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas dan bersifat
polimorfisme ( mempunyai banyak bentuk kristal ). Jika dipanasi sekitar 30 0 C mulai
mencair dan biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C, tetapi suhu dibawah 300 C merupakan
masa semi-padat. Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna
seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal yang stabil yang berguna untuk
memadat. Bila didinginkan di bawah suhu 15 0 C, akan mengkristal dalam bentuk kristal
metastabil. Agar mendapatkan Suppositoria yang stabil, maka pemanasan lemak coklat
sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap
mengandung inti kristal dari bentuk stabil.
- Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan Cera atau Cetasium
( Spermaseti ). Penambahan Cera flava tidak boleh lebih dari 6 % sebab akan
memperoleh campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37 0 C dan tidak boleh kurang
dari 4 % karena akan memperoleh titik lebur di bawah titik leburnya ( < 33 0 C ). Jika
bahan obatnya merupakan larutan dalam air, perlu diperhatikan bahwa lemak coklat
hanya sedikit menyerap air, maka dengan penambahan Cera flava dapat juga menaikkan
daya serap lemak coklat terhadap air.
- Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat digunakan tambahan sedikit
Kloralhidrat atau fenol, minyak atsiri.
- Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh,
oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang
diobati.
- Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang
tidak dapat diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk rektal karena
disolusinya lambat.
- Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat, dapat dibuat dengan mencampurkan
bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar dan massa
yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan
minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu dibawah 300 C.

Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar Ol.Cacao sebaiknya dihindari
karena :
 Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam Suppositoria.
 Mempercepat tengiknya Ol.Cacao
 Bila airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari
Suppositoria.
Keburukan Ol.Cacao sebagai bahan dasar Suppositoria.
 Meleleh pada udara yang panas

3
 Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
 Titik leburnya dapat turun atau naik bila ditambahkan bahan tertentu
 Adanya sifat Polimorfisme
 Sering bocor (keluar dari rektum karena mencair) selama pemakaian  Tidak
dapat bercampur dengan sekresi.

Karena ada beberapa keburukan Ol.Cacao tersebut, maka dicari pengganti Ol.Cacao
sebagai bahan dasar Suppositoria yaitu :
1. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
2. Campuran cetilalkohol dengan Ol.Amygdalarum dalam perbandingan = 17 : 83
3. Ol.Cacao sintetis : Coa buta , Supositol

Suppositoria dengan bahan dasar PEG (Polietilenglikol)


- mempunyai titik lebur 350 - 630
- tidak meleleh pada suhu tubuh tetapi larut dalam cairan sekresi tubuh - Formula yang
dipakai :
 bahan dasar tidak berair : PEG 4000 4 % ( 25 % ) dan PEG 1000 96 % ( 75 % ) 
bahan dasar berair : PEG 1540 30 %, PEG 6000 50 % dan Aqua + Obat 20 %
Keuntungan :
 tidak mengiritasi / merangsang
 dapat disimpan diluar lemari es
 tidak ada kesulitan dengan titik leburnya, jika dibanding Ol.Cacao.  tetap
kontak dengan lapisan mokosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh Kerugian :
 menarik cairan dari jaringan tubuh setelah dimasukkan, sehingga terjadi rasa yang
menyengat. Hal ini dapat diatasi dengan cara mencelupkan Suppositoria ke dalam
air sebelum digunakan. Pada etiket Supositoria ini harus tertera petunjuk " Basahi
dengan air sebelum digunakan ".
 dapat memperpanjang waktu disolusi sehingga menghambat pelepasan obat.

- PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul antara 300 - 6000
Dalam perdagangan terdapat : PEG 400 (Carbowax 400), PEG 1000 (carbowax 1000),
PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), PEG 6000 (carbowax
6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat
lunak seperti malam.
- PEG sesuai untuk obat antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik , lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik agar diperoleh ketersediaan hayati yang
maksimum. Meskipun bentuk nonionik dapat dilepaskan dari bahan dasar yang dapat
bercampur dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi cenderung sangat
lambat larut sehingga dapat menghambat pengelepasan obat.
- Pembuatan Suppositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan Suppositoria dengan bahan dasar lemak
coklat.

Suppositoria dengan bahan dasar Gelatin


- Dapat digunakan sebagai bahan dasar Vaginal Suppositoria.
- Tidak melebur pada suhu tubuh, tetapi melarut dalam sekresi tubuh
- Perlu penambahan pengawet ( Nipagin ) karena bahan dasar ini merupakan media yang
baik bagi pertumbuhan bakteri.
- Penyimpanan harus ditempat yang dingin
- Bahan dasar ini dapat juga digunakan untuk pembuatan Urethra Suppositoria dengan
formula : gelatin 20, gliserin 60 dan aqua yang mengandung obat 20 Kebaikan :
 dapat diharapkan berefek yang cukup lama, lebih lambat melunak, lebih mudah
bercampur dengan cairan tubuh jika dibandingkan dengan Ol.Cacao.

4
Keburukan :
 cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang hygroskopis yang dapat
menyebabkan dehidrasi / iritasi jaringan, memerlukan tempat untuk melindunginya
dari udara lembab supaya terjaga bentuknya dan konsistensinya.

- Dalam farmakope Belanda terdapat formula Suppositoria dengan bahan dasar Gelatin.
yaitu : panasi 2 bagian Gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian Gliserin sampai
diperoleh massa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian.
Biarkan massa cukup dingin dan tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh Suppositoria
dengan berat 4 gram. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air
atau Gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.

Bahan dasar lainnya :


- Bersifat seperti lemak yang larut dalam air atau bercampur dengan air, beberapa
diantaranya membentuk emulsi tipe A//M
Formulasinya : Tween 61 85 % dan Gliserin laurat 15 %
Bahan dasar ini dapat menahan air atau larutan berair. Berat Suppositoria 2,5 g

F. Metode Pembuatan Suppositoria


1. Dengan tangan :
- Hanya dengan bahan dasar Ol.Cacao yang dapat dikerjakan atau dibuat dengan
tangan untuk skala kecil dan bila bahan obatnya tidak tahan terhadap pemanasan -
Metode ini kurang cocok untuk iklim panas.
2. Dengan mencetak hasil leburan :
- Cetakan harus dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair bagi yang memakai bahan
dasar Gliserin-gelatin, tetapi untuk Ol.Cacao dan PEG tidak dibasahi karena
mengkerut pada proses pendinginan, akan terlepas dari cetakan.
3. Dengan kompresi.
- Metode ini, proses penuangan, pendinginan dan pelepasan Suppositoria dilakukan
dengan mesin secara otomatis. Kapasitas bisa sampai 3500 - 6000 Suppositoria / jam.
Pembuatan Suppositoria secara umum dilakukan dengan cara sebagai berikut :
 Bahan dasar Suppositoria yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau dapat
larut dalam cairan yang ada dalam rektum.
 Obatnya supaya larut dalam bahan dasar, bila perlu dipanaskan.
 Bila bahan obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
 Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan ke dalam
cetakan Suppositoria kemudian didinginkan.
 Cetakan tersebut terbuat dari besi yang dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga yang
dibuat dari plastik Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan
Suppositoria.
 Untuk mencetak bacilla dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
 Untuk mengatasi massa yang hilang karena melekat pada cetakan, maka pembuatan
Suppositoria harus dibuat berlebih (  10 % ) dan cetakannya sebelum digunakan harus
dibasahi lebih dahulu dengan Parafin cair atau minyak lemak atau spiritus saponatus (
Soft Soap liniment ), tetapi spiritus saponatus ini, jangan digunakan untuk Suppositoria
yang mengandung garam logam karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai
pengganti digunakan Ol. Recini dalam etanol. Khusus Suppositoria dengan bahan dasar
PEG dan Tween tidak perlu bahan pelicin cetakan karena pada pendinginan mudah
lepas dari cetakannya yang disebabkan bahan dasar tersebut dapat mengkerut.

G. Pengemasan Suppositoria
1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap Suppositoria terpisah, tidak mudah hancur atau
meleleh.

5
2. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil atau strip plastik sebanyak 6
sampai 12 buah, untuk kemudian dikemas dalam dus.
3. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk.

H. Pemeriksaan Mutu Suppositoria


Setelah dicetak, dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Penetapan kadar zat aktifnya dan disesuaikan dengan yang tertera pada etiketnya.
2. Test terhadap titik leburnya, terutama jika digunakan bahan dasar Ol.Cacao
3. Test kerapuhan, untuk menghindari kerapuhan selama pengangkutan 4. Test waktu
hancur, PEG 1000 15 menit, Ol.Cacao dingin 3 menit
5. Test homogenitas.

I. Ovulae / Ovula
Ovula adalah sediaan padat , umumnya berbentuk telur mudah melemah
(melembek) dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan sebagai obat luar
khusus untuk vagina. Sebagai bahan dasar ovula harus dapat larut dalam air atau meleleh
pada suhu tubuh.
Sebagai bahan dasar dapat digunakan lemak coklat atau campuran PEG dalam berbagai
perbandingan. Bobot ovula adalah 3 - 6 gram, umumnya 5 gram. Ovula disimpan dalam
wadah tertutup baik dan ditempat yang sejuk.

BAB II
TABLET / COMPRESSI

A. Pengertian
Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet
besar yang digunakan untuk obat hewan besar.
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih / gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan
sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari / mencegah / menyulitkan
pemalsuan dan agar mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang
berwarna kemungkinan karena zat aktifnya berwarna, tetapi ada tablet yang sengaja
diberikan warna dengan maksud agar tablet lebih menarik, mencegah pemalsuan,
membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain.
Etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet / zat aktif yang terkandung, jumlah zat
aktif ( zat berkhasiat ) tiap tablet.

B. Penggolongan
1. Berdasarkan metode pembuatan :
a. Tablet cetak
b. Tablet kempa.

a. Tablet cetak
Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi umumnya mengandung laktosa dan serbuk
sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol prosentase
tinggi . Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem
pelarut dan derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab
ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh, sehingga harus hati-hati dalam pengemasan
dan pendistribusian. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk

6
selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan
yang diberikan.

b. Tablet kempa
Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif, bahan pengisi,
bahan pengikat, desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan
lak ( pewarna diabsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang
diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.

Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silendris,
digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau
melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan
untuk injeksi hipodermik.
Tablet Sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral atau jika
diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti halnya tablet nitrogliserin.
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
Tablet effervesent yang larut dibuat dengan cara dikempa; selain zat aktif, juga
mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan Natrium bikarbonat, yang
jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida ; disimpan dalam wadah
tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembab, pada etiket tertera tidak untuk langsung
ditelan.
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan rasa enak
dalam rongga mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin,
antasida dan antibiotik tertentu. Dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan
manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung
bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.

2.Berdasarkan distribusi obat dalam tubuh:


Dibedakan menjadi 2 ( dua ) bagian.
a. Bekerja lokal : tablet hisap untuk pengobatan pada rongga mulut. Ovula pengobatan
pada infeksi di vagina.
b. Bekerja sistemik : per oral. Tablet yang bekerja sistemik dapat dibedakan menjadi :
1) Yang bekerja short acting ( jangka pendek ), dalam satu hari memerlukan beberapa
kali menelan tablet.
2) Yang bekerja long acting ( jangka panjang ) dalam satu hari cukup menelan satu
tablet. Long acting ini dapat dibedakan lagi menjadi: a) Delayed action tablet
( DAT )
Dalam tablet ini terjadi penangguhan pelepasan zat berkhasiat karena
pembuatannya sebagai berikut : Sebelum dicetak, granul-granul dibagi dalam
beberapa kelompok. Kelompok pertama tidak diapa-apakan, kelompok kedua
disalut dengan bahan penyalut yang akan pecah setelah beberapa saat, kelompok
ketiga disalut dengan bahan penyalut yang pecah lebih lama dari kelompok kedua,
demikian seterusnya, tergantung dari macamnya bahan penyalut dan lama kerja
obat yang dikehendaki. Granul-granul dari semua kelompok dicampurkan dan
baru dicetak.

b) Repeat action tablet ( RAT )


Granul-granul dari kelompok yang paling lama pecahnya dicetak dahulu menjadi
tablet inti ( core tablet ). Kemudian granul-granul yang kurang lama pecahnya
dimampatkan di sekelilingnya kelompok pertama sehingga terbentuk tablet baru.
7
3. Berdasarkan jenis bahan penyalut.
Macam-macam tablet salut :
a. Tablet salut biasa / salut gula ( dragee ), disalut dengan gula dari suspensi dalam air
mengandung serbuk yang tidak larut seperti pati, kalsium karbonat, talk atau titanium
dioksida yang disuspensikan dengan gom akasia atau gelatin. Kelemahan salut gula
adalah waktu penyalutan lama, dan perlu penyalut tahan air. Hal ini memperlambat
disolusi dan memperbesar bobot tablet. Tahapan pembuatan salut gula :
1) Penyalutan dasar ( subcoating )
Dilakukan jika tablet mengandung zat yang hygroskopis, menggunakan salut penutup
(sealing coat) agar air dari subcoating syrup tidak masuk ke dalam tablet.

2) Melicinkan (smoothing)
Adalah proses agar tablet menjadi bulat dan licin, menggunakan smoothing syrup.

3) Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampur pada sirup pelicin.

4) Penyelesaian (finishing)
Proses terakhir dari penyalutan tablet, yaitu pengeringan salut sehingga terbentuk
hasil akhir yang licin.

5) Pengilapan (polishing)
Yaitu proses yang menghasilkan tablet salut menjadi mengkilap, dengan
menggunakan cera.

b. Tablet salut selaput (film coated tablet / fct), disalut dengan hidroksipropil
metilselulosa, metil selulosa, hidrosi propil selulosa, Na-CMC dan campuran selulosa
asetat ftalat dengan P.E.G yang tidak mengandung air atau mengandung air.

c. Tablet salut kempa : Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat
yang terdiri dari laktosa, kalsium fosfat dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet
inti, kemudian dicetak kembali bersama granulat kelompok lain sehingga terbentuk
tablet berlapis ( multi layer tablet ). Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan
secara repeat action.

d. Tablet salut enterik (enteric coated tablet), (tablet lepas-tunda) jika obat dapat rusak
atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan
penyalut enterik yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung.

e. Tablet lepas-lambat (sustained release), (efek diperpanjang, efek pengulangan dan lepas
lambat) dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu
tertentu setelah obat diberikan.

Tujuan penyalutan tablet adalah :


a. Melindungi zat aktif yang bersifat hygroskopis atau tidak tahan terhadap pengaruh
udara, kelembaban atau cahaya,
b. Menutupi rasa dan bau yang tidak enak,
c. Membuat penampilan lebih baik dan menarik
d. Mengatur tempat pelepasan obat dalam saluran cerna. misalnya enteric tablet yang
pecah di usus.
8
4. Berdasarkan cara pemakaian.
a. Tablet biasa / tablet telan : dibuat tanpa penyalut, digunakan per oral dengan cara
ditelan, pecah di lambung

b. Tablet kunyah (chewable tablet) : Bentuk seperti tablet biasa, caranya dikunyah dulu
dalam mulut kemudian ditelan., rasanya umumnya tidak pahit.

c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles) : adalah sediaan padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma, dan manis, yang
membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut. Tablet ini dibuat
dengan cara tuang ( dengan bahan dasar gelatin dan atau sukrosa yang dilelehkan atau
sorbitol ) disebut Pastilles atau dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar
gula disebut Trochisi. Dihisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal
pada infeksi di rongga mulut atau tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotik,
antiseptik, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet) : Contohnya Ca-D-Redoxon , Supradin Effervescent
tablet.
e. Tablet implantasi (pelet): Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan bersi hormon
steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet
dimasukkan, kemudian kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.
f. Tablet hipodermik (hypodermic tablet) : tablet steril, berat umumnya 30 mg, larut dalam
air digunakan dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptik dan
disuntikkan di bawah kulit ( subcutan ).
g. Tablet bukal (buccal tablet)
h. Tablet sublingual
i. Tablet vagina (Ovula)

C. Komponen Tablet
Komponen / formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat,
desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak ( bahan warna
yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang diizinkan, bahan
pengaroma dan bahan pemanis.

1. Zat aktif harus memenuhi syarat yang ditentukan Farmakope


2. Bahan excipient / bahan tambahan
a. Bahan pengisi (diluent) berfungsi untuk memperbesar volume massa agar mudah
dicetak atau dibuat. Bahan pengisi ditambahkan jika zat aktifnya sedikit atau sulit
dikempa. Misalnya laktosa, pati, kalsium fosfat dibase, dan selulosa mikrokristal
b. Bahan pengikat (binder) berfungsi memberikan daya adhesi pada massa serbuk
sewaktu granulasi serta menambah daya kohesi pada bahan pengisi misalnya gom
akasia, gelatin, sukrosa, povidon, metilselulosa, CMC, pasta pati terhidrolisa,
selulosa mikrokristal.
c. Bahan penghancur / pengembang (desintegran) berfungsi membantu hancurnya
tablet setelah ditelan. Misalnya pati, pati dan selulosa yang termodifikasi secara
kimia, asam alginat, selulosa mikrokristal dan povidon sambung-silang
d. Bahan pelicin (lubrikan/ lubricant) berfungsi mengurangi gesekan selama proses
pengempaan tablet dan juga berguna untuk mencegah massa tablet melekat pada
cetakan. Misalnya senyawa asam stearat dengan logam, asam stearat, minyak nabati
terhidrogenasi dan talk. Umumnya lubrikan bersifat hidrofobik, sehingga dapat
menurunkan kecepatan desintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar
lubrikan yang berlebih harus dihindari. PEG dan garam Lauril sulfat dapat digunakan
tetapi kurang memberikan daya lubrikasi yang optimal dan perlu kadar yang lebih
tinggi.
9
e. Glidan adalah bahan yang dapat meningkatkan kemampuan mengalirnya serbuk,
umumnya digunakan dalam kempa langsung tanpa proses granulasi. Misalnya Silika
pirogenik koloidal.
f. Bahan penyalut (coating agent) : lihat di atas pada jenis bahan penyalut

3. Ajuvans
a. Bahan pewarna (colour) dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk
identitas produk. Misalnya zat pewarna dari tumbuhan.
b. Bahan pengharum (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat khasiat yang tidak
enak (tablet isap Penisillin), biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya
lama di mulut. Misalnya macam-macam minyak atsiri.

D. Cara Pembuatan Tablet


Bahan obat dan zat-zat tambahan umumnya berupa serbuk, tidak dapat langsung dicampur
dan kemudian dicetak menjadi tablet, karena akan ambyar dan mudah pecah tabletnya.
Campuran serbuk itu harus diubah menjadi granul-granul, yaitu kumpulan serbuk dengan
volume lebih besar yang melekat satu dengan lain. Cara mengubah serbuk menjadi granul
ini disebut granulasi . Tujuan granulasi adalah sebagai berikut :
1. supaya sifat alirnya baik (free-flowing) : granul dengan volume tertentu dapat mengalir
teratur dalam jumlah yang sama ke dalam mesin pencetak tablet.
2. ruang udara dalam bentuk granul jumlahnya lebih kecil jika dibanding bentuk serbuk
jika diukur dalam volume yang sama. Makin banyak udaranya, tablet makin mudah
pecah.
3. pada saat dicetak, tidak mudah melekat pada stempel (punch) dan mudah lepas dari
matris (die)

Granul-granul yang dibentuk masih diperbolehkan mengandung butiran-butiran serbuk


lembut / halus (fines) antara 10 % – 20 % yang bermanfaat untuk memperbaiki sifat alirnya
(free-flowing).

Cara pembuatan tablet dibagi menjadi 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering
(mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah
untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa.

Granulasi basah,
Dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai
homogen, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan
pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari pengering
pada suhu 400 - 500 C ( tidak lebih dari 60 0 C ) . Setelah kering diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin /
lubrikan dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
Cara granulasi basah menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan lama
dibanding cara granulasi kering.

Granulasi kering / slugging / pre compression,


Dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat , zat pengisi dan zat penghancur , bila
perlu ditambahkan zat pengikat, zat pelicin menjadi massa serbuk yang homogen, lalu
dikempa cetak pada tekanan tinggi, sehingga menjadi tablet besar (slugging) yang tidak
berbentuk baik, kemudian digiling dan diayak hingga diperoleh granul dengan ukuran
partikel yang diinginkan. Akhirnya dikempa cetak lagi sesuai ukuran tablet yang
diinginkan.
Keuntungan, tidak diperlukan panas dan kelembaban dalam proses granulasi kering ini
serta penggunaan alatnya lebih sederhana.

10
Kerugian, menghasilkan tablet yang kurang tahan lama dibanding dengan cara granulasi
basah.

Cetak/kempa langsung, dilakukan apabila:


1. jumlah zat khasiat per tabletnya cukup untuk dicetak.
2. zat khasiatnya mempunyai sifat alir yang baik (free-flowing)
3. zat khasiatnya berbentuk kristal yang bersifat free-flowing
Bahan pengisi untuk kempa langsung yang paling banyak digunakan adalah selulosa
mikrokristal, laktosa anhidrat, laktosa semprot-kering, sukrosa yang dapat dikempa dan
beberapa pati termodifikasi. Misalnya tablet Hexamin, tablet NaCl, tablet KMnO4.

E. Macam-Macam Kerusakan Pada Pembuatan Tablet


1. Binding : kerusakan tablet yang disebabkan massa yang akan dicetak melekat pada
dinding ruang cetakan.
2. Sticking / picking : pelekatan yang terjadi pada punch atas dan bawah yang disebabkan
permukaan punch tidak licin, pencetak masih ada lemaknya, zat pelicin kurang,
massanya basah.

3. Whiskering : terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan, terjadi pelelehan
zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi. Akibatnya pada penyimpanan dalam
botol-botol, sisi-sisi yang lebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.

4. Spliting/caping
Spliting : lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian tengah.
Caping : membelahnya tablet di bagian atasnya Penyebabnya adalah :
a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang.
b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengandung udara sehingga setelah
dicetak udara akan keluar.
c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar, sehingga udara yang
berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak.
d. Formulanya tidak sesuai
e. Die dan punch tidak rata

5. Motling : terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet.

6. Crumbling : tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang tekanan pada
pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.

F. Syarat - Syarat Tablet Menurut FI. ed.III dan FI. ed. IV


1. Keseragaman ukuran ( FI.ed. III )
Diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 kali tebalnya
tablet.

2. Keragaman bobot dan keseragaman kandungan (FI ed. IV)


Keseragaman bobot ditetapkan sebagai berikut ( FI.ed.III ) : a.
Ditimbang 20 tablet dan dihitung bobot rata-ratanya.
b. Jika ditimbang satu per satu , tidak boleh lebih dari 2 tablet yang menyimpang dari
bobot rata-rata lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom " A " dan tidak
boleh ada satu tabletpun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-rata lebih dari
harga dalam kolom " B ".

11
c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom
" A " maupun kolom " B " .
Bobot Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
ratarata A B
tablet
< 25mg 15 30
26 – 150 mg 10 20
151 – 300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10

Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar
dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan
jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang
mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot
sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya
dilakukan pada tiap tablet. ( FI.ed.IV )

3. Waktu hancur dan disolusi, ( FI. ed. III dan FI ed. IV ) Alat :
tabung gelas panjang 80 mm sampai 100 mm, diameter dalam lebih kurang 28 mm,
diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat,
lubang sesuai dengan pengayak nomor 4 , berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan
searah di tengah-tengah tabung kaca, diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam air bersuhu
antara 360 - 380 sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang 15 cm sehingga
dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada kawat kasa pada posisi tertinggi
tepat di atas permukaan air dan kedudukan terrendah, mulut keranjang tepat di bawah
permukaan air.

Cara bekerjanya :
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali
tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa, kecuali fragmen berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet
tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit menit untuk tablet bersalut gula dan
bersalut selaput.
Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu per
satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan
pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas.

Waktu hancur tablet salut enterik :


Lakukan pengujian waktu hancur menggunakan alat dan menurut cara tersebut di atas,
air diganti dengan lebih kurang 250 ml asam klorida ( HCl ) 0,06 N. Pengerjaan
dilakukan selama 3 jam, tablet tidak larut kecuali zat penyalut. Angkat keranjang, cuci
segera tablet dengan air. Ganti larutan asam dengan larutan dapar pH.6,8, atur suhu
antara 360 dan 380 , celupkan keranjang ke dalam larutan tersebut. Lanjutkan pengujian
selama 60 menit. Pada akhir pengujian tidak terdapat bagian tablet di atas kasa kecuali
fragmen zat penyalut. Jika tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan 5
tablet dengan cakram penuntun. Dengan cara pengujian ini, tablet harus memenuhi
syarat di atas.

12
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan melalui mulut, kecuali tablet yang
harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepas-lambat dan lepas-tunda.
Untuk obat yang kelarutannya dalam air terbatas, uji disolusi akan lebih berarti dari
pada uji waktu hancur.
Cakram penuntun :
Terdiri dari cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih kurang 26 mm,
tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas berlubang 3 dengan jarang
masingmasing lubang 10 mm dari titik pusat, tiap lubang terdapat kasa kawat tahan
karat, diameter 0,445 mm yang dipasang tegak lurus permukaan cakram dan
dihubungkan dengan cincin penuntun yang dibuat dari kawat jenis sama, diameter 27
mm. Jarak cincin penuntun dengan permukaan atas cakram 15 mm. Beda antara
diameter cakram penuntun dengan diameter keranjang dalam sebaiknya antara 1 mm
dan 2 mm. Bobot cakram penuntun tidak kurang dari 1,9 gram dan tidak lebih dari 2,1
gram. Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu hancur
tablet , waktu yang diperlukan untuk menghacurkan tablet bukal tidak lebih dari 4 jam.
4. Kekerasan tablet. ( FI. ed.III )
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak
terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet ini erat hubungannya dengan ketebalan
tablet, bobot tablet dan waktu hancur tablet. Alat yang digunakan untuk pengukuran
kekerasan tablet adalah Hardness tester.

5. Keregasan tablet ( Friability )


Friability adalah persen bobot yang hilang setelah tablet diguncang. Penentuan keregasan
atau kerapuhan tablet dilakukan terutama pada waktu tablet akan dilapis ( coating ). Alat
yang digunakan disebut Friability tester.

G. Implants / Implan
Implan atau pelet adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat
dengan kemurnian tinggi, dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
Implan dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh (subkutan) dengan tujuan memperoleh
pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama. Implan ditanam
dengan bantuan injektor khusus (tracor) atau dengan sayatan bedah. Implan biasanya
mengandung hormon seperti testosteron atau estradiol yang dikemas dalam vial atau
lembaran kertas timah steril.

13
BAB III
STERILISASI

A. Pengertian
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora
(dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat)
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen
misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus, E.coli yang
menyebabkan penyakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril. Sedangkan
sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat..

B. Tujuan Suatu Obat Dibuat Steril


Tujuan obat dibuat steril (seperti obat suntik) karena berhubungan langsung dengan darah
atau cairan tubuh dan jaringan tubuh yang lain dimana pertahanan terhadap zat asing tidak
selengkap yang berada di saluran cerna / gastrointestinal, misalnya hati yang dapat
berfungsi untuk menetralisir / menawarkan racun (detoksikasi = detoksifikasi).
Diharapkan dengan steril dapat dihindari adanya infeksi sekunder. Dalam hal ini tidak
berlaku relatif steril atau setengah steril , hanya ada dua pilihan yaitu steril dan tidak steril.
Sediaan farmasi yang perlu disterilkan adalah obat suntik / injeksi, tablet implant, tablet
hipodermik dan sediaan untuk mata seperti tetes mata / Guttae Ophth., cuci mata /
Collyrium dan salep mata / Oculenta.

C. Cara-Cara Sterilisasi Menurut FI.ed. III


1. Cara A (pemanasan secara basah ; otoklaf pada suhu 115 o - 116o selama 30 menit
dengan uap air panas).
2. Cara B (dengan penambahan bakterisida).
3. Cara C (dengan penyaring bakteri steril).
4. Cara D (pemanasan secara kering ; Oven pada suhu 150o selama satu jam dengan udara
panas).
5. Cara Aseptik (mencegah dan menghindari lingkungan dari cemaran bakteri seminimal
mungkin).

D. Cara - Cara Sterilisasi Menurut FI.ed.IV.


1. Sterilisasi uap
Adalah proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah tekanan selama
15 menit pada suhu 121o. Kecuali dinyatakan lain, berlangsung di suatu bejana yang
disebut otoklaf, dan mungkin merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.

2. Sterilisasi panas kering


Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara yang
dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o, jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250o .

3. Sterilisasi gas

14
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert,
tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat
mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan,
terutama yang mengandung ion klorida.
Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi termal,
jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap
atau panas kering.
Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain seperti pada
otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses
sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk
berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.

4. Sterilisasi denga radiasi ion


Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop
(radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini, dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian
rupa hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang
disterilkan dapat diterima. Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad
(Mrad) radiasi yang diserap, tetapi dalam beberapa hal, diinginkan dan dapat diterima
penggunaan dosis yang lebih rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan
akhir.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan
khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih
sedikit.

5. Sterilisasi dengan penyaringan


Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya
dapat dipisahkan secara fisika.
Perangkat penyaring umumnya terdiri dari suatu matriks berpori bertutup kedap atau
dirangkaikan pada wadah yang tidak permeable. Efektivitas penyaring media atau
penyaring subtrat tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari
matriks dan mekanisme pengayakan.
Penyaring yang melepas serat, terutama yang mengandung asbes harus dihindari
penggunaannya kecuali tidak ada penyaringan alternatif lain yang mungkin bisa
digunakan.
Ukuran porositas minimal membran matriks tersebut berkisar 0,2 m – 0,45 m
tergantung pada bakteri apa yang hendak disaring. Penyaring yang tersedia saat ini
adalah selulosa asetat, selulosa nitrat, flourokarbonat, polimer akrilik, polikarbonat,
poliester, polivinil klorida, vinil nilon, potef dan juga membran logam.

6. Sterilisasi dengan cara aseptic


Proses ini untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril atau
komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi atau
produk ruahan atau komponennya bebas dari mikroba hidup.

E. Cara - Cara Sterilisasi 1.


Dengan pemanasan secara kering.
2. Dengan pemanasan secara basah.
3. Dengan penambahan zat-zat tertentu.
4. Dengan cara penyinaran.
5. Dengan memakai penyaring bakteri steril.
15
6. Dengan cara aseptik

Pemilihan cara sterilisasi harus mempertimbangkan beberapa hal seperti berikut:


1. Stabilitas : sifat kimia, sifat fisika, khasiat, serat, struktur bahan obat tidak boleh
mengalami perubahan setelah proses sterilisasi.
2. Efektivitas : cara sterilisasi yang dipilih akan memberikan hasil maksimal dengan proses
yang sederhana, cepat dan biaya murah.
3. Waktu : lamanya penyeterilan ditentukan oleh bentuk zat, jenis zat, sifat zat dan
kecepatan tercapainya suhu penyeterilan yang merata.

Dengan pemanasan secara kering Ciri-ciri


pemanasan kering :
1. Yang dipanaskan adalah udara kering
2. Proses pembunuhan mikroba berdasarkan oksidasi O2 udara
3. Suhu yang digunakan lebih tinggi, kira-kira 150o. Satu gram udara pada suhu 100o,
jika didinginkan menjadi 99o hanya membebaskan 0,237 kalori.
4. Waktu yang diperlukan lebih lama, antara 1 jam sampai 2 jam, kecuali pemijaran.
5. Digunakan untuk sterilisasi bahan obat / alat yang tahan pemanasan tinggi.

Contoh :

1. Sterilisasi panas kering menurut FI.ed. IV ,


Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus Oven modern yang dilengkapi udara yang
dipanaskan dan disaring. Rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam bejana
sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15o , jika alat sterilisasi beroperasi pada suhu tidak
kurang dari 250o .

Alat :
Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan
lubang tempat keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.

Bahan / alat yang dapat disterilkan dengan cara kering


Alat-alat dari gelas (gelas kimia, gelas ukur, pipet ukur, erlemeyer, botol-botol, corong),
bahan obat yang tahan pemanasan tinggi (minyak lemak, vaselin).

2. Pemijaran
Memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini
sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilitas bahan / alat yang disterilkan, sayang
penggunaannya hanya terbatas untuk beberapa alat / bahan saja.

Syarat :
Seluruh permukaan alat harus berhubungan langsung dengan api selama tidak kurang dari
20 detik.

Yang dapat disterilkan :


Benda-benda logam (pinset, penjepit krus), gelas / porselin (sudip, batang pengaduk, kaca
arloji, tabung reaksi, mulut wadah, erlemeyer, botol). Mortir dan stamper disiram dengan
alkohol mutlak kemudian dibakar. Bahan obat ( ZnO, NaCl, Talk )

Dengan pemanasan secara basah


Ciri-ciri pemanasan basah
1. Yang dipanaskan adalah air menjadi uap air.

16
2. Proses pembunuhan mikroba berdasarkan koagulasi / penggumpalan zat putih telur
dari mikroba tersebut .
3. Waktu yang diperlukan lebih singkat, kira-kira 30 menit.
4. Suhu yang diperlukan lebih rendah, maksimal 116 0 ( dalam otoklaf ). Satu gram uap
air 1000 jika mengembun menjadi air 1000 membebaskan 536 kalori.
5. Digunakan pada sediaan injeksi dengan pembawa berair.

Contoh :
1. Sterilisasi uap menurut FI.ed.IV.
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 1210 , kecuali dinyatakan
lain.

Alat :
Disebut otoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat dengan tutup yang berat, mempunyai
lubang tempat mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara,
klep pengaman.

Cara bekerja :
Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara
pada otoklaf berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian
bawah yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam
air.
Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup
otoklaf dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang
dikehendaki. Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.
Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan
atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain,
karena suhunya lebih tinggi.

Bahan / alat yang dapat disterilkan :


Alat pembalut, kertas saring, alat gelas ( buret, labu ukur ) dan banyak obat-obat tertentu.

2. Direbus dalam air mendidih.


Lama penyeterilan dihitung sejak air mulai mendidih. Spora tidak dapat mati dengan cara
ini, penambahan bakterisida (fenol 5 % , lisol 2 - 3 %) dapat mempersingkat waktu
penyeterilan. Beberapa alat kedokteran dapat disterilkan dengan cara ini.

3. Tyndalisasi / Pasteurisasi.
Digunakan pada bahan obat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat disaring
dengan penyaring bakteri ( emulsi, suspensi ).

Caranya :
Panaskan pada suhu 700 - 800 selama 40 – 60 menit, untuk mematikan mikroba bentuk
vegetatifnya. Diamkan pada suhu 300 selama 24 jam , untuk membiarkan mikroba bentuk
spora berubah menjadi bentuk vegetatif. Ulangi pemanasan selama 3 – 5 hari berturutturut.

4. Dengan uap air pada suhu 1000 .


Alat : Semacam dandang. Alat yang akan disterilkan harus dimasukkan setelah mendidih
dan kelihatan uapnya keluar.

17
Keuntungan : uap air yang mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibanding dengan
pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan akan
menggumpalkan zat putih telurnya.

Dengan penambahan zat-zat tertentu.


Zat-zat yang ditambahkan dapat berfungsi sebagai :
1. Penyuci hama (desinfektan) :
Suatu zat anti mikroba yang digunakan untuk berbagai peralatan kedokteran /
instrumen / barang / benda dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi pada
manusia; dapat mematikan mikroba patogen, jadi mencegah infeksi (germisida),
mematikan bakteri (bakterisida), mematikan fungi / cendawan / jamur (fungisida).

2. Antiseptika :
Suatu zat anti mikroba yang biasa digunakan secara topikal / lokal pada tubuh
manusia ; dapat mencegah pembiakan bakteri.
Bakteriostatika : mencegah pertumbuhan fungi / cendawan / jamur.
Zat pengawet : mencegah pertumbuhan bakteri dan cendawan dalam makanan atau
minuman.

3. Antibiotik :
Segolongan zat yang dihasilkan oleh cendawan atau bakteri yang dapat menentang /
mematikan cendawan atau bakteri lain.

Contoh :
1. Untuk bahan obat sterilisasi dapat dilakukan dengan :
Penambahan bakterisida, FI.ed.III ( cara B ).
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan
klorokresol P 0,2 % b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang
cocok dalam air untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika
volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml. Panaskan pada suhu 980 sampai
1000 selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu
sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai
1000 selama 30 menit. Cara ini tidak dapat digunakan untuk sterilisasi injeksi dosis
tunggal secara intravena, injeksi intratekal / intrasisternal / peridural .

2. Untuk alat-alat sterilisasi dapat dilakukan dengan :


Zat yang dipakai : alkohol-alkohol, kresol, fenol, formaldehida, garam raksa
organik / anorganik, amonium kwartener.
Caranya :
Alat yang disterilkan direndam dalam larutan bakterisida, untuk logam tambahkan
zat yang dapat mencegah perkaratan (Natrium nitrat, Natrium borat). Didihkan
selama 20 menit bersama dengan Natrium karbonat 1 – 2 %, sefirol 1 %, fenol 5 %,
losol 2 %.

3. Untuk Ruangan sterilisasi dapat dilakukan dengan cara :


Disemprot dengan larutan bakterisida kemudian didiamkan beberapa waktu. Udara
diisap dan diganti dengan udara yang sudah steril (dilewatkan melalui penyaring
udara).
Zat yang digunakan :
- uap farmaldehida
- Campuran 1 bagian etilen oksida dan 9 bagian gas karbondioksida (CO 2) dan
dapat dipanaskan hingga suhu 600. Jika hanya etilen oksida saja dengan udara
akan mudah terbakar atau meledak.

18
Dengan cara penyinaran
1. Menurut FI.ed.IV Sterilisasi dengan radiasi ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (
radiasi gamma ) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini , dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa
hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan
dapat diterima.
Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad (Mrad) radiasi yang diserap,
tetapi dalam beberapa hal , diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih
rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir. Untuk mengukur serapan
radiasi dapat menggunakan alat Dosimeter kimia.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan
khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih
sedikit.

2. Dengan sinar ultra violet ( u.v )


Pada gelombang 200 - 2600 A 0 dapat membunuh mikroba patogen, spora, virus, jamur,
ragi, bekerja efektif jika langsung menyinari bahan yang disterilkan. Digunakan untuk
mensterilkan ruangan, udara, obat suntik.
Pekerja perlu dilindungi dari sinar u.v karena dapat mempengaruhi kulit dan mata. Perlu
kaca mata pelindung.

3. Dengan sinar gamma.


Digunakan isotop radio aktif, misalnya Cobalt 60.

4. Dengan sinar X dan sinar Katoda.


Sinar X dan elektron-elektron dengan intensitas tinggi mempunyai sifat dapat mematikan
mikroba.
Yang disterilkan : Penisillin-Na, Streptomycin sulfat, Hidrolisat protein, Hormon
pituitarium, insulin, vaksin influensa, vaksin cacar.

Dengan memakai penyaring bakteri steril


Larutan disaring melalui penyaring bakteri steril, diisikan ke dalam wadah steril, kemudian
ditutup kedap menurut teknik aseptik .
Keuntungan cara ini :
1. Digunakan untuk bahan obat yang tidak tahan pemanasan tetapi larut dalam air.
2. Dapat dilakukan dengan cepat, terutama untuk pembuatan kecil-kecilan.
3. Semua mikroba hidup atau mati dapat disaring dari larutan, virus jumlahnya
dikurangi.
4. Penyaring dapat bersifat adsorpsi, sebagian besar virus dapat diadsorpsi

Kerugian cara ini :


1. Masih diperlukan zat bakterisida.
2. Hanya dapat digunakan untuk pembawa berair, tidak dapat digunakan untuk
pembawa minyak.
3. Beberapa jenis penyaring dapat mengadsorpsi bahan obat, terutama kalau kadarnya
kecil.
4. Beberapa penyaring sukar dicuci : porselin, Keiselguhr.
5. Beberapa penyaring bersifat alkalis (Seitz filter) dan penyaring dari asbes
melepaskan asbes ke dalam larutan.
6. Filtrat yang diperoleh belum bebas dari virus.

19
Cara-cara menyaring :
Ada 2 cara untuk menyaring , yaitu :
1. Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih
besar dari udara luar.
2. Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan).
Udara yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N 2)
yang dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas atau platina yang
dipanaskan.

Pembersihan penyaring bakteri :


1. Dengan menyedot air bersih berlawanan dengan cara penyaringan atau larutan HCl
panas lalu dibilas.
2. Memasak dalam larutan Na-karbonat 2 % lalu dibilas (protein akan hancur , karena
pH 8,5)
3. Penyaring bakteri disterilkan dengan cara pemanasan kering, pemijaran, otoklaf atau
secara kimiawi..

Dengan cara aseptik


Cara sterilisasi dengan menggunakan teknik yang dapat
memperkecil kemungkinan terjadi cemaran/ kontaminasi dengan mikroba hingga
seminimal mungkin. Digunakan untuk bahan obat yang tidak dapat disterilkan dengan
cara pemanasan atau dengan cara penyaringan.
Caranya :
Bahan obat : memenuhi syarat p.i , tidak disterilkan.
Zat pembawa : disterilkan tersendiri dahulu.
Zat pembantu : disterilkan tersendiri.
Alat-alat : disterilkan dengan cara yang cocok.
Ruang kerja : bersih, bebas debu, dan angin, disterilkan dengan sinar u.v atau cara lain
yang sesuai.

Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang
aseptic hingga terbentuk obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara
aseptic.

BAB IV
INJECTIONES / INJEKSI

A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dalam
FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang
berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan
untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air

20
2 Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan
pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,
...................Steril.
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat
pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat
larutan injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril

3 Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat
pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat
suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.

4 Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan
secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi..........
Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam
pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril

5 Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan
emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil
untuk injeksi

B. Macam-Macam Cara Penyuntikan


1. Injeksi intrakutan ( i.k / i.c ) atau intradermal
Dimasukkan ke dalam kulit yang sebenarnya, digunakan untuk diagnosa. Volume
yang disuntikkan antara 0,1 - 0,2 ml, berupa larutan atau suspensi dalam air.

2. Injeksi subkutan ( s.k / s.c ) atau hipodermik


Disuntikkan ke dalam jaringan di bawah kulit ke dalam alveolar, volume yang
disuntikkan tidak lebih dari 1 ml. Umumnya larutan bersifat isotonik, pH netral,
bersifat depo (absorpsinya lambat). Dapat diberikan dalam jumlah besar (volume 3 - 4
liter/hari dengan penambahan enzym hialuronidase), bila pasien tersebut tidak dapat
diberikan infus intravena. Cara ini disebut" Hipodermoklisa ".

3. Injeksi intramuskuler ( i.m )


Disuntikkan ke dalam atau diantara lapisan jaringan / otot. Injeksi dalam bentuk
larutan, suspensi atau emulsi dapat diberikan secara ini. Yang berupa larutan dapat
diserap dengan cepat, yang berupa emulsi atau suspensi diserap lambat dengan
maksud untuk mendapatkan efek yang lama. Volume penyuntikan antra 4 - 20 ml,
disuntikkan perlahan-lahan untuk mencegah rasa sakit.

4. Injeksi intravenus ( i.v )


Disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah vena. Bentuknya berupa larutan,
sedangkan bentuk suspensi atau emulsi tidak boleh, sebab akan menyumbat pembuluh
darah vena tersebut. Dibuat isitonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis

21
(disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume
antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan
volume lebih dari 10 ml, disebut "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus
bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.

5. Injeksi intraarterium ( i.a )


Disuntikkan ke dalam pembuluh darah arteri / perifer / tepi, volume antara 1 - 10 ml,
tidak boleh mengandung bakterisida.

6. Injeksi intrakor / intrakardial ( i.kd )


Disuntikkan langsung ke dalam otot jantung atau ventriculus, tidak boleh mengandung
bakterisida, disuntikkan hanya dalam keadaan gawat.

7. Injeksi intratekal (i.t), intraspinal, intrasisternal (i.s), intradural ( i.d ), subaraknoid.


Disuntikkan langsung ke dalam saluran sumsum tulang belakang pada dasar otak
( antara 3 -4 atau 5 - 6 lumbra vertebrata ) yang ada cairan cerebrospinalnya. Larutan
harus isotonis karena sirkulasi cairan cerebrospinal adalah lambat, meskipun larutan
anestetika sumsum tulang belakang sering hipertonis. Jaringan syaraf di daerah
anatomi disini sangat peka.

8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan
dalam air.

9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak
lebih dari 1 ml.

10. Injeksi intrabursa


Disuntikkan ke dalam bursa subcromillis atau bursa olecranon dalam bentuk larutan
suspensi dalam air.

11. Injeksi intraperitoneal ( i.p )


Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut. Penyerapan cepat ; bahaya infeksi besar

12. Injeksi peridural ( p.d ), extradural, epidural


Disuntikkan ke dalam ruang epidural, terletak diatas durameter, lapisan penutup
terluar dari otak dan sumsum tulang belakang.

C. Susunan Isi ( Komponen ) Obat Suntik


1. Bahan obat / zat berkhasiat
2. Zat pembawa / zat pelarut
3. Bahan pembantu / zat tambahan
4. Wadah dan tutup

1. Bahan obat / zat berkhasiat


a) Memenuhi syarat yang tercantum sesuai monografinya masing-masing dalam
Farmakope.
b) Pada etiketnya tercantum : p.i ( pro injection )
c) Obat yang beretiket p.a ( pro analisa ) walaupun secara kimiawi terjamin
kualitasnya, tetapi belum tentu memenuhi syarat untuk injeksi.

22
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi
NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat
pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa
injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat
ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl
atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.

Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air
suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu
percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam
wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk
untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.

Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara
sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan
sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A,
segera setelah diwadahkan.

b) Zat pembawa tidak berair


Umumnya digunakan minyak untuk injeksi (olea pro injection) misalnya Ol.
Sesami, Ol. Olivarum, Ol. Arachidis.

Pembawa tidak berair diperlukan apabila :


(1) Bahan obatnya sukar larut dalam air (2) Bahan
obatnya tidak stabil / terurai dalam air.
(3) Dikehendaki efek depo terapi.

Syarat-syarat minyak untuk injeksi adalah :


(1) Harus jernih pada suhu 100 .
(2) Tidak berbau asing / tengik
(3) Bilangan asam 0,2 - 0,9
(4) Bilangan iodium 79 - 128
(5) Bilangan penyabunan 185 - 200
(6) Harus bebas minyak mineral
(7) Memenuhi syarat sebagai Olea Pinguia yaitu cairan jernih atau massa padat
yang menjadi jernih diatas suhu leburnya dan tidak berbau asing atau tengik

Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya
boleh secara i.m.

3. Bahan pembantu / zat tambahan


Ditambahkan pada pembuatan injeksi dengan maksud :
a) Untuk mendapatkan pH yang optimal
b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis
c) Untuk mendapatkan larutan isoioni
d) Sebagai zat bakterisida
e) Sebagai pemati rasa setempat ( anestetika lokal )

23
f) Sebagai stabilisator.

Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak
mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan
dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih
dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
 Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
 Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
 Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit
atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %

a) Untuk mendapatkan pH yang optimal pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang
lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH
cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan
bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2. Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
(jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3)
menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil
dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .

pH dapat diatur dengan cara :


1. Penambahan zat tunggal , misalnya asam untuk alkaloida, basa untuk golongan sulfa.
2. Penambahan larutan dapar, misalnya dapar fosfat untuk injeksi, dapar borat untuk obat
tetes mata.

Yang perlu diperhatikan pada penambahan dapar adalah :


1. Kecuali darah, cairan tubuh lainnya tidak mempunyai kapasitas dapar.
2. Pada umumnya larutan dapar menyebabkan larutan injeksi menjadi hipertonis.
3. Bahan obat akan diabsorpsi bila kapasitas dapar sudah hilang, maka sebaiknya obat
didapar pada pH yang tidak jauh dari isohidri. Jika kestabilan obat pada pH yang jauh
dari pH isohidri, sebaiknya obat tidak usah didapar, karena perlu waktu lama untuk
meniadakan kapasitas dapar.

b) Untuk mendapatkan larutan yang isotonis


Larutan obat suntik dikatakan isotonis jika :
1. Mempunyai tekanan osmotis sama dengan tekanan osmotis cairan tubuh ( darah,
cairan lumbal, air mata ) yang nilainya sama dengan tekanan osmotis larutan NaCl
0,9 % b/v.
2. Mempunyai titik beku sama dengan titik beku cairan tubuh, yaitu - 0,520C.

Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 %
b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut "
hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari
sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan
menyebabkan rusaknya sel tersebut.

24
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap
dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya
sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut "
Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah yang kecil.

Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis,
tetapi jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama
nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.

Larutan injeksi dibuat isotonis terutama pada penyuntikan :


1. Subkutan : jika tidak isotonis dapat menimbulkan rasa sakit, sel-sel sekitar
penyuntikan dapat rusak, penyerapan bahan obat tidak dapat lancar.
2. Intralumbal , jika terjadi perubahan tekanan osmotis pada cairan lumbal, dapat
menimbulkan perangsangan pada selaput otak.
3. Intravenus, terutama pada Infus intravena, dapat menimbulkan haemolisa.

Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan
tekanan osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh
Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh
Cara menghitung tekanan osmose :
Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap
penurunan titik beku. Penurunan titik beku darah, air mata adala -0,520 C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.
Beberapa cara menghitung tekanan osmose :
a. Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
b. Dengan cara Equivalensi NaCl
c. Dengan cara derajat disosiasi
d. Dengan cara grafik

Cara PTB dengan rumus menurut FI.


Suatu larutan dinyatakan isotonik dengan serum atau cairan mata, jika membeku pada
suhu -0,520 C. Untuk memperoleh larutan isotonik dapat ditambahkan NaCl atau zat
lain yang cocok yang dapat dihitung dengan rumus :
0,52 – b1 C
Rumus-1 : B =
b2
Keterangan :
B adalah bobot zat tambahan ( NaCl ) dalam satuan gram
untuk tiap 100 ml larutan
0,52 adalah titik beku cairan tubuh ( -0,52 0 ) b1
adalah PTB zat khasiat
C adalah konsentrasi dalam satuan % b/v zat khasiat
b2 adalah PTB zat tambahan ( NaCl )

Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :


1 Keadaan Isotonis apabila nilai B = 0 ; maka b1 C = 0,52

25
2. Keadaan hipotonis apabila nilai B positip ; maka
b1 C < 0,52
3. Keadaan hipertonis apabila nilai B negatip ;
maka b1 C > 0,52

Contoh soal :
1. Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam
Borat 0,288 , maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis adalah
...............
a. 1,805 % b/v c. 5,410 % b/v
b. 0,402 % b/v d. 5,417 % b/v
Jawab :
Misalkan kadar asam borat = X%b/v
0,52 - b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,288 * X
b2
0,288 X = 0,52  X = 1,805
Jadi kadar Asam Borat = 1,805 % b/v

2. Jumlah volume larutan glukosa yang isotonis dapat dibuat jika tersedia 50 gram
glukosa ( PTB glukosa = 0,1 ), adalah...........
a. 555,6 ml b. 868,1 ml c. 892,9 ml d. 961,5 ml Jawab :
Misalkan kadar glukosa = X % b/v
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,1 X  X = 0,52/0,1 = 5,2
Jadi untuk tiap 100 cc diperlukan Glukosa sebanyak 5,2 gram. Dengan demikian
apabila Glukosa yang tersedia 50 gram, maka volume yang diperoleh sebanyak :

50
x 100 CC = 99,601 CC 50,2

3. Bila dicampur 100 ml larutan asam borat 1,8 % b/v dan 100 ml larutan garam dapur
0,9 % b/v dan diketahui penurunan titik beku larutan disebabkan 1 % asam borat =
0,288, Natrium klorida = 0,576 maka akan didapat larutan yang .......
a. hipotonis c. isotonis
b. hipertonis d. sangat hipertonis Jawab :
C asam borat menjadi = 1,8 gram/200 ml  0,9 gram/100 ml  0,9 % b/v C NaCl menjadi = 0,9
gram/200 ml  0,45 gram/100 ml  0,45 % b/v
Jadi b1 x C + b2 x C 2 = 0,9 x 0,288 + 0,45 x 0,576
= 0,2592 + 0,2592 = 0,5184 = 0,52
 Berarti b x C = 0,52 atau harga B = 0, maka larutan tersebut isotonik.

4. Jika diketahui penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% vitamin C adalah
0,104 ° C, maka untuk membuat 500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin
C sebanyak ......
a. 5 gram b. 10 gram c. 15 gram d. 25 gram
Jawab:
Misalkan kadar Vit.C = X % b/v

26
0,52 - b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,104 * X
b2
0,104 X = 0,52  X=5
500
Jadi kadar Vit C = 5 % b/v, maka untuk 500 cc diperlukan Vit.C sebanyak /100 x 5
gram = 25 gram

5. R/ Methadon HCL 10 mg mf. Isot. C. NaCl ad. 10 ml a = 0,101 (PTB


Methadon HCl) b = 0,576 (PTB. NaCl)
Maka NaCl yang diperlukan supaya larutan isotonis adalah ..
A. 0,088 g C. 0,885 g
B. 0,073 g D. tidak perlu ditambah Jawab
:
C Methadon HCL = 10 mg/10 ml  0,100 gram/ 100 ml  0,1% b/v
0,52 – b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka B = 0,52 - 0,1 x 0,101

B = 0,885243
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc = 0,885243 gram,
maka untuk 10 cc , bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243 gram ≈
0,088 gram

Cara Ekivalensi NaCl.


Yang dimaksud dengan ekivalen dari NaCl ( E ) adalah sekian gram NaCl yang
memberikan efek osmose yang sama dengan 1 gram dari suatu zat terlarut tertentu.
Jika E Efedrin HCl = 0,28 ; berarti tiap 1 gram Efedrin HCl  0,28 gram NaCl.
Jadi dapat dianalogikan sebagai berikut :
Ex = a ; artinya tiap 1 gram zat X ~ a gram NaCl
Ex = E ; artinya tiap 1 gram zat X ~ E gram NaCl
Jika bobot zat X = W gram  maka ekivalennya adalah W x E gram NaCl
Larutan isotonis NaCl 0,9 % b/v ; artinya tiap 100 ml NaCl ~ 0,9 gram NaCl Jika bobot
NaCl = W x E gram ; maka Volume yang isotonis adalah ( W x E )100/0,9 ; sehingga dapat kita
rumuskan sebagai berikut :

Rumus-2 V' = ( W x E ) 100/0,9 = ( W x E ) 111,1

Keterangan :
V' = Volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml.
W = bobot zat aktip dalam satuan gram
E = Nilai ekivalensi zat aktip

Jika Volume larutan = V ml dan Volume yang sudah isotonis = V' ml ; maka
Volume yang belum isotonis adalah (V - V') ml , sedangkan volume untuk
tiap 100 ml NaCl agar isotonis ~ 0,9 gram NaCl, maka bobot NaCl ( B ) yang masih
diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah

27
( V - V ' ) x 0,9 / 100 , maka B = ( V - V ' ) x 0,9 / 100
atau B = ( 0,9/100 x V ) - ( 0,9/100 x V' ). Jika V' kita
ganti dengan ( W x E ) 100 / 0,9 , maka B = { 0,9/100 x
V } – { 0,9/100 x ( W x E ) 100/0,9 } dan akhirnya kita
dapatkan rumus
sebagai berikut :
B = 0,9/100 x V - ( W x E )
Rumus-3 :

Keterangan :
B = bobot zat tambahan dalam satuan gram. V = Volume
larutan dalam satuan ml
W = bobot zatkhasiat dalam satuan gram
E = Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl

Tiga jenis keadaan tekanan osmotis larutan obat :


1. Keadaan Isotonis apabila nilai B = 0 ; maka
0,9/100 x V = ( W x E )
2. Keadaan hipotonis apabila nilai B positip; maka
0,9/100 x V > ( W x E )
3. Keadaan hipertonis apabila nilai B negatip;
maka 0,9/100 x V < ( W x E )

Contoh Soal :
1. Bila 0,76 gram NaCl harus ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin
Sulfat, maka larutan Atropin Sulfat isotonis adalah........................
a. 6,43 % b/v b. 6 % b/v c. 2 % b/v d. 1,18 % b/v Jawab :
Cara A :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140
Artinya 1 gram Atropin sulfat ~ 0,14 gram NaCl (dalam 100 ml)
Jadi untuk larutan isotonis 0,9 gram NaCl dalam 100 ml ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1
gram Atropin sulfat = 6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v

Cara B :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140 ; dan volume 100 ml
Dengan rumus3 jika isotonis = 0,9/100 x 100 = W x 0,140
W = 0,9/0,140= 6,43
Jadi larutan Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau 6,43 %
b/v

2. Hitung berapa mg NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl
yang isotonis sebanyak 30 ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin
adalah 755 , ......................
Jawab :
Dalam tabel ekivalen FI untuk Morfin HCl = 755, artinya 1 gram Morfin HCl
menyebabkan ekivalen dengan 900 mg – 755 mg =
145 mg NaCl untuk tiap 100 ml atau dengan kata lain E Morfin HCl = 0,145.
Bobot 2 % Morfin HCl dalam 30 ml larutan = 2/100 x 30 gram = 0,6 gram

Dari rumus3 ,
0,9
B= V - (WxE)

28
100

0,9
= 30 - (0,6 x 0,145) = 0,27 - 0, 087 = 0,183
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah 0,183 gram

3. Bobot NaCl yang harus ditambahkan pada Seng Sulfat 500 mg ( E= 0,15 ) dalam 30
ml larutan agar larutan menjadi isotonis adalah..........................
a. 0,825 gram c. 0,150 gram
b. 0,195 gram d. 0,0825gram

Jawab : Dari rumus3 ,


0,9
B= V - (W x E)
100
0,9
= 30 - (0,5 x 0,15) = 0,27 - 0, 075 = 0,195
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah 0,195 gram

4. R/ Procaine HCL 1,0 E Procaine HCL = 0,24


Chlorbutanol 0,5 E Chlorbutanol = 0,18
NaCl qs ad isot
Aquadest ad 100 ml
NaCl yang diperlukan untuk resep diatas adalah ............
a. 0,33 c. 0,57
b. 0,9 d. tidak perlu ditambahkan

Jawab : Dari rumus3 :


0,9
B= 100 1 1 2 V - ( (W x E ) + (W x E ) )
2

0,9
= – ( 1 x 0,24 + 0,5 x 0,18 )
100
100
= 0,9 - ( 0,24 + 0,09 ) = 0,9 - 0,33 = 0,57
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan adalah 0,57 gram
5. Untuk membuat 60 ml larutan isotonik yang mengandung 1 % Halocain HCl ( E=
0,17 ) dan 0,5% Chlorbutanol ( E= 0,18 ) diperlukan Asam Borat ( E= 0,55 )
sebanyak.............
a. 0,135 gram c. 0,384 gram
b. 0,156 gram d. 0,698 gram
Jawab :
Bobot Halocain = 1/100 x 60 gram = 0,6 gram;
Bobot Chlorbutanol = 0,5/100 x 60 gram = 0,3 gram
dan Bobot asam borat misalkan X gram ; Dari
rumus 3 ;
29 0,9
B= V - ( (W x E ) + (W x E ) + + (W x E ) )
100 1 1 2 2 3 3

0,9
0= 60 ( 0,6 x 0,17 + 0,3 x 0,18 + 0,55. X )

100
0= 0,54 - ( 0,102 + 0,054 + 0,55 X )
0= 0,54 - 0,102 - 0,054 - 0,55 X
0,55 X = 0,384 ----------> X = 0,698181 ( dibulatkan 0,698 )
Jadi Asam Borat yang diperlukan adalah 0,698181 gram = 0, 698 gram

6. Untuk membuat isotonik 10 ml Guttae ophthalmicae yang mengandung 0,25 % b/v


Atropin sulfas ditambahkan NaCl sebanyak.................... (diketahui E Atropin sulfas =
0,14 )
a. 0,0055 b. 0,029 c. 0,084 d. 0,086
Jawab : Dari rumus 3 ;
0,9
B= V - ( W x E)

30
100
0,9
= 10
– ( 0,025 x 0,14 )
100
= 0,09 - 0,0035 = 0,0865 ( dibulatkan 0,086 )
Jadi bobot NaCl yang ditambahkan adalah = 0,086 gram.

7. Untuk membuat 200 ml larutan isotonis yang mengandung 0,2 % b/v Zinci sulfas (

E= 0,15 ) diperlukan penambahan Acidum Boricum ( E= 0,55 ) sebanyak.........


a. 1,58 gram b. 2,91 gram c. 3,16 gram d. 3,60 gram
Jawab.
Bobot Zinci sulfas = 0,2/100 x 200 gram = 0,4 gram
Bobot Acidum Boricum misalkan X gram; maka dari rumus 3 ;
0,9
B= V - ( (W1 x E1) + (W2 x E2))
100
Agar isotonic, maka :
0,9
0= 200 – ( 0,4 x 0,15 + 0,55 X )
100
0 = 1,8 - 0,06 - 0,55 X
0,55 X = 1,74 ---> X 3,1636363 ( dibulatkan 3,163 ) Jadi
Acidum Boricum yang ditambahkan adalah 3,163 gram

c) Untuk mendapatkan isoioni


Yang dimaksud isoioni adalah larutan injeksi tersebut mengandung ion-ion yang sama
dengan ion-ion yang terdapat dalam darah, yaitu : K + , Na+ , Mg++ , Ca++ , Cl-. Isoioni
diperlukan pada penyuntikan dalam jumlah besar, misalnya pada infus intravena.

d) Sebagai zat bakterisida / bakteriostatik Zat bakterisida perlu ditambahkan


jika :
1. Bahan obat tidak disterilkan, larutan injeksi dibuat secara aseptik.
2. Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara penyaringan melalui penyaring bakteri
steril.
3. Bila larutan injeksi disterilkan dengan cara pemanasan pada suhu 98 0 – 1000 selama 30
menit.
4. Bila larutan injeksi diberikan dalam wadah takaran berganda.

Zat bakterisida tidak perlu ditambahkan jika :


1. sekali penyuntikan melebihi 15 ml.
2. Bila larutan injeksi tersebut sudah cukup daya bakteriostatikanya ( tetes mata Atropin
Sulfat dalam pembawa asam borat, tak perlu ditambah bakterisida, karena asam borat
dapat berfungsi pula sebagai antiseptik ).
3. Pada penyuntikan : intralumbal, intratekal, peridural, intrasisternal, intraarterium
dan intrakor.

e) Sebagai zat pemati rasa setempat / anestetika lokal


Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada tempat dilakukan penyuntikan , yang
disebabkan larutan injeksi tersebut terlalu asam. Misalnya Procain dalam injeksi Penicillin
dalam minyak, Novocain dalam injeksi Vit. B-compleks, Benzilalkohol dalam injeksi
Luminal-Na.

31
f) Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk :
(1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
(a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya
gas N2 atau gas CO2.
(b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan
terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-metabisulfit /
Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C, Adrenalin dan
Apomorfin.
(2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat
dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk
mengikat ion logam yang lepas dari gelas / wadah kaca atau menambah HCl sehingga
bersuasana asam.
(3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
(4) Menambah / menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam
Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.

4. Wadah dan tutup


Dibedakan : wadah untuk injeksi dari kaca atau plastik.
Dapat juga dibedakan lagi menjadi :
 Wadah dosis tunggal ( single dose ), wadah untuk sekali pakai misalnya ampul.
 Ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api sehingga tertutup kedap tanpa
penutup karet.
 Wadah dosis ganda ( multiple dose ), wadah untuk beberapa kali penyuntikan,
umumnya ditutup dengan karet dan alumunium, misalnya vial ( flakon ) , botol.

Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "

Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah
diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian :
dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat
ditembus gas CO2.
Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.

Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas / kaca. Tutup karet dibuat
dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus
dibuat dari bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :

32
a. Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak
melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik
dicabut.
b. Setelah dingin tidak boleh keruh.
c. Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ). Cara
mencuci :
mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun Calsium /
Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan
air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.

Cara sterilisasi :
masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan
dengan cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida
yang digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat
suntiknya dengan kadar 2 kalinya dengan volume untuk tiap 1 gram karet
dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam
larutan bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48
jam.

D. Cara Pembuatan Obat Suntik.


Persiapan pembuatan obat suntik :
1. Perencanaan
Direncanakan dulu, apakah obat suntik itu akan dibuat secara aseptik atau dilakukan
sterilisasi akhir ( nasteril ).
Pada pembuatan kecil-kecilan alat yang digunakan antara lain pinset, spatel, pengaduk
kaca, kaca arloji yang disterilkan dengan cara dibakar pada api spiritus.
Ampul, Vial atau flakon beserta tutup karet, gelas piala, erlemeyer, corong yang dapat
disterilkan dalam oven 1500 selama 30 menit ( kecuali tutup karet, didihkan selama
30 menit dalam air suling atau menurut FI.ed.III )
Kertas saring, kertas G3, gelas ukur disterilkan dalam otoklaf. Untuk pembuatan
besar-besaran di pabrik, faktor tenaga manusia juga harus direncanakan.

2 Perhitungan dan penimbangan


Perhitungan dibuat berlebih dari jumlah yang harus didapat, karena dilakukan
penyaringan, kemudian ditimbang. Larutkan masing-masing dalam Aqua p.i yang
sudah dijelaskan cara pembuatannya, kemudian dicampurkan.

3 Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa
sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.

4 Pengisian ke dalam wadah Cairan :


Farmakope telah mengatur volume tambahan yang dianjurkan.
Bubuk kering :
jumlah bubuk diukur dengan jalan penimbangan atau berdasarkan volume, diisi
melalui corong.

Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup
dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat
organik tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .

33
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan
pembawa berair.

5. Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal : ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api
hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke
dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.

6 Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan
masingmasing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.

7 Uji sterilitas pada teknik aseptik


Sediaan steril selalu dilakukan Uji Sterilitas sebelum sediaan itu diedarkan ke pasaran.
Uji Sterilitas dapat dilakukan sebagai berikut :
ke dalam salah satu wadah dimasukkan medium biakan bakteri sebagai ganti
cairan steril. Tutup wadah dan eramkan pada suhu 32 0 selama 7 hari. Jika terjadi
pertumbuhan kuman, menunjukkan adanya cemaran yang terjadi pada waktu
pengisian bahan steril ke dalam wadah akhir yang steril.

Pembuatan larutan injeksi :


Dalam garis besar cara pembuatan larutan injeksi dibedakan :
1. Cara aseptik
2. Cara non-aseptik ( Nasteril )

1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau
mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan
yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat,
zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.

34
Skema pembuatan secara aseptik:
Bahan obat Zat pembawa Zat pembantu
( steril ) ( steril )
Alat untuk pembuatan
( gelas )

Dicuci → disterilkan → Dilarutkan
( ruang steril)
wadah ( ampul, vial ) ↓

Dicuci → disterilkan → Diisi

Ditutup kedap

Dikarantina

Diberi etiket dan Diperiksa
dikemas

2. Cara non-aseptik ( NASTERIL ).


Dilakukan sterilisasi akhir
Caranya :
bahan obat dan zat pembantu dilarutkan ke dalam zat pembawa dan dibuat larutan
injeksi. Saring hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat larutan. Masukkan ke dalam wadah dalam keadaan bersih dan sedapat
mungkin aseptik, setelah dikemas, hasilnya disterilkan dengan cara yang cocok.

Skema pembuatan secara non


-aseptik :
Bahan obat Zat pembawa Zat pembantu

Alat untuk pembuatan


( gelas )

Dicuci Dilarutkan
( ruang steril)

wadah ( ampul, vial ) Disaring
↓ ↓
Dicuci Diisi

Ditutup kedap

Disterilkan

Dikarantina

Diberi etiket dan Diperiksa
dikemas

E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
35
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.

1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah.
Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai
sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena
larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.

b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi
berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang
bocor, isinya akan terisap keluar.

2. Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan
uji sterilitas, untuk zat-zat :
a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak
bekerja lagi.
b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin
ditambah enzym Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
(i) Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan
Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
(ii) Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan
memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri
anaerob, sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau
Clostridium sporogenus.
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai
perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 30 0 – 320 selama tidak kurang dari
7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.

3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam / panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme ( bangkai
mikroorganisme ) berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada
suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01
gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan
demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat
termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus
bebas pirogen.

36
Cara menghilangkan pirogen
1. Untuk alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll.)
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit

2. Untuk aqua p.i ( air untuk injeksi ) bebas pirogen :


a. Dilakukan oksidasi :
 Didihkan dengan larutan H2O2 1 % selama 1 jam.
 1 liter air yang dapat diminum, ditambah 10 ml larutan KMnO 4 0,1 N dan
5 ml larutan 1 N, disuling dengan wadah gelas, selanjutnya kerjakan
seperti pembuatan Air untuk injeksi.
b. Dilakukan dengan cara absorpsi :
Saring dengan penyaring bakteri dari asbes. Lewatkan dalam kolom Al 2O3
Panaskan dalam Arang Pengabsorpsi 0,1 % ( Carbo adsorbens 0,1% pada suhu
600 selama 5 – 10 menit ( literatur lain 15 menit ) sambil sekali-sekali diaduk,
kemudian disaring dengan kertas saring rangkap 2 atau dengan filter asbes.

Cara mencegah terjadinya pirogen :


1. Air suling segar yang akan digunakan untuk pembuatan air untuk injeksi harus
segera digunakan setelah disuling.
2. Pada waktu disuling jangan ada air yang memercik
3. Alat penampung dan cara menampung air suling harus seaseptis mungkin
Sumber pirogen :
1. Air suling yang telah dibiarkan lama dan telah tercemar bakteri dari udara.
2. Wadah larutan injeksi dan bahan-bahan seperti glukosa, NaCl dan Na-sitrat.

Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan
penyuntikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12
( secara detailnya lihat FI.ed.II )

4. Pemeriksaan kejernihan dan warna


Diperiksa dengan melihat wadah pada latar belakang hitam-putih, disinari dari samping.
Kotoran berwarna akan kelihatan pada latar belakang putih, kotoran tidak berwarna akan
kelihatan pada latar belakang hitam.

5. Pemeriksaan keseragaman bobot


Hilangkan etiket 10 wadah; Cuci bagian luar wadah dengan air; Keringkan pada suhu
1050; Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka ; Keluarkan isi wadah; Cuci wadah
dengan air, kemudian dengan etanol 95 % ; keringkan lagi pada suhu 105 0 sampai bobot
tetap; Dinginkan dan kemudian timbang satu per satu
Bobot isi wadah tidak boleh menyimpang lebih dari batas yang tertera , kecuali satu
wadah yang boleh menyimpang tidak lebih dari 2 kali batas yang tertera. Syarat
keseragam bobot seperti pada tabel berikut ini.
Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan ( % )

Tidak lebih dari 120 mg 10,0


Antara 120 mg dan 300 mg 7,5
300 mg atau lebih 5,0

3. Pemeriksaan keseragaman volume


Untuk injeksi dalam bentuk cairan, volume isi netto tiap wadah harus sedikit berlebih dari
volume yang ditetapkan. Kelebihan volume yang dianjurkan tertera dalam daftar berikut
ini.
37
Volume pada etiket Volume tambahan yang dianjurkan
cairan encer cairan kental
0,5 ml 0,10 ml ( 20 % ) 0,12 ml ( 24 % )
1,0 ml 0,10 ml ( 10 % ) 0,15 ml ( 15 % )
2,1 ml 0,15 ml ( 7,5 % ) 0,25 ml ( 12,5 % )
5,0 ml 0,30 ml ( 6 % ) 0,50 ml ( 10 % )
10,0 ml 0,50 ml ( 5 % ) 0,70 ml ( 7 % )
20,0 ml 0,60 ml ( 3 % ) 0,90 ml ( 4,5 % )
30,0 ml 0,80 ml ( 2,6 % ) 1,20 ml ( 4 % )
50,0 ml atau lebih 2,00 ml ( 4 % ) 3,00 ml ( 6 % )

F. Syarat - Syarat Obat Suntik

Syarat berikut hanya berlaku bagi injeksi berair :


1. Harus aman dipakai, tidak boleh menyebabkan iritasi jaringan atau efek toksis. Pelarut
dan bahan penolong harus dicoba pada hewan dulu, untuk meyakinkan keamanan
pemakaian bagi manusia.
2. Jika berupa larutan harus jernih, bebas dari partikel-partikel padat, kecuali yang
berbentuk suspensi.
3. Sedapat mungkin lsohidris, yaitu mempunyai pH = 7,4, agar tidak terasa sakit dan
penyerapannya optimal.
4. Sedapat mungkin Isotonik, yaitu mempunyai tekanan osmose sama dengan tekanan
osmose darah / cairan tubuh, agar tidak terasa sakit dan tidak menimbulkan haemolisa.
Jika terpaksa dapat dibuat sedikit hipertonis, tetapi jangan hipotonis.
5. Harus steril, yaitu bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen maupun yang
apatogen, baik dalam bentuk vegetatif maupun spora.
6. Bebas pirogen, untuk larutan injeksi yang mempunyai volume 10 ml atau lebih sekali
penyuntikan.
7. Tidak boleh berwarna kecuali memang zat berkhasiatnya berwarna.

G. Penandaan menurut FI.ed.IV


Larutan intravena volume besar adalah injeksi dosis tunggal untuk intravena dan dikemas
dalam wadah bertanda volume lebih dari 100 ml.;
Injeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah bertanda volume 100 ml
atau kurang.
Penandaan : Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau
jumlah zat aktif dalam volume tertentu, untuk sediaan kering tertera jumlah zat aktif, cara
pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluwarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor serta nomor lot atau nomor bets yang menunjukkan identitasnya. Wadah injeksi
yang akan digunakan untuk dialisis, hemofiltrasi atau cairan irigasi dan volume lebih dari
1 liter, diberi penandaan bahwa sediaan tidak digunakan untuk infus intravena., untuk
injeksi yang mengandung antibiotik : juga harus tertera kesetaraan bobot terhadap U.I
dan tanggal kadaluwarsanya. Injeksi untuk hewan ditandai untuk menyatakan khasiatnya.
Pengemasan; Sediaan untuk pemberian intraspinal, intrasisternal
atau pemakaian peridural dikemas hanya dalam wadah dosis tunggal.

H. Keuntungan dan Kerugian Bentuk Sediaan Injeksi


Keuntungan :
1. Bekerja cepat , misalnya pada injeksi Adrenalin pada schock anfilaksis.
2. Dapat digunakan jika : obat rusak jika kena cairan lambung, merangsang jika ke
cairan lambung, tidak diabsorpsi secara baik oleh cairan lambung.
3. Kemurnian dan takaran zat khasiat lebih terjamin

38
4. Dapat digunakan sebagai depo terapi

Kerugian :
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.

39
BAB V
INFUNDABILIA (INFUS INTRAVENA)

A. Pengertian
Infundabilia atau Infus intravena adalah sediaan steril berupa
larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhdap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam
volume relatif banyak

B. Tujuan Pemberian Infus Intravena


1. Mengganti cairan tubuh dan mengimbangi jumlah
elektrolit dalam tubuh, misalnya Sol. Glukosa isotonis,
Sol.Physiologica Ringeri, Sol. Ringeri lactat ( RL ), Sol.
NaCl 0,9 % b/v.
2. Dalam bentuk larutan koloid dapat dipakai mengganti
darah manusia, misalnya larutan koloid PVP 3,5 %
( Polivinylpirolidone / Povidon )
3. Dapat diberikan dengan maksud untuk penambahan kalori,
misalnya Aminovel-600, 1000 ( produksi Otsuka, tiap liter
mengandung asam amino 5 %, sorbitol 10 % , vitamin
dan elektrolit ), Aminofusin-600, 850, 1000 ( produksi
Pfrimer, tiap infusintravena mengandung asam amino
3 %, sorbitol 10 %, vitamin dan elektrolit )
4. Sebagai obat, diberikan dalam jumlah besar dan terus
menerus bila tidak dapat disuntikkan secara biasa,
misalnya obat anti kanker, antibiotika, anestetika, hormon
yang larut dalam air, vitamin.
69

C. Perbedaan Injeksi Dengan Infus Intravena

Keterangan Injeksi Infus intravena

1. Maksud bentuk injeksi infus tujuan infusi


2. Volume antara 1ml - 10 ml lebih dari 10 ml
3. Alat dan Cara Injeksi sebentar Infusi / tranfusi
4. Waktu air, etanol, minyak lama
5. Pembawa sedapat mungkin hanya air
6. Isohidris sedapat mungkin harus
7. Isotonis tidak selalu tidak harus
8. Isoioni selalu harus
9. Bebas Pirogen wadah tunggal atau ganda harus
10. Kemasan wadah tunggal

D. Syarat-syarat Infus intravena


1. Jika bentuk emulsi, dibuat dengan air sebagai fase luar,
diameter fase dalam tidak lebih dari 5 m.
2. Tidak boleh mengandung bakterisida dan zat dapar.
3. Harus jernih dan bebas partikel.
4. Bentuk emulsi jika dikocok harus tetap homogen dan tidak
menunjukkan pemisahan.
70
BAB VI
AEROSOLUM / AEROSOL

A. Pengertian
Menurut FI.ed.IV, aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.
Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada
hidung (aerosol nasal) , mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi, ukuran
partikelnya harus lebih kecil dari 10 m , sering disebut " inhaler dosis terukur ").
Istilah " aerosol " digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan
tinggi. Sering disalah artikan pada semua jenis sediaan bertekanan, sebagian diantaranya
melepaskan busa atau cairan setengah padat.
Aerosol busa adalah emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan, cairan
mengandung air atau tidak mengandung air dan propelan. Jika propelan berada dalam fase
internal (misalnya m/a) akan menghasilkan busa stabil, dan jika propelan berada dalam
fase eksternal (misalnya a/m), akan menghasilkan busa yang kurang stabil. Dalam literatur
lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lypofob (hydrofil), dimana fase eksternalnya berupa
gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair yang terbagi sangat
halus atau partikel-partikelnya tidak padat, ukuran partikel tersebut lebih kecil dari 50 m.
Jika partikel internalnya terdiri dari partikel zat cair, sistem koloid itu berupa asap atau
debu

B. Keuntungan Pemakaian Aerosol


1. Mudah digunakan dan sedikit kontak dengan tangan.
2. Bahaya kontaminasi (kemasukkan udara dan penguapan selama periode tak digunakan)
tidak ada, karena wadah tertutup kedap.
3. Iritasi yang disebabkan pemakaian topikal berkurang. 4. Takaran yang dikehendaki
dapat diatur 5. Bentuk semprotan dapat diatur.

C. Jenis / Sistem Aerosol


Jenis / Sistem aerosol, terdiri dari :
1. Sistem dua fase (gas dan cair)
2. Sistem tiga fase (gas, cair dan padat atau cair).

1. Aerosol sistem dua fase :


Terdiri dari larutan zat aktif dalam propelan cair dan propelan bentuk uap, sebagai
pelarut digunakan etanol, propilen glikol dan PEG untuk menambah kelarutan zat aktif.
Aerosol sistem dua fase wadahnya berisi ; a) Fase gas dan fase cair
b) Fase gas dan fase padat untuk aerosol serbuk.

Fase cair dapat terdiri dari komponen zat aktif / campuran zat aktif dan propelan cair /
komponen propelan yang dilarutkan didalamnya. Yang termasuk sistem ini antara lain :
a) Aerosol ruang (space sprays) : insektisida, deodorant.
b) Aerosol pelapis permukaan (surface coating sprays) : cat, hair sprays
Aerosol sistem dua fase ini beroperasi pada tekanan 30-40 p.s.i.g (pounds per square in
gauge) pada suhu 21o .

2. Aerosol sistem tiga fase :


Terdiri dari suspensi atau emulsi zat aktif, propelan cair dan uap propelan. Suspensi
terdiri dari zat aktif yang dapat didispersikan dalam sistem propelan dengan zat

41
tambahan yang sesuai seperti zat pembasah dan atau bahan pembawa padat seperti talk
atau silika koloidal.

D. Kelengkapan / Komponen Aerosol


Komponen aerosol terdiri dari wadah, propelan, konsentrat mengandung zat aktif, katup
dan penyemprot (aktuator).

1. Wadah
Wadah aerosol, harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan
tekanan serta tahan karat. Wadah aerosol biasanya dibuat dari kaca, plastik, atau logam,
atau kombinasi bahan-bahan ini.
Wadah kaca harus harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan
tekanan.
Plastik dapat digunakan untuk melapisi wadah kaca guna meningkatkan karakteristik
keamanan atau untuk melapisi wadah logam guna memperbaiki daya tahan terhadap
korosi dan memperbesar stabilitas formula.
Logam yang sesuai meliputi baja tahan karat, alumunium dan baja yang dilapisi timah.

2. Propelan
Propelan berfungsi memberikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan
dari wadah dan dalam kombinasi dengan komponen lain mengubah bahan ke bentuk
fisik yang diinginkan. Sebagai propelan digunakan gas yang dicairkan atau gas yang
yang dimampatkan misalnya hidrokarbon, khususnya turunan fluoroklorometana,
etana, butana dan pentana (gas yang dicairkan), CO2, N2 dan Nitrosa (gas yang
dimampatkan).
Sistem propelan yang baik harus mempunyai tekanan uap yang tepat sesuai dengan
komponen aerosol lainnya.

3. Konsentrat mengandung zat aktif


Konsentrat zat aktif menggunakan pelarut pembantu untuk memperbaiki kelarutan zat
aktif / zat berkhasiat atau formulasi dalam propelan misalnya etanol, propilenglikol,
PEG.

4. Katup
Katup berfungsi mengatur aliran zat terapetik dan propelan dari wadah. Karakteristik
semprotan aerosol dipengaruhi oleh ukuran, jumlah dan lokasi lubang. Bahan yang
digunakan untuk pembuatan katup harus inert terhadap formula yang digunakan.
Komponen katup umumnya plastik, karet, alumunium dan baja tahan karat.

5. Penyemprot / Aktuator
Penyemprot atau aktuator adalah alat yang dilekatkan pada batang katup aerosol yang
jika ditekan atau digerakkan, membuka katup dan mengatur semprotan yang
mengandung obat ke daerah yang diinginkan (mengatur arah penyemprotan).

E. Pembuatan Aerosol
Pembuatan Aerosol dengan pendinginan (dingin) dan pengisian dengan tekanan
(panas).
Proses pengisian dengan pendinginan :
Konsentrat (umumnya didinginkan sampai suhu di bawah 0 oC dan propelan dingin
diukur dengan wadah terbuka (biasanya didinginkan). Katup penyemprot kemudian
dipasang pada wadah hingga membentuk tutup kedap tekanan.

Proses pengisian dengan tekanan :

42
Hilangkan udara dalam wadah dengan cara penghampaan atau dengan menambah
sedikit propelan, isikan konsentrat ke dalam wadah, dan propelan ditekan melalui
lubang katup sesudah katup ditutup kedap ; atau propelan dibiarkan mengalir di bawah
tutup katup, kemudian katup ditutup (pengisian di bawah tutup).

Pengendalian proses pembuatan biasanya meliputi pemantauan formulasi yang sesuai dan
bobot pengisian propelan serta uji tekanan dan uji kebocoran pada produk akhir aerosol.

F. Formulasi Aerosol
Formulasi aerosol terdiri dari dua komponen yang esensial :
1. Bahan obat yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan seperti pelarut, antioksidant dan
surfaktan.
2. Propelan, dapat tunggal atau campuran
Zat tambahan dan propelan tersebut sebelum diformulasikan harus diketahui betul-betul
sifat fisika-kimianya dan efek yang ditimbulkan terhadap sediaan jadi.
Tergantung dari tipe aerosol yang dipakai, aerosol farmasi dapat dibuat sebagai embun
halus, pancaran basah, busa stabil.

G. Cara Kerja Aerosol


Aerosol bekerja dengan dasar sebagai berikut :
1. Jika suatu gas yang dicairkan berada dalam wadah yang tertutup, maka sebagian dari
gas tersebut akan menjadi uap dan sebagian lagi tetap cair. Dalam keadaan
keseimbangan, fase uap naik, fase cair turun.
2. Komponen zat aktif dari obat dilarutkan / didispersikan dalam fase cair dari gas tersebut.
3. Fase uap gas memberi tekanan pada dinding dan permukaan fase cair.
4. Jika pada fase cair dimasukkan tabung yang pangkalnya melekat pada katup dan hanya
ujungnya yang masuk ke fase cair, maka karena tekanan uap tersebut, fase cair akan
naik melalui tabung ke lubang katup.
5. Jika tombol pembuka (aktuator) ditekan, katup terbuka, fase cair didorong keluar selama
aktuator ditekan.
6. Fase gas yang berkurang akan terisi kembali oleh fase cair yang menguap.
7. Fase cair yang keluar bersama zat aktif, karena titik didihnya terlampaui, akan menguap
di udara menyebabkan terjadinya bentuk semprotan atau spray.

H. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap sediaan aerosol
1. Derajat semprotan
Derajat semprotan adalah angka yang menunjukkan jumlah bobot isi Aerosol yang
disemprotkan dalam satu satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam gram tiap detik.

2. Pengujian kebocoran

3. Pengujian tekanan

I. Penandaan menurut FI.ed.IV


1. Tanda Peringatan : Hindari penghirupan, jauhkan dari mata atau selaput lendir lain.
Pernyataan "Hindari Penghirupan” tidak diperlukan pada sediaan yang digunakan
untuk inhalasi.
Pernyataan "atau selaput lendir lain" tidak diperlukan untuk sediaan yang digunakan
untuk selaput lendir.

43
2. Tanda Peringatan : Isi bertekanan. Wadah jangan ditusuk atau dibakar. Hindari dari
panas atau simpan pada suhu di bawah 49o. Jauhkan dari jangkauan anak-anak

Jika aerosol dikemas dalam wadah aerosol yang mengandung propelan, yang seluruhnya
atau sebagian terdiri dari halokarbon atau hidrokarbon, maka dicantumkan peringatan
sebagai berikut :
1. Tanda Peringatan : Tidak boleh langsung dihirup, penghirupan secara sengaja dapat
menyebabkan kematian atau ;
2. Tanda Peringatan : Gunakan hanya sesuai petunjuk; penggunaan salah dengan sengaja
menghirup isi dapat berbahaya atau berakibat fatal

J. Signatura Pada Sediaan Aerosol


contoh signaturanya : Misalnya
pada Alupent Aerosol
- S. nebulizer ,1-2 kali (Semprotkan ke dalam mulut sehari 1-2 kali)
- S. semprotkan jika pernapasan terganggu ;
- S. semprotkan jika perlu

K. INHALATIONS / INHALASI
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan
obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal
atau sistemik.
Serbuk dapat juga diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara manual
untuk menghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang bersangkutan.
Inhalan terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena bertekanan uap tinggi,
dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek. Wadah
obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler.

44
DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, h.c.,1981 " Introduction to pharmaceutical dosage


forms ", Lea & Febiger, Philadelphia.

2. " Farmakope Indonesia edisi III" tahun 1979 dengan Extra


Farmakopenya.

3. " Farmakope Indonesi edisi IV " tahun 1995

4. Martin, a.n.,1970 " Physical pharmacy", second edition,


Lea & Febiger , Philadelphia

5. Moh.Anief, 1984 " Ilmu farmasi ", Ghalia Indonesia,


Jakarta.

6. Moh.Anief, 1990 " Ilmu meracik obat " Gajah Mada


University Press, Yogyakarta

7. Moh.Anief, 1994 " Farmasetika " Gajah Mada University


Press, Yogyakarta

8. Sulistio Gan. dkk, 1981, " Farmakologi dan terapi ", bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia

9. Van Duin ,c.f " Reseptir " ( terjemahan )

10. Dll. Yang berkaitan dengan mata kuliah farmasetika


45

Anda mungkin juga menyukai