615 1
Ind
i
Departemen Kesehatan RI
Badan Pengembangan Dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pusdiknakes
2004
ILMU RESEP TEORI
Jilid III ( untuk kelas III )
Cetakan Pertama
i
5. Fahleni, S.Si., Apt.
6. Yugo Susanto, S.Si., Apt.
Tim Penyusun :
7. I. Wayan Sueta, B.A
1. Drs. Seno Soetopo, Apt.
8. Yulie, Amd.
2. Dra. Siti Atifah Wardiyati, Apt.
9. Maryani
3. Dra. Russie Rohadiyatie, Apt.
4. Purwitaningsih, S.Pd.
5. Drs. Syamsuni, Apt.
Dengan mengucap syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, Buku Ilmu Resep Jilid
III untuk siswa kelas III Sekolah Menengah Farmasi dapat terbit pada waktunya.
Buku Ilmu Resep ini disusun kembali untuk disesuaikan dengan perkembangan jenis obat
dan teknologinya disertai dengan harapan akan menjadi buku pegangan yang sangat
bermanfaat bagi siswa Sekolah Menengah Farmasi.
Kami sangat berterima kasih kepada Tim Penyusun, Tim Pembahas dan
Editor yang telah bekerja keras sehingga buku ini dapat terbit pada waktunya.
iii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR 4
PENGANTAR DARI SEKBER 6
DAFTAR ISI 7
BAB I : SUPPOSITORIA
A. Pengertian 1
B. Macam – Macam Suppositoria 1
C. Keuntungan Suppositoria 1
D. Tujuan Penggunaan Obat Bentuk Suppositoria 1
E. Bahan dasar Suppositoria 2
F. Metoda Pembuatan Suppositoria 5
G. Pengemasan Suppositoria 6
H. Pemeriksaan Mutu Suppositoria 6
I. Ovulae / Ovula 6
BAB V : INFUNDABILIA
A. Pengertian 40
B. Tujuan Pemberian Infus Intravena 40
C. Perbedaan Injeksi Dengan Infus Intravena 40
D. Syarat-syarat Infus Intravena 40
iv
BAB VI : AEROSOL A. Pengertian 41
B. Keuntungan Pemakaian Aerosol 41
C. Jenis / Sistem Aerosol 41
D. Kelengkapan / Komponen Aerosol 42
E. Pembuatan Aerosol 42
F. Formulasi Aerosol 43
G. Cara Kerja Aerosol 43
H. Pemeriksaan 43
I. Penandaan Menurut F.I. ed. IV 44
J. Signatura Pada Aerosol 44
K. Inhalation / Inhalasi 44
v
BAB I
SUPPOSITORIA / SUPOSITORIA
A. Pengertian
Supositoria menurut FI edisi IV adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk,
yang diberikan melalui rektal, vagina atau urethra. Umumnya meleleh, melunak atau
melarut dalam suhu tubuh. Supositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan
setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat lokal atau sistemik.
B. Macam-Macam Suppositoria
Macam-macam Suppositoria berdasarkan tempat penggunaannya :
1. Rektal Suppositoria sering disebut Suppositoria saja, bentuk peluru digunakan lewat
rektal atau anus, beratnya menurut FI.ed.IV kurang lebih 2 g.
Suppositoria rektal berbentuk torpedo mempunyai keuntungan, yaitu bila bagian yang
besar masuk melalui jaringan otot penutup dubur, maka Suppositoria akan tertarik
masuk dengan sendirinya.
2. Vaginal Suppositoria (Ovula), bentuk bola lonjong seperti kerucut, digunakan lewat
vagina, berat umumnya 5 g.
Supositoria kempa atau Supositoria sisipan adalah Supositoria vaginal yang dibuat
dengan cara mengempa massa serbuk menjadi bentuk yang sesuai, atau dengan cara
pengkapsulan dalam gelatin lunak.
Menurut FI.ed.IV, Suppositoria vaginal dengan bahan dasar yang dapat larut /
bercampur dalam air seperti PEG atau gelatin tergliserinasi berbobot 5 g. Supositoria
dengan bahan dasar gelatin tergliserinasi (70 bag. gliserin, 20 bag. gelatin dan 10
bag. air) harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, sebaiknya pada suhu dibawah 35 0
C
3. Urethral Suppositoria (bacilla, bougies) digunakan lewat urethra, bentuk batang
panjang antara 7 cm - 14 cm.
C. Keuntungan Suppositoria
Keuntungan penggunaan obat dalam Suppositoria dibanding peroral, yaitu
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzym pencernaan dan asam lambung.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darah sehingga obat dapat berefek lebih cepat
daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar.
Bahan dasar Suppositoria yang ideal harus mempunyai sifat sebagai berikut :
1. Padat pada suhu kamar, sehingga dapat dibentuk dengan tangan atau dicetak, tapi akan
melunak pada suhu rektal dan dapat bercampur dengan cairan tubuh.
2. Tidak beracun dan tidak menimbulkan iritasi
3. Dapat bercampur dengan bermacam-macam obat
4. Stabil dalam penyimpanan, tidak menunjukkan perubahan warna, bau dan pemisahan
obat.
5. Kadar air cukup
6. Untuk basis lemak, bilangan asam, bilangan iodium dan bilangan penyabunan harus
jelas.
2
bentuk (alfa) : terjadi bila lelehan Ol.Cacao tadi didinginkan dengan segera pada
0o dan bentuk ini titik leburnya 24o (literatur lain 22 o).
bentuk ( beta ) : terjadi bila lelehan Ol.Cacao tadi diaduk-aduk pada suhu 18 o -23
o
dan bentuk ini mempunyai titik lebur 28 o - 31o
bentuk stabil (beta stabil) : terjadi dari perubahan perlahan-lahan bentuk disertai
kontraksi volume dan bentuk ini mempunyai titik lebur 34 o -35 o ( literatur lain 34,5
o
)
bentuk (gamma) : terjadi dari pendinginan lelehan Ol.Cacao yang sudah dingin
(20o) dan bentuk ini mempunyai titik lebur 18 o
Menghindari bentuk- bentuk kristal yang tidak stabil di atas dengan cara :
Ol.Cacao tidak dilelehkan seluruhnya, cukup 2/3 saja yang dilelehkan.
Penambahan sejumlah kecil bentuk kristal stabil ke dalam lelehan Ol.Cacao,
untuk mempercepat perubahan bentuk tidak stabil menjadi bentuk stabil
Pembekuan lelehan selama beberapa jam / hari
- Lemak coklat merupakan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas dan bersifat
polimorfisme ( mempunyai banyak bentuk kristal ). Jika dipanasi sekitar 30 0 C mulai
mencair dan biasanya meleleh sekitar 340 - 350 C, tetapi suhu dibawah 300 C merupakan
masa semi-padat. Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna
seperti minyak dan akan kehilangan semua inti kristal yang stabil yang berguna untuk
memadat. Bila didinginkan di bawah suhu 15 0 C, akan mengkristal dalam bentuk kristal
metastabil. Agar mendapatkan Suppositoria yang stabil, maka pemanasan lemak coklat
sebaiknya dilakukan sampai cukup meleleh saja sampai dapat dituang, sehingga tetap
mengandung inti kristal dari bentuk stabil.
- Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan Cera atau Cetasium
( Spermaseti ). Penambahan Cera flava tidak boleh lebih dari 6 % sebab akan
memperoleh campuran yang mempunyai titik lebur di atas 37 0 C dan tidak boleh kurang
dari 4 % karena akan memperoleh titik lebur di bawah titik leburnya ( < 33 0 C ). Jika
bahan obatnya merupakan larutan dalam air, perlu diperhatikan bahwa lemak coklat
hanya sedikit menyerap air, maka dengan penambahan Cera flava dapat juga menaikkan
daya serap lemak coklat terhadap air.
- Untuk menurunkan titik lebur lemak coklat dapat digunakan tambahan sedikit
Kloralhidrat atau fenol, minyak atsiri.
- Lemak coklat meleleh pada suhu tubuh dan tidak tercampurkan dengan cairan tubuh,
oleh karena itu dapat menghambat difusi obat yang larut dalam lemak pada tempat yang
diobati.
- Lemak coklat jarang dipakai untuk sediaan vagina karena meninggalkan residu yang
tidak dapat diserap, sedangkan gelatin tergliserinasi jarang dipakai untuk rektal karena
disolusinya lambat.
- Supositoria dengan bahan dasar lemak coklat, dapat dibuat dengan mencampurkan
bahan obat yang dihaluskan ke dalam minyak lemak padat pada suhu kamar dan massa
yang dihasilkan dibuat dalam bentuk yang sesuai atau dibuat dengan cara meleburkan
minyak lemak dengan obat kemudian dibiarkan sampai dingin di dalam cetakan. Harus
disimpan dalam wadah tertutup baik, pada suhu dibawah 300 C.
Pemakaian air sebagai pelarut obat dengan bahan dasar Ol.Cacao sebaiknya dihindari
karena :
Menyebabkan reaksi antara obat-obat dalam Suppositoria.
Mempercepat tengiknya Ol.Cacao
Bila airnya menguap, obat tersebut akan mengkristal kembali dan dapat keluar dari
Suppositoria.
Keburukan Ol.Cacao sebagai bahan dasar Suppositoria.
Meleleh pada udara yang panas
3
Dapat menjadi tengik pada penyimpanan yang lama
Titik leburnya dapat turun atau naik bila ditambahkan bahan tertentu
Adanya sifat Polimorfisme
Sering bocor (keluar dari rektum karena mencair) selama pemakaian Tidak
dapat bercampur dengan sekresi.
Karena ada beberapa keburukan Ol.Cacao tersebut, maka dicari pengganti Ol.Cacao
sebagai bahan dasar Suppositoria yaitu :
1. Campuran asam oleat dengan asam stearat dalam perbandingan yang dapat diatur.
2. Campuran cetilalkohol dengan Ol.Amygdalarum dalam perbandingan = 17 : 83
3. Ol.Cacao sintetis : Coa buta , Supositol
- PEG merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul antara 300 - 6000
Dalam perdagangan terdapat : PEG 400 (Carbowax 400), PEG 1000 (carbowax 1000),
PEG 1500 (carbowax 1500), PEG 4000 (carbowax 4000), PEG 6000 (carbowax
6000). PEG di bawah 1000 berbentuk cair, sedangkan di atas 1000 berbentuk padat
lunak seperti malam.
- PEG sesuai untuk obat antiseptik. Jika diharapkan bekerja secara sistemik , lebih baik
menggunakan bentuk ionik dari pada nonionik agar diperoleh ketersediaan hayati yang
maksimum. Meskipun bentuk nonionik dapat dilepaskan dari bahan dasar yang dapat
bercampur dengan air seperti gelatin tergliserinasi atau PEG, tetapi cenderung sangat
lambat larut sehingga dapat menghambat pengelepasan obat.
- Pembuatan Suppositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu
dituangkan ke dalam cetakan seperti pembuatan Suppositoria dengan bahan dasar lemak
coklat.
4
Keburukan :
cenderung menyerap uap air karena sifat gliserin yang hygroskopis yang dapat
menyebabkan dehidrasi / iritasi jaringan, memerlukan tempat untuk melindunginya
dari udara lembab supaya terjaga bentuknya dan konsistensinya.
- Dalam farmakope Belanda terdapat formula Suppositoria dengan bahan dasar Gelatin.
yaitu : panasi 2 bagian Gelatin dengan 4 bagian air dan 5 bagian Gliserin sampai
diperoleh massa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian.
Biarkan massa cukup dingin dan tuangkan dalam cetakan hingga diperoleh Suppositoria
dengan berat 4 gram. Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air
atau Gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada massa yang sudah dingin.
G. Pengemasan Suppositoria
1. Dikemas sedemikian rupa sehingga tiap Suppositoria terpisah, tidak mudah hancur atau
meleleh.
5
2. Biasanya dimasukkan dalam wadah dari alumunium foil atau strip plastik sebanyak 6
sampai 12 buah, untuk kemudian dikemas dalam dus.
3. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik di tempat sejuk.
I. Ovulae / Ovula
Ovula adalah sediaan padat , umumnya berbentuk telur mudah melemah
(melembek) dan meleleh pada suhu tubuh, dapat melarut dan digunakan sebagai obat luar
khusus untuk vagina. Sebagai bahan dasar ovula harus dapat larut dalam air atau meleleh
pada suhu tubuh.
Sebagai bahan dasar dapat digunakan lemak coklat atau campuran PEG dalam berbagai
perbandingan. Bobot ovula adalah 3 - 6 gram, umumnya 5 gram. Ovula disimpan dalam
wadah tertutup baik dan ditempat yang sejuk.
BAB II
TABLET / COMPRESSI
A. Pengertian
Menurut FI edisi IV, tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau
tanpa bahan pengisi. Tablet berbentuk kapsul umumnya disebut kaplet. Bolus adalah tablet
besar yang digunakan untuk obat hewan besar.
Bentuk tablet umumnya berbentuk cakram pipih / gepeng, bundar, segitiga, lonjong dan
sebagainya. Bentuk khusus ini dimaksudkan untuk menghindari / mencegah / menyulitkan
pemalsuan dan agar mudah dikenal orang. Warna tablet umumnya putih. Tablet yang
berwarna kemungkinan karena zat aktifnya berwarna, tetapi ada tablet yang sengaja
diberikan warna dengan maksud agar tablet lebih menarik, mencegah pemalsuan,
membedakan tablet yang satu dengan tablet yang lain.
Etiket pada tablet harus mencantumkan nama tablet / zat aktif yang terkandung, jumlah zat
aktif ( zat berkhasiat ) tiap tablet.
B. Penggolongan
1. Berdasarkan metode pembuatan :
a. Tablet cetak
b. Tablet kempa.
a. Tablet cetak
Dibuat dari bahan obat dan bahan pengisi umumnya mengandung laktosa dan serbuk
sukrosa dalam berbagai perbandingan. Massa serbuk dibasahi dengan etanol prosentase
tinggi . Kadar etanol tergantung pada kelarutan zat aktif dan bahan pengisi dalam sistem
pelarut dan derajat kekerasan tablet yang diinginkan. Massa serbuk yang lembab
ditekan dengan tekanan rendah ke dalam lubang cetakan. Kemudian dikeluarkan dan
dibiarkan kering. Tablet cetak agak rapuh, sehingga harus hati-hati dalam pengemasan
dan pendistribusian. Kepadatan tablet tergantung pada ikatan kristal yang terbentuk
6
selama proses pengeringan selanjutnya dan tidak tergantung pada kekuatan tekanan
yang diberikan.
b. Tablet kempa
Dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul menggunakan
cetakan baja. Umumnya tablet kempa mengandung bahan zat aktif, bahan pengisi,
bahan pengikat, desintegran dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan
lak ( pewarna diabsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang
diizinkan, bahan pengaroma dan bahan pemanis.
Tablet triturat merupakan tablet cetak atau kempa berbentuk kecil, umumnya silendris,
digunakan untuk memberikan jumlah terukur yang tepat untuk peracikan obat.
Tablet hipodermik adalah tablet cetak yang dibuat dari bahan yang mudah larut atau
melarut sempurna dalam air, harus steril dan dilarutkan lebih dahulu sebelum digunakan
untuk injeksi hipodermik.
Tablet Sublingual digunakan dengan cara meletakkan tablet di bawah lidah, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut, diberikan secara oral atau jika
diperlukan ketersediaan obat yang cepat seperti halnya tablet nitrogliserin.
Tablet bukal digunakan dengan cara meletakkan tablet diantara pipi dan gusi, sehingga zat
aktif diserap secara langsung melalui mukosa mulut.
Tablet effervesent yang larut dibuat dengan cara dikempa; selain zat aktif, juga
mengandung campuran asam (asam sitrat, asam tartrat) dan Natrium bikarbonat, yang
jika dilarutkan dalam air akan menghasilkan karbon dioksida ; disimpan dalam wadah
tertutup rapat atau dalam kemasan tahan lembab, pada etiket tertera tidak untuk langsung
ditelan.
Tablet kunyah dimaksudkan untuk dikunyah, meninggalkan residu dengan rasa enak
dalam rongga mulut. Diformulasikan untuk anak-anak, terutama formulasi multivitamin,
antasida dan antibiotik tertentu. Dibuat dengan cara dikempa, umumnya menggunakan
manitol, sorbitol atau sukrosa sebagai bahan pengikat dan bahan pengisi, mengandung
bahan pewarna dan bahan pengaroma untuk meningkatkan penampilan dan rasa.
2) Melicinkan (smoothing)
Adalah proses agar tablet menjadi bulat dan licin, menggunakan smoothing syrup.
3) Pewarnaan (coloring)
Dilakukan dengan memberi zat warna yang dicampur pada sirup pelicin.
4) Penyelesaian (finishing)
Proses terakhir dari penyalutan tablet, yaitu pengeringan salut sehingga terbentuk
hasil akhir yang licin.
5) Pengilapan (polishing)
Yaitu proses yang menghasilkan tablet salut menjadi mengkilap, dengan
menggunakan cera.
b. Tablet salut selaput (film coated tablet / fct), disalut dengan hidroksipropil
metilselulosa, metil selulosa, hidrosi propil selulosa, Na-CMC dan campuran selulosa
asetat ftalat dengan P.E.G yang tidak mengandung air atau mengandung air.
c. Tablet salut kempa : Tablet yang disalut secara kempa cetak dengan massa granulat
yang terdiri dari laktosa, kalsium fosfat dan zat lain yang cocok. Mula-mula dibuat tablet
inti, kemudian dicetak kembali bersama granulat kelompok lain sehingga terbentuk
tablet berlapis ( multi layer tablet ). Tablet ini sering dipergunakan untuk pengobatan
secara repeat action.
d. Tablet salut enterik (enteric coated tablet), (tablet lepas-tunda) jika obat dapat rusak
atau inaktif karena cairan lambung atau dapat mengiritasi mukosa lambung, diperlukan
penyalut enterik yang bertujuan untuk menunda pelepasan obat sampai tablet melewati
lambung.
e. Tablet lepas-lambat (sustained release), (efek diperpanjang, efek pengulangan dan lepas
lambat) dibuat sedemikian rupa sehingga zat aktif akan tersedia selama jangka waktu
tertentu setelah obat diberikan.
b. Tablet kunyah (chewable tablet) : Bentuk seperti tablet biasa, caranya dikunyah dulu
dalam mulut kemudian ditelan., rasanya umumnya tidak pahit.
c. Tablet hisap (lozenges, trochisi, pastiles) : adalah sediaan padat yang mengandung satu
atau lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma, dan manis, yang
membuat tablet melarut atau hancur perlahan-lahan dalam mulut. Tablet ini dibuat
dengan cara tuang ( dengan bahan dasar gelatin dan atau sukrosa yang dilelehkan atau
sorbitol ) disebut Pastilles atau dengan cara kempa tablet menggunakan bahan dasar
gula disebut Trochisi. Dihisap di dalam rongga mulut, digunakan sebagai obat lokal
pada infeksi di rongga mulut atau tenggorokan. Umumnya mengandung antibiotik,
antiseptik, adstringensia.
d. Tablet larut (effervescent tablet) : Contohnya Ca-D-Redoxon , Supradin Effervescent
tablet.
e. Tablet implantasi (pelet): Tablet kecil, bulat atau oval putih, steril dan bersi hormon
steroid, dimasukkan ke bawah kulit dengan cara merobek kulit sedikit, kemudian tablet
dimasukkan, kemudian kulit dijahit kembali. Zat khasiat akan dilepas perlahan-lahan.
f. Tablet hipodermik (hypodermic tablet) : tablet steril, berat umumnya 30 mg, larut dalam
air digunakan dengan cara melarutkan ke dalam air untuk injeksi secara aseptik dan
disuntikkan di bawah kulit ( subcutan ).
g. Tablet bukal (buccal tablet)
h. Tablet sublingual
i. Tablet vagina (Ovula)
C. Komponen Tablet
Komponen / formulasi tablet kempa terdiri dari zat aktif, bahan pengisi, bahan pengikat,
desintegran, dan lubrikan, dapat juga mengandung bahan pewarna dan lak ( bahan warna
yang diadsorpsikan pada alumunium hidroksida yang tidak larut ) yang diizinkan, bahan
pengaroma dan bahan pemanis.
3. Ajuvans
a. Bahan pewarna (colour) dan lak berfungsi meningkatkan nilai estetika atau untuk
identitas produk. Misalnya zat pewarna dari tumbuhan.
b. Bahan pengharum (flavour) berfungsi menutupi rasa dan bau zat khasiat yang tidak
enak (tablet isap Penisillin), biasanya digunakan untuk tablet yang penggunaannya
lama di mulut. Misalnya macam-macam minyak atsiri.
Cara pembuatan tablet dibagi menjadi 3 cara yaitu granulasi basah, granulasi kering
(mesin rol atau mesin slag) dan kempa langsung. Tujuan granulasi basah dan kering adalah
untuk meningkatkan aliran campuran dan atau kemampuan kempa.
Granulasi basah,
Dilakukan dengan mencampurkan zat khasiat, zat pengisi dan zat penghancur sampai
homogen, lalu dibasahi dengan larutan bahan pengikat, bila perlu ditambah bahan
pewarna. Setelah itu diayak menjadi granul, dan dikeringkan dalam almari pengering
pada suhu 400 - 500 C ( tidak lebih dari 60 0 C ) . Setelah kering diayak lagi untuk
memperoleh granul dengan ukuran yang diperlukan dan ditambahkan bahan pelicin /
lubrikan dan dicetak menjadi tablet dengan mesin tablet.
Cara granulasi basah menghasilkan tablet yang lebih baik dan dapat disimpan lama
dibanding cara granulasi kering.
10
Kerugian, menghasilkan tablet yang kurang tahan lama dibanding dengan cara granulasi
basah.
3. Whiskering : terjadi karena pencetak tidak pas dengan ruang cetakan, terjadi pelelehan
zat aktif saat pencetakan pada tekanan tinggi. Akibatnya pada penyimpanan dalam
botol-botol, sisi-sisi yang lebih akan lepas dan menghasilkan bubuk.
4. Spliting/caping
Spliting : lepasnya lapisan tipis dari permukaan tablet terutama pada bagian tengah.
Caping : membelahnya tablet di bagian atasnya Penyebabnya adalah :
a. Daya pengikat dalam massa tablet kurang.
b. Massa tablet terlalu banyak fines, terlalu banyak mengandung udara sehingga setelah
dicetak udara akan keluar.
c. Tenaga yang diberikan pada pencetakan tablet terlalu besar, sehingga udara yang
berada di atas massa yang akan dicetak sukar keluar dan ikut tercetak.
d. Formulanya tidak sesuai
e. Die dan punch tidak rata
5. Motling : terjadi karena zat warna tersebar tidak merata pada permukaan tablet.
6. Crumbling : tablet menjadi retak dan rapuh. Penyebabnya adalah kurang tekanan pada
pencetakan tablet dan zat pengikatnya kurang.
11
c. Jika perlu dapat diulang dengan 10 tablet dan tidak boleh ada satu tabletpun yang
bobotnya menyimpang lebih besar dari bobot rata-rata yang ditetapkan dalam kolom
" A " maupun kolom " B " .
Bobot Penyimpangan bobot rata-rata dalam %
ratarata A B
tablet
< 25mg 15 30
26 – 150 mg 10 20
151 – 300 mg 7,5 15
> 300 mg 5 10
Tablet harus memenuhi uji keragaman bobot jika zat aktif merupakan bagian terbesar
dari tablet dan jika uji keragaman bobot cukup mewakili keseragaman kandungan.
Keragaman bobot bukan merupakan indikasi yang cukup dari keseragaman kandungan
jika zat aktif merupakan bagian kecil dari tablet atau jika tablet bersalut gula.
Oleh karena itu, umumnya farmakope mensyaratkan tablet bersalut dan tablet yang
mengandung zat aktif 50 mg atau kurang dan bobot zat aktif lebih kecil dari 50 % bobot
sediaan, harus memenuhi syarat uji keseragaman kandungan yang pengujiannya
dilakukan pada tiap tablet. ( FI.ed.IV )
3. Waktu hancur dan disolusi, ( FI. ed. III dan FI ed. IV ) Alat :
tabung gelas panjang 80 mm sampai 100 mm, diameter dalam lebih kurang 28 mm,
diameter luar 30 mm hingga 31 mm, ujung bawah dilengkapi kasa kawat tahan karat,
lubang sesuai dengan pengayak nomor 4 , berbentuk keranjang. Keranjang disisipkan
searah di tengah-tengah tabung kaca, diameter 45 mm, dicelupkan ke dalam air bersuhu
antara 360 - 380 sebanyak lebih kurang 1000 ml, sedalam tidak kurang 15 cm sehingga
dapat dinaik-turunkan dengan teratur. Kedudukan pada kawat kasa pada posisi tertinggi
tepat di atas permukaan air dan kedudukan terrendah, mulut keranjang tepat di bawah
permukaan air.
Cara bekerjanya :
Masukkan 5 tablet ke dalam keranjang, turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali
tiap menit. Tablet dinyatakan hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas
kasa, kecuali fragmen berasal dari zat penyalut. Kecuali dinyatakan lain, waktu yang
diperlukan untuk menghancurkan kelima tablet tidak lebih dari 15 menit untuk tablet
tidak bersalut dan tidak lebih dari 60 menit menit untuk tablet bersalut gula dan
bersalut selaput.
Jika tablet tidak memenuhi syarat ini, ulangi pengujian menggunakan tablet satu per
satu, kemudian ulangi lagi menggunakan 5 tablet dengan cakram penuntun. Dengan
pengujian ini tablet harus memenuhi syarat di atas.
12
Waktu hancur penting dilakukan jika tablet diberikan melalui mulut, kecuali tablet yang
harus dikunyah sebelum ditelan dan beberapa jenis tablet lepas-lambat dan lepas-tunda.
Untuk obat yang kelarutannya dalam air terbatas, uji disolusi akan lebih berarti dari
pada uji waktu hancur.
Cakram penuntun :
Terdiri dari cakram yang terbuat dari bahan yang cocok, diameter lebih kurang 26 mm,
tebal 2 mm, permukaan bawah rata, permukaan atas berlubang 3 dengan jarang
masingmasing lubang 10 mm dari titik pusat, tiap lubang terdapat kasa kawat tahan
karat, diameter 0,445 mm yang dipasang tegak lurus permukaan cakram dan
dihubungkan dengan cincin penuntun yang dibuat dari kawat jenis sama, diameter 27
mm. Jarak cincin penuntun dengan permukaan atas cakram 15 mm. Beda antara
diameter cakram penuntun dengan diameter keranjang dalam sebaiknya antara 1 mm
dan 2 mm. Bobot cakram penuntun tidak kurang dari 1,9 gram dan tidak lebih dari 2,1
gram. Kecuali dinyatakan lain, lakukan penetapan cara yang tertera pada waktu hancur
tablet , waktu yang diperlukan untuk menghacurkan tablet bukal tidak lebih dari 4 jam.
4. Kekerasan tablet. ( FI. ed.III )
Pengukuran kekerasan tablet digunakan untuk mengetahui kekerasannya, agar tablet tidak
terlalu rapuh atau terlalu keras. Kekerasan tablet ini erat hubungannya dengan ketebalan
tablet, bobot tablet dan waktu hancur tablet. Alat yang digunakan untuk pengukuran
kekerasan tablet adalah Hardness tester.
G. Implants / Implan
Implan atau pelet adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil, berisi obat
dengan kemurnian tinggi, dibuat dengan cara pengempaan atau pencetakan.
Implan dimaksudkan untuk ditanam di dalam tubuh (subkutan) dengan tujuan memperoleh
pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka waktu lama. Implan ditanam
dengan bantuan injektor khusus (tracor) atau dengan sayatan bedah. Implan biasanya
mengandung hormon seperti testosteron atau estradiol yang dikemas dalam vial atau
lembaran kertas timah steril.
13
BAB III
STERILISASI
A. Pengertian
Steril adalah suatu keadaan dimana suatu zat bebas dari mikroba hidup, baik yang patogen
(menimbulkan penyakit) maupun apatogen / non patogen (tidak menimbulkan penyakit),
baik dalam bentuk vegetatif (siap untuk berkembang biak) maupun dalam bentuk spora
(dalam keadaan statis, tidak dapat berkembang biak, tetapi melindungi diri dengan lapisan
pelindung yang kuat)
Tidak semua mikroba dapat merugikan, misalnya mikroba yang terdapat dalam usus yang
dapat membusukkan sisa makanan yang tidak terserap oleh tubuh. Mikroba yang patogen
misalnya Salmonella typhosa yang menyebabkan penyakit typus, E.coli yang
menyebabkan penyakit perut.
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membuat ruang / benda menjadi steril. Sedangkan
sanitasi adalah suatu proses untuk membuat lingkungan menjadi sehat..
3. Sterilisasi gas
14
Bahan aktif yang digunakan adalah gas etilen oksida yang dinetralkan dengan gas inert,
tetapi keburukan gas etilen oksida ini adalah sangat mudah terbakar, bersifat
mutagenik, kemungkinan meninggalkan residu toksik di dalam bahan yang disterilkan,
terutama yang mengandung ion klorida.
Pemilihan untuk menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi termal,
jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan terhadap suhu tinggi pada sterilisasi uap
atau panas kering.
Proses sterilisasinya berlangsung di dalam bejana bertekanan yang didesain seperti pada
otoklaf dengan modifikasi tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses
sterilisasi dengan gas etilen oksida adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk
berdifusi sampai ke daerah yang paling dalam dari produk yang disterilkan.
Contoh :
Alat :
Oven yaitu lemari pengering dengan dinding ganda, dilengkapi dengan termometer dan
lubang tempat keluar masuknya udara, dipanaskan dari bawah dengan gas atau listrik.
2. Pemijaran
Memakai api gas dengan nyala api tidak berwarna atau api dari lampu spiritus. Cara ini
sangat sederhana, cepat dan menjamin sterilitas bahan / alat yang disterilkan, sayang
penggunaannya hanya terbatas untuk beberapa alat / bahan saja.
Syarat :
Seluruh permukaan alat harus berhubungan langsung dengan api selama tidak kurang dari
20 detik.
16
2. Proses pembunuhan mikroba berdasarkan koagulasi / penggumpalan zat putih telur
dari mikroba tersebut .
3. Waktu yang diperlukan lebih singkat, kira-kira 30 menit.
4. Suhu yang diperlukan lebih rendah, maksimal 116 0 ( dalam otoklaf ). Satu gram uap
air 1000 jika mengembun menjadi air 1000 membebaskan 536 kalori.
5. Digunakan pada sediaan injeksi dengan pembawa berair.
Contoh :
1. Sterilisasi uap menurut FI.ed.IV.
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus autoklaf yang ditetapkan dalam farmakope
untuk media atau pereaksi adalah selama 15 menit pada suhu 1210 , kecuali dinyatakan
lain.
Alat :
Disebut otoklaf, yaitu suatu panci logam yang kuat dengan tutup yang berat, mempunyai
lubang tempat mengeluarkan uap air beserta krannya, termometer, pengatur tekanan udara,
klep pengaman.
Cara bekerja :
Otoklaf dipanaskan, ventilasi dibuka untuk membiarkan udara keluar. Pengusiran udara
pada otoklaf berdinding dua, uap air masuk dari bagian atas dan udara keluar dari bagian
bawah yang dapat ditunjukkan pada gelembung yang keluar dari ujung pipa karet dalam
air.
Setelah udara bersih, bahan yang akan disterilkan dimasukkan sebelum air mendidih, tutup
otoklaf dan dikunci, ventilasi ditutup dan suhu serta tekanan akan naik sesuai dengan yang
dikehendaki. Atur klep pengaman supaya tekanan stabil.
Setelah sterilisasi selesai, otoklaf dibiarkan dingin hingga tekanannya sama dengan tekanan
atmosfir. Cara sterilisasi ini lebih efektif dibanding dengan pemanasan basah yang lain,
karena suhunya lebih tinggi.
3. Tyndalisasi / Pasteurisasi.
Digunakan pada bahan obat yang tidak tahan pemanasan tinggi dan tidak dapat disaring
dengan penyaring bakteri ( emulsi, suspensi ).
Caranya :
Panaskan pada suhu 700 - 800 selama 40 – 60 menit, untuk mematikan mikroba bentuk
vegetatifnya. Diamkan pada suhu 300 selama 24 jam , untuk membiarkan mikroba bentuk
spora berubah menjadi bentuk vegetatif. Ulangi pemanasan selama 3 – 5 hari berturutturut.
17
Keuntungan : uap air yang mempunyai daya bakterisida lebih besar jika dibanding dengan
pemanasan kering karena mudah menembus dinding sel mikroba dan akan
menggumpalkan zat putih telurnya.
2. Antiseptika :
Suatu zat anti mikroba yang biasa digunakan secara topikal / lokal pada tubuh
manusia ; dapat mencegah pembiakan bakteri.
Bakteriostatika : mencegah pertumbuhan fungi / cendawan / jamur.
Zat pengawet : mencegah pertumbuhan bakteri dan cendawan dalam makanan atau
minuman.
3. Antibiotik :
Segolongan zat yang dihasilkan oleh cendawan atau bakteri yang dapat menentang /
mematikan cendawan atau bakteri lain.
Contoh :
1. Untuk bahan obat sterilisasi dapat dilakukan dengan :
Penambahan bakterisida, FI.ed.III ( cara B ).
Sediaan dibuat dengan melarutkan atau mensuspensikan bahan obat dalam larutan
klorokresol P 0,2 % b/v dalam air untuk injeksi atau dalam larutan bakterisida yang
cocok dalam air untuk injeksi. Isikan ke dalam wadah, kemudian ditutup kedap. Jika
volume dalam tiap wadah tidak lebih dari 30 ml. Panaskan pada suhu 980 sampai
1000 selama 30 menit. Jika volume dalam tiap wadah lebih dari 30 ml, waktu
sterilisasi diperpanjang hingga seluruh isi tiap wadah berada pada suhu 980 sampai
1000 selama 30 menit. Cara ini tidak dapat digunakan untuk sterilisasi injeksi dosis
tunggal secara intravena, injeksi intratekal / intrasisternal / peridural .
18
Dengan cara penyinaran
1. Menurut FI.ed.IV Sterilisasi dengan radiasi ion
Ada 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari radioisotop (
radiasi gamma ) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini , dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa
hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan
dapat diterima.
Walaupun berdasarkan pengalaman dipilih dosis 2,5 megarad (Mrad) radiasi yang diserap,
tetapi dalam beberapa hal , diinginkan dan dapat diterima penggunaan dosis yang lebih
rendah untuk peralatan, bahan obat dan bentuk sediaan akhir. Untuk mengukur serapan
radiasi dapat menggunakan alat Dosimeter kimia.
Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap sterilisasi panas dan
khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini adalah reaktivitas
kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang dikendalikan lebih
sedikit.
19
Cara-cara menyaring :
Ada 2 cara untuk menyaring , yaitu :
1. Dengan tekanan positip : larutan dalam penyaring ditekan dengan tekanan yang lebih
besar dari udara luar.
2. Dengan tekanan negatip : larutan dalam penyaring diisap (penampung di vakumkan).
Udara yang dipakai untuk itu harus udara bersih, biasanya digunakan gas nitrogen (N 2)
yang dialirkan melalui kapas berlemak dalam tabung gelas atau platina yang
dipanaskan.
Kemudian bahan obat, zat pembawa, zat pembantu disimpan secara aseptic dalam ruang
aseptic hingga terbentuk obat / larutan injeksi dan dimasukkan ke dalam wadah secara
aseptic.
BAB IV
INJECTIONES / INJEKSI
A. Pengertian
Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan
cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Dalam
FI.ed.IV, sediaan steril untuk kegunaan parenteral digolongkan menjadi 5 jenis yang
berbeda :
1. Sediaan berupa larutan dalam air / minyak / pelarut organik yang lain yang digunakan
untuk injeksi, ditandai dengan nama, Injeksi................
Dalam FI.ed.III disebut berupa Larutan. Misalnya :
Inj. Vit.C, pelarutnya aqua pro injection
Inj. Camphor oil , pelarutnya Olea neutralisata ad injection
Inj. Luminal, pelarutnya Sol Petit atau propilenglikol dan air
20
2 Sediaan padat kering (untuk dilarutkan) atau cairan pekat tidak mengandung dapar,
pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan
pelarut yang sesuai memenuhi persyaratan injeksi, ditandai dengan nama ,
...................Steril.
Dalam FI.ed..III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat
pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan larutan yang memenuhi syarat
larutan injeksi. Misalnya : Inj. Dihydrostreptomycin Sulfat steril
3 Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang
memenuhi persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan bahan pembawa yang
sesuai, ditandai dengan nama , ............ Steril untuk Suspensi.
Dalam FI.ed.III disebut berupa zat padat kering jika akan disuntikkan ditambah zat
pembawa yang cocok dan steril, hasilnya merupakan suspensi yang memenuhi syarat
suspensi steril. Misalnya : Inj. Procaine Penicilline G steril untuk suspensi.
4 Sediaan berupa suspensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkan
secara intravena atau ke dalam saluran spinal, ditandai dengan nama , Suspensi..........
Steril.
Dalam FI.ed.III disebut Suspensi steril ( zat padat yang telah disuspensikan dalam
pembawa yang cocok dan steril) .
Misalnya : Inj. Suspensi Hydrocortisone Acetat steril
5 Sediaan berupa emulsi, mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan
tambahan lain, ditandai dengan nama, ............. Untuk Injeksi.
Dalam FI.ed.III disebut bahan obat dalam pembawa cair yang cocok, hasilnya merupakan
emulsi yang memenuhi semua persyaratan emulsi steril. Misalnya : Inj. Penicilline Oil
untuk injeksi
21
(disuntikkannya lambat / perlahan-lahan dan tidak mempengaruhi sel darah); volume
antara 1 - 10 ml. Injeksi intravenus yang diberikan dalam dosis tunggal dengan
volume lebih dari 10 ml, disebut "infus intravena/ Infusi/Infundabilia". Infusi harus
bebas pirogen dan tidak boleh mengandung bakterisida, jernih, isotonis.
Injeksi i.v dengan volume 15 ml atau lebih tidak boleh mengandung bakterisida
Injeksi i.v dengan volume 10 ml atau lebih harus bebas pirogen.
8. Intraartikulus
Disuntikkan ke dalam cairan sendi di dalam rongga sendi. Bentuk suspensi / larutan
dalam air.
9. Injeksi subkonjuntiva
Disuntikkan ke dalam selaput lendir di bawah mata. Berupa suspensi / larutan, tidak
lebih dari 1 ml.
22
2. Zat pembawa / zat pelarut
Dibedakan menjadi 2 bagian :
a) Zat pembawa berair
Umumnya digunakan air untuk injeksi. Disamping itu dapat pula digunakan injeksi
NaCl, injeksi glukosa, injeksi NaCl compositus, Sol.Petit. Menurut FI.ed.IV, zat
pembawa mengandung air, menggunakan air untuk injeksi, sebagai zat pembawa
injeksi harus memenuhi syarat Uji pirogen dan uji Endotoksin Bakteri. NaCl dapat
ditambahkan untuk memperoleh isotonik. Kecuali dinyatakan lain, Injeksi NaCl
atau injeksi Ringer dapat digunakan untuk pengganti air untuk injeksi.
Air untuk injeksi ( aqua pro injection ) dibuat dengan cara menyuling kembali air
suling segar dengan alat kaca netral atau wadah logam yang dilengkapi dengan labu
percik. Hasil sulingan pertama dibuang, sulingan selanjutnya ditampung dalam
wadah yang cocok dan segera digunakan. Jika dimaksudkan sebagai pelarut serbuk
untuk injeksi, harus disterilkan dengan cara Sterilisasi A atau C segera setelah
diwadahkan.
Air untuk injeksi bebas udara dibuat dengan mendidihkan air untuk injeksi segar
selama tidak kurang dari 10 menit sambil mencegah hubungan dengan udara
sesempurna mungkin, didinginkan dan segera digunakan. Jika dimaksudkan
sebagai pelarut serbuk untuk injeksi , harus disterilkan dengan cara sterilisasi A,
segera setelah diwadahkan.
Obat suntik dengan pembawa minyak, tidak boleh disuntikkan secara i.v , hanya
boleh secara i.m.
23
f) Sebagai stabilisator.
Menurut FI.ed.IV, bahan tambahan untuk mempertinggi stabilitas dan efektivitas harus
memenuhi syarat antara lain tidak berbahaya dalam jumlah yang digunakan, tidak
mempengaruhi efek terapetik atau respon pada uji penetapan kadar.
Tidak boleh ditambahkan bahan pewarna, jika hanya mewarnai sediaan akhir. Pemilihan
dan penggunaan bahan tambahan harus hati-hati untuk injeksi yang diberikan lebih
dari 5 ml. Kecuali dinyatakan lain berlaku sebagai berikut :
Zat yang mengandung raksa dan surfaktan kationik, tidak lebih dari 0,01 %
Golongan Klorbutanol, kreosol dan fenol tidak lebih dari 0,5 %
Belerang dioksida atau sejumlah setara dengan Kalium atau Natrium Sulfit, bisulfit
atau metabisulfit , tidak lebih dari 0,2 %
a) Untuk mendapatkan pH yang optimal pH optimal untuk darah atau cairan tubuh yang
lain adalah 7,4 dan disebut Isohidri. Karena tidak semua bahan obat stabil pada pH
cairan tubuh, sering injeksi dibuat di luar pH cairan tubuh dan berdasarkan kestabilan
bahan tersebut.
Pengaturan pH larutan injeksi diperlukan untuk :
1. Menjamin stabilitas obat, misalnya perubahan warna, efek terapi optimal obat,
menghindari kemungkinan terjadinya reaksi dari obat.
2. Mencegah terjadinya rangsangan / rasa sakit waktu disuntikkan.
Jika pH terlalu tinggi (lebih dari 9) dapat menyebabkan nekrosis jaringan
(jaringan menjadi mati), sedangkan pH yang terlalu rendah (di bawah 3)
menyebabkan rasa sakit jika disuntikkan. misalnya beberapa obat yang stabil
dalam lingkungan asam : Adrenalin HCl, Vit.C, Vit.B1 .
Jika larutan injeksi mempunyai tekanan osmotis lebih besar dari larutan NaCl 0,9 %
b/v, disebut " hipertonis ", jika lebih kecil dari larutan NaCl 0,9 % b/v disebut "
hipotonis " .
Jika larutan injeksi yang hipertonis disuntikkan, air dalam sel akan ditarik keluar dari
sel , sehingga sel akan mengkerut, tetapi keadaan ini bersifat sementara dan tidak akan
menyebabkan rusaknya sel tersebut.
24
Jika larutan injeksi yang hipotonis disuntikkan, air dari larutan injeksi akan diserap
dan masuk ke dalam sel, akibatnya dia akan mengembang dan menyebabkan pecahnya
sel itu dan keadaan ini bersifat tetap. Jika yang pecah itu sel darah merah, disebut "
Haemolisa ". Pecahnya sel ini akan dibawa aliran darah dan dapat menyumbat
pembuluh darah yang kecil.
Jadi sebaiknya larutan injeksi harus isotonis, kalau terpaksa dapat sedikit hipertonis,
tetapi jangan sampai hipotonis.
Cairan tubuh kita masih dapat menahan tekanan osmotis larutan injeksi yang sama
nilainya dengan larutan NaCl 0,6 - 2,0 % b/v.
Perhitungan Isotonis
Isotonis adalah suatu keadaan dimana tekanan osmotis larutan obat yang sama dengan
tekanan osmotis cairan tubuh kita. ( darah, air mata )
Hipotonis : tekanan osmotis larutan obat < tekanan osmotis cairan tubuh
Hipertonis : tekanan osmotis larutan obat > tekanan osmotis cairan tubuh
Cara menghitung tekanan osmose :
Banyak rumus dipakai, yang pada umumnya berdasarkan pada perhitungan terhadap
penurunan titik beku. Penurunan titik beku darah, air mata adala -0,520 C.
Larutan NaCl 0,9 % b/v adalah larutan garam fisiologis yang isotonis dengan cairan tubuh.
Beberapa cara menghitung tekanan osmose :
a. Dengan cara penurunan titik beku air yang disebabkan 1% b/v zat khasiat (PTB)
b. Dengan cara Equivalensi NaCl
c. Dengan cara derajat disosiasi
d. Dengan cara grafik
25
2. Keadaan hipotonis apabila nilai B positip ; maka
b1 C < 0,52
3. Keadaan hipertonis apabila nilai B negatip ;
maka b1 C > 0,52
Contoh soal :
1. Jika diketahui bahwa penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1 % b/v Asam
Borat 0,288 , maka kadar asan borat dalam 300 ml larutan asan borat isotonis adalah
...............
a. 1,805 % b/v c. 5,410 % b/v
b. 0,402 % b/v d. 5,417 % b/v
Jawab :
Misalkan kadar asam borat = X%b/v
0,52 - b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,288 * X
b2
0,288 X = 0,52 X = 1,805
Jadi kadar Asam Borat = 1,805 % b/v
2. Jumlah volume larutan glukosa yang isotonis dapat dibuat jika tersedia 50 gram
glukosa ( PTB glukosa = 0,1 ), adalah...........
a. 555,6 ml b. 868,1 ml c. 892,9 ml d. 961,5 ml Jawab :
Misalkan kadar glukosa = X % b/v
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,1 X X = 0,52/0,1 = 5,2
Jadi untuk tiap 100 cc diperlukan Glukosa sebanyak 5,2 gram. Dengan demikian
apabila Glukosa yang tersedia 50 gram, maka volume yang diperoleh sebanyak :
50
x 100 CC = 99,601 CC 50,2
3. Bila dicampur 100 ml larutan asam borat 1,8 % b/v dan 100 ml larutan garam dapur
0,9 % b/v dan diketahui penurunan titik beku larutan disebabkan 1 % asam borat =
0,288, Natrium klorida = 0,576 maka akan didapat larutan yang .......
a. hipotonis c. isotonis
b. hipertonis d. sangat hipertonis Jawab :
C asam borat menjadi = 1,8 gram/200 ml 0,9 gram/100 ml 0,9 % b/v C NaCl menjadi = 0,9
gram/200 ml 0,45 gram/100 ml 0,45 % b/v
Jadi b1 x C + b2 x C 2 = 0,9 x 0,288 + 0,45 x 0,576
= 0,2592 + 0,2592 = 0,5184 = 0,52
Berarti b x C = 0,52 atau harga B = 0, maka larutan tersebut isotonik.
4. Jika diketahui penurunan titik beku air yang disebabkan oleh 1% vitamin C adalah
0,104 ° C, maka untuk membuat 500 ml larutan vitamin C isotonis diperlukan vitamin
C sebanyak ......
a. 5 gram b. 10 gram c. 15 gram d. 25 gram
Jawab:
Misalkan kadar Vit.C = X % b/v
26
0,52 - b1C
B=
b2
Agar isotonis, maka 0 = 0,52 - 0,104 * X
b2
0,104 X = 0,52 X=5
500
Jadi kadar Vit C = 5 % b/v, maka untuk 500 cc diperlukan Vit.C sebanyak /100 x 5
gram = 25 gram
B = 0,885243
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan untuk tiap 100 cc = 0,885243 gram,
maka untuk 10 cc , bobot NaCl yang masih diperlukan adalah = 0,0885243 gram ≈
0,088 gram
Keterangan :
V' = Volume larutan yang sudah isotonis dalam satuan ml.
W = bobot zat aktip dalam satuan gram
E = Nilai ekivalensi zat aktip
Jika Volume larutan = V ml dan Volume yang sudah isotonis = V' ml ; maka
Volume yang belum isotonis adalah (V - V') ml , sedangkan volume untuk
tiap 100 ml NaCl agar isotonis ~ 0,9 gram NaCl, maka bobot NaCl ( B ) yang masih
diperlukan agar larutan menjadi isotonis adalah
27
( V - V ' ) x 0,9 / 100 , maka B = ( V - V ' ) x 0,9 / 100
atau B = ( 0,9/100 x V ) - ( 0,9/100 x V' ). Jika V' kita
ganti dengan ( W x E ) 100 / 0,9 , maka B = { 0,9/100 x
V } – { 0,9/100 x ( W x E ) 100/0,9 } dan akhirnya kita
dapatkan rumus
sebagai berikut :
B = 0,9/100 x V - ( W x E )
Rumus-3 :
Keterangan :
B = bobot zat tambahan dalam satuan gram. V = Volume
larutan dalam satuan ml
W = bobot zatkhasiat dalam satuan gram
E = Ekivalensi zat aktif terhadap NaCl
Contoh Soal :
1. Bila 0,76 gram NaCl harus ditambahkan ke dalam 100 ml 1 % b/v larutan Atropin
Sulfat, maka larutan Atropin Sulfat isotonis adalah........................
a. 6,43 % b/v b. 6 % b/v c. 2 % b/v d. 1,18 % b/v Jawab :
Cara A :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140
Artinya 1 gram Atropin sulfat ~ 0,14 gram NaCl (dalam 100 ml)
Jadi untuk larutan isotonis 0,9 gram NaCl dalam 100 ml ekivalen dengan 0,9/0,14 x 1
gram Atropin sulfat = 6,43 gram/100 cc = 6,43 % b/v
Cara B :
E Atropin sulfat = 0,900 - 0,760 = 0,140 ; dan volume 100 ml
Dengan rumus3 jika isotonis = 0,9/100 x 100 = W x 0,140
W = 0,9/0,140= 6,43
Jadi larutan Atropin Sulfat isotonisnya adalah 6,43 gram dalam 100 ml atau 6,43 %
b/v
2. Hitung berapa mg NaCl yang diperlukan untuk membuat larutan 2 % b/v Morfin HCl
yang isotonis sebanyak 30 ml , jika diketahui dalam Tabel ekivalen FI untuk morfin
adalah 755 , ......................
Jawab :
Dalam tabel ekivalen FI untuk Morfin HCl = 755, artinya 1 gram Morfin HCl
menyebabkan ekivalen dengan 900 mg – 755 mg =
145 mg NaCl untuk tiap 100 ml atau dengan kata lain E Morfin HCl = 0,145.
Bobot 2 % Morfin HCl dalam 30 ml larutan = 2/100 x 30 gram = 0,6 gram
Dari rumus3 ,
0,9
B= V - (WxE)
28
100
0,9
= 30 - (0,6 x 0,145) = 0,27 - 0, 087 = 0,183
100
Jadi bobot NaCl yang masih harus ditambahkan adalah 0,183 gram
3. Bobot NaCl yang harus ditambahkan pada Seng Sulfat 500 mg ( E= 0,15 ) dalam 30
ml larutan agar larutan menjadi isotonis adalah..........................
a. 0,825 gram c. 0,150 gram
b. 0,195 gram d. 0,0825gram
0,9
= – ( 1 x 0,24 + 0,5 x 0,18 )
100
100
= 0,9 - ( 0,24 + 0,09 ) = 0,9 - 0,33 = 0,57
Jadi bobot NaCl yang masih diperlukan adalah 0,57 gram
5. Untuk membuat 60 ml larutan isotonik yang mengandung 1 % Halocain HCl ( E=
0,17 ) dan 0,5% Chlorbutanol ( E= 0,18 ) diperlukan Asam Borat ( E= 0,55 )
sebanyak.............
a. 0,135 gram c. 0,384 gram
b. 0,156 gram d. 0,698 gram
Jawab :
Bobot Halocain = 1/100 x 60 gram = 0,6 gram;
Bobot Chlorbutanol = 0,5/100 x 60 gram = 0,3 gram
dan Bobot asam borat misalkan X gram ; Dari
rumus 3 ;
29 0,9
B= V - ( (W x E ) + (W x E ) + + (W x E ) )
100 1 1 2 2 3 3
0,9
0= 60 ( 0,6 x 0,17 + 0,3 x 0,18 + 0,55. X )
–
100
0= 0,54 - ( 0,102 + 0,054 + 0,55 X )
0= 0,54 - 0,102 - 0,054 - 0,55 X
0,55 X = 0,384 ----------> X = 0,698181 ( dibulatkan 0,698 )
Jadi Asam Borat yang diperlukan adalah 0,698181 gram = 0, 698 gram
30
100
0,9
= 10
– ( 0,025 x 0,14 )
100
= 0,09 - 0,0035 = 0,0865 ( dibulatkan 0,086 )
Jadi bobot NaCl yang ditambahkan adalah = 0,086 gram.
7. Untuk membuat 200 ml larutan isotonis yang mengandung 0,2 % b/v Zinci sulfas (
31
f) Sebagai Stabilisator
Digunakan untuk menjaga stabilitas larutan injeksi dalam penyimpanan.
Stabilisator digunakan untuk :
(1) Mencegah terjadinya oksidasi oleh udara, dengan cara :
(a) Mengganti udara di atas larutan injeksi dengan gas inert, misalnya
gas N2 atau gas CO2.
(b) Menambah antioksidant untuk larutan injeksi yang tidak tahan
terhadap O2 dari udara. Contohnya : penambahan Na-metabisulfit /
Na-pirosulfit 0,1 % b/v pada larutan injeksi Vit.C, Adrenalin dan
Apomorfin.
(2) Mencegah terjadinya endapan alkaloid oleh sifat alkalis dari gelas. Untuk ini dapat
dengan menambah chelating agent EDTA ( Etilen Diamin Tetra Asetat ) untuk
mengikat ion logam yang lepas dari gelas / wadah kaca atau menambah HCl sehingga
bersuasana asam.
(3) Mencegah terjadinya perubahan pH dengan menambah larutan dapar.
(4) Menambah / menaikkan kelarutan bahan obat, misalnya injeksi Luminal dalam
Sol.Petit, penambahan Etilendiamin pada injeksi Thiophyllin.
Wadah kaca
Syarat wadah kaca :
1. Tidak boleh bereaksi dengan bahan obat
2. Tidak boleh mempengaruhi khasiat obat.
3. Tidak boleh memberikan zarah / partikel kecil ke dalam larutan injeksi.
4. Harus dapat memungkinkan pemeriksaan isinya dengan mudah.
5. Dapat ditutup kedap dengan cara yang cocok.
6. Harus memenuhi syarat " Uji Wadah kaca untuk injeksi "
Wadah plastik
Wadah dari plastik ( polietilen, polipropilen ) .
Keuntungan :
netral secara kimiawi, tidak mudah pecah dan tidak terlalu berat hingga mudah
diangkut, tidak diperlukan penutup karet.
Kerugian :
dapat ditembus uap air hingga kalau disimpan akan kehilangan air, juga dapat
ditembus gas CO2.
Wadah plastik disterilkan dengan cara sterilisasi gas dengan gas etilen oksida.
Tutup karet
Digunakan pada wadah dosis ganda yang terbuat dari gelas / kaca. Tutup karet dibuat
dari karet sintetis atau bahan lain yang cocok. Untuk injeksi minyak , tutup harus
dibuat dari bahan yang tahan minyak atau dilapisi bahan pelindung yang cocok.
Syarat tutup karet yang baik adalah bila direbus dalam otoklaf, maka :
32
a. Karet tidak lengket / lekat, dan jika ditusuk dengan jarum suntik, tidak
melepaskan pecahannya serta segera tertutup kembali setelah jarum suntik
dicabut.
b. Setelah dingin tidak boleh keruh.
c. Uapnya tidak menghitamkan kertas timbal asetat ( Pb-asetat ). Cara
mencuci :
mula-mula dicuci dengan detergen yang cocok, jangan memakai sabun Calsium /
Magnesium karena ion-ion itu akan mengendap pada dinding kaca. Bilas dengan
air dan rebus beberapa kali pendidihan, tiap kali pendidihan, air diganti.
Cara sterilisasi :
masukkan tutup karet ke dalam labu berisi larutan bakterisida, tutup, sterilkan
dengan cara sterilisasi A, biarkan selama tidak kurang dari 7 hari. Bakterisida
yang digunakan harus sama dengan bakterisida yang digunakan dalam obat
suntiknya dengan kadar 2 kalinya dengan volume untuk tiap 1 gram karet
dibutuhkan 2 ml.
Tutup karet yang mengandung Na-pirosulfit, sebelum dipakai harus direndam dalam
larutan bakterisida yang mengandung Na-pirosulfit 0,1 % selama tidak kurang dari 48
jam.
3 Penyaringan
Lakukan penyaringan hingga jernih dan tidak boleh ada serat yang terbawa ke dalam
filtrat. Pada pembuatan kecil-kecilan dapat disaring dengan kertas saring biasa
sebanyak 2 kali , lalu disaring lagi dengan kertas saring G3.
Pengisian dengan wadah takaran tunggal dijaga supaya bagian yang akan ditutup
dengan pemijaran, harus bersih, terutama dari zat organik, karena pada penutupan zat
organik tersebut akan menjadi arang dan menghitamkan wadah sekitar ujungnya .
33
Membersihkan bagian leher wadah dapat dilakukan dengan :
a. memberi pelindung pada jarum yang dipakai untuk mengisi wadah.
b. menyemprot dengan uap air pada mulut wadah obat suntik yang dibuat dengan
pembawa berair.
5. Penutupan Wadah
Wadah dosis tunggal : ditutup dengan cara melebur ujungnya dengan api
hingga tertutup kedap.
Wadah dosis ganda :
ditutup dengan karet melalui proses pengurangan tekanan hingga karet tertarik ke
dalam. Tutup karet dilapisi dengan tutup alumunium.
6 Penyeterilan ( Sterilisasi )
Sterilisasi menurut Fi.ed.III dan IV.dapat dilakukan sesuai dengan persyaratan
masingmasing monografinya dan sifat dari larutan obat suntiknya.
1. Cara aseptic :
Digunakan kalau bahan obatnya tidak dapat disterilkan, karena akan rusak atau
mengurai.
Caranya :
Zat pembawa, zat pembantu, wadah, alat-alat dari gelas untuk pembuatan, dan
yang lainnya yang diperlukan disterilkan sendiri-sendiri. Kemudian bahan obat,
zat pembawa, zat pembantu dicampur secara aseptik dalam ruang aseptik hingga
terbentuk larutan injeksi dan dikemas secara aseptik.
34
Skema pembuatan secara aseptik:
Bahan obat Zat pembawa Zat pembantu
( steril ) ( steril )
Alat untuk pembuatan
( gelas )
↓
Dicuci → disterilkan → Dilarutkan
( ruang steril)
wadah ( ampul, vial ) ↓
↓
Dicuci → disterilkan → Diisi
↓
Ditutup kedap
↓
Dikarantina
↓
Diberi etiket dan Diperiksa
dikemas
E. Pemeriksaan
Setelah larutan injeksi ditutup kedap dan disterilkan, perlu dilakukan pemeriksaan
kemudian yang terakhir diberi etiket dan dikemas. Pemeriksaan meliputi :
1. Pemeriksaan kebocoran.
2. Pemeriksaan sterilitas.
3. Pemeriksaan pirogenitas
4. Pemeriksaan kejernihan dan warna..
5. Pemeriksaan keseragaman bobot.
35
6. Pemeriksaan keseragaman volume.
Pemeriksaan 1 - 4 tersebut di atas disebut Pemeriksaan hasil akhir produksi.
1. Pemeriksaan kebocoran
Untuk mengetahui kebocoran wadah, dilakukan sebagai berikut :
a. Untuk injeksi yang disterilkan dengan pemanasan.
(i) Ampul :
disterilkannya dalam posisi terbalik dengan ujung yang dilebur disebelah bawah.
Wadah yang bocor, isinya akan kosong / habis atau berkurang setelah selesai
sterilisasi .
(ii) Vial :
setelah disterilkan , masih dalam keadaan panas, masukkan ke dalam larutan
metilen biru 0,1 % yang dingin. Wadah yang bocor akan berwarna biru, karena
larutan metilen biru akan masuk ke dalam larutan injeksi tersebut.
b. Untuk injeksi yang disterilkan tanpa pemanasan atau secara aseptik / injeksi
berwarna
Diperiksa dengan memasukkan ke dalam eksikator dan divakumkan. Wadah yang
bocor, isinya akan terisap keluar.
2. Pemeriksaan sterilitas
Digunakan untuk menetapkan ada tidaknya bakteri, jamur dan ragi yang hidup dalam
sediaan yang diperiksa. Dilakukan dengan teknik aseptik yang cocok. Sebelum dilakukan
uji sterilitas, untuk zat-zat :
a. Pengawet : larutan diencerkan dahulu, sehingga daya pengawetnya sudah tidak
bekerja lagi.
b. Antibiotik : daya bakterisidanya diinaktifkan dulu, misalnya pada Penicillin
ditambah enzym Penicillinase.
Menurut FI. ed.III, pemeriksaan ini dilakukan sebagai berikut :
a. Dibuat perbenihan A untuk memeriksa adanya bakteri yang terdiri dari:
(i) Perbenihan thioglikolat untuk bakteri aerob , sebagai pembanding digunakan
Bacillus subtilise atau Sarcina lutea.
(ii) Perbenihan thioglikolat yang dibebaskan dari oksigen terlarut dengan
memanaskan pada suhu 1000 selama waktu yang diperlukan, untuk bakteri
anaerob, sebagai pembanding digunakan Bacteriodes vulgatus atau
Clostridium sporogenus.
b. Dibuat perbenihan B untuk memeriksa adanya jamur dan ragi, untuk itu dipakai
perbenihan asam amino, sebagai pembanding digunakan Candida albicans
Penafsiran hasil : zat uji dinyatakan pada suhu 30 0 – 320 selama tidak kurang dari
7 hari, tidak terdapat pertumbuhan jasad renik.
3. Pemeriksaan Pirogen
Pirogen : Berasal dari kata Pyro dan Gen artinya pembentuk demam / panas. Pirogen
adalah Zat yang terbentuk dari hasil metabolisme mikroorganisme ( bangkai
mikroorganisme ) berupa zat eksotoksin dari kompleks Polisacharida yang terikat pada
suatu radikal yang mengandung unsur Nitrogen dan Posfor, yang dalam kadar 0,001 – 0,01
gram per kg berat badan, dapat larut dalam air, tahan pemanasan, dapat menimbulkan
demam jika disuntikkan. (reaksi demam setelah 15 menit sampai 8 jam). Pirogen bersifat
termolabil. Larutan injeksi yang pemakaiannya lebih dari 10 ml satu kali pakai, harus
bebas pirogen.
36
Cara menghilangkan pirogen
1. Untuk alat / zat yang tahan terhadap pemanasan ( jarum suntik, alat suntik dll.)
dipanaskan pada suhu 2500 selama 30 menit
Uji pirogenitas :
dengan mengukur peningkatan suhu badan kelinci percobaan yang disebabkan
penyuntikan i.v sediaan uji pirogenitas. Jumlah kelinci percobaan bisa 3, 6, 9, 12
( secara detailnya lihat FI.ed.II )
38
4. Dapat digunakan sebagai depo terapi
Kerugian :
1. Karena bekerja cepat, jika terjadi kekeliruan sukar dilakukan pencegahan.
2. Cara pemberian lebih sukar, harus memakai tenaga khusus.
3. Kemungkinan terjadinya infeksi pada bekas suntikan.
4. Secara ekonomis lebih mahal dibanding dengan sediaan yang digunakan per oral.
39
BAB V
INFUNDABILIA (INFUS INTRAVENA)
A. Pengertian
Infundabilia atau Infus intravena adalah sediaan steril berupa
larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat
isotonis terhdap darah, disuntikkan langsung ke dalam vena dalam
volume relatif banyak
A. Pengertian
Menurut FI.ed.IV, aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan,
mengandung zat aktif terapetik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan.
Sediaan ini digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga pemakaian lokal pada
hidung (aerosol nasal) , mulut (aerosol lingual) atau paru-paru (aerosol inhalasi, ukuran
partikelnya harus lebih kecil dari 10 m , sering disebut " inhaler dosis terukur ").
Istilah " aerosol " digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan
tinggi. Sering disalah artikan pada semua jenis sediaan bertekanan, sebagian diantaranya
melepaskan busa atau cairan setengah padat.
Aerosol busa adalah emulsi yang mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan, cairan
mengandung air atau tidak mengandung air dan propelan. Jika propelan berada dalam fase
internal (misalnya m/a) akan menghasilkan busa stabil, dan jika propelan berada dalam
fase eksternal (misalnya a/m), akan menghasilkan busa yang kurang stabil. Dalam literatur
lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lypofob (hydrofil), dimana fase eksternalnya berupa
gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair yang terbagi sangat
halus atau partikel-partikelnya tidak padat, ukuran partikel tersebut lebih kecil dari 50 m.
Jika partikel internalnya terdiri dari partikel zat cair, sistem koloid itu berupa asap atau
debu
Fase cair dapat terdiri dari komponen zat aktif / campuran zat aktif dan propelan cair /
komponen propelan yang dilarutkan didalamnya. Yang termasuk sistem ini antara lain :
a) Aerosol ruang (space sprays) : insektisida, deodorant.
b) Aerosol pelapis permukaan (surface coating sprays) : cat, hair sprays
Aerosol sistem dua fase ini beroperasi pada tekanan 30-40 p.s.i.g (pounds per square in
gauge) pada suhu 21o .
41
tambahan yang sesuai seperti zat pembasah dan atau bahan pembawa padat seperti talk
atau silika koloidal.
1. Wadah
Wadah aerosol, harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan
tekanan serta tahan karat. Wadah aerosol biasanya dibuat dari kaca, plastik, atau logam,
atau kombinasi bahan-bahan ini.
Wadah kaca harus harus dapat memberikan keamanan tekanan maksimum dan tahan
tekanan.
Plastik dapat digunakan untuk melapisi wadah kaca guna meningkatkan karakteristik
keamanan atau untuk melapisi wadah logam guna memperbaiki daya tahan terhadap
korosi dan memperbesar stabilitas formula.
Logam yang sesuai meliputi baja tahan karat, alumunium dan baja yang dilapisi timah.
2. Propelan
Propelan berfungsi memberikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan
dari wadah dan dalam kombinasi dengan komponen lain mengubah bahan ke bentuk
fisik yang diinginkan. Sebagai propelan digunakan gas yang dicairkan atau gas yang
yang dimampatkan misalnya hidrokarbon, khususnya turunan fluoroklorometana,
etana, butana dan pentana (gas yang dicairkan), CO2, N2 dan Nitrosa (gas yang
dimampatkan).
Sistem propelan yang baik harus mempunyai tekanan uap yang tepat sesuai dengan
komponen aerosol lainnya.
4. Katup
Katup berfungsi mengatur aliran zat terapetik dan propelan dari wadah. Karakteristik
semprotan aerosol dipengaruhi oleh ukuran, jumlah dan lokasi lubang. Bahan yang
digunakan untuk pembuatan katup harus inert terhadap formula yang digunakan.
Komponen katup umumnya plastik, karet, alumunium dan baja tahan karat.
5. Penyemprot / Aktuator
Penyemprot atau aktuator adalah alat yang dilekatkan pada batang katup aerosol yang
jika ditekan atau digerakkan, membuka katup dan mengatur semprotan yang
mengandung obat ke daerah yang diinginkan (mengatur arah penyemprotan).
E. Pembuatan Aerosol
Pembuatan Aerosol dengan pendinginan (dingin) dan pengisian dengan tekanan
(panas).
Proses pengisian dengan pendinginan :
Konsentrat (umumnya didinginkan sampai suhu di bawah 0 oC dan propelan dingin
diukur dengan wadah terbuka (biasanya didinginkan). Katup penyemprot kemudian
dipasang pada wadah hingga membentuk tutup kedap tekanan.
42
Hilangkan udara dalam wadah dengan cara penghampaan atau dengan menambah
sedikit propelan, isikan konsentrat ke dalam wadah, dan propelan ditekan melalui
lubang katup sesudah katup ditutup kedap ; atau propelan dibiarkan mengalir di bawah
tutup katup, kemudian katup ditutup (pengisian di bawah tutup).
Pengendalian proses pembuatan biasanya meliputi pemantauan formulasi yang sesuai dan
bobot pengisian propelan serta uji tekanan dan uji kebocoran pada produk akhir aerosol.
F. Formulasi Aerosol
Formulasi aerosol terdiri dari dua komponen yang esensial :
1. Bahan obat yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan seperti pelarut, antioksidant dan
surfaktan.
2. Propelan, dapat tunggal atau campuran
Zat tambahan dan propelan tersebut sebelum diformulasikan harus diketahui betul-betul
sifat fisika-kimianya dan efek yang ditimbulkan terhadap sediaan jadi.
Tergantung dari tipe aerosol yang dipakai, aerosol farmasi dapat dibuat sebagai embun
halus, pancaran basah, busa stabil.
H. Pemeriksaan
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap sediaan aerosol
1. Derajat semprotan
Derajat semprotan adalah angka yang menunjukkan jumlah bobot isi Aerosol yang
disemprotkan dalam satu satuan waktu tertentu, dinyatakan dalam gram tiap detik.
2. Pengujian kebocoran
3. Pengujian tekanan
43
2. Tanda Peringatan : Isi bertekanan. Wadah jangan ditusuk atau dibakar. Hindari dari
panas atau simpan pada suhu di bawah 49o. Jauhkan dari jangkauan anak-anak
Jika aerosol dikemas dalam wadah aerosol yang mengandung propelan, yang seluruhnya
atau sebagian terdiri dari halokarbon atau hidrokarbon, maka dicantumkan peringatan
sebagai berikut :
1. Tanda Peringatan : Tidak boleh langsung dihirup, penghirupan secara sengaja dapat
menyebabkan kematian atau ;
2. Tanda Peringatan : Gunakan hanya sesuai petunjuk; penggunaan salah dengan sengaja
menghirup isi dapat berbahaya atau berakibat fatal
K. INHALATIONS / INHALASI
Inhalasi adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau lebih bahan
obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk memperoleh efek lokal
atau sistemik.
Serbuk dapat juga diberikan secara inhalasi, menggunakan alat mekanik secara manual
untuk menghasilkan tekanan atau inhalasi yang dalam bagi penderita yang bersangkutan.
Inhalan terdiri dari satu atau kombinasi beberapa obat, yang karena bertekanan uap tinggi,
dapat terbawa oleh aliran udara ke dalam saluran hidung dan memberikan efek. Wadah
obat yang diberikan secara inhalasi disebut inhaler.
44
DAFTAR PUSTAKA
8. Sulistio Gan. dkk, 1981, " Farmakologi dan terapi ", bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia