Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PENDAHULUAN

PRAKTIKUM SEDIMENTOLOGI LAUT


MODUL IV DAN V: ROUNDNESS DAN SPHERICTY

Disusun oleh:
Hanifa Nuur Aslama
26050122140153
Oseanografi A

Koordinator Mata Kuliah Sedimentologi Laut:


Ir. Alfi Satriadi M.Si.
NIP. 196509271992121001

Tim Asisten:
Putri Margareta 26050121130082
Ganesha Lagas Baskara 26050121120002
Naura Shobihatul Muthia 26050121120007
Fasya Kayla A 26050121130048
Christian Galih 26050121130040
⁠Zifa Salsabella 26050121130060
Hasna Askar 26050121140154
Lily Anggraeni Wijaya 26050121130083

DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2024
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Roundness
2.1.1 Definisi Roundness
Menurut Hasan et al. (2023), roundness merupakan sifat dari bentuk partikel yang
berhubungan dengan ketajaman atau kelengkungan tepian pojok-pojoknya. Jika diartikan
dalam bahasa Indonesia, roundness memiliki arti kebundaran. Roundness dipengaruhi oleh
ukuran material, komposisi, tipe transportasi, dan jarak transportasi. Mineral yang memiliki
ketahanan fisik tinggi, misalnya kuarsan dan zirkon, akan memiliki nilai roundness yang lebih
besar daripada mineral yang memiliki daya tahan yang rendah, misalnya feldspar dan piroksen.
Pada umumnya, semakin jauh material tertranspor, maka nilai kebundarannya akan semakin
baik. Material yang lebih besar (pebble dan cobble) cenderung memiliki nilai kebundaran yang
lebih besar dari material yang lebih kecil, misalnya pasir. Roundness secara matematis adalah
masing-masing sudut butiran pada bidang pengukuran. Kebundaran akan merefleksikan tingkat
abrasi selama transportasi sampai memasuki lingkungan pengendapan. Tingkat abrasi
permukaan butir, selain ditentukan oleh jauh-dekatnya jarak transportasi, juga dipengaruhi oleh
tingkat resistensi dan ukuran butirnya. Banyak kasus partikel sedimen yang mengalami
transportasi dalam jarak tidak jauh, tetapi sudah menunjukkan ketampaka bentuk relatif
membulat terutama untuk partikel yang tidak resistan. Parameter untuk menentukan siklisitas
dan jauh-dekatnya jarak transportasi, selain tingkat kebundaran, sering juga digunakan
kelimpahan mineral kuarsa. Pemilihan parameter kuarsa didasarkan pada tingkat resistensi yang
dimiliki mineral kuarsa cukup tinggi (7 skala Mohs), sehingga semakin tinggi kelimpahannya,
mineral kuarsa dengan bentuk sudah membulat akan mencerminkan siklisitas transportasi yang
relatif semakin jauh.

Gambar 1. Tabel Visual Roundness


(Sumber: Pouranian et al., 2020)
Roundness merupakan suatu parameter penting dalam geologi sedimen yang
dipengaruhi oleh intensitas dan jenis transportasi material sedimen. Transportasi yang
berkepanjangan, seperti yang terjadi dalam sungai besar, gelombang laut yang kuat, atau aliran
gletser, cenderung akan menghasilkan butiran yang lebih bulat. Proses ini terjadi karena partikel
sedimen terus-menerus tergesek satu sama lain terhadap permukaan di mana mereka terbawa.
Hal ini dapat menyebabkan abrasi dan pengikisan bertahap pada sudut-sudut tajam partikel.
Setelah itu, sudut-sudut tersebut menjadi lebih membulat seiring berjalannya waktu. Beberapa
proses transportasi, seperti gelombang dan sungai, secara khusus efektif dalam membulatkan
butiran dengan baik karena mereka menghasilkan gesekan yang signifikan antara partikel-
partikel sedimen. Gelombang laut dapat mengangkut dan menggeser butiran-butiran pasir di
dasar laut dengan kekuatan yang cukup besar, sementara sungai dengan arus cepat dapat
menggiling dan mengabradir batuan menjadi butiran yang lebih bulat. Di sisi lain, angin sebagai
agen transportasi kurang efisien dalam membulatkan butiran karena efek gesekannya lebih
rendah terhadap partikel-partikel sedimen. Selain itu, aliran gravitasi, seperti yang terjadi dalam
aliran puing dan pergerakan gletser juga dapat mempengaruhi roundness. Aliran ini cenderung
mempertahankan bentuk sudut yang lebih utuh pada partikel-partikel sedimen yang mereka
angkut karena material sedimen diangkut dalam massa yang lebih besar dan mengurangi
kemungkinan terjadinya abrasi signifikan antara partikel-partikel sedimen tersebut. Derajat
bulatan juga tergantung pada komposisi dalam batuan pasir dan butiran kuarsa dengan
kekerasan yang lebih tinggi, cenderung mempertahankan bentuk sudut yang lebih baik
dibandingkan dengan feldspar. Transportasi energi tinggi dapat menyebabkan inversi tekstur,
yang terjadi ketika butiran yang bulat rusak menjadi fragmen sudut. Tujuan roundness yaitu
untuk menentukan nilai kebulatan partikel sedimen yang berukuran pasir. Menurut salah satu
ahli bernama Power yang membuat klasifikasi menjadi enam klasifikasi roundness. Klasifikasi
tersebut yaitu, sangat meruncing atau sangat menyudut (very angular), meruncing atau
menyudut (angular), meruncing tanggung atau sub angular, membundar tanggung atau sub
rounded, membudar membulat (rounded), dan sangat membundar atau well rounded. Secara
matematis, roundness didefinisikan sebagai nilai kebundaran rata-ata dari kebundaran setiap
tepi butiran sedimen yang diukur di bidang datar. Roundness butiran di endapan sedimen
ditentukan adanya komposisi butiran, ukuran butir, proses transportasi maupun jarak
transportnya. Hal ini perlu diperhatikan dalam pengamatan roundness di batuan maupun
mineral yang sama dan kisaran butir yang sama (Chaerul, 2017).
2.1.2 Klasifikasi Butir Sedimen
Menurut Hidayati (2017), ukuran butir merupakan suatu hal yang mendasar pada
partikel sedimen, trasportasi maupun pengendapan. Analisis ukuran butir sedimen adalah hal
yang penting yang memberikan hasil maupun petunjuk asal sedimen, transportasi maupun
kondisi pengendapannya. Terdapat berbagai macam sifat fisik sedimen yang sudah di telaah
sesuai dengan tujuan dan kegunaannya. Diantaranya merupakan tekstur sedimen yang
didalamnya terdapat ukuran butir atau grain size, bentuk butir atau particle shape, hubungan
natar butir, struktur sedimen, komposisi mineral maupun kandungan biota. Berbagai sifat fisik
tersebut ukuran butir menjadi bagian yang penting, karena umumnya menjadi dasar untuk
penamaan sedimen yang bersangkutan. Hal tersebut juga membantu dalam menganalisa proses
pengendapan sedimen, adanya ukuran butir tersebut berhubungan dengan transportasi dan
deposisi sedimen. Klasifikasi ukuran sedimen umumnya dilakukan asumsi bahwa partikel
tersebut berupa lingkaran dan ukuran butir mampu diukur dari penampang melintangnya.
Menurut Putri et al. (2020), menyatakan bahwa dalam klasifikasi butiran sedimen dapat
menggunakan analisis granulometri atau analisis besar butir. Analisis granulometri adalah salah
satu dari sekian banyak metode yang sering dipakai untuk menganalisis batuan sedimen klastik.
Analisis ini umum digunakan dalam bidang keilmuan yang berhubungan dengan tanah atau
sedimen. Analisis granulometri lebih mengutamakan bagaimana sebaran butiran batuan
sedimen klastik. Ukuran butir merupakan aspek yang paling fundamental dari partikel sedimen
yang memengaruhi proses sedimentasi, transportasi, dan pengendapan. Analisis ukuran butir
memberikan petunjuk penting asal sedimen, sejarah transportasi, dan kondisi pengendapan.
Analisis granulometri umumnya dilakukan untuk menentukan tingkat resistensi sedimen
terhadap proses eksogenik butir sedimen, seperti proses pelapukan, erosi, dan abrasi dari
asalnya transportasi dan proses deposisi sedimen. Analisis granulometri juga dapat dipakai
untuk mengetahui proses-proses selama sedimentasi dan menginterpretasikan lingkungan
pengendapan. Terdapat tiga faktor yang memengaruhi ukuran butir batuan sedimen, yaitu
variasi ukuran butir sedimen asal, proses transportasi, dan energi pengendapan. Penamaan jenis
sedimen dilakukan berdasarkan klasifikasi diagram segitiga Shepard sedangkan untuk
menafsirkan sebaran serta mekanisme pengangkutan dan pengendapan sedimen digunakan
pendekatan statistik dari masing-masing kelompok sedimen, berupa mean, sortasi, skewnees,
dan kurtosis menggunakan klasifikasi Folk dan Ward.
Gambar 2. Ukuran Butir Sedimen
(Sumber: Zuhdi, 2019)
Sedimentasi yang besar dipengaruhi oleh kecepatan arus yang berkurang dan kondisi
sungai yang lebar menyebabkan debit aliran air mendorong sedimen menjadi lebih kecil,
sehingga sedimen akan menumpuk. Dari sedimen yang tertumpuk tersebut sedimen dapat
dikelompokkan menjadi beberapa jenis. Untuk mengelompokkan jenis sedimen, dapat
digunakan skala Wentworth yang membagi sedimen menjadi 10 jenis dengan ukuran yang
berbeda. Sedimen yang terkecil adalah material terlarut dengan ukuran kurang dari 0,0005 mm,
sedangkan yang terbesar adalah batu besar (boulders) dengan ukuran lebih dari 256 mm.
Material terlarut ini umumnya ditemukan di kolom air dan berkaitan dengan tingkat kekeruhan
perairan, di mana semakin banyak material tersuspensi, maka tingkat kekeruhan perairan akan
semakin tinggi. Material lempung (clay) memiliki ukuran antara 0,0005 mm hingga 0,002 mm.
Material lanau (silt) memiliki ukuran antara 0,002 mm hingga 0,0625 mm. Material pasir sangat
halus (very fine sand) memiliki ukuran antara 0,0625 mm hingga 0,125 mm. Material pasir
halus (fine sand) memiliki ukuran antara 0,125 mm hingga 0,5 mm. Material pasir medium
(medium sand) memiliki ukuran antara 0,25 mm hingga 0,5 mm. Material pasir kasar (coarse
sand) memiliki ukuran antara 0,5 mm hingga 1 mm. Material pasir sangat kasar (very coarse
sand) memiliki ukuran antara 1 mm hingga 2 mm. Material kerikil (gravel) memiliki ukuran
antara 2 mm hingga 256 mm (Rahayu et al., 2022).

2.1.3 Analisis Bentuk Butir Sedimen


Menurut Naufalina et al. (2022), adapun untuk analisis bentuk butir berdasarkan hasil
didapatkan hasil bahwa bentuk butir oblate dan equant mendominasi baik itu pada ukuran butir
pasir maupun kerakal. Bentuk butir oblate dicirikan oleh perbandingan sumbu terpanjang dan
menengahnya yang relatif sama tetapi perbandingan kedunya dengan sumbu terpendek relatif
berbeda. Sedangkan bentuk butir equant dicirikan dengan adanya perbandingan sumbu
terpanjang, menengah dan terpendeknya yang relatif sama. Bentuk butir oblate dan equant yang
ada bisa dibentuk oleh mekanisme transportasi yang bersifat suspensi atau bedload. Selain itu,
bisa juga dikarenakan oleh bentuk awal butiran sebelum tertransport relatif sudah oblate atau
equant. Sphericity merupakan ukuran bagaiana suatu butiran mendekati bentuk bola.
Berdasarkan penentuan sphericity butir pasir dengan cara membandingkan dengan gambar
visual Rittenhouse didapatkan hasil sphericity bernilai antara 0,72 hingga 0,78 dengan kategori
kelas equant hingga very equant. Sedangkan penentuan sphericity butir kerakal dengan rumus
perhitungan didapatkan hasil sphericity bernilai antara 0,61 hingga 0,73 dengan kategori kelas
elongate hingga equant. Nilai tersebut menandakan bahwa butiran semakin mendekati bentuk
bola. Material yang mendekati bentuk bola akan cenderung lebih mudah terdeposisi. Untuk
butiran berukuran kerakal perubahan bentuk yang terjadi lebih bervariasi karena lebih banyak
mengalami perubahan bentuk akibat abrasi dan pemecahan selama transportasi dibandingkan
butiran berukuran pasir. Kebundaran (Roundness) berkaitan dengan ketajaman pinggir dan
sudut dari butiran sedimen. Berdasarkan penentuan roundness dengan cara membandingkan
dengan tabel visual foto didapatkan hasil roundness bernilai antara 0,25 hingga 0,4 dengan
kategori kelas subangular hingga subrounded. Sedangkan penentuan roundness butir kerakal
yang juga dengan cara membandingkan dengan tabel visual foto didapatkan hasil roundness
bernilai antara 0,17 hingga 1,00 dengan kategori kelas angular hingga well rounded. Nilai
tersebut menandakan bahwa butiran yang berukuran kecil seperti pasir lebih sulit mengalami
pembulatan dibandingkan dengan material yang berukuran kerikil – berangkal.
Tekstur butir sedimen merujuk pada sifat-sifat fisik dan geometris dari butir-butir
sedimen yang terdiri dari ukuran, bentuk, keberadaan pori, dan struktur butir. Tekstur butir
sedimen dapat memberikan informasi tentang sejarah pengendapan sedimen, kondisi
lingkungan pengendapan, dan proses transportasi sedimen. Bentuk butir sedimen juga dapat
memberikan informasi tentang sejarah pengendapan sedimen. Misalnya, butir-butir sedimen
yang berbentuk bulat dapat menunjukkan bahwa sedimen tersebut telah melalui proses
transportasi yang jauh, sedangkan butir-butir sedimen yang berbentuk tajam menunjukkan
bahwa sedimen tersebut belum mengalami transportasi yang jauh. Keberadaan pori dan struktur
butir sedimen juga penting dalam analisis tekstur butir sedimen. Pori dan rekahan pada butir
sedimen dapat mempengaruhi permeabilitas dan kemampuan air untuk mengalir melalui
sedimen tersebut. Struktur butir sedimen seperti laminae, laminasi, dan urat juga dapat
memberikan informasi tentang sejarah pengendapan sedimen. Secara keseluruhan, analisis
tekstur butir sedimen merupakan teknik yang penting dalam memahami karakteristik sedimen
dan lingkungan pengendapan. Dengan memahami tekstur butir sedimen, kita dapat memahami
sejarah geologi dan lingkungan dari suatu daerah serta dapat memperkirakan sifat-sifat fisik
dan kimia dari sedimen tersebut (Zuhdi, 2019).
2.1.4 Resistensi Sedimen
Menurut Pambudi dan Armi (2022), resistensi sedimen merupakan suatu kemampuan
butiran sedimen untuk menahan proses erosi dan transportasi, yang dipengaruhi oleh beberapa
faktor seperti ukuran butir, bentuk butir, komposisi mineralogi, dan konsolidasi. Butiran
sedimen yang lebih besar, berbentuk bulat, tersusun dari mineral yang keras, dan terkonsolidasi
dengan baik cenderung lebih tahan terhadap erosi dan transportasi. Resistensi sedimen dapat
diklasifikasikan ke dalam empat kategori berdasarkan tingkat tahanannya, mulai dari sedimen
yang sangat tahan hingga sedimen yang sangat rentan terhadap erosi dan transportasi. Sedimen
yang sangat tahan terhadap erosi dan transportasi terdiri dari butiran yang besar, keras, dan
memiliki daya tahan yang tinggi, seperti kerikil, batu, dan pasir kasar. Sedimen ini jarang
mengalami perubahan karena daya tahan yang kuat terhadap proses erosi. Sedimen yang tahan
terdiri dari butiran yang cukup besar, keras, dan relatif tahan lama, seperti pasir halus dan lanau
kasar. Sedimen ini mampu mengalami erosi dan transportasi, namun dengan kecepatan yang
lebih lambat dibandingkan dengan sedimen yang lebih tahan. Sedimen yang agak tahan terdiri
dari butiran yang cukup kecil dan mudah lapuk, seperti lanau halus dan lempung. Sedimen ini
cenderung mudah mengalami erosi dan transportasi karena ukuran butiran yang lebih kecil dan
sifat mudah lapuk. Sedimen yang tidak tahan terdiri dari butiran yang sangat kecil dan mudah
lapuk, seperti lumpur. Sedimen ini sangat rentan terhadap erosi dan transportasi karena ukuran
butiran yang sangat kecil dan sifat mudah lapuknya yang menyebabkan mudah tergerus oleh
air atau angin.
Menurut Simboh et al. (2021), menyatakan bahwa tingkat resistensi butir sedimen
diketahui melalui analisis granulometri yang mengkaji terhadap proses eksogentik. Proses-
proses eksogenik akan mengubah bentuk dan ukuran suatu partikel sedimen. Proses ini akan
mendeterminasikan sifat, tekstur, distribusi, serta ukuran sedimen. Butiran pasir dengan sifat
fisik keras dan resisten seperti kuarsa dan zirkon akan lebih sulit membulat selama proses
transport dibandingkan butiran yang kurang keras seperti feldspar. Ukuran butir yang lebih
kecil lebih sukar mengalami proses pembundaran. Sementara itu mineral yang resisten dengan
ukuran lebih kecil 0,05 – 0,1 mm tidak menunjukkan perubahan roundness oleh semua jenis
transport sedimen. Semakin kecil ukuran sedimen, maka semakin kecil tingkat resistensinya
terhadap proses eksogen. Kemudian semakin besar ukuran sedimen, maka semakin kuat
resistensinya. Hal ini juga dipengaruhi oleh tingkat kepadatan atau kompaksi dari suatu sedimen
dan proses transport yang dilaluinya.
2.2 Sphericity
2.2.1 Definisi Sphericity
Kata “sphericity” berasal dari bahasa Latin baru, “sphēricitās,” yang setara dengan kata
Latin akhir “sphēric(us).” Simbol yang digunakan untuk menggambarkan konsep kebulatan
adalah Φ. Sphericity sendiri adalah ukuran sejauh mana sebuah partikel mendekati bentuk bola,
dan tidak tergantung pada ukuran partikel tersebut. Berbeda dengan kebulatan, yang menyoroti
kebulatan umum suatu objek, “roundness” (ketajaman) adalah ukuran seberapa tajam sudut-
sudut dan tepi-tajuk dari suatu partikel. Sphericity merupakan suatu klasifikasi ukuran sedimen
yang menggambarkan tingkat suatu butir agar dapat berbentuk menyerupai bola. Sphericity
menjelaskan mengenai kecenderungan butiran sedimen yang mengarah ke bentuk menyerupai
bola. Kebulatan suatu material sedimen merupakan perbandingan luas permukaan suatu bola
dengan volume yang sama dengan material terhadap luas permukaan partikel. Sphericity dapat
digunakan dalam menganalisis transport sedimen yang terjadi pada suatu material. Sphericity
dapat kita katakan tinggi apabila suatu sedimen tersebut mengakami perpindahan yang jauh.
Bisa kita katakan apabila semakin jauh asal sumber sedimen tersebut maka nilai sphericity yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Hal tersebut diakibatkan karena material sedimen akan
mengalami tumbukan yang terjadi saat proses transport. Tumbukan yang terjadi akan
mengubah bentuk fisik dari butir sedimen semakin berbentuk bola. Bentuk butir suatu sedimen
dapat diklasifikasikan berdasarkan nilai sphericity (Maulina et al.,2021).
Menurut Rorato et al. (2019) Sphericity adalah rasio ukuran butiran sedimen, yang
mendekati bentuk bola jika dilihat dari volume yang sama dengan partikel, terhadap luas
permukaan partikel. Sphericity diukur dengan membandingkan luas permukaan partikel dengan
luas permukaan bola dengan volume yang sama, dan Sphericity diukur dengan rasio rata-rata
jari-jari kelengkungan semua sudut dengan jari-jari bola terbesar yang tertulis pada partikel.
Dalam aplikasi teknik, Sphericity dan Sphericity dua dimensi (2D) mudah diukur dengan
membandingkan tampilan mikroskopis dengan bagan standar. Dengan perkembangan
mikrografi dan teknik pemrosesan gambar, kebulatan 2D, kebulatan dan beberapa deskriptor
lainnya (misalnya compactness, convexity, angularity dan principal dimension) dapat diukur
dengan analisis gambar dan geometri komputasi dari proyeksi 2D partikel. Sphericity
membahas mengenai kebolaan dari butir sedimen tersebut. Jika roudness membahas mengenai
ketajaman pinggir seta sudut dari partikel sedimen. . Dalam konteks sedimentasi, sphericity
mengacu pada seberapa dekat butiran sedimen dengan bentuk bola. Faktor-faktor seperti
komposisi mineralogi, proses transportasi, dan proses pengendapan mempengaruhi sphericity
sedimen. Butiran sedimen yang terbuat dari mineral yang lebih keras cenderung memiliki
sphericity yang lebih tinggi, sementara proses transportasi yang melibatkan abrasi dan
pembulatan dapat meningkatkan sphericity. Selain itu, butiran sedimen yang terdeposisi di
lingkungan yang tenang cenderung memiliki sphericity yang lebih tinggi. Sphericity adalah
ukuran sejauh mana suatu partikel mendekati bentuk bola, dan tidak bergantung pada
ukurannya. Hal ini menandakan seberapa dekat bentuk objek tersebut dengan bentuk bola, yang
merupakan contoh khas dari kekompakan suatu bentuk.
2.2.2 Analisis Sphericity Menggunakan Zingg Classification

Gambar 2. Pembagian Kelas Zing


(Sumber: Bogs, 2009)
Menurut Surjono et al. (2022), metode Zinc menggunakan rumus dari perhitungan serta
perbandingan bentuk butir partikel yang disajikan dengan tabel klasifikasi bentuk butir
berdasarkan metode Zinc. Zing Shape diklasifikasikan berdasarkan perencanaan rasio pada
diagram bivat serta sumbu partikel menengah ke panjang, sumbu panjang ke terpendek dan
sumbu pendek ke menengah. Cara yang paling sederhana dikenalkan oleh Zing (1935) dengan
cara menggunakan perbandingan b/a dan c/b untuk mengelaskan butir dalam empat bentuk.
Dalam hal ini komponen tiap bagian nya yaitu, a: panjang (sumbu terpanjang), b: lebar (sumbu
menengah) dan c: tebal/tinggi (sumbu terpendek). Bentuk yang digunakan yaitu oblate, prolate,
bladed, dan equant. Pengkelasan bentuk butir ini biasanya diperuntukkan pada butiran yang
berukuran kerakal sampai butiran bentuk berangkal (pebble) karena kisaran ukuran tersebut
memungkinkan untuk dilakukan pengukuran secara tiga dimensi karena keterbatasan alat dan
cara yang harus dilakukan serta metode yang cukup mudah dilakukan.
Prosedur analisis dimulai dengan persiapan sampel sedimen yang bersih dan kering,
diikuti dengan pemilihan beberapa butiran sedimen yang mewakili variasi ukuran dan bentuk.
Selanjutnya, bentuk butiran sedimen dibandingkan dengan gambar klasifikasi Zingg untuk
menentukan kategori sphericity masing-masing. Hasil analisis dapat digunakan untuk
menentukan asal-usul sedimen, mempelajari proses transportasi dan pengendapan, serta
merekonstruksi lingkungan deposisional. Dalam konteks tertentu, analisis sphericity dengan
menggunakan Zingg Classification dapat memberikan informasi yang berguna tentang proses
transfer sedimen di suatu lokasi yang jauh dari batuan pelapukan. Misalnya, penggunaan Zingg
Classification dalam mengidentifikasi dominasi bentuk spheroid pada sampel menunjukkan
bahwa proses transfer sedimen terjadi di lokasi yang jauh dari batuan pelapukan. Selain itu,
karakteristik sungai, seperti debit air tinggi pada juga mendukung transfer sedimen yang terjadi
di tempat yang jauh dari batuan pelapukan. Sphericity, yang diukur dengan menggunakan rasio
antara diameter partikel dan diameter bola yang melingkupinya, dapat memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang bentuk dan sifat partikel sedimen. Oleh karena itu, analisis sphericity
menggunakan Zingg Classification tidak hanya memberikan informasi tentang bentuk butiran
sedimen, tetapi juga dapat membantu dalam interpretasi asal-usul sedimen, proses transportasi,
dan lingkungan pengendapan (Angelidakis et al., 2022).
2.2.3 Analisis Sphericity Menggunakan Fourier Shape Analysis
Menurut Tunwal et al. (2021) klasifikasi Fourier merupakan metode yang umum
digunakan untuk mengukur ketajaman sudut dari sedimen. Klasifikasi Zing dan Fourier
merupakan metode untuk mengklasifikasikan bentuk material sedimen. Metode Fourier
memiliki tujuan yang berbeda dengan metode Zing, di mana metode Fourier digunakan untuk
mengukur jari-jari butiran sedimen. Semakin tinggi nilai kebulatannya, maka butiran sedimen
semakin bundar. Metode ini biasanya digunakan dalam penelitian geologi untuk menganalisis
kekasaran dan fitur tekstur tanah granular. Pada metode ini, pusat partikel harus ditemukan
secara akurat untuk melakukan analisis. Penerapan metode ini dilakukan dengan bantuan suatu
alat untuk memproyeksikan sampel batuan sehingga mudah untuk digambar oleh peneliti. Alat
yang digunakan untuk memproyeksikan sampel batuan adalah OHP (Overhead Projector).
Setelah sampel batuan diproyeksikan, maka hasil proyeksi tersebut akan digambarkan dengan
cara menjiplak pada kertas HVS. Setelah gambar sampel didapatkan, gambar dibagi menjadi
16 jari-jari dengan sudut yang sama dengan menggunakan busur derajat yang berlawanan arah
jarum jam. Nantinya dalam setiap jari-jari tersebut akan dihitung dan diproyeksikan ke dalam
bentuk grafik.
Menurut Crompton et al. (2019), menyatakan bahwa analisis Fourier digunakan untuk
mengetahui perubahan bentuk partikel butir sedimen baik roundness atau sphericity. Analisis
ini juga dapat digunakan bagi butir yang memiliki ukuran kurang dari 5µm atau biasanya berupa
butir kerikil atau pasir. Pada analisis fourier, tepi digambarkan dengan menyatakan jari-jari
sebagai fungsi dari sudut sapuan dengan menggunakan deret Fourier. Koefisien Fourier yang
dihasilkan digunakan sebagai deskriptor bentuk. Bentuk partikel dapat dibandingkan dalam
ruang n-dimensi yang terdiri dari n koefisien Fourier ortogonal. Umumnya pendekatan Fourier
kurang efisien pada bentuk partikel yang sangat cekung. Metode Fourier dilakukan dengan cara
membagi sampel batu menjadi 16 jari-jari kemudian setiap jari-jari tersebut dihitung kemudian
diproyeksikan ke dalam grafik. Analisis ini menggunakan alat instrumentasi modern seperti
OHP. Terdapat beberapa metode dalam menentukan sphericity suatu butiran, salah satunya
adalah metode dengan bentuk dua dimensi. Metode ini dilakukan dengan perbandingan
diameter terpendek dan terpanjang dari suatu butiran. Nilai perbandingan ini akan dimasukkan
ke dalam rumus dari batasan region citra bekas elektron.
Menurut Sarkar et al. (2019), Fourier shape analysis menganalisis bentuk suatu
sedimen melalui interpretasi grafik yang merupakan kurva dari panjang 16 jari-jari suatu batuan
sedimen. Dalam metode ini, digunakan rumus standar deviasi untuk menentukan nilai
kebundaran batuan. Jika nilai standar deviasinya mendekati 1, maka batuan tersebut memiliki
jari-jari yang hampir sama di setiap sisi dan memiliki Sphericity yang tinggi. Sedimen dengan
nilai Sphericity yang tinggi cenderung diendapkan di daerah yang jauh dari run-off. Sedangkan
di daerah run-off atau terpengaruh pasang surut, nilai Sphericity cenderung rendah. Meskipun
metode fourier shape menghasilkan grafik yang mencerminkan perbedaan panjang dan pendek
jari-jari pada sedimen, metode ini memiliki beberapa kekurangan. Salah satunya adalah hanya
menggunakan nilai jari-jari tanpa data tambahan, sehingga memiliki tingkat kesalahan yang
tinggi. Karena itu, metode zing class dianggap lebih unggul dibandingkan dengan metode
fourier shape. Metode tersebut melibatkan proyeksi sampel pada kertas HVS dan membagi
gambar sampel menjadi 16 sudut, di mana panjang setiap jari-jarinya diukur. Dari hasil
pengukuran tersebut, dibuat grafik yang mencerminkan nilai sphericity sampel yang dianalisis,
dan grafik tersebut memuat panjang jari-jari dan sudutnya untuk membantu menentukan bentuk
sampel tersebut. Metode fourier shape menghasilkan grafik yang mencerminkan perbedaan
panjang dan pendek jari-jari pada sedimen, sehingga dapat mempermudah melihat bentuk
sampel sedimen. Metode ini digunakan untuk mengetahui perbedaan jari-jari sedimen, dan
bentuk sampel dapat diketahui dari perbedaan panjang dan pendek jari-jari.
2.2.4 Sphericity dan Roundness
Berdasarkan sifat mikro-fisik butiran, sphericity dan roundness merupakan dua
parameter geometrik yang umum digunakan dalam analisa bentuk butiran tanah dan sedimen.
Roundness merupakan parameter yang mengindikasikan tingkat ketajaman tepi atau ujung
butiran. Jika roundness semakin tinggi atau butiran semakin membundar, ini menandakan
bahwa butiran tersebut telah mengalami proses transportasi yang jauh. Akibat dari adanya
proses transportasi yang jauh ialah butiran semakin halus dan ukurannya semakin kecil. Di sisi
lain, Sphericity mengukur seberapa dekat bentuk suatu butiran dengan bola (sphere). Saat
butiran saling bertumbukan selama proses transportasi, fenomena seperti abrasi menyebabkan
perubahan bentuk butiran dari tajam atau meruncing menjadi lebih bulat atau lebih bundar. Uji
Sphericity dan roundness ini dilakukan untuk mengetahui bentuk dari suatu butiran. Sphericity
digunakan untuk mengamati secara 2 dimensi. Pengamatan sphericity cenderung pada bentuk
keseluruhan. Sedangkan pengamatan roundness cenderung fokus pada ketajaman dan bentuk
tepi sedimen. Sphericity sangat tergantung pada perpanjangan, sedangkan roundness sebagian
besar tergantung pada ketajaman tonjolan sudut (cembung) dan lekukan (cekungan) suatu objek
yang dianalisa. Sphericity dapat dihitung pada objek tiga dimensi (3D) apapun jika luas
permukaan dan volumenya diketahui. Derajat kebolaan suatu benda sebagai rasio luas
permukaan nominal atau luas permukaan bola yang mempunya volume sama dengan objek
pengamatan menjadi luas objek yang sebenarnya seperti tampak di lapangan. Sedimen akan
mempunyai struktur butiran yang bermacam-macam karena adanya pengaruh fisik. Analisis
dari roundness dapat dimanfaatkan untuk mengukur sudut-sudut sedimen pada aspek keliling
lingkaran yang mengisi seluruh sudut permukaan butiran sedimen. Metode analisis roundness
dapat dilakukan menggunakan model visualisasi dua dimensi pada butiran atau partikel
sedimen (Azizah et al., 2020).
Menurut Mustofa (2019), tabel klasifikasi yang dimiliki oleh sphericity berbeda dengan
tabel roundness. Tabel tersebut berdasarkan nilai yang telah didapat pada partikel sedimen yang
sedang diamati. Bentuk dari sampel sedimen yang diamati harus dilihat dengan benar agar dapat
mengelompokkan klasifikasi butiran dengan benar. Bentuk sedimen digunakan untuk informasi
mengenai panjangnya transpor sedimen yang telah ditempuh oleh sedimen tersebut. Seperti
sebelumnya, pengamatan ini menggunakan alat mikroskop. Mikroskop berguna dalam
pengamatan ini, karena dapat melihat butiran sedimen yang berukuran kecil hingga besar.
Setelah melakukan pengamatan, lakukanlah perbandingan menggunakan nilai sphericity yang
telah tersedia. Terdapat beberapa jenis klasifikasi di dalam tabel sphericity tersbut. Sehingga,
pengamatan yang dilakukan harus secara teliti dan sabar agar tidak salah mengelompokkan
butiran tersebut. Tabel dari sphericity tersebut berguna, untuk tidak salah dalam memasukkan
jenis sedimen yang telah diamati. Berdasarkan sifat mikrofisik butiran, terdapat dua parameter
geometrik yang umum dipakai untuk menganalisis bentuk butiran tanah dan sedimen.
Parameter tersebut adalah roundness dan sphericity. Roundness didefinisikan sebagai
pengukuran ketajaman (sharpness) dari ujung atau tepi butiran. Sphericity merupakan
pengukuran untuk menentukan ukuran seberapa dekat suatu butiran mendekati bentuk bola
(sphere). Dengan roundness maka akan diketahui bahwa suatu sedimen mengalami transportasi
dan letak partikel sedimen dari sumbernya. Sedangkan sphericity membantu dalam mengetahui
proses pengangkutan dan letak sedimen dari sumbernya. Dalam hal ini, karakteristik mikro-
fisik berpengaruh terhadap sifat mekanik (kuat geser) pasir vulkanik tersementasi di lokasi
pengamatan. Uji sphericity dan roundness dilakukan untuk mengetahui bentuk dari butiran.
Keduanya dari grafik krumbein dan zing memiliki keterangan dari low sphericity hingga high
sphericity dan sub angular hingga angular.
DAFTAR PUSTAKA

Angelidakis, V., Nadimi, S. dan Utili, S., 2022. Elongation, flatness and compactness indices
to characterise particle form. Powder Technology, 396(1) : 689-695.
Azizah, A., Yusa, M., dan Ferry, F., 2021. Pengaruh Bentuk Partikel dan Waktu Pembebanan
Terhadap Kuat Geser Tanah Pasir. Aptek, 13(1): 50-58.
Boggs, S., 2009. Petrology Of Sedimentary Rocks. Cambridge University Press.
Chaerul, M. 2017. Pengantar Ilmu Batuan. YCAB Publisher.
Crompton, J. W., G. E. Flowers, F., dan B. Dyck., 2019. Characterization of Glacial Silt and
Clay Using Automated Mineralogy. Annals of Glaciology, 60(80): 49-65.
Hasan, A., Taufik, M., Khaeruni, A., Mallarangeng, R., Gusnawaty, H. S., dan Rahman, A.,
2023. Morphometric Analysis of Chili Leaves with Yellow Curly Symptom Using
Digital Image Processing Approach and Data Mining Algorithm. Jurnal Fitopatologi
Indonesia, 19(6): 231-237.
Hidayati, N., 2017. Dinamika Pantai. Penerbit UB Press.
Maulina, C. G., Sisinggih, D., dan Hendrawan, A. P., 2021. Evaluasi Pengaruh Sifat Mikro-
Fisik dan Bentuk Butiran terhadap Karakteristik Kuat Geser pada Pasir Vulkanik dan
Pasir Pantai. Jurnal Teknologi dan Rekayasa Sumber Daya Air, 1(2): 584-597.
Mustofa, M., 2019. Penentuan Sifat Fisik Kentang (Solanum tuberosum L.): Sphericity, Luas
Permukaan Volume dan Densitas. Jurnal Teknologi Pertanian Gorontalo (JTPG), 4(2):
46-51.
Naufalina, N. E., Marwoto, J., dan Rochaddi, B., 2022. Analisis sebaran sedimen berdasarkan
ukuran butir di perairan Pantai Baron, Kabupaten Gunungkidul,
Yogyakarta. Indonesian Journal of Oceanography, 4(2): 61-67.
Pambudi, P. M., dan Armi, I., 2022. Identifikasi Sedimen Perairan Pantai Sambungo Kabupaten
Pesisir Selatan Provinsi Sumatera Barat. Jurnal Geomatika dan Ilmu Alam, 1(1): 16-21.
Pouranian, M. R., Shishehbor, M., dan Haddock, J. E., 2020. Impact of The Coarse Aggregate
Shape Parameters on Compaction Characteristics of Asphalt Mixtures. Powder
Technology, 363(1): 369-386.
Putri, R. I., Sasmito, K., Balfas, M. D., Safira, B., dan Sari, E., 2020. Geologi Dan Analisis
Lingkungan Pengendapan Dengan Metode Analisis Granulometri Daerah Batu Cermin
Kota Samarinda Provinsi Kalimantan Timur. Jurnal Teknik Geologi: Jurnal Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi, 3(1): 1-10.
Rahayu, K., Muliadi, Muhardi, Putra, Yoga S. P., Risko, R., dan Heni S., 2022. Distribusi
Sedimen Dasar di Perairan Sungai Raya Kabupaten Bengkayang Kalimantan Barat.
Jurnal Laut Khatulistiwa, 5(1): 19-24.
Rorato, R., Arroyo, M., Andò, E., dan Gens, A., 2019. Sphericity measures of sand
grains. Engineering geology, 254(1): 43-53.
Sarkar, A., Chattopadhyay, A. dan Singh, T., 2019. Roundness of survivor clasts as a
discriminator for melting and crushing origin of fault rocks: A reappraisal. Journal of
Earth System Science, 128: 1-11.
Simboh, R., Rampengan, R. M., Manengkey, H. W., Djamaluddin, R., Opa, E. T., dan Sinyal,
H. J., 2021. Sediment Granulometry of the Beach at the Kalasey’s Groynes. Jurnal
Ilmiah PLATAX, 9(2): 234-246.
Surjono, S, Amijaya D. H., dan Winardi, S., 2022. Analisis Data Sedimen. Universitas Gajah
Mada Press (UGM Press).
Tunwal, M., Mulchrone, K. F., dan Meere, P. A., 2020. A New Approach to Particle Shape
Quantification Using the Curvature Plot. Powder Technology, 374(1): 377- 388.
Zuhdi, M., 2019. Buku Ajar Pengantar Geologi. Lombok: Data Pustaka Ilmu.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai