Anda di halaman 1dari 51

ANALISIS NOVEL

‘KATA’
TENTANG SENJA YANG KEHILANGAN LANGITNYA

KARANGAN
RINTIK SEDU

ABELLIA AURIEL ASHILAH


XII IPA – 3

SMAN 67 JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
Novel : Kata
Karangan : Rintik Sedu
SINOPSIS
BAB 1 : Diambang Pintu
Binta Dineschara, perempuan biasa yang kuliah di jurusan komunikasi semester tiga, tinggal
berdua Bersama ibunya yang mengidap Skizofrenia, penyakit yang menyebabkan ayahnya
meninggalkan keluarganya, menyebabkan mereka menjadi keluarga yang rapuh. Pagi itu,
Cahyo satu-satunya teman yang Binta punya, menjemputnya untuk pergi ke kampus, tak lupa
sebelum ke kelas, mereka makan nasi uduk di depan kampus. Setelah itu, dia berjalan
bergegas ke kelas karena kelas pagi dimulai jam 9. Di depan pintu, terdapat seorang lelaki
berperawakan tinggi, mencari Binta, katanya. Ia ingin mengembalikan kertas koran bekas
milik Binta yang berisi gambar-gambar miliknya. Binta tidak suka menjadi pusat perhatian, ia
mengelak, berkata bahwa koran itu bukan milinya dan memilih untuk berjalan melewati laki-
laki yang bernama Nugraha itu di ambang Pintu. Beberapa menit kemudian, Dosen masuk ke
dalam kelas, Binta yang sedang mendengarkan musik dari Walkman kesayangannya tidak
menggubris saat dosen memanggil Namanya. Oleh karena itu, ia dikeluarkan dari kelas.
Tanpa pembelaan, ia berjalan begitu saja keluar kelas. Ia berjalan ke kantin, mengeluarkan
kertas koran bekas yang setiap pagi ada di depan rumahnya. Ia menggambar apa saja yang
ada di pikirannya. Nugraha yang kebetulan sedang di kantin, menyalahkan Binta karena
berbohong kepadanya dengan berkata koran bekas itu bukan miliknya. Binta yang merasa
terganggu, melangkahkan kaki menjauhi Nugraha untuk kedua kalinya. Keesokan paginya,
Bukan cahyo yang ada di depan rumahnya, melainkan Nugraha. Binta sudah merasa kesal
setengah mati, ia semakin membenci semesta karena selalu mepertemukannya dengan laki-
laki yang kerap mengganggu harinya. Binta berjalan keluar rumahnya, berniat menaiki bis
kota daripada dibonceng Nugraha. Nugraha mengikutinya dari belakang, menemaninya
menaiki bis kota. Di dalam bis kota,Nugraha bertemu dengan salah satu teman baiknya,
memintanya untuk memberikan tempat duduknya kepada Binta. Binta yang tidak ingin utang
budi, menolak Nugraha mentah-mentah. Nugraha yang sudah dipuncak kesabarannya, tetap
berusaha dengan lembut menghadapi Binta yang sangat keras kepala.
BAB 2 : Kura-Kura
Didalam bis kota itu, Nugraha meminta Binta untuk menemaninya pergi ke suatu tempat,
karena rasa bersalah Binta yang sudah memperlakukan Nugraha dengan buruk, ia
mengiyakan. Tak disangka, Nugraha menghentikan busnya dan mengajaknya turun detik itu
juga. Dengan rasa kesal yang membuncah dalam hati, serta keringat yang mengucuk akibat
terik matahri, Binta memilih untuk diam. Di tengah jalan, mereka mengobrol tentang hewan
favorit. Binta memilih kura-kura, karena menurutnya kura-kura merupakan hewan paling
beruntung di dunia, dia dapat membawa rumahnya kemana saja, bias hidup sendirian. Kura-
kura hidup lambat sehingga dapat menikmati momen dalam hidup ini sedikit lebih lama,
tidak ada yang pernag berlomba menjadi juara, kalua semua manusia seperti itu, pasti
manusia sudah bersyukur dengan langkah lambat yang mereka punya. Tak terasa, mereka
sudah sampai di tempat tujuan. Nug mengajaknya ke rel kereta, dimana terdapat banyak
anak-anak kurang mampu yang biasanya Nug ajarkan untuk menggambar. Nug meminta
Binta untuk mengajari anak-anak itu menggambar. Binta mengajarkan mereka menggambar
peterpan, karena peterpan merupakan dongeng favoritnya. Peterpan tidak harus tumbuh
dewasa itulah mengapa Binta menyukainya. Binta tidak suka dongeng putri tidur,
menurutnya cinta itu seperti iklan di televisi, hanya indah di Tv, padahal aslinya
mengecewakan. Binta lebih memilih untuk tidak mengenal cinta karena cinta itu hanya
menjanjikan kebahagiaan, padahal ada kepedihan yang mengikutinya.

BAB 3 : Ke Neverland
Setelah dari rel kerta, mereka berjalan pulang. Di tengah jalan, Binta bertanya hewan favorit
Nug. Burung merpati katanya. Burung merpati itu simbol perdamainan, Binta tidak setuju.
Burung merpati itu ttidak bias membuat dunia ini damai, Binta lebih setuju kalua bURUNG
merpati itu bias mengirim surat ke Tuhan. Nug terdiam, lalu Nug mengajaknya ke pasar
burung pramuka. Nug itu ada saja idenya, selalu berhasil membuat Binta tetap di sisinya. Ia
membeli sepasang burung merpati, untuk mencoba mengirimkan surat untuk Tuhan. Nug
berjalan membawanya ke Taman, berniat menulis suratnya di sana. Nug berterima kasih
kepada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan cucu hawa yang ketus dan tidak suka
tersenyum. Ia bingung, bagaimana carnya untuk memberi senyuman yang dapat menhiasi
bibirnya setiap hari. Binta menulis bahwa ia hanya ingin ikhlas kepada semesta yang selalu
memperlakukannya tidak baik. Nug menerbangkan kedua burung itu, karena binta enggan
melepaskan. Keesokan harinya, Binta telat masuk kelas yang menyebabkannya dikeluarkan
lagi dari kelas. Binta hanya bersabar, mulutnya ingin berkata bahwa ada ibunya di rumah
yang memiliki penyakit kejiwaan sehingga membutuhkan perhatian ekstra, tapi Binta hanya
diam, melangkahn kakinya keluar tanpa pembelaan.ia berjalan ke kantin, sembari duduk ia
memejamkan matanya, saat ia membuka mata, Nugraha sudah ada didepannya,
memberikannya air mineral. Binta dengan segala khayalannya, mengajak Nug untuk
tenggelam di segitiga Bermuda, mengajaknya ke ujung dunia yang tidak ada manusianya.
Binta merasa senang didekat Nug. Nug ini bukan manusia, tapi ikan paus yang senang
membuat Binta senang , Nug berkata sungguh-sungguh.

BAB 4 : Kaca dan Mata


Binta merasa lapar, tapi ia hanya ingin minum air putih, Nug beranjak, membelikannya air
mineral seperti permintaannya. Nug bertanya bagaimana caranya agar Binta mau menjadi
temannya. Nugraha minta Binta untuk mempertimbangkannya menjadi temannya, supaya
hari ini menjadi teman, besok Binta bisa menjadi pacarnya. Karena sudah telat setengah jam,
Nug memilih untuk tidak masuk ke kelas. Nug mengajak binta untuk pergi ke toko cermin.
Binta mengikuti Nugraha dari belakang, kalua bukan karena tas Binta yang dipegang oleh
Nugraha, Binta tidak mau kemana-mana. Mereka menunggu bis kota di gerbang kampus.
Binta yang sudah merengut menyebabkan Nugraha memintanya untuk mencatat waktu Binta
yang tersita untuk menemani Nug, akan diganti katanya, Pakai cinta. Binta yang mendengar,
mendengus kesal dan menolak mentah-mentah. Nug tertawa, menggoda nona manis
diseblahnya merukan suatu hal yang menyenangkan baginya. Tak lama kemudian mereka
menaiki bis kota yang akan membawa mereka ke toko cermin, tujuan Nugraha. Setelah
membeli cermin, mereka berdua berjalan menyusuri trotoar yang sebenarnya lebih sering di
lewati kendaraan beroda dua, mereka menaiki taksi ke toko kostum, tujuan kedua Nugraha.
Binta yang sudah kesal karena nugraha selalu membuang waktunya, meminta tolong kepada
semesta untuk membuatnya kabur dari Nugraha dalam hati. Nugraha yang seperti sudah bissa
membaca pikiran Binta, berkata bahwa kalua besok mereka bertemu, Nugraha akan
memberikannya kotak kesabaran agar Binta diberikan kesabaran saat Bersama Nugraha.
BAB 5 : Rumah adalah Kota Mati
Binta kesal karena jalanan hari ini macet. Macet membuatnya semakin lama Bersama dengan
Nugraha. Nug senang-senang saja, karena berdua dengan Binta, ia sama sekali tidak
keberatan. Mereka berdua mengobrol untuk membunuh waktu. Setengah jam kemudian,
mereka sampai di tujuan Nugraha. Binta turun duluan, hatinya sedang sensiitf sekali.
Nugraha berdalih bahwa kostum yang akan dia beli untuk adik sepupunya. Nugraha
menyuruh binta untuk mencoba kostumnya, karena kasihan dengan pagawai took yang sudah
banyak direpotkan oleh Nugraha, Binta pun menurut. Setelah mendapat ukuran yang pas,
Nugraha membyar kostum itu dan mengajak Binta untuk makan sate. Binta sudah enggan,
namun tasnya masih dalam genggaman Nugraha, akhirnya ia menurut. Setelah makan sate,
mereka berdua pun pulang menaiki bis kota, Binta menolak untuk diantar oleh Nug.
Sesampainya di rumah, Binta menemui mamanya dan bercerita tentang apa- apa saja yang ia
lakukan Bersama nugraha hari ini. Beberapa menit kemudian, ada kurir yang mengantarkan
paket, dari bentuk paket itu, Binta merasa familiar, Terdapat secarik surat yang berisi tulisan
tangan Nugraha. Nugraha menulis bahwa ia telah berbohong kepada binta, bahwasanya tidak
ada adik sepupunya yang berualng tahun. Ia menulis ia yakin bahwa Binta itu seperti princess
Belle, yang dapat menghilangkan kutukan kesedihan di hati Nug, hanya dalam beberapa hari
saja.

BAB 6 : Hujan tak butuh alasan untuk jatuh


Karena surat yang ditulisnya kemarin, Nugraha tidak bisa berkonsentrasi di kelasnya hari ini.
Keresahannya itu membuatnya berdiri dari tempat duduk, membuatnya menjadi pusat
perhatian di kelas itu. Setelah meminta ijin kepada dosen, ia melangkahkan kakinya ke
Gedung fakultas komunikasi, yempat Binta berada. Karena keresahannya sudah membuncah
dalam dada, ia lagsung membuka pintu kelas Binta, tanpa mengetuk dan kata permisi. Semua
yang ada di kelas itu mencari binta, Nug melihat cahyo yang menggelengkan kepalanya. Nug
bergegas meninggalkan kelas itu dan berjalan menuju parkiran. Tidak ada binta disana, ia
langsung bergegas menaiki motornyadan menjalankannya ke rumah Binta. Ia mematikan
motornya didepan rumah Binta, sesaat kemudian pintu di buka dan Binta menyuruh Nugraha
untuk masuk. Binta meminta Nug untuk duduk di ruang tamu, lalu mengajaknya bertemu
ibunya di taman belakang. Ia ingin Nugraha mengetahui isi dunianya, mamanya yang sakit
kejiwaan. Itu dunia binta, terlihat menyenangkan tapi sebenarnya Cuma gumpalan awan
mendung yang hanya dapat menurunkan hujan. Nugraha cepat akrab dengan mama Binta,
Nugraha tidak pernah peduli. Namun, dalam hati ia heran, kenapa tiba-tiba binta
mengijinkannya untuk mengunjungi dunianya itu. Binta ingin Nugraha pergi dari dunianya
yang isinya hanya luka. Nugraha tetap yakin, sedalam apapun luka dalam hati Binta, ia pasti
dapat sembuhkan. Keesokan paginya, Binta terbangun karena suara gemericikan air, ia berlari
mencari Bi suti yang ternyata tidak ada. Saat ia sampai di taman belakang, ada nugraha yang
sedang memasukan ikan mas koi kedalam kolam di taman rumah Binta. Setelah itu, Nug
mengajak Binta jalan -jalan menaiki metro mini. Didalam metro mini, Nugraha berkata
bahwa ia sudah mencintai Binta, seperti hujan yang menjatuhkan dirinya ke tanah tanpa
lasan, begitu pula nugraha. Ia Cuma jatuh kepada binta, begitu saja. Padahal ia sadar, ia
menjatuhkan dirinya kedalam lubang hitam yang tidak menjanjikan kebahagiaan didalamnya.

BAB 7 : Mencari yang hilang


Nugraha tidak perlu jawaban, hanya bisa diijinkan mencintai cucu hawa seperti Binta saja, ia
sudah berterima kasih. Binta menolak perasaan Nugraha, Menggantungkan perasaannya pada
hati rapuh seperti Binta sama saja dengan bunuh diri. Nugraha kecewa, ia tidak butuh
jawaban, ia hanya butuh keyakinanan, pun Binta tidak dapat memberikannya. Di dalam
keheningan yang mereka berdua ciptakan, Seorang pengamen menyanyikan lagu yang
menggambarkan perasaan nugraha. Semesta sedang di pihaknya, hari ini. Lagu itu
membunuh keheningan diantara mereka. Nugraha memutuskan, dengan atau tanpa ijin dari
Binta, Nugraha akan tetap mencintainya. Mereka turun dari bis kota, dalam keadaan Binta
yang masih bingung. Nug berhenti setelah berjalan 10 menit, di depan kedai kopi. Nugraha
meminta binta untuk masuk. Riza, saang Barista membuatkan kopi cappuccino untuk binta
dan long black americano untuk Nugraha. Secangkir kopi itu mengingatkan Binta pada biru,
entah dia masih mencintainya taau tidak, ia sudah tidak yakin dimana keberadaan biru yang
mungkin juga tidak ada di peta. Akhirnya ia memberanikan diri, berkata pada Nugraha
bahwasanya hatinya sudah ditempati oleh biru. Biru sudah lama hilang, membuat hatinya
tidak yakin lagi dengan cinta. Nugraha berusaha meyakinkan, ia bukan biru, ia tidak akan
menghilang. Biru itu terlalu istimewa untuk Binta, tidak ada bagian dari Biru yang bias ia
temukan di dalam diri Nugraha. Nugraha meyakinkan, bahwasanya ia hanya ingin mencintai
Binta. Binta tidak bias mencintai nug, perasaannya yang tadinya mengenal cinta, sudah
hilang. Setelah itu, Dengan snyum yang se apik-apiknya ia ukir sembari menahan rasa
cemburu kepada Biru, ia mengajak Binta mencari rasa cinta itu, sama-sama.
BAB 8 : Kotak Kesabaran
Binta heran, kemana mereka mau mencari perasaannya? Nug meyakinkan Binta, bahwasanya
yang mati tidak pernah musnah dari Bumi. Mereka terlihat seperti pasangan yang sedang
bertengkar, tentang hal-hal kecil pemanis hubungan. Binta memegang gagang cangkir
kopinya yang sudah dingin, percakapan yang tidak berujung kesimpulan membuatnya
kehilangan selera meneguk kopinya itu. Binta mengajak Nug untuk pulang. Perjalanan
memang lebih cepat, mereka berdua sudah ada di depan rumah Binta. Nugraha tau, Binta
kerap kesal karena kata-katanya. Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk memberikannya
kotak kesabaran. Untuk mendapatkan kotak kesabaran itu, Binta harus berjalan ke Gedung
Arsitektur, menemui Nugraha. Keesokan harinya, Binta bersemangat dating ke kampus. Hari
ini, ia lebih memilih naik Ojek mang Ujang ketimbang naik bis Kota. Sampai di kampus, ia
langsung masuk kelas karena hanya satu mata kuliah yang ia punya hari ini. Setelah mata
kuliah itu selesai, ia berjalan menuju Gedung arsitektur untuk mengambil kotak kesabaran
dari Nugraha. Saat dia mendapat kotak kesabaran dari Nugraha, syarat untuk membuka
gulungan kertas didalamnya adalah ia harus menyetujui dengan semua alas an yang Nugraha
buat, dengan kata lain Binta harus sabar dengan Nugraha. Binta menyetujui dengan
semangat. Alasan pertama kenapa Binta harus sabar dengan Nugraha adalah karena Nugraha
hanya ingin membuat Binta bahagia.

BAB 9 : Mesin Waktu


Kotak kesabaran ini hanya boleh dibaca oleh Binta, tapi kalua ada orang yang mau baca,
silahkan saja, agar mereka tau Nugraha hanya mencintai Binta. Binta berkata bahwasanya ia
telah disakiti oleh cinta pertamanya, ayahnya. Nugraha meyakinkan bahwasanya dia itu
Nugraha, bukan ayahnya, ia tidak akan pernah menyakiti Binta.Senyum binta yang sudah
lama hilang pun, terbit seketika. Es tebu merupakan salah satu minuman favorit Nugraha. Ia
mengajak Binta ke salah satu Mall dibilangan Jakarta, membeli es tebu favoritnya. Saat
mengantri membeli es tebu, ada dua orang perempuan yang sedang mengobrol tentang
pasangan masing-masing, mereka bercerita seberapa jahatnya llaki terhadap perasaan wanita,
Nugraha merasa diadili, Menurut Nugraha, Kalau lelaki masih terjebak pada masa lalunya,
putuskan saja. Toh, masih banyak lelaki yang akan membahagiakannya. Sedangkan apabila
lelaki masih ragu untuk memilihnya, tinggalkan. Jangan pernah mau menjadi pilihan, cari
lelaki yang membuatnya tujuan. Setelah itu, Nugraha berjalan kembali ke sebelah Binta. Saat
itu, Telfon genggam Binta berdering, Mamanya jatuh di Kamar mandi, Bi suti mengabarkan.
Binta langsung berlari, tanpa berkata apa-apa, meninggalkan Nugraha begitu saja. Selama di
ojek, Binta hanya menangis. Sesampai di rumahnya, sudah ada dokter yang memeriksa
mamanya. Kata dokter, ini merupakan perubahan yang baik, akhirnya ibunya bisa berjalan ke
kamar mandi sendiri. Telefon rumah Binta berbunyi, Bi suti mrnyampaikan bahwa telefon itu
untuk Binta. Suara cahyo yang terdengar di seberang telefon. Dengan nada kesedihan dan
panik, Cahyo memberitahu kalua Nug kecelakaan di jalan kearah rumah Binta. Binta
bergegas ke rumah sakit menaiki taksi. Nug terbaring lemah. Di saat seperti itu, Nug masih
saja mengkhawatirkan mamanya. Nugraha menyarankan agar mereka membeli mesin waktu,
akan nugraha gunakan berkali-kali sampai rusak, agar ia terjebak Bersama Binta.

BAB 10 : Sampai Kapan Pun


Binta menunggu Nugraha semalaman karena ayah ibunya yang sedang berada di Bandung.
Nugraha tidak memberi tahu orang tuanya karena takut membuat mereka khawatir. Nugraha
tidak suka membuat orang lain khawatir, kecuali Binta. Binta pulang ke rumahnya untuk
menengok mamanya, Nug sendirian sampai temannya menjenguknya di rumah sakit.
Nugraha bercerita bahwasanya ia kecelakaan karena binta marah padanya. Karena terlalu
khawatir dengan keadaan Binta, ia mempercepat laju motornya dengan kecepatan tinggi, ia
tidak melihat laju mobil dari arah berlawanan. Karena makanan ikan koi mamanya yang
habis, Binta akhirnya keluar untuk mencari makanan ikan. Ia pun mampir ke kedai kopi Riza.
Ia baru mengetahui bahwa kedai kopi ini milik Nugraha. Riza berkata bahwa nugraha itu
orang yang baik, ia menyarankan Riza untuk sekolah barista, lalu Nugraha memberikan
kerjaan di kedai kopi ini. Tiba-tiba, Nugraha sudah ada di kedai kopi miliknya. Binta kaget,
harusnya Nugraha ada di rumah Sakit. Nugraha sudah benar rindu Binta, ia lebih memilih
kabur dari rumah sakit. Nugraha berkata bahwa ia lebih memilih menunggu Binta. Ia terima
dunia Binta, semua yang ada pada diri Binta. Walaupun dunia Binta belum bias menerima
kehadiran Nugraha, ia tetap akan menerima Binta waktu. Binta bertanya, sampai kapan

Nugraha akan memberika Binta waktu, sampai kapan ia akan menunggu Binta. Nugraha
menjawab dengan mantap, Sampai kapanpun.
BAB 11 : Datang Lagi
Binta meyakinkan Nug, Dunianya tidak selamanya baik-baik saja, dunianya bisa huncur
dalam sekejap mata. Binta tidak ingin dibantu siapapun. Nug kira Binta sudah berubah, Nug

kira awan hitam yang bertahun-tahun menutup hati binta sudah pergi. Ternyata tidak. Binta
tetap Binta, dan sebesar apa pun usahanya untuk meluluhkan sebuah hati yang tercipta dari
batu tidak akan pernah ada hasilnya. Dengan hati kecewa, Nug memberikan binta waktu, ia
ingin binta berpikir. Kemudian ia pergi, meningalkan binta dalam keresahan. Binta
mengadukan perasaannya pada bayangan biru yang ada di pikirannya, cinta pertamanya.
Karena sudah lama termenung, Binta akhirnya pulang. Di depan pintu kedai kopi, Nugraha
duduk disana sembari tertidur, kelelahan menunggu binta merenung di dalam. Keesokan
harinya, Binta sudah muak dengan semesta. Ia mengajak Nug untuk pergi dari bumi, Nugraha
menolak. Ia ingin Binta hidup dalam realita yang ingin membahagiakannya. Binta heran,
semesta tidak pernah sekalipun bersikap baik, apalagi membahagiakan. Nugraha ada realita
yang dapat membuat Binta bahagia, jelas nug. Keesokan harinya, Binta menemani Nug ke
stasiun, Nug hendak ke bandung bertemu dengan kedua orangtuanya. Binta tidak suka
stasiun. Maupun halte atau bandara. Ia benci hal-hal yang membuatnya harus merasakan
kehilangan. Nug berangkat, ia berpesan pada Binta harus dapat menjaga dirinya baik-baik.
Setelah perpisahan itu, Binta memutuskan untu pergi ke banda neira ats saran dari cahyo. Ia
pergi ke banda neira, sendirian tanpa teman maupun tempat tujuan. Sesampainya di bandara,
terlihat sosok yang sudah lama ia rindu, Biru.

BAB 12 : Senja Tenggelam di Matanya


Selayaknya adam dan hawa yang sudah lama tidak bertemu, mereka berdua melepas rindu.
Biru menatap mata senjaninya yang ia rindu.Mata senjani paling indah karena senja
tenggelam di matanya, bulan bersembunyi di bibirnya dan mentari pagi yang selalu
bersamanya. Mereka berdua melanjutkan perjalanan dengan kapal, senjani yang memang
sangat takut dengan kapal dan lautan, sedikit terlihat enggan. Tetapi Biru selalu saja
meyakinkan. Mereka berbincang banyak hal, biru masih seperti dulu, jauh-jauh ke banda
neira puisinya selalu tentang senjani, tidak pernah berganti. Biru mencoba menuliskan puisi
di lengan Senjani, Jani membaca puisi singkat itu dengan pipi merah, selalu ada rasa
istimewa pada biru, tidak ada yang bias mencuri persaannya, tidak semesta ataupun Nugraha.
Perbincangan mereka membuat waktu terasa cepat. Mereka sudah sampai di Banda Neira
biru membawa mereka ke tempat tinggalnya selama di banda neira dengan mobil jeep
kesayangannya.

BAB 13 : Secangkir Kopi di Samping Senjani


Ketika mereka sampai di warung kopi, Jani mengecek hapenya yang sudah ia tidak
pedulikan, sebelum ia turun menyusul biru. Biru ingin merokok, satu kebiasaan mereka, biru
tidak ingin jani sakit. Ia selalu memberikan Jani masker saat ia ingin merokok. Mereka tak
berhenti saling pandang, memanfaatkan waktu yang mereka miliki sebaik-baiknya. Seperti
senja yang tidak bisa dinikmati lama-lama. Karena senjani harus kembali ke Jakarta
sedangakan Biru harus melanjutkan kelananya. Biru meminta Binta untuk menceritakan
tentang Nugraha. Jani yang sedang mengunyah pisang kukus langsung tersedak. Jani
membuang muka, tidak ingin waktu dan tenaganya terbuang banyak menceritakan tentang
Nugraha. Ia ke banda neira hanya ingin jawaban, jawaban atas perasaannya yang sudah ia
pendam dalam-dalam. Namun biru tidak pernah memberi sinyal, tidak pernag memberi
jawaban atas perasaan Jani. Itulah kenapa jani tidak bias membuka hatinya untuk Nug.
Hatinya selalu dibawa Biru kemana-mana, berkelana Waktunya tersita menunggu jawaban
dari biru. Saat sore dating, biru mengajak jani bertemu kembarannya, Senja. Senja ini
merupakan senja yang paling indah karena Bersama senjani di sisi Biru.

BAB 14 : Cinta Tak Kenal Harap


Saat sampai di Jakarta, Nugraha bergegas ke rumah Binta, mencari perempuan yang ia
rindukan selama 4 hari di Bandung. Nihil, binta tidak ada. Ia pun menmui mama binta untuk
mengobati sedikit rindunya, mata indah binta mirip dengan milik beliau membuat rindunya
sedikit terobati. Sedangka Binta sedang menimati hari-harinya di Banda Neira Bersama Biru.
Binta selalu yakin, Birulah yang ia tuju, tapi tidak dengan biru, ia kerap dirundung ragu, tidak
bias membahagiakan janinya. Hal itu membuat jani marah. Mereka akhirnya pulang, karena
rasa kesal, akhirnya jani menangis di dalam kamar. Setelah merasa baikan, ia meminjam
sepeda untuk jalan-jalan menjernihkan pikiran. Ia berjalan tak tentu arah sampai-sampai ia
tersesat. Untung biru membantunya dan bias menemukannya. Di Jakarta, Nugraha sibuk
merawat kolam milik mama Binta, kolam itu dibersihkan agar mamanya dapat merasakan
keindahan kolam taman belakangnya, setidaknya ini bias mengobati sedikit rindunya pada
binta perlahan.

BAB 15 : Perasaan yang Gugur dalam Perjalanan


Hari ini mereka berjalan-jalan ke tempat favorit biru. Istana mini Namanya. Di perjalanan,
Binta selalu mengeluh tentang Nugraha yang sudah terlanjur menjatuhkan perasaannya. Binta
tidak suka, hanya da Biru didalam hatinya. Perasaan Nugraha tidak lain hanya angina lalu
semata, yang ujungnya akan berakhir kecewa juga. Nugraha mengirimkan pesan kepada
Binta, mengadukan rindunya. Tapi alih-alih peduli, Binta menyuruh Nugraha membunuh
rindunya. Sulit bagi nugraha menulihkan persaannya setelah balasan singkat dari Binta yang
menyakitkan, tetapia selalu sabar. Sabarnya itu tidak ada batas untuk binta, seperti air yang
sudah di sediakan semesta tanpa manusia meminta. Setelah sampai di istana mini, biru
menjelaskan asal muasal tempat itu. Pun memberi tau, Janinya harus kembali ke Jakarta esok
pagi, ia tidak ingin jani terlalu banyak bolos kelas kuliah. Biru menatap sepasang mata yang
berkaca-kaca, meminta untuk tinggal. Ia segera memeluk senjani dan untuk pertama dan
terakhir kalinya, Biru mencium senjani, menitipkan segala perasaannya yang tak lagi ia bawa
dalam perjalanan.

BAB 16 : Ada yang Tertinggal


Binta pulang dengan seribu tanda tanya di kepalanya. Apa maksud dari kecupan itu? Ia pun
tidak tahu. Kecupan itu membuat perasannya tinggal menetap Bersama biru. Ia tahu,
mungkin ia tidak akan bertemu dengan biru untuk waktu yang lama, setelah 15 tahun mereka
berteman pun, perasaan Jani masih belum ada jawabannya. Jani marah, ia memutuskan naik
kapal sendirian, padahal ia teramat takut naik kapal, namun hatinya sudah tidak sanggup
berlama-lama Bersama biru. Rasanya selalu ingin tinggal. Biru tidak bisa membiarkan jani
naik kapal sendirian. Jani makin kesal, Biru tetap tega meninggalkannya di jakrta sendirian.
Berharap pada biru sama saja seperti meletakkan hatinya di jalan raya, Cuma tinggal
menunggu waktu sebelum perasaannya dilindas kendaraan yang lewat kemudian mati. Biru
menitipkan secarik keras kepada Binta, yang langsung ia remas, karena kalau ia buka pasti
akan menyisakan luka. Binta sudah tidak peduli, mau kapal ini ttenggelam pun, ia tetap tidak
peduli. Ia membuka surat dari Biru. Ia masih tidak bias memberi jawaban, ia berkata bahwa
ia tidak memiliki semua jawaban dari pertanyaan Jani. Jani makin kecewa, meninggalkan
banda neira dengan luka. Sesampainya di Jakrta, wajah Nug lah yang terpampang di Bandara,
Ia menjemput Binta. Binta maish sedih, merasa apa yang dilakukan Biru tidak adil untuknya.
Binta kecewa. Nug memeluknya dan berusaha berlapang dada. Ia memeluk sesorang yang
membutuhkan orang lain, ia harus berjuang menyembuhkan hati binta yang patah, meskipun
bukan untuk nugraha akhirnya.

BAB 17 : Dia Bukan Kau


Nugraha sedang menemani binta makan chesseburger kesukaannya. Nugraha lebih memilih
untuk memperhstiks abaints makan, ia tidak terlalu suka cheeseburger. Setelah makan di
restoran fastfood itu, mereka melanjutkan perjalanan menaiki bis kota, menuju pinggiran rel
kereta, binta ingin bertemu anak-anak dan mengajarkan mereka menggambar. Sesampainya
disana, mereka disambut dengan antusias. Binta dan Nug mengajarkan anak-anak itu
menggambar. Nugraha menilai gambar surya yang sudah lebih baik dari kala pertama. Binta
yang sudah lama tidak menggambar, mulai menggerakan tangannya pelan-pelan.
Menggambar Nug, ia terlalu focus menggambar sampai tidak sadar jika sedari tadi surya
memperhatikan. Karena penasaran, surya bertanya siapa yang mengajarka Binta untuk
menggambar. Ayahnya yang mengajarka Binta menggambar, binta kaget dengan ucapan
yang keluar dari mulutnya, ia langsung menutup mulutnya. Ia langsung menangis dan jatuh
dalam peluk nugraha. Di perjalanan pulang, Binta bertanya apakah semua lelaki memiliki
sifat yang sama. Nugraha tetap meyakinkan. Ia bukan Biru ataupun ayahnya. Ia tidak akan
pernah meninggalkan binta sendirian.

BAB 18 : Seribu Kertas Putih


Binta menyesal karena selalu percaya pada Biru dan mimpi-mimp manis yang ia janjikan.
Disitulah nugraha, memberika Binta pengertian. Bahwasanya ada beberapa orang yang
masuk kedalam kehidupan bukan untuk singgah atau menetap. Melainkan untuk
memberikanmu pelajaran kehidupan lalu Hilang. Setelah puas bertemu anak-anak di pinggir
rel kereta, akhirnya mereka memutuskan untuk pulang. Di dalam bis kota, Nugraha berusaha
agar tangan kirinya tidak tersenggol orang lain, Binta sedikit khawatir dan merasa bersalah
sudah mengajak nugraha naik bis kota dengan keadaan tangan seperti itu. Mereka turun dari
bus, tanpa aba-aba hujan turun dengan deras. Memaksa mereka untuk mencari tempat
berteduh. Binta menarik tangan kanan nugraha, membawanya ke supermarket agar mereka
bias berteduh sebentar. Binta memutuskan untuk membeli air mineral, tisu dan roti cokeltas.
Mengingat Nugraha yang belum makan. Tak lupa ia membeli spidol untuk menuliskan
sesuatu di gips Nugraha
Hei tangan, kau ini knapa sih harus patah segala?! Cepat pulih! Aku ingin lepas dari
makhluk menyebalkan ini.

BAB 19 : Masih di Bumi


Biru menyesap kopinya. Mas joko yang sudah ia anggap seperti sendiri melihat biru prihatin,
biru seperti zombie. Sudah tidak tidur berhari-hari. Mas joko berpesan bahwa lelaki sejati
tidak pernag membuat perempuannya kebingungan. Kalau biru menginginkannya, katakana.
Jika tidak, hilangkan. Biru tetap yakin bahwa rasa yang ia miliki hanya sebatas teman, tidak
lebih, tidak kurang. Hanya jani satu-satunya yang ia miliki, mungkin karena itu ia merasa
sebegitu kehilangan. Setelah itu biru pergi ke pulau Hatta, mengenang kenangannya Bersama
senjani beberapa hari lalu. Ia rela merelakan Jani Bersama orang lain, apabila bahagia jani
jaminannya. Tidak apa ia hidup tanpa tujuan, karena janilah akhir dari kelananya. Siang itu
Binta menurut Nug untuk naik mobil milinya. Binta ingin cepat-cepat pulang karena banyak
tugas yang harus ia kerjakan. Nugraha berjanji akan menemaninya sampai tugasnya selesai.

BAB 20 : Selamat berpisah


Nugraha benar-benar menemaninya mengerjakan tugas semalaman. Jam 7 pagi, ia baru
kembali ke rumahnya, walaupun sudah berkali-kali binta bujuk, ia masih tetap saja enggan
pulang. Saat binta ingin berangkat ke kampus, ada surat untuk senjani dari banda neira. Binta
memauskkan surat itu ke tasnya dan berangkat ke kampus. Ternyata pagi itu, dosennya tidak
masuk kelas. Binta membuka amplop coklat itu hati-hati, melihat tulisan tangan biru
didalamnya. Banda Neira, sehari setelah senjani pulang ke Jakarta, tulisnya Surat itu adalah
surat perpisahan terakhir Biru, kecupan itu juga perpisahan. Surat ini bukan jawaban yang
Jani minta, Biru tidak pernah punya perasaan lebih padanya. Hanya persahabatan tidak
pernah lebih dari itu. Surat itu ditujukan biru agar binta tidak mengharapkannya lagi. Supaya
jani bisa melanjutkan hidupnya lagi sekarang. Supaya pengharapannya selama ini, ia kubur
dalam-dalam. Penantian tidak selamanya berbuah manis, terkadang harus kita bunuh
perlahan. Binta menangis, terllu pedih rasanya untuk dipendam saat ini. Nugraha yang sedang
di ambang pintu kelas binta, mengampirinya. Mmeberikannya sapu tangan untuk
menghilangkan air matanya. Binta memberika surat itu kepada nugraha. Biru itu jahat, ia tega
mengirimkan surat yang jelas-jelas akan menyakiti perasaan Binta.

BAB 21 : Hujan dan Kehujanan


Binta berjalan pulang, langit sudah kelabu menandakan akan turun hujan, seperti hatinya
yang sedang kacau, ia memilih untuk tidak peduuli. Tubuhnya basah terguyur hujan, supaya
sepadan sakit hati dan badannya. Orang-orang mentap binta heran, orang macam apa yang
membuarkan tubuhnya basah kehujanan? Biru baru kembali ke Banda neira setelah beberapa
hari di Ambon. Ia tidak khawatir dengan keadaan jani, Karena masih ada nugraha di
sampingnya. Mas joko selalu bilang Nugraha itu buka biru. Selamanya bukan. Ialah yang Jani
butuhkan, Bukan Nugraha. Langkah Binta terhenti didepan pagar rumahnya, nugraha sudaha
ada di teras, menunggunya. Dengan handuk yang sudah ada di tangannya dan secangkit the
hangat yang sudah ada di meja. Biru masih memenuhi pikiran Binta. Binta meminta Nug
untuk pulang, tapi ia menolak. Binta dalah rumah yang selama ini ia tuju. Binta selalu
mengharapkan kat-kata itu keluar dari mulut biru, tapi sekalipun tidak pernah. Keesokan
harinya, Binta melihat Nug sedang berbincang dengan perempuan. Itu Sinta, mantan pacar
Nugraha sejak SMA, cahyo memberi tahu. Setelah perbincangan nug dan sinta selesai, ia
menghampiri Binta. Nug memberikan hadiah sketsa rumah kepada Binta. Binta berterima
kasih dan sangat bahagia untuk menerimanya.

BAB 22 : Seimbang
Sore itu diperjalanan pulang, ia melihat sinta yang sedang berjalan. Binta mengajak Sinta
untuk pulang Bersama. Nugraha enggan satu atmosfer dengan mantannya yang sudah
menyakitinya. Binta marah dan tidak suka diatur, ia akan pulang kalua sinta juga ikut
Bersama mereka. Binta mengajak Sinta karena Nugraha akan mentraktir mereka sushi.
Nugraha mengelak dan mengalah untuk menantarkan sinta pulang ke apartemennya. Karean
itu, Binta dihukum untuk menemani nug makan siang. Karena nug bingung karena binta tidak
ingin mwnjawab saat ditanya ingin memesan apa, nug pun memesan semua menu yang ada di
restoran ayam itu. Binta hanya makan sedikit, sedangkan sisa makanannya, ia bungkus.
Sebagia ia berikan tukang parkir di depan restoran. Sedangkan keadaan biru tidak membaik,
Mas joko menyarankan Biru untuk kembali ke Jakarta menysul senjani, tapi ia tolak mentah-
mentah. Jakarta sudah lama putus hubungan dengannya, dan ia harus melanjtkan
kehidupannya tanpa senjani ada didalamnya.

BAB 23 : Langit yang separuh utuh


Hari ini, binta menemani nug melepas gipsnya. Kata dokter, tangan Nug sudah sehat, ia juga
mampu untuk menyetir sendiri. Nug membawa mereka ke arah Mall, berniat membelikan
Binta sepatu yang sudah lama tidak ia ganti. Warna hitam di sepatu binta sudah berangsur-
angsur pudar menjadi warna abu-abu. Setelah membeli sepatu untuk binta, mereka menuju
restoran sushi yang tersedia sushi bar sehingga binta tidak usah repot-repot membuka buku
menu. Biru di Banda, Biru yang tidak keruan sudah berubah menjadi biru yang sendu.
Puisinya berubah menjadi sendu dan pilu. Setiap hari, ia hanya berjalan menuju Nusa
penombo, tempat dimana yang menjadi saksi bisunya. Biru menangisi satu-satunya
perempuan yang di cintanya. Satu-satunya permpuan yang ia beri nama senjani.

BAB 24 : Berbahasa
Setelah dari restorasn sushi, Binta mampir ke took Buku. Ia ingin emncari buku kumpulan
puisi milik Biru. Ternyata belum ada. I berharap agar Nug tidak mengabadikan kesedihannya
dengan puisi. Karena hanya orang-orang yang tak kenal Lelah lah yang mengabadikan
kesedihannya lewat puisi. Sedangkan Biru, ia sudah meminta tolong kepada mas joko untuk
mencarikan temannya yang bekerja sebagai nelayan. Saat tengah malam, biru dijemput naik
motor untuk berlayar ke tengah laut. Di tengah lautan, dan dipeluk hawa yang dingin, ia
berniat untuk berenang, berniat untuk membagi sedihnya kepada lautan, membagi rindunya
kepada senjani agar tidak ia tanggung sendiri. Binta dan Nugraha sedang berada di kedai kpi
sebelum pulang, ada beberapa hal yang harus diurus Nug dan Riza. Di tengah perjalanan
pulang, Binta memberhentikan mobil Nug, melihat sinta yang sedang mabuk di depan bar
pinggir jalan.

BAB 25 : Pelaut itu meretakkan kapalnya sendiri


Binta berniat untuk membantu sinta. Mereka berdua mengantarkan sinta ke apartemennya
yang ternyata tidak jauh dari klub. Sinta memang sering ke klub itu karena jaraknya yang
dekat dari apartemennya. Nugraha meminta Binta untuk menggantikan baju sinta yang sudah
terkena bekas muntahan. Binta berniat untuk memanggil bi suti keesokan paginya untuk
membereskan apartemen sinta. Namun, Binta masih enggan pulang. Ia ingin menunggu sinta
samapai siuman. Mereka berdua bercemngkrama.Nugraha memesankan Binta cheeseburger
karena tahu perempuan itu sudah lapar setelah mengurusi Sinta. Saat pagi hari tiba, Binta
menjemput Bi suti didepan Gedung apartemen. Ia kembali ke kamar sinta dengan se porsi
bubur dalam genggaman. Namun yang ia lihat adalah Sinta mencium Nug tepat di bibirnya.
Bubur dalam genggamannya pun jatuh, Ia langsung berlari kencang menuju lift, tidak ingin
melihat kejadian yang sangat menyayat hatinya sendiri. Nug mengejar, tapi semesta sedang
tidak berpihak padanya, Pintu lift sudah duluan tertutup. Ia memilih untuk mengantar Bi suti
pulang ke rumah Binta.

BAB 26 : Menuju Tujuan


Biru hampir saja tenggelam, Mas joko menyelamatkannya. Ia hampir saja mati ditelan air
laut. Binta yang masih merasa berantakan akhirnya pulang naik taksi. Lalu Nugraha selalu
mencari celah untuk menjelaskan keadannya kepada binta namun selalu sajadi tolaknya.
Malam itu, Binta menuju kedai kopi riza. Mengetahui bahwa Nugraha akan berangkat ke
Australia untuk menempuh Pendidikan internasionalnya dalam 2 minggu. Biru memesan tiket
ke Jakarta untuk menyelesaikan urusannya dengan jani yang belum tuntas.

BAB 27 : Menemukan yang ditemukan


Kini binta kembali ke hal-hal yang dulu ia lakukan sebelum ada nugraha, pergi ke kampus,
pulang Bersama cahyo, lalu mengobrol dengan mamanya. Ia berjalan menuju parkiran. Lalu
nugraha mengampirinya. Ia memilih berjalan pulang daripada harus diganggu nugraha di
parkiran. Binta melangkahkan kakinya menuju rumah dengan nugraha yang tetap
mengikutinya dari belakang. Binta terus menghiraukan adanya Nugraha. Saat didepan rumah,
sudah ada sesosok laki-laki yang selama ini ia rindukan. Biru. Binta tidak peduli dengan
segala kesalahan yang biru perbuat. Ia mendekap Biru hangat, berharap sedikit kesedihannya
bisa dirasakan biru.

BAB 28 : Pulang
Nug membalikan badannya, Biru sudah pulang. Yang punya rumah sudah pulang. Tidak ada
tempat untuknya lagi saat ini. Ia teringat suatu ketika saat Binta mengandaikan Biru kembali.
Sekarang hal itu sudah benar-benar terjadi. Pengarapan Binta dikabulkan semesta.
Setidaknya, semesta pernah berbuat baik pada perempuan yang dicintainya itu. Nugraha tau,
saat biru kembali ia harus melepas binta, ikhlas tidak ikhlas, mau tidak mau. Dalam pelukan
Biru, Binta sadar bahwa nug melihatnya. Saat memeluk biru, ada suatu rasa mengganjal yang
membuatnya ingin memeluk Nugraha. Saling berlari dan saling pergi, keduanya saling berlari
dari angka satu yang berdiri kokoh. Biru merasa ada sesuatu yang ganjal pada jani, pelukan
ini tidak seperti biasanya. Biru tidak boleh tahu bahwa rasanya sudah memudar sedikit demi
sedikit, dimulai saat surat yang ia kirimkan pada Binta dari Banda Neira, Rumahnya sudah
ditempati orang lain. Binta tetap meyakinkan diri bahwasanya rumah tidak akan berubah,
hatinya akan selalu untuk Biru. Sedangkan Nugraha duduk termenung di dalam mobilnya,
Memutuskan untuk mengunjungi riza di kedai kopinya. Ia bercerita pada Riza, Biru sudah
kembali. Cerita indahnya Bersama Binta sudah selesai, Ia berhenti pada sesuatu yang belum
ia mulai. Riza berkata pada nugraha bahwa ia tidak sengaja memberi tau binta tentang
Australia. Nugraha segera bergegas ke rumah Binta, tidak peduli Binta mau mendengarkan
atau tidak peduli adanya kehadiran Biru. Ia menjelaskan rasanya pada Binta, tidak perlu di
jawab, tidak butuh penjelasan.

BAB 29 : Rumah Tak Akan Berubah


Setelah hari itu tidak lagi ia dengar lelucon menyebalkan dari mulut Nugraha. Biru
menggandeng tangan Jani, berjalan mengelilingi perumahan. Namun pikiran Jani tidak ada di
sisinya. Mereka berhenti di Taman tempat mereka bermain dulu, Rumah tidak akan pernah
berubah. Semua sama seperti saat Biru tinggalkan dulu. Binta tidak setuju, Rumah bisa saja
tidak bebrbrntuk rumah, Ada rumah yang runtuh, ada rumah yang diubah. Yang hidup
didalamnya pun berubah, tapi cerita didalamnya tidak pernah bias diubah. Jani begitu asing
bagi biru, Janinya sudah berbeda, ia takut kehilangan Janinya. Ia bercerita tentang kejadian
tenggelamnya di Banda, Bagaimana senjani menyelamatkannya dengan muncul di mimpi
Biru. Keesokan harinya, di kampus, Sinta menghampiri Binta, menjelaskan semuanya,
bahwasanya Nugraha tidak salah, Nugraha tidak pernah melakukan apa-apa. Itu murni salah
Sinta, ia mencium Nugraha untuk menutipkan perasaannya untuk terakhir kalinya, bentuk
perpisahan yang amat menyakitkan. Binta pun memaafkan sinta, ia sudah merelakan. Sinta
menangis, Binta tidak bias menahannya. Alih-alih ia memluk sinta untuk menenagkannya.
Setelah pulang dari Kampus, Biru dan jani mengunjungi blok S, tempat makan favorit
mereka sejak SMA. Disana, Senjani menemukan jawabannya. Biru memberikan jawaban.
Setelah 15 tahun menjalin persahabatan, perasaannya terbalas.

BAB 30 : Lekap
Sore ini, binta mengajak mamnya jalan-jalan disekitar taman kompleks, bercerita apa saja.
Ditengah perbincangannya Bersama sang mama, Bi suti mengabarkan bahwa anak mang
ujang sudah lahir. Binta langsung pulang dan menarik tangan biru untuk menamaniya ke
klinik. Pintu ruang itu terbuka, Mang ujang duduk di samping sang istri yang sedang
menggendong buah hati tercinta. Ruangan itu sangat sederhana, hanya diperuntukkan untuk
orang-orang kelas bawah, tapi kebhagiaan tetap saja terukir di wajah keluarga kecil itu. Jani
menggendong itu, sempat iri karena ia tidak dilahirkan dengan penuh cinta dari kedua orang
tuanya. Binta merasakan hangat yang lekap dalam dada, menyerusuk masuk tanpa
persetujuan darinya. Inilah rasanya memiliki keluarga yang saling menyayangi satu sama
lain. Jani keluar ruangan dengan perasaan berusaha tegar, dengan kesedihan yang ia
sembuntikan di balik wajahnya. Ia masih ingin disini, ia masih ingin merasakan memiliki
ayah dan ibu. Biru tidak pernah bertanya tentang keluarga, biar saja jani lupa ia memiliki
keluarga, Biru tidak suka melihat jani bersedih. Binta hanya ingin punya hidup normal, Ia
ingin punya keluarga, punya orang tua yang selalu ada untuknya. Biru masih lebih beruntung,
ia pernag merasakan punya ayah. Biru selalu mengajaknya senang-senang tanpa tujuan.
Wajar saj kalu Binta menuntut kebahagiaan. Biru lebih memilih melangkah pergi,
meninggalkan binta dengan pikirannya sendiri. Biru tak kunjung kembali, Binta sudah
khawatir dalam hati. Binta berjalan ke kantin klinik, berharapa ada cheese burger ataupun
sushi, tapi tidak ada. Hal itu membuat binta kecewa. Lalu tiba-tiba sesosok laki-laki jangkung
menghampirinya, Asap bau rokok menempel pada tubuh Biru. Binta masih kecewa, biru
tidak tau alasannya. Binta lebih pandai menyembunyikan sesuatu sekarang, semenjak ia kira
biru tidak pernah kembali. Tapi biru meyakinkan bahwa ia sudah kembali, ia kembali dan
tidak pernah hilang lagi. Biru meminta Jani untuk pergi ke Banda Neira bersamanya,
meninggalkan apa-apa saja yang ia miliki di Jakarta, membawa serta mamanya. Binta
bimbang, ini yang selama ini ia inginkan, tapi saat terjadi, ia malah ragu untuk
melakukannya.
BAB 31 : di Antara
Cahyo tidak bisa memberi ekspresi atas pertanyaan Binta bahwa ia akan ikut Biru ke Banda
Neira. Cahyo meninggalkan Binta, masih tidak percaya temannya mengambil keputusan
besar secara tiba-tiba. Cahyo menghampiri nugraha, memberi tahunya tentang rencana Binta
pindah ke Banda neira. Cahyo sudah gemas, tidakkah bias dia lihat bahwa yang dibutuhkan
binta itu nugraha, bukan banda neira ataupun biru. Nugraha memarkir mobilnya didepan
kedai kopi Riza. Wajahnya muram, pikirannya kalut karena rencana binta. Perasaannya tidak
bias dijelaskan dengan kata-kata. Ia marah dan kecewa, ia kecewa pada dirinya sendiri karena
kalua sampai sesuatu terjadi pada binta, bila biru menyakiti binta lagi ia tidak tahu bagaimana
caranya memaafkan dirinya sendiri. Riza dating dengan membawa secangkie espresso di
tangannya. Riza tau pasti ini karena Binta, tidak pernah ada perempuan yang dapat membuat
seorang nugraha se berantakan ini, hanya satu perempuan yang berhasil menguras habis
kesabarannya namun tetap menjadi tempat perasaan nugraha menggantung. Nugraha
memberi tahu rencana Binta pindah ke banda neira dan keberangkatannya ke Australia dalam
lusa. Riza menyuruh Nugraha berbicara pada binta, gagal itu ada setelah kita berhenti
berusaha, Nugraha langsung menuju rumah Binta. Ia menelpon cahyo untuk mengajak Biru
pergi supaya ia bias berbicara dengan binta. Keesokan sorenya, Cahyo mengajak Biru ke
bengkel spare part sedangkan Nugraha ke rumah Binta untuk menuntaskan perasaannya.
Nugraha memeluk Binta terkakhir kalinya, memberi tahu keberangkatannya lusa ke
Australia, terminal 3 Gate 1 Nugraha memberi tahu, alih-alih Binta merubah pikirannya dan
ingin nugraha tetap Tinggal. Keputusan Binta untuk tidak jujur pada sendiri, menyiksanya
perlahan, Ia di taksi menuju Bnadara, melewati terminal 3, keberangkatan Internasional,
menuju terminal 5 tempat keberangkatannya. Mereka sudah sampai didepan terminal, biru
menurunkan koper dan kursi roda. Biru memastikan tidak ada yang tertinggal di Jakarta.

BAB 32 : Keberangkatan Terakhir


Sebelum masuk, petugas bandara mengecek tiket penumpang. Saat ia melangkah maju, sang
petugas keheranan, karena tiket yang biru miliki Cuma satu. Jani heran, apakah ini kesalahan
biru yang salah pesan. Biru menjelaskan bahwasanya ia tidak bias membawa jani pergi, tidak
dengan langkahnya yang ragu dan hetinya yang sudah tidak Bersama Biru. Biru meminta Jani
untuk mengejar apa yang ia butuhkan, Nugraha tentunya. Biru berjanji pada jani bahwa ia
akan terus menulis puisi, bahwa perasannya akan hidup dalam puisi-puisi yang ia ciptakan.
Binta meninggalkan mamanya dengan cahyo, sedangkan ia berlari kencang menuju terminal
3. Lagi-lagi semesta tidak berpihak padanya. Nugraha sudah pergi, ia menitipkan kotak
kesabaran yang berisi gulungan kertas. Setiap hari, buka satu gulungan. Saat binta membuka
gulungan terakhir, disitu pula Nugraha akan berdiri didepannya. Di hari yang ia tunggu-
tunggu, Binta mengambil gulungan kertas terakhir. Setelah 2 tahun menanti, setelah 730
gulungan kertas yang ia baca. Binta tersenyum. Bi suti sudah ada didpean kamar binta,
memberi tahu bahwa ada tamu yang datang untuknya. Nug sudah berdiri didepan pintu rumah
Binta. Binta berlari memeluk Nugraha. Sepuluh tahun kemudian, di teras rumahnya yang asri,
Duduk seorang suami istri, sang istri membuatkan kopi, ditemani dengan seorang anak
perempuan berumur tiga tahun disebelahnya. Binta teap menjadi rumah Nugraha. Di tengah
kehangatan keluarga kecil itu, Mbak Ru, Anak bi suti yang bekerja di rumahnya, memberikan
binta paket dari kurir. Tertulis untuk senjani. Nugraha menggendong si kecil kedalam rumah,
memberika Binta ruang untuk membuka paket dari Biru. Paket itu adalah buku, buku
kumpulan puisi biru yang berjudul Senja Yang kehilangan Langitnya. Pada akhirnya, mereka
menemukan kebahgiaan, walaupun tidak dari satu sama lain.
Unsur Intrinsik

1. Tema : Novel Kata Karya Rintik Sedu menggambarkan tentang kisah romansa antara
3 orang yang saling menyakiti.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Nugraha, Biru, dan Binta saling membelakangi dan saling pergi. Mereka butuh kata-
kata untuk menjelaskan perasaan. Mereka harus bicara dan berhenti menyembunyikan
kata hati serta mencari jawaban dari sebuah perasaan.”) (cover)

2. Tokoh dan Penokohan :


a) Binta Dineshcara, dikenal cuek dan tertutup
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Binta Dineschara? Binta Dineschara hadir atau tidak?”
Dosen mata kuliah Etika Komunikasi itu sudah geram dengan sifat Binta yang
tidak peduli dengan sekelilingnya.) (Bab 1 Hal. 7)

b) Nugraha, sangat sabar, gigih dan juga perhatian.


Dapat dilihat pada kalimat :
(“Bagaimana kalau aku yang tiba-tiba menghilang?”
“Tidak apa-apa. Aku akan tetap mencintaimu. Karena aku nggak takut
kehilanganmu, Ta. Kita dilahirkan saja untuk menemui kematian, lalu untuk apa
aku diam saja membuat hatiku jadi barang gak berguna karena aku takut ambil
resiko?”) (Bab

c) Biru, Puitis dan perhatian


Dapat dilihat pada kalimat :
(Sejak dulu Biru selalu membuatkanku puisi, karena katanya aku ini terlalu indah
untuk diajak bicara dengan kalimat berita.) (Bab 12 Hal. 150)

d) Cahyo, Ramah dan Baik


Dapat dilihat pada kalimat :
(“Ta, lo selalu bisa cerita sama gue. Apa pun. Kapan pun”) (Bab 29 Hal. 356)

e) Riza, Pekerja Keras dan Baik


Dapat dilihat pada kalimat :
(Juga tentang Riza yang ternyata anak seorang pejabat, tapi ia tidak mau
menggunakan kekayaan sang ayah untuk bersenang-senang. Ia ingin bekerja,
menikmati uangnya sendiri.) (Bab 25 Hal. 303)

f) Sinta, Pemabuk dan baik


Dapat dilihat pada kalimat :
(“Memang begitu Mbak Sinta itu. Hobinya Mabuk, Mba,” Kata satpam itu.) (Bab
25 Hal. 304)
3. Setting/ latar:
a) Latar waktu :
1. Sore Hari
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Sudah sore, aku ingin mengajakmu bertemu kembaranmu,) (Bab 13 hal. 160)
2. Siang hari
Dapat dilihat pada kalimat :
(Hatinya benar-benar penuh wara siang itu.) (Bab 17 hal. 205)
3. Pukul tujuh pagi
Dapat dilihat pada kalimat :
(Pukul tujuh pagi Nug sudah pulang karena ia ada kelas pukul sepuluh.) (Bab 19
hal. 244)
b) Latar Suasana :
1. Sepi
Dapat dilihat pada kalimat :
(ditengah laut, Biru dihinggapi sepi) (Bab 25 hal. 316)

c) Latar Tempat

1. Rumah Binta
Dapat dilihat pada kalimat :
(Cahyo, sahabat binta satu-satunya, sudah parkir di depan rumahnya) (Bab 1 hal. 2)
2. Banda Neira dan Pulau Hatta
Dapat dilihat pada kalimat :
4. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang orang
ketiga, karena penulis disini berposisisi seolah dia tahu segalanya yang terjadi dan
dialami Tokoh.

5. Alur
Alurnya campuran, karena kejadian yang diceritakan runtut dengan banyak reka ulang
masa lalu.

6. Amanat :
a. Untuk mendapat sesuatu yang benar-benar kita inginkan, perlu perjuangan yang
butuh banyak pengorabanan.

b. Katakan selagi mampu, ungkapkan sebelum semuanya terlambat.

c. Sejauh apapun jarak dan tantangan, jika Tuhan mentakdirkan bersama dalam suatu
ikatan maka apapun akan dilakukan.
UNSUR EKSTRINSIK

1. Nilai Sosial
 Novel ini menunjukkan nilai sosial atau tata cara pergaulan antar individu
dalam masyarakat. Misalnya, saat Binta dan Nugraha berada di kampung
kumuh pinggir rel kereta, mereka bermain-main dan berinteraksi dengan anak-
anak kampung itu. Nugraha mengajak Binta ke kampung itu dengan tujuan
untuk menyadarkan Binta bahwa ada kehidupan yang lebih menyedihkan lagi
daripada kehidupan Binta selama ini, dimana Binta selalu merasa bahwa
hidupnya adalah yang paling menyedihkan di dunia ini.
Dapat dilihat pada kalimat :
(Langkahnya berhenti di sebuah lahan kecil, masih di sepanjang pinggir rel
kereta. Ada papan tulis, spidol, dan pensil warna. Juga beberapa hasil karya
mereka yang diletakkan di tumpukan kertas, yang apabila kereta lewat aka
berhamburan ke mana-mana. Nug mengambil spidol hitam dan mulai
menggambar Peterpan.) (bab 2 hal. 21)
 Nilai sosial digambarkan oleh perilaku Binta yang sopan dan sayang pada Bu
Idah penjual nasi di kampusnya.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Pagi, Ibukk!!” sapa Binta sambil memeluk Bu Idah -si penjual nasi- dari
belakang

“aih... Si Cantik... kayak biasa?”) (bab 1 hal. 3)

2. Nilai Moral
Pada novel ini terdapat nilai moral yang tidak patut ditiru atau dilakukan. Moral
tersebut adalah meninggalkan keluarga yang sedang kesusahan. Seharusnya tokoh si
Ayah tidak melakukan hal tersebut. Dan tindakan yang seharusnya dilakukan adalah
tetap menemani tokoh ibu.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Hidup berdua dengan sang mama yang mengidap penyakit skizofrenia. Itulah
kenapa ayahnya pegi, meninggalkan mereka menjadi keluarga rapuh”) (bab 1 hal. 2)

3. Nilai Budaya
Nilai budaya dapat digambarka dengan perilaku memberikan julukan kepada
seseorang.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Binta seringkali dijuluki ‘The Invisible Girl’ di kampus karena saking tak terlihat,
saking tidak ada yang tahu kalau ada perempuan bernama Binta Deneischara kuliah
di sana. “) (bab 1 hal. 8)
GAYA BAHASA
1. Personifikasi
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Jangan salahkan perasaan, jika terkadang ia suka berpindah tempat. Namun,
salahkan nyali yang merasa ingin memiliki namun tidak berani mengungkapkan.”
“Kenapa semesta selalu marah sama Binta? Kenapa bumi ini selalu kasih hukuman
buat Binta?”) (hal. 201)

2. Disfemisme
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Binta sering dijuluki ‘The Invisible Girl’ di kampus karena saking tidak terlihat,
saking tidak ada yang tahu kalau ada perempuan bernama Binta Dineschara kuliah
di sana.”) (hal. 8)

3. Hiperbola
Dapat dilihat pada kalimat :
(Mungkin jantungnya sudah ia tinggal di jalan raya. Ia tak bisa merasakan apa-apa
kecuali ketakutan terbesarnya. “Kamu dimana, Ta? Kangenku sudah kehabisan
obatnya. Kata dokter obatnya sudah langka, dan yang tersisa di bumi cuma kamu.”)
(hal. 160)

4. Simile
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Membuat perasaan Binta seperti langit yang tadinya terik akan sinar matahari
berubah sejuk.”) (hal. 195)
PANDANGAN PENGARANG

Tokoh Binta dalam novel Kata digambarkan memiliki rasa putus asa dan
kerap kali tidak percaya pada dirinya sendiri. Binta selalu diajarkan untuk kuat oleh
keadaan sedari ia kecil, dimulai saat ibunya divonis memiliki penyakit Skizofrenia
dan ayahnya yang meninggalkannya. Hal ini membuat dirinya ditempa sedari muda
menjadi pribadi yang lebih kuat di kemudian hari. Tokoh Nugraha digambarkan
sangat sabar dalam menghadapi Binta dan sebagai teman kita dapat mencontoh hal-
hal yang dilakukan oleh Nugraha untuk membantu Bita bangkit kembali dari
keterpurukannya.
KRITIK DAN ESAI

Nadhifa Allya Tsana atau yang lebih banyak dikenal dengan Rintik Sedu kembali
melebarkan sayapnya dari ranah kesusateraan Indonesia, Tsana kali ini kembali menciptakan
novel roman yang mendolang kesuksesannya di Novel Geez dan Ann (2017) serta Buku
Rahasia Data (2018). Ada tiga karakter utama yang coba ditonjolkan oleh Tsana, yaitu
Nugraha, Biru, dan Binta. Ketiga sosok inilah yang mengisi lembar-lembar kertas ini akan
dibuat hidup karenanya, meski sosok Biru dihadirkan oleh Tsana secara tiba-tiba tanpa pra-
duga. Novel ini juga dipenuhi perspektif unik Tsana dalam menyikapi berbagai hal/situasi,
yang ia tiup-kan melalui dialektika karakter-karakternya. Seperti ketika sosok Nugraha yang
baru dipertemukan dengan Binta; seorang perempuan penyendiri, aneh, yang suka
menggambar absurd di potongan kertas koran. Yang pada akhirnya membuat Nugraha jatuh
hati karenanya, kerap beradu argumen yang sarat estetika.

"Kalau kamu, Ta? Kenapa pilih komunikasi?"


"Biar bisa belajar cara berkomunikasi dengan baik ... Mungkin?"
"Hasilnya belum juga kelihatan ya, Ta?"
Binta tertawa kecil.
"Mungkin aku enggak akan bisa lulus dari jurusan ini."
"Enggak bisa sama enggak mau beda lo, Ta." (BAB II hal. 28)

Nugraha digambarkan sebagai pemuda tangguh yang tak kenal lelah untuk terus
mencoba mengambil hati seorang Binta, tak sedikit pula yang setelah membaca novel ini—
bahkan tidak sampai habis—kecewa dengan sosok perempuan yang digambarkan oleh Tsana
ini, pasalnya Binta merupakan perempuan yang cukup acuh dengan kondisi sekitarnya. Hal
inilah yang membuat beberapa pembaca novel Kata merasa tidak terima dengan sikap Binta,
yang kurang menghargai sesamanya, terlebih Nugraha. Terlepas dari itu Nugraha memang
cukup buta terhadap perasaannya, atau kalian boleh menyikapi-nya dengan si Nugraha
memang telah menemukan cinta sejatinya, sehingga harus diperjuangkan hingga semangat
yang telah kehabisan titik didih-nya sendiri. Apapun respon yang telah dilakukan oleh Binta,
Nugraha selalu memiliki sifat positifnya tersendiri.

Nug bergumam dalam hati sambil tersenyum, aku suka Binta yang tidak banyak bicara, tapi
ketika satu kalimat keluar dari mulutnya, seakan semesta ini malu karena kalah indah
dengan ucapannya.

Mungkin ini juga menjadi salah satu upaya Tsana untuk membuat para pembaca baru
maupun lamanya semakin mencandui diksi-diksi buatannya yang sarat metafora, atau malah
jijik karenanya? Itu pilihan pembaca.

Untuk ukuran novel remaja, Tsana cukup berhasil menangkap beberapa situasi dalam kondisi
sehari-hari melalui kiasan-kiasan simbolis yang cukup relevan. Seperti ketakutan Binta
terhadap polusi ketika hendak menaiki sebuah bus; ‘ia takut polusi itu masuk ke paru-
parunya, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin naik burung gereja yang semakin hari
semakin menjauhi kota ini.’

Walkman butut satu-satunya yang Tsana gambarkan sebagai teman setia Binta dalam
mengarungi rasa sepi itu, juga ia kaitkan dengan suatu kiasan yang tanpa diduga maknanya.

"Oh ... Jadi Binta yang kuno ini suka mendengar radio juga?"
"Kuno? Kok, aku kuno?"
"Walkman-mu?"
"Itu enggak kuno, Nug. Dengan kita menggunakan sesuatu yang sudah tidak ada lagi di
masa yang baru, bukan berarti itu kuno, tapi kita menghargai sejarah." (bab II hal 32)

Tsana mencoba menanamkan rasa percaya diri kepada para pembaca-nya, bahwa untuk
menyukai terhadap sesuatu itu tak perlu harus mengikuti arus, meski rasa percaya diri niscaya
sangatlah jauh dari sosok Binta sendiri.

Simbol burung merpati sebagai vertebrata yang tak memiliki rasa dendam karena tidak
memiliki kantong empedu ini, juga Tsana kaitkan dengan sifat-sifat Binta yang sarat
kontradiksi, karena si Binta memang cukup pandai menyimpan rasa benci maupun dendam di
dasar hatinya, yang berujung pada tidak bersyukurnya ia terhadap proses apapun yang sedang
dan akan terjadi pada hidupnya. Dalam hal ini kerja keras Nugraha lah yang paling kentara
untuk meyakinkan pujaan hatinya, agar terus bersemangat menjalani hidupnya sendiri.

Sampai pada simbolis sebuah cermin yang secara diam-diam Nugraha belikan untuk Binta,
agar dirinya bisa terus bercermin dengan rasa percaya diri terhadap apapun yang dimiliki.
Seperti yang sempat saya bilang diatas, Binta adalah sosok yang niscaya jauh dari rasa
percaya diri.

Tsana cukup cerdik memanggil “arwah lokasi” kedalam ceritanya, ia sadar bahwa Pulau
Banda Neira adalah landscape yang tepat untuk dijadikan latarbelakang imajinasi-nya.
Menilik dari sub-judul novel ini saja; tentang senja yang kehilangan langitnya, pastilah
pikiran kalian akan bermuara pada kutipan tentang senja dan secangkir kopi yang terkenal itu,
atau minimal membaca buku ini sembari mendengarkan lagu dari band-band folk lokal agar
terkesan relevan.

Banda Neira dihadirkan Tsana secara tiba-tiba, sebuah tempat dimana ada sesosok yang telah
sejak lama menempati ruang hati Binta, yaitu Biru. Dari sini perempuan berkaca mata dan
bertubuh mungil ini bertemu dengan masa lalunya, alur cerita pun seringnya memuat kilas
balik dari kisah mereka berdua. Biru merupakan teman Binta sedari kecil sewaktu masih
tinggal di Jakarta, dan memutuskan berpisah sewaktu lulus SMA. Mereka berdua
dipertemukan kembali melalui Cahyo, teman satu-satunya Binta ketika pertama kali
memasuki universitas.

Berjarak tempuh sekitar 25 kilometer dari timur Banda Neira, kita diajak Tsana sejenak untuk
mengunjungi Pulau Hatta, sebuah tempat bersejarah yang memiliki sarat hubungan dengan
salah satu tokoh dalam perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan yaitu Bung Hatta, ketika
beliau diasingkan gara-gara PNI dianggap membahayakan kolonialisme Belanda. Cerita
urban tentang kematian Charles Rumpley melalui catatan kerinduan terhadap keluarganya,
yang ter-gores pada kaca jendela Istana Mini juga tak luput dari pantauan-nya. Seakan Tsana
berpesan; ayo kawan, kita ke Banda Neira!

Meski novel ini memiliki ketebalan hampir 400 halaman, namun jangan berharap kalian akan
disuguhi eksplorasi cerita yang menarik perhatian. Tsana sebatas berkutat pada pendedahan
karakter Binta yang memiliki sifat keras kepala, acuh pada keadaan sekitar, yang merasa
hidup dalam ruang imajinasi Biru—dalam ruang imajinasi Biru, Binta berubah nama menjadi
Senjani.

Mungkin maksud Tsana ketika memutuskan untuk bermain di plot yang melulu sama, ia
berharap karakter Binta bisa merasuk kedalam diri para pembaca-nya. Namun apa daya,
karakter Binta yang ia gambarkan mungkin terlampau jauh dari kehidupan nyata, ditambah
kesabaran Nugraha yang seakan tak ada batasnya. Hadirnya tokoh ketiga, yaitu Biru adalah
representasi atas kutipan yang dibuat oleh Tsana di awal-awal ketika kita membuka buku ini.

Untuk yang terjebak di masa lalu, untuk yang sedang melangkah ragu, buku ini akan
membantumu beranjak dari kata yang lalu, ke kata yang baru.

Transisi menuju akhir cerita juga terkesan tergesa, bagaimana ia menutupnya dengan
hitungan ‘sepuluh tahun kemudian’ hanya sekian menit ketika kita beralih dari halaman satu
ke halaman lainnya, meski hitungan ‘sepuluh tahun kemudian’ tersebut sudah ia prediksi
dengan kejadian ‘sepuluh tahun yang lalu’ ketika Binta dan Nugraha menjalani hari-hari
bersama.

Saya paham betul apa yang dirasakan kawan-kawan di luaran sana yang bosan dengan
rentetan alurnya, pasalnya ketika kita mulai memutuskan untuk membaca buku—dalam hal
ini novel—waktu kita juga habis terkuras karenanya, maka terkadang memang membutuhkan
kesabaran ekstra apabila hendak menyelesaikan membaca sebuah buku.

Namun seringnya kita kalut dalam ketakutan, bahwa waktu akan terbuang sia-sia apabila kita
berkutat dengan buku yang memiliki alur cerita yang kurang menarik perhatian, yang
ujungnya berkesimpulan prematur dalam menyikapi berbagai hal. Sederhananya kita menjadi
sok tahu, padahal gagal paham.
Naskah Drama
----------------------------BABAK I---------------------------
Jakarta memang selalu seperti ini, sinar matahari yang
menyengat dan jalanan yang amat padat. Binta Dineschara dan
Nugraha, dua manusia yang sedang berada dalam Bis Kota, menuju
tempat yang Nug rencanakan

Nug
Ta, lo masih ada utang loh sama gue, kemarin gue suruh lo
nunggu, malah pergi
Binta
Ya.. terus?
Nug
Utang harus dibayar lah, Ta!
Binta
Ga lebih dari lima belas menit! Abis lima belas menit gue
pulang
Nug
Kiri, Bang! (mengacungkan tangannya ke atas)
Binta
Kenapa jadi turun sih? (menatap nug heran sebal melangkahkan
kakinya turun dari bus)
Nug
Katanya mau bayar hutang?
Binta
Ya Gak sekarang juga, Nugraha! (menatap Nugraha sebal, sambal
berjalan mendahului Nug)
Binta tetap berjalan tanpa suara, keringat mengalir dri dahi
Binta. Tidak ada angina yang bertiup, hanya truk sampah yang
lalu Lalang menyebabkan Binta harus menuutp mulut dan
hidungnya.
Nug
Ta, Tunggu!
(Hening)
Nug
Ta, Kalo lo gamau dengerin gue, kita akan makin lama
nyampenya. Dan semakin lama nyampe, semakin lama lo stuck sama
gue.

(Binta berhenti, Nug memberikan sapu tangan untuknya)

Nug
Nih (memberikan sapu tangan)
Binta
Nggak!
Nug
Ambil atau kita akan semakin lama
Binta
Lo tuh rese banget ya!
Nug
Ta, jalannya gak akan kerasa kalo sambal ngobrol. Nah, kalo lo
bias pilih jadi salah satu hewan, lo mau jadi apa? (tersenyum)
Binta
Kura-kura, mungkin
Nug
Kura-kura?
Kura-kura bisa bawa rumahnya kemana-mana, bias hidup
sendirian. Kura-kura itu makhluk paling beruntung yang ada di
muka bumi. Jalan mereka yang lambat. Seakan lebih banyak
mencuri kenangan ketimbang manusia, mereka bisa merasakan
apapun dengan waktu yang lebih lama. Enak kali ya, kalo semua
manusia itu kura-kura. Gak ada yang Namanya juara, mereka
sudah cukup dengan langkah lambat yang mereka punya.

Nug
(tersenyum, sudah lama ia tidak merasa angina sejuk menerpa
hatinya)
Binta
Masih jauh ya?

Mereka sampai di pinggiran rel kereta, bau tidak sedap dan


suara kereta yang bising menghinggapi telinga binta. Binta
merasa asing di bumi. Dari kejauhan terlihat anak-anak yang
berlari kearah mereka, kearah Nug tepatnya

(Suara anak-anak) Kapten Nuggg!

Anak 1
Kapten hari ini kita mau gambar apa?
Nug
Kemarin kita gambar apa?
Anak 2
Tinkerbell!
Nug
Berarti hari ini kita gambar-
Anak 1 dan 2
Peterpan!
Nug
Eits! Tunggu dulu, hari ini kapten bawa teman lho (menyikut
Binta)
Binta
Hah? Oh, Hai teman-teman aku Binta! Salam Kenal (melambaikan
tangan)
Anak 1
Kak Binta, ayo! (menarik tangan Binta)

Mereka sampai di salah satu bangunan yang sudah terdapat alat


tulis seperti spidol, papan tulis, dan buku-buku. Nug sudah
ada disana, dengan spidol ditangannya, mulai menggambar
peterpan dan disambut dengan binaran mata anak-anak.
Binta berjalan keluar, berniat hanyut dalam lamunannya saja,
sampai seseorang menepuk bahunya

Nug
Kalo Pagi disini ada pasar, Ta
Binta
I can’t
Nug
(menatap heran) maksudnya?
Binta
Gue bukan lo, Nug. Gue gak bisa bantu mereka. Gue bukan orang
seperti itu.
Nug
Then don’t, I never asked you for that. Gue Cuma ngajak lo
kesini, buat ngeliat mereka. Gue gak minta apa-apa, Ta. Nggak
berharap lo bakal suka sama mereka. Tapi, gue seneng sih lo
disin, ya… walaupun harus sedikit dipaksa sih.

(Seorang anak laki-laki berjalan mendekat)


Anak 2
(memberi Binta kertas)
Binta
Wah makasih ya, siapa namamu?
Anak 2
Surya, kak
Binta
Surya itu dalam Bahasa Indonesia artinya matahari. Kalau dalam
Bahasa sansekerta, Surya itu penguasa langit.
Nug
Dineschara dalam Bahasa sansekerta juga artinya matahari
(tersenyum)
Nug
Teman-teman, Kapten harus nganterin Kak Binta pulang. Minggu
depan kita jumpa lagi, setuju?
Anak-anak langsung memeluk Nug. Binta dana Nugraha pun
bergegas meninggalkan pinggiran rel kereta itu.
Nug
Maaf ya, tadi itu lebih dari lima belas menit
Binta
Gak apa, bisa gue ketemu mereka lagi?
Nug
Tentu. Ta, apa pandangan lo tentang cinta?
Binta
Cinta itu kaya iklan di televisi Nug, Cuma bagus di TV.
Padahal aslinya biasa aja, bahkan mengecewakan.
Nug
Terus lo maunya apa?
Binta
Aku ingin selalu dalam masalah Nug. Supaya semakin tidak ada
celah untuk berkenalan dengan cinta apalagi true love kiss.
Itu Cuma dongeng Nug. Cinta itu gak kaya di cerita putri
tidur. Aku Cuma malas berurusan sama sesuatu yang menjanjikan
kebahagiaan padahal kepedihakn akan segera menyusulnya.
Nug
Tapi dunia ini butuh cinta, Ta
Binta
Itu masalahnya Nug. Di dunia ini aku tidak pernah diterima
baik. Hanya Cahyo yang selalu baik ke aku, saying, dia
sekarang lagi naik gunung. Dia selalu tau betapa gak
bergunaNYA akau bagi Bumi ini, Nugraha. Mungkin aku dilahirkan
salah planet.
Mereka berdua hanyut dalam pikiran masing-masing. Hingga
akhirnya mereka kembali naik bis kota membawa perasaan resah
sendirian.

----------------------------BABAK II--------------------------
Siang itu, Bus sedang penuh sekali, berdiri saja desak-
desakkan. Tadinya Nug sudah menyarankan untuk menunggu bus
selanjutnya, namun nampaknya menunggu bukanlah pilihan melihat
langit yang mulai gelap.
Nug
Kapan terakir ke mal,Ta? Aku ingin membeli es tebu. Kesukaanku
hanya ada di mal
Binta
Pertanyaannya itu harusnya pernah atau tidak ke mal. Ta?
Nug
Ah, bercanda kamu!
Binta
Kenapa? Kamu malu ajak aku?
Nug
Engga, malah mau pamer

Sesampainya di mal, mereka disambut oleh udara dingin dari


pendingin ruangan. Tidak terlalu ramai mungkin karena hari ini
hari kerja.
Nug
Mba, es tebu murninya satu ya!
Penjual
Mau ukuran apa mas?
Nug
Yang besar aja. Binta bener gam mau?
(binta menggeleng)
(brrtt…brrtt)
Binta
Ada apa Bi?
HAH?
Nug
Kenapa Ta?
Binta tidak menjawab. Hatinya saperti dilindas mobil. Ia
bergegas merapihkan barangnya
Binta
Seharusnya aku nggak pernah pinjemin waktuku buatmu. Sekarang
semuanya berantakan gara-gara kamu!
Nug
Ta, ada apa? Aku gak ngerti
Binta
Lebih baik kayak gitu, jadi berhenti ngikutin aku!

Selama di ojek, Binta hanya bisa menangis.Ia mengeluarkan


airmatanya terus menerus. Sesampainya di rumah, Binta berlari
kedalam rumah
Binta
Bi, Bi Suti?
Bi Suti
Kak, Mama di dalam kamar sedang diperiksa dokter.
(dokter keluar)
Binta
Gimana Dok?
Dokter
Mamamu gak kenapa-napa. Tadi kepeleset karena berdiri dan
berjalan sendiri ke kamar mandi?
Binta
Kok..Kok Bisa?
Dokter
Itu perubahan baik, Binta. Seperti yang saya bilang, obat
orang skizofrenia adalah kebahagiaan.
Binta
Ini semua gara-gara Binta. Harusnya Binta dirumah temenin mama
bukan pergi sama Nugraha. Maafin Binta ya, Ma.

(Kriingg)
Bi Suti
Kak Binta, ada telfon dari mas Cahyo
Binta
Sebentar ya ma, Ini Cuma Cahyo kok. Paking urusan kampus.
Jangan Kemana-mana ya, Ma (Binta berjalan menuju meja telfon)
Cahyo
Ta, Lo kemana aja sih? Gue telfon gak diangkat, SMS gak
dibales
Binta
Maaf, maaf
Cahyo
Nugraha kecelakaan, Ta! Dia ditabrak waktu kerumah lo. Tapi
dia gak apa-apa, Cuma luka dan memar sedikit.
Binta
Di rumah sakit mana, Yo?
Cahyo
Nanti gue SMS-in. Dateng ya, Ta? Gue belum sampe Jakarta,
Mungkin besok.

Binta bergegas berangkat ke rumah sakit, setelah menemukan


kamar yang telah diberi tau Cahyo sebelumnya, Binta mengetuk
pintu
(tok tok tok)
Nug
Masuk!
Binta
Hai, kamu gak papa? Seharusnya naik motor hati-hati. Kan sudah
aku bilang jangan mengejarku!
Nug
Jangan marah-marah dong! Aku ini sedang sakit. Bunda
memintakau untuk ke Bandung, besok. Gak papa kan?
Binta
Kenapa minta izin? Besok cahyo juga dating. Gak papa.
Nug
Kan kamu harus tau, ta (tersenyum)
---------------------------BABAK III--------------------------
Tiga hari sudah Nug di Bandung. Cahyo selalu menemani Binta
seperti dulu sebelum ada Nug dalam hidupnya.
Cahyo
Kemarin, Nug nelfon gue, katanya buat mastiin lo gak bengong
terus!
Binta
Ah, Lebay!
Cahyo
Liburan gih, Ta.
Binta
Liburan?
Cahyo
Cabut bentar. Seminggu aja, ajak diri lo jalan-jalan.
Binta
Kemana?
Cahyo
Banda Neira, Kepulauan Banda, Maluku Tengah
Binta
Dimana itu, Yo?
Cahyo
Tampatnya bagus, Bulan lalu gue kesana.
Binta
Gimana caranya?
Cahyo
Lonya mau dulu gak?
Binta
Mau, Tapi-
Cahyo
Yaudah gue pesenin tiket
Binta
Tapi Mama gimana?
Cahyo
Sudah tenang aja, serahin ke gue. Besok lo berangkat, udah gue
kirimin kode bookingnye ke email lo
Binta
Besok banget nih?
Cahyo
Besok Banget.

Keesokannya di Banda Neira, Binta melangkahkan kaki turun dari


pesawat, Ia hanya membawa 1 koper kecil karena berencana akan
tinggal selama dua hari. Dengan koper di tangan dan segenap
keberanian, ia berjalan menuju lobi Bandara. Hingga ia melihat
seorang laki-laki yang tidak asing baginya.

Biru
Senjani..
Binta
Biru!
Biru
Senjani, kamu semakin cantik. Waktu benar-benar
memperlakukanmu dengan baik.
Binta
Aku kira-
Biru
Kita berjarak belum tentu berjauhan. Aku masihdibumi. Dan
selama itu, jarak bukan apa-apa.
Binta menangis, lega akhirnya menemukan satu-satunya manusia
yang bisa mengertinya. Satu-satunya manusia yang akan
melindunginya dari kejamnya dunia.
Biru
Jani, Kenapa?
Binta
Aku senang ketemu kamu.
Setelah itu mereka menuju pelabuhan. Angin laut bertiup
kecang, Raut khawatir tercetak jelas di muka Binta
Binta
Harus naik kapal ya, Biru?
Biru
Ini sudah paling cepat, Jani. Ada yang sebelas sampai dua
belas jam, Mau?
Binta
Enggak!
Biru
Semakin cantik, tapi rasa takutmu terhadap kapal tidak pernah
berubah sama sekali
Binta
Jdi, bagaimana kamu bisa menemukan aku?
Biru
Bukan bisa atau tidak, Jani, Aku memang selalu ada di sisimu
Binta
Ih.. aku serius. Kok kamu bisa jemput aku di Bandara? Jangan-
jangan ini memang rencanamu
Biru
Bukan rencana, aku hanya ingin bertemu denganmu. Dan nyatanya
daridulu, bumi selalu memudahkan proses itu
Binta
Mana mungkin semudah itu? (Menatap Biru penasaran)
Biru
(merangkul Binta) Waktu lagi mendaki gunung Semeru, aku ketemu
Cahyo. Pas banget tendanya bersebrangan dengan tendaku. Lalu
dia pinjam korek. Nah, darisitu kita banyak ngobrol Dan
ternyata dia kenal kamu. Tau gak? Ketika itu, kali pertama aku
tau kalian saling kenal, aku lega, Jani. Lega karena kamu bisa
punya teman.
Binta
Kalo bukan karena cahyo ngajak kenalan saat semester pertama,
mungkin sekarang kamu gak akan lega, mungkin sekarang kamu
tidak Bersamaku.
Biru
Tapi sekarang kamu sama aku kan?
Binta
(tersenyum) Biru, kamu masih nulis puisi?
Biru
Tentu, semuanya tentang kamu
Binta
Jauh-jauh ke Banda Neira puisinya tentang aku?
Biru
Selalu tentang kamu.

Dua hari mereka habiskan di Banda Neira. Saling melepas rindu,


Jakarta memang tidak pernah cocok untuk Binta. Ia ingin
tinggal Bersama Biru di Banda Neira.

Biru
Kamu harus pulang, Jani
Binta
Tidak, aku mau tetap disini di Banda Neira bersamamu
Biru
Bagaimana dengan kuliahmu, Binta? Aku tau ada seseorang yang
menunggumu di Jakarta, Kalu tidak salah.. Nugraha Namanya?
Binta
Aku mau disini saja Biru
Biru
Kamu gak bisa ta. Next time kamu kesini lagi
Binta
Next timenya itu kapan Biru? Mau berapa lama lagi kamu
membuatku menunggu? Perasaanku padamu juga butuh jawaban, Ru.
Biru
Aku tidak punya semua jawaban dari pertanyaanmu, Senjani. Ayo,
kapalmu akan datng sebentar lagi!Hati-hati, jangan takut naik
kapal sendiri ya, senjani. Mau aku temani?

Binta
Kamu tidak bisa melihatku naik kapal sendiri, tapi kamu
membiarkanku menghadapi Jakarta sendirian. Aku tidak butuh
kamu lagi,Ru!

Binta kembali ke Jakarta dengan hati yang rapuh. Sendiri.


Tanpa Biru yang menemani.
----------------------------BABAK IV--------------------------

Hati Binta masih dihinggapi pilu sepulang dari Banda Neira.


Beruntung ada Nugraha dan Cahyo di sisinya. Binta mulai
terbiasa dengan kehadiran Nugraha yang selalu mengganggunya.
Nug
Hari ini temani aku ke dokter, mau gak? Katanya hari ini gips
tanganku mau dibuka
Binta
Cuma karena kamu kecelakaan salah satunya arena aku, jadi aku
ngalah deh.
Nug
Bener ya, Ta? Kamu pulang kampus aku jemput di gedungmu,
gimana?
Binta
Oke
Setelah Binta selesai kelas, Binta tidak melihat Nugraha. I
apun pergi ke kantin untuk membeli air mineral
Cahyo
Ta, liat tuh Nugraha lagi sama siapa!
Binta
Siapa?
Cahyo
Santi, mantannya. Mereka pacarana dari SMA tapi akhirnya putus
karena Sinta selingkuh
Nug
Ta, maaf ya aku gak nyamper kamu ke kelas. Tadi di jalan
ketemu Sinta, Oh iya-
Binta
Iya sudah tau kok, Nug. Jadi ke dokter tidak?
Di rumah sakit, Nugraha diberitau bahwa tangannya sudah
sembuh. Ia pun bisa beraktivitas kembali
Nug
Nah, aku mau nyetir sendiri
Binta
Eh, baru saja tadi dibuka gipsnya. Jangan ah!
Nugraha
Ah, senangnya dikhawatirkan Binta. Kamu gak dengar kata dokter
aku sudah baik-baik saja? Aku bisa kok
Binta
Aku masih saying nyawaku, Nugraha
Nugraha dan keras kepalanya masih saja memaksa untuk
mengemudikan mobilnya sendiri. Dengan berat hati Binta
menuruti kemauan nug.

Dalam perjalanan pulang dari rumah sakit, mereka melewati


sebuah klub malam. Mata Binta langsung melihat seorang
perempuan dengan penampilan awut-awutan dan sedang muntah-
muntah di jalan

Binta
STOP! STOP! Itu sinta di pinggir jalan!
(ciit)
(Binta keluar dari mobil)
Binta
Ayo Nug, Angkat! Cepat bawa ke mobil!
Nug
Tapi Ta-
Binta
Kita tidak mungkin kan membiarkannya disini!
Nug
Ta..
Binta
Pokoknya kalu sinta nggak pulang sama kita. Aku gak mau
pulang.
Di dalam mobil, Sinta tidur di pangkuan Binta. Binta sesekali
membersihkan bekas muntah Sinta yang ada pada Baju sinta
dengan tisu
Nug
Kita anter ke apartemennya aja ya, Ta?

Apartemen Sinta terlihat berantakan banyak bekas botol bir dan


rokok dimana-mana.
Nug
Sekarang kita sudah boleh pulang kan, Ta?
Binta
Kita gak bisa biarin sinta sendirian. Dia belum siuman. Besok
aku akan minta tolong Bi suti datang untuk membersihkan
apartemen Sinta. Sekalian membawakannya sarapan

Mereka pun menunggu sinta siuman sampai pagi hari. Mereka


berdua dibangunkan oleh telfon dari Bi suti yang mengabarkan
bahwa ia sudah ada di bawah lobi apartemen Sinta
Binta
Bi! Sini Bi!
Bi Suti
Kak Binta, ini buburnya udah bibi belikan
Binta
Iya, Bi. Biar aku aja yang bawa.
Mereka pun naik lift. Saat lift sampai di lantai kamar sinta,
Binta keluar duluan di susul bi suti. Ternyata, Nugraha dan
Sinta sedang berpelukan yang membuat hati Bina hancur
seketika.
Nug
Binta! Ta! Ini gak seperti ysng kamu pikirin, Ta!
Binta
Tidak Nug! Maksudmu jelas sepeti itu!
-----------------------------BAB V----------------------------
Biru sudah tiba di Jakarta. Ia merasa bodoh karena sudah
membohongi perasaannya sendiri. Binta yang pulang dengan hati
kacau, berjalan sendirian. Tepat didepan pagar, ada sosok yang
ia butuhkan selama ini.

Binta
Biru! (memeluk Biru)
Biru
Ada apa senjani?
Nugraha melihat itu semua. Biru sudah pulang. Tidak ada tempat
untuknya lagi. Pemilik hati Binta sudah pulang, ia harus tau
diri.
Binta
Tidak apa, kamu sudah ada disini. Semua baik, Ru.
Biru
Aku punya jawabannya sekarang, Senjani. Aku sudah membohongi
perasaanku sendiri selama ini. Aku cinta padamu, Senjani. Kamu
mau kan ikut aku ke Banda Neira?
Binta
(Kaget) Tapi mama bagaimana?
Biru
Kita bawa mama, kita juga bawa Bi suti kesana. Kita akan buat
rumah yang kokoh, memulai cerita Baru dibanda Neira,lusa kita
berangkat.
Binta
Tapi, aku harus urus kuliahku, Ru.
Biru
Aku sudah minta tolong Cahyo. Inikan kemauanmu? Berdua
denganku di Banda Neira?
Binta
(Ragu) Iya, aku mau
Keesokan harinya, Cahyo kaget karena telfon dari Biru yang
berkata bahwa ia dan Binta akan pindah ke Banda Neira
Cahyo
Ta, lo gila ya? Biru itu gila ngajak lo pindah ke Banda Neira.
Hidup lo tuh di Jakarta bukan di Banda, Binta.
Binta
Engga, ini bukan ide biru. Gue yang minta saat kita di Banda
Neira. Jakarta gak pernah cocok buat gue, Yo.
Cahyo
Nug itu mahasiswa internasional. Lusa dia juga berangkat ke
Australia. Lo gamau selesaiin masalah kalian dulu?
Binta
Hah? Nugraha ke Australia?
Cahyo
Iya, Ta. Lo selama ini gak tau kalo dia mahasiswa kelas
Internasional?
Binta
Yaudah gak papa. Kemarin Sinta udah jelasin ke gue. Tapi kalo
maafin Nugraha kayaknya gue belom bisa deh, Yo.
Cahyo
Lo yakin mau pindah ke Banda? Mama gimana?
Binta
Mama dan Bi Suti gue bawa. Kita ber-5 semua kesana. Gue
percaya sama Biru.

Sorenya, di rumah Binta, ada seseorang mengetuk pintu rumah


Binta
Nug
Ta, buka pintunya, Ta!
Binta
Kenapa lagi Nug?
Nug
Ta, aku janji ini terakhir kalinya kamu ketemu aku. Aku tau
kalo kamu udah tau aku akan ke Australia lusa. Aku tau, kamu
gak mau aku pergi kan Ta? Kalo kamu yang minta aku akan
langsung ganti programnya ke regular Ta.
Binta
Engga, Nug. Pergi saja ke Australia. Aku tidak mungkin
menahanmu
Nug
Kalau memang bgeitu, apabila kamu merubah pikiranmu, temui aku
di Terminal 1. Keputusanmu pindah ke Banda Neira aku sanat
tidak setuju, Ta. Tolong jangan ikuti permintaan gila Biru.
(Nug memeluk Binta)
Binta
Tidak Nug, ini ideku, buka ide biru. Aku yang meminta padanya
untuk tinggal di Bnada Neira.

Binta memang selalu keras kepala. Dengan berat hati, Nug pun
pergi, meninggalkan Binta sendirian,

Hari yang Binta harap tidak datang pun tiba. Ia memasukan


koper kedalam Taksi.

Biru
Sudah semua ta?
(hening)
Ta?
Binta
Eh, iya. Sudah semua

Mereka pun memasuki taksi, Binta berharap waktu berhenti. Ia


benci pada Jakarta sampai-sampai dengan tak sadar ia mulai
mencintai Jakarta. Selalu terbiasa dengan kehadiran Nugraha
sampai-sampai rindu datang saat Nugraha tidak ada.

Sesampainya di Bandara, mereka menuju terminal lima, melewati


terminal satu, tempat Nug berada.
Biru
Ayo, akan kuturunkan kopernya, setelah ini kita ke tempat
pemeriksaan tiket, ya?
Binta
Iya.
Setelah mengankat koper, mereka segera ke tempat pemeriksaan
tiket.
Petugas
Maaf, ini tiketnya hanya untuk satu orang?
Binta
(Kaget) Hah? Tidak mungkin. Coba di cek lagi. Biru, Bagaimana?
Biru
Memang benar tiketnya Cuma untuk satu orang. Aku tidak bisa
membawamu ke Banda Neira, Binta. Tidak dengan langkahmu yang
ragu. Tidak pula dengan hatimu yang bukan milikku. Kejarlah
dia Binta, sebelum terlambat!
Binta
Mama Bagimana?
Cahyo
Biar sama gue, Ta. Kejar Nugraha. Pesawatnya sebentar lagi
boarding.
Binta berlari sekencang-kencangnya. Sesampainya di ruang
tunggu, Nugraha tidak ada. Nugraha sudah pergi. Tiba-tiba ada
seseorang yang mendekatinya
Lelaki
Binta? Binta Dineschara?
Binta
Saya
Lelaki
Ini dari Mas Nugraha
Binta
Kotak kesabaran
Disana tertulis : Buka satu gulungan setiap hari. Saat
gulungan terakhir dibuka, aku aka nada di depan rumahmu
-Nugraha

Anda mungkin juga menyukai