B.indo Novel Guys
B.indo Novel Guys
‘KATA’
TENTANG SENJA YANG KEHILANGAN LANGITNYA
KARANGAN
RINTIK SEDU
SMAN 67 JAKARTA
TAHUN AJARAN 2019/2020
Novel : Kata
Karangan : Rintik Sedu
SINOPSIS
BAB 1 : Diambang Pintu
Binta Dineschara, perempuan biasa yang kuliah di jurusan komunikasi semester tiga, tinggal
berdua Bersama ibunya yang mengidap Skizofrenia, penyakit yang menyebabkan ayahnya
meninggalkan keluarganya, menyebabkan mereka menjadi keluarga yang rapuh. Pagi itu,
Cahyo satu-satunya teman yang Binta punya, menjemputnya untuk pergi ke kampus, tak lupa
sebelum ke kelas, mereka makan nasi uduk di depan kampus. Setelah itu, dia berjalan
bergegas ke kelas karena kelas pagi dimulai jam 9. Di depan pintu, terdapat seorang lelaki
berperawakan tinggi, mencari Binta, katanya. Ia ingin mengembalikan kertas koran bekas
milik Binta yang berisi gambar-gambar miliknya. Binta tidak suka menjadi pusat perhatian, ia
mengelak, berkata bahwa koran itu bukan milinya dan memilih untuk berjalan melewati laki-
laki yang bernama Nugraha itu di ambang Pintu. Beberapa menit kemudian, Dosen masuk ke
dalam kelas, Binta yang sedang mendengarkan musik dari Walkman kesayangannya tidak
menggubris saat dosen memanggil Namanya. Oleh karena itu, ia dikeluarkan dari kelas.
Tanpa pembelaan, ia berjalan begitu saja keluar kelas. Ia berjalan ke kantin, mengeluarkan
kertas koran bekas yang setiap pagi ada di depan rumahnya. Ia menggambar apa saja yang
ada di pikirannya. Nugraha yang kebetulan sedang di kantin, menyalahkan Binta karena
berbohong kepadanya dengan berkata koran bekas itu bukan miliknya. Binta yang merasa
terganggu, melangkahkan kaki menjauhi Nugraha untuk kedua kalinya. Keesokan paginya,
Bukan cahyo yang ada di depan rumahnya, melainkan Nugraha. Binta sudah merasa kesal
setengah mati, ia semakin membenci semesta karena selalu mepertemukannya dengan laki-
laki yang kerap mengganggu harinya. Binta berjalan keluar rumahnya, berniat menaiki bis
kota daripada dibonceng Nugraha. Nugraha mengikutinya dari belakang, menemaninya
menaiki bis kota. Di dalam bis kota,Nugraha bertemu dengan salah satu teman baiknya,
memintanya untuk memberikan tempat duduknya kepada Binta. Binta yang tidak ingin utang
budi, menolak Nugraha mentah-mentah. Nugraha yang sudah dipuncak kesabarannya, tetap
berusaha dengan lembut menghadapi Binta yang sangat keras kepala.
BAB 2 : Kura-Kura
Didalam bis kota itu, Nugraha meminta Binta untuk menemaninya pergi ke suatu tempat,
karena rasa bersalah Binta yang sudah memperlakukan Nugraha dengan buruk, ia
mengiyakan. Tak disangka, Nugraha menghentikan busnya dan mengajaknya turun detik itu
juga. Dengan rasa kesal yang membuncah dalam hati, serta keringat yang mengucuk akibat
terik matahri, Binta memilih untuk diam. Di tengah jalan, mereka mengobrol tentang hewan
favorit. Binta memilih kura-kura, karena menurutnya kura-kura merupakan hewan paling
beruntung di dunia, dia dapat membawa rumahnya kemana saja, bias hidup sendirian. Kura-
kura hidup lambat sehingga dapat menikmati momen dalam hidup ini sedikit lebih lama,
tidak ada yang pernag berlomba menjadi juara, kalua semua manusia seperti itu, pasti
manusia sudah bersyukur dengan langkah lambat yang mereka punya. Tak terasa, mereka
sudah sampai di tempat tujuan. Nug mengajaknya ke rel kereta, dimana terdapat banyak
anak-anak kurang mampu yang biasanya Nug ajarkan untuk menggambar. Nug meminta
Binta untuk mengajari anak-anak itu menggambar. Binta mengajarkan mereka menggambar
peterpan, karena peterpan merupakan dongeng favoritnya. Peterpan tidak harus tumbuh
dewasa itulah mengapa Binta menyukainya. Binta tidak suka dongeng putri tidur,
menurutnya cinta itu seperti iklan di televisi, hanya indah di Tv, padahal aslinya
mengecewakan. Binta lebih memilih untuk tidak mengenal cinta karena cinta itu hanya
menjanjikan kebahagiaan, padahal ada kepedihan yang mengikutinya.
BAB 3 : Ke Neverland
Setelah dari rel kerta, mereka berjalan pulang. Di tengah jalan, Binta bertanya hewan favorit
Nug. Burung merpati katanya. Burung merpati itu simbol perdamainan, Binta tidak setuju.
Burung merpati itu ttidak bias membuat dunia ini damai, Binta lebih setuju kalua bURUNG
merpati itu bias mengirim surat ke Tuhan. Nug terdiam, lalu Nug mengajaknya ke pasar
burung pramuka. Nug itu ada saja idenya, selalu berhasil membuat Binta tetap di sisinya. Ia
membeli sepasang burung merpati, untuk mencoba mengirimkan surat untuk Tuhan. Nug
berjalan membawanya ke Taman, berniat menulis suratnya di sana. Nug berterima kasih
kepada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan cucu hawa yang ketus dan tidak suka
tersenyum. Ia bingung, bagaimana carnya untuk memberi senyuman yang dapat menhiasi
bibirnya setiap hari. Binta menulis bahwa ia hanya ingin ikhlas kepada semesta yang selalu
memperlakukannya tidak baik. Nug menerbangkan kedua burung itu, karena binta enggan
melepaskan. Keesokan harinya, Binta telat masuk kelas yang menyebabkannya dikeluarkan
lagi dari kelas. Binta hanya bersabar, mulutnya ingin berkata bahwa ada ibunya di rumah
yang memiliki penyakit kejiwaan sehingga membutuhkan perhatian ekstra, tapi Binta hanya
diam, melangkahn kakinya keluar tanpa pembelaan.ia berjalan ke kantin, sembari duduk ia
memejamkan matanya, saat ia membuka mata, Nugraha sudah ada didepannya,
memberikannya air mineral. Binta dengan segala khayalannya, mengajak Nug untuk
tenggelam di segitiga Bermuda, mengajaknya ke ujung dunia yang tidak ada manusianya.
Binta merasa senang didekat Nug. Nug ini bukan manusia, tapi ikan paus yang senang
membuat Binta senang , Nug berkata sungguh-sungguh.
Nugraha akan memberika Binta waktu, sampai kapan ia akan menunggu Binta. Nugraha
menjawab dengan mantap, Sampai kapanpun.
BAB 11 : Datang Lagi
Binta meyakinkan Nug, Dunianya tidak selamanya baik-baik saja, dunianya bisa huncur
dalam sekejap mata. Binta tidak ingin dibantu siapapun. Nug kira Binta sudah berubah, Nug
kira awan hitam yang bertahun-tahun menutup hati binta sudah pergi. Ternyata tidak. Binta
tetap Binta, dan sebesar apa pun usahanya untuk meluluhkan sebuah hati yang tercipta dari
batu tidak akan pernah ada hasilnya. Dengan hati kecewa, Nug memberikan binta waktu, ia
ingin binta berpikir. Kemudian ia pergi, meningalkan binta dalam keresahan. Binta
mengadukan perasaannya pada bayangan biru yang ada di pikirannya, cinta pertamanya.
Karena sudah lama termenung, Binta akhirnya pulang. Di depan pintu kedai kopi, Nugraha
duduk disana sembari tertidur, kelelahan menunggu binta merenung di dalam. Keesokan
harinya, Binta sudah muak dengan semesta. Ia mengajak Nug untuk pergi dari bumi, Nugraha
menolak. Ia ingin Binta hidup dalam realita yang ingin membahagiakannya. Binta heran,
semesta tidak pernah sekalipun bersikap baik, apalagi membahagiakan. Nugraha ada realita
yang dapat membuat Binta bahagia, jelas nug. Keesokan harinya, Binta menemani Nug ke
stasiun, Nug hendak ke bandung bertemu dengan kedua orangtuanya. Binta tidak suka
stasiun. Maupun halte atau bandara. Ia benci hal-hal yang membuatnya harus merasakan
kehilangan. Nug berangkat, ia berpesan pada Binta harus dapat menjaga dirinya baik-baik.
Setelah perpisahan itu, Binta memutuskan untu pergi ke banda neira ats saran dari cahyo. Ia
pergi ke banda neira, sendirian tanpa teman maupun tempat tujuan. Sesampainya di bandara,
terlihat sosok yang sudah lama ia rindu, Biru.
BAB 22 : Seimbang
Sore itu diperjalanan pulang, ia melihat sinta yang sedang berjalan. Binta mengajak Sinta
untuk pulang Bersama. Nugraha enggan satu atmosfer dengan mantannya yang sudah
menyakitinya. Binta marah dan tidak suka diatur, ia akan pulang kalua sinta juga ikut
Bersama mereka. Binta mengajak Sinta karena Nugraha akan mentraktir mereka sushi.
Nugraha mengelak dan mengalah untuk menantarkan sinta pulang ke apartemennya. Karean
itu, Binta dihukum untuk menemani nug makan siang. Karena nug bingung karena binta tidak
ingin mwnjawab saat ditanya ingin memesan apa, nug pun memesan semua menu yang ada di
restoran ayam itu. Binta hanya makan sedikit, sedangkan sisa makanannya, ia bungkus.
Sebagia ia berikan tukang parkir di depan restoran. Sedangkan keadaan biru tidak membaik,
Mas joko menyarankan Biru untuk kembali ke Jakarta menysul senjani, tapi ia tolak mentah-
mentah. Jakarta sudah lama putus hubungan dengannya, dan ia harus melanjtkan
kehidupannya tanpa senjani ada didalamnya.
BAB 24 : Berbahasa
Setelah dari restorasn sushi, Binta mampir ke took Buku. Ia ingin emncari buku kumpulan
puisi milik Biru. Ternyata belum ada. I berharap agar Nug tidak mengabadikan kesedihannya
dengan puisi. Karena hanya orang-orang yang tak kenal Lelah lah yang mengabadikan
kesedihannya lewat puisi. Sedangkan Biru, ia sudah meminta tolong kepada mas joko untuk
mencarikan temannya yang bekerja sebagai nelayan. Saat tengah malam, biru dijemput naik
motor untuk berlayar ke tengah laut. Di tengah lautan, dan dipeluk hawa yang dingin, ia
berniat untuk berenang, berniat untuk membagi sedihnya kepada lautan, membagi rindunya
kepada senjani agar tidak ia tanggung sendiri. Binta dan Nugraha sedang berada di kedai kpi
sebelum pulang, ada beberapa hal yang harus diurus Nug dan Riza. Di tengah perjalanan
pulang, Binta memberhentikan mobil Nug, melihat sinta yang sedang mabuk di depan bar
pinggir jalan.
BAB 28 : Pulang
Nug membalikan badannya, Biru sudah pulang. Yang punya rumah sudah pulang. Tidak ada
tempat untuknya lagi saat ini. Ia teringat suatu ketika saat Binta mengandaikan Biru kembali.
Sekarang hal itu sudah benar-benar terjadi. Pengarapan Binta dikabulkan semesta.
Setidaknya, semesta pernah berbuat baik pada perempuan yang dicintainya itu. Nugraha tau,
saat biru kembali ia harus melepas binta, ikhlas tidak ikhlas, mau tidak mau. Dalam pelukan
Biru, Binta sadar bahwa nug melihatnya. Saat memeluk biru, ada suatu rasa mengganjal yang
membuatnya ingin memeluk Nugraha. Saling berlari dan saling pergi, keduanya saling berlari
dari angka satu yang berdiri kokoh. Biru merasa ada sesuatu yang ganjal pada jani, pelukan
ini tidak seperti biasanya. Biru tidak boleh tahu bahwa rasanya sudah memudar sedikit demi
sedikit, dimulai saat surat yang ia kirimkan pada Binta dari Banda Neira, Rumahnya sudah
ditempati orang lain. Binta tetap meyakinkan diri bahwasanya rumah tidak akan berubah,
hatinya akan selalu untuk Biru. Sedangkan Nugraha duduk termenung di dalam mobilnya,
Memutuskan untuk mengunjungi riza di kedai kopinya. Ia bercerita pada Riza, Biru sudah
kembali. Cerita indahnya Bersama Binta sudah selesai, Ia berhenti pada sesuatu yang belum
ia mulai. Riza berkata pada nugraha bahwa ia tidak sengaja memberi tau binta tentang
Australia. Nugraha segera bergegas ke rumah Binta, tidak peduli Binta mau mendengarkan
atau tidak peduli adanya kehadiran Biru. Ia menjelaskan rasanya pada Binta, tidak perlu di
jawab, tidak butuh penjelasan.
BAB 30 : Lekap
Sore ini, binta mengajak mamnya jalan-jalan disekitar taman kompleks, bercerita apa saja.
Ditengah perbincangannya Bersama sang mama, Bi suti mengabarkan bahwa anak mang
ujang sudah lahir. Binta langsung pulang dan menarik tangan biru untuk menamaniya ke
klinik. Pintu ruang itu terbuka, Mang ujang duduk di samping sang istri yang sedang
menggendong buah hati tercinta. Ruangan itu sangat sederhana, hanya diperuntukkan untuk
orang-orang kelas bawah, tapi kebhagiaan tetap saja terukir di wajah keluarga kecil itu. Jani
menggendong itu, sempat iri karena ia tidak dilahirkan dengan penuh cinta dari kedua orang
tuanya. Binta merasakan hangat yang lekap dalam dada, menyerusuk masuk tanpa
persetujuan darinya. Inilah rasanya memiliki keluarga yang saling menyayangi satu sama
lain. Jani keluar ruangan dengan perasaan berusaha tegar, dengan kesedihan yang ia
sembuntikan di balik wajahnya. Ia masih ingin disini, ia masih ingin merasakan memiliki
ayah dan ibu. Biru tidak pernah bertanya tentang keluarga, biar saja jani lupa ia memiliki
keluarga, Biru tidak suka melihat jani bersedih. Binta hanya ingin punya hidup normal, Ia
ingin punya keluarga, punya orang tua yang selalu ada untuknya. Biru masih lebih beruntung,
ia pernag merasakan punya ayah. Biru selalu mengajaknya senang-senang tanpa tujuan.
Wajar saj kalu Binta menuntut kebahagiaan. Biru lebih memilih melangkah pergi,
meninggalkan binta dengan pikirannya sendiri. Biru tak kunjung kembali, Binta sudah
khawatir dalam hati. Binta berjalan ke kantin klinik, berharapa ada cheese burger ataupun
sushi, tapi tidak ada. Hal itu membuat binta kecewa. Lalu tiba-tiba sesosok laki-laki jangkung
menghampirinya, Asap bau rokok menempel pada tubuh Biru. Binta masih kecewa, biru
tidak tau alasannya. Binta lebih pandai menyembunyikan sesuatu sekarang, semenjak ia kira
biru tidak pernah kembali. Tapi biru meyakinkan bahwa ia sudah kembali, ia kembali dan
tidak pernah hilang lagi. Biru meminta Jani untuk pergi ke Banda Neira bersamanya,
meninggalkan apa-apa saja yang ia miliki di Jakarta, membawa serta mamanya. Binta
bimbang, ini yang selama ini ia inginkan, tapi saat terjadi, ia malah ragu untuk
melakukannya.
BAB 31 : di Antara
Cahyo tidak bisa memberi ekspresi atas pertanyaan Binta bahwa ia akan ikut Biru ke Banda
Neira. Cahyo meninggalkan Binta, masih tidak percaya temannya mengambil keputusan
besar secara tiba-tiba. Cahyo menghampiri nugraha, memberi tahunya tentang rencana Binta
pindah ke Banda neira. Cahyo sudah gemas, tidakkah bias dia lihat bahwa yang dibutuhkan
binta itu nugraha, bukan banda neira ataupun biru. Nugraha memarkir mobilnya didepan
kedai kopi Riza. Wajahnya muram, pikirannya kalut karena rencana binta. Perasaannya tidak
bias dijelaskan dengan kata-kata. Ia marah dan kecewa, ia kecewa pada dirinya sendiri karena
kalua sampai sesuatu terjadi pada binta, bila biru menyakiti binta lagi ia tidak tahu bagaimana
caranya memaafkan dirinya sendiri. Riza dating dengan membawa secangkie espresso di
tangannya. Riza tau pasti ini karena Binta, tidak pernah ada perempuan yang dapat membuat
seorang nugraha se berantakan ini, hanya satu perempuan yang berhasil menguras habis
kesabarannya namun tetap menjadi tempat perasaan nugraha menggantung. Nugraha
memberi tahu rencana Binta pindah ke banda neira dan keberangkatannya ke Australia dalam
lusa. Riza menyuruh Nugraha berbicara pada binta, gagal itu ada setelah kita berhenti
berusaha, Nugraha langsung menuju rumah Binta. Ia menelpon cahyo untuk mengajak Biru
pergi supaya ia bias berbicara dengan binta. Keesokan sorenya, Cahyo mengajak Biru ke
bengkel spare part sedangkan Nugraha ke rumah Binta untuk menuntaskan perasaannya.
Nugraha memeluk Binta terkakhir kalinya, memberi tahu keberangkatannya lusa ke
Australia, terminal 3 Gate 1 Nugraha memberi tahu, alih-alih Binta merubah pikirannya dan
ingin nugraha tetap Tinggal. Keputusan Binta untuk tidak jujur pada sendiri, menyiksanya
perlahan, Ia di taksi menuju Bnadara, melewati terminal 3, keberangkatan Internasional,
menuju terminal 5 tempat keberangkatannya. Mereka sudah sampai didepan terminal, biru
menurunkan koper dan kursi roda. Biru memastikan tidak ada yang tertinggal di Jakarta.
1. Tema : Novel Kata Karya Rintik Sedu menggambarkan tentang kisah romansa antara
3 orang yang saling menyakiti.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Nugraha, Biru, dan Binta saling membelakangi dan saling pergi. Mereka butuh kata-
kata untuk menjelaskan perasaan. Mereka harus bicara dan berhenti menyembunyikan
kata hati serta mencari jawaban dari sebuah perasaan.”) (cover)
c) Latar Tempat
1. Rumah Binta
Dapat dilihat pada kalimat :
(Cahyo, sahabat binta satu-satunya, sudah parkir di depan rumahnya) (Bab 1 hal. 2)
2. Banda Neira dan Pulau Hatta
Dapat dilihat pada kalimat :
4. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan dalam novel ini adalah sudut pandang orang orang
ketiga, karena penulis disini berposisisi seolah dia tahu segalanya yang terjadi dan
dialami Tokoh.
5. Alur
Alurnya campuran, karena kejadian yang diceritakan runtut dengan banyak reka ulang
masa lalu.
6. Amanat :
a. Untuk mendapat sesuatu yang benar-benar kita inginkan, perlu perjuangan yang
butuh banyak pengorabanan.
c. Sejauh apapun jarak dan tantangan, jika Tuhan mentakdirkan bersama dalam suatu
ikatan maka apapun akan dilakukan.
UNSUR EKSTRINSIK
1. Nilai Sosial
Novel ini menunjukkan nilai sosial atau tata cara pergaulan antar individu
dalam masyarakat. Misalnya, saat Binta dan Nugraha berada di kampung
kumuh pinggir rel kereta, mereka bermain-main dan berinteraksi dengan anak-
anak kampung itu. Nugraha mengajak Binta ke kampung itu dengan tujuan
untuk menyadarkan Binta bahwa ada kehidupan yang lebih menyedihkan lagi
daripada kehidupan Binta selama ini, dimana Binta selalu merasa bahwa
hidupnya adalah yang paling menyedihkan di dunia ini.
Dapat dilihat pada kalimat :
(Langkahnya berhenti di sebuah lahan kecil, masih di sepanjang pinggir rel
kereta. Ada papan tulis, spidol, dan pensil warna. Juga beberapa hasil karya
mereka yang diletakkan di tumpukan kertas, yang apabila kereta lewat aka
berhamburan ke mana-mana. Nug mengambil spidol hitam dan mulai
menggambar Peterpan.) (bab 2 hal. 21)
Nilai sosial digambarkan oleh perilaku Binta yang sopan dan sayang pada Bu
Idah penjual nasi di kampusnya.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Pagi, Ibukk!!” sapa Binta sambil memeluk Bu Idah -si penjual nasi- dari
belakang
2. Nilai Moral
Pada novel ini terdapat nilai moral yang tidak patut ditiru atau dilakukan. Moral
tersebut adalah meninggalkan keluarga yang sedang kesusahan. Seharusnya tokoh si
Ayah tidak melakukan hal tersebut. Dan tindakan yang seharusnya dilakukan adalah
tetap menemani tokoh ibu.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Hidup berdua dengan sang mama yang mengidap penyakit skizofrenia. Itulah
kenapa ayahnya pegi, meninggalkan mereka menjadi keluarga rapuh”) (bab 1 hal. 2)
3. Nilai Budaya
Nilai budaya dapat digambarka dengan perilaku memberikan julukan kepada
seseorang.
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Binta seringkali dijuluki ‘The Invisible Girl’ di kampus karena saking tak terlihat,
saking tidak ada yang tahu kalau ada perempuan bernama Binta Deneischara kuliah
di sana. “) (bab 1 hal. 8)
GAYA BAHASA
1. Personifikasi
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Jangan salahkan perasaan, jika terkadang ia suka berpindah tempat. Namun,
salahkan nyali yang merasa ingin memiliki namun tidak berani mengungkapkan.”
“Kenapa semesta selalu marah sama Binta? Kenapa bumi ini selalu kasih hukuman
buat Binta?”) (hal. 201)
2. Disfemisme
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Binta sering dijuluki ‘The Invisible Girl’ di kampus karena saking tidak terlihat,
saking tidak ada yang tahu kalau ada perempuan bernama Binta Dineschara kuliah
di sana.”) (hal. 8)
3. Hiperbola
Dapat dilihat pada kalimat :
(Mungkin jantungnya sudah ia tinggal di jalan raya. Ia tak bisa merasakan apa-apa
kecuali ketakutan terbesarnya. “Kamu dimana, Ta? Kangenku sudah kehabisan
obatnya. Kata dokter obatnya sudah langka, dan yang tersisa di bumi cuma kamu.”)
(hal. 160)
4. Simile
Dapat dilihat pada kalimat :
(“Membuat perasaan Binta seperti langit yang tadinya terik akan sinar matahari
berubah sejuk.”) (hal. 195)
PANDANGAN PENGARANG
Tokoh Binta dalam novel Kata digambarkan memiliki rasa putus asa dan
kerap kali tidak percaya pada dirinya sendiri. Binta selalu diajarkan untuk kuat oleh
keadaan sedari ia kecil, dimulai saat ibunya divonis memiliki penyakit Skizofrenia
dan ayahnya yang meninggalkannya. Hal ini membuat dirinya ditempa sedari muda
menjadi pribadi yang lebih kuat di kemudian hari. Tokoh Nugraha digambarkan
sangat sabar dalam menghadapi Binta dan sebagai teman kita dapat mencontoh hal-
hal yang dilakukan oleh Nugraha untuk membantu Bita bangkit kembali dari
keterpurukannya.
KRITIK DAN ESAI
Nadhifa Allya Tsana atau yang lebih banyak dikenal dengan Rintik Sedu kembali
melebarkan sayapnya dari ranah kesusateraan Indonesia, Tsana kali ini kembali menciptakan
novel roman yang mendolang kesuksesannya di Novel Geez dan Ann (2017) serta Buku
Rahasia Data (2018). Ada tiga karakter utama yang coba ditonjolkan oleh Tsana, yaitu
Nugraha, Biru, dan Binta. Ketiga sosok inilah yang mengisi lembar-lembar kertas ini akan
dibuat hidup karenanya, meski sosok Biru dihadirkan oleh Tsana secara tiba-tiba tanpa pra-
duga. Novel ini juga dipenuhi perspektif unik Tsana dalam menyikapi berbagai hal/situasi,
yang ia tiup-kan melalui dialektika karakter-karakternya. Seperti ketika sosok Nugraha yang
baru dipertemukan dengan Binta; seorang perempuan penyendiri, aneh, yang suka
menggambar absurd di potongan kertas koran. Yang pada akhirnya membuat Nugraha jatuh
hati karenanya, kerap beradu argumen yang sarat estetika.
Nugraha digambarkan sebagai pemuda tangguh yang tak kenal lelah untuk terus
mencoba mengambil hati seorang Binta, tak sedikit pula yang setelah membaca novel ini—
bahkan tidak sampai habis—kecewa dengan sosok perempuan yang digambarkan oleh Tsana
ini, pasalnya Binta merupakan perempuan yang cukup acuh dengan kondisi sekitarnya. Hal
inilah yang membuat beberapa pembaca novel Kata merasa tidak terima dengan sikap Binta,
yang kurang menghargai sesamanya, terlebih Nugraha. Terlepas dari itu Nugraha memang
cukup buta terhadap perasaannya, atau kalian boleh menyikapi-nya dengan si Nugraha
memang telah menemukan cinta sejatinya, sehingga harus diperjuangkan hingga semangat
yang telah kehabisan titik didih-nya sendiri. Apapun respon yang telah dilakukan oleh Binta,
Nugraha selalu memiliki sifat positifnya tersendiri.
Nug bergumam dalam hati sambil tersenyum, aku suka Binta yang tidak banyak bicara, tapi
ketika satu kalimat keluar dari mulutnya, seakan semesta ini malu karena kalah indah
dengan ucapannya.
Mungkin ini juga menjadi salah satu upaya Tsana untuk membuat para pembaca baru
maupun lamanya semakin mencandui diksi-diksi buatannya yang sarat metafora, atau malah
jijik karenanya? Itu pilihan pembaca.
Untuk ukuran novel remaja, Tsana cukup berhasil menangkap beberapa situasi dalam kondisi
sehari-hari melalui kiasan-kiasan simbolis yang cukup relevan. Seperti ketakutan Binta
terhadap polusi ketika hendak menaiki sebuah bus; ‘ia takut polusi itu masuk ke paru-
parunya, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak mungkin naik burung gereja yang semakin hari
semakin menjauhi kota ini.’
Walkman butut satu-satunya yang Tsana gambarkan sebagai teman setia Binta dalam
mengarungi rasa sepi itu, juga ia kaitkan dengan suatu kiasan yang tanpa diduga maknanya.
"Oh ... Jadi Binta yang kuno ini suka mendengar radio juga?"
"Kuno? Kok, aku kuno?"
"Walkman-mu?"
"Itu enggak kuno, Nug. Dengan kita menggunakan sesuatu yang sudah tidak ada lagi di
masa yang baru, bukan berarti itu kuno, tapi kita menghargai sejarah." (bab II hal 32)
Tsana mencoba menanamkan rasa percaya diri kepada para pembaca-nya, bahwa untuk
menyukai terhadap sesuatu itu tak perlu harus mengikuti arus, meski rasa percaya diri niscaya
sangatlah jauh dari sosok Binta sendiri.
Simbol burung merpati sebagai vertebrata yang tak memiliki rasa dendam karena tidak
memiliki kantong empedu ini, juga Tsana kaitkan dengan sifat-sifat Binta yang sarat
kontradiksi, karena si Binta memang cukup pandai menyimpan rasa benci maupun dendam di
dasar hatinya, yang berujung pada tidak bersyukurnya ia terhadap proses apapun yang sedang
dan akan terjadi pada hidupnya. Dalam hal ini kerja keras Nugraha lah yang paling kentara
untuk meyakinkan pujaan hatinya, agar terus bersemangat menjalani hidupnya sendiri.
Sampai pada simbolis sebuah cermin yang secara diam-diam Nugraha belikan untuk Binta,
agar dirinya bisa terus bercermin dengan rasa percaya diri terhadap apapun yang dimiliki.
Seperti yang sempat saya bilang diatas, Binta adalah sosok yang niscaya jauh dari rasa
percaya diri.
Tsana cukup cerdik memanggil “arwah lokasi” kedalam ceritanya, ia sadar bahwa Pulau
Banda Neira adalah landscape yang tepat untuk dijadikan latarbelakang imajinasi-nya.
Menilik dari sub-judul novel ini saja; tentang senja yang kehilangan langitnya, pastilah
pikiran kalian akan bermuara pada kutipan tentang senja dan secangkir kopi yang terkenal itu,
atau minimal membaca buku ini sembari mendengarkan lagu dari band-band folk lokal agar
terkesan relevan.
Banda Neira dihadirkan Tsana secara tiba-tiba, sebuah tempat dimana ada sesosok yang telah
sejak lama menempati ruang hati Binta, yaitu Biru. Dari sini perempuan berkaca mata dan
bertubuh mungil ini bertemu dengan masa lalunya, alur cerita pun seringnya memuat kilas
balik dari kisah mereka berdua. Biru merupakan teman Binta sedari kecil sewaktu masih
tinggal di Jakarta, dan memutuskan berpisah sewaktu lulus SMA. Mereka berdua
dipertemukan kembali melalui Cahyo, teman satu-satunya Binta ketika pertama kali
memasuki universitas.
Berjarak tempuh sekitar 25 kilometer dari timur Banda Neira, kita diajak Tsana sejenak untuk
mengunjungi Pulau Hatta, sebuah tempat bersejarah yang memiliki sarat hubungan dengan
salah satu tokoh dalam perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan yaitu Bung Hatta, ketika
beliau diasingkan gara-gara PNI dianggap membahayakan kolonialisme Belanda. Cerita
urban tentang kematian Charles Rumpley melalui catatan kerinduan terhadap keluarganya,
yang ter-gores pada kaca jendela Istana Mini juga tak luput dari pantauan-nya. Seakan Tsana
berpesan; ayo kawan, kita ke Banda Neira!
Meski novel ini memiliki ketebalan hampir 400 halaman, namun jangan berharap kalian akan
disuguhi eksplorasi cerita yang menarik perhatian. Tsana sebatas berkutat pada pendedahan
karakter Binta yang memiliki sifat keras kepala, acuh pada keadaan sekitar, yang merasa
hidup dalam ruang imajinasi Biru—dalam ruang imajinasi Biru, Binta berubah nama menjadi
Senjani.
Mungkin maksud Tsana ketika memutuskan untuk bermain di plot yang melulu sama, ia
berharap karakter Binta bisa merasuk kedalam diri para pembaca-nya. Namun apa daya,
karakter Binta yang ia gambarkan mungkin terlampau jauh dari kehidupan nyata, ditambah
kesabaran Nugraha yang seakan tak ada batasnya. Hadirnya tokoh ketiga, yaitu Biru adalah
representasi atas kutipan yang dibuat oleh Tsana di awal-awal ketika kita membuka buku ini.
Untuk yang terjebak di masa lalu, untuk yang sedang melangkah ragu, buku ini akan
membantumu beranjak dari kata yang lalu, ke kata yang baru.
Transisi menuju akhir cerita juga terkesan tergesa, bagaimana ia menutupnya dengan
hitungan ‘sepuluh tahun kemudian’ hanya sekian menit ketika kita beralih dari halaman satu
ke halaman lainnya, meski hitungan ‘sepuluh tahun kemudian’ tersebut sudah ia prediksi
dengan kejadian ‘sepuluh tahun yang lalu’ ketika Binta dan Nugraha menjalani hari-hari
bersama.
Saya paham betul apa yang dirasakan kawan-kawan di luaran sana yang bosan dengan
rentetan alurnya, pasalnya ketika kita mulai memutuskan untuk membaca buku—dalam hal
ini novel—waktu kita juga habis terkuras karenanya, maka terkadang memang membutuhkan
kesabaran ekstra apabila hendak menyelesaikan membaca sebuah buku.
Namun seringnya kita kalut dalam ketakutan, bahwa waktu akan terbuang sia-sia apabila kita
berkutat dengan buku yang memiliki alur cerita yang kurang menarik perhatian, yang
ujungnya berkesimpulan prematur dalam menyikapi berbagai hal. Sederhananya kita menjadi
sok tahu, padahal gagal paham.
Naskah Drama
----------------------------BABAK I---------------------------
Jakarta memang selalu seperti ini, sinar matahari yang
menyengat dan jalanan yang amat padat. Binta Dineschara dan
Nugraha, dua manusia yang sedang berada dalam Bis Kota, menuju
tempat yang Nug rencanakan
Nug
Ta, lo masih ada utang loh sama gue, kemarin gue suruh lo
nunggu, malah pergi
Binta
Ya.. terus?
Nug
Utang harus dibayar lah, Ta!
Binta
Ga lebih dari lima belas menit! Abis lima belas menit gue
pulang
Nug
Kiri, Bang! (mengacungkan tangannya ke atas)
Binta
Kenapa jadi turun sih? (menatap nug heran sebal melangkahkan
kakinya turun dari bus)
Nug
Katanya mau bayar hutang?
Binta
Ya Gak sekarang juga, Nugraha! (menatap Nugraha sebal, sambal
berjalan mendahului Nug)
Binta tetap berjalan tanpa suara, keringat mengalir dri dahi
Binta. Tidak ada angina yang bertiup, hanya truk sampah yang
lalu Lalang menyebabkan Binta harus menuutp mulut dan
hidungnya.
Nug
Ta, Tunggu!
(Hening)
Nug
Ta, Kalo lo gamau dengerin gue, kita akan makin lama
nyampenya. Dan semakin lama nyampe, semakin lama lo stuck sama
gue.
Nug
Nih (memberikan sapu tangan)
Binta
Nggak!
Nug
Ambil atau kita akan semakin lama
Binta
Lo tuh rese banget ya!
Nug
Ta, jalannya gak akan kerasa kalo sambal ngobrol. Nah, kalo lo
bias pilih jadi salah satu hewan, lo mau jadi apa? (tersenyum)
Binta
Kura-kura, mungkin
Nug
Kura-kura?
Kura-kura bisa bawa rumahnya kemana-mana, bias hidup
sendirian. Kura-kura itu makhluk paling beruntung yang ada di
muka bumi. Jalan mereka yang lambat. Seakan lebih banyak
mencuri kenangan ketimbang manusia, mereka bisa merasakan
apapun dengan waktu yang lebih lama. Enak kali ya, kalo semua
manusia itu kura-kura. Gak ada yang Namanya juara, mereka
sudah cukup dengan langkah lambat yang mereka punya.
Nug
(tersenyum, sudah lama ia tidak merasa angina sejuk menerpa
hatinya)
Binta
Masih jauh ya?
Anak 1
Kapten hari ini kita mau gambar apa?
Nug
Kemarin kita gambar apa?
Anak 2
Tinkerbell!
Nug
Berarti hari ini kita gambar-
Anak 1 dan 2
Peterpan!
Nug
Eits! Tunggu dulu, hari ini kapten bawa teman lho (menyikut
Binta)
Binta
Hah? Oh, Hai teman-teman aku Binta! Salam Kenal (melambaikan
tangan)
Anak 1
Kak Binta, ayo! (menarik tangan Binta)
Nug
Kalo Pagi disini ada pasar, Ta
Binta
I can’t
Nug
(menatap heran) maksudnya?
Binta
Gue bukan lo, Nug. Gue gak bisa bantu mereka. Gue bukan orang
seperti itu.
Nug
Then don’t, I never asked you for that. Gue Cuma ngajak lo
kesini, buat ngeliat mereka. Gue gak minta apa-apa, Ta. Nggak
berharap lo bakal suka sama mereka. Tapi, gue seneng sih lo
disin, ya… walaupun harus sedikit dipaksa sih.
----------------------------BABAK II--------------------------
Siang itu, Bus sedang penuh sekali, berdiri saja desak-
desakkan. Tadinya Nug sudah menyarankan untuk menunggu bus
selanjutnya, namun nampaknya menunggu bukanlah pilihan melihat
langit yang mulai gelap.
Nug
Kapan terakir ke mal,Ta? Aku ingin membeli es tebu. Kesukaanku
hanya ada di mal
Binta
Pertanyaannya itu harusnya pernah atau tidak ke mal. Ta?
Nug
Ah, bercanda kamu!
Binta
Kenapa? Kamu malu ajak aku?
Nug
Engga, malah mau pamer
(Kriingg)
Bi Suti
Kak Binta, ada telfon dari mas Cahyo
Binta
Sebentar ya ma, Ini Cuma Cahyo kok. Paking urusan kampus.
Jangan Kemana-mana ya, Ma (Binta berjalan menuju meja telfon)
Cahyo
Ta, Lo kemana aja sih? Gue telfon gak diangkat, SMS gak
dibales
Binta
Maaf, maaf
Cahyo
Nugraha kecelakaan, Ta! Dia ditabrak waktu kerumah lo. Tapi
dia gak apa-apa, Cuma luka dan memar sedikit.
Binta
Di rumah sakit mana, Yo?
Cahyo
Nanti gue SMS-in. Dateng ya, Ta? Gue belum sampe Jakarta,
Mungkin besok.
Biru
Senjani..
Binta
Biru!
Biru
Senjani, kamu semakin cantik. Waktu benar-benar
memperlakukanmu dengan baik.
Binta
Aku kira-
Biru
Kita berjarak belum tentu berjauhan. Aku masihdibumi. Dan
selama itu, jarak bukan apa-apa.
Binta menangis, lega akhirnya menemukan satu-satunya manusia
yang bisa mengertinya. Satu-satunya manusia yang akan
melindunginya dari kejamnya dunia.
Biru
Jani, Kenapa?
Binta
Aku senang ketemu kamu.
Setelah itu mereka menuju pelabuhan. Angin laut bertiup
kecang, Raut khawatir tercetak jelas di muka Binta
Binta
Harus naik kapal ya, Biru?
Biru
Ini sudah paling cepat, Jani. Ada yang sebelas sampai dua
belas jam, Mau?
Binta
Enggak!
Biru
Semakin cantik, tapi rasa takutmu terhadap kapal tidak pernah
berubah sama sekali
Binta
Jdi, bagaimana kamu bisa menemukan aku?
Biru
Bukan bisa atau tidak, Jani, Aku memang selalu ada di sisimu
Binta
Ih.. aku serius. Kok kamu bisa jemput aku di Bandara? Jangan-
jangan ini memang rencanamu
Biru
Bukan rencana, aku hanya ingin bertemu denganmu. Dan nyatanya
daridulu, bumi selalu memudahkan proses itu
Binta
Mana mungkin semudah itu? (Menatap Biru penasaran)
Biru
(merangkul Binta) Waktu lagi mendaki gunung Semeru, aku ketemu
Cahyo. Pas banget tendanya bersebrangan dengan tendaku. Lalu
dia pinjam korek. Nah, darisitu kita banyak ngobrol Dan
ternyata dia kenal kamu. Tau gak? Ketika itu, kali pertama aku
tau kalian saling kenal, aku lega, Jani. Lega karena kamu bisa
punya teman.
Binta
Kalo bukan karena cahyo ngajak kenalan saat semester pertama,
mungkin sekarang kamu gak akan lega, mungkin sekarang kamu
tidak Bersamaku.
Biru
Tapi sekarang kamu sama aku kan?
Binta
(tersenyum) Biru, kamu masih nulis puisi?
Biru
Tentu, semuanya tentang kamu
Binta
Jauh-jauh ke Banda Neira puisinya tentang aku?
Biru
Selalu tentang kamu.
Biru
Kamu harus pulang, Jani
Binta
Tidak, aku mau tetap disini di Banda Neira bersamamu
Biru
Bagaimana dengan kuliahmu, Binta? Aku tau ada seseorang yang
menunggumu di Jakarta, Kalu tidak salah.. Nugraha Namanya?
Binta
Aku mau disini saja Biru
Biru
Kamu gak bisa ta. Next time kamu kesini lagi
Binta
Next timenya itu kapan Biru? Mau berapa lama lagi kamu
membuatku menunggu? Perasaanku padamu juga butuh jawaban, Ru.
Biru
Aku tidak punya semua jawaban dari pertanyaanmu, Senjani. Ayo,
kapalmu akan datng sebentar lagi!Hati-hati, jangan takut naik
kapal sendiri ya, senjani. Mau aku temani?
Binta
Kamu tidak bisa melihatku naik kapal sendiri, tapi kamu
membiarkanku menghadapi Jakarta sendirian. Aku tidak butuh
kamu lagi,Ru!
Binta
STOP! STOP! Itu sinta di pinggir jalan!
(ciit)
(Binta keluar dari mobil)
Binta
Ayo Nug, Angkat! Cepat bawa ke mobil!
Nug
Tapi Ta-
Binta
Kita tidak mungkin kan membiarkannya disini!
Nug
Ta..
Binta
Pokoknya kalu sinta nggak pulang sama kita. Aku gak mau
pulang.
Di dalam mobil, Sinta tidur di pangkuan Binta. Binta sesekali
membersihkan bekas muntah Sinta yang ada pada Baju sinta
dengan tisu
Nug
Kita anter ke apartemennya aja ya, Ta?
Binta
Biru! (memeluk Biru)
Biru
Ada apa senjani?
Nugraha melihat itu semua. Biru sudah pulang. Tidak ada tempat
untuknya lagi. Pemilik hati Binta sudah pulang, ia harus tau
diri.
Binta
Tidak apa, kamu sudah ada disini. Semua baik, Ru.
Biru
Aku punya jawabannya sekarang, Senjani. Aku sudah membohongi
perasaanku sendiri selama ini. Aku cinta padamu, Senjani. Kamu
mau kan ikut aku ke Banda Neira?
Binta
(Kaget) Tapi mama bagaimana?
Biru
Kita bawa mama, kita juga bawa Bi suti kesana. Kita akan buat
rumah yang kokoh, memulai cerita Baru dibanda Neira,lusa kita
berangkat.
Binta
Tapi, aku harus urus kuliahku, Ru.
Biru
Aku sudah minta tolong Cahyo. Inikan kemauanmu? Berdua
denganku di Banda Neira?
Binta
(Ragu) Iya, aku mau
Keesokan harinya, Cahyo kaget karena telfon dari Biru yang
berkata bahwa ia dan Binta akan pindah ke Banda Neira
Cahyo
Ta, lo gila ya? Biru itu gila ngajak lo pindah ke Banda Neira.
Hidup lo tuh di Jakarta bukan di Banda, Binta.
Binta
Engga, ini bukan ide biru. Gue yang minta saat kita di Banda
Neira. Jakarta gak pernah cocok buat gue, Yo.
Cahyo
Nug itu mahasiswa internasional. Lusa dia juga berangkat ke
Australia. Lo gamau selesaiin masalah kalian dulu?
Binta
Hah? Nugraha ke Australia?
Cahyo
Iya, Ta. Lo selama ini gak tau kalo dia mahasiswa kelas
Internasional?
Binta
Yaudah gak papa. Kemarin Sinta udah jelasin ke gue. Tapi kalo
maafin Nugraha kayaknya gue belom bisa deh, Yo.
Cahyo
Lo yakin mau pindah ke Banda? Mama gimana?
Binta
Mama dan Bi Suti gue bawa. Kita ber-5 semua kesana. Gue
percaya sama Biru.
Binta memang selalu keras kepala. Dengan berat hati, Nug pun
pergi, meninggalkan Binta sendirian,
Biru
Sudah semua ta?
(hening)
Ta?
Binta
Eh, iya. Sudah semua