Anda di halaman 1dari 3

Kesalahan dalam kebenaran

Anis Selvia

Pertikaian silang namun tidak berisik antara empat wanita empat decade

Para Pelaku:

Eceu : Seorang tetangga pembuat masalah


Cece : Ibu dengan dua anak
Ela : Anak perempuan pertama
Tata : Anak Perempuan kedua

Seluruh kejadian terjadi di pinggir kota, pekarangan dua rumah satu halaman.

Pekarangan dua rumah satu halaman yang dipenuhi tanaman-tanaman kaktus, lidah mertua,
sirih gading, sri rejeki, serta banyak jenis tanaman hias lainnya. Dilengkapi dengan meja serta
bangku tua yang terbuat dari kayu jati yang diletakkan di depan jendela dekat pintu masuk ke
arah dua rumah yang memiliki satu halaman bersama ini.

Terdapat sepeda tua yang tiap sisinya sudah berkarat dan rantainya putus namun dibiarkan
begitu saja, juga sampah-sampah yang baru saja dibakar di depan dekat pintu pagar dua rumah
ini.

Keadaan yang tidak rapih namun juga tidak berantakan ini menandakan tempat ini masih
berpenghuni. Di siang hari yang terik dan panas, terlihat nenek—ibu tua yang selalu membakar
sampah dengan alasan supaya tidak semakin banyak sampah dan tidak perlu bayar sampah ke
penjaga kebersihan di lingkungan sekitar.

Cece : (Keluar dari rumah, berdiri depan pintu) Eceu janganlah terus-terusan
bakar sampah (terbatuk-batuk) aku nih kena efek sampingnya.
Eceu : Ya tinggal jangan kamu hirup asapnya bisa kan? Ngga ada yang
menyuruhmu menghirupnya atau kamu tidur saja sana, supaya ngga
ngerasain. Gampang.
Cece : (Menghela napas) Ceu kamu kan ada permasalahan sama pernapasanmu,
aku yang dari dalam aja terganggu, apalagi Eceu yang ngebakarnya.
Eceu : (Menyiram sampah yang dibakar dengan air) Anakmu si Tata mana Ceu?
Aku sengaja bakar sampah daritadi ngga selesai supaya dia yang keluar.
Cece : (Duduk di kursi) Udahlah Ceu, Ceuceu sering banget buat Tata sebel sama
Ceuceu.
Eceu : (Menghampiri Cece) Aku kangen anakku.

Cece : Sini duduk Ceu, aku ambil beberapa makanan dulu (Masuk ke dalam
rumah).

Eceu : (Duduk di sebrang tempat duduk Cece tempati) Seru sekali jadi Cece,
punya anak dua yang perhatian.
Cece : (Membawa makanan) Ini Ela yang bikin Ceu, ayo cobain. Lagi suka
masak-masak dia.
Cece : Si Tata tadi nangis tau Ceu, kayaknya karena keganggu asap yang Ceuceu
buat.
Eceu : Sengaja.
Cece : Ya Tuhan.
Eceu : Aku malah senang kalau Tata sebel sama aku, aku bisa interaksi sama anak
yang seumuran sama anakku, jadi kayak main sama anakku sendiri Ce.
Cece : Tapi Ceuceu bisa lakuin hal lain kalau tujuan Ceuceu itu.
Eceu : Entahlah Ce, aku hanya senang. Ngomong-ngomong aku minta maaf ya
ucapanku yang tadi, aku sengaja buat Tata yang ke depan.
Cece : Ngga apa-apa Ceu, aku paham.
Cece : Tapi Ceu, aku rasa Tata sudah dewasa, sudah seharusnya Ceuceu beri dia
pengertian. Ngga mau aku anakku selalu naruh prasangka buruk sama orang
yang sudah berikan kehidupan ke keluarganya sendiri.
Eceu : Biarkan semuanya seperti ini aja lah Ce aku ngga mau ada kesalahan yang
sama terulang, sampai aku matipun ngga apa.
Cece : Sembangan Eceu kalau ngomong nih.
Tata : (Dari dalam rumah) Ibu, browniesku ibu bawa semua?
Cece : Nanti minta mba Ela buat lagi ya, nduk? Biar yang ini buat Eceu.
Tata : Ibu kenapa sih masih baik sama Eceu? Tadi aja Eceu udah jahat, bahkan
hampir tiap hari jahat ke ibu. Eceu juga, ngapain sih ganggu ibu terus?
Tata : Aku selama ini udah sabar ya Ceu, Eceu kira aku anak kecil yang ngga bisa
berontak? Ibu juga pasti udah sering kali bilang aku sebel sama Eceu tapi
Eceu ngga pernah sadar. Kalau Eceu kesepian, jangan ganggu ibu.
Cece : Tata, nduk ngga boleh kayak gitu. Ya Tuhan, ora kudu kaya ngono Ta.
(Menarik Tata masuk ke rumah).
Tata : (Menepis tangan ibu) Kula kesel, bu.
Eceu : Balik dulu lah aku Ce, ini buat aku kan jadinya? Aku bawa semua ya (Pergi
dengan membawa semua makanan).
Tata : Tuh, ibu lihat sendiri kan kayak gimana? Kok ibu isih apik bu, bu.
Cece : Kamu sing ora ngerti Ta.
Tata : Ya ibu nerangke ke aku, aku wis dewasa.
Ela : Apa iki rame?
Tata : Eceu ganggu ibu terus, dadi aku marahin Eceu. Mana ngambil semua
browniesku, mba.
Ela : Tau aku kalau kamu marah sama Eceu, tapi bukan berarti kamu bisa marahi
orang tua, Ta. Tata krama iku lho, lagipula ada hal yang kamu ora ngerti.
Tata : Kamu sama ibu sama saja toh, selalu bilang aku ora ngerti, aku ora ngerti.
Aku saiki bela harga diri ibu, tapi selalu aku yang ngga tau apa-apa. Kalian
anggap apa aku ini sebenarnya? Aku pergi dulu, jangan dicari.
Cece : Ya Tuhan mengapa begini, Tata di rumah sajalah kamu nduk, Ta, Tata.
Ela : Aku pun mau pergi, bu. Lagipula yang diucapkan Tata juga ada benarnya,
ibu terlalu baik untuk Eceu, aku juga lelah lama-lama bu.
Cece : (Menangis) Mengapa…
Cece : Terluka lah sudah hatiku lagi, semuanya pergi.
Cece : Kasihan aku (Menyenderkan kepala pada meja dan menunduk).

Anda mungkin juga menyukai