Anda di halaman 1dari 8

Aletta

Jam menunjukan pukul 06.00 pagi, masih terlalu dini bagi siswa-siswi lain untuk berangkat
sekolah. Namun tidak bagi Aletta, siswi kelas 12 itu berjalan menelusuri lorong kelas yang
masih sepi. Pintu-pintu dan jendela kelas masih tertutup rapat, meja dan kursi masih terlihat
rapi, lantainya pun masih bersih. Tinggal menunggu waktunya tiba saat siswa-siswi
memporak porandakannya.
Aletta senang suasana sekolah di pagi hari. Tidak ada anak yang teriak-teriak ataupun
berbuat gaduh. Sepi dan tenang, itulah yang Alleta suka. Ia memang tipe anak pendiam,
tapi dia juga anak yang pintar dan cerdas. Tak heran peringkatnya selalu yang pertama
dikelas.
Setelah melewati beberapa kelas akhirnya Aletta sampai dikelasnya. Ia masuk dan
meletakkan tasnya di kursi paling depan. Dikeluarkan sebuah buku novel dari dalam tasnya
untuk dibaca selama menunggu bel masuk. Tiga puluh menit kemudian siswa-siswi mulai
berdatangan, memasuki kelas mereka masing-masing. Teman-teman sekelas Aletta juga
mulai menampakan batang hidunganya. Salah seorang anak bernama Sisca menghampiri
meja Aletta.
"Eh, Ta mana tugas gue, udah selesai kan?" ucap Sisca
"Iya sebentar," balas Aletta
Aletta menggeledah tasnya, mencari buku tugas milik Sisca yang telah di kerjakannya
semalam. Tunggu, dimana buku itu? Aletta mulai panik, ia yakin telah memasukkan buku
tugas Sisca ke dalam tasnya tadi malam. Astaga, bagaimana ini? Pasti Sisca akan marah,
batinnya.
"Mana sini cepeet,” ucap Sisca dengan nada memaksa
"A-anu, Sis, Emmm. Kayaknya bukumu ketinggalan deh. Maaf yaa"
"APAA! Gimana sih lu. Bego banget, masa kayak gitu bisa ketinggalan. Atau itu cuma
alasan, lu nggak ngerjain tugas gue kan?!" bentak Sisca
"Bukan begitu, aku ngerjain kok. Tadi malem aku udah siapin semua, tapi kayanya
ketinggalan dirumahku."
"Halaah, alasan. Awas aja lu, kalo sampe gue dihukum itu semua gara - gara lu ya!" ucap
Sisca penuh amarah
Sisca pergi dan menuju bangkunya sendiri. Dalam hati Aletta takut, kalau Sisca marah pasti
ia akan ditindas oleh Sisca dan gengnya.

♤♤♤♤♤

Bel masuk berbunyi, semua siswa masuk ke kelas masing - masing, begitupun para guru
mulai menyebar ke kelas tujuan. Bu Dewi seorang guru sejarah mengawali pagi di kelas 12
MIPA 1, kelas Aletta berada. Setelah mengucapkan salam dan mengabsen siswanya,
pembelajaran pun dimulai seperti biasanya,
"Baik anak - anak, kumpulkan tugas minggu lalu, tolong ketua kelas untuk membantu
mengumpulkan ya"
Fredi, sang ketua kelas yang bijak dan jujur, menarik semua buku tugas teman - temannya.
Tentu saja kecuali Sisca, ia tidak mengumpulkan tugasnya.
"Siapa yang tidak mengumpulkan tugas?" tanya Bu Dewi.
"S-saya, Bu," Sisca dengan berat hati mengakuinya.
"Karena saya tidak menerima alasan apapun, sekarang kamu keluar dari kelas saya. Berdiri
dibawah tiang bendera sampai jam saya habis".
"Tapi, Bu.." ucap Sisca
"Ayo cepat, siapa suruh tidak mengerjakan. Cepat laksanakan perintah saya!"
"B baik, Bu."
Sisca berdiri dengan kasar dan menuju keluar kelas dengan perasaan dongkol. Saat
melewati meja Aletta, ia melirik Aletta dengan tatapan tajam, dan Aletta hanya bisa
menunduk takut.

♤♤♤♤

Bel istirahat berbunyi, semua siswa berhamburan menuju kantin. Aletta jarang sekali ke
kantin saat istirahat, ia lebih senang membawa bekal dari rumah. Aletta mengeluarkan bekal
dari dalam tasnya, kemudian menyantapnya dengan tenang. Namun tiba - tiba Sisca dan
gengnya mendatangi Aletta.
"Eh ikut kita sekarang," perintah Sisca pada Aletta.
"E e , ngapain, aku mau makan Sis"
"Gak usah banyak tanya deh lo, ” jawab Cindy teman Sisca
Sisca dan gengnya pun menyeret paksa Aletta untuk ikut mereka. Aletta berusaha berontak
tapi tetap saja kalah. Ia bertanya pada Sisca kemana ia akan dibawa, namun Sisca tidak
menjawab. Dalam hati Aletta tau pasti ia akan ditindas lagi oleh Sisca dan gengnya. Ia hapal
betul pada Sisca, pasti ini masalah tugas tadi.
Ternyata Aletta dibawa ke toilet sekolah. Aletta dipaksa masuk salah satu bilik kamar mandi.
Kemudian Friska salah seorang teman Sisca mengangkat ember yang berisi air comberan.
Dan..
BYUUR...
Air comberan busuk itu mengalir dari ujung kepala ke seluruh badan Aletta. Warnanya yang
cokelat kehitaman mengotori seragam abu putih Aletta. Sekarang dirinya bau busuk seperti
pembuangan sampah yang ada di sekolah. Air matanya mulai menetes, ia mengisi
keadaannya yang berbau seperti sampah, menangisi dirinya yang selalu ditindas oleh Sisca,
menangisi semua kelemahannya.
"Rasain lo, makanya kalo di kasih tugas itu yang bener ngerjainnya. Gara - gara lo ya, gue
jadi dihukum"
Aletta hanya terdiam, tak ada satupun kata yang dapat dia keluarkan untuk membela dirinya
sendiri. Sedari mereka kelas 10, Sisca sudah tidak menyukainya entah apa alasannya,
kemudian ia mulai berani menindasnya dan mulai membullynya. Memang ini bukan pertama
kali ia dibully oleh Sisca, namun tetap saja rasanya menyakitkan bagi Aletta.
♤♤♤

Karena bajunya yang sudah basah kuyup dan bau, akhirnya Aletta memutuskan untuk
meminta izin kepada guru piket untuk pulang dengan alasan tidak enak badan, terdengar
klise memang, tapi Aletta benar-benar sudah buntu untuk mencari alasan yang lainnya.
Di jalan pulang Aletta hanya bisa menangis melihat keadaannya sekarang, dia sedih
mengapa temen-temannya sangat tidak menyukainya padahal dia tidak pernah merasa
melakukan kesalahan apapun yang bisa menyebabkan mereka terusik, tidak pernah sama
sekali. Tapi kenapa mereka semua jahat kepadanya, hanya pertanyaan itu yang terus
menerus berputar di otak Aletta, kenapa, kenapa dan kenapa. Aletta benar-benar dibuat
bingung dengan itu.
Entah mengapa Aletta merasa dirinya tidak pernah merasa bahagia. Selama ini Aletta
merasa hidupnya penuh dengan banyak tekanan. Mulai dari tuntutan kedua orangtuanya
yang mengharuskan dirinya untuk selalu mendapatkan peringkat 1 di kelasnya, tuntutan
yang ditujukan kepada dirinya untuk mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh kedua
orangtuanya. Mulai dari dia sekolah dimana, jurusan apa semuanya telah ditentukan oleh
kedua orangtuanya. Aletta merasa ini bukan hidupnya melainkan hidup kedua orangtuanya,
dia tidak diberikan kesempatan untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Belum lagi kedua
orangtuanya yang selalu sibuk bekerja tanpa pernah memperhatikannya. Ditambah
permasalahannya di sekolah yang selalu di-bully oleh Sisca dan teman-temannya membuat
kesehatan mental Aletta benar-benar tidak baik-baik saja.
Tanpa terasa air matanya telah keluar sangat banyak sampai-sampai membasahi tasnya
yang sedari tadi ia peluk selama perjalanan pulang ke rumah menggunakan angkutan
umum.
“Assalamu’alaikum,” salam Aletta sedikit lemas setelah ia sampai di rumahnya.
“Wa’alaikumussalam, non Aletta kok tumben sudah pulang ini kenapa baju non Aletta basah
semua?” tanya bi Tati, ART di rumah Aletta
“Aletta gapapa kok bi, cuma tadi kepleset di toilet,” jawab Aletta berbohong. Mana mungkin
dia mengatakan yang sejujurnya.
“Owalah ya sudah cepat ganti bajunya nanti non Aletta bisa masuk angin, nanti biar bibi
siapkan makan siangnya ya.”
“Terimakasih bi,” ucap Aletta ramah.
“Sama-sama non. “
Ya. Hanya bi Tati yang selalu peduli dengannya. Kadang Aletta juga bingung kenapa bi Tati
yang tidak ada hubungan darah dengannya selalu peduli dan memperhatikannya,
sedangkan kedua orangtuanya selalu acuh dan tidak peduli.
Tak terasa hari sudah berganti malam. Aletta bergegas mandi, kemudian makan malam.
Seperti biasanya keadaan rumah sangat sunyi, hanya ada Aletta, Bi Tati, dan Pak Joko,
suami Bi Tati sekaligus sopir keluarga Aletta. Makan malam kali ini seperti makan malam
biasanya. Tanpa ditemani kedua orang tua Aletta.
Setelah makan malam akhirnya Aletta memutuskan untuk pergi ke kamarnya dan menonton
serial kesukaannya, itung-itung untuk merefresh otaknya yang sedari tadi sudah ia gunakan
untuk belajar.
“Alettaa...” panggil mama Aletta dari kejauhan.
“Iya maa.”
“Kamu lagi ngapain?” tanya mama Aletta setelah sampai di kamar Aletta.
“Lagi nonton serial ma,” jawab Aletta jujur.
“Apa!? Nonton!? Kamu yang benar aja Aletta ujian sekolah tinggal beberapa minggu lagi tapi
kamu malah asik-asikan nonton bukannya belajar,” ucap mama Aletta panjang lebar.
“Tapi ma, daritadi pulang sekolah Aletta udah belajar kok, Aletta cuma mau nonton sebentar
aja,” sangkal Aletta. Ya, memang sedari pulang sekolah Aletta gunakan waktunya untuk
belajar.
“Jangan bohong ya Aletta mama gak suka,” ucap mama Aletta
“Loh. Aletta gak bohong ma,ngapain juga Aletta bohong.”
“Ya sudah kalau gitu sekarang kamu belajar lagi.”
“Tapi ma Aletta mau nonton sebentar aja.”
“Aletta!” bentak mama Aletta pada akhirnya setelah mulai hilang kesabarannya.
Aletta membeku seketika, lagi-lagi bentakan itu keluar. Memang Aletta sudah terbiasa
dengan itu tapi entah mengapa dia tetap merasa ketakutan.
“Ada apa sih ini ribut-ribut. Kalian gak lihat sekarang udah jam 10 malam?” tanya papa
Aletta yang baru saja pulang dari kantor.
“Pulang kerja bukannya disambut dengan senyuman, malah pada ribut. Pusing kepala papa
tau. Udah di kantor banyak masalah ditambah di rumah kalian ribut. Bisa stress papa lama-
lama kalo kayak gini,” sambung papa Aletta.
“Kenapa ini sebenarnya kalian ribut-ribut?” tanyanya.
“Ini loh Pa, Aletta bukannya belajar malah nonton serial.”
“Tapi Pa, Aletta udah belajar dari tadi. Ini juga Aletta baru nonton,” bela Aletta.
“Gak ada nonton-nonton, sekarang belajar sebentar lagi kamu ujian sekolah kan. Papa gak
mau ya kamu dapat nilai jelek terus peringkat kamu turun cuma gara-gara kamu gak belajar
malah asik nonton serial. Bisa malu papa sama temen-temen papa kalo punya anak gak
pinter, paham kamu? Sekarang belajar,” perintah papa Aletta.
“Tap-.. “
“Belajar Aletta!! Atau kamu mau papa hukum hah!?” bentak papa Aletta dengan keras
sebelum ia meninggalkan kamar Aletta.
Aletta terlonjak, kagetnya bukan main. Tak terasa sungai kecil mulai terlihat di kedua pipi
chabi Aletta. Ya, Aletta menangis, menangis untuk yang kesekian kalinya. Tubuh mungilnya
bergetar hebat, dadanya terasa sangat sesak seperti diremas sekuat-kuatnya.
Pertahanannya runtuh, dia mulai terisak, kedua tangannya ia gunakan untuk menutup mulut
kecilnya kuat-kuat agar tak ada satu pun orang yang bisa mendengar tangisannya.
Aletta menangis dalam diam. Tiba-tiba bi Tati menghampirinya dan memeluknya erat. Bi Tati
memang sudah sangat terbiasa mendengar bentakan-bentakan kedua orangtua Aletta,
sehingga dia sudah tak kaget lagi.
“Bi, Aletta ga kuat bi. Aletta capek, Aletta mau bunuh diri aja bi,” adu Aletta kepada bi Tati
dengan terbata-bata.
“Astaghfirullah, gak boleh bicara seperti itu non. Gak baik,” ucap bi Tati mengingatkan.
“Tapi bi, Aletta capek, Aletta selalu salah di mata papa sama mama, Aletta selalu disuruh
untuk terus belajar padahal Aletta juga pengen istirahat sebentar. Aletta capek bi, ” jawab
Aletta tersedu-sedu.
“Andai aja bunuh diri gak dosa, pasti udah Aletta lakuin dari lama bi,”ucap Aletta mulai
meracau.
“Istighfar non. Non Aletta gak boleh seperti itu, Non tahu, Allah memberi ujian kepada setiap
hamba-Nya tidak melebihi batas kemampuan hamba itu sendiri. Allah memberi ujian sesuai
kadar kemampuan seorang hamba. Kalo non Aletta diberi ujian seperti ini, itu tandanya Allah
tahu non Aletta bisa melewati ini semua, percaya itu non,” ucap bi Tati menenangkan.
“Tapi bi, Aletta gak sekuat itu, Aletta lemah bi, Aletta gak mampu.”
“Percaya sama bibi, Aletta pasti mampu melewati ini semua. Aletta juga jangan lupa buat
selalu berdoa sama Allah untuk selalu diberi kekuatan, berdoa juga supaya Allah
melembutkan hati papa sama mama Aletta biar mereka gak sering marah-marah. Ya?”
Aletta hanya bisa mengangguk.
“Kalo begitu sekarang non Aletta istirahat ya, tidur lebih awal, besok sekolah kan?”
“Iya bi.”
Setelah Aletta lelah menangis akhirnya ia memutuskan untuk tidur lebih awal, berharap ia
bisa menemukan hal indah di mimpinya, yah meskipun hanya dalam mimpi.

♤♤♤

Ternyata waktu terus berjalan tanpa pernah mau berhenti barang sedetik saja. Dan keadaan
Aletta juga masih belum ada perubahan. Aletta masih menjadi Aletta yang selalu dituntut
untuk belajar tanpa henti, Aletta yang kurang perhatian dari kedua orang tuanya, Aletta si
penyuka novel bergenre fantasi, Aletta si gadis pintar dikelasnya, Aletta si penyuka ice
cream matcha, dan Aletta si gadis yang suka ditindas oleh Sisca dan teman-temannya.
Hari ini, seperti biasa Aletta berangkat sekolah pagi-pagi sekali. Mengingat hari ini adalah
hari ke - 6 ujuan sekolah dilaksanakan, ia berjalan santai menuju ke ruang ujian. Sambil
menunggu bel mulai ujian, Aletta mempelajari kembali materi yang akan diujikan nanti.
Kriiiiing kriiiiiing
Bel masuk berbunyi, para siswa berbondong-bondong memasuki ruang ujian masing
masing. Mereka mengerjakan dengan tenang dan hikmat. Waktu berjalan dan ujian hari ini
pun telah selesai. Aletta berjalan keluar kelas dengan tergesa karena tidak ingin ketinggalan
angkot.
Tiba tiba, brukkkk, Aletta tidak sengaja menabrak seseorang.
"Maaf, maaf, aku ga sengaja, maaf,” ucap Aletta dengan kepala tertunduk.
"Gapapa, lain kali hati hati yaa,” jawab seseorang yang ditabrak oleh Aletta tadi.
Ia Sagara, lelaki most wanted di sekolahnya. Kapten basket yang tinggi dan tampan dengan
wajah putih bak pangeran. Aletta mendongak melihat Sagara, ia terdiam kaget sejenak,
kemudian segera berlalu dari Sagara. Di sisi lain, Sisca ternyata melihat kejadian tadi. Ia
mengira Sagara, laki laki yang disukainya, dan Aletta tengah mengobrol. Sisca langsung
menghampiri Aletta yang sedang berjalan dengan tergesa menuju gerbang.
“Heh lo!! Gausah ganjen deh jadi orang! Lo tau kan kalo gue suka sama Sagara, terus lo
sengaja deketin Sagara biar gue marah ke lo!” Sisca marah dan berteriak di depan Aletta.
“Maksud kamu apa, Sisca? Aku ga pernah deketin Sagara, aku juga ga pernah ketemu
sama Sagara,” bantah Aletta dengan takut.
“Halah, gak usah ngelak deh lo! Gue tadi liat lo sama Sagara berduaan di depan kelas, kalo
bukan ngobrol ngapain lagi hah?!” Ucap Sisca kembali dengan marah yang menggebu.
“A-a-aku tadi b-bukan ngobrol sama Sagara, ta-tapi ga sengaja nabrak, t-terus aku cuma
minta maaf aja ke Sagara,” jawab Aletta ketakutan.
“Alasan lo! Pokoknya jangan pernah lo deketin lagi Sagara atau lo terima sendiri akibatnya!”
Ucap Sisca tajam dengan tangan yang menjambak rambut Aletta. Kemudian Sisca
melenggang pergi meninggalkan Aletta yang tengah menahan tangis.
Cuaca sangat terik kala Aletta turun dari angkot. Ia berjalan memasuki gang perumahannya
dengan lesu. Ketika ia sampai di depan rumahnya, suara teriakan terdengar.
“Mas, kamu tega ninggalin aku demi perempuan itu?!” ucap Rani, mama Aletta, dengan
suara tangis berteriak ke papanya. Rupanya orang tuanya tengah bertengkar. Ia tidak
pernah mengira mama dan papanya akan bertengkar. Dengan rasa takut Aletta masuk ke
dalam rumahnya,
“Papa selingkuh?! Ma, papa beneran selingkuh?!”, tanya Aletta kepada mamanya.
Aletta sangat terpukul mengetahui fakta tersebut. Aletta bergegas menuju kamarnya
menagis meratapi nasibnya. Disisi lain orang tua Aletta masih melanjutkan pertengkarannya.
“Kenapa kamu selingkuh mas? Siapa wanita itu? Tega kamu mengkhianati aku! Gimana
nasib anak kita?!”, mama Aletta tidak kuat menahan tangis, ia marah dan kecewa dengan
sikap suaminya.
“Ini semua juga salah kamu! Kalo aja kamu gak kerja dan ngurus keluarga, aku ga mungkin
selingkuh!”, bantah Arga, papa Aletta, ikut menyalahkan istrinya.
“Aku udah urus surat perceraiannya, mungkin minggu ini akan sampai”, ucap Arga
kemudian berlalu meninggalkan rumah.
Ia pergi ke cafe untuk bertemu dengan selingkuhannya. Sesampainya disana,
“Hai, udah dari tadi nyampenya?” sapa Arga pada selingkuhannya.
“Engga kok, aku juga baru myampe, kamu mau makan apa?” balas Rosa, wanita
selingkuhan Arga.
“Aku udah makan tadi, kamu aja. Mana anak kamu, bukannya dia ikut kesini?” tanya Arga.
“Oh itu, tadi bilangnya ke kamar mandi. Itu dia! Sisca, sini nak!” panggil Rosa kepada
anaknya.
Ya, Sisca, si pembuli Aletta, adalah anak Rosa.
“Oh hai, kamu Sisca ya? Cantik sekali,” puji Arga pada Sisca.
“Iya om, aku Sisca, om juga masih kelihatan muda, hehe” balas Sisca kembali memuji Arga.
“Kamu sekolah dimana nak? Saya juga punya anak perempuan, kayaknya seumuran sama
kamu” tanya Arga penasaran.
“Aku sekolah di SMA Mutiara om. Oh iyakah siapa namanya?” jawab Sisca.
Ia sebenarnya malas meladeni teman mamanya ini, hanya sebagai formalitas anak yang
baik maka ia menjawab dengan sopan.
“Aletta, anak saya bernama Aletta. Dia juga bersekolah di SMA Mutiara.” Dengan tenang ia
menyebutkan nama anaknya, tanpa tahu bahwa Sisca adalah orang yang suka membuli
anaknya.
“A-aletta?! O-oh emm aku kurang tau om, mungkin anak om orangnya pendiam, jadi suka
diem di kelas,” ucap Sisca dengan gugup.
“Ma, om, aku keluar dulu yaa, mau nyari udara segar sebentar,” pamit Sisca
setelah berpamitan ia langsung keluar dari cafe dan berdiam diri, menahan amarahnya.
Kenyataan yang baru saja diketahui membuat rasa marah di dalam dirinya semakin
melonjak. Ternyata orang yang merusak rumah tangga orang tuanya adalah ayah dari
perempuan yang sangat ia benci. Rasa bencinya pada Aletta semakin bertambah setelah
kejadian tadi.
Di sisi lain, ternyata Aletta mengikuti papanya. Ia penasaran, kemana papa nya akan pergi.
Sampai di depan café ia terkejut melihat papa nya sedang bersama seorang wanita
seumuran mama nya dan seorang wanita yang ia taksir seumuran dengannya. Dan
ternyata, perempuan itu adalah Sisca dan mamanya. “Jadi mamanya Sisca itu
selingkuhannya papa?”, Aletta bergumam terkejut. Ia tidak pernah menyangka bahwa
selingkuhan papanya adalah ibu dari orang yang suka membulinya. Aletta tak kuat menahan
tangis. Ia hampir jatuh terduduk karena sangat terkejut. Belum sampai ia jatuh, tiba tiba
seseorang mendorongnya.
“S-sisca?!” Aletta terkejut melihat sisca tiba-tiba ada di depannya.
“Ngga salah dong gue ngebuli lo?! Anak sama bokap sama aja! Sama-sama pelakor!” Sisca
melampiaskan amarahnya ke Aletta.
“Gara gara bokap lo keluarga gue hancur! Mama sama papa gue pisah! Gue bener bener
benci sama lo!”, ia marah dan menangis.
“Aku bener bener gatau kalo papa aku selingkuh! Aku juga kecewa sama papa aku Sisca!
Ga cuma kamu yang marah dan sedih! Aku juga!”, Aletta teriak ke arah Sisca, ia benar
benar Lelah dengan hidupnya.
“Ada apa ini?! Aletta?! Ngapain kamu kesini?!”
Arga dan Rosa keluar dari café, penasaran dengan keributan yang terjadi. Ia sangat terkejut
dengan kehadiran Aletta di café. Aletta melihat ke arah papanya.
“P-papa,” ucap lirih Aletta.
“Lo udah ngehancurin kebahagiaan gue, Aletta! Kenapa lo selalu berulah sama gue! Ga
cape lo gue buli terus?!” marah Sisca pada Aletta.
“Aku ga pernah ngehancurin kamu, Sisca. Aku ga pernah bikin gara gara sama kamu. Kamu
yang selalu ngebuli aku, kamu yang selalu nyakitin aku!” bantah Aletta sambil berteriak dan
menangis.
“Gue ngebuli lo karena lo selalu diatas gue! Lo lebih pinter dari gue! Lo selalu dipuji cantik
sama semua orang! Dan sekarang bokap lo ngehancurin keluarga gue!” marah Sisca
dengan menunjuk nunjuk Aletta.
Arga terkejut mengetahui fakta bahwa anaknya selalu dibuli. Ia tidak pernah bertanya pada
Aletta tentang kehidupan pertemanannya. Ia hanya peduli dengan nilai yang harus dicapai
oleh Aletta.
“Gue cape! Gue cape sama hidup gue!” teriak Sisca kemudian ia berlari menyebrang jalan
tanpa melihat suasana. Dari kejauhan Aletta melihat sebuah mobil melintas dengan
kecepatan yang lumayan tinggi.
“Siscaa!! Awas!” Aletta berlari menuju sisca, mencoba menyelamatkan Sisca dengan
mendorong ke tepi jalan. Ia tidak sempat menyelamatkan diri sendiri dan akhirnya,
BRAKK
“Alettaaa!!,” teriak Arga.
Ia menghampiri Aletta yang sudah tergeletak di tengah jalan dengan darah yang mengalir
dari kepalanya.
“Aletta, nak, bangun Aletta!” tangis papa Aletta.
“P-pa-papa, maafin Aletta gabisa menuhin keinginan papa. M-ma-maafin Aletta belum bisa
jadi anak yang baik buat papa mama. Aletta mohon, jangan kecewain mama,” ucap Aletta
tersendat sendat.
“Engga sayang,papa yang harusnya minta maaf sama kamu,papa udah memaksa kamu
buat apa yang jadi papa mama mau,” kata papa menyesal.
“Aletta pamit ya, pa. Aletta udah ga kuat lagi. Aletta sayang papa mama selamanya,” ucap
Aletta untuk yang terakhir kalinya.
Sisca terkejut dengan apa yang terjadi. Ia menyesal telah membuli dan menyakiti Aletta. Ia
belum sempat meminta maaf pada Aletta. Ia berjanji untuk tidak menyakiti orang lain lagi.

END

Anda mungkin juga menyukai