***
“Ta, udah belajar belom?” tanya Fafa yang baru masuk ruang ujian.
“Udahlah, semalem sampe ga tidur kali gara-gara mikirin tes hari ini,
belajar sampe lupa mandi segala,” jawab Anta yang sudah lebih dulu
duduk di kursinya.
“Lebay banget deh, belajar si belajar. Tapi ga over juga kali, jangan lupa
mandi, makan juga terutama. Sholat tuh yang penting.” sahut Fafa yang
ternyata diapun belum belajar.
“Iyaaa, tau kali ah. Yaudah sana belajar, gausah ngomong terus.” Jawab
Anta yang akhirnya terganggu dengan celotehan Fafa.
Tak lama kemudian, datanglah Gigih, Sa’ud, Ubay, dan Ammar. Dengan
wajah sumringah, mereka masuk kelas dengan santainya.
Apalagi Ammar, mukanya tidak merasa bersalah karena ia habis
menjahili Pak Satpam yang sedang ngopi di Pos.
“Woy!” sapa Gigih yang masuk duluan ke dalam kelas.
“Diem anjir, berisik” sahut Fafa yang sudah ada niat belajar.
Dikelas sudah banyak orang, tapi mereka tetap tidak tahu malu.
Memang dasarnya mereka ini tidak tahu malu, atau memang ingin
mencari perhatian karena dikelas ini, tidak hanya mereka yang ujian,
tapi ujian kali ini dicampur dengan anak kelas VII C, tidak seperti tahun
sebelumnya yang hanya kelasnya sendiri.
Selesai bersapa ria dengan teman-teman lainnya, akhirnya mereka
duduk dikursi masing-masing. Menaruh tas didepan papan tulis, karena
kalau ujian, tas dan barang-barang lainnya tidak boleh ada yang
ditempat duduk.
Tidak lama kemudian, guru masuk. Semua yang ada dikelas kira, j ujian
dimajukan karena ada guru yang sudah masuk kelas. Namun ternyata,
beliau hanya menaruh tas nya dikursi dan bergegas pergi.
***
BAB 2
***
BAB 3
Malam ini, sudah aku lewati rasanya. Kedua kalinya aku bisa
mengikhlaskan raganya, dan juga perasaannya.
Yang sudah jelas bukan untuk aku selama-lamanya. Selama-lamanya.
Tadinya aku sudah mau tidur, karena sudah larut malam. Jam di
kamarku menunjukkan pukul 23.35.
Tapi mataku masih tidak terpejam, dan aku dipaksa untuk terus
membuka mata, sampai pandangan ku teralihkan pada buku yang
usang itu.
Aku janji tidak akan membukanya lagi. Tapi tanganku tidak bisa ku ajak
kerjasama.
23.45, aku mulai menulis lagi buat kamu. Kira-kira, hal apa lagi yang
mesti aku tulis untuk kamu, Kak?
Hampir tidak ada kenangan yang perlu kita ulik lagi disini. Seakan-akan
kau dan aku adalah dua orang insan yang saling tak mempunyai apa-
apa untuk diceritakan.
Aku yang sibuk menerka kenapa kita se-tidak punya itu satu sama lain,
atau kau yang memang ga menganggap aku ada dan hidup di dunia,
memerhatikan mu.
Jemariku lelah karena terus harus memberi tahu dunia bahwa ada
makhluk sesempurna kamu.
Aku ingin menceritakan pada dunia kalau banyak hal yang tak perlu kau
khawatirkan tentang apapun itu.
Segala yang harusnya kamu raih, pasti harus ada aku dibelakangnya.
Tapi, kenyatannya malah lebih parah, aku yang sampai saat ini terus
menulis tentang kamu yang wangi, yang lucu, yang menyenangkan ku.
Kamu yang sampai kini, yang tak peduli dengan ku.
Sungguh keterbalikan yang semesta sengaja lakukan. Di sela-sela aku
yang selalu ingat kamu, aku pun berharap yang paling baik buatmu.
Aku menarik semua hal yang jelek, yang aku pun ga bisa buat katakan
itu kepada siapapun. Logika saja ga cukup buat mikir gimana aku kalau
tanpa lihat ragamu lagi.
Setelah ketergantungan yang aku buat sendiri, setelah makna-makna
patah hati yang harus aku rangkai sendiri, aku harus menerka apa
artinya Tuhan beri aku kesakitan ini.
Hilang yang dari awal sudah harusnya aku duga. Ketidaksesuaian yang
dari awal sudah terangkai, dan pada akhirnya aku harus merasakan
sakit yang sakit.
Tulisan ku yang sudah berjanji tidak akan berhenti dihalaman sebelum
ada kehadiran kamu didalamnya, yang menenangkan aku walaupun
hanya sepersekian detik.
Dan akhirnya, kamu menepati janji itu. Janji yang dulu aku buat untuk
menenangkan keinginan ku yang hanya ingin kamu, Kak.
Nyatanya cinta yang sedalam samudra pun ga cukup buat kamu yakin
dengan aku.
Dan, kenapa juga aku harus selalu memberikan semua rasa yang aku
punya? Nanti juga semuanya Cuma akan berakhir ditempat sampah.
Tanpa harus bimbang dan aneh dengan semuanya, aku akhiri apa yang
aku mulai, dengan lapang dada.
Aku mulai mengakrabkan diri, dengan semuanya. Dengan kakak-kakak
kelasku, dan dengan teman-teman ku.
Ya, hanya itu yang bisa dilakukan. Tak ada lainnya. Aku harus menikmati
masa sekolah ini dengan indah, dengan ceria.
***
BAB 4
Aku senang karena ujian telah usai. Jadi, tidak harus pusing bolak-balik
baca buku, belajar, baca materi, dan sebagainya.
Hari ini, ada kegiatan pensi setelah 2 minggu kita ujian tengah
semester. Kebetulan, kelas 7C dan 9C akan digabung, agar stand yang
ada tidak terlalu banyak. Hal ini membuat semua senang, terutama
Eine.
“Seneng kannnnn???” ledek Nisa kepada Eine.
“Hahahaha, iya dong. Nanti kita berarti bakalan deketan sama Ka
Anta”ujar Eine yang sedang berbunga-bunga.
“Sa ae lu yang lagi kasmaran”timpal Alya yang baru datang ke lapangan.
“Eh by the way, kita gimana nih bagi tugasnya? Atau aku tanya ke Aziz
aja ya?” potong Esi yang daritadi sudah capek berdiri di lapangan
panas-panas.
“Gih tanya, gabut banget kita berdiri doang ga ngapa-ngapain” jawab
Aya yang juga capek.
“Eh, gimana nih jadinya? Langsung kita bagi tugas aja sekelas, atau
harus konfirmasi ke kakak kelas?” sahut Agus yang sudah tak sabar
ingin mengurusi acara ini.
Sebetulnya, mengurusi acara beginian capek, tapi pensi ini diadakan 2
tahun sekali. Jadi, rugi kan kalau kita ga ikut?
“Yaudah, sekarang bagi tugas ya. Eine, Alya, Nisa sama Asna ke kakak
kelas 9C, kasih tau mereka kalau kita kumpul di depan ruang kurikulum
aja.
Kita lagi butuh barang dikurikulum soalnya, jadi gausah jauh-jauh”
perintah Aziz kepada mereka ber 4.
“Siap boss” sahut Alya.
Mereka pun menjalankan tugasnya yang tadi sudah dibagi oleh Aziz,
ada yang mengobrol dengan kakak kelas, ada yang sudah sibuk
menyiapkan properti, ada yang sedang list barang dan apa saja yang
mau dijual, dan lain-lain.
Sesampainya di depan ruang kelas 9C, Eine dan teman-teman masuk ke
dalam.
“Assalamualaikum kak” ucap Eine yang masuk terlebih dahulu dan
diikuti teman-temannya.
“Eh, waalaikumsalam. Mau bahas yang pensi ya? Sebentar ya, aku
panggilin Gigih dulu” ucap Kak Selvi.
Tak berapa lama, Kak Gigih dan Ka Anta pun datang.
“Eh, mau bahas kapan nih? Tadi aku udah ketemu sama Aziz, dia
nyerahin ini ke kalian ya?” tanya Kak Gigih.
“Iya Kak, dia ngurusin yang lain soalnya, kita bagi tugas aja” kata Alya.
“Oke oke, mau mulai dari mana nih?” tanya Kak Anta.
“Gini aja, sekarang yang anak kelas 7 siapin dulu apa yang mau dijual,
diskusikan aja. Nanti kita yang kelas 9 tinggal siapin bahannya aja. Kita
gapapa kok, kita nurut apa kata kalian aja. Pokoknya mau jual apa, mau
gimana, kita nurut. Tinggal bilang aja butuh apa” jawab Kak Gigih.
“Nah boleh tuh, Gigih bilang gitu lakuin aja apa katanya. Dia lebih tau
soal ginian” jawab Kak Anta.
“Oww, oke deh Kak. Berarti sekarang aku konfirmasi ke anak kelas dulu
ya kita mau jual apa. Nanti kalo uda beres, aku kabarin ya”kata Eine
setelah mendengar penjelasan dari Kak Gigih dan Kak Anta.
***
BAB 5
***
BAB 6
Hampir tidak ada rekaman yang harus diputar saat masa SMP.
Karena hanya ada kenangan kenangan ini yang bisa kita bahas disini.
Salahnya, kenapa aku dulu tak membuat kenangan yang
menyenangkan bersama dia?
Sekarang, aku hanya bisa “kenapa ya, dulu ga nyoba akrab aja,
seenggaknya aku bisa punya banyak momen sama dia”
Memang sesuatu hal baru bisa disesali saat semuanya sudah terjadi.
Sekarang, pertanyaan kenapa, mengapa, hanya sebatas pertanyaan
yang tidak akan pernah terjadi kenangan-kenangan.
Sedikit tentang kamu yang berhasil aku tulis disini adalah salah satu
kemenangan yang aku capai dalam hidup.
Akhirnya aku bisa bebas dari perasaan-perasaan yang aku kira tak akan
ada habisnya. Selalu kamu dan kamu yang aku dulukan.
Apapun yang aku ceritakan kepada mereka, pasti ada kamu
didalamnya.
Kenapa ya? Harusnya dari awal, kamu tidak seharusnya masuk kedalam
perasaan ku. Perasaan seorang anak perempuan yang baru ingin
tumbuh menjadi remaja.
Perasaan seorang gadis yang hendak mengenal dunia luar yang ia kira
bakalan terus baik kepada dirinya.
Mengenal nya adalah salah satu cerita indah yang sampai kini terus ia
ingat-ingat.
Menjalani kehidupan sebagai seorang gadis yang tumbuh dengan
semua cerita baik dan buruk yang kamu beri, adalah proses yang luar
biasa yang ia alami. Pengalaman terbaik sekaligus terburuk yang selalu
mengikutinya memang benar adanya.
Ia tidak pernah menyangka bakalan seseru ini sebelumnya. Sebelum ia
kenal lebih dalam lagi apa arti mengikhlaskan, gadis ini adalah remaja
paling sedih di masanya.
Tak seperti kebanyakan remaja lain, yang kalau sedih ya healing. Pergi
melupakan masalah. Katanya, jalan-jalan justru membuat ia ingin
melihat raganya lebih lama lagi.
Katanya, ia malah jauh lebih ingin raganya menetap di rumahnya.
Menjadikan dirinya sebagai tujuan hidupnya.
Dan berharap, ia akan selalu menjadi tempat pulangnya.
***
Aku menutup lembaran buku yang baru kemarin aku tulis halaman
sebelumnya. Mataku lelah, penat, capek.
Isi bukunya hanya tentang itu-itu saja. Dan tidak ada yang menarik.
Kecuali tokoh utamanya, yang akhirnya pergi entah kemana.
Aku rasa cukup buat hari ini. Menulis dibuku ini hanya membuat
kenangan kenangan kita yang gak seberapa ini menjadi tangis. Tidak
jauh dari itu, mungkin hanya selang beberapa menit saja, aku akan
terlelap karena terlalu sedih.
***
BAB 7
Cerita kita berhenti di 2 tahun penuh sepi. Karena kamu lulus, dan aku
yang memang sudah tidak tahu keberadaan kamu dimana, Kak.
Yang aku dengar, kamu lanjut sekolah di SMA NEGERI 3 ya?
Maka dari itu Kak, selain cita-cita aku masuk ke SMA 3 karena itu
sekolah favorit dan sudah aku inginkan dari lama, alasan lain adalah
karena ada kamu disana.
Yang teman-teman ku dengar, hanya Kak Anta dan Kak Anta. Kalau
bukan nama itu, katanya bukan Eine. Hahaha, capek ya jadi teman-
teman nya Eine?
“Kenapa ga kamu coba cari tau aja, El?” tanya benakku.
“Ah, buat apa juga. Toh dia udah bahagia ngejalanin hidupnya”
jawabku.
“Apa salahnya cari tau sekarang dia dimana?” kataku lagi.
“Hidup kita udah masing-masing, El. Kita udah ga ada keterkaitan lagi.
Kita udah ga ada hubungan pertemanan kaya dulu lagi.
Yang tiap ketemu pasti nyapa, yang bisa bercanda dan ketawa” jawab
ku sambil sedikit tersenyum.
Mungkin dia sudah menemukan orang-orang yang jauh lebih ia sayang
dan ia suka, El.
“Cerita kalian ga bakalan berhenti sampe sini aja. Coba usaha lagi”
kataku terus menyemangati El.
“Buat apa lagi sih, jangan terus maksa” kataku mulai kesal terhadapnya
yang terus-terusan menyuruh aku untuk mencari tahu dia.
“Oke deh kalo gitu. Tapi semoga, suatu saat, kalian akan dipertemukan
lagi ya, entah itu dalam baik atau buruk pertemuan kalian. Semoga itu
adalah hal terbaik yang bisa kamu berikan kepada dia, El” ucapku
sambil terus berharap kalau nanti kita berdua akan bertemu lagi.
“Ya, semoga aja. Makasih ya, El” kataku berterimakasih.
“Sama-sama, semangat ya! Harus!” jawab nya sambil terus yakin.
***
Tak disangka, entah memang ini kebetulan atau hanya angin lewat aku
juga tak tahu. Siang itu, kita tak sengaja bertegur sapa lewat WhatsApp.
Nomor yang ku simpan lama sekali, akhirnya mulai menyapaku.
Notifnya yang tak ku sangka sama sekali.
Aku pikkir, aku hanya bisa melihatmu lewat status-status yang kau
bagikan, Kak. Tapi ternyata, lebih dari itu.
Waktu itu, sekolah mu sedang ClassMeeting. Mungkin kamu kangen,
ya?
Mungkin waktu itu hanya aku yang mengabarkan lewat handphone
sedang ada apa di SMA 3.
“Loh, acara apa nih?” kata Kak Anta.
Aku kaget, bingung, padahal hanya pertanyaan sederhana yang dia
tanyakan.
Aku hanya membaca pesannya saja selama 10 menit. Aku senang,
bahagia, sekaligus bingung. Mau apa, Kak?
“Loh” kata Eine pertama kali.
“Eh, ini acara ClassMeeting, Kak.” Jawab Eine singkat.
“Wah, seru ya, El acara-acara nya? Mesti panitia nya keren-keren
banget!” balas Kak Anta antusias.
Dia masih memanggil Eine dengan panggilan El?
Apa tidak salah? Setelah bertahun-tahun lamanya, Eine pikir Eine
adalah salah satu orang yang dilupakan dihidup Kak Anta.
“Iya nih Kak, acaranya keren banget. SMA 3 gitu loh, gimana ga keren”
jawab Eine bingung karena tidak tahu harus jawab apa.
“Gimana nih sekarang kabarnya? Baik kan?” kata Kak Anta menanyakan
kabar Eine.
Eine kaget (lagi) karena tidak menyangka Kak Anta menanyakan
kabarnya.
Bagaimana tidak? Orang yang dulu akrab dengan Eine, lalu pergi dan
Eine tidak tahu kabarnya, tiba-tiba memulai percakapan dengan Eine.
“Eh, baik Kak. Kak Anta gimana? Sekarang kuliah?” tanya Eine basa-
basi.
“Engga, aku gapyear. Kebetulan sekarang aku di Pemalang. Ikut Pakdhe,
bantu-bantu aja disini” jawab Kak Anta.
“Ohhh gitu ya, Kak. Oke deh” jawab Eine.
“El gimana kabarnya? Sehat kan? Ambil jurusan apa nih? SMA 3 kan
ya?” tanya Kak Anta kepada Eine.
“Iya Kak, aku alhamdulilah SMA 3. Aku ambil bahasa, hehe” jawab Eine.
“Ohh gitu, alhamdulilah deh” jawab Kak Anta lagi.
Percakapan siang itu pun terhenti. Karena memang tak ada lagi yang
perlu dibicarakan.
***
BAB 8
Tapi Kak, setelah itu, kamu mencoba menghubungi Eine terus. Kamu
terus-terusan mengirim nya pesan.
Padahal, tak ada maksud tertentu yang kamu bawa. Kamu kan hanya
sekedar haha-hihi saja.
Hari berikutnya, masih dengan topik yang sama. Kamu datang ke
sekolah kan, Kak? Buat apalagi? Aku yakin. Kamu tidak cuma main, mau
apa lagi?
Saat kamu menghubungi Eine siang itu, Eine berjanji tidak akan
menganggap kehadiran Kak Anta sebagai suatu hal yang berharga lagi.
Sekarang Eine adalah remaja yang tidak mau menangis karena hanya
masalah cowok.
Apalagi kehadiran Kak Anta hanya sebatas sapaan saja.
Pagi itu, jam menunjukkan pukul 08.30, anak-anak sudah banyak yang
menuju ke lapangan belakang.
Tapi Eine, dan teman-teman nya, masih ada di dalam kelas. Mereka
baru saja tiba di kelas, setelah pergi ke koperasi.
“Eh Eine, coba liat ke arah kelas MIPA 1 deh” kata Kae sambil menunjuk
kearah yang disebutkan tadi.
“Hah mana?” jawab Eine sambil memicingkan mata nya, tidak ada yang
terlihat.
“Ih, matanya liat yang bener dong” jawab Kae kesal.
“Mana loh sumpah gak liat” kata Eine ngeyel.
“Itu, ada cowo pake tas ransel warna item biru, naik motor ninja.
Sebelahnya lagi ada cowo pake celana belel sepatu Nike” kata Kae
memperjelas pernyataan nya.
“HAH?!!!!” teriak Eine.
“Apa sih lebay banget, paling itu cuman kakel main ke sekolah aja,
biasa” kata Kae yang masih kesal kepada Eine.
“Kae, kamu tau gak itu siapa? Jangan bilang kamu gatau itu siapa dam
kamu Cuma iseng nunjuk doang” kata Eine memperjelas.
“Loh iya, kok tau? Ya iseng doang ada kakel ganteng, makanya ditunjuk”
jawab Kae polos.
***
“Duh, kenapa sih pake ketemu lagi. Udah paling bener emang masing-
masing. Kalo kaya gini caranya ya, bakalan inget lagi” ujar Eine dalam
hati.
“Udah tenang aja, santai. Jangan dibawa pusing, Eine. Semua orang ada
masanya. Setiap masa ada orangnya. People come n go. Kak Anta tuh
Cuma sekedar main aja, dia ga mungkin menetap, Eine” ucap Kae yang
seakan-akan tahu isi hati Eine.
“Hmmm” ucap Eine yang hanya menghela nafas panjang.
Eine bingung, tak tahu harus apa sekarang. Kak Anta ada di sekolah
nya? Mau apa ya sebenarnya?
BAB 9
Semenjak saat itu, Eine & Kak Anta jadi sering komunikasi.
Entah apapun itu, mereka saling berbagi cerita.
“Hari ini mau kemana, Kak? Jadi ke Cilacap?” tanya Eine pada Kak Anta
karena pagi-pagi dia sudah bersiap.
“Kayanya jam 8nan, nanggung, mau sarapan dulu” jawab Kak Anta.
“Ohhh, okey. Take care ya, Kak. Jangan ngebut, hati-hati terus” ucap
Eine pada Kak Anta.
“Siap bos El” jawab Kak Anta.
Percakapan Eine dan Kak Anta mengalir begitu saja. Seperti 2 orang
sahabat lama yang sudah saling hilang kabar.
Memang hanya sekedar pesan singkat yang mereka lontarkan, tapi ini
membuat Eine senang sekali.
Mereka saling bercerita, telpon, chat, dan sesekali bertemu jika ada
waktu luang.
“El, gimana kabarnya? Besok aku gabisa pulang ke Cilacap ya, Pakdhe
sakit. Nanti ga ada yang ngurusin kantor” ucap Kak Anta kepada Eine.
Sebelumnya, mereka sudah membuat janji untuk bertemu. Hanya
ngobrol sebentar saja, lalu setelah itu Kak Anta ada urusan dengan
teman-temannya.
“Yah, yaudah Kak. Lain kali aja gapapa kok” jawab Eine yang kecewa
karena Kak Anya tidak jadi datang.
“Maaf ya El, sekali lagi” ucap Kak Anta yang tidak enak hati pada Eine
yang sudah terlanjur kecewa.
Karena hari itu mereka tidak bisa bertemu hanya untuk sekedar
mengobrol, Kak Anta menelpon Eine sebagai gantinya.
Khas kisah cinta remaja masa kini, hal-hal tidak penting pun mereka
bahas.
***
BAB 10
Komunikasi kita hanya sebatas ini saja Kak. Memang benar kata Kae.
Kamu datang, hanya untuk sekedar bertegur sapa dengan Eine.
Dan malam itu, Eine ingat sekali. Kamu bertanya “El, kalau kamu hidup
tanpa apa-apa didunia, bisa ngga?” Pertanyaan itu yang masih aku
pikirkan sampai sekarang. Dan kamu pun tidak akan memberi tahukan
apa jawabannya. Katanya, aku yang harus menjawabnya sendiri. Aku
yang harus menebaknya sendiri.
Dan, itu komunikasi terakhir kita sebelum kita kembali menjadi 2 orang
asing yang tak saling kenal lagi.
Kita akan berubah menjadi Eine & Anta yang tak saling sapa, tak saling
menanyakan kabar satu sama lain.
Tapi sebelum itu, terima kasih karena sudah memberikan banyak
pengalaman hidup kepada Eine. Banyak yang tak orang lain beri kepada
Eine tapi Kak Anta justru beri itu lebih.
Terimakasih karena telah mendengarkan segala obrolan tidak jelas yang
harus kita buat diruang percakapan kemarin.
“Nanti kamu pasti dapat gantinya, Eine” ucap ku kepada Eine.
“Iya, terima kasih ya atas kata-kata yang menenangkan itu” balas Eine
kepadaku.
“Sama-sama, banyak bab dibuku ini yang tak kita ceritakan, Eine.
Mereka tak harus tau apa yang kamu alami. Cukup menceritakan garis
besarnya saja. Lalu terserah orang mau percaya semuanya atau malah
sama sekali tidak mempercayainya” ucapku kepada Eine, lagi.
“Iya, toh aku cuma menyampaikan apa yang seharusnya aku
sampaikan”
Terima kasih, Kak Anta 🌷💓
EXTRA PART
“Besok aku mau balik Cilacap, El. Mau nitip apa?” tanya Kak Anta
kepada Eine pagi itu.
Cuacanya mendung, sama seperti suasana hatinya saat ini. Beda
rasanya dengan hari-hari kemarin, Eine merasa seperti ….
“Ah, gausah Kak, aku ga minta apa-apa kok” jawab Eine dengan
perasaan yang sedang tak enak.
“Beneran? Nanti kubawain apaan gitu” ucap Kak Anta dengan masih
menawarkan sesuatu.
“Nggak Kak, makasih. Hati-hati aja jalannya, jangan ngebut. Pemalang
jauh. Disini juga kayanya mau hujan. Sedia minum anget aja” ucap Eine
akhirnya.
Dia tak bisa berhenti peduli kepada Kak Anta. Dan, hanya ini yang hanya
bisa ia lakukan.
Hari sudah menjelang siang, tapi mendung masih tidak mau pergi. Dari
jam 6 pagi tadi, sampai sekarang jam 10, suasananya masih sama.
Gelap.
Tak berselang lama, ponsel Eine berdering.
“Dari siapa ya?” pikir Eine.
Lalu Eine segera mengambil ponselnya yang terletak di atas meja
belajarnya itu.
“Loh, Kak Anta? Ngapain dia?” tanya Eine sambil memandangi ponsel
yang sudah ada di genggamannya.
“Halo, Kak? Assalamualaikum, kenapa?” tanya Eine to the point.
“Kamu dimana? Kok sepi? Aku di depan pagar. Mau hujan kayanya ini”
ucap Kak Anta diseberang sana.
“Hah? Kamu dirumah? Tau dari mana? Kamu kan ga pernah tau rumah
aku dimana? Kita selalu ketemu diluar” jawab Eine dengan nada sedikit
panik.
“Ga penting, cepet bukain” ucap Kak Anta dengan nada serius.
Memang sekarang sedang mendung terus, tapi hujan sepertinya
enggan turun, sedari tadi pagi, hanya perasaan “kayanya mau hujan
deh, mendung terus, paling bentar lagi hujan” Tapi ternyata, sampai
sekarang pun hujan tak kunjung turun
“Silahkan Kak, duduk dulu. Aku bikinin minum dulu ya” ucap Eine
sambil kikuk, karena sekarang, dia sedang menghadapi Kak Anta. Benar-
benar Kak Anta.
“Gapapa El, aku bentar aja serius. Gausah repot. Bentar lagi aku mau ke
rumah Ammar” ucap Kak Anta dengan senyumnya yang tetap masih
sama.
“Ohh okey, kenapa ya Kak kesini?” tanya Eine yang bingung kenapa
tiba-tiba Kak Anta datang ke rumah.
Tiba-tiba, Kak Anta mengeluarkan kotak yang ternyata di dalamnya
berisi kue ulang tahun dengan tulisan “Happy Birthday, El nya Kak Anta”
Eine yang melihat dan membacanya langsung terharu & meneteskan air
mata. Buat apa lagi Kak?
“Hah, kok tau Kak?” tanya Eine setelah jeda agak lama.
“Ga perlu tau aku tau dari siapa, cepetan make a wish” ucap Kak Anta.
Eine berdoa agar dirinya selalu dikelilingi hal baik. Dan semoga selalu
dijauhkan dari semua hal yang buruk. Semoga orang-orang yang
disayanginya selalu sehat. Semua yang ia cita-citakan tercapai, dan
bahagia selalu.
“Udah, Kak” ucap Eine yang sudah selesai berdoa.
“Tiup lilinnya, El” ucap Kak Anta.
***
“Kak Anta pulang dulu ya, baik-baik disini El. Jangan nakal, tahun depan
ga ada yang bawain kue pas cuaca mau hujan gini. Only Kak Anta
doang” ucap Kak Anta sembari dirinya menyiapkan keperluan yang
hendak ia bawa pergi.
“Hehehe iya, Kak. Aku selalu baik-baik aja kok, Insya Allah. Kak Anta
hati-hati ya” jawab Eine sambil mengantarkan Kak Anta ke depan.
“Pulang dulu ya El. Selalu jaga diri, jangan pernah lupa makan. Jangan
terlalu di forsir belajarnya. Selalu jadi El yang Kak Anta kenal ya. Maag
juga El kalo misalnya kita bakalan ga berkabar lama. Kak Anta mau
lanjut kuliah. Kak Anta permisi dulu, Assalamualaikum” ucap Kak Anta
sambil masuk ke mobilnya.
Belum sempat Eine menjawab, mobilnya sudah melaju.
“Lanjut kuliah kemana?” ucap Eine dalam hati.
***
Dan sejak hari itu, sejak Eine membaca tulisan “Happy Birthday, El nya
Kak Anta” Eine tidak pernah lagi bagaimana kabar Kak Anta. Nomor nya
pun tak ada yang aktif. Semua akun sosial medianya pun sama.
Kemana Kak Anta?
Sampai sekarang pun, Eine sudah menganggap Kak Anta tak pernah lagi
ada.
Sudah bertahun-tahun semenjak Kak Anta pamit, Eine tak pernah tahu
bagaimana kabarnya. Sekarang Eine sudah pindah ke Jogja, kuliah.
Bagaimana Eine bisa ingat Kak Anta lagi? Pamit buat apa? Kenapa tidak
dari awal bilang kalau, Kak Anta mau pamit buat tidak akan pernah lagi
datang ke hidup Eine?