Bagian kedua: Aku semangat, serius dengan pelajaran di sekolah, dan aku juga asyik
bermain ketika usai sekolah.
Usiaku menginjak 8 tahun, Aku ingin aktif disekolah. Tekad ku bulat seperti bola bekel yang
aku mainkan waktu itu. Aku berhasil meraih peringkat 8 besar setiap semester kenaikan kelas.
Ya, memang bukan juara satu. Tapi aku senang setidaknya, namaku selalu terpampang pada
papan tulis data siswa berprestasi di kelas. Aku ingin meningkatkan itu, tapi usahaku sia-sia.
Entah mengapa, guru-guru seolah tak berlalu adil. Ia menaikan peringkat tersebut pada orang
terdekat nya saja, sebut saja si Ani, mamahnya selalu memberi guru bingkisan atau sekedar uang
bulanan. Ia menjadi peringkat atas. padahal, Aku amati dia di kelas, dia itu orangnya malas,
jarang masuk, ketika ada PR pun ia menyontek pada teman yang lain. Entahlah rasanya Aku jadi
malas belajar. Nah, semenjak itu, peringkatku tidak naik-naik dan aku sudah tidak peduli dengan
peringkat lagi dan aku putuskan untuk pulang sesegera mungkin.
Sungguh pemikiran ku pada waktu itu begitu membuatku terpingkal sekarang.
Kebetulan sepulang sekolah hari itu hujan deras, Aku menenteng plastik berisi tas dan sepatu
biarlah badanku yang basah, aku berlari. buku-buku ku jangan sampai basah, karena Aku belum
melunasinya, hehe. Saat dirumahpun, Aku tak pernah cerita kejadian apapun yang telah Aku
alami selama disekolah maupun saat Aku bermain, Aku memang selalu tertutup karena Aku
tidak mau orang tua ku sedih nantinya, apalagi Bapakku yang tegas bisa-bisa Ia mendatangi
sekolah untuk “ngored” hahaha.
Aku habiskan lagi hari-hariku dengan bermain dan mengaji, rutinitasku yang amat ku suka,
walau aku kembali menjadi anak yang murung dan pendiam dihadapan orang tua ku. Sampai
sekarangpun aku masih memegang prinsip itu, aku hanya tak ingin orang tua ku bersedih, itu
saja.
Bagian ketiga: Akhirnya aku akan lulus SD, dan bermimpi masuk SMPN Favorit.
Peralihan dari SD, ke SMP dari rok merah ke rok biru, Aku sudah tidak sabar rasanya ingin
segera memiliki teman-teman baru dan Aku haeus giat belajar agar aku diterima SMP favorit
itu.
Kuhabiskan waktu ku kini untuk belajar, tak ada main-main lagi, main sesempatnya saja,
karena Aku sangat menginginkan masuk SMP Negeri favorit. Di sekolah Aku mengikuti seleksi
paduan suara dan pianika, Aku lolos dan melatih terus vokal suaraku, hingga akhirnya, guru
musik ku yang bernama Pak Mino, tidak mengajar di SD ini lagi, entahlah apa yang membuat
Ia mengundurkan diri. Akhirnya, seleksi paduan suara imi gagal dan Aku kembali menjadi
murid biasa-biasa saja.
Waktu liburan semester menjelang UN aku habiskan dengan bermain disawah. Aku tak ingin
otakku penuh dengan rumus matematika yang tak ku pahami, Aku lebih suka menuangkan kata
pada secarik kertas dan aku membuat kapal-kapalan berisikan harapan dan impianku dimasa
yang akan datang dan impianku yang ingin masuk SMP favorit, lalu kumasukan kedalam botol
dan aku hanyutkan kesungai.
Ujian Nasional tiba, aku telah mematangkan proses ku belajar, walau dalam pelajaran
matematika nilaiku selalu pas-pasan setidaknya aku telah melalui prosesnya. Nilai dan
penentuan kelulusan diterima atau tidaknya di SMP Negeri akan diumumkan 1 bulan setelah
UN.
Bulan Mei tiba, Penantianku akan berhenti, kini aku mantapkan diri, berdoa pada Allah,
semoga apapun hasilnya nanti, aku bisa menerima nya dan aku telah berjuang semaksimal
mungkin melalui proses yang lama. Pertama, Aku membuka amplop berisikan surat kelulusan
sekolah, aku merasa biasa saja karena sudah yakin aku Lulus dari SD. Aku selalu optimis meski
tidak tahu hasil apa yang akan didapat. Aku membacanya dan benar, aku lulus dengan nilai
bahasa Indonesia 100 teratas diantara nilai-nilai ku yang lainnya.
Tak sampai situ, pikiran ku kali ini berubah, merasakan angin yang bisa berhembus masuk
melalui sela-sela jariku, tanganku gemetar, jantungku berdebar dan sudah pasti ini bukan
karena cinta hehehe. (Aku mulai membuka amplop)
Rasanya aku tak percaya, aku terbelalak keheranan, YaAllah, kenapa ini,Aku sudah berusaha
tapi kenapa Aku gagal, padahal ini awal baru ku untuk melangkah. Aku sedih, seketika
lamunanku terberai, Aku mengingat orang tua ku. Kudu kumaha ngomong ka mamah sareng
bapak nya? (Sambil menangis aku di toilet SD). Memberanikan pulang kerumah dan tak banyak
bicara hanya memberikan secarik kertas, kuharap mamah dan bapa tidak kecewa karena aku
gagal, dan belum bisa membuat mereka senang.
Teman-teman ku yang kurang rajin dan jarang masuk malah keterima.
Ini tidak adil, sungguh seharusnya aku yang menerima tulisan biru dikertas itu. Aku terus
menggerutu seolah ingin mencari tahu mengapa bisa demikian, tapi, aku terlalu diam, aku diam.
Pukul 5.30. Orang tua ku dan aku menemui Guru ku yang bertempat tinggal dibelakang sekolah.
Kata Guru ku Nilai anak Bapak kurang 1 Pak, dan sekarang pendaftaran SMP Negeri sudah
ditutup Pak. Maaf saya tidak bisa membantu.
Bapakku tak terima begitu saja, dan dia mengajakku ke sekolah Negeri impianku itu dan bapak
langsung menemui Kepala Sekolah di rumahnya. Mengendarai motor dua tak nya yang berasap
tebal, di tengah perjalanan mogok pula. Tanganku ikut membantunya agar bisa dikendarai
kembali. Akhirnya motor satria baja hitam ini bisa melajukan ban nya lagi. Sesampainya di
rumah Kepala Sekolah. Aku percepat bagian perkenalannya ya.
Pak, Anak Bapak seharusnya bisa masuk kesekolah ini Pak, Cuma sayang sekarang waktunya
terlambat, Masa Orientasi Siswa akan segera dilaksanakan dan seharusnya Guru nya lah yang
mendampingi anak Bapak, mohon maaf dengan berat hati saya tidak bisa Pak, ini ketentuan
dari Pusat. Bapak bisa mendaftarkan putri Bapak pada sekolah swasta Pak karena yang masih
buka hanya sekolah swasta. Semua sama saja pak mau sekolah dimanapun. Anak Bapak pintar
dan terlihat sangat pendiam, Nanti, saya Doakan agar anak Bapak bisa menjadi Kepala Sekolah
seperti Saya.
Itu perkataan Kepala Sekolah yang begitu sopan dan membuatku kembali membara, aku harus
semangat meski tidak diterima disekolah Impian ku ini, ambil hikmahnya saja, pikirku waktu itu
yang terlihat seolah dewasa. kemudian Aku hanya mematung membisu dan ingin segera pulang.
Bapakku pun tak banyak bicara lagi, dan menghela nafasnya terus menerus. Akhirnya Bapakku
memutuskan untuk pulang.
Waktu begitu cepat berlalu, mengikiskan pilu yang sampai kini tidak aku temukan jawabannya,
kini Aku bersekolah disekolah swasta bersama teman sekampungku, ia pemalas, tapi ia jujur
mengatakan kegemarannya adalah menyontek. Hahaha
Jadi begini ceritanya. setelah seminggu berlalu, Guru kelas ku tidak mau mendaftarkan ku
kesekolah manapun tanpa alasan yang tidak ku ketahui ia menolak begitu saja, Alhamdulillah
ada Guru ku yang pernah menjadi wali kelasku sewaktu kelas lima SD, ia perhatian dan mau
mendaftarkan Aku masuk SMP, meski Aku tidak dekat dengannya, dan aku murid yang tidak
populer dikenal banyak guru. Bu Aas namanya, Aku tidak akan melupakan jasa semua Guru-
guru ku meski aku tak diperlakukan baik, Guru ku Pahlawanku.
Kini, Aku mensyukuri apapun yang terjadi dalam hidupku, sekolah adalah tempat menimba
ilmu, negeri, swasta semua sama, tergantung diri sendiri mau seperti apa, lalui setiap
prosesnya, dan yakinlah. Semua yang terbaik untuk diri, tidak akan pernah tertukar dengan
sampah yang dibuang pada tempatnya.
Mohon maaf jika cerita ini banyak penulisan yang tidak mengandung arti atau cerita ini terkesan
campur aduk.