Anda di halaman 1dari 182

KOMPILASI ARTIKEL MATERI PERKULIAHAN

PENGELOLAAN PENDIDIKAN

Dosen Pengampu
Dr. H. Oding Supriadi, M.Pd.

Oleh:
Siti Patimah
NPM 1910631080170
Kelas 3E

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA


FAKULATAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Shalawat serta salam senantiasa
tercurahkan kepada Baginda Rasulullah saw, dan kepada sahabat-sahabatNya, tabiin-
tabiinNya, dan sampai kita selaku umatnya. Karena berkat rahmat dan karunia-Nya saya
dapat menyelesaikan tugas kompilasi ini.

Di dialam penyusunan tugas ini, tidak sedikit kendala yang saya hadapi. Tetapi
saya mengerti bahwa kelancaran di dalam penyusunan tugas ini tidak lain berkat
pertolongan, dorongan, serta tuntunan semua pihak, sehingga kendala kendala yang saya
hadapi bisa diselesaikan.
Tugas ini di buat untuk memenuhi tugas individu yang berjudul Kompilasi Artikel
Materi Pengelolaan Pendidikan dan saya berterima kasih kepada bapak Dr. H. Oding
Supriadi, M.Pd. yang telah memberikan tugas ini.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas ini, untuk
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun bagi perbaikan tugas
ini. Semoga tugas individu ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Karawang, 13 Oktober 2020

Penyusun,

Siti Patimah

NPM 1910631080170

1
DAFTAR ISI

1. Kata Pengantar ................................................................................... 1

2. Daftar Isi.............................................................................................. 2

3. Pengaruh Gaya Kepemimpinan Demokratis Atasan Terhadap Disiplin


Kerja Pegawai dan Demokrasi dan Demokratisasi: Sebuah Kerangka
Konseptual Untuk Memahami Dinamika Sosial-Politik Di Indonesia
.............................................................................................................. 3-22

4. Menggagas Pendidikan Masa Depan ................................................ 23-29

5. Kepemimpinan dan Konteks Peningkatan Mutu Pendidikan ....... 30-45

6. Kepemimpinan Manajerial Pimpinan Lembaga Pendidikan (Kepala


Sekolah) Dalam Pengembangan Kualitas Produktivitas Kinerja Guru
......................................................................................................... 46-63

7. Gaya Kepemimpinan (Style Of Leadership) yang Efektif Dalam Suatu


Organisasi Dan Manajemen Laba: Perilaku Manajemen Opportunistic
atau Realistic? ..................................................................................... 64-83

8. Konsep Dasar dan Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan: Sebagai


Review Kebijakan Mutu Pendidikan ................................................ 84-96

9. Membangun Kompetensi Pemimpin Dalam Mengelola Organisasi


Publik: Strategi dan Aplikasi ....................................................... ` 97-110

10. Kepemimpinan Demokratis Dalam Lembaga Pendidikan Sekolah


Menengah Atas: Suatu Ilustrasi Kepemimpinan Di SMA Tarakanita
Gading Serpong ............................................................................. 111-117

11. Karakteristik Pendidikan Karakter; Menjawab Tantangan


Multidimensial Melalui Implementasi Kurikulum 2013 ........... 118-126

12. Pengembangan Model Perencanaan Pendidikan ....................... 127-142

13. Manajemen dan Organisasi Sekolah Kejuruan Dalam Pembentukan


Sekolah Berwawasan Global ........................................................ 143-157

14. Pengendalian dan Penjaminan Mutu Pengajaran Melalui Supervisi


Klinis ............................................................................................... 158-167

15. Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan ...................... 168-181

16. Daftar Pustaka ............................................................................... 182

2
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/intuisi

PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS ATASAN TERHADAP


DISIPLIN KERJA PEGAWAI

Amalia Rosanti, Siti Nuzulia

Jurusan Psikologi, Fakultas Ilmu Pendidikan , Universitas Negeri Semarang, Indonesia

Info Artikel Abstrak

Sejarah Artikel: Penelitian yang dilakukan adalah penelitian korelasional.


Hipotesis yang diajukan adalah terdapat pengaruh positif yang
Diterima Januari 2012
Disetujui Februari signifikan gaya kepemimpinan demokratis atasan terhadap
2012 Dipublikasikandisiplin kerja pegawai Kantor Dinas Kelautan Dan Pertanian Kota
Maret 2012 Tegal. Subjek penelitian berjumlah 50 orang yang ditentukan
menggunakan teknik total sampling. Gaya kepemimpinan
Keywords: demokratis atasan diukur dengan menggunakan skala gaya
kepemimpinan demokratis atasan. Skala gaya kepemimpinan
gaya kepemimpinan
demokratis atasan berjumlah 23 item dengan nilai reliabilitas
demokratis atasan,
sebesar 0,949. Disiplin kerja pegawai diukur dengan
displin kerja
menggunakan skala disiplin kerja pegawai dengan 42 item dan
nilai reliabilitas sebesar 0,955. Hasil penelitian menunjukkan
variabel gaya kepemimpinan demokratis atasan pada subjek
penelitian berada pada kategori tinggi, yang berarti bahwa gaya
kepemimpinan demokratis atasan yang dimiliki pimpinan tinggi.
Variabel disiplin kerja pegawai pada subjek penelitian berada
pada kriteria tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang positif antara gaya kepemimpinan demokratis
atasan dengan disiplin kerja pegawai dengan nilai r = 0,914
dengan nilai signifikansi atau p = 0,00. Saran bagi pegawai, agar
dapat mempertahankan disiplin kerja baik dalam hal kualitas dan
kuantitas kerja yang lebih baik sebagai upaya tercapai tujuan
organisasi. Kemudian diharapkan pimpinan dapat mendukung
adanya peningkatan disiplin kerja pegawai dengan menyediakan
sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh para pegawainya, serta
melakukan pembinaan terhadap karyawan secara berkala
sehingga dapat melakukan disiplin kerja yang stabil.

Abstract

3
The research conducted is correlational research. The hypothesis
advanced is that there is a significant positife effect of democratic
leadership style work tops to discipline an employee of Dinas
Kelautan Dan Pertanian Kota Tegal. Subjects numbered 50
people who were determined using total sampling technique.
Democratic leadership style of superiors was measured using a
scale of democratic leadership style of superiors. The scale of the
democratic leadership style tops totaling 23 items with a
reliabitity value of 0.949. Labor discipline employees is measured
using a scale of labor discipline an employee with 42 items and
the reliability value of 0.955. The results showed superior
democratic leadership style variables on the subject of research is
in the high category, which means that the democratic leadership
style of superiors who held high leadership. variable labor
discipline an employee on the subject of research is on higher
criteria. The results showed that there is a positive relalionship
between democratic leaderships style tops with work discipline an
employee with a value of r = 0.914 with a significance value or p
= 0.00. Advice for employees, in order to maintain labor
discipline in terms of qualitv and quantity of work as an effort to
better achieve organizational goals. Then the leaders are expected
to support an increase in labor discipline employees by providing
facilities and infrastructure needed by its employees, and to
provide guidance to employees on a regular basis so as to make
discipline a stable job.

© 2012 Universitas Negeri Semarang

Alamat
korespondensi:
p-ISSN 2086-0803
Gedung A1, Lantai 1 FIP UNNES e-ISSN 2086-0803
Kampus Sekaran Gunungpati, Semarang 50229
E-mail: intuisipsikologiunnes@gmail.com
PENDAHULUAN organisasi di tentukan oleh kualitas
kepemimpinan. Kepemimpinan itu sendiri
Dalam suatu organisasi, faktor dapat diartikan sebagai suatu proses
kepemimpinan memegang peranan penting kegiatan seseorang untuk menggerakkan
karena pemimpin itulah yang akan orang lain dengan memimpin,
menggerakkan dan mengarahkan organisasi membimbing, mempengaruhi orang lain,
dalam mencapai tujuan dan sekaligus untuk melakukan sesuatu agar dicapai hasil
merupakan tugas yang tidak mudah. Karena yang diharapkan. Kemauan seorang
harus memahami setiap perilaku pemimpin merupakan suatu sarana untuk
bawahannya yang berbeda-beda. Bawahan mecapai tujuan. Hal ini berarti bawahan
dipengaruhi sedemikian rupa sehingga bisa dalam memenuhi kebutuhan tegantung
memberikan pengabdian dan partisipasinya pada keterampilan dan kemampuan
kepada organisasi secara efektif dan efisien. pemimpin.
Sukses tidaknya usaha pencapaian tujuan

4
Anoraga (dalam Sutrisno, 2009: 215) bila peraturan atau ketetapan yang ada
menyebutkan selain mampu membuat dalam perusahaan ini diabaikan, atau sering
taktik dan strategi yang jitu, seorang dilanggar, maka karyawan mempunyai
pemimpin juga dituntut untuk mampu disiplin kerja yang buruk. Sebaliknya, bila
mengambil keputusan yang cepat dan tepat. karyawan tunduk pada ketetapan
Sebab, terlambat dalam mengambil perusahaan, menggambarkan adanya
keputusan dapat merugikan organisasi. kondisi disiplin yang baik. Dalam arti yang
Demikian juga apabila salah dalam lebih sempit dan lebih banyak dipakai,
mengambil keputusan tentunya harus disiplin berarti tindakan yang diambil
menghadapi sejumlah konsekuensi seperti dengan penyediaan untuk mengoreksi
dana, waktu, dan tenaga. Apabila seorang perilaku dan sikap yang salah pada
pemimpin ingin mencapai tujuannya, sementara karyawan.
dengan efektif maka harus mempunyai Disiplin kerja dapat dilihat sebagai
wewenang untuk memimpin para sesuatu yang besar manfaatnya, baik bagi
bawahannya dalam usaha mencapai tujuan kepentingan organisasi maupun bagi para
tersebut. Wewenang ini disebut sebagai karyawan. Bagi organisasi adanya disiplin
wewenang kepemimpinan. yang kerja akan menjamin terpeliharanya tata
merupakan hak untuk bertindak atau tertib dan kelancaran pelaksanaan tugas,
mempengaruhi tingkah laku orang yang sehingga diperoleh hasil yang optimal.
dipirnpinnya. Adapun bagi karyawan akan diperoleh
Berdasarkan eksperimen Lewin dkk suasana kerja yang menyenangkan
(Gerungan, 20l0: l3l), gaya kepemimpinan sehingga akan menambah semangat kerja
otoriter, gaya kepemimpinan demokratis dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan
dan gaya kepemimpinan laizzes faire demikian, karyawan dapat melaksanakan
dimana masing-masing gaya tugasnya dengan penuh kesadaran serta
kepemimpinan otoriter menentukan segala dapat mengembangkan tenaga dan pikiran
kegiatan kelompok secara otoriter, semaksimal mungkin demi terwnjudnya
pemimpin hanya memberikan instruksi tujuan organisasi. Ada beberapa faktor yang
tanpa memberitahu rencana kegiatan secara mempengaruhi tingkat kedisiplinan kerja
keseluruhan. Pemimpin dengan gaya karyawan antara lain tujuan dan
kepemimpinan demokratis menentukan kemampuan karyawan, teladan pemimpin,
bersama tujuan kelompok serta perencanaa balas jasa dan kompensasi, keadilan. waskat
langkah-langkah pekerjaan yang ada (pengawasan melekat), sanksi dan
dilakukan melalui musyawarah untuk hukuman, ketegasan dan hubungan
mufakat. Sedangkan pada gaya kemanusiaan. Selain faktor- faktor tersebut,
kepemimpinan laizzes faire, pemimpin ada faktor lain yang juga mempengaruhi
menjalankan peranan yang pasif dengan kedisiplinan kerja yaitu kepemimpinan
menyerahkan segala penentuan tujuan dan yang ada dalam organisasi tersebut
kegiatan kelompok kepada anggota tanpa (Hasibuan. 2002 : 194).
mengambil inisiatif apapun dalam Dinas Kelautan dan Pertanian Kota
kelompok. Tegal merupakan salah satu instansi
Siagian (dalam Sutrisno,2009: 86) pemerintah yang bergerak dalam bidang
menyebutkan disiplin merupakan suatu kelautan dan pertanian. Sama halnya
kondisi atau sikap hormat yang ada pada dengan organisasi yang lain, Dinas
diri karyawan terhadap peraturan dan Kelautan dan Perikanan Kota Tegal juga
ketetapan perusahaan. Dengan demikian merupakan suatu organisasi atau instansi

5
yang melibatkan kerja sama antara kepemimpinan sekarang terdapat
pimpinan serta pegawainya. Kerja sama perbedaan kedisiplinan para pegawai. Pada
tersebut dilakukan karena adanya suatu kepemimpinan terdahulu terlihat para
tujuan organisasi yang ingin dicapai. Dalam pegawai cenderung tidak disiplin, seperti
organisasi, faktor kepemimpinan mangkir dari pekerjaan, terlambat datang ke
memegang peranan yang sangat penting kantor, pemakaian seragam yang tidak
karena pemimpin itulah yang akan sesuai dengan aturan yang berlaku, serta
menggerakkan dan mengarahkan organisasi adanya keterlambatan penyelesaian
dalam mencapai tujuan. Gaya pekerjaan yang disebabkan kurangnya
kepemimpinan yang dilakukan oleh penjelasan pemimpin pada tugas yang
pemimpin berpengaruh terhadap tingkat diberikan. Kurang baiknya hubungan antara
disiplin kerja karyawan atau bawahannya. pimpinan sebelumnya dengan para
Oleh karena itu, dibutuhkan seorang pegawainya.
pemimpin yang baik yang Setelah adanya perubahan
bertanggungjawab pada bawahannya untuk kepemimpinan yang sekarang, ternyata
meningkatkan semangat kerja dan disiplin kedisiplinan pegawai mengalami
kerja bawahannya dalam melaksanakan peningkatan atau dapat dikatakan lebih
tugas yang diberikan. baik. Pemimpin mampu membimbing dan
Berdasarkan hasil wawancara yang menarahkan pegawainya dengan baik
telah dilakukan oleh peneliti dengan sehingga tercipta suasana kerja yang
beberapa pegawai Dinas Kelautan dan menyenangkan yang dapat meningkatkan
Pertanian Kota Tegal pada tanggal 12 semangat kerja. Memiliki hubungan yang
Agustus 201l, diperoleh beberapa tindakan baik dengan pegawainya sehingga mampu
indisipliner yang dilakukan oleh pegawai menciptakan situasi yang menyenangkan.
dalam kantor hampir separuh pegawai Adanya pemberian penghargaan yang layak
melakukan tindakan indisipliner pada atas prestasi yang telah dicapai oleh
kepemimpinan sebelumnya. Setelah adanya pegawainya kemudian pemberian teguran
pergantian kepemimpinan yang sekarang, pada pegawai yang melakukan kesalahan.
tindakan indisipliner berkurang menjadi Adanya pengambilan keputusan yang
10% dari keseluruhan jumlah pegawai diambil dengan mempertimbangkan
sebanyak 7l orang. Beberapa pegawai pendapat dari pegawainya. Ciri-ciri
tersebut menyatakan bahwa masih terdapat kepemimpinan tersebut merupakan gaya
7 pegawai yang melakukan tindakan kepemimpinan demokratis, terlihat pula
indisipliner. Ketujuh pegawai tersebut yang berkurangnya pegawai yang melakukan
masih melakukan tindakan indisipliner tindakan indisipliner, seperti mangkir dari
yang dimaksudkan dalam penelitian ini, pekerjaan, terlambat datang ke kantor,
yaitu sebagai berikut: 5 dari 7 pegawai pemakaian seragam yang tidak sesuai
mengakui masih datang terlambat ke dengan aturan yang berlaku. Berkurangnya
kantor, masih menggunakan seragam tidak keterlambatan penyelesaian pekerjaan
sesuai aturan yang berlaku serta masih karena pemimpin memberikan penjelasan
mangkir dari pekerjaan. Selanjutnya 2 dari terhadap tugas yang diberikan.
7 pegawai mengaku masih terlambat dalam Kepemimpinan menurut Anoraga
menyelesaikan pekerjaan yang diberikan (2003: 2) adalah kemampuan untuk
oleh pimpinannya. mempengaruhi pihak lain. Keberhasilan
Berdasarkan hasil observasi, seorang pemimpin tergantung pada
kepemimpinan sebelumnya dengan kemampuannya untuk mempengaruhi itu.

6
Dengan kata lain kepemimpinan dapat Indikator-indikator disiplin kerja
diartikan sebagai kemampuan seseorang meliputi : Pengetahuan
untuk mempengaruhi orang lain, melalui Pengetahuan adalah segala sesuatu
komunikasi baik langsung maupun tidak yang diketahui berkenaan dengan suatu
langsung dengan maksud untuk wawasan (Depdikbud. 1996: 995).
menggerakkan orang-orang tersebut agar Pengetahuan yang dimaksud dalam
dengan penuh pengertian, kesadaran dan kepatuhan pengaruh punishment terhadap
senang hati bersedia mengikuti kehendak- kedisiplinan pegawai adalah segala sesuatu
kehendak pemimpin itu. yang diketahui oleh pegawai yang
Gaya kepemimpinan demokratis berkenaan dengan tata tertib dan peraturan
adalah gaya kepemimpinan dimana yang ada dalam lingkungan kerja.
penentuan tujuan organisasi serta Perilaku
perencanaan langkah-langkah untuk Perilaku adalah tanggapan atau reaksi
mencapai tujuan tersebut dilakukan individu terhadap rangsangan atau
bersama-sama oleh pemimpin beserta Iingkungan (Depdikbud, 1996: 775).
bawahannya. Perilaku dalam kepatuhan peraturan di
Ciri-ciri gaya kepemimpinan lingkungan kerja adalah tanggapan atau
demokratis yaitu : Pengambilan keputusan, reaksi berupa tindakan yang nyata untuk
Sikap terhadap bawahan, Pembagian tim disiplin, untuk mematuhi tata tertib yang
kerja, Pola komunikasi, Kepercayaan ada di lingkungan kerja, dan penggunaan
terhadap bawahan, Kepercayaan diri, peraturan yang berlaku.
Tanggungjawab terhadap tugas, Orientasi Tanggung Jawab
terhadap tugas, Peran kepemimpinan, serta Menurut Martoyo (1992: 121)
Pemberian reward dan punishment pada tanggung jawab pada dasarnya “imbalan”
bawahan. terhadap sesuatu “kekuasaan atau
Pengertian disiplin menurut Anoraga wewenang” seorang pemimpin, karena itu
(2005: 46) adalah suatu sikap, perbuatan kekuasaan ataupun kewenangan sama
untuk selalu mentaati tata tertib yang sekali tidak bisa dipisah lepaskan dari
meliputi faktor waktu dan kegiatan atau tanggung jawab. Tanggung jawab adalah
perbuatan. Kedisiplinan oleh Hasibuan sikap yang berani menerima resiko ataupun
(2009, 193) diartikan sebagai kesadaran dan konsekuensi dari apa yang telah ia lakukan.
kesediaan seseorang mentaati semua Kegagalan kerja anak buah harus menjadi
peraturan dan norma-norma sosial yang tanggung jawab pula pimpinannya untuk
berlaku. Helmi (1996) mengungkapkan dipertanggung jawabkan seterusnya
bahwa disiplin di tempat kerja tidak hanya kepemimpinan diatasnya lagi. Jadi seorang
semata-mata patuh dan taat terhadap pegawai harus berani menanggung semua
sesuatu yang kasat mata, tetapi juga patuh resiko atau konsekuensi dari apa yang ia
dan taat terhadap sesuatu yang tidak kasat lakukan. Tanggung jawab disini dapat
mata tetapi juga melibatkan komitmen, baik dilihat dari perilaku pegawai dalam
dengan diri sendiri ataupun komitmen mematuhi peraturan dan tata tertib dan
dengan organisasi. Disiplin kerja pada berani menerima konsekuensi apabila
dasarnya merupakan upaya untuk melanggar peraturan.
menyesuaikan diri dengan aturan organisasi Keteraturan
sehingga tercapai tujuan organisasi dengan Pendisiplinan pegawai dilakukan
kata lain disiplin kerja merupakan sarana secara berulang-ulang dengan
untuk mencapai tujuan organisasi.

7
menggunakan seminim mungkin unsur- (variabel bebas) berpengaruh terhadap
unsur paksaan dan tekanan, pegawai diberi terhadap Y (variabel terikat). Apabila nilai
kesempatan untuk berespons dan peluang X tinggi maka nilai Y juga akan ikut tinggi.
untuk memperbaiki kinerjanya. Nilai koefisien positif menunjukkan
kenaikkan suatu variabel akan
METODE menyebabkan kenaikan suatu variabel-
variabel yang lain, dengan kata lain
Populasi dalam penelitian ini adalah semakin baik gaya kepemimpinan atasan
seluruh pegawai di Kantor Dinas Kelautan maka akan semakin tinggi disiplin kerja
dan Pertanian Kota Tegal yang berjumlah pegawai.
70 pegawai yang masa kerjanya minimal 5 Pembahasan
tahun. Berdasarkan penelitian ini. ditemukan
Teknik sampling yang digunakan persamaan garis Y = a + bx, maka peneliti
dalam penelitian ini menggunakan teknik selanjutnya dapat memanfaatkan
total sampling atau penelitian populasi persamaan tersebut untuk memprediksi
dikarenakan jumlah subjek yang memenuhi skor variabel terikat ketika telah diketahui
karakteristik dalam populasi hanya 50 skor variabel bebas. Dan nantinya
pegawai dan sangat mungkin untuk diteliti persamaan garis linier ini dapat digunakan
secara keseluruhan. oleh peneliti selanjutnya untuk mengetahui
Pengumpulan data dalam penelitian nilai Y jika nilai X diketahui.
ini menggunakan skala gaya kepemimpinan Berdasarkan hasil output SPSS versi
demokratis mempunyai 23 item dan skala 17.0 for Windows dapat diketahui bahwa
disiplin kerja mempunyai 42 item. persamaan regresi sebagi berikut: Y =
HASIL DAN PEMBAHASAN 51,170 + 1,336, signifikansi level 0,001 <
0,005 (nilai alfa), maka kesimpulannya
Hasil
terdapat pengaruh positif antara gaya
Pengujian hipotesis pada penelitian
kepemimpinan demokratis atasan terhadap
ini menggunakan analisis regresi linear
disiplin kerja.
sederhana. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh gaya kepemimpinan SIMPULAN
demokratis atasan terhadap disiplin kerja
yang pehitungannya menggunakan SPSS Berdasarkan pembahasan dapat
versi 17.0 for Windows disimpulkan bahwa gaya kepemimpinan
Nilai regresi antara gaya demokratis atasan meningkatkan disiplin
kepemimpinan demokratis atasan dan kerja pegawai. Pemimpin yang
disiplin kerja (R) sebesar 0,914, sedangkan menggunakan gaya kepemimpinan
koefisien determinasinya (R square) demokratis mempunyai beberapa ciri-ciri,
sebesar 0,835. Hal tersebut menunjukkan seperti: pengambilan keputusan secara
bahwa 83,5yo disiplin kerja dipengaruhi musyawarah. pola komunikasi dua arah
oleh gaya kepemimpinan demokratis antara pegawai dan pemimpin, orientasi
atasan, kemudian sisanya dapat dipengaruhi terhadap tugas, pembagian tim kerja sesuai
oleh faktor lain yang belum terungkap bidang masing-masing, serta adanya
dalam penelitian ini. pemberian reward dan punishment yang
Dalam penelitian ini, nilai a sebesar merupakan hal-hal yang diinginkan oleh
51,170 kemudian nilai b sebesar 1,336. pegawai. Oleh karena itu, para pegawainya
Dengan demikian dapat diketahui bahwa X

8
justru dapat meningkatkan tingginya konsep, demokrasi mempunyai makna yang
disiplin kerja. luas dan juga kompleksitasnya sendiri.
Artikel ini ingin menjelaskan varian dari
DAFTAR PUSTAKA demokrasi terutama debat antara demokrasi
liberal dengan demokrasi sosial. Selain itu,
Anoraga, Panji. 2003. Psikologi
penulis juga menjelaskan praktek
Kepemimpinan. Jakarta: PT. Asdi
demokrasi di Indonesia setelah era
Mahasatya.
reformasi 1998 dan menunjukkan masalah
___________ . 2009. Psikologi Kerja.
yang dihadapi oleh negara ini dalam
Jakarta: Rineka Cipta.
menciptakan masyarakat yang demokratis.
Gerungan, W. A. 2010. Psikologi Sosial.
Sebagai kesimpulan, artikel ini ingin
Bandung: PT Refika Aditama.
menjelaskan bahwa demokratisasi di
Hasibuan, Malayu. S. P. 2009. Manajemen
Indonesia masih dalam proses dan masih
Sumber Daya Manusia. Jakarta;
banyak hal yang perlu dibenahi.
Bumi Aksara.
Helmi, Avin Fadila. 1996. Disiplin Kerja.
Buletin Psikologi Tahun IV No. 2 Kata kunci: demokratisasi, liberal,
Edisi Khusus. sosial, akselerasi, Indonesia
Sutrisno, Edy. 2009. Manajemen Sumber
Daya Manusia. Jakarla: Kencana.

Abstract
Jurnal Pemikiran
The collapse of communism in 1989
Sosiologi Volume 1 No.1 , Mei 2012
became an important moment for
democracry as a political system to spread
DEMOKRASI DAN
its influences all over the world. As a
DEMOKRATISASI: SEBUAH
concept, democracy has wide meanings and
KERANGKA KONSEPTUAL UNTUK its complexities. This article wants to
MEMAHAMI explain the variant of democracy especially
DINAMIKA SOSIAL-POLITIK the debate between liberal democracy and
DI INDONESIA social democracy. I would also like to
explain the practice of democracy in
Indonesia after reformation 1998 and
Oleh:
showing the problem that faced by this
Heru Nugroho country to create democratic society. In
conclusion, this article wants to tell that the
democratization in Indonesia is still in
process and there are lots of things that
Abstrak
needs to be fixed.
Keruntuhan komunisme pada tahun
1989 menjadi momentum yang krusial bagi
demokrasi sebagai sebuah sistem politik Keywords: democratization, liberal,
untuk menyebarkan pengaruhnya ke social, acceleration, Indonesia.
seluruh penjuru dunia. Sebagai sebuah

9
Namun demikian, proses kompetisi itu
A. Pendahuluan harus tetap dibingkai oleh etika normatif
Istilah demokrasi pada dua dasawarsa yang mengarah pada terjadinya equlibrium
terakhir, khususnya di berbagai negara sosial.
berkembang kian populer, baik pada tingkat Dalam demokrasi kesantunan politik
wacana maupun aras gerakan sosial politik. harus tetap dijaga. Konsep liberalisasi yang
Sebagai suatu sistem politik, demokrasi melekat pada ideologi demokrasi musti
telah menempati stratum teratas yang diartikan sebagai sebuah masyarakat yang
diterima oleh banyak negara karena bebas dan bertanggung jawab, yaitu
dianggap mampu mengatur dan masyarakat yang memiliki aturan main
menyelesaikan hubungan sosial dan politik, yang jelas sehingga si kuat tidak menindas
baik yang melibatkan kepentingan antar si lemah. Ini dapat terjadi kalau ada hukum
individu dalam masyarakat, hubungan antar yang mengatur segala bentuk permainan,
masyarakat, masyarakat dan negara baik politik, ekonomi, dan kebudayaan.
maupun antar negara di dunia. Ambruknya Aturan main itu hendaknya menjamin
ideologi komunisme Uni Soviet tahun pemberian ruang gerak atau kesempatan
1989, setidaknya telah menjadi momentum yang sama bagi setiap warga negara untuk
penting bagi perluasan demokrasi sebagai melakukan aktifitas kehidupannya. Aturan
wacana pilihan sistem politik. Kepopuleran main yang sudah dirumuskan dan
demokrasi sebagai ideologi politik dituangkan dalam bentuk hukum tersebut
secaracepat menyebar oleh seyogyanya dihormati oleh setiap aktor
berkembangnya wacana kritis yang sosial dalam segala tingkat dan kapasitas.
sebagian besar mengungkapkan kegagalan Dengan kata lain, baik itu penguasa,
praktek otoritarianisme. Hadirnya pemerintah, pengusaha dan rakyat
demokrasi seakan telah menjadi hal berarti kebanyakan semuanya harus hormat dan
dan nyata mengatasi masalah sosial politik tunduk pada hukum (aturan main). Barang
yang selama ini diderita berbagai negara. siapa yang menyimpang dari aturan main
Sebagai sebuah konsep, demokrasi atau barang siapa yang mencoba
memiliki makna luas dan mengandung memanipulasi aturan main dapat ditindak
banyak elemen yang kompleks. Demokrasi melalui lembaga peradilan tanpa pandang
adalah suatu metode politik, sebuah bulu.
mekanisme untuk memilih pemimpin Kalau kesadaran akan logika
politik. Warga negara diberi kesempatan demokasi seperti itu sudah melembaga dan
untuk memilih salah satu diantara diinternalilasi oleh individu setiap anggota
pemimpin-pemimpin politik yang bersaing masyarakat, maka liberalisme sebagai “roh
meraih suara (David Lechmann, 1989). demokrasi” justru akan mendatangkan
Kemampuan untuk memilih diantara harmoni dan kemajuan peradaban.
pemimpin-pemimpin politik pada masa Kebebasan berusaha (free enterprise),
pemilihan inilah yang disebut demokrasi. kebebasan bersaing (free fight), kebebasan
Jadi dengan kata lain dapat diungkap bahwa bersuara dan kebebasan memilih afiliasi
demokrasi adalah suatu metode penataan politik justru tidak akan mendatangkan
kelembagaan untuk sampai pada keputusan kekacauan tetapi kesejahteraan sosial.
politik, dimana individu meraih kekuasaan Tetapi perlu digaris bawahi bahwa
untuk mengambil keputusan melalui kemajuan masyarakat terjadi kalau semua
perjuangan kompetitif dalam meraih suara. aktor sosial sadar akan aturan main
tersebut. Seandainya salah satu pihak

10
melanggar aturan main dalam sektor-sektor kehidupan lainnya tidak
praktekpolitik khususnya penunjang demokratis. Atau liberalisasi tidak dapat
kekuasaan maka konsep liberalisme akan hanya berlaku dalam bidang ekonomi saja,
tereduksi dalam faham Darwinisme sementara bidang politik tidak mengalami
(Mangunwijaya,1994). Dalam faham liberalisasi (David Held, 1987).
Darwinisme tersebut konsep liberalisme Jadi dalam ideologi demokrasi
dimaknai sebagai kebebasan yang tanpa responsifitas pemerintah terhadap
batas, barang siapa yang kuat maka dialah preferensi warga negaranya yang setara
yang akan eksis atau “survival of the secara politis harus menjadi dasar
fittest”. Dalam faham ini orang boleh pijakannya, oleh karena itu maka negara
ngomong semaunya sendiri, partai boleh memiliki kewajiban dalam memberikan
melakukan demagogi hingga kapasitas peluang dan kesempatan bagi warganya
maksimum, kekuatan politik boleh untuk: (1) Merumuskan preferensinya, (2)
bertindak apa saja. Sehingga yang muncul Menunjukkan preferensi- nya pada warga
bukan equilibrium sosial tapi kondisi yang negara dan pemerintah melalui tindakan
chaos. Dalam konteks masyarakat yang pribadi dan kolektif dan (3) memberikan
sedang membangun dan memberdayakan bobot yang sama pada preferensinya, yang
rakyatnya bukan konsep liberalisme dalam dilakukan oleh warga negara (MacPherson.
pengertian Darwin ini yang perlu di C.B., 1997). Ketiga kesempatan yang harus
introdusir, namun pengertian liberalisme dimiliki oleh semua warga negara di atas,
dalam bingkai kesantunan dan akan dapat berjalan secara optimal apabila
kemaslahatan yang harus diadopsi dan ada sejumlah jaminan kelembagaan.
dipelajari. Jaminan itu diantaranya adalah: (1)
Dengan suasana liberalisasi yang kebebasan untuk membentuk dan menjadi
kondusif ini maka negara akan dapat anggota organisasi, (2) kebebasan
menjalankan ideologi demokrasinya secara mengeluarkan pendapat, (3) hak memilih,
lebih tertata dan konstruktif. Negara (4) kesempatan menjadi pejabat
demokrasi ini akan dapat mengambil pemerintah, (5) hak bagi pemimpin politik
keputusan-keputusan dasar untuk bersaing dalam mencari dukungan,
pemerintahannya yang tergantung (6) hak bagi
sepenuhnya pada persetujuan bebas dari pemimpin politik untuk bersaing dalam
yang diperintah. Keterbukaan akan kritik meraih suara, (7) sumber-sumber informasi
juga merupakan syarat dari negara tipe ini, alternatif, (8) lembaga yang membuat
sehingga aspirasi masyarakat lapis bawah kebijakan pemerintah tergantung kepada
dapat mencuat ke permukaan dan perolehan suara dan pengungkapan
digunakan sebagai landasan kebijakan preferensi lainnya (George Sorensen,
pemerintah demi kemakmuran nasional. 2003). Kedelapan kondisi itu adalah
Institusi politik yang liberal merupakan merupakan elemen dasar bagi
syarat mutlak dari negara yang menyebut berlangsungnya iklim demokrasi yang
dirinya sebagai negara demokratis. sehat. Secara singkat kedelapan elemen
Liberalisasi atau demokratisasi merupakan dasar demokrasi itu dapat diringkas dalam
dua hal yang secara total hidup dan tiga dimensi yaitu kompetisi, partisipasi
berkembang di masyarakat. Demokrasi dan kebebasan politik.
tidak dapat berjalan in vacuum, maksudnya Ketika demokrasi diartikan sebagai
demokrasi tidak dapat terjadi hanya pada kompetisi, partisipasi dan kebebasan maka
sektor kehidupan politik saja, sementara proses demokratisasi (perubahan sistem

11
politik dari bentuk non demokratis ke emansipasi bagi sekelompok masyarakat
bentuk yang lebih demokratis), dapat yang secara personal masih bergantung
dilakukan dengan dua jalan yang paling pada kelompok dominan agar mereka juga
esensial yaitu jalan yang terfokus pada memiliki hak memilih pemerintah mereka.
kompetisi dan jalan yang terfokus pada Apabila suatu negara dapat menegakkan
partisipasi. pilar demokrasi secara stabil dan kuat,
Meningkatnya partisipasi (atau maka bukan suatu hal yang mustahil bagi
inklusifitas) berarti meningkatnya jumlah negara itu untuk merealisasikan kondisi
warga negara yang memperoleh hak-hak yang menjadi parameter berlangsungnya
politik dan kebebasan. Rezim non- sistem politik yang bercorak poliarki.
demokratis mungkin saja menjauhkan Adapun parameter yang harus dimiliki
sebagian besar masyarakatnya dari pemerintahan yang bersifat poliarki adalah:
partisipasi. Pada rezim demokratis, seluruh (1) para pemimpinnya tidak menggunakan
penduduk dewasa memperoleh hak koersi kekerasan, yaitu polisi dan militer
kebebasan secara penuh. Kompetisi (atau untuk meraih atau mempertahankan
liberalisasi) menyangkut tersedianya hak- kekuasaannya, (2) adanya organisasi
hak dan kebebasan, paling tidak bagi masyarakat pluralis yang modern dan
beberapa anggota sistem politik. dinamis, (3) potensi konflik dalam
Meningkatnya liberalisasi berarti pluralisme struktural dipertahankan pada
meningkatnya peluang bagi oposisi politik tingkat yang masih dapat ditoleransi, (4)
dan meningkatnya kompetisi untuk meraih dalam masyarakat, khususnya yang aktif
kekuasaan pemerintahan. dalam politik ada budaya politik dan sistem
Dengan adanya tiga dimensi keyakinan yang mendukung ide demokrasi
demokrasi yaitu kompetisi, partisipasi dan dan lembaga poliarki (John Markoff, 2002).
kebebasan di suatu negara maka akan lebih Jadi praksis demokrasi yang paling
membuka peluang bagi berseminya proses substansial adalah negara wajib melindungi
demokratisasi. Terciptanya iklim rakyat, utamanya dalam merepresentasikan
demokratis yang optimal akan berdampak hak-hak kewargaan mereka, lebih utama
pada semakin menguatnya hak-hak warga lagi dalam menyelenggarakan terciptanya
negara dalam mengekspresikan hak-hak dasar hidup yang layak. Untuk itu
aspirasinya. Hak-hak warga yang harus maka negara berkewajiban mengendalikan
diperjuangkan dan diakomodasi dalam dan mengatur gejala kekuasaan yang
sistem politik yang demokratis adalah: (1) asosial. Negara juga harus mampu
perjuangan untuk mendapatkan otoritas mengorganisasi dan mengintegrasikan
bagi parlemen terpilih untuk mengambil kegiatan manusia dan golongan ke arah
keputusan/kebijakan, (2) perjuangan untuk tercapainya tujuan negara. Jadi secara
memperoleh perluasan atas hak memilih, umum bagi negara yang demokratis
(3) perjuangan untuk membuat subyek kebijakan negara adalah kebijakan dalam
penguasa berhubungan dengan kehendak rangka mewujudkan kesejahteraan warga.
para pemilih, (4) perjuangan untuk Dukungan dari warga akan diperoleh
mengadakan pemilu berdasarkan manakala anggota warga merasa kehendak
perhitungan yang jujur, (5) perjuangan bagi dan kepentingannya mendapat saluran yang
diterimanya partai-partai politik yang wajar. Agar tidak terjadi penyimpangan
terorganisir sebagai aktor sosial yang demokrasi maka yang diperlukan adalah
memiliki legitimasi dan sebagai peserta penegasan perlunya keseimbangan yang
pemilu, (6) perjuangan bagi terciptanya kuat di antara elemenelemen negara untuk

12
pencapaian kesejahteraan masyarakat, B. Demokrasi Liberal Versus
dimana masyarakat secara efektif terlayani Demokrasi Sosial
melalui sarana dan perlengkapan
pemerintah. Untuk itu maka harus ada
penguatan paradigma di kalangan rakyat ke Pada lingkup global saat ini terdapat
arah “high trust society” yaitu masyarakat dua tipe demokrasi yang bertarung
yang memiliki kepercayaan dan rasa memperebutkan dominasi politik dan spirit,
hormat akan kredibilitas pemerintah yang yaitu demokrasi libertarian dan sosial.
berkuasa. Dalam masyarakat yang rendah Keduanya mengaku strategi tepat untuk
tingkat kepercayaannya kepada menyelenggarakan kebebasan dan keadilan
pemerintahannya akan sangat sulit lembaga dan memberikan pemahaman
membangun dan membangkitkan yang berbeda tentang konsep kebebasan
partisipasi. Kondisi ini tentu saja akan dan keadilan dalam kehidupan sosial,
menjadi batu sandungan bagi penguatan ekonomi, budaya dan politik. Konsep
iklim demokrasi di negara itu. demokrasi libertarian dikelompokkan
Kontrol atas kekuasaan sebuah “state” berdasar kenyataan bahwa negara
dalam menjalankan sistem pemerintah meskipun merupakan bagian
pemerintahannya agar tidak berlaku dari struktur demokratis dalam koridor
totaliter dilakukan oleh rakyat. Dengan undang-undang, namun sebagian besar
kontrol ini maka ketertiban bersama, kondisi sosial ekonomi tetap dianggap
kesejahteraan umum dan hak-hak individu sebagai wilayah pribadi yang lepas dari
rakyat akan tetap terjaga. Karena itu campur tangan dan struktur politik.
wewenang negara demokrasi adalah Tuntuan atas keseluruhan tanggung-jawab
terbatas, yaitu sejauh mandat yang pemerintah untuk membentuk struktur
diberikan rakyat melalui pemilu dan sejauh sosial, mengatur perekonomian dan
praksis pencapaian kesejahteraan bersama menjalankan kebijakan penyebaran ulang
menjadi tujuannya (Muji Sutrisno, 2000). guna melaksanakan nilai dasar kebebasan
Dengan demikian jelaslah bahwa di satu dan keadilan bagi pihak yang mampu, akan
pihak sistem negara demokratis dianggap sebagai sebuah invasi tidak sah
membutuhkan penataan kelembagaan oleh negara ke dalam wilayah pribadi
sebagai mekanisme pembagian kekuasaan kebebasan warga negara. Kebebasan
demi kesejahteraan masyarakat. Di lain demokratis dan hak-hak warga negara
pihak bila mekanisme kelembagaan sudah dalam bidang politik, sosial dan ekonomi
dibuat dan terus berproses, tidak otomatis adalah suatu hal yang tidak boleh
bisa dikatakan demokrasi telah berjalan dikendalikan oleh pemerintah dan idealnya
optimal. Demokrasi baru dapat dikatakan justru memberikan peluang terjadinya
berhasil apabila tujuan society mendirikan otonomi swasta, kontak yang dilakukan
state telah dicapai. Tujuan yang harus sendiri pihak swasta serta pasar yang
diupayakan terwujudnya adalah adanya mengatur dirinya sendiri (Meyer, 2005).
kesejahteraan masyarakat, yang secara Pada pelaksanaannya selama dua
hukum berarti terjaminnya hak hidup dan abad terakhir, demokrasi liberal
martabat masingmasing warga negara di menyebabkan munculnya perbedaan cukup
negara tersebut. besar dalam prasyarat sosial, pendidikan
dan personal. Di dalam kehidupan sosial
ekonomi, hasilnya adalah kesenjangan
besar dan sering terus berkembang dalam

13
kesempatan dan pilihan bagi kelas Gagasan dibalik lima dimensi konsep
masyarakat berbeda. Sebagian besar hak asasi tersebut pada dasarnya adalah
masyarakat akan tersisihkan dan kemudian jaminan terciptanya peluang bagi setiap
tidak memiliki barang sosial untuk hidup individu warga negara untuk memperoleh
layak. Sebagian besar populasi akan terjerat kebebasan dan kesempatan pengembangan
ketergantungan kebutuhan ekonomi dan personal serta membuka peluang adanya
sosial serta berdampak kepada tersisihnya ruang bagi setiap individu untuk
dari dinamika kehidupan masyarakat, berpartisipasi penuh dalam kehidupan
sosial, dan budaya secara layak. sosialnya. Semua itu haruslah dijamin tanpa
Ketergantungan ekonomi dan kebutuhan memandang status sosial, ekonomi, latar
sebagian besar anggota masyarakat ini belakang etnis, agama, budaya, dll.
berujung pada hilangnya kesempatan dan Konvensi perlindungan lima hak asasi
peluang mereka untuk menggunakan hak manusia yang merupakan pondasi bagi
sipilnya secara demokratis. Dari kenyataan terwujudnya demokrasi sosial ini
ini akan muncul suatu tipe demokrasi diratifikasi oleh 148 negara dengan aneka
defektif yang menyangkal dan mengerosi latar belakang budaya dan tingkat sosial
hak kewarganegaraan berupa hak sipil dan ekonomi.
politik. Oleh sebab itu demokrasi Suatu negara yang menjalankan
libertarian dianggap akan cenderung konsepsi demokrasi sosial dituntut untuk
menjadi sebuah tipe demokrasi elit atau menawarkan perlindungan sosial pada
delegatif. Tipe demokrasi ini akan warganya dari kemungkinan terjadinya
membatasi kesempatan partisipasi pelanggaran hak asasi. Disamping itu,
demokrasi yang penuh pada sebagian besar negara juga harus mampu memberikan
anggota masyarakat dan hanya akan jaminan pada warganya supaya
memberi kesempatan itu pada sekelompok berkesempatan memperoleh dan menikmati
kecil masyarakat atau hanya pada warga fasilitas pendidikan yang memadai. Warga
negara tertentu saja (Richard Falk, 1981). masyarakat tidak hanya sekedar
Berdasarkan kenyataan itu, ketika dimungkinkan memperoleh ketrampilan,
demokrasi liberal membawa kekurangan tetapi juga diarahkan agar dapat turut ambil
dan kontradiksi dalam praktek bagian dalam dinamika kehidupan
pelaksanaannya pada abad 19 di Eropa, kebudayaan yang lebih luas. Tidak kalah
maka setelah pengalaman krisis ekonomi pentingnya, bagi negara yang menjalankan
dunia tahun 1920-an dan terutama setelah konsep demokrasi sosial harus dapat
perang Dunia II di sebagian besar negara menjaga harkat dan martabat warganya
Eropa menerapkan praktek demokrasi dalam konteks ekonomi dan sosial. Oleh
sosial. Hal ini dilakukan sebagai upaya karena itu negara wajib dapat mengelola
perbaikan terhadap praktek demokrasi dan mengendalikan dominasi iklim
liberal yang banyak akses negatifnya kapitalis agar tetap berjalan pada koridor
tersebut. Landasan dari konsep demokrasi yang tidak merugikan warga. Negara juga
sosial modern adalah konvensi hak-hak harus membuka dan memberdayakan ruang
dasar PBB tahun 1966, dokumen ini publik secara optimal sebagai instrumen
merupakan bagian yang sah dari hak warga dalam menyalurkan aspirasinya
internasional. Pada dokumen ini diatur dan (Myron Weiner, 1987).
dilindungi lima hak asasi yang harus Konsep demokrasi sosial menuntut
dimiliki manusia yaitu hak sipil, politik, setiap negara yang mempraktekkannya agar
sosial, ekonomi, dan budaya (Meyer, 2005). selalu memiliki jaminan sosial atas

14
warganya secara menyeluruh. Jaminan kemiskinan namun tidak disertai kepastian
sosial itu harus mampu memberikan hukum yang menjamin kepastian
perlindungan atas hak-hak dasar yang pelaksanaan hal ini pada masyarakat
semestinya dimiliki oleh semua individu penerimanya, akan gagal memenuhi kriteria
sebagai warga negaranya. Negara demokrasi sosial. Sementara dua tipe yang
diwajibkan untuk dapat mempertahankan lain telah dengan jelas melembagakan
sebuah penyebaran kesempatan hidup yang jaminan atas pelaksanaan hak-hak
adil. Negarapun dituntut harus mampu kewarganegaraan sosialnya.
memberikan jaminan keberhasilan atas Namun demikian keberhasilan
pertumbuhan ekonomi serta kohesi sosial pelaksanaan demokrasi sosial pada suatu
dan kestabilan politik. Pada kondisi negara tidak sematamata hanya ditangan
terdapat ketidakstabilan sosial, politik dan pemerintahannya. Warga negara juga
ekonomi negara harus mampu meredam memiliki kewajiban tertentu yang dapat
goncangan itu agar tidak berlarut-larut. melengkapi hak-hak dasar mereka. Warga
Negara juga harus dapat memberikan rasa negara tidak semata-mata menunggu untuk
aman bagi warganya dari kondisi menerima hak kewarganegaraan sosialnya,
ketidakberdayaan akibat dominasi sistem namun juga memiliki peran secara aktif
kapitalisme pasar. Disamping itu, untuk dalam memikul tanggung jawab atas hidup
pengoptimalan aplikasi konsep demokrasi mereka sendiri. Setiap warganegara
sosial pada suatu negara, maka negara berkewajiban untuk meminta bantuan
tersebut harus dapat menyediakan hanya ketika usahanya sendiri yang telah
pendapatan minimum untuk individu dan dikelola secara serius untuk memperoleh
keluarga, juga menawarkan perlindungan penghasilan sendiri tidak berhasil. Hal ini
efektif terhadap penyakit, kemiskinan di adalah sebuah persyaratan untuk
usia tua dan pengangguran. Selain itu juga pemeliharaan seluruh sistem keamanan
dituntut untuk menyediakan sejumlah sosial (Meyer, 2004).
pelayanan sosial seperti pengawasan anak Di dalam praktek demokrasi sosial,
dan perawatan terhadap lanjut usia. setiap pemerintahan dituntut memiliki
Demokrasi sosial di negara maju ada komitmen untuk menjamin adanya
tiga tipe yaitu negara sosial keuniversalan kesetaraan kesempatan dan keadilan bagi
dalam pola skandinavia, negara sosial setiap warganya. Kesetaraan dan keadilan
konservatif dijalankan pada negara Eropa itu tidak hanya dalam bidang politik
kontinental dan negara sosial model liberal semata, tetapi juga dalam bidang sosial dan
yang ada di negara Anglo Saxon. Tipe ekonomi. Negara harus memberi jaminan
negara sosial ini dapat dibedakan atas ketersediaan kesempatan dasar dalam
berdasarkan pada tingkat kedalaman dan kehidupan warga. Agar dapat melakukan
keseriusan negara tersebut dalam itu semua, negara harus memiliki jaminan
melindungi dan melembagakan hak-hak berupa kepastian hukum dalam bentuk
kewarganegaraan sosial. Sebuah parameter undang-undang, sehingga negara benar-
untuk mengetahui keseriusan suatu negara benar dapat memberikan jaminan
dalam melaksanakan demokrasi sosial kesejahtaraan berbasis hak bagi warganya.
dapat dilihat pada ada tidaknya jaminan Hal ini merupakan tanggung jawab politik
dalam undang-undang dasar negara itu atas suatu negara demokratis yang dapat
hak kewarganegaraan dalam pelayanan mengakomodasi kebutuhan hajat hidup
sosialnya. Di negara sosial liberal yang warganya.
memiliki ketentuan pengentasan

15
C. Akselerasi Proses Demokratisasi padahal tingkat pendapatan perkapita
rakyatnya relatif tinggi, bangsa ini pada saat
Agar terjadi percepatan proses itu cukup makmur secara ekonomi.
demokratisasi di suatu negara Demikian pula kasus yang sama terjadi di
membutuhkan suatu kondisi yang kondusif. Taiwan dan Korea Selatan. Bahkan pada
Ada sejumlah hal yang dapat menjadi pra kasus yang terjadi di Korea Selatan
kondisi bagi terciptanya akselerasi pembangunan ekonomi yang cepat disertai
demokratisasi suatu negara. Ada yang dengan distribusi pendapatan yang cukup
beranggapan bahwa faktor ekonomi adalah merata, namun hal itu tidak disertai dengan
merupakan prasyarat utama bagi korelasi yang paralel dengan
berlangsungnya proses demokratisasi di berlangsungnya praktek akselerasi
suatu negara. Masyarakat industri modern demokratisasi. Jadi menurut pengamatan
yang diasumsikan memiliki tingkat beberapa ilmuwan politik bahwasannya
kemampuan ekonomi yang tinggi akan kemakmuran suatu masyarakat,
lebih mudah menciptakan suatu negara kesejahteraan ekonomi suatu bangsa tidak
yang demokratis. Asumsi itu didukung oleh dapat menjadi jaminan absolut akan
pernyataan seorang ahli politik yang terjadinya pelaksanaan konsep demokrasi
bernama Seymour M. Lipset yang di negara-negara ekonomi maju itu.
menyatakan bahwa semakin kaya suatu Pendapat yang lain mengatakan
bangsa maka akan semakin besar peluang bahwa akselerasi demokratisasi di suatu
negara tersebut untuk melangsungkan negara disebabkan oleh prakondisi yang
demokrasi (Sorensen, 1993). Pendapat berupa budaya politik dari suatu bangsa.
Lipset ini didukung kenyataan bahwa Menurut asumsi ini lebih lanjut dijelaskan
modernisasi dan kesejahteraan akan selalu bahwasanya sistem nilai dan keyakinan
disertai dengan sejumlah faktor yang akan menjelaskan konteks dan makna dari
kondusif bagi demokrasi yaitu tindakan politik. Namun tesis ini
meningkatnya tingkat melek huruf dan memunculkan suatu pertanyaan baru;
tingkat pendidikan, urbanisasi dan apabila budaya politik berhubungan dengan
pembangunan media massa. Kesejahteraan sistem budaya yang lebih luas dalam
masyarakat yang tinggi juga akan masyarakat, mungkinkah diidentifikasi
menyediakan sumberdaya yang dibutuhkan akan menjadi nilai dan keyakinan budaya
untuk meredakan ketegangan yang yang kondusif bagi demokrasi. Salah satu
ditimbulkan oleh konflik politik. jawaban yang muncul dari pertanyaan itu
Pernyataan Lipset itu juga didukung oleh adalah apa yang terjadi pada gerakan
hasil penelitian yang dilakukan pengamat Protestantisme. Ideologi Protestantisme
politik yang lain yaitu Robert Dahl, yang mendukung terjadinya praktek demokrasi
menyebutkan bahwa semakin tinggi tingkat di suatu negara, namun bagi ideologi yang
sosial ekonomi suatu negara akan semakin lain yaitu Katolisisme dalam banyak kasus
mungkin bagi masyarakat untuk menjadi terutama di Amerika Latin justru
demokratis. menghambat demokrasi dalam pengertian
Namun pendapat dan argumen yang yang lebih luas, sejumlah budaya lebih
dilontarkan Lipset dan Robert Dahl itu menekankan pada hirarki, otoritas dan
terbantahkan oleh kenyatan empiris yang intoleransi dibandingkan budaya yang lain.
terjadi di sejumlah negara. Di Argentina Jadi dapat dikatakan bahwa budaya-budaya
pernah terjadi praktek politik itu kurang kondusif bagi pelaksanaan
otoritarianisme selama bertahun-tahun

16
demokratisasi di suatu negara, termasuk diposisikan sebagai faktor penghambat
dalam hal ini adalah Islam dan proses demokratisasi pada situasi dan
Konfusionisme (Sorensen, 1993). kondisi yang berbeda mereka justru
memberikan dukungan yang besar bagi
Namun demikian memang diakui oleh terciptanya iklim demokrasi. Hal ini terlihat
banyak ahli bahwa sulit untuk melihat suatu pada kajian historis yang dilakukan oleh
hubungan yang sistematis dan pasti antara seorang pengamat politik Barrington
pola budaya tertentu dan privalensi Moore dalam bukunya Sorensen, Moore
demokrasi, ada hal-hal yang bersifat relatif. menyimpulkan bahwa kaum borjuis dalam
Sistem budaya merupakan subyek kadar tertentu bekerja untuk proses
perubahan yang bersifat dinamis. Hal ini demokratisasi suatu bangsa, namun thesis
nampak pada ideologi Katolisisme, pada Moore ini dibantah oleh pengamat politik
satu kurun waktu tertentu dalam perjalanan yang lain yaitu Goran Thurbon, menurut
sejarah, ideologi ini menghambat pendapat Thurbon, di banyak negara,
demokrasi di Amerika Latin, tetapi pada demokratisasi muncul sebagai bentuk
sisi lain gereja Katolik juga memainkan perjuangan masyarakat melawan dominasi
peranan penting dan aktif dalam oposisinya dan hegemoni kaum borjuis.
terhadap pemerintah otoriter di tahun 1980- Faktor lain yang dapat dijadikan
an. Demikian juga dengan ideologi Islam, modal bagi berlangsungnya iklim
di beberapa negara di Timur Tengah demokratis suatu masyarakat adalah faktor
ideologi ini mungkin menghambat proses eksternal. Kondisi ekonomi politik,
demokratisasi, namun di Indonesia pada ideologi dan elemen lain dalam skala global
masa reformasi ini, kelompokkelompok akan mempengaruhi praktek demokrasi di
partai yang berspesifikasi pada ideologi suatu negara. Menurut beberapa kalangan
Islam sangat mendukung pada terjadinya faktor eksternal itu akan sangat
proses demokratisasi yang sedang mempengaruhi tingkat akselerasi kesadaran
berlangsung dengan marak di Indonesia. masyarakat khususnya di negara-negara
Prakondisi lain yang dianggap dapat berkembang, akan pentingnya penerapan
menjadi pemicu dan pemacu bagi tegaknya ideologi demokrasi dalam sistem
iklim demokrasi di suatu negara adalah politiknya. Pengamat modernisasi
struktur sosial masyarakat. Prakondisi ini berpendapat bahwa faktor-faktor eksternal
berupa faktor-faktor internal yang berupa itu akan mempengaruhi bagi upaya
sistem pelapisan sosial yang ada di pengembangan dan penguatan penerapan
masyarakat. Diartikan bahwa kelas sosial doktrin demokrasi di negara-negara dunia
tertentu akan memberikan dukungan yang ketiga. Namun pendapat inipun disangkal
signifikan bagi terjadinya proses kebenarannya, teoritisi dependensi menarik
demokratisasi namun kelas sosial yang lain kesimpulan yang bertolak belakang.
justru menentangnya. Namun demikian Ketimpangan dan distorsi ekonomi yang
lagi-lagi kita dihadapkan pada adanya unsur terjadi di masyarakat dunia ketiga
relatifitas di dalamnya. Pada struktur kelas disebabkan oleh karena adanya
yang dianggap mendukung proses ketergantungan pada sistem ekonomi dunia.
demokratisasi itu pada situasi dan kondisi Hal ini membuat praktek demokratisasi di
lain yang berbeda ternyata adakalanya negara dunia ketiga sulit diwujudkan.
justru menjadi faktor penghambat Berdasarkan paparan diatas dapat
terjadinya proses demokratisasi, demikian disimpulkan bahwasanya sulit sekali untuk
pula sebaliknya. Kelas yang selama ini merumuskan suatu model yang absolut

17
untuk dapat dijadikan rujukan bagi sangat dominatif. Angin perubahan bertiup
terjadinya akselerasi untuk pelaksanaan kencang menyapu debu-debu praktek
demokrasi di suatu negara. Prakondisi yang otoritarianisme di masa lampau diganti
nampaknya kondusif bagi implementasi dengan iklim yang segar bagi berseminya
ideologi demokrasi di suatu negara ternyata tunas-tunas demokrasi di segala bidang
di dalamnya juga terdapat hal-hal yang kehidupan.
kontra produktif bagi berlakunya iklim Reformasi politik yang telah
demokrasi. Namun demikian pengakuan berlangsung selama lebih dari 10 tahun
terhadap pentingnya prakondisi di atas bagi memberikan manfaat yang besar bagi
terlaksananya suatu proses demokratisasi di dinamika sistem politik di Indonesia.
suatu negara bukan suatu hal yang percuma. Fenomena kebebasan politik ini diharapkan
Setidaknya pemahaman akan prakondisi di dapat menjadi sarana bagi terbangunnya
atas seperti dijadikan sebagai bahan suatu tata pemerintahan yang bersih, adil
pertimbangan untuk memperjuangkan dan berwibawa. Dengan terjadinya proses
berlangsungnya suasana sistem politik yang demokratisasi di Indonesia tentunya
demokratis di suatu negara. Namun diharapkan akan terbentuk suatu negara
demikian para aktor politik juga tetap harus demokratis yang memiliki kredibilitas
kritis untuk memperhatikan prakondisi lain tinggi dan terwujudnya suatu masyarakat
yang terjadi sebelumnya. Pelaksanaan sipil yang sejahtera. Banyak keuntungan
demokrasi di suatu negara tidak dapat lepas dan kemanfaatan yang diraih sebagai
dari struktur dan prakondisi yang dampak terjadinya gelombang perubahan di
merupakan hasil pembangunan dan Indonesia. Keberhasilan dari arus reformasi
aktifitas elit politik di masa lampau. Oleh ini diantaranya adalah terbentuknya
karena itu kita harus melihat bahwasanya puluhan partai yang digalang oleh aneka
terlaksananya atau tidak terlaksananya kelompok masyarakat yang memiliki latar
proses demokratisasi di suatu negara belakang ideologi, aspirasi dan tradisi
dipengaruhi dan ada kaitannya dengan politik yang bervariasi. Demikian pula
prakondisi ekonomi, sosial, budaya dan terjadi liberalisasi media massa yang sangat
lain-lain, yang terbentuk pada periode luas, media sangat leluasa dalam mencari
sebelumnya dan tentunya itu harus menjadi dan menyebarkan informasi pada publik.
bahan pertimbangan dan rujukan para elit Rakyat tidak dihalanghalangi ketika hendak
politik di suatu negara pada saat ini. menyampaikan aspirasinya. Keterbukaan
bagi seluruh elemen masyarakat didalam
melontarkan kritik dan saran kepada
D. Praktik Demokrasi di Indonesia penguasa di ruang publik.
Hal positif lain yang dicapai dengan
Tahun 1998 adalah merupakan babak
adanya reformasi di segala bidang di
baru dalam dinamika sistem politik di
Indonesia adalah partisipasi sipil
Indonesia, pada tahun itu dimulailah tradisi
meningkat, masyarakat politik tumbuh
demokrasi dalam semua proses politik di
subur, berbagai upaya pemulihan dan
negara ini. Setelah hampir 32 tahun
pembangunan ekonomi diselenggarakan,
terdominasi dan terhegemoni sistem politik
desentralisasi dan otonomi daerah
yang sangat militeristik dan bersifat
diterapkan, penegakan hukum dan
sentralistik, maka era ’98 melepaskan
pemberantasan korupsi dilakukan dengan
proses politik Indonesia dari jeratan dan
sungguh-sungguh dan transparan,
pasungan intervensi politik negara yang
kampanye perlindungan HAM semakin

18
marak, reformasi sektor pertahanan dan kekurangan. Kelemahan itu diantaranya
keamanan menjadi agenda yang adalah sektor kehidupan masyarakat baik
diprioritaskan. Tuntutan bagi suatu negara dalam bidang ekonomi, pendididkan,
yang demokratis juga berhasil diwujudkan, kesehatan, pengelolaan lingkungan hidup
yaitu terselenggaranya pemilihan umum dll, masih jauh dari apa yang diangankan
yang dilandasi semangat penegakkan masyarakat. Pemaksaan kehendak,
prinsip keadilan dan kejujuran. kekerasan politik, korupsi dan keculasan
Musim semi demokratisasi di yang dilakukan aparat legislatif, eksekutif
Indonesia terlihat juga pada terjadinya dan yudikatif bukannya semakin menyusut
desakralisasi lembaga kepresidenan. Pada namun menunjukkan eskalasi yang
masa orde baru yang bercorak absolut, meningkat, munculnya puluhan partai baru
presiden adalah penguasa tunggal dan tidak pada pemilu 2009 tidak memberikan rasa
dapat tersentuh oleh hukum. Tetapi ketika optimisme pada masyarakat, namun justru
reformasi bergulir presiden dapat menciptakan rasa pesimis, skeptis bahkan
ditumbangkan dari tampuk kekuasaannya sikap sinis. Anggapan yang berkembang
melalui mekanisme konstitusional oleh pada masyarakat, partai politik hanya akan
rakyat. Ini adalah suatu fenomena dijadikan kedok dan kendaraan bagi
kemajuan dalam sistem politik di petualang politik dalam meraih dan
Indonesia. Hal lain yang dapat menjadi mewujudkan hasrat pribadi dan ambisi
parameter keberhasilan proses yang jauh dari upaya menyejahterakan
demokratisasi di Indonesia adalah rakyat.
terselenggaranya tiga kali pemilu yang Boleh dikatakan bahwa proses
relatif lancar yaitu pemilu tahun 1999, demokratisasi yang terjadi di Indonesia
2004, dan 2009. Bagi sebuah negara baru sebatas meningkatkan kebebasan
demokrasi, pelaksanaan pemilu adalah politik dan penghargaan atas hak asasi
merupakan momentum dalam mempertegas manusia, tetapi belum membawa kepada
arah konsolidasi demokrasi dan penguatan pembangunan ekonomi yang cepat dan
kelembagaan politik. Dengan terlaksananya memberdayakan ekonomi rakyat yang bisa
pemilu di Indonesia itu, maka transisi mengentaskan dari jerat kemiskinan.
demokrasi di Indonesia dapat berjalan Demokratisasi di Indonesia masih direcoki
sesuai rencana dan mampu mendorong dengan tindakantindakan anarkis dan
Indonesia sebagai negara “South East menyulut kekacauan sosial. Hal ini
Asia’s only fully functioning Democracy”. disebabkan karena iklim demokratis yang
Proses demokratisasi di Indonesia akan seharusnya mengedepankan tatanan dan
menjamin semakin kokohnya sistem ketertiban serta moralitas dalam berpolitik,
demokrasi sosial yang berlanjut namun dalam prakteknya yang terjadi
(suistainable constitutional democracy), adalah merebaknya fenomena dimana
dimana hal ini sangat dibutuhkan guna pemimpin dan masyarakat dapat
menempatkannya sebagai instrumen efektif melakukan apapun sesuai dengan yang
yang bekerja bagi terwujudnya mereka inginkan dan sistem hukum (aturan)
kesejahteraan masyarakat. dilecehkan serta tidak dihormati.
Namun demikian kita juga tidak boleh Meskipun proses pemilu tahun 2009
menutup mata, bahwa sebagai bangsa yang dapat terselenggara, namun ada hal yang
baru saja menjalankan roda demokrasi cukup signifikan sebagai bagian
dalam praktek penyelenggaraan negara, pembelajaran bagi pelaksanaan demorasi di
masih banyak ditemui kelemahan dan Indonesia. Pemilu 2009 di Indonesia

19
meskipun secara umum berlangsung tidak menggunakan haknya (golput). Hal
kondusif, namun banyak terjadi kelemahan ini tentu tidak boleh dibiarkan, kedepan
dan kesemrawutan. Hal ini terjadi karena harus ada penyempurnaan baik pada
Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai institusi pe- nyelenggara KPU maupun
penyelenggara tidak dapat melaksanakan kualitas intelektual dan moral dari para
tugasnya secara profesional. Hal ini calon legislatif.
ditandai dengan Daftar Pemilih Tetap Akselerasi demokratisasi di Indonesia
(DPT) yang kacau, surat suara yang salah masih panjang dan berliku, masih
alamat, penghitungan suara yang melebihi dibutuhkan upaya-upaya yang konkret di
tenggat waktu yang ditetapkan (tidak dalam mengimplementasikan konsep
konsisten dan berubah-ubah) instrumen demokrasi ini. Adapun upaya-upaya itu
teknologi informasi (IT) yang diantaranya adalah:
dipergunakan KPU untuk penghitungan Pertama, pemahaman nilai-nilai
suara secara cepat namun hasilnya tidak demokrasi secara individual. Nilai-nilai
seperti yang diharapkan, padahal piranti itu yang mendorong terwujudnya kompetisi,
dibeli dengan dana rakyat yang besarnya partisipasi dan kebebasan perlu
milyaran rupiah, dugaan adanya diinternalisasi pada tingkat individual
kecurangan pemilu berupa praktek sehingga terwujud tata tertib sosial.
penggelembungan suara pada salah satu Perilaku kompetisi tidak diartikan sebagai
parpol dll. Kelemahan-kelemahan ini perilaku saling memaki, menghujat dan
menunjukkan kacaunya sistem managemen menjatuhkan, partisipasi tidak dimaknai
dan tidak kompetennya personel KPU yang sebagai kemauan yang bebas tanpa batas.
memperihatinkan. Carut marut kinerja KPU Tiga nilai tersebut harus menjelma dalam
ini akan dapat mengakibatkan terjadinya perilaku sosial masyarakat Indonesia dan
cacat moral dan politik yang sangat diharapkan akan membangun ketertiban
mencederai berlangsungnya proses sosial.
demokratisasi di Indonesia. Kedua, pembentukan masyarakat sipil
Disamping lemahnya tata kerja KPU dan kelembagaan sosial. Demokrasi
dalam penyelenggaraan pemilu 2009, hal mensyaratkan adanya masyarakat sipil
yang tidak kalah pentingnya bagi terjadinya yang mandiri (Chandoke, 1999) yaitu
cacat moral dan politik di Indonesia adalah masyarakat yang sadar akan
maraknya praktek jual beli suara (money terbentuknya ketertiban sosial tanpa
politics). Hal ini menampakkan bahwa saat melalui caracara kekerasan. Segala
ini para elit politik di Indonesia masih persoalan yang timbul dan dihadapi oleh
memandang bahwa menjadi anggota masyarakat harus diselesaikan melalui
legislatif adalah bukan jabatan amanah dialog dan negosiasi dalam rangka mencari
untuk memperjuangkan aspirasi rakyat, solusi tanpa campur tangan kekuasaan
tetapi merupakan kekuatan sebagai negara melalui tangan-tangan aparatnya.
legitimator dan pengakses sumber-sumber Apabila hal ini dapat terwujud di Indonesia
kuasa (tidak hanya politis) tetapi juga maka masyarakat yang memiliki tipe ini
sosial, ekonomi dan sebagainya. Sehingga akan menjadi kekuatan pengontrol bagi
jangan heran kalau rakyat menjadi skeptis kebijakan publik dan pembentukan hukum
dan apatis terhadap hasil pemilu 2009. karena ia akan mengontrol kinerja lembaga
Rakyat menjadi malas untuk berpartisipasi pemerintah, legislatif dan yudikatif dengan
dalam kegiatan lima tahunan ini, hal ini sikap kritisnya. Agar tercipta masyarakat
terlihat pada tingginya angka pemilih yang yang tertib dan kritis itu maka diperlukan

20
adanya penguatan kapasitas kelembagaan mengambil peran dalam pembentukan
masyarakat yang dapat dijadikan sebagai undang-undang tanpa harus menunggu
sarana untuk perjuangan masyarakat. masalah muncul ke permukaan. Sebelum
Ketiga, perbaikan kinerja parlemen, mengusulkan perundangan, melalui
yaitu peningkatan kapasitas lembaga kebijakan departemen yang terkait
legislatif sebagai institusi politik yang pemerintah harus bersikap terbuka dan
mewakili kepentingan masyarakat baik di sekaligus aktif mencari masukan, kritik dan
tingkat lokal, regional dan nasional dirasa saran dari masyarakat. Ini merupakan
sangat mutlak diperlukan. Mereka yang langkah pemerintah dalam mendorong
telah terpilih dan duduk di DPR baik pusat, partisipasi dalam pembuatan perundangan
tingkat I dan II seyogyanya tidak lagi dan kebijakan publik. Sebab semakin tinggi
sekedar menyuarakan kepentingan tingkat partisipasi masyarakat dalam
kelompoknya tetapi harus menyatu dan pembuatan kebijakan dan perundangan
menyuarakan kepentingan masyarakat maka akan semakin absah pemerintahan itu
secara luas. Ini semua untuk menghindari di mata rakyatnya.
kesan bahwa demokrasi perwakilan hanya Upaya penyempurnaan proses
memberi kesempatan partisipasi lima tahun demokratisasi di Indonesia adalah suatu hal
sekali kepada masyarakat ketika negara yang masih harus dilakukan. Kalau tidak
sedang menyelenggarakan pemilu. Setelah ada perubahan maka apatisme publik akan
terbentuk wakilwakilnya di DPR dan semakin menguat, tingkat partisipasi politik
setelah presiden terpilih membentuk semakin melemah dan dampaknya tidak
kabinet, mereka kaum eksekutif dan mustahil akan terjadi “negara yang gagal”
legislatif bekerja sendiri untuk (the failled state) tentu hal ini adalah suatu
mengeluarkan berbagai kebijakan dan hal yang tidak kita inginkan dan sekuat
hukum dengan meninggalkan masyarakat tenaga harus dihindari. Semua pihak harus
di belakangnya. Untuk meningkatkan arif dalam merespon dinamika yang terjadi.
partisipasi masyarakat dalam pengambilan Aparat penyelenggara negara baik
kebijakan publik dan pembuatan legislatif, eksekutif maupun yudikatif harus
perundang-undangan tidak ada cara lain berani melakukan langkah koreksi untuk
kecuali para anggota DPR harus aktif penyempurnaan secara signifikan. Hanya
mendatangi masyarakat. Jangan mengulang dengan cara inilah maka frozen
kegagalan DPR masa lalu yang hanya democracies dapat dicegah, the failled state
menunggu masukan dari masyarakat dan dapat dihindari dan bangsa ini dapat lolos
kemudian menampung aspirasi itu. Situasi dari ujian demokrasi.
ini akan menghasilkan ketidakpercayaan
masyarakat pada lembaga yang terhormat
ini. Kesimpulan
Keempat, peningkatan kepekaan
Demokrasi adalah konsep politik
pemerintah, hal ini terjadi bila secara umum
yang menjadi pilihan sistem politik di
pemerintah bisa menegakkan keadilan dan
berbagai negara dunia ketiga pada dua
sekaligus mensejahterakan kehidupan
dasawarsa terakhir. Ambruknya ideologi
segenap lapisan kehidupan segenap lapisan
komunisme Uni Soviet di tahun 1989,
masyarakat yang ada di negara Indonesia.
semakin menambah popularitas demokrasi
Indikator yang paling komplit adanya
sebagai ideologi politik. Konsep demokrasi
pemerintahan yang memiliki kepekaan
dianggap mampu dan nyata untuk
adalah pemerintahan yang secara aktif

21
mengatasi masalah sosial politik yang Macpherson. C. B, 1997. The Life and
dihadapi berbagai negara. Times of Liberal Democracy.
Agar akselerasi praktek demokratisasi Oxford: Oxford University Press.
dapat ditingkatkan, maka perlu upaya- Markoff, John, 2002. Gelombang
upaya konkrit yang harus dilakukan, Demokrasi Dunia (terjemahan).
diantaranya adalah penanaman atas Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Meyer. T., 2005. Demokrasi Sosial dan
pemahaman nilai-nilai demokrasi secara
Libertarian. Jakarta: Friederich
individual ditingkatkan, pembentukan
Ebert Stiftung.
masyarakat sipil dan kelembagaan sosial, ________, 2004. Politik Identitas. Jakarta:
perbaikan kinerja parlemen dan Friederich Ebert Stiftung.
peningkatan kepekaan pemerintah. Sutrisno, Muji, 2000. Demokrasi
Bangsa Indonesia yang masih dalam Semudah
taraf belajar berdemokrasi harus selalu Ucapankah? Yogyakarta:
belajar dan melakukan pembenahan di Penerbit Kanisius
segala bidang. Kelemahan yang terjadi Sorensen George, 1993.
selama satu dekade proses reformasi Democracy and
digulirkan sebaiknya terus dikoreksi dan Democratization,Process and Prospect in
diperbaiki. Dengan cara ini maka praktek a Changing World. Oxford: Westview
demokrasi untuk kesejahteraan rakyat dapat Press Inc. Weiner, Myron and Samuel P.
direalisasi dan kegagalan demokrasi dapat Huntington. 1981. Understanding
dihindari. Political Development.
Daftar Pustaka Boston: Little Brown.

Berger, Peter. L and Richard


Neuhauss.1977.To Empower
People, the Role of Mediating
Structure in Public
Policy.Washington: American
Enterprise Institute for Public
Policy Research.
Chandoake, Neera, 1995. State and Civil
Society: Exploration in Political
Theory. London: Sage Publication
Falk, Richard, 1981, Human Right and
State Sovereignty, New York:
Holmes and Meier.
Held, David. 1987. Models of Democracy.
Cambridge: Polity Press.
Lechman, David, 1989, Democracy and
Development in Latin America,
Cambridge: Polity Press.
Mangun Wijaya, 1994. Dalam Sidney
Hook, Sosok Filsuf Humanisme
Demokrasi Dalam Tradisi
Pragmatisme. Jakarta:
Yayasan Obor
Indonesia.

22
MENGGAGAS PENDIDIKAN MASA DEPAN
Oleh: Triyono1

Abstrak

Empat gagasan tentang pendidikan masa depan yang diusulkan sebagai bahan renungan
dan diskusi bersama adalah (1) sistem pendidikan di Indonesia seharusnya dibangun
berdasarkan falsafah dan budaya bangsa Indonesia sendiri; jika mengadopsi pendidikan dari
negara lain, perlu dikaji penerapannya agar sesuai dengan latar belakang budaya masyarakat
Indonesia; (2) lembaga pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh
masyarakat idealnya berbentuk badan hukum, sehingga peningkatan kualitas pendidikan
dapat dilakukan secara leluasa sesuai dengan jiwa otonomi sekolah; (3) sistem pendidikan di
Indonesia perlu diganti dari multitrack menjadi single-track, yang berarti keberadaan SMK
perlu diganti dengan lembaga pendidikan vokasional; dan (4) biaya pendidikan di Indonesia
mestinya tidak mahal, khususnya bagi masyarakat miskin; untuk jenjang SD/MI dan
SLTP/MTs seharusnya gratis.

Kata kunci: sistem pendidikan, lembaga pendidikan, berbadan hukum, biaya


pendidikan, pendidikan gratis

Pendahluan

Assalamu ‗alaikum wr. wb.


Salam sejahtera untuk kita semua

Yth. Bapak Gubernur beserta unsur Muspida provinsi K alimantan Tengah,


Yth. Bapak Ketua DPRD provinsi Kalimantan Tengah,
Yth. Bapak Walikota beserta unsur Muspida Kota Palangkaraya,
Yth. Bapak Rektor selaku Ketua Senat Universitas Palangkaraya,
Yth. Para anggota Senat Universitas Palangkaraya,
Yth. Para Kepala Dinas, Badan, dan Perangkat Daerah provinsi Kalimantan Tengah, Yth.
Para wisudawan beserta keluarganya,
Para undangan dan hadirin yang berbahagia

1
Dosen Tetap FKIP Universitas Palangkaraya

23
Sebelum menyampaikan pidato ilmiah, izinkanlah saya mengucapkan Selamat
Hari Raya Idul Fitri, 1 Syawal 1424 H., bagi yang merayakannya. Minal ‗aidin walfaidzin,
mohon maaf lahir dan batin. Saya juga mengucapkan selamat merayakan hari Natal dan
Tahun Baru 2004, yang sebentar lagi akan kita lalui.
Sungguh merupakan kebahagiaan bagi saya sekeluarga, karena pada hari ini saya
dikukuhkan menjadi Guru Besar di universitas yang kita cintai ini. Selanjutnya, melalui
mimbar ini saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya
kepada:
1. Bapak dan ibu guru saya di SDN-2 Ngaran, Polanharjo, Kabupaten Klaten,
2. Bapak dan ibu guru saya di SMPN-1 Polanharjo, Kabupaten Klaten,
3. Bapak dan ibu guru saya di STM Muhammadiyah-1 Klaten,
4. Bapak, ibu dosen dan guru besar saya di FKIP Universitas Palangkaraya,
5. Bapak, ibu dosen dan guru besar saya di Universitas Sebelas Maret Surakarta,
6. Bapak, ibu dosen dan guru besar saya di Universitas Negeri Yogyakarta, 7. Bapak,
ibu dosen dan guru besar saya di Universitas Negeri Jakarta

yang telah mengajarkan saya dari membaca dan menulis sampai membuka cakrawala
berpikir, mengembangkan wawasan, serta membimbing dan mengarahkan saya hingga
mencapai jabatan akademik tertinggi yang saya terima pada hari ini.
Sujud dan bakti dipersembahkan kepada kedua orangtua saya yang telah tiada, diiringi
doa semoga semua pengorbanan yang beliau curahkan untuk anak-anaknya memperoleh
pahala dari Tuhan Yang Mahakuasa.
Atas kesabaran dan ketabahan istri dan anak-anak saya selama mendampingi saya, --
baik suka dan duka--, terlebih di saat saya menempuh pendidikan di Yogyakarta dan Jakarta,
saya ucapkan terima kasih.

Dalam mengawali tugas memangku jabatan ini, saya mengajak hadirin sekalian untuk
mencermati masalah pendidikan di negara kita. Membicarakan masalah pendidikan
sepertinya tidak pernah ada habisnya, sebab semua orang berkepentingan terhadap
pendidikan.
Orientasi pendidikan suatu bangsa akan menunjukkan bagaimana praktik pendidikan
berlangsung dan pada tahap berikutnya dapat dijadikan dasar untuk memprediksi kualitas
lulusan yang dihasilkan. Menurut Zamroni (2001) setiap orientasi pendidikan dapat dikaji
dari empat dimensi, yaitu: status siswa, peran guru, materi pembelajaran, dan manajemen
pendidikan.
Dimensi status siswa, terentang dari siswa sebagai objek dan siswa sebagai subjek.
Dimensi peran guru, tersebar dari guru sebagai pemegang otoritas dan fungsi guru sebagai
fasilitator dalam proses pembelajaran. Dimensi materi pembelajaran, memiliki rentang dari
materi sebagai subject-oriented sampai pada materi sebagai problem-oriented. Dimensi

24
manajemen pendidikan, terentang dari manajemen sentralistik dan manajemen berbasis
sekolah (school-based-management).
Orientasi pendidikan di Indonesia selama ini cenderung memperlakukan siswa sebagai
objek, guru berfungsi sebagai pemegang otoritas tertinggi, materi pembelajaran bersifat
subject-oriented, dengan manajemen yang dikendalikan secara sentralistik. Hal tersebut
menjadikan pendidikan di Indonesia mengisolasi diri dari kehidupan riil yang ada di luar
sekolah, apa yang dipelajari kurang relevan dengan kebutuhan dalam pekerjaan, serta
terkonsentrasi pada pengembangan intelektual. Proses pembelajaran yang terjadi, didominasi
oleh tuntutan untuk menghafal dan menguasai bahan pelajaran sebanyak mungkin dalam
rangka menghadapi ujian.
Akibat dari praktik pendidikan semacam itu, muncul berbagai kesenjangan akademik,
kesenjangan okupasional, dan kesenjangan kultural. Kesenjangan akademik dapat dilihat
dari ilmu yang dipelajari siswa kurang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini
disebabkan antara lain guru tidak mampu mengkaitkan bahan pelajaran dengan fenomena
sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kesenjangan okupasional tampak dari jauhnya dunia
pendidikan dengan dunia kerja; sedangkan kesenjangan kultural diindikasikan oleh
ketidakmampuan siswa dalam memahami masalah-masalah yang sedang dan akan dihadapi
oleh bangsanya di masa depan.
Jika kualitas sumberdaya manusia Indonesia dihasilkan melalui proses pendidikan
sebagaimana yang saya kemukakan di atas, bangsa kita akan mengalami kesulitan dalam
menghadapi tantangan-tantangan yang muncul sebagai akibat adanya kecenderungan global.
Oleh karena itu, pembaharuan dan reformasi sistem pendidikan secara total merupakan suatu
keharusan yang tidak bisa ditunda.

Kiblat Pendidikan

Di sekolah kita saat ini sedang gencar dilakukan sosialisasi Kurikulum Berbasis
Komptensi (KBK), pendidikan berbasis luas (broad-based-education) melalui pendidikan
yang berorientasi pada kecakapan hidup (life-skill education). Sekolahsekolah disediakan
sejumlah dana yang bersumber dari Program Kompensasi Pengurangan Subsidi (PKPS)
BBM; untuk diperebutkan secara ―kompetisi‖. Akibatnya sekolah-sekolah kita sekarang
dilanda semangat untuk menerapkan sistem pengajaran yang menekankan proses
pembelajaran melalui berbagai pendekatan seperti: CTL (Contextual Teaching and
Learning), RME (Realistic Mathematic Education), AJEL (Active, Joyfull, and Effective
Learning). Pendekatan ini diyakini dapat meningkatkan proses dan hasil belajar siswa yang
diperoleh dengan cara mengkonstruksi pengetahuan dan pengalamannya sendiri. Sejak tahun
2002 para guru dan dosen FKIP dilatih sebagai TOT (training of trainer) dan dilanjutkan
dengan pelatihan di daerah. Diakui bahwa, pendekatan tersebut sangat baik untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa; akan tetapi dalam praktiknya sulit
diterapkan di Indonesia. Sebab untuk menerapkan metode ini, peserta didik dituntut harus
memiliki semangat untuk mencari kebenaran dan keberanian dalam mengutarakan pendapat;
yang belum dimiliki oleh siswa-siswa di Indonesia.
Di perguruan tinggi juga ditawarkan program DUE-like (Development for
Undergraduate Education), Semi-QUE, QUE-like (Quality for Undergraduate

25
Education), TPSDP (Technical and Professional Skill Development Program ) dan Program
Hibah Kompetisi A-1, A-2, dan B. Program-program tersebut juga diimpor dari negara-
negara industri maju.
Pertanyaan yang muncul di benak saya adalah Apakah benar kesuksesan program
pendidikan di negara lain dapat dipindahkan ke negara kita? Menurut pendapat saya, (1)
sistem pendidikan di Indonesia harus sesuai dengan falsafah dan budaya bangsa Indonesai
sendiri, dan (2) mengadopsi suatu gagasan pendidikan dari negara lain harus dikaji
penerapannya agar sesuai dengan latar belakang budaya masyarakat Indonesia. Kita bisa saja
meniru orang lain yang sukses sebagai peternak; tetapi apakah kita juga akan sukses seperti
peternak yang kita ikuti tadi?

Lembaga Pendidikan sebagai Badan Hukum

Pendidikan bukan hal yang mudah dan sederhana. Proses pendidikan bukan sebuah
pabrik yang jika tombol ditekan, maka semua proses akan berjalan teratur sebagaimana yang
diprogramkan. Selain sifatnya yang kompleks, dimanis, dan kontekstual; pendidikan
merupakan wacana yang melibatkan pembentukan aspek kognitif, psikomotorik; bahkan
aspek afeksi dan pembentukan diri seseorang secara keseluruhan. Aspek-aspek tersebut,
secara rinci dibahas oleh Fullan (1985) sebagai tujuan umum pendidikan, di mana aspek
kognitif meliputi keterampilan akademik – membaca, menulis, dan berhitung—dan
keterampilan berpikir yang tinggi untuk memecahkan masalah. Pendidikan harus pula
melibatkan tujuan pengembangan aspek pribadi dan sosial yang memungkinkan peserta
didik mampu bekerja sama dan hidup dalam kelompok secara kreatif, inisiatif, empatik, dan
memiliki keterampilan interpretasi yang memadai.
Harus diakui bahwa selama ini sekolah-sekolah kita dikontrol secara ketat oleh pusat,
sehingga tidak memiliki keleluasaan untuk mengelola sumberdaya dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan. Agar lebih terjamin makin rendahnya kontrol pemerintah
pusat dan makin meningkatnya otonomi sekolah dalam menentukan sendiri apa yang perlu
diajarkan dan cara mengelola sumberdaya dalam berinovasi, maka manajemen pendidikan
perlu diserahkan pada sekolah. Manajemen pendidikan berbasis sekolah pada dasarnya
bertumpu pada sekolah dan masyarakat serta jauh dari birokrasi yang sentralistik (Jalal dan
Supriadi, 2001; Wangid, 2000). Otonomi pendidikan harus pula dimaknai sebagai
kesempatan bagi guru untuk mengembangkan prakarsa dan kreativitas dengan melibatkan
siswa untuk belajar bagi dirinya sendiri. Dalam manajemen berbasis sekolah, kepala sekolah
dan guru memiliki kebebasan yang luas dalam mengelola sekolah tanpa mengabaikan
kebijakan pemerintah. Fungsi manajemen sekolah mencakup (1) manajemen kepemimpinan,
(2) proses pembelajaran, (3) sumberdaya manusia, dan (4) administrasi sekolah. Manajemen
berbasis sekolah hanya terlaksana dengan baik, jika lembaga pendidikan baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat berbentuk badan hukum.
Apabila lembaga pendidikan berbentuk badan hukum, pengembangan kualitas pendidikan
dapat dilakukan secara leluasa. Dana pendidikan juga harus langsung diterima oleh sekolah
tanpa melalui jalur birokrasi yang panjang. Dalam hal ini, Badan Akreditasi Sekolah perlu
diberikan kewenangan untuk mengontrol, mengendalikan, dan menjamin kualitas proses dan
hasil pendidikan.

26
Hapuskan Sekolah Menengah Kejuruan

Sejak bangsa ini merdeka hingga sekarang, telah beberapa kali melakukan pembaharuan
pendidikan, namun sifatnya hanya tambal-sulam. Pembaharuan pendidikan secara mendasar
dan total yang menyentuh pada sistem pendidikan belum pernah dilakukan. Sistem
pendidikan yang diberlakukan di Indonesia selama ini adalah sistem multi-track, artinya pada
jenjang Sekolah Dasar hanya ada satu jenis pendidikan (umum), sedangkan pada jenjang
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan Sekolah Menengah Tingkat Atas ada beberapa jenis
pendidikan (umum dan kejuruan). Tentunya kita masih ingat, sekitar tahun 1970-an di
tingkat SLTP ada SMP, ST, SMEP, SKKP; dan di tingkat SLTA ada SMA, SMEA, SMPS,
STM, SKKA, SMOA, SMPT, SMIK, dll.
Kurikulum pendidikan di SMK, katanya dirancang agar lulusannya ―siap pakai‖. Ini
berarti lulusan SMK mestinya memiliki keterampilan tertentu dan siap memasuki dunia kerja
atau sebagai bekal hidup dalam masyarakat. Tetapi apakah benar lulusan SMK kita sekarang
siap pakai?
Kita mengetahui bahwa hampir semua pembaharuan pendidikan di negara ini dijiplak
dari negara-negara industri maju; padahal Indonesia bukanlah negara industri. Sebagai
contoh, Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang diterapkan di SMK melalui sistem magang,
diadopsi dari pendidikan di Jerman Barat. Di negara asalnya, pelaksanaan dual-system di
SMK dilakukan di perusahaan-perusahaan sesuai dengan bidangnya sehingga siswa SMK
benar-benar memperoleh pengalaman kerja yang optimal dan dapat dijadikan bekal untuk
memasuki dunia kerja atau bekal hidup dalam masyarakat. Tetapi pelaksanaan sistem
magang bagi siswa SMK di Indonesia ditempatkan di kantor-kantor pemerintah dan di took-
toko. Pengalaman apa yang mereka peroleh?
Menurut pemikiran saya, SMK perlu dihapuskan dan sistem pendidikan diganti dari
multi-track menjadi single-track. Alasannya adalah (1) sekolah hanya dapat memberi
pelajaran yang bersifat teori (Reimer, 2000), sehingga (2) bekal keterampilan sebaiknya
diserahkan kepada Lembaga Pendidikan Vokasional. Sistem pendidikan single-track yang
saya usulkan tersebut adalah:
1. Pada jenjang Pendidikan Dasar (9 tahun), terdiri dari 6 tahun di SD/MI dan 3 tahun di
SLTP/MTs.
2. Pada jenjang Pendidikan Menengah (3 tahun), hanya ada SMU/MA (sekolah umum) dan
SMK dihapuskan.
3. Pada jenjang pendidikan tinggi (4-6 tahun), baru disediakan berbagai pilihan jurusan atau
program studi.
4. Untuk menyediakan tenaga terampil tingkat menengah, dibentuklah Lembaga
Pendidikan Vokasional (1-2 tahun) yang secara khusus diserahi tugas memberikan bekal
―keterampilan‖ tertentu sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja.
Kurikulum di Lembaga Pendidikan Vokasional ini hanya memuat 20% teori yang secara
nyata terkait dengan keterampilan serta 80% praktik dan magang. Sebagai tanda bukti

27
keterampilan yang dimiliki peserta didik Lembaga Pendidikan Vokasional, mereka yang
lulus uji kompetensi.

Biaya Pendidikan yang Murah

Bangsa Indonesia telah merdeka 60 tahun lamanya, tetapi mengapa akhir-akhir ini
biaya pendidikan justru makin melangit? Anehnya lagi, bukan hanya di lembaga pendidikan
swasta, sekolah-sekolah (termasuk perguruan tinggi negeri) terkesan berlomba-lomba
menaikkan biaya pendidikan. Jika biaya pendidikan di lembaga pendidikan swasta menjadi
mahal, masih lumrah dan bisa dimaklumi, karena segala biaya yang dibutuhkan harus
ditanggung sendiri. Tetapi, jika mahalnya biaya pendidikan juga terjadi di lembaga
pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, sungguh-sungguh ―luar biasa‖.
Kita semua mengetahui bahwa untuk mensukseskan pelaksanaan program wajib
belajar pendidikan dasar sembilan tahun, pemerintah telah membebaskan SPP; akan tetapi
jangan diartikan bahwa sekolah di SD/MI dan SLTP/MTs menjadi gratis. Orangtua yang
anaknya sekolah di SD/MI dan SLTP/MTs harus mengeluarkan uang yang mungkin
jumlahnya lebih tinggi dari SPP. Berbagai label sumbangan, dengan dalih untuk
pengembangan pendidikan, yang nilainya bervariasi; bahkan ada biayabiaya ―siluman‖
yang tidak dikenal dalam dunia akademik. Saya pernah mendengar selentingan bahwa untuk
bisa diterima sebagai mahasiswa di sebuah perguruan tinggi negeri tertentu, konon harus
―membeli‖ kursi hingga puluhan juta rupiah.
Gejala mahalnya biaya pendidikan akhir-akhir ini tidak boleh berlanjut, sebab apabila
hal itu terus terjadi, dipastikan pendidikan yang berkualitas dan pendidikan tinggi tertentu,
hanya akan dinikmati oleh orang-orang yang memiliki akses ekonomi dan politik yang
tinggi, yaitu orang-orang kaya yang berduit, anak-anak pejabat dan konglomerat (Dawam,
2003). Anak-anak ―wong cilik‖ dan masyarakat marginal— meskipun punya kecerdasan
yang ruarrr biasa—sulit berharap dapat menikmati pendidikan yang berkualitas dan
perguruan tinggi. Pendidikan harus bersifat humanis-populis, dalam arti meletakkan
manusia sebagai tujuan dan harus menjangkau semua lapisan masyarakat termasuk mereka
yang terpinggirkan (Wahono, 2001).
Padalah, kalau saja benar-benar dilaksanakan minimal 20% dari APBN dan minimal
20% dari APBD dialokasikan untuk sektor pendidikan sebagaimana dinyatakan dalam pasal
49 ayat (1) UU Nomor 20 tahun 2003, mestinya sekolah di SD/MI dan SLTP/MTs bisa
benar-benar gratis; tanpa ada embel-embel lain. Tetapi, tampaknya kita belum bisa berharap,
sebab anggaran pendidikan untuk tahun 2004 mendatang masih berkisar 4-5% dari ABPN.

Kesimpulan

Empat gagasan pokok tentang pendidikan masa depan yang saya usulkan sebagai bahan
renungan dan diskusi kita bersama adalah Pertama, sistem pendidikan di Indonesia harus
dibangun berdasarkan falsafah dan budaya bangsa Indonesia sendiri. Jika mengadopsi
gagasan pendidikan dari negara lain, perlu dikaji penerapannya agar sesuai dengan latar
belakang budaya masyarakat Indonesia. Kedua, lembaga pendidikan baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat idealnya berbentuk badan hukum,

28
sehingga peningkatan kualitas pendidikan dapat dilakukan secara leluasa sesuai dengan jiwa
otonomi sekolah.
Ketiga, sistem pendidikan kita perlu diganti dari multi-track menjadi single-track, yang
berarti keberadaan SMK perlu ditinjau kembali. Lembaga sekolah hanya ditugasi
memberikan bekal pengetahuan dan pembentukan sikap dan nilai, sedangkan bekal
keterampilan sebaiknya diserahkan kepada lembaga pendidikan vokasional. Keempat, biaya
pendidikan di Indonesia mestinya tidak mahal, khususnya bagi masyarakat miskin. Paling
tidak, untuk jenjang SD/MI dan SLTP/MTs (negeri) seharusnya gratis; dalam arti orangtua
murid tidak lagi dibebani biaya apapun. Jika 20% dari APBN dan APBD benar-benar
dialokasikan untuk sektor pendidikan, bukan mustahil hal ini bisa menjadi kenyataan.
Semoga.

Daftar Rujukan

Dawam, A. (2003). Emoh Sekolah: Menolak Komersialisasi Pendidikan dan Kanibalisme


Intelektual, Menuju Pendidikan Multikultural. Yogyakarta: Anspeal Ahimsakarya
Press.

Depdiknas. (2003). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang


Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta: Depdiknas.

Fullan, M. (1985). ―Change Processes and Strategies at Local Level‖ dalam The Elementary
School Journal. Vol. 85 No. 3.

Jalal, F. dan Supriadi, D. (Eds). (2001). Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi
Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa.

Jhonson, E. B. (2002). Contextual Teaching and Learning: What It is and Why It‘s Here to?.
California: A Sage Publications Co.

Reimer, E. (2000). Matinya Sekolah: Esai tentang Alternatif Pendidikan. Yogyakarta:


Hanindita Graha Widia.

Wahono, F. (2001). Kapitalisme Pendidikan: Antara Kompetensi dan Keadilan. Yogyakarta:


Insist Press.

Wangid, M. N. (2000). ―Peran dan Makna Otonomi Pendidikan bagi Guru‖ dalam Dinamika
Pendidikan. No. 2, Thn VII, 2000. pp. 29-44.

Zamroni. (2001). Paradigma Pendidikan Masa Depan. Yogyakarta: Bigraf Publishing.

29
KEPEMIMPINAN DAN KONTEKS PENINGKATAN MUTU
PENDIDIKAN

Rosalina Ginting* & Titik Haryati

Abstrak
Pada prinsip pengelolaannya, baik sekolah maupun perguruan tinggi sama-sama
membutuhkan penjaminan mutu sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan atau
kegagalannya. Lembaga pendidikan yang bermutu dapat terwujud apabila didukung oleh
pemimpin yang paham tentang manajemen karena salah satu aspek terpenting mempengaruhi
kualitas pendidikan adalah kepemimpinan dan manajemen mutu.
Kepemimpinan itu adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang atau kelompok
dalam situasi tertentu untuk tujuan bersama. Artinya terjadi proses interaksi antara pemimpin,
yang dipimpin, dan situasi. Kepemimpinan seyogianya melekat pada diri pemimpin dalam
wujud kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability) guna
mewujudkan kepemimpinan bermutu atau Total Quality Management (TQM).
Secara umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu pendidikan nasional terletak pada mutu
pendidikan (sekolah) dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar di
kelas. Mutu kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai
siswa. Peningkatan kualitas belajar siswa merupakan sebuah upaya kolektif dan tanggung jawab
bersama dari semua komponen yang ada di sekolah dimana dalam pencapaiannya diperlukan
kemampuan, kemauan, dan komitmen yang tinggi.
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki tanggung jawab yang tinggi dan
penuh, secara langsung dalam membangun komitmen dan bekerja sama dengan semua
komponen-komponen di sekolah dalam upaya pengembangan mutu pendidikan tersebut. Kepala
Sekolah sebagai pemimpin mempunyai potensi menciptakan visi dan menterjemahkannya
kedalam kenyataan serta berperan sebagai kekuatan sentral dalam menggerakkan kehidupan
sekolah, juga memahami tugas dan fungsi dalam mengembangkan mutu pendidikan.
Upaya untuk mewujudkan kepala sekolah yang handal dan berkualitas, seyogyanya dapat
dilakukan pengelolaan tenaga kependidikan dengan penerapan prinsip – prinsip manajemen
sumber daya manusia (Human Resource Management), dengan harapan akan dapat
meningkatkan mutu pendidikan.

Kata kunci : Kepemimpinan, Mutu Pendidikan, Kepala Sekolah.

A. Pendahuluan

Pendidikan adalah lembaga yang bergerak dalam bidang noble industry (industry mulia)
yang mengemban misi ganda, yaitu setengah profit dan sosial. Dikatakan profit, karena tanpa
modal dan dukungan finansial yang cukup, pendidikan juga tidak dapat berlangsung secara baik.
Namun bukan untuk mengambil keuntungan seperti tujuan suatu perusahaan. Pada prinsip
pengelolaannya, baik sekolah maupun perguruan tinggi sama-sama membutuhkan penjaminan

30
mutu sebagai tolok ukur untuk menilai keberhasilan atau kegagalannya. Sebab tanpa adanya
penjaminan mutu, lembaga pendidikan sulit melihat sejauhmana ketercapaian kualitas atau daya
saing yang dimiliki.
Lembaga pendidikan yang bermutu dapat terwujud apabila didukung oleh pemimpin yang paham
tentang manajemen karena salah satu aspek terpenting mempengaruhi kualitas pendidikan
adalah kepemimpinan dan manajemen mutu. Tujuan dari manajemen mutu pendidikan adalah
untuk memelihara dan meningkatan kualitas pendidikan secara berkelanjutan (sustainable),
yang dijalankan secara sistemik untuk memenuhi kebutuhan stakeholders. Pencapaian ini
membutuhkan sebuah manajemen yang efektif dan kepemimpinan yang kuat agar tujuan
tersebut mampu memenuhi harapan dan keinginan masyarakat. Karena itu, visi manajemen
mutu lembaga pendidikan harus mengambil peran aktif mewujudkan keinginan stakeholders.
Agar keinginan tersebut tercapai, maka sangat dibutuhkan seorang pemimpin pendidikan yang
kaya ide, dan berani mengambil keputusan-keputusan strategis.
Pendidikan sebagai sebuah organisasi juga butuh kerjasama yang kompak, kebersamaan dan
komitmen. Dengan adanya kerjasama dan dukungan dari beberapa pihak, maka kepemimpinan
dan manajemen dapat memainkan peran-peran strategis. Untuk itu, penciptaan kultur organisasi
modern dalam pendidikan sangat penting dilakukan. Kultur organisasi modern akan membentuk
orang pada disiplin yang tinggi, membentuk karakter dan sikap yang bertanggung jawab pada
pekerjaannya dan memiliki jiwa untuk pengabdian bagi kepentingan khalayak umum. Jika hal
ini diterapkan dalam dunia pendidikan, maka mutu yang baik akan segera tampak. Kultur
organisasi yang efektif bagi lembaga pendidikan memerlukan kolaborasi dan kooperasi antar
komunitas, baik intern dan ekstern. Kolaborasi dan kooperasi yang intensif hanya dapat tercapai
manakala tumbuh dari style manajemen dan pola kepemimpinan yang efektif.

B. Pengertian dan Fungsi Kepemimpinan

Kepemimpinan (leadership) berbeda dengan pemimpin (leader). Kepemimpinan adalah


kemampuan untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok dengan maksud mencapai
tujuan yang diinginkan bersama. Sedangkan pemimpin adalah seseorang atau sekelompok orang
seperti kepala, komandan, ketua dan sebagainya. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa kepemimpinan itu adalah suatu proses mempengaruhi kegiatan seseorang
atau kelompok dalam situasi tertentu untuk tujuan bersama. Artinya terjadi proses interaksi
antara pemimpin, yang dipimpin, dan situasi. Sehingga secara sederhana proses kepemimpinan
dapat dirumuskan melalui formula sebagai berikut :
L = F (l,f,s)
Keterangan :
L = Leadership
(kepemimpinan) F = Function
(fungsi) l = Leaders
(pemimpin) f = Follower
(pengikut/ yang dipimpin) s =
Situation (situasi)
(http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal106-

31
Dengan demikian, kepemimpinan seyogianya melekat pada diri pemimpin dalam wujud
kepribadian (personality), kemampuan (ability), dan kesanggupan (capability) guna
mewujudkan kepemimpinan bermutu atau Total Quality Management (TQM). Kepemimpinan
adalah unsur penting dalam TQM. Dikatakan bahwa, pemimpin yang efektif menurut konsep
TQM adalah pemimpin yang sensitif atau peka terhadap adanya perubahan dan pemimpin yang
melakukan pekerjaannya secara terfokus. Dalam konsep TQM, memimpin berarti menentukan
hal-hal yang tepat untuk dikerjakan, menciptakan dinamika organisasi yang dikehendaki agar
semua orang memberikan komitmen, bekerja dengan semangat dan antusias untuk mewujudkan
hal-hal yang telah ditetapkan.
Kepemimpinan meliputi proses mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi,
memotivasi perilaku bawahan untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki
kelompok dan budayanya, seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1998):
“Leadership is the ability to influence a group toward the achievement of goals”.

Rivai dan Mulyadi (2003) mendefenisikan kepemimpinan sebagai berikut :


1. Kepemimpinan terkadang dipahami sebagai kekuatan untuk menggerakkan dan
mempengaruhi orang. Kadang juga diartikan sebagai suatu alat membujuk orang agar
bersedia melakukan sesuatu secara sukarela/sukacita.

2. Kepemimpinan juga dikatakan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi


aktivitasaktivitas yang ada hubungannya dalam pekerjaan para anggota kelompok. Tiga
implikasi penting yang terkandung dalam hal ini, yaitu: (a) kepemimpinan itu melibatkan
orang lain, baik bawahan atau pengikut, (b) kepemimpinan melibatkan pendistribusikan
kekuasaan antara pemimpin dan anggota kelompok secara seimbang, karena anggota
kelompok bukanlah tanpa daya, (c) adanya kemampuan untuk menggunakan bentuk
kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi tingkah laku pengikutnya melalui berbagai
cara.

Oleh karena, kepemimpinan pada hakekatnya adalah, pertama, proses mempengaruhi atau
memberi contoh dari pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi;
kedua, seni mempengaruhi dan mengarahkan orang dengan cara kepatuhan, kepercayaan,
kehormatan, dan kerja sama yang bersemangat untuk mencapai tujuan bersama;
ketiga,kemampuan untuk mempengaruhi, member inspirasi, dan mengarahkan tindakan
seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan yang diharapkan; keempat, melibatkan tiga hal
yaitu pemimpin, pengikut, dan situasi tertentu; kelima, kemampuan untuk mempengaruhi suatu
kelompok untuk mencapai tujuan
Kepemimpinan tersebut berhubungan langsung dengan situasi sosial dalam kehidupan
kelompok/organisasi masing-masing, yang mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin berada di
dalam dan bukan di luar situasi itu. Fungsi kepemimpinan merupakan gejala sosial, karena harus
diwujudkan dalam interaksi antar individu di dalam situasi sosial suatu kelompok/ organisasi.
Fungsi kepemimpinan memiliki dua dimensi seperti :
1. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat kemampuan mengarahkan (direction) dalam
tindakan atau aktivitas pemimpin

32
2. Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan (support) atau keterlibatan orang-orang
yang dipimpin dalam melaksanakan tugas-tugas pokok kelompok/organisasi.

Secara operasional dapat dibedakan dalam lima fungsi pokok kepemimpinan, yaitu (Rivai
dan Mulyadi, 2003):
a. Fungsi instruksi
Fungsi ini bersifat komunikasi satu arah. Pemimpin sebagai komunikator merupakan pihak
yang menentukan apa, bagaimana, dan dimana perintah itu dikerjakan agar keputusan dapat
dilaksanakan secara efektif. Kepemimpinan yang efektif memerlukan kemampuan untuk
menggerakkan dan memotivasi orang lain agar mau melaksanakan perintah. b. Fungsi konsultasi
Fungsi ini bersifat komunikasi dua arah. Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan
keputusan, pemimpin kerapkali memerlukan bahan pertimbangan yang mengharuskan untuk
berkonsultasi dengan orang yang dipimpinnya yang dinilai mempunyai berbagai bahan
informasi yang dibutuhkan dalam menetapkan keputusan. Tahap berikutnya konsultasi dari
pimpinan pada orang-orang yang dipimpin dapat dilakukan setelah keputusan ditetapkan dan
sedang pelaksanaan. Konsultasi itu dimaksudkan untuk memperoleh masukan berupa umpan
balik (feedback) untuk memperbaiki dan menyempurnakan keputusan-keputusan yang telah
ditetapkan dan dilaksanakan. Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan
keputusan-keputusan pimpinan akan mendapat dukungan dan lebih mudah
menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsung efektif.
c. Fungsi partisipasi
Dalam menjalankan fungsi ini pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang
dipimpinnya, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya.
Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dlakukan secara terkendali dan terarah
berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.
Keikutsertaan pemimpin harus tetap dalam fungsi sebagai pemimpin bukan pelaksana. d. Fungsi
delegasi
Fungsi ini dilaksanakan dengan memberikan pelimpahan wewenang membuat/menetapkan
keputusan, baik melalui persetujuan maupun tanpa persetuan dari pimpinan. Fungsi delegasi
pada dasarnya berarti kepercayaan. Orang-orang penerima delegasi itu harus diyakini
merupakan pembantu pemimpin yang memiliki kesamaan prinsip, persepsi, dan aspirasi.
e. Fungsi pengendalian
Fungsi pengendalian berarti bahwa kepemimpinan yang sukses/efektif mampu mengatur
aktivitas anggotanya secara terarah dalam koordinasi yang efektif sehingga memungkinkan
tercapainya tujuan bersama secara maksimal. Fungsi pengendalian dapat diwujudkan melalui
kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
Seluruh fungsi kepemimpinan tersebut diselenggarakan dalam aktivitas kepemimpinan
secara integral. Pelaksanaannya berlangsung sebagai berikut :

1. Pemimpin berkewajiban menjabarkan program kerja.


2. Pemimpin harus mampu memberikan petunjuk yang jelas.
3. Pemimpin harus berusaha mengembangkan kebebasan berpikir dan mengeluarkan
pendapat.
4. Pemimpin harus mampu mengembangkan kerja sama yang harmonis.
5. Pemimpin harus mampu memecahkan masalah dan mengambil keputusan sesuai batas
tanggung jawabnya.

33
6. Pemimpin harus mendayagunakan pengawasan sebagai alat pengendali.

Dalam melaksanakan fungsi-fungsi kepemimpinan, maka akan berlangsung aktivitas


kepemimpinan. Apabila aktivitas tersebut dipilah-pilah, maka akan terlihat gaya kepemimpinan
dengan polanya masing-masing. Gaya kepemimpinan tersebut merupakan dasar dalam
mengklasifikasikan tipe kepemimpinan. Gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu :

1. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan pelaksanaan tugas.


2. Gaya kepemimpinan yang berpola pada pelaksanaan hubungan kerja sama.
3. Gaya kepemimpinan yang berpola pada kepentingan hasil yang dicapai.

Berdasarkan ketiga pola dasar tersebut terbentuk perilaku kepemimpinan yang berwujud
pada kategori kepemimpinan yang terdiri atas tipe pokok kepemimpinan, yaitu:
a. Tipe kepemimpinan Otoriter

Tipe kepemimpinan ini menempatkan kekuasaan di tangan satu orang. Pemimpin bertindak
sebagai penguasa tunggal. Kedudukan dan tugas anak buah semata-mata hanya sebagai
pelaksana keputusan, perintah, bahkan kehendak pimpinan. Pimpinan memandang dirinya lebih
dalam segala hal, dibandingkan dengan bahawannya. Kemampuan bawahan selalu dipandang
rendah sehingga dianggap tidak mampu berbuat sesuatu tanpa diperintah.
b. Tipe Kepemimpinan Kendali Bebas

Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari tipe kepemimpinan otoriter. Pemimpin
berkedudukan sebagai symbol. Kepemimpinan dijalankan dengan memberikan kebebasan
penuh pada orang yang dipimpin dalam mengambil keputusan dan melakukan kegiatan menurut
kehendak dan kepentingan masing-masing, baik secara perorangan maupun kelompok-
kelompok kecil. Pemimpin hanya memfungsikan dirinya sebagai penasihat.
c. Tipe kepemimpinan Demokratis

Tipe kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama dan terpenting dalam
setiap kelompok/organisasi. Pemimpin memandang dan menempatkan orang-orang yang
dipimpinnya sebagai subyek yang memiliki kepribadian dengan berbagai aspeknya, seperti
dirinya juga. Kemauan, kehendak, kemampuan, buah pikiran, pendapat, kreativitas, inisiatif
yang berbeda-beda dan dihargai disalurkan secara wajar. Tipe pemimpin ini selalu berusaha
untuk memanfaatkan setiap orang yang dipimpinnya. Kepemimpinan demokratis adalah
kepemimpinan yang aktif, dinamis, dan terarah. Kepemimpinan tipe ini dalam mengambil
keputusan sangat mementingkan musyawarah, yang diwujudkan pada setiap jenjang dan di
dalam unit masingmasing.
Ketiga tipe kepemimpinan di atas dalam prakteknya saling mengisi atau saling menunjang
secara bervariasi, yang disesuaikan dengan situasi sehingga akan menghasilkan kepemimpinan
yang efektif.

C. Gaya Kepemimpinan

Rivai dan Mulyadi (2003) mendeskripsikan gaya kepemimpinan ke dalam beberapa defenisi
berikut ini :

34
7. Gaya kepemimpinan adalah sekumpulan cirri yang digunakan pimpinan untuk
mempengaruhi bawahan agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa
gaya kepemimpinan adalah pola perilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan oleh
seorang pemimpin.

8. Gaya kepemimpinan adalah pola menyeluruh dari tindakan seorang pemimpin, baik yang
tampak maupun yang tidak tampak oleh bawahannya.

9. Gaya kepemimpinan menggambarkan kombinasi yang konsisten dari falsafah, ketrampilan,


sifat, dan sikap yang mendasari perilaku seseorang.

10. Gaya kepemimpinan, baik secara langsung ataupun tidak langsung, menunjukkan
keyakinan seorang pimpinan terhadap kemampuan bawahannya.

11. Gaya kepemimpinan yang paling tepat adalah suatu gaya yang dapat memaksimumkan
produktivitas, kepuasan kerja, pertumbuhan, dan mudah menyesuaikan dengan segala situasi.

Untuk menentukan gaya yang paling efektif dalam menghadapi keadaan tertentu maka perlu
mempertimbangkan kekuatan yang ada dalam tiga unsur, yaitu : diri pemimpin, bawahan, dan
situasi secara menyeluruh. Pada tahun 1960-an berkembang teori kepemimpinan yang
dinamakan “pola manajerial”. Kepemimpinan dipengaruhi oleh dua perhatian manajerial yang
mendasar, yaitu perhatian terhadap produksi/tugas dan perhatian terhadap manusia. Menurut
teori ini ada empat gaya dasar kepemimpinan : (1) gaya manajemen tugas, pemimpin
menunjukkan perhatian tinggi terhadap produksi, tetapi perhatian rendah terhadap manusia, (2)
gaya manajemen country club, pemimpin memperlihatkan perhatian yang tinggi terhadap
manusia, tetapi perhatian rendah terhadap produksi, (3) gaya manajemen miskin, pemimpin
tidak terlalu menunjukkan perhatian, baik terhadap produksi maupun manusia, (4) gaya
manajemen tim, pemimpin menunjukkan perhatian tinggi baik terhadap produksi maupun
terhadap manusia. Menurut teori ini gaya manajemen tim, yang pada dasarnya sama dengan
gaya demokratis merupakan gaya kepemimpinan yang terbaik untuk semua orang dalam segala
situasi.
Sementara itu, Contingency Theory Leadership menyatakan bahwa ada kaitan antara gaya
kepemimpinan dengan situasi tertentu yang dipersyaratkan. Menurut teori ini seorang pemimpin
akan efektif jika gaya kepemimpinannya sesuai dengan situasi yang terjadi. Pendekatan ini
menyarankan bahwa diperlukan dua perangkat perilaku untuk kepemimpinan yang efektif, yaitu
perilaku tugas dan perilaku hubungan. Dengan kedua perangkat ini maka kemungkinan akan
melahirkan empat gaya kepemimpinan, yaitu (1) mengarahkan, gaya kepemimpinan ini perilaku
tugas tinggi, perilaku hubungan rendah, (2) menjual, perilaku tugas maupun perilaku hubungan
sama tinggi, (3) ikut serta, perilaku tugas rendah sedangkan perilaku hubungan tinggi, (4)
mendelegasikan, baik perilaku tugas maupun perilaku hubungan sama rendah.
(http://ikasartika.staff.ipdn.ae.id/?p-13)
Pengembangan baru dari teori ini yang dapat dikatakan sebagai kalangan moderat,
menggambarkan bahwa ada empat tipe atau gaya kepemimpinan, yaitu (1) mengarahkan
(directive), gaya ini sama dengan gaya otokratis, jadi bawahan mengetahui secara persis apa
yang diharapkan dari mereka, (2) mendukung (supportive), pemimpin bersifat ramah terhadap
bawahan, (3) berpartisipasi (participative), pemimpin bertanya dan menggunakan saran
bawahan (4) berorientasi pada tugas (task oriented), pemimpin menyusun serangkaian tujuan

35
yang menantang untuk bawahannya. Meskipun demikian, diakui bahwa dalam manajemen
modern, gaya kepemimpinan yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan
yang paling tepat untuk dikembangkan adalah gaya kepemimpinan yang partisipatif atau
fasilitatif serta involvement-oriented style yang terpusat pada komitmen dan keterlibatan
pegawai.

D. Peningkatan Mutu Pendidikan

Mutu pendidikan merupakan isu yang sangat penting dan kompleks karena melibatkan
berbagai komponen dan dimensi yang saling berkaitan satu sama lainnya, mencakup konteks
dan proses yang terus berkembang, dalam konteks pendidikan khususnya di sekolah. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa kunci mutu pendidikan nasional terletak pada mutu pendidikan
(sekolah) dan kunci mutu sekolah terletak pada mutu kegiatan belajar mengajar di kelas. Mutu
kegiatan belajar mengajar pada akhirnya diukur dari mutu hasil belajar yang dicapai siswa. Pada
hakekatnya sekolah sebagai sebuah system yang harus dikembangkan secara terus menerus dan
menjadi sistem yang utuh dan mandiri dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang telah
ditentukan. Sistem sekolah itu tidak dapat dipisahkan dari komponen-komponen yang lainnya
yang berada dalam sekolah harus memahami bagaimana kinerjanya akan berpengaruh pada
kinerja orang lain dan yang paling penting bahwa setiap individu harus mampu bekerjasama
untuk meningkatkan dan mengembangkan mutu pendidikan khususnya hasil belajar.
Peningkatan kualitas belajar siswa merupakan sebuah upaya kolektif dan tanggung jawab
bersama dari semua komponen yang ada di sekolah dimana dalam pencapaiannya diperlukan
kemampuan, kemauan, dan komitmen yang tinggi.
Kepala sekolah sebagai pimpinan sekolah memiliki tanggung jawab yang tinggi dan
penuh, secara langsung dalam membangun komitmen dan bekerja sama dengan semua
komponenkomponen di sekolah dalam upaya pengembangan mutu pendidikan tersebut. Tanpa
adanya suatu upaya untuk membangun komitmen yang tinggi diantara komponen-komponen
tersebut, terutama oleh kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah maka upaya
pengembangan mutu pendidikan hanya sebagai hayalan belaka.
Kepala sekolah merupakan komponen yang memegang peranan penting dalam
pengembangan mutu pendidikan. Kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang
tersedia guna menunjang peningkatan mutu pendidikan. Kepemimpinan kepala sekolah
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan tujuan
sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap. Kepala
sekolah dalam menetapkan tujuan program disesuaikan dengan visi dan misi sekolah yang di
dalamnya merupakan fundamental sekolah berlandaskan landasan pendidikan, undang-undang
dan peraturan, tantangan masa depan, nilai dan harapan masyarakat. Kemudian juga kepala
sekolah memperhatikan tantangan-tantangan nyata dan output sekolah dalam menetapkan tujuan
sekolah.
Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen dan kepemimpinan yang
tangguh agar mampu mengambil keputusan dan inisiatif prakarsa menuangkan tujuan sekolah
dalam strategi kepemimpinan pengembangan mutu sekolah. Tentunya juga dalam realisasi
pembentukan program, kepala sekolah berlandaskan nilai-nilai idealism yang diterapkan dalam
strategi kepemimpinannya dimana tertuang dalam teori, baik terkait konsep manajemen,

36
kepemimpinan maupun budaya mutu. Keberhasilan kepemimpinan kepala sekolah dalam
peningkatan mutu akan ditunjukkan sejauhmana sekolah tersebut memungkinkan dalam
mencapai suatu keberhasilan pendidikan.

E. Tantangan Kepemimpinan Kepala Sekolah

Kondisi masyarakat pada era globalisasi saat ini dengan berlomba-lomba memasuki
penguasaan teknologi, hal seperti ini sudah barang tentu mempengaruhi pendidikan nasional.
Setiap satuan pendidikan dituntut untuk berperan dalam kompetensi global, dan harapan ini
dapat tercapai jika didukung dengan sumber daya manusia yang unggul. Kesuksesan untuk
memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari
masing-masing kepala sekolah. Mutu pendidikan nasional dalam bernagai pandangan lapisan
masyarakat hingga sekarang ini disimpulkan dalam kategori rendah pada setiap jenjang dan
satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Timbulnya pandangan seperti
ini dipengaruhi oleh faktor kondisi realita yang dialami masing-masing kelompok masyarakat
melalui jumlah lulusan yang belum banyak diserap pada lapangan pekerjaan yang tersedia.
Masyarakat pada dasarnya telah menyadari pada kondisi era globalisasi sekarang ini bahwa
mutu pendidikan sudah menjadi bahagian yang prioritas untuk dapat diwujudkan oleh
pemerintah pusat dan daerah.
Menyikapi tuntutan global dimasa mendatang seperti yang dikemukakan Syarifuddin
(2002) bahwa setiap Negara dituntut untuk berperan dalam kompetensi global, harapan ini akan
bisa dicapai dengan baik jika didukung oleh sumber daya manusia berkualitas yang dimiliki oleh
setiap bangsa. Sekolah sebagai wahana penting dalam pembentukan sumber daya manusia
berkualitas akan dapat diwujudkan melalui tingkat satuan pendidikan. Kesuksesan untuk
memperoleh mutu pendidikan yang baik tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dari
masing-masing kepala sekolah, hal ini senada dengan pendapat Crawfond M (2005)
mengemukakan bahwa pemimpin yang sukses adalah mereka-mereka yang organisasinya telah
berhasil dalam mencapai tujuan. Keberhasilan atau kesuksesan pelaksanaan kepemimpinan
kepala sekolah dalam mengelola organisasi pendidikan dipengaruhi oleh kemampuan untuk
melakukan kegiatan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengarahan
(actuating) dan pengawasan (controlling) terhadap semua operasional tingkat satuan
pendidikan. Keberhasilan sekolah dalam meraih mutu pendidikan yang baik banyak ditentukan
melalui peran kepemimpinan kepala sekolah.
Dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 17 tahun 2007 ada 5 (lima)
kompetensi yang harus dipenuhi oleh seorang kepala sekolah dalam memimpin satuan
pendidikan yaitu :
1. Kompetensi Kepribadian mencakup : memiliki Akhlak Mulia, Integritas, keinginan yang kuat
dalam mengembangkan diri, sikap terbuka, pengendalian diri dan bakat serta minat jabatan.

2. Kompetensi Manajerial mencakup : menyusun perencanaan, mengembangkan organisasi,


memimpin sekolah, mengelola perubahan, menciptakan budaya/iklim kondusif, mengelola
guru dan staf, mengelola sarana, mengelola hubungan, mengelola peserta didik, mengelola
kurikulum, mengelola keuangan, mengelola ketatusahaan, mengelola unit layanan khusus,
mengelola sistem informasi, memanfaatkan kemajuan teknologi dan memonitoring evaluasi
dan pelaporan.

37
3. Kompetensi Kewirausahaan mencakup : menciptakan inovasi, bekerja keras, memiliki
motivasi, pantang menyerah, memiliki naluri wirausaha.

4. Kompetensi Supervisi mencakup : merencanakan program supervise, melaksanakan


supervise dan menindaklanjuti supervise

5. Kompetensi sosial mencakup : bekerja sama denga pihak lain, berpartisipasi dalam kegiatan
sosial dan memiliki kepekaan sosial.

Selanjutnya apabila dihubungkan permasalahan terkait dengan kompetensi serta tugas di atas,
seorang kepala sekolah harus memiliki kemampuan sebagai berikut :

1. Membangun visi, misi, dan strategi lembaga.


2. Sebagai leader, kepala sekolah harus mampu berperan sebagai innovator, yaitu orang
yang terus menerus membangun dan mengembangkan berbagai inovasi untuk
memajukan satuan pendidikan.
3. Mampu membangun motivasi kerja yang baik bagi seluruh guru, karyawan, dan berbagai
pihak yang terlibat di sekolah.
4. Melakukan komunikasi, menangani konflik, membangun iklim kerja yang kondusif dan
positif di lingkungan satuan pendidikan.
5. Melakukan proses pengambilan keputusan, dan bisa melakukan proses delegasi
wewenang secara baik.
6. Mengambil keputusan secara cepat dan tepat disesuaikan dengan dinamika dan
perkembangan yang terjadi.
7. Melakukan perencanaan.
8. Melakukan pengorganisasian.
9. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan perencanaan yang telah ditetapkan.
10. Melakukan tugas-tugas pengawasan dan
pengendalian.(http://usupress.usu.ac.id/files/kepemimpina)

Peran kepala sekolah sangat kuat mempengaruhi perilaku sumber daya ketenagaan dalam
hal ini guru dan sumber-sumber daya pendukung lainnya. Sebagaimana dikemukakan Rahman
H, (2005: 67) bahwa kepemimpinan yang efektif membuat sekolah berubah secara dinamis
karena adanya komunikasi lancer dalam kehidupan berorganisasi secara sistemik di mana di
dalamnya mempunyai cirri dialogis, kerja sama dan tumbuhnya ilmu pengetahuan berpikir,
mental model, penguasaan personal, berbagai visi sehingga anggota kelompok di sekolah
terpenuhi kebutuhan fisiologis, keamanan, social, status dan kepuasan diri. Kepala sekolah
dalam membuat kebijakan pengelolaan sekolah diharapkan mampu saling berkonsultasi dengan
unsur ketenagaan sekolah secara pedagogis yang dapat mengembangkan potensi guru, staf
administrasi dalam melakukan aktivitas untuk meningkatkan kualitas pendidikan satuan
pendidikan. Dengan kepemimpinan kepala sekolah yang dialogis, komunikatif akan dapat
mendukung perubahan perilaku guru dalam perbaikan-perbaikan mutu pendidikan.
Komunikasi atau dialogis yang baik dari kepala sekolah dapat dideskripsikan dalam
berbagai bidang kegiatan operasional sekolah antara lain : 1) Komunikasi dengan siswa dalam
upaya pembinaan siswa. 2) Komunikasi dengan siswa dalam upaya pembinaan siswa. 3)

38
Komunikasi dengan guru dalam waktu tertentu dalam membahas kebijakan baru yang akan
diterapkan. 4) Komunikasi umum terhadap komite sekolah tentang informasi program perbaikan
sekolah. 5) Komunikasi dengan mass media dalam mengakses keberhasilan dan hambatan yang
dialami sekolah.
Rendahnya mutu satuan pendidikan di tanah air Indonesia pada saat sekarang ini
merupakan salah satu dampak dari bentuk kepemimpinan kepala sekolah mengelola organisasi
satuan pendidikan, karena kepemimpinan merupakan faktor kunci sekolah untuk efektif atau
berhasil dengan baik, apabila kepemimpinan kepala sekolah memahami berbagai bentuk pola
kepemimpinan sesuai dengan kebutuhan yang terjadi. Berdasarkan pengamatan pada kondisi
pengelolaan sekolah di beberapa sekolah telah dikembangkan beberapa gaya kepemimpinan
dalam upaya perbaikan mutu pendidikan di tingkat sekolah, namun fenomena yang berkembang
di masyarakat pada saat ini bahwa penerapan desentralisasi pendidikan belum dapat optimal
dilakukan kepala sekolah karena persepsi pemahaman desentralisasi pada tingkat birokrat
daerah belum optimal.
Bila fenomena aktualisasi desentralisasi pendidikan menghambat kepemimpinan kepala
sekolah pada tingkat satuan pendidikan maka dikhawatirkan kepemimpinan apapun yang akan
dijalankan pada tingkat satuan pendidikan dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan akan
sulit meraih kualitas pendidikan yang efektif. Setiap pengambil kebijakan pada setiap tingkat
pemerintahan di Indonesia ini harus lebih memahami tentang aturan yang dipedomani dalam
menghasilkan sosok kepala sekolah yang berkualitas.
Hal ini dapat dilakukan mulai dari proses rekrutmen, diklat dan pengembangan profesi
kepala sekolah yang lebih strategis, diharapkan rekrutmen dan pengembangan kepala sekolah
yang terampil mengelola kebutuhan pelanggannya. Selain dari tantangan yang digambarkan di
atas, perlu diketahui bahwa sekolah yang tidak efektif dalam meraih mutu ada kalanya
dipengaruhi oleh kompleksitas dalam manajemen sekolah seperti kondisi siswa, ketenagaan,
sarana prasarana, pembiayaan dan kebijakan pemerintah.

F. Kepemimpinan Dalam Konteks Peningkatan Mutu Pendidikan

Berbicara masalah peningkatan mutu pendidikan memang sangat kompleks dan majemuk
karena antara faktor yang satu dengan lainnya saling mempengaruhi. Namun faktor kunci yang
paling dominan adalah pimpinan dalam hal ini kepala sekolah. Mutu sekolah yang diharapkan,
tentulah kita akan menginginkan sesuatu yang ideal.
Ideal maksudnya memenuhi standar yang sesuai dengan kebutuhan minimal sekolah yang
dikategorikan bermutu. Kepemimpinan sekolah yang ideal adalah kepala sekolah memenuhi
standar kompetensi kepala sekolah. Seorang kepala sekolah harus mempunyai kemampuan
manjerial sekolah yang baik serta mempunyai peranan sebagai educator, manager, administrator
supervisor, leader, innovator dan motivator.
Dalam pengelolaan sekolah yang efektif dan berorientasi pada mutu pendidikan
memerlukan suatu komitmen yang penuh kesungguhan dalam peningkatan mutu, berjangka
panjang (human investment) dan membutuhkan peralatan dan teknik-teknik tertentu. Komitmen
ini harus dipegang teguh oleh pimpinan dengan didukung oleh dedikasi yang tinggi terhadap
mutu melalui penyempurnaan proses yang berkelanjutan oleh semua pihak yang terlibat yang
dikenal dengan istilah MMT (Manajemen Mutu Terpadu).
MMT sering disebut sebagai manajemen yang didukung oleh sejumlah fakta dan data
yang relevan dan utuh, artinya data dan fakta tersebut benar dan bukan hasil rekayasa yang

39
dibuat untuk memenuhi kepentingan satu pihak atau persyaratan tertentu. Ketika aspek-aspek
dan indikator pengelolaan lembaga pendidikan dapat dijalankan dan diarahkan ke sebuah mutu
yang tinggi, maka keberhasilan dan pencapaian mutu tersebut harus merupakan integrasi dari
semua keinginan dan partisipasi stakeholder (semua yang berkepentingan) dalam pencapaian
hasil akhirnya.
Kekuatan dalam perubahan memperlihatkan fenomena yang terus berkelanjutan dalam
pemenuhan akan perubahan tersebut. Akhirnya akan mendorong dalam upaya pemilihan strategi
yang dapat diterapkan pada kondisi-kondisi yang terduga maupun tak terduga yang kemudian
muncul.
Keberhasilan strategi sangat bergantung pada kemampuan dalam kepemimpinan untuk
membangun komitmen, menghubungkan strategi dan visi yang tetap, mengatur sumber-sumber
yang mendukung terlaksananya strategi. Alat/media dasar yang akan bermanfaat dalam menguji
posisi sekolah sekarang dalam kerangka penentuan strategi. Strategi yang dapat dilakukan
adalah dengan analisis SWOT. Tujuan analisis ini untuk mengetahui posisi sekolah, apakah
sudah maju atau masih tertinggal dalam mutu pendidikannya. ‹a
href=”http://www5.shoutmix.com/?ajaey”› Dalam rangka perubahan dan transformasi
diperlukan seorang pemimpin yang memiliki mental kuat dan prima, mampu mengatasi masalah
dan tantangan, memiliki visi, dan berani mencoba inovasi.
Kepemimpinan merupakan sumber daya yang paling pokok dalam organisasi dalam
upaya pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan juga merupakan pola hubungan dan bentuk
kerja sama antara orang-orang yang dinamis. Kepemimpinan juga harus mampu memberikan
arah rangsangan kepada kelompoknya, demi kemajuan organisasi.
Menurut Sallis (2006; 96) dengan mengutip pendapat Peter dan Austin: Pemimpin
pendidikan membutuhkan perspektif-perspektif sebagai berikut : a) visi dan symbol-simbol.
Kepala sekolah harus mengkomunikasikan nilai-nilai institusi kepada staf, siswa dan kepada
komunitas yang lebih luas. b) menerapkan MBWA (management by walking about, c) dekat
dengan pelanggan:”dalam pendidikan”, d) otonomi, eksperimentasi dan antisipasi terhadap
kegagalan, e) menciptakan rasa kekeluargaa, dan f) ketulusan, kesabaran, semangat intensitas
dan antusiasme yang merupakan sifat essensial yang dibutuhkan pemimpin pendidikan.
Sementara itu dalam PP no.19 disebutkan pemimpin sekolah, harus memiliki kompetensi
sebagai berikut : a) memiliki kualifikasi sebagai pendidik (Pasal 28), b) memiliki kemampuan
kepemimpinan dan kewirausahaan (Pasal 38), c) memiliki kualifikasi sebagai pengawas (Pasal
39), d) memiliki kemampuan mengelola dan melaksanakan satuan pendidikan (Pasal 49), e)
memiliki kemampuan menyusun program (Pasal 52), f) memiliki kemampuan menyusun
perencanaan (Pasal 53).
Disamping itu dalam meningkatkan mutu pendidikan, seorang pemimpin harus berupaya
meningkatkan mutu kurikulum sekolah karena kurikulum itu merupakan sarana dari suatu
system pendidikan. Banyak persepsi yang mengatakan bahwa kurikulum adalah rencana
pendidikan dan pengajaran atau program pendidikan. Sering kali kurikulum hanya terdiri dari
mata pelajaran tertentu yang menyampaikan kebudayaan “tempoe doeloe” yang hanya
menyadur dari buku-buku pelajaran tertentu yang dipandang baik bagi kurikulum. Namun
dibalik itu anak didik hanya diajak untuk menelusuri daya imajinatif dengan mengabaikan
pengalamanpengalaman iderawi anak didik. Hal tersebut akan membatasi pengalaman anak
kepada situasi belajar didalam kelas dan tidak menghiraukan pengalaman-pengalaman edukatif
diluar kelas.

40
Menurut PP No.25 tahun 2000 tentang kebijakan kurikulum adalah menetapkan standar
nasional yang kemudian dijelaskan dalam GBHN 1999 pemerintah melakukan pembaharuan
sistem pendidikan termasuk kurikulum berupa verifikasi kurikulum untuk melayani
keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional (kurikulum nasional)
dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat (kurikulum muatan lokal).
Melihat keragaman potensi sumber daya manusia dan sumber daya alam serta
kebhinekaan bangsa kita, kurikulum uniform akan tidak sesuai kebutuhan masyarakat.
Fleksibilitas kurikulum,”dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi merupakan suatu
tuntutan. Pada pendidikan dasar tentu ada kurikulum inti demi untuk memupuk kesatuan bangsa
dan memperkuat ketahanan nasional, begitu pula pada pendidikan menengah dan tinggi.
Tugas manajerial seorang pemimpin juga harus dapat memanage pembiayaan pendidikan
dengan merujuk dari PP no. 19 tahun 2005 pasal 62 yang menyebutkan bahwa standar
pembiayaan sebagai berikut : 1) Pembiayaan pendidikan terdiri dari biaya investasi, biaya
operasi dan biaya personal, 2) Biaya investasi satuan pendidikan meliputi biaya penyediaan
sarana dan prasarana, pengembangan sumber daya manusia, dan modal kerja tetap, 3) Biaya
personal meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa
mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan, 4) Biaya operasi satuan
pendidikan meliputi ; a) gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang
melekat pada gaji, b) bahan dan peralatan pendidikan habis pakai, dan c) Biaya operasional
pendidikan pendidikan tak langsung berpa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan sarana
dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi dan lain sebagainya.
Peningkatan mutu pendidikan melalui peningkatan sarana dan prasarana pendidikan harus
dilakukan pimpinan sesuai dengan amanat PP No. 19 tahun 2005 pasal 42 yang menyebutkan
bahwa standar sarana dan prasarana sebagai berikut : (1) Setiap satuan pendidikan wajib
memiliki sarana yang meliputi perabotan, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan
peralatan lain yang menunjang proses belajar yang teratur dan berkelanjutan, (2) Setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan
pendidikan, ruang pendidik, ruang laboratorium, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang
bengkel, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat olah raga, tempat
ibadah, tempat bermain, tempat rekreasi, dan tempat lain yang menunjang proses pembelajaran
yang teratur dan berkelanjutan.
Pengawasan mutu pendidikan dapat dilaksanakan sejak input/masukan (siswa) masuk
sekolah, mengikuti proses belajar mengajar di sekolah dan hingga menjadi lulusan dengan
berbagai kompetensi yang dimilikinya. Untuk melihat perkembangan mutu pendidikan di
sekolah, kepala sekolah dan staf guru-gurunya dapat (a) memanfaatkan data yang ada di sekolah
yang berhubungan dengan mutu sekolah dan mengolahnya menjadi diagram, (b) brainstorming
(tukar pikiran), (c) menggunakan statistik mutu (statistical process control) yang memuat
informasi tentang rata-rata mutu pendidikan, standar deviasi/simpangan baku dari mutu
pendidikan di sekolah.
Guru sebagai pelaksana utama pendidikan di sekolah diharapkan memiliki wawasan mutu
pembelajaran yang baru diterapkan dalam PBM di kelasnya. Langkah ini merupakan
pendekatan mutu proses dan secara langsung akan mendukung mutu produk/mutu akhir
pendidikan berupa lulusan yang bermutu.
Keberhasilan lembaga pendidikan dapat dilihat dari sudut dan tingkat kepuasan dari
pelanggannya, yaitu pelanggan sekolah yang dikategorikan pelanggan internal maupun
pelanggan eksternal. Hal ini memberikan arti bahwa ukuran sebuah keberhasilan sekolah dapat

41
dilihat dari layanan yang diberikannya. Apakah layanan yang diberikan itu berada pada yang
diharapkan oleh pelanggannya dengan menggunakan teknik total quality control (TQC).
Menurut Sallis (2006) TQC berarti system.
Sistem artinya apabila salah satu subsistem lemah maka keseluruhan system akan menjadi
lemah. Gugus Kendali Mutu atau Quality Control Circle (QCC) adalah salah satu teknik dalam
upaya pengendalian mutu sekolah, di mana kelompok-kelompok personel sekolah melakukan
kegiatan pengendalian dan peningkatan mutu secara teratur, sukarela dan berkesinambungan
melalui penerapan prinsip – prinsip dan teknik – teknik pengendalian mutu yang berdasarkan
data seperti checklist, diagram, grafik, diagram sebab akibat, brainstorming, dan statistical
process control.
Pengendalian mutu dapat diartikan sebagai proses manajerial yang di dalamnya
terkandung hal-hal (1) melakukan evaluasi terhadap kinerja nyata, (2) proses membandingkan
kinerja nyata dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan, dan (3) melakukan tindakan –
tindakan/ aksi – aksi atas perbedaan – perbedaan yang dapat ditemukan. Dalam melaksanakan
pengendalian mutu, strategi pengendalian mutu kearah peningkatan mutu pendidikan secara
implementatifpengawasan/pengendaliannya diarahkan pada optimalisasi komponen pendidikan.
Tujuannya adalah mendorong kearah terciptanya situasi yang kondusif dalam meningkatkan
mutu proses belajar mengajar. Komponen-komponen yang terkait dengan hal tersebut di atas
adalah (a) komponen input manajemen, (b) komponen proses pendidikan, (c) komponen murid,
dan (d) komponen hasil belajar.

G. Penutup

Peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri dapat dilihat dari dua dimensi, yaitu kualitas
proses dan kualitas produk atau hasil. Suatu pendidikan dikatakan berkualitas dari segi proses
pembelajaran berlangsung efektif dan bermakna serta ditunjang dengan sumber daya yang
memadai. Proses pendidikan yang berkualitas memberikan jaminan mengenai kualitas produk
yang dihasilkan. Agar proses pendidikan berkualitas, diperlukan pemimpin yang pasti
mempunyai sejumlah harapan-harapan untuk merealisasikan dibuat suatu struktur kewenangan
supaya dapat dijadikan suatu acuan para pelaku didalamnya dalam berperilaku. Sejumlah
harapan itu biasanya berorientasi kearah masa depan dan dikenal dengan sebutan visi. Pimpinan
yang mempunyai visi dan mengembangkan unsure-unsurnya sebagaimana dikatakan Quiqley
(1993:6) yaitu “basic values, mission, objectives”. Basic values adalah nilai-nilai dasar atau
falsafah yang dianut oleh seseorang, mission adalah operasionalisasi dari visi merupakan
pemikiran tentang organisasi yang meliputi pertanyaan mau menjadi apa organisasi, dan akan
berperan seperti apa organisasi tersebut?, sedangkan objectives atau tujuan-tujuan merupakan
arah kemana organisasi dibawa yang meliputi pertanyaan mau menghasilkan apa lembaga,
untuk siapa dan mutu yang seperti apa yang akan dihasilkannya?
Sejalan dengan Sallis (2006 ; 96) menjelaskan bahwa “ pernyataan visi
mengkomunikasikan pokok-pokok tujuan lembaga dan untuk apa lembaga tersebut berdiri”.
Oleh sebab itu Kepala Sekolah sebagai pemimpin mempunyai potensi menciptakan visi dan
menterjemahkannya kedalam kenyataan serta berperan sebagai kekuatan sentral dalam
menggerakkan kehidupan sekolah, juga memahami tugas dan fungsi dalam mengembangkan
mutu pendidikan.
Melalui tugas dan fungsi kepala sekolah sebagai pemimpin, “Kepala sekolah akan mampu
mempengaruhi, mendorong, mengajak, menuntun, menggerakkan dan kalau perlu berbuat

42
sesuatu yang dapat membantu pencapaian maksud atau tujuan-tujuan tertentu” (Nurdin, 2001 ;
23 ). Upaya untuk mewujudkan kepala sekolah yang handal dan berkualitas, seyogyanya dapat
dilakukan pengelolaan tenaga kependidikan dengan penerapan prinsip – prinsip manajemen
sumber daya manusia (Human Resource Management), dengan harapan akan dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Hal tersebut dapat digambarkan pada bagan dibawah ini :

Daftar Pustaka

Peraturan Pemerintah
Nomor 18 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan

Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan


Pendidikan
Rahman,H, (2005), Manajemen Pendidikan Indonesia, PT,Ardadijaya, Jakarta
Rivai, V, dan Mulyadi, D, (2003), Kepemimpinan dan perilaku Organisasi, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Robbins, S.P. (1998), Organizational Behavior; Concepts, Controversies, and Applications,
Prentice-Hall Inc, New Jersey

43
Sallis, E, (2006), Total Quality Management in Education, Alih Bahasa, Ahmad Ali Riyadi dan
Fahrurrozi, IRCiSoD, Yogyakarta.
Sartika, I, (1998), Perancangan Sistem Dokumentasi Mutu Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
dengan Menggunakan Model ISO 9000 (Studi Kasus:Universitas Pasundan Bandung),
Program Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung

Suryosubroto,B, 2004, Manajemen Pendidikan Sekolah, Rineka Cipta,

Jakarta http://www.bpkpenabur.or.id/files/Hal 106-)

http://ikasartika.staff.ipdn.ae.id/?p-13

(http://usupress.usu.ac.id/files/kepemimpinan)

*. Dra. Rosalina Ginting, M.Si., dosen PPKn FPIPS IKIP PGRI Semarang, saat ini tengah
menempuh studi doktoral Administrasi Publik UNDIP Semarang.

**. Dra. Titik haryati, M.Si., dosen PPKn FPIPS IKIP PGRI Semarang, saat ini tengah
menempuh studi doktoral Manajemen Pendidikan UNNES Semarang.

44
KEPEMIMPINAN MANAJERIAL PIMPINAN LEMBAGA PENDIDIKAN (KEPALA
SEKOLAH ) DALAM PENGEMBANGAN KUALITAS PRODUKTIVITAS KINERJA
GURU

Siti Asiah
Institut Agama Islam Negeri Sultan Amai Gorontalo

Abstrak
Kepemimpinan kepala sekolah yang berhasil dilihat dari sekolah yang ia pimpin
memiliki perkembangan dan kemajuan. Terutama kinerja guru-gurunya yang semakin baik dan
solid. Tentu semua tidak mungkin terlepas dari campur tangan kreatifitas dan kemampuan
kepemimpinan manajerial kepala sekolah yang sangat memperhatikan baik mengenai usaha
atau upaya yang diterapkannya sehingga hasil yang diperoleh “berhasil”. Kinerja seseorang
dapat ditingkatkan bila ada kesesuaian antara pekerjaan dengan keahliannya, begitu pula
halnya dengan penempatan guru pada bidang tugasnya. Menempatkan guru sesuai dengan
keahliannya secara mutlak harus dilakukan. Bila guru diberikan tugas tidak sesuai dengan
keahliannya akan berakibat menurunnya cara kerja dan hasil pekerjaan mereka, juga akan
menimbulkan rasa tidak puas pada diri mereka.
Hubungan yang baik antara kepala sekolah dan guru merupakan salah satu harmonisasi
pembelajaran di sekolah tersebut. Terlaksana atau tidaknya suatu program dan tujuan
pembelajaran, sangat tergantung kepada kecakapan kepala sekolah sebagai pemimpin. Karena
kepala sekolah merupakan orang yang bertugas mengatur organisasi dan bekerjasama dengan
guru dalam mendidik siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Kepala Sekolah harus
memahami kebutuhan sekolah yang ia pimpin, sehingga kompetensi guru tidak hanya
memandang pada kompetensi yang ia miliki sebelumnya, melainkan bertambah dan
berkembang dengan baik sehingga sikap yang menyimpang dari fungsi guru sebagai pengajar
dapat diatasi melalui kemampuan manajerial kepala sekolah.

Kata Kunci : Kepemimpinan Manajerial Kepala Sekolah, Kinerja Guru.


A. Pendahuluan ke dalam perilaku dalam kehidupan
sehari-hari. Pendidikan adalah usaha
Pendidikan pada dasarnya sadar dan terencana untuk mewujudkan
merupakan suatu upaya terus menerus suasana belajar dan proses pembelajaran
yang bertujuan mengembangkan seluruh agar peserta didik secara aktif
potensi kemanusiaan peserta didik mengembangkan potensi dirinya untuk
dalam mempersiapkan mereka agar memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
mampu menghadapi berbagai tantangan pengendalian diri, kepribadian,
dalam kehidupannya. Pendidikan kecerdasan, akhlak mulia, serta
merupakan sebuah upaya penanaman keterampilan yang diperlukan dirinya,
nilai-nilai kepada peserta didik dalam masyarakat, bangsa dan negara.
rangka membentuk watak dan Kepala sekolah sebagai pemimpin
kepribadiannya. Selanjutnya, adalah metafora yang diterima umum,
pendidikan mendorong peserta didik dengan guru sebagai pengikut atau guru
untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut sebagai pekerja. Belakangan ini makin

45
banyak literatur reformasi pendidikan yang Kepemimpinan pendidikan
secara konsisten menekankan bahwa berkaitan dengan masalah kepala
pemimpin yang efektif tidak menerapkan sekolah dalam meningkatkan
secara langsung, tetapi kesempatan untuk mengadakan
sangat berpengaruh pada kemampuan pertemuan secara efektif dengan para
sekolah untuk meningkatkan mutu guru dalam situasi yang kondusif.
implementasi program-program dan Dalam hal ini kemempuan menejerial
keberhasilan akademik siswa. Sementara kepala sekolah melalui fungsi
aktivitas belajar siswa di sekolah makin manajemen harus dapat mendorong
diterima sebagai menempati posisi kinerja para guru dengan menunjukkan
“pertama, terakhir, dan selalu” tergantung rasa bersahabat, dekat, dan penuh
pada kualitas guru. Ini menunjukkan pertimbangan terhadap para guru, baik
pentingnya kualitas kepemimpinan dalam sebagai individu maupun sebagai
menentukan kinerja guru dan mutu kelompok. Kemampuan kepala sekolah
pengajaran di kelas. 2 yang baik dapat mendorong,
Paradigma pendidikan yang mengarahkan, dan memotivasi seluruh
memberikan kewenangan luas kepada warga sekolah untuk bekerja sama
sekolah dalam mengembangkan dalam mewujudkan visi, misi, dan
berbagai potensinya memerlukan tujuan sekolah.
peningkatan kemampuan pemimpin Kinerja guru atau prestasi kerja
dalam berbagai aspek manajerialnya (performance) merupakan hasil yang
agar dapat mencapai tujuan sesuai dicapai oleh guru dalam melaksanakan
dengan visi dan misi yang diemban tugas-tugas yang dibebankan kepadanya
sekolahnya. Kepemimpinan merupakan didasarkan atas kecakapan, pengalaman
salah satu komponen pendidikan yang dan kesungguhan serta penggunaan waktu.
paling berperan dalam meningkatkan Kinerja guru akan baik jika guru telah
kualitas pendidikan. Kepala sekolah melaksanakan unsureunsur yang terdiri
bertanggung jawab atas manajeman kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada
pendidikan secara keseluruhan yang tugas mengajar, menguasai dan
secara langsung berkaitan dengan proses mengembangkan bahan pelajaran,
pembelajaran di sekolah. Sebagaimana kedisplinan, dalam mengajar dan tugas
dikemukakan dalam Pasal 12 ayat 1 PP lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan
28 tahun 1990 bahwa: “Kepala sekolah pengajaran, kerjasama dengan semua warga
bertanggung jawab atas sekolah, kepemimpinan yang menjadi
penyelenggaraan kegiatan pendidikan, panutan siswa, kepribadian yang baik, jujur
administrasi sekolah, pembinaan tenaga dan obyektif dalam memimbing siswa,
kependidikan lainnya, dan serta tanggungjawab terhadap tugasnya.
pendayagunaan serta pemeliharaan Oleh karena itu kepala sekolah selaku
sarana dan prasarana.3 pemimpin harus mampu menerapkan fungsi
manajenen dalam kepemimpinan

2
Sudarwan Danim, Kepemimpinan Pendidikan Dasar.
Pendidikan; Kepemimpinan Jenius (IQ+EQ), http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHuk
Etika, Perilaku Motivasional, dan Mitos. um/w nmd1401767965.pdf (diakses pada
(Bandung: Alfabeta 2010), h. 176 tanggal 12
3
Peraturan Pemerintah Republik Januari 2017)
Indonesia Nomor 28 Tahun 1990 Tentang

46
manjerianya hal tersebut dikarenakan kinerja yang baik, siswa akan dapat
kegiatan manajemen selalu mengarah pada belajar lebih mudah dan dapat mencapai
pencapaian tujuan organisasi yang hasil belajar yang optimal.
diharapkan. Dengan demikian kegiatan Kinerja guru yang diharapkan dapat
manajemen selalu terkait dengan fungsi mendongkrak kualitas dan relevansi
suatu organisasi yang sering disebut fungsi pendidikan, dalam implementasinya di
manejerial. Kepemimpinan manajerial lapangan tergantung dari banyak faktor
kepala sekolah harus mampu menerapkan yang mempengaruhinya dan saling
fungsi manajemen yang pada umumnya berkaitan, misalnya salah satu faktor
manajemen pendidikan juga memiliki yang mempengaruhi adalah faktor gaya
fungsi yang sama yakni perencanaan, kepemimpinan kepala sekolah dalam
pengorganisasian, pengarahan dan menerapkan kemampuan manajerial
4
pengawasan. kepala sekolah. B. Hakikat
Guru sebagai salah satu komponen Kepemimpinan Manajerial 1.
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), Pengertian Kepemimpinan
memiliki kompetensi yang sangat Dalam suatu lembaga (institusi)
menentukan keberhasilan pembelajaran, pendidikan khususnya lingkungan sekolah
karena fungsi utama guru ialah merancang, yang memiliki visi dan misi pengembangan
mengelola, melaksanakan, dan atau peningkatan kualitas pendidikan,
mengevaluasi pembelajaran. Di samping itu maka yang dapat di jadikan tolak ukur
kedudukan guru dalam kegiatan belajar terhadap keberhasilan pendidikan di
mengajar juga sangat strategis juga
lingkungan sekolah itu sendiri adalah salah
menentukan. Salah faktor yang sangat
satu komponen sistem, komponen yang
mempengaruhi keberhasilan tugas guru
ialah kinerjanya dalam merancang, dimaksud adalah pimpinan lembaga
melaksanakan dan mengevaluasi proses pendidikan yakni kepala sekolah.
belajar mengajar. 5 Gitosudarmo mengartikan
Pemberdayaan mutu pendidikan bahwa kepemimpinan merupakan
secara umum ditekankan pada usaha faktor yang sangat penting dalam
untuk meningkatkan mutu pendidikan. mempengaruhi prestasi
Salah satu faktor utama yang sangat organisasi, karena kepemimpinan
menentukan dalam meningkatkan mutu merupakan aktivitas yang utama untuk
pendidikan adalah keefektifan kerja dicapainya tujuan organisasi.
guru. Guru merupakan salah satu faktor Kepemimpinan di definisikan sebagai salah
utama yang sangat menentukan
satu proses mempengaruhi aktivitas dari
keefektifan kerja guru. adalah kinerja
guru tersebut. Keefektifan guru hanya
dapat dicapai bila para guru memiliki
kinerja yang tinggi dan baik. Bahkan
pandangan yang lebih luas, mutu belajar
siswa secara langsung juga dipengaruhi
oleh kinerja guru yang baik. Dalam
proses pembelajaran, bila guru memiliki

4
S. Shoimatul Buku Pintar
Ula, 5
Rahman Getteng,
TeoriTeori Manajemen Pendidikan Efektif, (Cet- Menuju Guru Profesional dan Ber-etika,
Pertama. Jogjakarta: Berlian 2013), h. 14. (Cet.6, Jokjakarta: Graha Guru 2011), h. 2.

47
individu atau kelompok untuk mencapai Seorang pemimpin harus memiliki
tujuan dalam situasi tertentu. 6 kemampuan mendorong dan
Dari definisi ini, nampak bahwa memberikan bimbingan. Kemampuan
kepemimpinan adalah suatu proses, bahwa mendorong berkaitan dengan bagaimana
orang yang meliputi faktor pemimpin kepala sekolah mendorong timbulnya
pengikut dan faktor situasi untuk kemauan yang kuat dengan penuh
menghasilkan prestasi dan kepuasan. semangat dan percaya diri para guru,
Selanjutnya Wahjosumidjo berpendapat staf dan siswa dalam melaksanakan
bahwa: kepemimpinan adalah sebagai tugas dan kewajbannya masing-masing.
tindakan atau upaya untuk memotivasi atau Selain itu kepala sekolah harus mampu
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja memberikan bimbingan dan
atau bertindak ke arah pencapaian tujuan mengarahkan para guru, staf dan para
organisasi yang telah ditetapkan atau siswa serta memberikan dorongan
kepemimpinan merupakan tindakan memacu dan berdiri didepan demi
membuat sesuatu menjadi kenyataan. 7 kemajuan dan memberikan inspirasi
sekolah dalam mencapai tujuan.7
Berdasarkan uraian yang
dikemukakan di atas, esensi kepemimpinan Kepala sekolah apabila
adalah “kepengikutan”, dalam arti bahwa berkeinginan untuk berhasil dalam
yang menyebabkan seseorang menjadi menggerakkan para guru, staf dan siswa
pemimpin adalah jika adanya kemauan maka kepala sekolah harus
orang lain untuk mengikutinya. Dengan menghindarkan diri dari sikap dan
demikian secara umum dan sederhana perbuatan yang bersifat memaksa atau
kepemimpinan didefinisikan sebagai seni bertindak keras terhadap para guru, staf,
atau proses mempengaruhi orang lain dan siswa. Sebaliknya kepala sekolah
sedemikian rupa, sehingga mereka mau sebagai pemimpin hendaknya mampu
melakukan usaha atau keinginan usaha atau melakukan perbuatan yang melahirkan
keinginan untuk bekerja dalam rangka kemauan untuk bekerja dengan penuh
pencapaian suatu tujuan. semangat dan percaya diri terhadap para
Idealnya kepemimpinan merupakan guru, staf dan siswa dengan cara: 1)
“kepengikutan” orang lain terhadap meyakinkan (persuade) berusaha agar
seseorang melalui suatu proses para guru, staf dan siswa percaya bahwa
mempengaruhi, mendorong, mengarahkan apa yang dilakukan adalah benar, 2)
dan menggerakkan serta mengoptimalkan membujuk (induce) berusaha
seluruh potensi sumber daya organisasi meyakinkan para guru, staf dan siswa
demi pencapaian suatu maksud atau tujuan bahwa apa yang dikerjakan adalah
tertentu. Bila definisi ini dihubungkan benar.
dengan pendidikan mempunyai arti bahwa 2. Tipe-Tipe Kepemimpinan Menurut
kepemimpinan pendidikan tak lain adalah Kurt Lewin yang dikutif oleh Maman
cara kepemimpinan. Kepala Sekolah dalam Ukas mengemukakan tipe-
mengelola sumber dana sekolah agar
tercapai mutu pendidikan.
6
5Indriyo 7
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala
Sekolah, (Jakarta: Remaja Rosdakarya, 2003),
Gitosudarmo, Perilaku h. 130.
Keorganisasian, (Yogyakarta: BPFE, 2000), h.
127.

48
tipe kepemimpinan menjadi tiga bagian, bawahannya bekerja bebas tanpa
yaitu: kekangan.
7. Otokratis, pemimpin yang demikian 8
bekerja kerang, sungguh-sungguh,
teliti dan tertib. Ia bekerja menurut C. Penerapan Fungsi Manajemen
peraturan yang berlaku dengan ketat
dan instruksiinstruksinya harus Manajemen Penddikan
ditaati. merupakan suatu proses dan sstem kerja
8. Demokratis, pemimpin yang yang berkala, sehingga manajemen
demokratis menganggap dirinya pendidikan mutlak dilaksanakan secara
sebagai bagian dari kelompoknya terus-menerus dan menuntut adanya
dan bersama-sama dengan perbaikan, serta penyempurnaan dalam
kelompoknya berusaha bertanggung setiap relisasinya.
jawab Demi mewujudkan pendidikan yang
efektif, efisien, serta berkualtas, diperlukan
adanya perencanaan yang harmonis dan
7
E.Mulyasa, Menjadi terarah. Salah satu factor yang
Kepala Sekolah Profesional menyebabkan banyaknya pengangguran
dalam Konteks Menyukseskan MBS dan terpelajar, serta kurang berhasilnya
KBK, (Bandung: Rosdakarya, 2005) h. 86. penyelenggaraan pendidikan di Indonesia
tentang pelaksanaan tujuannya. Agar adalah kualitas manajemen pendidikan yang
setiap anggota turut serta dalam setiap tidak mumpuni. Padahal, untuk dapat
kegiatankegiatan, perencanaan, mempertahankan kualtas manajemen
penyelenggaraan, pengawasan dan pendidikan, sedikitnya harus memliki dua
penilaian. Setiap anggota dianggap elemen penting, yakn system dan kualtas
sebagai potensi yang berharga dalam pendidik. Oleh sebab itu, manajemen
usaha pencapaian tujuan yang
diinginkan.
8
9. Laissezfaire, pemimpin yang bertipe Sri Damayanti, Profesionalisme
demikian, segera setelah tujuan Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta:
diterangkan pada bawahannya, Kuningan,
untuk menyerahkan sepenuhnya 2008), h. 81
pada para bawahannya untuk pendidikan merupakan hal vital dalam
menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan penyelenggaraan pendidikan sekaligus
yang menjadi tanggung jawabnya. Ia memliki peranan penting dalam
hanya akan menerima laporan- mencapai tujuan pendidikan,
laporan hasilnya dengan tidak meningkatkan kualitas, efektifitas, dan
efisiensi pendidikan. Agar pendidikan
terlampau turut campur tangan atau
dapat berjalan efektif, efisien, dan
tidak terlalu mau ambil inisiatif,
menghasilkan output yang berkualitas,
semua pekerjaan itu tergantung pada
inisiatif dan prakarsa dari para
bawahannya, sehingga dengan
demikian dianggap cukup dapat
memberikan kesempatan pada para

49
manajemen pendidikan pun harus tertata (what, when, where, who, why, dan
dengan baik.8 how).
1. Fungsi-Fungsi Manajemen Direktorat Jenderal Pendidikan
Pendidikan Tinggi merumuskan bahwa peranan
pendidikan adalah suatu proses untuk
Dari berbagai definisi manajemen menetapkan tujuan, menyediakan
dan manajemen pendidikan yang telah fasilitas, dan lingkunga tertentu, dan
diuraikan pada bab sebelumnya, dapat di mengidentifikasikan pra-syarat untuk
katakan bahwa kegiatan manajemen mencapai tujuan yang telah ditetapkan
selalau mengarah pada penapaian tujuan sekaligus menetapkan cara yang efektif
organsasi yang diharapkan. Dengan dan efisien dalam usaha membentuk
demkian, kegiatan manajemen selalu manusia agar memiliki kompetensi
terkait dengan fungsi suatu organisasi, individual dan social secara maksimal.
yang sering disebut fungsi manajerial. Pada hakikatnya, perencanaan
Sebagaimana fungsi manajemen pada pendidikan ialah proses pemikiran yang
umumnya, manajemen pendidikan sistematis dan anilisi rasional (mengenai
juga memiliki fungsi yang sama, apa yang akan dilakukan, bagaimana
yakni sebagai perencanaan, melakukannya, siapa pelaksananya,
pengorganisasian, pengarahan, dan mengapa hal itu harus dilakukan, dan
pengawasan.910 a. Perencanaan kapan suatu kegatan dilaksanakan)
untuk meningkatkan mutu pendidikan
Fungsi perencanaan meupakan
agar lebih efektif dan efisien, sehingga
kegiatan untuk menetapkan pekerjaan yang proses pendidikan dapat memenuhi
harus dilakukan oleh suatu kelompok demi tuntutan dan kebutuhan masyarakat.
tercapainya tujuan yang telah Dengan memperhatikan segala
digariskan.perencanaan mencakup permasalahan pokok dalam dunia
kegiiatan pengambilan keputusan, pendidikan, tanpa mengabaikan konsep
termasuk dasar dan metode-metode atau
pemeliharaan alternatif-alternatif langkahlangkah perencanaan,
keputusan. 11 diharapkan dalam perencanaan
Dalam pelaksanaannya, pendidikan dapat berjalan dengan baik,
perencanaan memerlukan pemikiran efektif, dan efisen, sehingga dapat
tentang segala hal yang akan dkerjakan, mendukung dan mencapapai tujuan
seperti mengapa, bagaimana, di mana pendidikan itu sendiri. Keberhasilan
suatu kegiatan akan dilaksanakan, serta proses pelaksanaan rencana, selain
siapa yang terlibat dan tanggung jawab tergantung kepada ketepatan
terhadap pekerjaan tersebut. Dengan penyusunannya, juga akan ditentukan
kata lain, perencanaan dirumuskan oleh fungsi-fungsi manajemen
untuk menjawab lima “w” dan satu “h” pendidikan berikutnya, yaitu

8
9Soebagio Atmodiwrjo, Manajemen 10
), h. 35
Pendidikn Indonsia, (Jakarta: Arddizya Jaya 11
Nurdin Ibrahim,
2000), h. 14 “Manajemen SLTP Terbuka”, Jurnal
9
Kusnadi, Pengantar Pendidikan dan Kebudayaan, No. 036, Tahun
Manajemen (Konsptual & Perlaku), ke 8, Mei 2002, h. 358.
(Malang: UNIBRAW,

50
pengorganisasian, pengarahan, dan sesuai dengan kemampuan dan latar
pengawasan. belakang pendidikannya. Jika tidak
b. Pengorganisasian demikian, maka apa yang dikhawatirkan
Nabi layak menjadi perhatian bersama.
Pengorganisasian adalah proses ‫غي ِْس اهََْ له َِِ فا َ ْنتظِ ََ ِس‬
َ ‫ِى‬
َ ‫س إل‬
ُ ََ‫اسَُ ندََِ األ ْم‬
ْ ‫إذََِ ا‬
pembagian kerja ke dalam tugas-tugas َ ‫عة‬
َ ‫السَّا‬
yang lebih kecil, membebankan Artinya:
tugastugas itu kepada orang yang sesuai “Apabila suatu urusan (amanah)
dengan kemampuannya,
diserahkan kepada orang yang bukan
mengalokasikan sumber daya, dan
ahlinya, maka tunggulah saat
mengkoordinasikannya demi efektifitas
kehancurannya. (HR.
pencapaian tujuan organisasi.
Bukhari).13
Dalam pengorganisasian terdapat
beberapa langkah yang harus
Maknanya, suatu pekerjaan
dilakukan, diantaranya adalah
yang ditangani oleh orang yang
sebagai berikut:
tidak bisa atau tidak ahli dibidang
3. Menentukan tugas-tugas yang harus
tersebut, pekerjaan tersebut tidak
dilakukan untuk mencapai tujuan
akan sukses seperti yang diinginkan.
organisasi.
c. Pengarahan
4. Membagi seluruh beban kerja menjadi
kegiatan-kegiatan yang dapat Pengarahan (directing) ditujukan
dilaksanakan oleh perorangan atau untuk membimbing bawahan agar menjadi
kelompok. pegawai (staf) yang mempunyai
5. Menggabungkan pekerjaan para pengetahuan dan kehlian memadai, serta
anggota dengan cara yang rasional dan bisa bekerja secara efektif untuk mencapai
efisien. Hal ini lazim disebut tujuan yang telah ditetapkan oleh
departementalisasi` organisasi.
6. Menetapkan mekanisme kerja untuk Pada dasarnya, pengarahan
mengkoordinasikan pekerjaan dalam berkaitan dengan beberapa hal
suatu kesatuan yang harmonis. yaitu sebagai berikut:
7. Melakukan monitoring dan mengambil 6. Motivasi
langkah-langkah penyesuaian untuk Motivasi adalah sesuatu yang
mempertahankan, serta meningkatkan mendorong seseorang untuk bertindak atau
efektifitas.12 berperilaku tertentu. Motvasi menjadi factor
yang sangat penting dalam mendukung
Dalam prestasi kerja. Oleh karena itu, pemimpin
pengorganisasian,pembagian tugas atau manajer harus memahami motivasi
seyogiayanya disesuaikan dengan semua anak buahnya sehingga dapat
kemampuan dan keahlian orang yang mendorong mereka untuk bekerja sesuai
memegang tugas. Misalnya, dalam dengan tujuan yang ditetapkan.
pendidikan, pembagian tugas guru Demikian juga dalam bdang
dalam bidang studi yang diajarkan harus pendidikan, kepala sekolah

12
2Indriyo Gitosudarmo, Perilaku Kumpulan
13
Hadits.,
Keorganisasian, (Yogyakarta: BPFE, 2000), h. http://kumpulanhaditslengkap.blogspot.sg/
177. (diakses pada tanggal 12 Januari 2017).

51
selaku pemimpin tertinggi selayaknya sekolah. Dalam menyusun
memahami dan memberi motivasi kepada syarat-syarat tersebut, kepala
semua anak buahnya. Sebab, hal ini akan sekolah sebaiknya tidak hanya
menjadi kunci agar mereka bekerja lebih melibatkan Stake Holder
efektif. sekolah, tetapi juga Stake Holder
yang lain.14
7. Komunikasi
Komunikasi ialah proses penyampaian d. Pengawasan
pesan dar seseorang atau kelompok kepada
orang lain. Manajer atau pemimpin harus Pengawasan sangat diperlukan
berkomunikasi dengan bawahannya. untuk melihat dan mengevaluasi
Demikian juga dalam bidang pendidikan, sejauh mana hasil yang telah
kepala sekolah harus menjalin komunikasi tercapai. Istilah pengawasan juga
yang baik dengan seluruh staf dan bisa diartikan atau disamakan
lingkungan sekolah demi tercapainya dengan “pengendalian”, yang
efisiensi dan efektifitas pendidikan. diperlukan untuk memastikan
8. Dinamika kelompok bahwa suatu aktivitas atau kegiatan
Dalam sebuah organisasi terdapat dapat berjalan sesuai dengan yang
kelompok formal dan informal. Kelompok direncanakan.
formal dibentuk untuk mengerjakan Secara umum, proses
tugastugas yang diperlukan.sedangkan pengawasan atau pengendalian ini
kelompok informal terbentuk karena adanya terdrir dar tiga tahap,sebagaimana
kepentingan karyawan (interest group) dan berikut:
persahabatan (friendship group). Manajer 1) Menetapkan standar-standar
atau pemimpin harus mengarahkan dan pelaksanaan pekerjaan
mengefektifkan kelompok-kelompok Standar pelaksanaan pekerjaan
tersebut agar dapat mendukung peningkatan (standard performance) adalah
pencapaian tujuan organsasi. suatu pernyataan mengenai
9. Kepemimpinan kondisi-kondisi yang terjadi bila
Kepemimpinan sangat berkaitan suatu pekerjaan dilakukan
dengan pelaksanaan tugas dan dengan memuaskan.
hubungan antarmanusia. Dalam Penentuan standar mencakup
dunia pendidikan, criteria untuk semua lapisan
kepemimpinan diemban oleh pekerjaan (job performance).
kepala sekolah. Dan, syarat Umumnya, standar pelaksanaan
minimalnya ialah harus pekerjaan terhadap suatu
mempunyai kemampuan dalam aktifitas menyangkut kriteria
menjalankan tugas, serta dalam tertentu, seperti ongkos, waktu,
membina hubungan baik dengan kuantitas dan kualitas.
semua personal sekolah. 2) Pengukuran hasil atau pelaksanaan
Adapun syarat-syarat secara pekerjaan
terperinci dapat dirumuskan Mengukur hasil pekerjaan
sesuai dengan kebutuhan merupakan proses yang

14
Tim FKIP UMS, Manajemen (Surakarta: Muhammadiyah Universty Press,
Pendidikan 2004),
h. 8.

52
berkesinambungan, repetitive, kehilangan otonomi 16 mereka. Hal
dengan frekuensi actual yang ni dapat menimbulkan persepsi
bergantung kepada jenis aktivitas bahwa pengawasan itu sebagai
yang sedang diukur. pengekangan.
3) Menetukan kesenjangan (devisa) 16
antara pelaksanaan standard an
rencana Sistem pengawasan harus
dikemudikan dan dikontrol.
Untuk menetukan kesenjangan,
Artinya, pengawasan
seorang manajer harus
menunjukkan waktu sebuah
membandingkan hasil yang telah
tindakan korektif harus diambil.
diukur dengan target atau standar
Pengawasan hendaknya mengacu
yang telah ditetapkan sebelumnya.
kepada tindakan perbaikan.
Jka hasilnnya sudah sesuai dengan
standar, maka manajer atau Artinya, tdak hanya mengungkap
penyimpangan dari standar yang
pemimpin dapat berasumsi bahwa
ditetapkan, tapi juga penyediaan
segala sesuatunya telah berjalan
terkendali. Namun, bla kondisinya alternative perbaikan sekaligus
menetukan tindakan perbaikan.
dibawah standar, maka perlu
diambil tindakan perbaikan dengan Pengawasan hendaknya
mengadakan perubahan terhadap mengacu pada prosedur
pemecahan masalah, yaitu
satu atau beberapa aktivitas
menemukan masalah,
sebelumnya. 15
menemukan penyebab, membuat
rancangan penanggulangan,
Sementara itu, agar pengawasan
melakukan perbaikan, mengecek
penddikan dapat berfungsi dengan
hasil perbaikan, dan mencegah
efektif, beberapa hal berikut harus
timbulnya masalah yang serupa.
diperhatikan:
4. Pengawasan harus dilakukan dengan D. Hakekat Kinerja Guru
tujuan dan criteria yang digunakan
dalam system pendidikan, yaitu 1. Urgensi Kinerja Guru Salah satu
relevansi, efektifitas, efsiensi, dan ciri krisis pendidikan di Indonesia
prouktiftas. adalah guru belum mampu
5. Standar yang mash dapat dicapai menunjukkan kinerja (work
haus ditentukan. performance) yang memadai. Dalam
6. Pengawasan hendaknya dsesuaikan beberapa uraian menjelaskan bahwa
dengan sifat dan kebutuhan kinerja guru belum sepenuhnya
ditopang oleh derajat penguasaan
organisasi atau lembaga pendidikan.
kompetensi personal yang memadai.
7. Kuantitas pengawasan harus
Oleh karena itu perlu adanya upaya
dibatasi. Artinya, jika pengawasan yang komprehensif untuk
terhadap karyawan terlalu sering, meningkatkan kinerja guru khususnya
ada kecenderungan mereka

15
5Indriyo 16
E. Mulyasa, Menjadi Kepala
Sekolah Profesional, (Bandung: Remaja
Gitosudarmo, Perilaku Rosdakarya, 2007), h. 26.
Keorganisasian,., h. 184

53
dalam pembelajaran. 17 Menurut supaya kamu mendapat
Simamora, Kinerja adalah kemenangan. (Q.S. al-
keadaan/tingkat perilaku seseorang Hajj:77)20
yang harus dicapai dengan persyaratan
tertentu. 18 Kinerja berdasarkan Seorang pekerja akan meraih
batasan tersebut adalah hasil yang kinerja/prestasi kerja yang gemilang
dicapai oleh seseorang menurut apabila menanamkan sikap profesionalisme
ukuran yang berlaku dalam pekerjaan. Adapun yang dimaksud
untuk pekerjaan bersangkutan. dengan profesional adalah bekerja dengan
Secara maknawi teori di atas, pada maksimal serta penuh komitmen dan,
dasarnya diilhami oleh teori yang kesungguhan serta tidak asal-asalan.
bersumber pada ajaran ekonomi Islam Realitasnya. para pimpinan lembaga
bahwa kinerja atau prestasi kerja atau organisasi sangat menyadari adanya
sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perbedaan kinerja antara satu karyawan
pengertian prestasi kerja secara umum. dengan karyawan lainnya yang berada
Perbedaanya hanya pada motivasi yang dibawah pengawasannya. Walaupun para
dibangun karyawan dalam dirinya dengan karyawan bekerja pada tempat yang sama,
menjadikan kerja bukan hanya sebagai namun produktivitas mereka tidaklah sama.
pemenuhan kebutuhan duniawi tetapi lebih Secara garis besar perbedaan dalam kinerja
dari itu bahwa kerja dijadikan sebagai ini disebabkan oleh faktor individu dan
ibadah. Kinerja/prestasi kerja dalam Islam faktor situasi kerja. Selanjutnya, ada tiga
dapat didefinisikan dengan hasil kerja perangkat variabel yang mempengaruhi
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai perilaku dan prestasi sasaran, yaitu sebagai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan berikut:
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab 12. Variabel individu, terdiri dari
yang diberikan kepadanya yang didasari kemampuan dan keterampilan
dengan etos kerja (mental dan fisik), latar belakang
Islami.19
(keluarga, tingkat sosial, dan
Ayat yang bisa dijadikan sebagai pengalaman), demografis (umur,
landasan hukum tentang adanya kewajiban asal-usul, dan jenis kelamin).
berprestasi yaitu firman Allah: 13. Variabel organisasi, terdiri dari
ِّ ِ َ ‫يأَََ ََيَ ُّها‬
‫ٱلرََ ينَ َءا َمنىُاْ ٱز َكعُىاْ َوٱس ُجدُو ْا ََْ َوٱعبدَُُ و ْا‬ sumber daya, kepemimpinan,
ْ‫زَ بكَّ َُ م َوٱفعَلىُا‬ imbalan, struktur, dan desain
٧٧ ۩ َ‫تفَلحَُِ ىن‬ ُ ‫س ل َعََ لكُّ ََ م‬ َ ‫ٱلخَي‬ pekerjaan.
Terjemahnya:
“Hai orang-orang yang beriman
ruku’lah kamu , sujudlah kamu
sembahlah Tuhanmu dan
berbuatlah kebajikan (prestasi)

Suyanto dan Asep Djihad., Calon


17
Mohammad As’ad, Seri Ilmu Sumber
19

Guru Profesional. (cet-2, Yogyakarta: Multi Daya Manusia; Psikologi Industri, Ed. V,
Presindo, Januari 2013). h. 48. (Yogyakarta: Liberti, 2001), h. 47-48.
18
Henry Simamora, Manajemen 20
Kementerian Agama RI, Al-Qur’an
Sumber Daya Manusia, (Yogyakarta: STIE dan Terjemahnya, (Bandung: Diponegoro,
YKPN, 2000), h. 327. 2004), h.22.

54
14. Variabel psikologis, terdiri dari karena itu, peningkatan kinerja SDM
persepsi, sikap, kepribadian, belajar perlu diperhatikan termasuk kinerja guru
dan motivasi.21 dalam meningkatkan hasil belajar siswa.
Sebagaimana diketahui bahwa sekolah
Dengan demikian menurut penulis merupakan lembaga pendidikan formal
indikator kinerja adalah kemampuan yang mempunyai program yang sistemik
guru melaksanakan kompetensi yang dalam melaksanakan bimbingan,
dipersyaratkan kepadanya sebagaimana pembelajaran dan latihan kepada anak
di atur dalam Pasal 28 ayat (1) dan ayat (siswa) agar mereka berkembang sesuai
(3) Peraturan Pemerintah Nomor 19 dengan potensinya secara optimal, baik
Tahun 2005 Tentang Standar Nasional menyangkut aspek fisik, psikis (intelektual
Pendidikan yang menyebutkan bahwa dan emosional), sosial, maupun moral
Pendidik harus memiliki kualifikasi spritual. Betapapun baiknya program yang
akademik dan kompetensi sebagai agen disusun dan lengkapnya fasilitas yang telah
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, tersedia tidak akan ada artinya tanpa
serta memiliki kemampuan untuk didukung oleh tenaga/guru yang memiliki
mewujudkan tujuan pendidikan kinerja yang baik. Dengan demikian guru
nasional. Kompetensi sebagai agen yang professional inilah merupakan salah
pembelajaran pada jenjang pendidikan satu faktor terciptanya peningkatan hasil
dasar dan menengah serta pendidikan belajar siswa di sekolah. Upaya peningkatan
anak usia dini meliputi: Kompetensi hasil belajar tidak lepas dari kinerja guru
pedagogik; Kompetensi kepribadian; serta relevansi dengan arus globalisasi dan
Kompetensi profesional; dan kemajuan teknologi yang tengah melanda
Kompetensi sosial.22 dunia pada saat ini tidak mungkin dicegah
Setiap organisasi, baik pemerintah, atau dihindari; dan dampaknya dari hasil
maupun swasta selalu berharap dan tersebut merupakan isu pokok atau
berupaya untuk mencapai produktivitas tantangan tugas pada masa-masa yang akan
yang tinggi, bermutu dengan datang. Isu tersebut mencuat sejalan dengan
pengorbanan sumber daya sesedikit fenomena empirik yang bercirikan pada
mungkin. Agar harapan tersebut dapat canggihnya transportasi informasi yang
terealisasikan, maka setiap organisasi sudah merupakan komoditas yang sangat
akan selalu berupaya untuk diperlukan oleh masyarakat. Perkembangan
meningkatkan kualitas sumber daya ke arah modernisasi dan globalisasi dunia
manusia (SDM), sehingga diperoleh tampaknya tidak akan surut, bahkan
tenaga yang handal. Proses mungkin akan terus menggejala ke segala
pengembangan SDM harus menyentuh sisi kehidupan dan bisa menjadi ancaman
berbagai bidang kehidupan yang harus kelangsungan kemanusiaan, keadilan dan
tercermin dalam pribadi para pemimpin, sebagainya. 23
termasuk para pemimpin pendidikan, Berdasarkan paparan di atas
seperti kepala sekolah dan guru. Oleh maka dapat ditarik kesimpulan bahwa

21
James L. Gibson, Organisasi: Standar Nasional Pendidikan
Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid I, Edisi V, http://kemenag.go.id/file/dokumen/PP1905.pd
Alih bahasa: Djarkasin, (Jakarta: Erlangga, f (diakses pada tanggal 12 Januari 2017)
2000), h. 52. 23
3H. Ramuyulis. Profesi dan Etika
22
Peraturan Pemerintah Republik Keguruan, (Jakarta: Kalam Mulia, Desember
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang 2013). h. 18.

55
kinerja guru ditentukan oleh beberapa juga dituntut mampu melakukan
faktor, di antaranya: tingkat komunikasi dan kerja sama dengan
pendidikan, pengalaman, dan pelatihan perusahaan yang bergerak dalam
yang pernah diikuti oleh individu pengembangan sumber daya manusia
tersebut. Semakin baik tingkat di institusi pendidikan. Strategi kepala
pendidikan, pengalaman dan pelatihan sekolah di sebuah institusi
yang diikuti oleh guru maka akan pendidikan berkaitan erat dengan
semakin meningkat kemampuannya peningkatan kualitas sumber daya
dan tentu akan berdampak pada kinerja manusia (guru). E. Mulyasa dalam
guru dan pada akhirnya kualitas bukunya Menjadi Kepala Sekolah
pembelajaran dan hasil belajar menjadi Profesional yaitu Strategi umum dan
meningkat pula. Stategi khusus.24 Dalam strategi umum
Dengan demikian seorang guru harus E. Mulyasa membagi kedalam tiga
selalu meningkatkan kemampuan bagian diantaranya: pengembangan
profesionalnya terkait dengan bidang tenaga kependidikan harus dilakukan
tugas atau disiplin ilmu yang berdasarkan rencana kebutuhan yang
diembannya agar hasil belajar yang jelas, dalam dunia pendidikan perlu
diharapkan dapat diwujudkan. senantiasa dikembangkan sikap dan
Pembelajaran yang efektif hanya dapat kemampuan profesional, serta
diciptakan oleh guru yang memiliki kerjasama dunia pendidikan dengan
kemampuan kerja. Dengan perusahaan perlu terus-menerus
kemampuan kerja yang tinggi akan dikembangkan (terutama dalam
diraih hasil belajar siswa yang optimal memanfaatkan perusahaan untuk
melalui pembelajaran efektif yang laboratorium praktek dan objek
diciptakannya. studi).
2. Strategi Kepala Sekolah dalam Strategi khusus adalah strategi yang
Peningkatan Kinerja Guru langsung berkaitan dengan pengembangan
dan peningkatan pengelolaan tenaga
Upaya peningkatan kinerja guru kependidikan yang lebih efektif. Strategi
oleh kepala sekolah harus dilaksanakan tersebut berkaitan dengan kesejahteraan,
dengan strategi yang matang. Secara pendidikan prajabatan calon tenaga
umum pimpinan di sebuah organisasi kependidikan, rekrutmen dan penempatan,
khususnya kepala sekolah di sebuah pembinaan mutu tenaga kependidikan, dan
institusi pendidikan harus pengembangan karier. Strategi khusus
memperhatikan kebutuhan sekolah meniscayakan kepala sekolah untuk
akan sumber daya manusia (guru). membuat pilihan-pilihan keputusan untuk
Selain itu, kepala sekolah juga harus kesejahteraan guru, pengembangan karier
mampu mengembangkan sikap dan pendidikan guru, rekrutmen dan
profesional guru agar mempunyai penempatan, dan pembinaan guna
inisiatif sendiri dalam mengembangkan peningkatan mutu guru di sekolah. Untuk
potensi dirinya atau dalam itu kepala sekolah harus mempunyai
melaksanakan tugasnya tanpa instruksi pilihanpilihan yang tepat, efektif dan efisien
terlebih dahulu dari kepala sekolah. sehingga misi dan tujuan organisasi tercapai
Lalu untuk pengembangan dengan baik.
sumber daya manusia kepala sekolah

24
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, h. 84

56
Berdasarkan konsep diatas, dapat guru dapat dilakukan sendiri oleh guru
dikatakan bahwa kepala sekolah dalam yang bersangkutan yaitu dengan
mengembangkan sumberdaya manusia yang keaktifan dan kesadaran diri untuk
ada dilingkungan sekolah khususnya guru. mengembangkan potensi diri guru
Banyak hal yang dapat dilakukan oleh yang bersangkutan.
kepala sekolah untuk meningkatkan kinerja Dalam hal Pembinaan
guru di sebuah institusi pendidikan, di kemampuan guru dalam memelihara
antara strategi yang dapat di lakukan oleh program pengajaran di kelas, kepala
kepala sekolah adalah dengan cara sekolah harus mengetahui dan
melakukan pembinaan terhadap kinerja memahami tahap-tahap proses
guru, melakukan pengawasan (supervisi) pengajaran sehingga dapat membantu
terhadap kinerja guru, mengadakan kepala sekolah untuk melaksanakan
evaluasi terhadap proses dan hasil kerja pembinaan program pengajaran kepada
(kinerja) guru.25 guru-guru. Selanjutnya kepala sekolah
a. Pembinaan Kinerja Guru juga harus memahami faktorfaktor apa
saja yang dapat mempengaruhi
Pembinaan guru secara belajar anak didik seperti faktor
terminologi diartikan sebagai motivasi, kematangan, hubungan
serangkaian usaha bantuan kepada peserta didik dengan guru, kemampuan
guru, terutama bantuan yang berwujud verbal, tingkat kebebasan, rasa aman
layanan profesional yang dilakukan dan keterampilan guru dalam
oleh kepala sekolah, pemilik sekolah berkomunikasi. Jika kepala sekolah
dan pengawas serta pembinaan lainnya memahami faktor-faktor di atas maka
untuk meningkatkan proses dan hasil sangat mudah bagi kepala sekolah untuk
belajar. Pembinaan atau melakukan pembinaan kepada guru dalam
pengembangan guru yaitu hal bagaimana evaluasi dan penilaian
pengembangan profesi guru sebagai terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
usaha-usaha melalui keaktifan sendiri belajar anak didik di sekolah. Maka kepala
untuk meningkatkan pengetahuan dan sekolah juga hendaknya terbuka tetapi tetap
kecakapan sehingga akan berguna menjaga jarak dengan para tenaga
dalam menjalankan kewajiban sebagai kependidikan agar mereka dapat
guru.26 mengemukakan berbagai permasalahan
Dari pendapat tersebut dapat yang dihadapi dalam melaksanakan
ditarik kesimpulan bahwa kegiatan tugasnya sebagai tenaga kependidikan.
pembinan terhadap guru dapat b. Pembinaan disiplin tenaga pendidik
dilakukan dengan berbagai cara, antara
lain melalui bantuan orang lain, baik itu Dalam meningkatkan kinerja guru
kepala sekolah, pembina, ketua kepala sekolah harus mampu
yayasan, pengawas dan instansi lain menumbuhkan disiplin tenaga
yang akan memberikan pembinaan. kependidikan, terutama disiplin diri, dalam
Selain itu juga kegiatan pembinaan

25
5Ali Imran. Pembinaan Guru di 26
Piet A. Sahertian, 2000. Konsep
Indonesia, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1995), h. Dasar & Teknik Supervisi Pendidikan
13. dalam Rangka Pengembangan
Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rinke Cipta,
2000) h. 29

57
hal ini kepala sekolah harus mampu memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
melakukan hal-hal sebagai berikut: berikut:
3. Membantu tenaga pendidik 1) Hubungan konsultatif, kolegial dan
mengembangkan pola perilakunya bukan hirarkhis.
4. Membantu tenaga pendidik 2) Dilaksanakan secara demokratis.
meningkatkan standar perilakunya 3) Berpusat pada tenaga kependidikan
5. Menggunakan pelakasanaan aturan (guru).
sebagai alat. 27 4) Dilakukan berdasarkan kebutuhan
tenaga kependidikan (guru).
Guru yang telah dibina oleh kepala 5) Merupakan bantuan profesional. 2930
sekolah dengan baik maka dia akan
menjadi guru yang profesional dibidangnya. Prinsip-prinsip di atas harus
Dengan mengedepankan disiplin kerja diperhatikan dengan benar oleh
sebagai acuan untuk mencapai target kepala sekolah agar proses
pengajaran dan pembelajaran yang pengendalian dan pengawasan
diinginkan. Jika semuanya tercapai maka terhadap kinerja guru dapat
kualitas pendidikan di sekolah berkat terlaksana dengan baik dan guru
kinerja guru yang ditopang oleh disiplin tidak merasa terbebani dengan
yang baik akan segera tercipta. Kepala pengawasan yang ada namun
sekolah yang dapat menjadi pioneer sebaliknya guru merasa dibantu dan
pelaksana dan pengawas dalam hal disiplin diperhatikan serta dihargai atas apa
tenaga pendidik ini. yang dia kerjakan.
c. Pengendalian dan Pengawasan d. Pemberian motivasi
Kinerja Guru
Setiap tenaga kependidikan
Kepala sekolah harus mampu memiliki karakteristik khusus yang
melakukan berbagai pengawasan dan satu sama lain berbeda. Hal tersebut
pengendalian untuk meningkatkan kinerja memerlukan perhatian dan pelayanan
tenaga kependidikan. Pengawasan dan khusus pula dari pemimpinnya agar
pengendalian ini merupakan kontrol agar mereka dapat memanfaatkan waktu
kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada untuk meningkatkan kinerjanya.
tujuan yang telah ditetapkan. 28 Perbedaan tenaga kependidikan tidak
Dalam hal pengawasan dan hanya dalam bentuk fisiknya, tetapi
pengendalian kinerja guru, kepala sekolah juga psikisnya misalnya motivasi.
dapat melakukan pengawasan dan Oleh karena itu untuk meningkatkan
produktivitas kerja perlu
pengendalian dengan cara diskusi
diperhatikan motivasi para tenaga
kelompok, kunjungan kelas, pembicaraan kependidikan dan faktorfaktor lain
individual dan simulasi pembelajaran. yang mempengaruhinya.
Namun dalam melaksanakan Motivasi yang diberikan dapat melalui
kepengawasannya, kepala sekolah harus reward, apresiasi, beasiswa pendidikan,
27
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala 29
Departemen Pendidikan
Sekolah, h. 173. Nasional, Standar Kompetensi
28
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Kepala Sekolah TK,SD,SMP,SMK &SLB,
Sekolah (Jakarta: BD.Cipta Jaya,
30
Profesional, h. 97 ), h. 60.

58
promosi terhadap kinerja para guru. Guru yang baik akan menumbuhkan iklim kerja
akan lebih giat lagi dalam meningkatkan yang kondusif serta sekaligus akan
kinerjanya, apabila ada motivasi atau meningkatkan produktivitas kerja. Kepala
dorongan dari kepala sekolah. Hal ini bisa sekolah perlu menciptakan persepsi yang
berupa dengan pembinaan atau dengan baik bagi setiap tenaga kependidikan
dorongan kata-kata. e. Penghargaan
terhadap kepemimpinan dan lingkungan
Penghargaan sangat penting untuk
sekolah agar mereka dapat meningkatkan
meningkatkan produktivitas kerja dan untuk
mengurangi kegiatan yang kurang kinerjanya.
produktif. Melalui penghargaan ini tenaga Persepsi sangat berpengaruh
kependidikan dirangsang untuk terhadap kinerja para gurunya, melalui
meningkatkan kinerja yang positif dan komitmen yang diberikan kepala
produktif. Penghargaan ini akan sekolah terhadap guru maka akan
bermakna apabila dikaitkan dengan tertanam atau memunculkan tenaga
prestasi tenaga kependidikan secara pengajar yang berdedikasi tinggi
terbuka sehingga setiap tenaga dalam menjalankan tugasnya. Guru
kependidikan meniliki peluang untuk yang merasa dihargai hasil kerjanya
meraihnya. Penggunaan penghargaan ini oleh kepala sekolah, merupaka salah
perlu dilakukan secara tepat, efektif, dan satu cara untuk meningkatkan kinerja
efisien, agar tidak menimbulkan dampak guru. Dari upaya peningkatan kinerja
negatif. guru yang dilakukan oleh kepala
Kepala sekolah yang mengerti sekolah di atas maka dapat disimpulkan
kebutuahan seorang guru maka dia akan bahwa pembinaan disiplin tenaga
memberikan penyemangat agar guru dapat kependidikan, pemberian motivasi,
meningkatkan kinerjanya. Hal ini bisa penghargaan, persepsi harus
dengan kenaikan pangkat, finansial, dilaksanakan dengan dukungan dari
piagam. Dan harus disesuaikan dengan kedua belah pihak baik kepala sekolah
tugas yang diberikan serta hasil kerja guru maupun guru itu sendiri.
tersebut. Sebagaimana yang diatur oleh E. Penutup
Undang-Undang RI No.14 tahun 2005
Kepala Sekolah sebagai pimpinan
tentang Guru dan Dosen bahwa guru yang
dalam sebuah lembaga pendidikan
berprestasi, berdedikasi luar biasa atau
memiliki peran penting dalam
bertugas khusus berhak memperoleh
pengembangan lembaga, dan juga
penghargaan.31 f. Persepsi
produktifitas kinerja guru. Oleh sebab
Persepsi adalah proses seseorang
itu, dibutuhkan kemampuan manajerial
mengetahui beberapa oleh seorang kepala sekolah untuk
hal melalui pancaindera. mewujudkan hal tersebut. selain itu,
Sedangkan Sarlito mengartikan persepsi dibutuhkan juga strategi dalam
sebagai daya mengenal objek, meningkatkan kinerja guru,
mengelompokan, membedakan, diantaranya adalah pembinaan kinerja
memusatkan perhatian, mengetahui dan guru , pembinaan disiplin tenaga
mengartikan melalui pancaindera. Persepsi pendidik, pengendalian dan

31
Dwi Harti, HIPPSI (Himpunan https://hippsi.wordpress.com/2013/02/19/uu-
Pendidik dan Penguji Seluruh ri-no14-tahun-2005-tentang-guru-dan-dosen/.
Indonesia) (diakses tanggal 29 Januari 2017)

59
pengawasan kinerja guru, Gitosudarmo, Indriyo, Perilaku
penghargaan, pemberian motivasi, dan Keorganisasian, (Yogyakarta:
persepsi. BPFE, 2000).

Harti, Dwi HIPPSI (Himpunan Pendidik


Daftar Pustaka dan Penguji Seluruh
Indonesia)
As’ad, Mohammad, Seri Ilmu Sumber https://hippsi.wordpress.com/2013/02
Daya Manusia; Psikologi /19 /uu-ri-no-14-tahun-2005-tentang-
Industri, Ed. V, Yogyakarta: gurudan-dosen/.
Liberti, 2001.
Ibrahim, Nurdin, “Manajemen SLTP
Atmodiwrjo, Soebagio, Terbuka”, Jurnal Pendidikan dan
Manajemen Pendidikan Kebudayaan, No. 036, Tahun ke 8,
Indonsia, Jakarta: Arddizya Jaya Mei 2002.
2000.
Imran, Ali. Pembinaan Guru di Indonesia,
Damayanti, Sri, Profesionalisme Jakarta: Pustaka Jaya, 1995.
Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakarta: Kementerian Agama RI, Al-
Kuningan, 2008 Qur’an dan Terjemahnya,
. Bandung: Diponegoro, 2004.
Danim, Sudarwan, Kepemimpinan
Pendidikan; Kepemimpinan Jenius Kusnadi, Pengantar Manajemen (Konsptual
(IQ+EQ), Etika, Perilaku & Perlaku), Malang: UNIBRAW,
Motivasional, dan Mitos. 2005.
Bandung: Alfabeta, 2010.
Mulyasa, E., Menjadi
Departemen Pendidikan Nasional, Standar
Kepala Sekolah Profesional
Kompetensi Kepala dalam Konteks Menyukseskan MBS
Sekolah TK,SD,SMP,SMK
dan KBK, Bandung:
&SLB, Jakarta: Rosdakarya, 2005.
BD.Cipta Jaya, 2006.
, Menjadi Kepala
Getteng, Rahman, Menuju Guru
Sekolah Profesional, Bandung: Remaja
Profesional dan Ber-etika, Cet.6,
Jokjakarta: Graha Guru 2011. Rosdakarya, 2007.

Gibson, James L., Organisasi: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Perilaku, Struktur dan Proses, Jilid Nomor 28 Tahun 1990 Tentang
Pendidikan Dasar.
I, Edisi V, Alih bahasa:
http://jabar.kemenag.go.id/file/file/Pr
Djarkasin, Jakarta:
od ukHukum/wnmd1401767965.pdf .
Erlangga, 2000.

60
Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Tentang Standar
Nasional Pendidikan
http://kemenag.go.id/file/dokumen/P
P19 05.pdf.

Piet A. Sahertian, 2000. Konsep Dasar &


Teknik Supervisi Pendidikan dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya
Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Ramuyulis, H. Profesi dan Etika Keguruan,
Jakarta: Kalam Mulia, Desember 2013.

Simamora, Henry, Manajemen Sumber


Daya Manusia, Yogyakarta: STIE
YKPN,
2000.

Suyanto dan Asep Djihad., Calon Guru


Profesional. cet-2, Yogyakarta: Multi
Presindo, Januari 2013.

Tim FKIP UMS, Manajemen Pendidikan.


Surakarta: Muhammadiyah Universty
Press, 2004.

Ula, S. Shoimatul, Buku Pintar Teori-Teori


Manajemen Pendidikan Efektif,
CetPertama. Jogjakarta: Berlian 2013.

Wahjosumidjo, Kepemimpinan
Kepala Sekolah, Jakarta: Remaja
Rosdakarya, 2003.

61
GAYA KEPEMIMPINAN (STYLE OF LEADERSHIP) YANG EFEKTIF DALAM
SUATU ORGANISASI

Patricia Dhiana Paramita *)

Abstraksi

Gaya (style of leadership) ternyata merupakan ringkasan dari bagaimana seorang


pemimpin melaksanakan fungsi kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang
berusaha dipimpinnya. Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang
bertindak dalam konteks organisasi tersebut, maka cara termudah untuk membahas berbagai
jenis gaya ialah dengan menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh
atau yang cocok bagi satu gaya tertentu.
Gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan oleh seorang pemimpin
terhadap organisasinya sangat tergantung pada kondisi anggota organisasi itu sendiri. Pada
dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan
mengetahui kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan
yang tepat. Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda
untuk divisi atau seksi yang berbeda.

Kata Kunci : Gaya Kepemimpinan

I. PENDAHULUAN

Kita cenderung menggolongkan seorang pemimpin berdasarkan cara ia memimpin


menurut cara pandang kita mengenai dia. Dengan sendirinya, seseorang mungkin berbeda
pendapat dengan orang lain mengenai gaya seorang pemimpin. "Gaya" (style of leadership)
ternyata merupakan ringkasan dari bagaimana seorang pemimpin melaksanakan fungsi
kepemimpinannya dan bagaimana ia dilihat oleh mereka yang berusaha dipimpinnya atau
mereka yang mungkin sedang mengamati dari luar (Saul. W. Gellerman, 2003).
Gaya kepemimpinan mencakup tentang bagaimana seseorang bertindak dalam konteks
organisasi tersebut, maka cara termudah untuk membahas berbagai jenis gaya ialah dengan
menggambarkan jenis organisasi atau situasi yang dihasilkan oleh atau yang cocok bagi satu
gaya tertentu (Miftah Thoha, 1995).
_____________
*). Fak Ekonomi Universitas Pandanaran
Perhatian utama kita pada saat ini adalah bagi mereka yang sudah berada dalam posisi
kepemimpinan, daripada mereka yang masih berpikir-pikir mengenai potensi kecakapan
mereka. Gaya kepemimpinan yang baik adalah yang sesuai dengan situasi serta kondisi yang
dihadapi oleh suatu organisasi. Dengan latar belakang kehidupan, pendidikan serta pengalaman
yang dimiliki, maka seorang pemimpin akan membawa organisasi yang dipimpinnya ke arah
yang lebih baik ataukah justru sebaliknya.

62
II. PEMBAHASAN

2.1 Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan


Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsur
pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Sedangkan
berdasarkan kepribadian maka gaya kepemimpinan dibedakan menjadi (Robert Albanese,
David D. Van Fleet, 1994) :
1. Gaya Kepemimpinan Kharismatis

Gaya kepemimpinan kharismatis adalah gaya kepemimpinan yang mampu menarik atensi
banyak orang, karena berbagai faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang merupakan
anugerah dari Tuhan. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah kuning. Kelebihan gaya
kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona dengan cara
berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan kepribadian kuning
ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan. Namun, kelemahan
terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa saya analogikan dengan peribahasa “ Tong Kosong
Nyaring Bunyinya ”. Mereka mampu menarik orang untuk datang kepada mereka. Setelah
beberapa lama, orang – orang yang datang ini akan kecewa karena ketidak-konsistenan
pemimpin tersebut. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika diminta
pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf dan janji.
Gaya kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika :
1). Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali mereka akan gagal.
2). Mereka menempatkan orang-orang untuk menutupi kelemahan mereka, dimana kepribadian
ini berantakan dan tidak sistematis.
2. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan
dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian tugas dan
tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan
hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Dalam gaya kepemimpinan otoriter,
pemimpin mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja
yang ingin dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun
sasaran minornya.
Pemimpin yang menjalankan gaya kepemimpinan ini juga berperan sebagai pengawas
terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami
masalah. Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup
melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.
Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah merah. Kelebihan model kepemimpinan
otoriter ini ada pada pencapaian prestasinya. Tidak ada satupun tembok yang mampu
menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu tujuan, itu adalah
harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah - langkahnya penuh perhitungan
dan sistematis. Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin dengan kepribadian
merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan, sehingga tidak pernah peduli dengan cara.
Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya. Gaya kepemimpinan ini menganggap
bahwa semua orang adalah musuh, entah itu bawahannya atau rekan kerjanya. Gaya
kepemimpinan otoriter ini kadang kala menekankan kepada bawahannya supaya tidak

63
menjadi ancaman, dengan kedisiplinan yang tidak masuk akal atau dengan target yang tak
mungkin dicapai. Gaya kepemimpinan otoriter ini bisa efektif bila ada keseimbangan antara
disiplin yang diberlakukan kepada bawahan serta ada kompromi terhadap bawahan.

3. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang


secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan bawahan
sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin memberikan
banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya. Kepribadian dasar
pemimpin model ini adalah putih.
Pada gaya kepemimpinan demokrasi, anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada
kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja,
tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut, anggota yang menentukan. Selain itu, anggota
juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
Kelebihan gaya kepemimpinan demokratis ini ada di penempatan perspektifnya. Banyak
orang seringkali melihat dari satu sisi, yaitu sisi keuntungan dirinya. Sisanya, melihat dari sisi
keuntungan lawannya. Hanya pemimpin dengan kepribadian putih ini yang bisa melihat kedua
sisi, dengan jelas. Apa yang menguntungkan dirinya, dan juga menguntungkan lawannya.
Dalam bahasa sederhana, seorang pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan jenis ini
merupakan diplomator yang ulung, atau win-win solution. Kesabaran dan kepasifan adalah
kelemahan pemimpin dengan gaya demokratis ini. Umumnya, mereka sangat sabar dan
sanggup menerima tekanan. Namun kesabarannya ini bisa sangat – sangat keterlaluan. Mereka
bisa menerima perlakuan yang tidak menyengangkan tersebut, tetapi pengikut-pengikutnya
tidak. Dan seringkali hal inilah yang membuat para pengikutnya meninggalkan si pemimpin.
Gaya kepemimpinan demokratis ini akan efektif bila :
1). Pemimpin mau berjuang untuk berubah ke arah yang lebih
2). Punya semangat bahwa hidup ini tidak selalu win-win solution, ada kalanya terjadi win-loss
solution. Pemimpin harus mengupayakan agar dia tidak selalu kalah, tetapi ada kalanya menjadi
pemenang.

4. Gaya Kepemimpinan Moralis

Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinan yang paling menghargai


bawahannya. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah biru. Biasanya seorang
pemimpin bergaya moralis sifatnya hangat dan sopan kepada semua orang. Pemimpin
bergaya moralis pada dasarnya memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para
bawahannya. Segala bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang – orang datang
karena kehangatannya akan terlepas dari segala kekurangannya. Pemimpin bergaya
moralis adalah sangat emosinal. Dia sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan
mengerikan, kadang pula bisa sangat menyenangkan dan bersahabat.
Gaya kepemimpinan moralis ini efektif bila :

64
15. Keberhasilan seorang pemimpin moralis dalam mengatasi kelabilan emosionalnya
seringkali menjadi perjuangan seumur hidupnya.

16. Belajar mempercayai orang lain atau membiarkan melakukan dengan cara mereka,
bukan dengan cara anda.

2.2 Pengukuran Gaya Kepemimpinan


Untuk mengukur gaya kepemimpinan, dipergunakan indikator sebagai berikut (Gibson,
2004) :
a. Charisma
Adanya karisma dari seorang pemimpin akan mempengaruhi bawahan untuk berbuat dan
berperilaku sesuai dengan keinginan pimpinan.
b. Ideal influence (pengaruh ideal)
Seorang pemimpin yang baik harus mampu memberikan pengaruh yang positif bagi
bawahannya.
c. Inspiration
Pemimpin harus memiliki kemampuan untuk menjadi sumber inspirasi bagi bawahannya,
sehingga bawahan mempunyai inisiatif agar dapat berkembang dan memiliki kemampuan
seperti yang diinginkan oleh pemimpinnya.
d. Intellectual stimulation
Adanya kemampuan secara intelektualitas dari seorang pemimpin akan dapat menuntun
bawahannya untuk lebih maju dan berpikiran kreatif serta penuh inovasi untuk berkembang
lebih maju.
e. Individualized consideration (perhatian individu)
Perhatian dari seorang pemimpin terhadap bawahannya secara individual akan mempengaruhi
bawahan untuk memiliki loyalitas tinggi terhadap pemimpinnya.

2.3 Gaya Kepemimpinan yang Efektif


Gaya kepemimpinan yang mana yang sebaiknya dijalankan oleh seorang pemimpin
terhadap organisasinya sangat tergantung pada kondisi anggota organisasi itu sendiri. Pada
dasarnya tiap gaya kepemimpinan hanya cocok untuk kondisi tertentu saja. Dengan mengetahui
kondisi nyata anggota, seorang pemimpin dapat memilih model kepemimpinan yang tepat.
Tidak menutup kemungkinan seorang pemimpin menerapkan gaya yang berbeda untuk divisi
atau seksi yang berbeda.
Gaya setiap pemimpin tentunya berbeda-beda, demikian juga dengan para pengikutnya.
Ini merupakan cara lain untuk mengatakan bahwa situasi-situasi tertentu menuntut satu gaya
kepemimpinan tertentu, sedangkan situasi lainnya menuntut gaya yang lain pula. Gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh seseorang berbeda satu sama lain.
Pada suatu waktu tertentu kebutuhan- kebutuhan kepemimpinan dari suatu organisasi
mungkin berbeda dengan waktu lainnya, karena organisasi-organisasi akan mendapatkan
kesulitan bila terus-menerus berganti pimpinan, maka para pemimpinlah yang membutuhkan
gaya yang berbeda pada waktu yang berbeda. Gaya yang cocok sangat tergantung pada tugas

65
organisasi, tahapan kehidupan organisasi, dan kebutuhan-kebutuhan pada saat itu.
Organisasiorganisasi perlu memperbarui diri mereka sendiri, dan gaya kepemimpinan yang
berbeda seringkali dibutuhkan.
Seringkali seorang pemimpin harus bertindak secara sepihak. Organisasi-organisasi harus
melewati tahap-tahap yang berbeda dalam hidup mereka. Selama periode-periode pertumbuhan
dan perkembangan yang cepat, kepemimpinan otokrasi mungkin akan bekerja dengan baik.
Misalnya, pendiri suatu organisasi keagamaan yang baru, sering merupakan tokoh kharismatik
yang mengetahui secara intuitif apa yang harus dilakukan dan bagaimana melakukannya.
Karena itu adalah visinya, maka ialah yang paling sanggup untuk menanamkannya kepada
orang lain tanpa diskusi. Tetapi selama periode pertumbuhan yang lambat atau konsolidasi,
organisasi tersebut perlu menyediakan waktu lebih untuk merenung dan berusaha agar lebih
berdaya guna.
Ketika organisasi tersebut masih baru, pendirinya dapat mengandalkan kekuatan visinya
untuk menarik orang-orang lain yang mempunyai sasaran yang sama. Namun, pada waktu
organisasi itu berhasil, maka cara-cara lain untuk mempertahankan persamaan visi akan
diperlukan. Bila gaya kepemimpinan tidak disesuaikan, sehingga mencakup penyamaan
sasaran dengan peran serta penuh, sering organisasi tersebut mengalami kegagalan. Seorang
pemimpin yang baik harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul
tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul sebagai konsekwensi daripada keputusan
yang diambilnya.
Seorang pemimpin harus punya pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam
dalam proses menyaring satu keputusan yang tepat. Disamping itu, gaya kepemimpinan yang
dijalankannya dalam mengelola suatu organisasi harus dapat mempengaruhi dan mengarahkan
segala tingkah laku dari bawahan sedemikian rupa, sehingga segala tingkah laku bawahan
sesuai dengan keinginan pimpinan yang bersangkutan. Apapun gaya kepemimpinan yang
dijalankan oleh seorang pemimpin terhadap organisasi yang dipimpinnya harus dapat
memberikan motivasi serta kenyaman bagi para anggotanya. Hanya dengan jalan demikian
pencapaian tujuan dapat terlaksana. Apapun gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang
pemimpin terhadap organisasi yang dipimpinnya, dia harus dapat memberikan motivasi,
kenyamanan dan perubahan kea rah kebaikan bagi anggotanya.

III. PENUTUP

Idealnya, seorang pemimpin harus memiliki berbagai macam gaya. Ia harus siap
menghadapi segala keadaan yang sedang dihadapi oleh organisasinya. Memandang hal ini dari
sisi organisasi, maka organisasi harus mengadaptasi suatu strategi untuk efektivitas, dengan
mempertimbangkan kebutuhan dan 'produknya'. Sebagian besar organisasi sukarela dan nirlaba
didirikan berdasarkan asumsi adanya persamaan visi dan sasaran. Mereka memiliki strategi
mencari keberhasilan (untuk mencapai sasaran mereka).
Apapun gaya kepemimpinan yang dijalankan oleh seorang pemimpin terhadap organisasi
yang dipimpinnya harus dapat memberikan motivasi serta kenyaman bagi para anggotanya.

DAFTAR PUSTAKA

66
Gellerman, W., Saul, 2003. Manajer dan Bawahan, Lembaga Pendidikan dan Pembinaan
Manajemen, (LPPM), Jakarta.

James. L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnely, 2004. Organisasi dan Manajemen,
Erlangga, Jakarta.

Miftah Thoha, 1995. Kepemimpinan Dalam Manajemen, CV. Rajawali, Jakarta

Robert Albanese, David D. Van Fleet, 1994. Organizational Behavior: A Managerial


Viewpoint, Dryden Press, Texas

MANAJEMEN LABA:
PERILAKU MANAJEMEN OPPORTUNISTIC ATAU REALISTIC ?

I Nyoman Wijana Asmara Putra


Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi
Universitas Udayana

ABSTRACT

Earnings management is a still attractive issue. It is often associated with negative


behavior conducted by management for its own interest. In fact, it also has different side to be
examined. There is another motivation to do so, such as to improve the company’s operation.
This literature study aims to review management motivation of doing earnings management,
whether opportunistic or realistic. What conflict that earnings management brings, what pro
and cons about it, what would happen if earnings is not managed, whether the company would
be better off or worse off.

Keywords: earnings, management, opportunistic, realistic behavior

67
I. PENDAHULUAN

Perilaku manajemen laba selalu diasosiasikan dengan perilaku yang negatif karena
manajemen laba menyebabkan tampilan informasi keuangan tidak mencerminkan keadaan
yang sebenarnya. Banyak pihak bahkan hampir semua pihak mengecam perilaku manajemen
yang melakukan manajemen laba. Menurut Gideon (2005) tindakan earnings management
telah memunculkan beberapa kasus skandal pelaporan akuntansi yang secara luas diketahui,
antara lain Enron, Merck, World Com, dan mayoritas perusahaan lain di Amerika Serikat
(Cornett, Marcuss, Saunders dan
Tehranian, 2006). Beberapa kasus yang terjadi di Indonesia, seperti PT Lippo Tbk dan
PT Kimia Farma Tbk juga melibatkan pelaporan keuangan
(financial reporting) yang berawal dari terdeteksi adanya manipulasi.
Penelitian-penelitian tentang corporate governance juga selalu ditandingkan dengan
manajemen laba, walaupun hasil yang diperoleh tidak semuanya signifikan negatif. Penelitian
Ujiyantho dan Pramuka (2007) memperoleh hasil proporsi dewan komisaris independen justru
berpengaruh positif signifikan terhadap variabel discretionary accruals. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa penempatan atau penambahan anggota dewan komisaris independen
dimungkinkan hanya sekadar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham
mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan
tidak meningkat, bahkan turun (Gideon, 2005). Isnanta (2008) dan Mintara (2008) menemukan
bahwa keberadaan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap manajemen laba karena
penerapan corporate governance baru dirasakan dampaknya dalam waktu yang panjang,
Dalam setiap artikel yang dipublikasikan hampir semua menampilkan sisi negatif dari
perilaku manajemen laba. Manajemen laba selalu diidentikkan dengan perilaku opportunistic.
Eisenhardt (1989) menyatakan bahwa teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia,
yaitu (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki
daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan (3) manusia
selalu menghindari risiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut
manajer sebagai manusia akan bertindak opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan
pribadinya (Haris, 2004).
Adakah sisi-sisi lain yang menyebabkan manajemen laba dilakukan oleh manajemen.
Apakah manajemen laba memang senantiasa diinginkan oleh manajemen atau justru
sebaliknya perusahaan/shareholder yang memerlukan manajemen laba. Dengan perkataan lain
manajemen hanyalah korban yang terpaksa melakukan manajemen laba demi keberlangsungan
perusahaan. Apalagi kalau dikaitkan dengan kepemilikan saham perusahaan di Indonesia yang
kepemilikan sahamnya masih terpusat, dimana pemegang saham mayoritas memiliki otoritas
yang sangat tinggi dalam pengambilan keputusan pada perusahaan. Pertanyaan-pertanyaan
tersebutlah yang menyebabkan motivasi artikel ini ditulis. Hal ini didorong agar perilaku
manajemen laba dapat dilihat dengan lebih komperensif. Maksudnya, tidak hanya
menampilkan sisi negatif manajemen laba, dengan perkataan lain manajemen sebagai pelaku.
Akan tetapi, melihat kemungkinan yang lain, yakni manajemen sebagai korban yang terpaksa
melakukan manajemen laba demi keberlangsungan perusahaan. Atau dengan istilah lain,
apakah manajemen laba merupakan perilaku

68
manajemen opportunistic atau realistic ?

II. TINJAUAN PUSTAKA

Agency Teory

Menurut Jensen dan Meckling ( 1976), konflik keagenan disebabkan oleh adanya
pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam suatu perusahaan. Teori keagenan (agency
theory) mengimplikasikan adanya asimetri informasi antara agen dan principal. Asimetri ini
nantinya akan memberikan informasi yang berbeda dengan yang sebenarnya terjadi pada
perusahaan. Agen selaku pemegang otoritas menjalankan perusahaan memiliki informasi yang
lebih banyak daripada share holder dan stake holder sehingga besar kemungkinan manajemen
akan memanfaatkan informasi yang dimiliki untuk memaksimalkan utilitasnya bagi dirinya.
Prinsipal dapat membatasinya dengan menetapkan insentif yang tepat bagi agen dan
melakukan monitor yang didesain untuk membatasi aktivitas agen yang menyimpang.

Manajemen Laba

Scott (1997) mendefinisikan manajemen laba sebagai berikut

"Given that managers can choose accounting policies from a set (for example, GAAP), it
is natural to expect that they will choose policies so as to maximize their own utility and/or the
market value of the firm". Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa manajemen laba
merupakan pemilihan kebijakan akuntansi oleh manajer dari standar akuntansi yang ada dan
secara alamiah dapat memaksimumkan utilitas mereka dan atau nilai pasar perusahaan.
Assih dan Gudono (2000) mengartikan manajemen laba sebagai suatu proses yang
dilakukan dengan sengaja dalam batasan General Accepted Accounting Priciples (GAAP)
untuk mengarah pada tingkatan laba yang dilaporkan. Menurut Healy (1985), penggunaan
angka akuntansi dalam kontrak bonus akan mendorong manajer untuk menyesuaikan tingkat
laba agar dapat memaksimalkan bonus yang diperoleh. Menurut (Schipper, 1989), earnings
management suatu intervensi manajemen dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan
keuangan eksternal untuk memperoleh beberapa keuntungan pribadi. Levitt (1998)
menyebutkan bahwa praktik earning management merupakan suatu praktik pelaporan laba
yang merefleksikan keinginan manajemen daripada kinerja keuangan perusahaan. Pembiasan
pengukuran laba dengan menaikkan atau menurunkan dan melaporkan laba yang tidak
representatif seperti yang seharusnya dilaporkan, maka realitas laba menjadi tereduksi.
Scott (1997) membagi cara pemahaman atas manajemen laba menjadi dua. Pertama,
melihatnya sebagai perilaku oportunistic manajer untuk memaksimumkan utilitasnya dalam
menghadapi kontrak kompensasi, kontak utang, dan political costs (Opportunistic Earnings
Management). Kedua, dengan memandang manajemen laba dari perspektif efficient
contracting (Efficient Earnings Management), di mana manajemen laba memberi manajer

69
suatu fleksibilitas untuk melindungi diri mereka dan perusahaan dalam mengantisipasi
kejadian-kejadian yang tak terduga untuk keuntungan pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak.
Ada dua tipe asimetri informasi yakni;

a. Adverse selection
Satu pihak atau lebih yang melakukan transaksi usaha potensial memiliki
informasi yang lebih atas pihak-pihak lain karena beberapa orang seperti manajer
perusahaan dan para pihak dalam (insider) lainnya lebih mengetahui kondisi kini dan
prospek ke depan suatu perusahaan daripada para investor luar.
b. Moral hazard
Satu pihak atau lebih melakukan transaksi usaha potensial dapat mengamati
tindakan-tindakan mereka dalam penyelesaian transaksitransaksi mereka, sedangkan
pihak-pihak lainnya tidak. Hal ini dapat terjadi karena adanya pemisahan kepemilikan
dengan pengendalian yang merupakan karakteristik kebanyakan

perusahaan besar.

Motivasi Manajemen Laba

Menurut Watts and Zimmerman (1986), tiga hipotesis PAT (Positive Accounting
Theory) dapat dijadikan dasar pemahaman tindakan manajemen laba, yaitu sebagai berikut.
a. The Bonus Plan Hypothesis
Pada perusahaan yang memiliki rencana pemberian bonus, manajer perusahaan
akan lebih memilih metode akuntansi yang dapat menggeser laba dari masa depan ke
masa kini sehingga dapat menaikkan laba saat ini. Hal ini disebabkan oleh manajer lebih
menyukai pemberian upah yang lebih tinggi untuk masa kini. Dalam kontrak bonus
dikenal dua istilah, yaitu bogey (tingkat laba terendah untuk mendapatkan bonus) dan
cap (tingkat laba tertinggi). Jika laba berada di bawah bogey tidak ada bonus yang
diperoleh manajer. Sebaliknya, jika laba berada di atas cap manajer tidak akan mendapat
bonus tambahan. Jika laba bersih berada di bawah bogey, manajer cenderung
memperkecil laba dengan harapan memperoleh bonus lebih besar pada periode
berikutnya, demikian pula jika laba berada di atas cap. Jadi, hanya jika laba bersih berada
di antara bogey dan cap, manajer akan berusaha menaikkan laba bersih perusahaan.
b. The Debt to Equity Hypothesis (Debt Covenant Hypothesis)
Pada perusahaan yang mempunyai rasio debt to equity tinggi, manajer perusahaan
cenderung menggunakan metode akuntansi yang dapat meningkatkan pendapatan atau
laba. Perusahaan dengan rasio debt to equity yang tinggi akan mengalami kesulitan
dalam memperoleh dana tambahan dari pihak kreditor, bahkan perusahaan terancam
melanggar perjanjian utang.

70
c. The Political Cost Hypothesis (Size Hypothesis)
Pada perusahaan besar yang memiliki biaya politik tinggi, manajer akan lebih
memilih metode akuntansi yang menangguhkan laba yang dilaporkan dari periode
sekarang ke periode masa mendatang sehingga dapat memperkecil laba yang dilaporkan.
Biaya politik muncul karena profitabilitas perusahaan yang tinggi dapat menarik
perhatian media dan konsumen.
Menurut Scott (1997 ), faktor-faktor yang mendorong manajer melakukan manajemen
laba adalah sebagai berikut.
10. Rencana bonus (Bonus scheme)

Para manajer yang bekerja pada perusahaan yang menerapkan rencana bonus
akan berusaha mengatur laba yang dilaporkannya dengan tujuan dapat memaksimalkan
jumlah bonus yang diterimanya sehingga memperoleh bonus yang maksimal (Healy,
1985; Holthausen dkk., 1995; Gaver dan Austin, 1995).

11. Kontrak utang jangka panjang (debt covenant)

Semakin dekat suatu perusahaan kepada waktu pelanggaran perjanjian utang maka
para manajer akan cenderung memilih metode akuntansi yang dapat memindahkan laba
periode mendatang ke periode berjalan dengan harapan dapat mengurangi kemungkinan
perusahaan mengalami kontrak utang (Deakin, 1979; Dhalival, 1980;
Bowen dkk., 1981; Defond dan Jianbalvo,1994).

c. Motivasi politik (political motivation)


Perusahaan-perusahaan dengan skala besar dan industri strategis cenderung untuk
menurunkan laba guna mengurangi tingkat
visibilitas terutama saat periode kemakmuran yang tinggi. Upaya ini dilakukan
dengan harapan memperoleh kemudahan serta fasilitas dari pemerintah (Mose, 1987;
Na’im, 1996; Putra, 2000).
17. Motivasi perpajakan (taxation motivation)

Perpajakan merupakan salah satu motivasi mengapa perusahaan mengurangi laba


yang dilaporkan. Tujuannya adalah untuk dapat meminimalkan jumlah pajak yang harus
dibayar (Boyton, 1992).
18. Pergantian CEO (Chief Executive Officer) CEO yang akan pensiun atau masa
kontraknya akan berakhir akan melakukan strategi memaksimalkan jumlah pelaporan
laba guna meningkatkan jumlah bonus yang diterima. Hal yang sama dilakukan oleh
manajer dengan kinerja yang buruk. Tujuannya untuk menghindari pemecatan sehingga
menaikkan laba untuk menghindari pemecatan (DeAngelo
1988; Pourciau, 1993).

19. Penawaran saham perdana (Initial Public Offering)

71
Pada waktu melakukan IPO informasi keuangan yang dipublikasikan dalam
prospektus merupakan sumber informasi yang sangat penting. Informasi ini penting
karena dapat dimanfaatkan sebagai sinyal kepada investor potensial terkait dengan nilai
perusahaan. Guna mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh para investor, maka para
manajer akan berusaha menaikkan jumlah laba yang dilaporkan (Neil dkk., 1995;
Richardson, 1998; Sutanto, 2000; Gumanti, 2001).

Menurut Setiawati dalam Naim (1996), teknik manajemen laba dapat dilakukan dengan
tiga teknik yaitu sebagai berikut.
a Memanfaatkan peluang untuk membuat estimasi akuntansi Manajemen
mempengaruhi laba melalui judgment (perkiraan)
terhadap estimasi akuntansi, antara lain estimasi tingkat piutang tak tertagih,
estimasi kurun waktu depresiasi aktiva tetap atau amortisasi aktiva tak berwujud,
estimasi biaya garansi, dan lain-lain.
b Mengubah metode akuntansi

Perubahan metode akuntansi yang digunakan untuk mencatat suatu transaksi.


Contoh: mengubah metode akuntansi dari garis lurus menjadi jumlah angka tahun.
c Menggeser periode biaya atau pendapatan

Mengatur biaya yang terjadi dengan mempercepat/menunda biaya penelitian dan


pengembangan sampai periode berikutnya. Mengatur saat penjualan dengan
mempercepat/menunda pengiriman produk ke pelanggan.

Menurut Scott (1997 ), pola manajemen laba dapat dilakukan sebagai beikut.
a. Taking a bath
Pola ini biasanya terjadi pada waktu terjadinya pengangkatan CEO yang baru
dengan melaporkan kerugian dalam jumlah yang besar. Tindakan manajemen ini
diharapkan dapat meningkatkan laba pada masa datang.
b. Income minimization
Hal ini dilakukan pada saat perusahaan mengalami profitabilitas yang cukup
tinggi. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi apabila laba pada tahun yang akan datang
menurun secara drastis dapat diatasi dengan mengambil laba periode sebelumnya.
c. Income maximization
Hal ini dilakukan pada saat laba menurun. Income maximization bertujuan untuk
melaporkan nett income yang tinggi untuk tujuan bonus yang lebih besar. Pola ini
dilakukan oleh perusahaan yang melakukan pelanggaran perjanjian utang.

72
d. Income smoothing
Hal ini dilakukan dengan cara meratakan laba yang dilaporkan sehingga dapat
mengurangi fluktuasi laba yang terlalu besar karena pada umumnya investor lebih
menyukai laba yang relatif stabil.

Perilaku Opportunistic dan Realistic

Menurut Fajri dan Senja (2006), opportunism adalah pandangan yang semata-mata
hendak mengambil keuntungan untuk memperkaya diri sendiri dari kesempatan yang ada tanpa
berpegang pada prinsip yang berlaku. Perilaku opportunistic adalah perilaku yang senantiasa
hendak mengambil keuntungan dari setiap kesempatan yang ada tanpa berpegang pada prinsip
yang berlaku. Sebaliknya, seseorang dikatakan realistic bila orang tersebut mampu
menggunakan fakta/realita sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan
keputusan atau tindakan/ perbuatannya.

III. PEMBAHASAN

3.1 Manajemen Laba Merugikan Semua Pihak ?

3.1.1 Pihak yang Dirugikan dengan Manajemen Laba

Dikaitkan dengan SFAC No 1 tentang tujuan pelaporan keuangan perusahaan, tujuan


umum pelaporan keuangan adalah untuk memberi informasi yang bermanfaat untuk pengambil
keputusan bisnis dan ekonomi. Dalam SFAC No 2 ditegaskan tentang karakteristik kualitas
informasi keuangan meliputi relevansi (predictive value, feedback value, dan timeliness),
realibilitas (verifiability dan representational faith-fullness) yang harus dipenuhi dalam
penyusunan laporan keuangan (Wolk, 2001) Kalau dilihat dari SFAC 1 dan SFAC 2,
manajemen laba memang merugikan karena informasi yang disajikan menjadi tidak bermanfaat
untuk pengambilan keputusan dan tidak menggambarkan realitas kondisi perusahaan yang
sebenarnya.
Beberapa pihak juga berpandangan negatif terhadap perilaku manajemen laba. Mereka
menganggap praktik perataan penghasilan adalah amoral, tindakan penipuan, dan penyesatan
oleh manajemen perusahaan (Ronen dan Sadan, 1981; Healy dan Wahlen, 1998; Suh, 1990).
Manajemen laba merupakan area yang controversial. Beberapa pihak berpendapat bahwa
perilaku manajemen laba tidak dapat diterima, mempunyai alasan bahwa manajemen laba
berarti suatu pengurangan dalam keandalan informasi laporan keuangan. Investor mungkin
tidak menerima informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan
risiko portofolionya (Ashari dkk., 1994) dalam (Assih, 2004). Hasil penelitian Dewi (2005)
menunjukkan pasar lebih bereaksi terhadap nilai kuantitatif laba daripada kualitatifnya.

73
3.1.2 Pihak yang Diuntungkan Manajemen Laba

Perspektif yang berbeda menganggap bahwa perataan penghasilan adalah upaya


manajemen untuk memuaskan pemegang saham dengan menurunkan risiko perusahaan
(Trueman, 1988). Wang (1994) menyatakan bahwa perataan justru sebuah tindakan yang
seharusnya dilakukan manajer. Gordon (1964) dalam Michelson et al. (2000) menyatakan
bahwa laba yang stabil meningkatkan kepuasan pemegang saham. Di samping itu, Beidleman
(1973) dalam Michelson et al. (2000) menyatakan bahwa perataan laba memperluas pasar
saham perusahaan sehingga berdampak positif pada harga sahamnya. Mereka menganggap
bahwa perataan penghasilan memiliki nilai informasi atas laba laporan. Hasil studi yang
dilakukannya menyediakan bukti-bukti yang mengindikasikan bahwa laba yang diratakan juga
lebih disukai pasar karena perusahaan dengan serial laba yang rata dianggap memiliki risiko
yang lebih rendah. Moses (1987) di dalam Michelson et al. (2000) dan Albrecht dan Richardson
(1990) di dalam Michelson et al. (2000) menyatakan bahwa income smoothing memiliki
asosiasi yang lebih kuat dengan perusahaan-perusahaan yang lebih besar.

3. 2 Manajemen Laba Perilaku Opportunistic atau Realistic ?

Manajemen laba memang merupakan perilaku opportunistic yang dilakukan. Hal ini
dapat dilihat dari motivasi bonus & motivasi pergantian CEO, di mana bonus merupakan
tujuan dari manajemen untuk melakukan menajemen laba. Namun, pandangan berbeda juga
bisa dilihat dari manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen karena tidak semua
manajemen laba bertujuan untuk mendapatkan bonus. Manajemen laba di sudut pandang yang
berbeda merupakan kebijakan yang realistic, yakni kebijakan yang memang seharusnya
dilakukan oleh menajemen dalam menjalankan operasi perusahaan. Dengan perkataan lain
siapa pun yang menjadi manajemen perusahaan pasti akan melakukan hal yang sama dengan
yang dilakukan manajemen sekarang. Perilaku realistic kalau dikaitkan dengan konsep going
concern, sangat erat kaitannya. Dapatkah kita membayangkan kegiatan operasi perusahaan dari
tahun ke tahun yang cenderung berfluktuasi dengan sangat tajam tanpa adanya manajemen
laba? Dapatkah kita membayangkan harga saham akan berfluktuasi secara tajam apabila
perusahaan beroperasi dengan kinerja yang berfluktuasi sangat tajam? Dapatkah kita
membayangkan perusahaan yang melakukan IPO sahamnya tidak laku/kurang menarik karena
tidak melakukan manajemen laba ? Mungkin dampak dari hal-hal tersebut perlu diteliti,
sehingga dapat memberikan pemahaman & solusi yang lebih tepat tentang manajemen laba.
Hal itu penting tidak hanya menyangkut masalah efficient contracting, tapi lebih kepada
keberlangsungan hidup perusahaan, dimana manajemen, share holder & stake holder sangat
berkepentingan terhadap keberlangsungan perusahaan kalau boleh juga diartikan manajemen,
share holder & stake holder juga menikmati manajemen laba tersebut atau bahkan mungkin
memerlukannya ?
Astika (2007) melakukan kajian empiris di Bursa Efek Indonesia untuk mendapatkan
bukti apakah manajemen suatu badan usaha berperilaku melakukan manajemen laba dalam
pelaksanaan program opsi saham (employee stock option plan atau ESOP). Dalam pelaksanaan
program opsi saham manajemen diduga menurunkan laba laporan untuk mempengaruhi proses

74
negosiasi harga pembelian saham yang akan dibayar oleh karyawan (dalam arti luas) pada saat
opsi jatuh tempo. Selanjutnya manajemen juga diduga meningkatkan laba laporan menjelang
opsi saham jatuh tempo dengan tujuan mempengaruhi harga pasar saham perusahaan agar
mengalami peningkatan. Peningkatan harga pasar saham perusahaan berpotensi meningkatkan
nilai kepemilikan manajemen dari suatu badan usaha. Hasilnya hipotesis-hipotesis yang
dirumuskan terdukung secara
statistis.

Astuti (2004) memperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan diskresioner akrual antara
sebelum dan sesudah right issue, yaitu adanya kecenderungan discretionary accruals yang
lebih tinggi sebelum right issue dibandingkan dengan setelah right issue. Hal ini terjadi karena
beberapa perusahaan cenderung ingin menutupi kinerja yang buruk pada saat sebelum
penawaran dengan pengaturan laba melalui transaksi akrual, yakni cenderung meningkatkan
laba sehingga terlihat terjadi peningkatan kinerja sebelum penawaran. Dengan demikian, ada
kecenderungan sebelum right issue discretionary accruals lebih tinggi dibandingkan dengan
setelah right issue. Kemudian discretionary accruals akan menurun sesudah penawaran.
Kondisi ini menyebabkan penurunan kinerja sesudah penawaran. Wedari (2004) menguji
pengaruh interaksi antara dewan komisaris dan komite audit terhadap praktik manajemen laba.
Dengan menggunakan sampel perusahaan nonfinansial yang listing di BEJ tahun 1994 hingga
2002. Wedari menunjukkan bahwa interaksi dewan komisaris dengan komite audit justru
berpengaruh positif terhadap manajemen laba.
Penelitian Veronica dan Utama (2005) menguji pengaruh keberadaan komite audit
dalam perusahaan terhadap manajemen laba. Penelitian tersebut melaporkan bahwa variabel
keberadaan komite audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba perusahaan, artinya
keberadaan komite audit tidak mampu mengurangi manajemen laba yang terjadi di perusahaan.
Wibisono (2003) menyatakan bahwa manajer bersikap oportunis sehingga mengakibatkan
penurunan kinerja perusahaan pasca SEO. Dari beberapa penelitian dapat disimpulkan bahwa
perusahaan cenderung meningkatkan kinerja pada saat sebelum SEO dengan cara
memanipulasi laba dalam bentuk peningkatan laba (income increasing), tetapi kondisi ini
menyebabkan penurunan jangka panjang pada periode setelah SEO. Penelitian Utami (2005)
menunjukkan bahwa pada saat Initial Public Offerings (IPO) perusahaan melakukan praktik
manajemen laba yang ditandai dengan naiknya discretionary accruals.
Dari penelitian-penelitian yang dilakukan tersebut dapat diketahui bahwa perilaku
manajemen belum sepenuhnya dapat dikategorikan perilaku opportunistic atau efficient
contracting karena kita tidak bisa bayangkan apa yang terjadi kalau manajemen tidak
melakukan
manajemen laba. Harga negoisasi menjadi terlalu tinggi pada saat ESOP.
Ataupun pada saat sebelum right issue, IPO kalau manajemen laba tidak dilakukan oleh
manajemen, maka penawaran saham tidak sukses/tidak laku dan dana yang diperoleh tidak
sesuai dengan yang diharapkan perusahaan sehingga keberlangsungan perusahaan menjadi
terganggu. Sebaliknya, komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap
manajemen laba. Hal ini menunjukkan bahwa komisaris independen tidak mempunyai “power”
yang cukup dibandingkan dengan pemegang saham mayoritas yang mungkin

75
menyetujui/menginginkan terjadinya manajemen laba. Pengategorian perilaku manajemen
laba dapat
dipaparkan dalam tabel berikut.
No Motivasi manajemen laba Opportunistic Realistic
1 Bonus Plan
2 Debt Covenan
3 Political Motivation
4 Tax Motivation
5 Pergantian CEO
6 IPO

Dari tabel di atas dapat dilihat ternyata tidak semua motivasi manajemen laba bersifat
opportunistic, malahan lebih banyak motivasi manajemen laba bersifat realistic. Artinya,
motivasinya dilandasi keinginan untuk menjalankan operasi perusahaan secara berkelanjutan
(konsep going
concern). Berikut ini kajian atas tabel di atas.

1. Debt covenant motivation, manajemen laba yang dilakukan tidak semata-mata dilandasi
untuk kepentingan utilitasnya sendiri, tetapi dilandasi untuk kepentingan perusahaan,
yakni menjaga reputasi perusahaan dalam pandangan pihak eksternal. Apa yang akan
terjadi terhadap perusahaan jika manajemen laba tidak dilakukan.
Perusahaan akan memperoleh citra buruk, bahkan dapat mempengaruhi kinerja
saham, atau bahkan dapat mempengaruhi kelanjutan perusahaan itu sendiri.
2. Political motivation, manajemen laba yang dilakukan dengan menurunkan laba sangat
jauh dari dasar untuk kepentingan utilitas manajemen sendiri. Hal ini lebih didasari
untuk kepentingan perusahaan, yaitu menjaga perusahaan dari tekanan pihak pengambil
kebijakan yang pada ujung-ujungnya juga untuk menjaga keberlangsungan operasi
perusahaan.
3. Tax motivation, manajemen laba yang dilakukan dengan menurunkan laba juga sangat
jauh dari dasar untuk kepentingan utilitas manajemen sendiri. Hal ini juga didasari untuk
kepentingan perusahaan, menjaga perusahaan dari tekanan. Hal itu dilakukan karena
laba yang terlalu tinggi cenderung akan menyulitkan manajemen untuk
mempertahankannya secara terus-menerus di tengah persaingan usaha yang sedemikian
ketat.
4. IPO, manajemen laba yang dilakukan dalam prospektus yang disajikan oleh perusahaan
sehingga saham perusahaan akan terdongkrak naik. Hal ini juga lebih didasari untuk
kepentingan perusahaan. Apa jadinya seandainya perusahaan yang melakukan IPO
tidak melakukan manajemen laba, prospektus disajikan apa adanya, apakah ada yang
tertarik untuk membelinya ? Janganjangan nanti tidak ada yang tertarik untuk
membelinya sehingga akan menghacurkan keberlangsungan perusahaan itu sendiri.

76
Dari pemaparan motivasi yang dilakukan manajemen dalam melakukan manajemen
laba dapat dipahami ternyata tidak semuanya dilandasi untuk utilitas manajemen sendiri, tetapi
beberapa motivasi dilandasi dengan dasar perilaku yang realistic, perilaku yang memang
seharusnya dilakukan oleh manajemen dalam menjalankan perusahaan. Di atas juga sudah
dipaparkan apa jadinya kalau manajemen laba tidak dilakukan, keberlangsungan perusahaan
tentu saja akan menjadi taruhannya. Dengan kata lain manajemen melakukan manajemen laba
karena memang ‘terpaksa’ harus melakukannya dalam usahanya untuk tetap menjaga
kelangsungan operasi perusahaan. Hal ini hampir senada dengan penelitian Sukarta (2007)
yang juga memperoleh hasil bahwa manajemen laba berpengaruh positif dan signifikan secara
statistik pada kesejahteraan pemegang saham perusahaan target saat publikasi terakhir sebelum
akuisisi. Menurut Halim et al. (2005), semakin besar suatu perusahaan maka semakin besar
pula kesempatan manajer untuk melakukan manajemen laba di mana perusahaan besar
memiliki aktivitas operasional yang lebih kompleks. Selain itu, perusahaan besar juga dituntut
untuk memenuhi ekspektasi investor yang lebih tinggi.

IV. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN

Simpulan

8. Perilaku manajemen laba yang dilakukan manajemen ternyata mengandung


pemahaman yang kontroversial. Di satu sisi selalu dipandang sebelah mata, bahkan
dianggap tidak bermoral karena cenderung menyesatkan. Sebaliknya, di sisi
seberangnya justru tidak direspons negatif, bahkan dapat dikatakan disetujui karena
dapat mengurangi risiko/efisiensi operasi perusahaan dan cenderung menunjang
keberlangsungan jalannya perusahaan.
9. Pemahaman motivasi manajemen laba yang dilakukan manajemen hendaknya disikapi
dengan hati-hati karena kendati disikapi dengan sinis, di sisi lain manajemen laba tetap
berjalan karena ada beberapa hal yang menyebabkan perilaku tersebut tetap
“dibutuhkan”.

Keterbatasan dan Saran

8. Penelitian ini memiliki keterbatasan, yakni merupakan studi literature. Penelitian akan
lebih memberikan makna apabila dilakukan dengan melakukan riset lapangan sehingga
akan lebih jelas dapat diperoleh pemahaman terhadap perilaku yang mendasari
motivasi manajemen dalam melakukan manajemen laba.
9. Penelitian mendatang diharapkan juga mendengar respons dan komentar dari share
holder dan stake holder terhadap perilaku opportunistic dan realistic manajemen dalam
melakukan manajemen laba. Dengan demikian, dapat diperoleh pemahaman dan solusi
yang lebih komperenshif tentang manajemen laba.

77
DAFTAR PUSTAKA

Assih, Prihat. 2004. "Pengaruh Set Kesempatan Investasi terhadap Hubungan Antara Faktor-
faktor Motivasional dan Tingkat Manajemen Laba". Disertasi. Gadjah Mada University,
Yogyakarta. Indonesia.

Assih, Prihat dan Gudono. 2000. "Hubungan Tindak Perataan Laba dengan Reaksi Pasar atas
Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta".
Simposium Nasional Akuntansi II.

Astika, I.B. Putra. 2007. “Perilaku Oportunistik Eksekutif dalam Pelaksanaan Program Opsi
Saham Karyawan”. Desertasi Program Magister Sain dan Doktor FE UGM.

Astuti, D. S. Puji, 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi Manajemen


Laba di Seputar Right Issue. Surakarta: Universitas SlametRiyadi.

Boyton, C. E., P.S. Dobbins, dan G.A. Plesko. 1992. "Earnings Management and The Corporate
Alternative Minimum Tax". Journal of Accounting Research 30: 131 - 153.

Fajri, Em Zul dan Ratu A Senja. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Difa Publisher

Gideon S.B. Boediono. 2005. "Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governace dan Dampak Manajemen Laba dengan
Menggunakan Analisis Jalur". Simposium Nasional Akuntansi VIII.

Halim, Julia. Carmel Meiden, Rudolf Lumban Tobing. 2005. "Pengaruh Manajemen Laba pada
Tingkat Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Termasuk
dalam Indeks LQ-45".

http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan

Isnanta, 2008. Pengaruh Corporate Governance dan Struktur Kepemilikan terhadap


Manajemen Laba dan Kinerja. Yogyakarta: UII.

78
Jensen, Michael C. dan dan W.H.Meckling. 1976. ”Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure.” Journal of Financial Economics 3, pp. 305—
360.

Levitt, A. 1998. The Numbers Game.

Michaelson, S.E., J.J. Wagner, dan C.W. Wotton. 2000. “The Relationship beetwen the
Smoothing of reported Income and Risk-Adjusted Returns”. Journal of Economics and
Finance. Volume.2, No.2. Summer, pp. 141—159.

Mintara. 2008. "Pengaruh Implementasi Corporate Governance terhadap Pengungkapan


Informasi". Yogyakarta: UII.

Na’im, A. dan hartono. 1996. "The Effect of Antitrust Investigation on the Management of
Earnings A Further Empirical Test of Political Cost Hypothesis.” Kelola 13/V. pp. 126—
141.

Pourciau, S. 1993. ”Earning Management and Nonroutine Executive Changes”. Journal


Accounting and Economics 16. pp. 317—336.

Schipper, K. 1989. "Commentary on Earning Management". Accounting Horizon, pp. 91—


102.

Scott, William R. 1997. Financial Accounting Theory. USA: Prentice-Hall.

Sukarta, M. 2007. "Pengaruh Manajemen Laba, Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran


Perusahaan pada Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi". Jurnal
Riset Akuntansi Indonesia. Vol 10. No 3.

Trueman, B. and S. Titman. 1988. "An Explanation for Accounting Income Smoothing".
Journal of Accounting Resserach 26 (Supplement), pp. 127—139.

Ujiayantho, Muh Arief dan Bambang Agus Pramuka. 2007. "Mekanisme Corporate
Governence, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan". SNA X. Ujung Pandang.

Utami, Wiwik. 2005. "Pengaruh Manajemen Laba terhadap Biaya Modal Ekuitas (Studi pada
Perusahaan Publik Sektor Manufaktur)". SNA VIII Solo.

Veronica Sylvia, N.P. Siregar, dan Siddharta Utama. 2005. "Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba
(Earnings Management)". Simposium Nasional Akuntansi VIII.

79
Wang. 1994. "Accounting Income Smoothing and Stockholder Wealth". Journal of Applied
Bussines Research 10 (3), pp. 96—110.

Watts and Zimmerman. 1986. Positive Accounting Theory. New York: Prentice-Hall
Englewood.

Wedari, Linda Kusumaning. 2004. “Analisis Pengaruh Proporsi Dewan Komisaris dan
Keberadaan Komite Audit terhadap Aktivitas Manajemen Laba”. SNA VII.

Wibisono, Haris dan Sulistyanto. 2003. “Seasoned Equity Offerings: Antara Agency Theory,
Windows of Opportunity, dan Penurunan Kinerja”. Simposium Nasional Akuntansi (SNA)
VI Surabaya.

Wolk, H. I., Michael G Tearney, dan James L. Dood. 2001. Accounting Theory: A Conceptual
and Institutional Approach, 5Th ed. Cincinnati, Ohio: South Western College Publishing.

80
2017 December, Volume 1 Number 2
Konsep Dasar dan Strategi Penjaminan Mutu Pendidikan: Sebagai Review Kebijakan
Mutu Pendidikan

Kusnandi

Dosen Program Studi Magister Administrasi Pendidikan, Program Pascasarjana, Universitas


Galuh. Jl. R.E Martadinata No. 150 Ciamis 46251 West Java, Indonesia.

email: dc698@member.cni.co.id

Abstrak – Konsep dasar dan strategi penjaminan mutu pendidikan merupakan kajian
penting bagi pendidik dan tenaga kependidikan, karena mereka merupakan komponen utama
yang bertanggung jawab dalam mengendalikan dan meningkatkan mutu pendidikan.
Penjaminan mutu tersebut dilakukan melalui standarisasi, sertifikasi, uji kompetensi, penilaian
kinerja, dan evaluasi mutu internal atau Evadir (Evaluasi Diri). Diberlakukannya Undang-
undang No 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah berdampak terhadap pengelolaan di
daerah. Di satu sisi kebijakan otonomi pendidikan sangat berpengaruh positif terhadap
berkembangnya sekolah yang berbasis kebutuhan dan tantangan yang dihadapi. Namun akibat
keragaman potensi sumberdaya pendidikan di daerah menyebabkan mutu keluaran sangat
bervariasi. Oleh karena itu, standarnisasi mutu regional dan nasional merupakan faktor utama
yang harus diperhatikan dalam upaya quality a assurance atau penjaminan dan peningkatan
mutu pendidikan. Dalam rangka pengendalian mutu pendidikan di Indonesia, Depdiknas
mengembangkan sebuah Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan (SPPMP).
Salah satu komponen dari SPPMP adalah monitoring sekolah oleh pemerintah kabupaten yang
sudah mulai dilaksanakan pada tahun 2009. Tujuan dari monitoring sekolah oleh pemerintah
kabupaten adalah untuk meningkatkan mutu monitoring sekolah yang dilaksanakan oleh kantor
Dinas Pendidikan Kabupaten, dan pengawas sekolah di tiap kabupaten, agar informasi yang
diperoleh dapat digunakan secara efektif untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah-
sekolah. Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan monitoring sekolah oleh pemerintah
kabupaten, yaitu : a) menyusun petunjuk teknis pelaksanaan monitoring oelh pemerintah
kabupaten, b) uji coba petunjuk teknis pelaksnaan monitoring, c) mereviu petunjuk teknis
pelaksanaan monitoring, d) melaksnakannya secara nasional. Monitoring sekolah oleh
pemerintah kabupaten bisa melalui Evaluasi Diri Sekolah (EDS). EDS adalah penilaian untuk
meninjau kesesuaian kinerja sekolah dengan rencana sekolah yang telah dikembangkan sesuai
Standar Nasional Pendidikan (SNP).

Kata Kunci: sistem penjaminan mutu pendidikan, monitoring sekolah, rendahnya mutu
pendidikan.

81
Pendahuluan
Sudah merupakan pendapat umum bahwa kemakmuran suatu bangsa berkaitan erat
dengan kualitasatau mutu pendidikan bangsa yang bersangkutan. Bahkan lebih spesifik lagi,
bangsa-bangsa yang berhasil mencapai kemakmuran dan kesejahteraan dewasa ini adalah
bangsa-bangsa yang melaksanakan pembangunan berdasarkan strategi pengembangan sumber
daya manusia. Artinya, melaksanakan pembangunan nasional dengan menekankan pada
pembangunan pendidikan guna pengembangan kualitas sumber daya manusia. Pengembangan
sumber daya manusia, dari aspek pendidikan berarti mengembangkan pendidikan baik aspek
kuantitas maupun kualitas. Aspek kuantitas menekankan pada perluasan sekolah sehingga
penduduk memiliki akses untuk bisa mendapatkan pelayanan pendidikan tanpa memandang
latar belakang kehidupan mereka. Dari aspek kualitas, pengembangan sumber daya manusia
berarti pendidikan dalam hal ini kualitas sekolah harus selalu ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Kualitas sekolah memiliki tekanan bahwa lulusan sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
memiliki kemampuan yang relevan dan diperlukan dalam kehidupannya.

Indonesian Journal of Education Management and Administration


Review doi : xxxxxx-xxxx-v1n1ed
Peningkatan mutu pendidikan melalui standarisasi dan profesionalisasi yang sedang
dilakukan dewasa ini menuntut pemahaman berbagai pihak terhadap perubahan yang terjadi
dalam berbagai komponen sistem pendidikan. Perubahan kebijakan pendidikan dari sentralisasi
menjadi desentralisasi telah menekankan bahwa pengambilan kebijakan berpindah dari
pemerintah pusat (top government) ke pemerintahan daerah (district government), yang
berpusat di pemerintahan kota dan Kabupaten. Dengan demikian, kewenangan-kewenangan
penyelenggaraan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah berada di pundak
Pemerintah Kota dan Kabupaten, sehingga implementasinya akan diwarnai oleh political will
pemerintah daerah, yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda). Dalam hal ini, tentu saja
yang paling menentukan adalah Bupati/Walikota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
dan Kepala Dinas Pendidikan beserta jajarannya. Oleh karena itu, merekalah yang paling
bertanggung jawab terhadap peningkatan mutu/kualitas pendidikan di daerahnya, meskipun
tidak selamanya demikian, karena dalam pelaksanaannya tidak sedikit penyimpangan dan salah
penafsiran terhadap kebijakan yang digulirkan, sehingga menimbulkan berbagai kerancuan
bahkan penurunan kualitas.
Dalam konteks otonomi daerah dan desentralisasi pendidikan, keberhasilan dan kegagalan
pendidikan di sekolah sangat bergantung pada guru, kepala sekolah dan pengawas, karena
ketiga figur tersebut merupakan kunci yang menetukan serta menggerakkan berbagai
komponen dan dimensi sekolah yang lain (Mulyasa, 2012). Dalam posisi tersebut baik
buruknya komponen sekolah yang lain sangat ditentukan oleh kualitas guru, kepalasekolah,
dan pengawas, tanpa mengurangi arti penting tenaga pendidikan yang lain. Implementasi
desentralisasi pendidikan menuntut kepala sekolah dan pengawas untuk mengembangkan
sekolah yang efektif dan produktif, dengan penuh kemandirian dan akuntabilitas.
Pendidikan bangsa Indonesia sekarang ini sangat memprihatinkan banyak kasus-kasus
yang terjadi disetiap penjuru negeri. Masalah pendidikan yang ada di Indonesia semakin hari
semakin rumit, bertambah banyak dan komplek. Salah satu permasalahan pendidikan yang
dihadapi oleh bangsa Indonesia adalahrendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan

82
satuan pendidikan, meskipun mungkin telah banyak upaya dilakukan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional, misalnya kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi
guru melalui pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan
prasarana dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian, berbagai indikator
mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian sekolah, terutama di
kota-kota menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, tetapi
sebagian lainnya masih memprihatinkan.

Pembahasan
2.1 Hakikat Mutu Pendidikan
Secara umum, mutu dapat diartikan sebagai gambaran dan karakteristik menyeluruh dari
barang dan jasa yang menunjukkan kemamapuannya dalam memuasakan kebutuhan yang
diharapakan atau yang tersirat. Dalam konteks pendidikan, pengertian mutu mencakup input,
proses, dan output pendidikan (Depdiknas, 2001). Input pendidikan adalah segala sesuatu yang
harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud berupa
sumber daya dan perangkat lunak serta harapanharapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya
proses. Input sumber daya meliputi sumber daya manusia (kepala sekolah, guru termasuk guru
BP, karyawan dan siswa) dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, uang, bahan
dan sebagainya). Input perangkat lunak meliputi struktur organisasi sekolah, peraturan
perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana dan program. Input harapan-harapan berupa
visi, misi, tujuan dan sasaran-sasaran yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat
diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Oleh karean itu rendahnya mutu input
dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi tingkat kesiapan input, makin tinggi pula
mutu input tersebut.
Proses pendidikan merupakan seperangkat upaya untuk merubah input menjadi out put
yang diharapkan. Dalam pendidikan berskala mikro (sekolah), proses yang dimaksud adalah
proses pengambilan keputusan, proses pengelolaan kelembagaan, proses pengelolaan program,
proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi, dengan catatan bahwa proses
belajar mengajar memilki tingkat kepentingan tertinggi dibandingkan dengan proses-proses
lainnya. Proses dikatakan bermutu tinggi apabila pengkoordinasian dan penyerasian serta
pemaduan input sekolah (guru, siswa, kurikulum, uang, peralatan, dan sebagainya) dilakukan
secara harmonis, sehingga mampumenciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan
(enjoyable learning), mampu mendorong motivasi danminat belajar dan benar-benar mampu
memberdayakan peserta didik, yang berarti bahwa peserta didik benar-benar menguasai
pengetahuan yang diajarkan oleh gurunya, dan pengetahuan tersebut juga telah menjadi muatan
nurani peserta didik, dihayati, diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dan yang lebih penting
lagi peserta didik tersebut mampu belajar cara belajar, menjadi manusia pembelajar.
Output pendidikan tidak hanya berupa lulusan sekolah, tapi juga merupakan kinerja
sekolah, prestasi sekolah yang dihasilkan dari proses/perilaku sekolah, yang dapat diukur dari
kualitasnya, efektivitasnya, produktivitasnya, efesiensinya, inovasinya, kualitas kehidupan
kerjanya dan moral kerjanya. Khusus yang berkaitan dengan mutu output sekolah, dapat
dijelaskan bahwa output sekolah dikatakan berkualitas atau bermutu tinggi jika prestasi
sekolah, khususnya prestasi siswa, menunjukkan pencapaian yang tinggi dalam:
(1) prestasi akademik, berupa nilai ulangan umum, nilai ujian akhir, karya ilmiah, lomba-
lomba akademik; dan (2) prestasi non-akademik, seperti misalnya IMTAQ, kejujuran,
kesopanan, olahraga, kesenian, keterampilan dankegiatan ekstrakurikuler lainnya. Mutu

83
sekolah dipengaruhi oleh banyak tahapan kegiatan yang saling berhubungan (proses) seperti
misalnya perencanaaan, pelaksanan, dan pengawasan. Hasil pendidik dipandang bermutu jika
mampu melahirkan keunggulan akademik dan ekstrakurikuler pada peserta didik yang
dinyatakan lulus dari suatu jenjang pendidikan tertentu. Keunggulan akademik dinyatakan
dengan nilai yang dicapai peserta didik. Keunggulan ekstrakurikuler dinyatakan dengan aneka
jenis keterampilan yang diperolah siswa selama mengikuti program ekstrakurikuler.

2.2 Faktor Penyebab Rendahnya Mutu Pendidikan di Sekolah


Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia pada hakekatnya adalah akumulasi
daripenyebab rendahnya mutu pendidikan di sekolah. Banyak hal yang menyebabkan
rendahnya mutu pendidikan kita. Berikut ini akan dipaparkan pula secara khusus beberapa
masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia.
1) Rendahnya kualitas sarana fisik
Untuk sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dasar yang gedungnya rusak,
kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku perpustakaan tidak lengkap.
Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian teknologi informasi tidak memadai dan
sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak
memiliki perpustakaan, tidak memiliki laboratorium dan sebagainya.
2) Rendahnya kualitas guru
Keadaan guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum
memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana
disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat. Bukan itu saja,
sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Walaupun guru dan
pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan tetapi, pengajaran
merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga
pengajarmemberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung
jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya
tingkat kesejahteraan guru.
3) Rendahnya Kesejahteraan Guru
Rendahnya kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya
kualitas pendidikan Indonesia. Dengan pendapatan yang kurang layak, banyak guru
terpaksa melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain,
memberi les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang
buku/LKS, pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya. Kesenjangan kesejahteraan guru
swasta dan negeri menjadi masalah lain yang muncul. Di lingkungan pendidikan swasta,
masalah kesejahteraan masih sulit mencapai taraf ideal.

4) Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan


Kesempatan memperoleh pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar.
Data Balitbang Departemen Pendidikan Nasional dan Direktorat Jenderal Binbaga
Departemen Agama tahun 2000 menunjukan Angka Partisipasi Murni (APM) untuk anak
usia SD pada tahun 1999 mencapai 94,4% (28,3 jutasiswa). Pencapaian APM ini termasuk
kategori tinggi. Angka Partisipasi Murni Pendidikan di SLTP masih rendah yaitu 54, 8%

84
(9,4 juta siswa). Sementara itu layanan pendidikan usia dini masih sangat terbatas.
Kegagalan pembinaan dalam usia dini nantinya tentu akan menghambat pengembangan
sumber daya manusia secara keseluruhan. Oleh karena itu diperlukan kebijakan dan
strategi pemerataan pendidikan yang tepat untukmengatasi masalah ketidakmerataan
tersebut.
5) Rendahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya lulusan yang menganggur. Menurut data
Balitbang Depdiknas, setiap tahunnya sekitar 3 juta anak putus sekolah dan tidak memiliki
keterampilan hidup sehingga menimbulkan masalah ketenagakerjaan tersendiri. Adanya
ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan
kurikulum yang materinya kurang funsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan
ketika peserta didik memasuki dunia kerja.
6) Mahalnya biaya pendidikan
Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk men-justifikasi
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku
pendidikan. Mahalnya biaya pendidikan dari Taman Kanak-Kanak (TK) hingga Perguruan
Tinggi (PT) membuat masyarakat miskin tidak memiliki pilihan lain kecuali tidak
bersekolah. Orang miskin tidak boleh sekolah. Pendidikan berkualitas memang tidak
mungkin murah, atau tepatnya, tidak harus murah atau gratis. Tetapi persoalannya siapa
yang seharusnya membayarnya? Pemerintahlah sebenarnya yang berkewajiban untuk
menjamin setiap warganya memperoleh pendidikan dan menjamin akses masyarakat
bawah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Akan tetapi, kenyataannya pemerintah
justru ingin berkilah dari tanggung jawab. Padahal keterbatasan dana tidak dapat dijadikan
alasan bagi pemerintah untuk ‘cuci tangan’.

2.3 Model dan Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah


Teori merupakan serangkaian konsep, variabel dan proposi yang memiliki keterkaitan
kausalitas sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh yang dapat menjelaskan suatu
fenomena.Model merupakan terminologi yang seringkali dipergunakan untuk menunjuk teori.
a. Teori Total Quality Management (TQM)
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah mencakup dan menekankan pada tiga
kemampuan, yaitukemampuan akademik, kemampuan sosial, dan kemampuan moral. Menurut
teori ini, mutu sekolah ditentukanoleh tiga variabel, yakni kultur sekolah, proses belajar
mengajar dan realitas sekolah. Kultur sekolahmerupakan nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan,
upacara-upacara, slogan-slogan, dan berbagai perilaku yang telahlama terbentuk di sekolah dan
diteruskan dari satu angkatan ke angkatan berikutnya baik secara sadar maupuntidak.Kultur ini
diyakini mempengaruhi perilaku komponen sekolah, yaitu guru, kepala sekolah,
stafadministrasi, siswa, dan juga orang tua siswa. Kultur yang kondusif bagi peningkatan mutu
akan mendorongperilaku warga sekolah kea rah peningkatan mutu sekolah, sebaliknya kultur
sekolah yang tidak kondusif akan menghambat upaya menuju peningkatan mutu
sekolah.Kultur sekolah dipengaruhi dua variabel, yakni variabel pengaruh eksternal dan
realitas sekolah itu sendiri. Pengaruh eksternal dapat berupa kebijakan pendidikan yang
dikeluarkan pemerintah, perkembanganmedia massa dan lain sebagainya. Realitas adalah
keadaan dan kondisi factual yang ada di sekolah, baikkondisi fisik seperti gedung dan
fasilitasnya, maupun non fisik seperti; hubungan antar guru yang tidak harmonisdan peraturan
sekolah yang kelewat kaku.Realitas sekolah mempengaruhi mutu sekolah. Sekolah yang

85
memilkiperaturan yang diterima dan dilaksanakan oleh warga sekolah akan memiliki dampak
ats mutu yang berbedadengan sekolah yang memliki peraturan tetapi tidak diterima warga
sekolah.Kualitas kurikulum dan proses belajar mengajar merupakan variabel ketiga yang
mempengaruhi mutusekolah. Variabel ini merupakan variabel yang paling dekat dan paling
menentukan mutu lulusan. Kualitaskurikulum dan PBM memilki hubungan timbal balik
dengan realitas sekolah.Di samping itu juga dipengaruhioleh faktor internal sekolah. Faktor
internal adalah aspek kelembagaan dari sekolah seperti struktur organisasi, bagaimana
pemilihan kepala sekolah, pengangkatan guru. Faktor internal ini akan mempengaruhi
pandangandan pengalaman sekolah. Selain itu, pandangan dan pengalaman sekolah juga akan
di pengaruhi oleh faktoreksternal. b. Teori Organizing Business for Excelency
Teori ini dikembangkan oleh Andrew Tani (2004), yang menekankan pada keberadaan
system organisasiyang mampu merumuskan dengan jelas visi, misi dan strategi untuk
mencapai tujuan yang optimal.Teori inimenjelaskan bahwa peningkatan mutu sekolah berawal
dari dan dimulai dari dirumuskannya visi sekolah.Dalam rumusan visi ini terkandung mutu
sekolah yang diharapakan di masa mendatang. Visi sebagai gambaranmasa depan dapat
dijabarkan dalam wujud yang lebih konkrit dalam bentuk misi. Yakni suatu statement
yangmenyatakan apa yang akan dilakukan untuk bisa mewujudkan gambaran masa depan
menjadi realitas. Konsep misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit. Misi
mengandung aspek abstrak dalam bentuk perlunya kepemimpinan. Kepemimpinan adalah
sesuatu yang tidak tampak. Kepemimpinan yang hidup di sekolah akan melahirkan kultur
sekolah. Bagaimana bentuk dan sifat kultur sekolah sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan di
sekolah. Jadi kepemimpinan dan kultur sekolah merupakan sisi abstrak dari konsep misi. Di
satu sisi, misi juga mengandung sesuatu yang bersifat konkrit yaitu strategi dan program, yang
dapatdirumuskan dalam rancangan tertulis. Strategi dan program dapat diketahui secara umum,
biasanya berkaitan erat dengan infrastruktur sekolah, seperti keberadaan wakasek, wali kelas,
komite, perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya yang dibutuhkan. Program belajar
mengajar yang merupakan basis dari mutu sekolah sangat ditentukan oleh dua variabel di atas
yakni kultur sekolah dan infrastruktur yang ada. Kualitas interaksi antara guru dan siswa
sebagai wujud proses belajar mengajar disatu sisi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan sarana
dan prasarana sebagai salah satu wujud infrastruktur sekolah. Dan disisi lain, kualitasinteraksi
tersebut sangat ditentukan oleh kultur sekolah. Keduanya memberikan dampak atas proses
belajar mengajar secara simultan, berkesinambungan, tidak bisa direduksi, dan tidak bias
dipilahpilah.
c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat
Teori ini menjelaskan bahwa mutu sekolah merupakan hail dari pengaruh langsung
proses belajarmengajar. Seberapa tinggi kualitas proses belajar akan menunjukkan seberapa
tinggi kualitas sekolah. Kualitassekolah berawal dari adanya visi sekolah, yang kemudian
dijabarkan dalam misi sekolah.Sebagaimanadijelaskan dalam teori ekselansi organisasi, maka
misi mengandung dua aspek, yaitu aspek abstrak dan konkrit.Misi mengandung nilai-nilai
seperti menjunjung tinggi kejujuran, kerja keras, kebersamaan. Pada tahapberikutnya nilai-nilai
itu akan berpengaruh pada terhadap kultur sekolah. Karena memiliki nilai-nilai kejujuranmaka
interaksi antar warga sekolah didasari pada saling percaya mempercayai, sehingga suasana
sekolah enak,harmonis dan nyaman. Karena memiliki nilai kerja keras, maka kultur sekolah
menunjukkan adanya kebiasaanuntuk tidak menunda-nunda pekerjan. Disisi lain juga, misi
juga mengandung aspek konkrit, yakni berupastrategi dan program, yang menuntut keberadaan
infrastruktur.Berbeda dengan teori ekselensi organisasi, padateori ini baik aspek abstrak

86
maupun konkrit dari misi berpengruh langsing terhadap kepemimpinan.Dalamkaitan ini
kepemimpinan memiliki dua aspek, yaitu kepemimpinan dengan kemampuan untuk
menggerakkan, menanamkan dan mempengaruhi aspek abstrak, dan juga aspek manajerial
yang merupakan kemampuan konritdalam mengorganisir, mengeksekusi, memonitor dan
mengontrol. Dua variabel kepemimpinan dan manajerialinilah yang akan menentukan kualitas
PBM bersama-sama dengan keberadaan kultur sekolah daninfrastruktur yang dimilki sekolah.
Jadi, pada “Model Empat” ini kualitas proses belajar mengajar ditentukanoleh kultur sekolah,
kepemimpinan, manajerial dan infrastruktur yang ada.
d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
MBS dipandang sebagai alternatif dari pola umum pengoperasian sekolah yang selama
ini memusatkanwewenang di kantor pusat dan daerah. MBS adalah strategi untuk
meningkatkan pendidikan dengan mendelegasikan kewenangan pengambilan keputusan dari
pusat dan daerah ke tingkat sekolah.Dengandemikian, MBS pada dasarnya merupakan system
manajemen dimana sekolah merupakan unit pengambilankeputusan penting tentang
penyelenggaraan pendidikan secara mandiri. MBS memberikan kesempatanpengendalian lebih
besar kepada kepala sekolah, guru, murid dan orang tua atas proses pendidikan di
sekolahmereka.Dalam pendekatan ini, tanggung jawab pegambilan keputusan tertentu
mengenai anggaran, kepegawaiandan kurikulum ditempatkan ditingkat sekolah dan bukan di
tingkat daerah apalagi pusat.Melalui keterlibatanguru, orang tua dan anggota masyarakat
lainnya dalam keputusan-keputusan penting, MBS dipandang dapatmenciptakan lingkungan
belajar yang efektif bagi para murid.Dengan demikian, pada dasarnya Manajemen Berbasis
Sekolah adalahupaya memandirikan sekolah dengan memberdayakannya.Para pendukung
MBS berpendapat bahwa prestasibelajar murid lebih mungkin meningkat jika manajemen
pendidikan dipusatkan di sekolah ketimbang di tingkatdaerah.Para kepala sekolah cenderung
lebih peka dan sangat mengetahui kebutuhan murid dan sekolahnyaketimbang para birokrat di
tingkat pusat dan daeraah. Lebih lanjut dinyatakan bahwa reformasi pendidikanyang bagus
sekalipun tidak akan berhasil jika para guru yang harus menerapkannya tidak berperan serta
dalammerencanakannya.Berdasarkan MBS maka tugas-tugas manajemen sekolah ditetapkan
menurut karakteristik dankebutuhan sekolah itu sendiri.Oleh karena itu, sekolah mempunyai
otonomi dan tanggung jawab yang lebihbesar atas penggunaan sumber daya sekolahguna
memecahkan masalah sekolah dan menyelenggarakanaktivitas pendidikan yang efektif demi
pekembangan jangka panjang sekolah.
Model MBS yang diterapkan diIndonesia adalah Manajemen Peningkatan Mutu Berbasai
Sekolah (MPMBS). Konsep dasar MPMBS adalahadanya otonomi dan pengambilan keputusan
partispatif.Artinya MPMBS memberikan otonomi yang lebih luaskepada masing-masing
sekolah secara individual dalam menjalankan program sekolahnya dan dalam menyelesaikan
permasalahan yang terjadi.Sebagai suatu sistem, MPMBS memiliki komponen-komponen
yang saling terkait secara sistematissatu sama lain, yaitu contaxt, input, process, output, dan
outcome (Depdiknas,2003: 52).
Muara dari semuakegiatan sekolah adalah mutu hasil belajar siswa. Kemajuan suatu
sekolah akan dilihat dari sejauh manakualitas hasil belajar siswanya. Oleh karena itu, indikator
keberhasilan pelaksanaan MPMBS di sekolahadalah kualitas kinerja siswa atau kualitas hasil
belajar siswa.Hasil belajar siswa dapat bersifat akademikmaupun non-akademik.Dalam hal ini,
sekolah harus dapat menunjukkan sejauh mana kinerja siswa inimeningkat (secara kuntitatif
dan kualitatif) setelah program MPBMS dilakukan.Dalam mengukurkeberhasilan kinerja siswa
ini, sekolah hendaknya memiliki indikator-indikator yang jelas, diketahui olehsemua pihak,

87
dan dapat diukur dengan mudah. Selain terdapat keluaran (output), sekolah juga harusmemiliki
kriteria keberhasilan yang jelas terhadap dampak (outcome) program-program sekolah
terhadapsekolah sendiri, lulusannya, dan masyarakat.Evaluasi efektivitas MPMBS perlu
dilakukan terhadap komponen-komponencontext, input, proses, output, dan outcome. Evaluasi
ini akan menunjukan tingkat efektivitas dari masingmasingkomponen serta aspek-aspek dari
komponen itu. Berkaitan dengan inilah, penelitian evaluative efektivitas MPMBS di sekolah
perlu dilakukan.
1) Tujuan MBS
Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan sekolah
melaluikewenangan/otonomi kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan
pengambilan keputusan secarapartisipatif. Lebih rincinya MBS bertujuan untuk:
a) Meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola danmemberdayakan sumber daya yan tersedia.
b) Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam penyelenggraan
pendidikan melaluipengambilan keputusan bersama.
c) Meningkatkan tanggung jawab kepala sekolah kepada orang tua, masyarakat dan
pemerintah tentangmutu sekolahnya.
d) Meningkatkan kompetensi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan yang
akan dicapai.
2) Prinsip dan implementasi MBS
a) Fokus pada mutu
b) Bottom up planning dan decision making
c) Manajemen yang transparan
d) Pemberdayaan masyarakat
e) Peningkatan mutu yang berkelanjutan

2.4 Strategi Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah


Strategi merupakan penentuan suatu tujuan jangka panjang dari suatu lembaga dan
aktivitas yang harusdilakukan guna mewujudkan tujuan tersebut, disertai alokasi sumber yang
ada sehingga tujuan dapat diwujudkansecara efektif dan efesien. Penentuan tujuan dan aktivitas
yang dilakukan bermula dari kondisi saat ini yang adadan kondisi yang akan dicapai masa
depan sebagai tujuan. Terdapat tiga perencanaan strategis yang berkaitandengan peningkatan
mutu sekolah, yaitu strategi yang menekankan pada hasil (the output oriented strategy),strategi
yang menekankan pada proses (the process oriented strategy), dan strategi komprehensif
(thecomprehensive strategy).
Strategi yang menekankan pada hasil bersifat top down, di mana hasil yang akan dicapai
baik kuantitasmaupun kualitas telah ditentukan dari atas, bias dari pemeritah pusat, pemerintah
daerah propinsi, ataupunpemerintah daerah kabupaten/kota. Kasus di Indonesia saat ini, hasil
yang herus dicapai telah dirumuskan dalamStandar Kopetensi Lulusan dan Standar
Kompetensi Dasar.untuk mencapai standar yang telah ditetapkanpemerintah juga akan

88
menetapkan berbagai standar yang lain , seperti standar proses, standar pengelolaan,standar
fasilitas, dan standar tenaga pendidik.
Strategi yang menekankan pada hasil ini akan sangat efektif karena sasarannya jelas dan
umum,sehingga apabila diikuti dengan pedoman, pengendalian dan pengorganisasian yang
baik serta kebijakan yangmemberikan dorongan sekaligus ancaman bagi yang menyimpang,
strategi ini akan akan sangat efesien. Namun,dibalik kebaikan tersebut strategi ini juaga
mengandung sisi kelemahan yakni akan terjadi kesenjangan yangsemakin besar antara sekolah
yang maju dan sekolah yang terbelakang. Sekolah yang sudah siap untukmencapai hasil yang
ditentukan akan dengan mudah mencapainya, sebaliknya sekolah yang tidak siap sulit
untukmencapai hasil yang ditentukan dan akan muncul upaya-upaya yang tidak sehat atau
muncul keputus-asaan.
Untuk Strategi yang menekankan pada prosesi muncul, tumbuh berkembang dan
digerakkan mulai daribawah, yakni sekolah sendiri.Pelaksanaan strategi ini sangat ditentukan
oleh inisiatif dan kemampuan darisekolah. Karena sekolah memilki peran yang sangat
menentukan dan sekaligus pengambil inisiatif, maka akanmuncul semangat dan kekuatan dari
sekolah sesuai kondisi dari masing-masing sekolah. Gerakan untukmemperkuat diri dengan
bekerjasama diantara sekolah akan lahir yang akan diikuti dengan munculnya berbagaiinovasi
dan kreasi dari bawah. Namun, strategi ini memiliki kelemahan yaitu arah dan kualitas sekolah
tidakseragam, sehingga sulit untuk melihat dan meningkatkan kualitas secara nasional.
Demikian pula dalam kaitan dengan strategi, muncul strategi peningkatanmutu sekolah
yang ketiga yang merupakan kombinasi dari dua strategi yang sudah ada.Strategi ini
disebutstrategi yang komprehensif (the comprehensive strategy).Strategi ini menggariskan
bahwa hasil yang akan dicapai sekolah ditentukan secara nasional, yangdiwujudkan dalam
standar nasional. Untuk mencapainya maka berbagai standar yang berkaitan denganhasil juga
ditentukan sebagai jaminan hasil akan dicapai. Maka lahirlah pula standar proses,
standarpengelolaansekolah, standar guru, kepala sekolah dan pengawas, standar keuangan,
standar isi kurikulum, sertastandar sarana prasarana. Berdasarkanstrategi ini diperkiarakan
akan muncul berbagai inovasi kegiatan dari sekolah. Bahkan, tidak mustahilakanmuncul
kenekaragaman dalam pengelolaan sekolah. Dengan demikian kondisi dan kebutuhan lokal
terakomodasi dengan strategi komprehensif. Tujuannya bersifat nasional tetapi cara
mencapainya sesuai dengankondisi lokal.
Strategi peningktan mutu sekolah yang ada di Indonesia cenderung pada strategi yang
ketiga ini,sebagimana dapat ditunjukkan dengan adanya berbagai standar nasional yang
menjadi acuan sekolah, namunsekolah diberi kebebasan dalam bentuk kebijakan manajemen
berbasis sekolah dan kurikulum berbasiskompetensi dengan kewenangan sekolah
mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Setiap strategi mengandung kegiatan yang harus dilaksanakan untuk mewujudkan tujuan
yang telah ditentukan.Kegiatan ini pada intinya adalah menggerakkan semua komponen
sekolah yang bermuara pada peningkatankualitas lulusan. Strategi untuk meningkatkan mutu
mencakup membangun kapasitas level birokrat, sekolah dankelas.

1) Membangun kapasitas level birokrat


Membangun kapasitas (capacity building) adalah sesuatu yang berkaitan dengan
penciptaankesempatan bagi siapa saja untuk mengambil manfaat dari bekerjasama dalam
suatu sistem kerja yang baru(Harris & Lambert, 2003). Konsep ini menekankan pada kerja
sama sebagai prinsip dalam organisasi untukmencapai tujuan bersama yang telah

89
ditetapkan. Capacity building yang diperlukan mencakup tiga hal; a)pengembangan nilai-
nilai atau budaya kerja yang menjadi jiwa pelaksanaan kegiatan, b) infrastruktur yang
menjadi landasan untuk melaksanakan kerja, dan c) pengembangan tenaga pendidik,
khususnya guru, sebagai intipelaksana kegiatan yang harus dilaksanakan. Membangun
kapasitas level birokrat berarti mengembangkan suasana kerja di kalangan staf
danpegawai kantor pendidikan di segala jenjang, yang menenkankan pada penciptaan
kondisi kerja yangdidasarkan pada saling percaya mempercayai untuk dapat melayani
sekolah sebaik mungkin, agar sekolah dapatmengelola proses belajar mengajar (PBM) dan
meningkatkan mutunya masingmasing sesuai dengan kondisidan situasi yang ada.
Variable yang diperluakan dalam pengembangan kapasitas birokrat kantoran antara
lainvisi, skills, incentive, sumber daya, dan program.Di bidang infrastruktur,
pembangunan kapasitas pada level birokrat kantoran, keberadaan operationroom mutlak
diperlukan. Pada operation room saling tidak memiliki peta sekolah dan kualitasnya, peta
guru,jumlah, penyebaran, kesesuaian, dan kualifikasi pendidikannya dan data yang
senantiasa dimutakhirkan daritahun ke tahun.Disamping itu diperlukan juga suatu sistem,
mekanisme dan dan prosedur pelatihan, pemilihan, pengangkatan dan pemberhentian
kepala sekolah dan pengawas.Berdasarkan data dan fakta yang ada padaoperation room
bisa dikembangkan berbagai skenario peningkatan mutu sekolah, mutu kepala sekolah,
mutuguru, di suatu daerah atau wilayah. Di samping itu, dalam pembangunan kapasitas
sekolah pada level birokratkantoran perlu dikaji dan ditentukan scenario bagaimana
pemberdayaan guru, pengembangan dan peningkatankemampuan guru secara
berkesinambungan dilaksanakan. Dalam peningkatan mutu guru harus ditekankan
padapemberdayaan dan pendinamisian KKG, MGMP, dan MKKS. Dinamisasi ini
ditujukan untuk dua hal, yaitu; a) meningkatkan interaksi akademik antara guru dan kepala
sekolah, b) untuk mengembangkan kemampuan dikalangan guru melalui refleksi secara
sistematis atas apa yang dilakukan dalam proses belajar mengajar.Dalam aspek
pengembangan tenaga pendidikan ini pula birokrat kantoran harus
mempersiapkanrancangan pengadaan guru, baik karena lingkaran proses pensiun sudah
mulai muncul maupun perluasanpelayanan pendidikan yang semakin lebar, sehingga
penambahan lembaga pendidikan baru tidak dapat ditundalagi. Peningkatan kemapuan
profesioanalitas guru yang harus dimiliki oleh guru ada empat sasaran, yaitu;
1)kemampuan melaksanakan PBM secara individual, 2) kemampuan melaksanakan PBM
dan mengembangkankurikulum secara berkelompok, 3) kemampuan mengorganisir,
memimpin, menjalin, hubungan, danmemecahkan masalah secara individual dan, 4)
kemampuan untuk bekerjasama memajukansekolah.
2) Membangun kapasitas level sekolah
Membangun kapasitas berarti membangun kerjasama, membangun trust, dan
membangun kelompokatau masyarakat sehingga memiliki persepsi yang sama kemana
akan menuju dan dapat bekerjasama untukmewujudkan tujuan itu. Membangun kapasitas
diarahkan pada sekolah sebgai suatu system dan juga level kelas sebagai inti dari sekolah.
Secara teoritis dalam membangun kapasaitas sekolah ada beberapa konsep
yangdiidentifikasi oleh Hopkins & Jackson (2002), yaitu; pertama, dalam membangun
kapasitas sekolah individumemegag peranan penting.Individu dalam hal ini bisa kepala
sekolah, guru ataupun siswa. Kedua, hubungandan kaitan kerja diantara individuindividu
yang dirangkum dalam suatu aturan sehingga mereka dapat bekerjasebagai suatu tim yang
solid. Ketiga , terdapat suatu system dan mekanisme yang mendorong dan

90
memfasilitasiterjadinya kesatuan kerja dan jaringan kerja internal yang akan
meningkatkan kemampuan individu dan kualitaskerjasama. Keempat, keberadaan
pemimpin yang mampu mengembangkan nilai-nilai, kultur, trust, keutuhansocial, dan
kebersamaan yang tulus. Jadi membangun kapaistas mencakup membangun diri idividu,
kelompokdan organisasi di satu sisi dan membangun kepemimpinan di sisi lain.
Membangun kapasitas level sekolahmencakup; mengembangkan visi dan misi,
mengembangkan kepemimpinan dan manajemen sekolah, mengembangkan kultur
sekolah, mengembangkan a learning school, dan melibatkan orang tua, alumni
danmasyarakat serta memahami tantangan yang dihadapi kepala sekolah.
3. Membangun kapasitas level kelas
Inti dari mutu pendidikan terletak pada apa yang terjadi diruang kelas. Meningkatkan
mutu sekolahpada intinya berujung pada peningkatan mutu belajar mengajar di ruang
kelas.Oleh karenanya, membangunkapasitas sekolah harus membangun kapasitas kelas.
Kapasitas kelas merupakan proses yang memungkinkaninteraksi akademik antara guru
dan siswa, dan antara komponen di sekolah yang berlangsung secara positif.Interaksi antar
guru dan siswa merupakan inti dari kegiatan di sekolah. Interaksi memiliki dua macam
sifat, yakni: sifat positif dan negatif. Interaksi yang positif akan melahirkanenergi yang
positif yang akan mendukung peningkatan mutu. Sebaliknya interaksi negative akan
menghasilkandampak negatif bagi upaya peningkatan mutu. Dengan demikian, kepala
sekolah harus melakukan rekayasa agardi kelas muncul interaksi guru dan siswa yang
bersifat positif.Beberapa hal yang berkaitan erata dengan pembangunan kapaistas level
kelas antara lain; a)memahami hakekat proses belajar mengajar, b) memahami
karakteristik kerja guru, c) mengembangkankepemimpinan pembelajaran, d)
meningkatkan kemampuan mengelola kelas, e) tantangan guru.

2.5 Tantangan Peningkatan Mutu Pendidikan di Sekolah


Di bawah ini akan diuraikan beberapa tantangan peningkatan kualitas pendidikan di
sekolah secaraumum, yaitu:
1. Efektifitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah.Setelah praktisi pendidikan
melakukan penelitian dansurvey ke lapangan, salah satu penyebabnya adalah tidak adanya
tujuan pendidikan yang jelas sebelum kegiatanpembelajaran dilaksanakan. Hal ini
menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal” apa yang akandihasilkan
sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam proses pendidikan.
2. Efisiensi pengajaran di sekolah yang masih bermasalah
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan dengan proses
yang lebih ‘murah’.Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik jika kita
memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baiktanpa melupakan proses yang baik
pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan di Indonesia.Kita kurang
mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaimana dapat meraih standar hasil yang telah
disepakati.Beberapa masalah efisiensi pengajaran di di Indonesia adalah mahalnya biaya
pendidikan, waktu yangdigunakan dalam proses pendidikan, mutu pengajar, sistem
pendidikan dan banyak hal lain yang menyebabkankurang efisiennya proses pendidikan
di Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber dayamanusia Indonesia
yang lebih baik.Konsep efisiensi selalu dikaitkan dengan efektivitas.Efektivitas
merupakan bagian dari konsep efisiensikarena tingkat efektivitas berkaitan erat dengan

91
pencapaian tujuan relative terhadap harganya.Apabila dikaitkandengan dunia pendidikan,
maka suatu program pendidikan yang efisien cenderung ditandai dengan polapenyebaran
dan pendayagunaan sumber-sumber pendidikan yang sudah ditata secara efisien.
Programpendidikan yang efisien adalah program yang mampu menciptakan
keseimbangan antara penyediaan dankebutuhan akan sumber-sumber pendidikan sehingga
upaya pencapaian tujuan tidak mengalami hambatan.
3. Standarisasi pendidikan di Indonesia
Kualitas pendidikan diukur oleh standar dankompetensi di dalam berbagai versi,
demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk melaksanakanstandarisasi dan
kompetensi tersebut seperti Badan Standarisasi Nasional Pendidikan (BSNP). Peserta
didik terkadang hanya memikirkan bagaimana agar mencapai standar pendidikan saja,
bukanbagaimana agar pendidikan yang diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli
bagaimana cara agarmemperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang
terpenting adalah memenuhi nilai di atas standar saja. Hal seperti di atas sangat
disayangkan karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu
menuntun standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu
pendidikan di Indonesia.
4. Perubahan Sikap dan perilaku birokrasi pendidikan
Dari sikap sebagai birokrat menjadi sikap dan perilaku sebagai pelayan pendidikan
yang masih sulit dilaksanakan.
5. Alokasi anggaran yang langsung berkaitan dengan proses belajar mengajar masih terbatas.
6. Tidak meratanya tenaga guru di sekolah-sekoalh akibat distribusi tenaga guru di Indonesia
yang timpang.
7. Penerapan pola manajemen berbasis sekolah bertentangan dengan kebijakan pendidikan
gratis yang disalahgunakan oleh kepentingan politik tertentu di daerah, sehingga
masyarakat salah memahami prinsip kebijakan pendidikan gratis itu sendiri.
8. Adanya kesenjangan kualitas pendidikan antara daerah perkotaan dengan daerah pedesaan.

Simpulan
Masalah pendidikan yang ada di Indonesia semakin hari semakin rumit, bertambah
banyak dan komplek. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa
Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan.
Berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukkan peningkatan yang berarti. Sebagian
sekolah, terutama di kota-kota menunjukkan peningkata nmutu pendidikan yang cukup
menggembirakan, tetapi sebagian lainnya masih memprihatinkan. Rendahnya mutu
pendidikan di sekolah desebabkan oleh berbagai faktor antara lain:
a. Rendahnya sarana fisik sekolah
b. Rendahnya kualitas guru
c. Rendahnya kesejahteraan guru
d. Kurangnya kesempatan pemerataan pendidikan
e. Redahnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
f. Mahalnya biaya pendidikan
Untuk meningkatkan mutu pendidikan di sekolah dapat ditempuh berbagai model
manajemn dan strategipeningkatan mutu antara lain:

92
a. Teori Total Quality Management
b. Teori Organizing Business For Excelency
c. Model Peningkatan Mutu Faktor Empat
d. Peningkatan Mutu Pendidikan melalui Manajemen Berbasis Sekolah
Strategi peningkatan mutu pendidikan di sekolah dapat dilakukan dengan cara: yaitu
strategi yangmenekankan pada hasil (the output oriented strategy), strategi yang menekankan
pada proses (theprocess oriented strategy), dan strategi komprehensif (the comprehensive
strategy).
Adapun yang menjadi tantangan dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah
sangat banyaktetapi pada intinya adalah sumber daya pelaku pendidikan di sekolah yang belum
memadai, political willdari pemegang kebijakan dan kebijakan pendidkikan itu sendiri. Kepada
pihak pemerintah sebagai pembuat kebijakan agar dapat mengubah pola fikir merekadalam
rangka peningkatan mutu pendidikan, khusunya dalam hal komitmen untuk peningkatan
mutupendidikan itu sendiri. Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan di sekolah, agar mutu
guru yang palingdiutamakan. Sehubungan dengan hal ini maka disarankan kepada pemerintah
agar senantiasa memberikanfasilits untuk peningkatan mutu guru yang sudah ada dan
melakukan seleksi ketat terhadap pengangkatanguru baru. Kepada kepala sekolah sebagai
pemegang kunci manajemen di sekolah agar senantiasamenekankan pentingnya penigkatan
mutu pendidikan dalam proses perencanaan pengembangan sekolah.

Daftar Pustaka
Depdiknas.(2003). Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah; Buku 1. Koonsep Dasar.
Jakarta: Depdiknas.
Mulyasa, E. (2012). Manajemen & Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi
Aksara.
_________(2003). Manajemen Berbasis Sekolah: Konsep, strategi, dan implementasi.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nanang, F. (2000). Manajemen Berbasis Sekolah; Pemberdayaan sekolah dalam rangka
Peningkatan Mutu dan Kemandirian Sekolah. Bandung: CV Andira.
Sudarwan, Danim. (2008). Visi Baru Manajemen Sekolah dari Unit Birokrasi ke Lembaga
Akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaifuddin, M, dkk. (2008). Manajemen Berbasis Sekolah. Jakarta: Depdiknas.
Syaodih, N, dkk. (2007). Pengendalian Mutu Pendidikan Sekolah Menengah (Konsep,
Prinsip dan Instrumen). Bandung: Refika Aditama.
Zamroni.(2007). Meningkatkan Mutu Sekolah, Teori, Strategi dan Prosedur. Jakarta:
PSAP Muhammadiyah.

93
MADANI Jurnal Politik dan Sosial Kemasyarakatan
Vol. 10 No.1 2018 (79-91) ISSN 2085-143X

MEMBANGUN KOMPETENSI PEMIMPIN DALAM MENGELOLA


ORGANISASI PUBLIK: STRATEGI DAN APLIKASI
Oleh :
Nurul Amaliyatul Fitriyah dan Agus Suliyadi

Abstrak
Adanya pimpinan dalam suatu organisasi tidaklah cukup untuk mengantarkan
sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor yang lebih penting adalah
kompetensi pimpinannya, lebihlebih organisasi sektor publik. Competency berarti
cakap, mampu. Kompetensi memanage berarti kemampuan pimpinan dalam
mengelola, mengatur dari merencanakan, mengkoordinasi, meaktualisasikan dan
mengawasi organisasi publik. Adapun kompetensi yang harus dimiliki pimpinan
publik adalah minimal tujuh kompetensi, yaitu: kompetensi memanage diri sendiri,
kompetensi memanage komunikasi, kompetensi memanage kemajemukan, kompetensi
memanage etika, kompetensi memanage tim, kompetensi memanage keragaman
budaya, dan kompetensi memanage perubahan.

Minimal ada empat strategi yang harus dilakukan yaitu seorang pimpinan
publik harus
berfikir dan bertindak generalis, terus belajar, mengedepankan cara berfikir yang
integralistik, strategik dan berorientasi pada pemecahan masalah dan pimpinan
publik harus sepenuhnya konsentratratif. Perilaku yang harus dilakukan pimpinan
publik dalam memanage komunikasi adalah sebagai berikut: pertama, "kodenisasi
dala penyampaian pesan. Kedua, tepat dalam penyampaian pesan sesuai dengan
pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang, tingkat pendidikan dan
kedudukan aparatur pemerintah baik dalam organisasi publik maupun di luar. Ketiga,
menggunakan dan mengembangkan sistem komunikasi terbuka. Keempat,
mengatur media informasi yang dibutuhkan pegawai dan kelima, mendorong
timbulnya feed back.

Strategi yang mungkin bisa diterapkan pimpinan organisasi publik dalam


memanege kemajemukan adalah: pimpinan publik harus mampu sebagai koordinator
dan intregator dari berbagai komponen organisasi sehingga dapat bergerak sebagai
sebuah totalitas dan tidak membiarkan cara berfikir dan bertindak yang terkotak-
kotak. Beberapa langkah yang harus dimiliki pimpinan di sektor publik dalam

94
memanage etika ini. pimpinan publik harus mengembangkan sistem yang terbuka,
mengedapankan pelayanan sebagai fokus utama dalam sektor publik, akuntabel,
lebih responsif dan tegas. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan
publik dalam memanage tim minimal dua hal yaitu: menjaga kohesi antara anggota
yang satu dengan yang lain dan sebagai mediator. Strategi yang harus dilakukan
pemimpin organisasi publik dalam memanage keragaman budaya adalah sebagai
berikut: perbedaan budaya harus dilihat sebagai sebuah kekayaan yang harus
dikembangkan bukan sebagai suatu ancaman. Nilai-nilai positif inilah yang akan
dijadikan input dalam memajukan organisasi. Di sisi lain pemimpin organisasi
publik harus mampu sebagai integrator. Sikap yang harus diaplikasikan oleh
pimpinan publik dalam memanage perubahan ini adalah: pemimpin publik harus
mempunyai sikap adaptabilitas yang tinggi dan pimpinan publik harus fleksibel.

Keywords : Kompetensi Pemimpin, Organisasi, Politik

Pendahuluan

Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan tidaklah bisa dilepaskan dari
kualitas pemimpinnya. Baik organisasai privat lebih organisasi publik pemimpin
merupakan suatu keniscayaan. Pentingnya seorang pemimpin paling tidak karena
pertama, sebagai penentu arah yang hendak ditempuh organisasi usaha pencapaian tujuan
dan berbagai sasarannya. Kedua, mediator, khususnya dalam mengatasi konflik yang
mungkin timbul antara individu dalam satu kelompok kerja dan antara kelompok kerja
yang terdapat dalam organisasi yang dipimpinnya. Ketika, integrator, yang rasional dan
obyektif. Keempat, komunikator yang efektif dan sebagai wakil dari sebuah organisasi
ketika berhubungan dengan pihak luar. (Sholikin, 2013)

Adanya pimpinan dalam suatu organisasi tidaklah cukup untuk mengantarkan


sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Faktor yang lebih penting adalah
kompetensi pimpinannya, lebih-lebih organisasi sektor publik dimana tuntutan publik
semakin ketat tersebut membuat manajemen sumberdaya manusia harus dikelola
dengan baik dengan memperhatikan segala kebutuhan demi tercapainya tujuan
organisasi yang telah ditetapkan . Karena sektor publik tidak sesederhana dan sejelas
sektor privat. Sektor publik disamping lebih luas cakupannya, juga tujuan
yang diemban tidak sekongkrit sektor privat. Kalau sektor privat tujuannya jelas, untuk
mendapatkan keuntungan (efisiensi) yang sebesar- besarnya, sedang sektor publik
disamping memandang perlunya efisiensi dan efektivitas maka juga tetap menjaga nilai-
nilai kemanusiaan, seperti keadilan, kedaulatan rakyat, perlindungan hak-hak asasi
manusia, dan akuntabilitas.
Nilai-nilai tersebut hampir belum dapat direalisasikan oleh organisasi publik lebih
negara-negara dunia ke tiga. Persoalaanya sekarang adalah megapa nilai-nilai efisiensi,
efektifitas, humanisme seperti keadilan, kedaulatan rakyat, perlindungan hak-hak asasi
manusia dan akuntabilitas sulit terealisasikan? Apa sebenarnya problem organisasi publik
dan apa kendala-kendalanya? Inu Kencana Syafi¶L mengidentifikasi problem organisasi
publik dalam enam bagian yaitu masih suburnya budaya feodalisme, instruksional,

95
loyalitas pada atasan, disorientasi, service publik bukan publik service dan sistem
rekruitmen yang tertutup.

Kalau disederhanakan sebenarnnya problem organisasi publik berakar pada tiga


akar masalah yaitu faktor gaya kepemimpinan, budaya organisai dan teknik
kepemimpinan. Pertama, gaya kepemimpinan. Potret gaya kepemimpinan di negara-
negara sedang berkembang masih di dominasi gaya otokratis dan birokratis dan
meninggalkan gaya kepemimpinan bebas dan demokratis. Gaya kepemimpinan otokratis
berimplikasi sistem instruktif dal mengambil kebijakan, dilarangnya inisiasi dari anggota
masyarakat. Pada sisi yang sama munculnya intimidasi dan paksaan dalam setiap
pelaksanaan kebijakan. Gaya kepemimpinan birokratis menghadirkan tatanan organisasi
yang formalitas, kaku, orientasi pada atasan, berpegang teguh pada ‡atXUDQ· bukan
pada misi organisasi. Jika dalam lingkup organisasi maka gaya kepemimpinan
transformasional menuntut kemampuan.

pemimpin untuk memotivasi bawahannya agar bawahan mampun bekerja sesuai


kehendak mereka sendiri demi kemajuan organisasi. Muaranya lahirnya organisasi publik
bukan mampu menyelesaikan masalah rakyat tetapi menjadi masalah itu sendiri.
(Sholikin, 2013) Kedua, budaya kepemimpinan. Adapun budaya organisasi mempunyai
fungsi antara lain: menetapkan batas dan wewenang, memberikan rasa identitas kepada
anggotanya . Tentunya menciptakan budaya tersebut sangat sulit karena pemimpin di
dunia ketiga adalah raja yang menganggap selalu benar yang diucapkan dan dilakukan.
Oleh karena itu wajib ain bagi rakyat untuk
‡menyembDK· dan mentaati kebijakan yang diambilnya meskipun nyata-nyata tidak
masuk akal (reasonable), tidak rasional dan salah seperti korupsi. Pada sisi lain
budaya melayani bukan pada rakyat tetapi pada penguasa serta loyalitas kepada penguasa
adalah budaya yang masih melekat. (Sholikin, 2013) Ketiga, Teknik kepemimpinan, yang
sering di praktekkan adalah bukan komunikasi dua arah, bukan persuasif, bukan motivasi
dan bukan keteladanan yang baik tetapi lebih cenderung pada komunikasi searah,
punisment (bukan berdasarkan pada konsekwensi) dan keteladanan yang buruk.
(Sholikin, 2013) Melihat kekacauan dan carut-marut organisasi publik dalam negara
sedang berkembang salah satu agenda mendesak yang harus diperjuangkan adalah
organisasi publik harus memiliki pemimpin yang kompeten.

Kompetensi Pemimpin Publik

Kompetensi berasal dari bahasa Inggris ‡competence· yang berarti kecakapan,


kemampuan. Competency berarti cakap, mampu (Echols dan Shadily, 1993: 132).
Kompetensi memanage berarti kemampuan pimpinan dalam mengelola, mengatur dari
merencanakan, mengkoordinasi, meaktualisasikan dan mengawasi organisasi publik.
Kompetensi bagi pimpinan publik ini dimaksudkan supaya organisasi publik dapat
memecahkan masalah seperti pemborosan anggaran, arogansi, minta dilayani, senang
mengatur, tidak rasional, mental GDSXU¶, dan otoriter.

96
Adapun kompetensi yang harus dimiliki pimpinan publik adalah minimal tujuh
kompetensi, yaitu: (1) Kompetensi memanage diri sendiri, (2) Kompetensi memanage
komunikasi, (3) Kompetensi memanage kemajemukan, (4) Kompetensi memanage etika,
(5) Kompetensi memanage tim, (6) Kompetensi memanage keragaman budaya, dan (7)
Kompetensi memanage perubahan (Warella, 2005).

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tulisan ini akan dimulai dengan
pembahasan satu persatu dari ketujuh kompetensi itu kemudian mencoba mengkaji
konsep-konsep tersebut untuk diaplikasikan pimpinan pada sektor publik.

Kompetensi Memanage Diri Sendiri

Kepemimpinan berkenaan mengatasi perubahan lebih menekankan pada visi


kepemimpinannya. Dengan demikian, pemimpin harus memberikan inovasi dari sekedar
melakukan tugas administrasi yang notabene dilakukan oleh seorang manajer.

. Pimpinan publik yang memiliki kompetensi diri sendiri adalah pimpinan yang memiliki
pengetahuan luas, inkuisitif, kemampuan analisis yang mendalam, daya kognitif dan
penalaran di atas rata-rata. Sebuah aksioma yang diterima secara umum oleh teoritisi dan
praktisi adalah semakin tinggi kedudukan dalam hirarchi organisasi, ia dituntut untuk
mampu berfikir. Kemampuan berfikir ini tidaklah dapat dimiliki pimpinan tanpa adanya
pengetahuan yang luas terutama terkait dengan disiplin pengetahuan tentang pencapaian
tujuan organisasi. (Saraswati & Sholikin, n.d.)

Inkuisitif artinya rasa ingin tahu, yang merupakan sikap yang mencerminkan dua
hal yaitu: pertama, tidak merasa puas dengan pengetahuan yang dimiliki, kedua,
kemampuan untuk mencari dan menemukan hal-hal baru. (Solikhin, 2017) Ini merupakan
cermin dari pimpinan yang ingin tumbuh dan berkembang kemampuan analisis yang
dimaksudkan disini adalah cara dan kemampuan berfikir yang integralistik, strategik dan
berorientasi pada pemecahakan masalah.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana menerpakan kompetensi memanage diri


sendiri dalam organisasi publik? Minimal ada empat strategi yang harus dilakukan,
pertama, seorang pimpinan publik harus berfikir dan bertindak generalis. Artinya
pimpinan organisasi publik dituntut memiliki kemampuan untuk melihat dan
memberlakukan seluruh pegawai dan rakyat yang plural dengan persepsi dan pendekatan
holistik, bukan dengan persepsi dan pendekatan inkrementalistik apalagi atomistik.
(Saraswati & Sholikin, n.d.) Untuk memahami mengenai pendekatan holistik ini,
pimpinan publik dituntut untuk mencari pengetahuan yang luas yakni pemahaman
berbagai disiplin ilmu yang ada sangkut pautnya dengan tujuan, strategi, rencana dan
kegiatan organisasi publik yang dipimpinnya.

Bukankah latar belakang pendidikan dan pengalaman seseorang pegawai cenderung


terspesialisasi? Siagian (1999: 76-77) dengan tegas mengatakan pengetahuan yang

97
spesialistik itu hanya akan menjadi penghalang bagi efektifitas pemimpin publik, apabila
pengetahuan tersebut berakibat pada pemberian perhatian yang tidak proporsional.
Dengan kata lain pimpinan publik harus mengenali hutDQ¶ di mana dia berada, bukan
mengenali SRKRQ¶ yang disukainya yang ada dalam hutan itu. Misalnya seorang bupati
yang berfikiran generalis akan melihat pegawai dan rakyat secara keseluruhan, bukan
hanya pegawai dan rakyat yang mendukung dia untuk menjadi bupati.

Kedua, terus belajar. Belajar dari pengalaman-pengalaman sendiri, pengalaman-


pengalaman orang lain maupun perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang
terkait dengan tujuan dan strategi organisasi publik yang dipimpinnya.

Mengenai kemampuan belajar dan pengalaman, baik pengalaman sendiri maupun


pengalaman dari orang lain, memiliki dua makna yang sangat penting. (1) dengan
berusaha mengenali faktor-faktor penyebab keberhasilan, termasuk cara-cara dalam
pemecahan masalah, menghilangkan ancaman dan gangguan serta.

menghilangkan rintangan dan tetap memperhatian dalam situasi dan kondisi yang
bagaimana cara-cara yang efektif. (2) mengenali secara tepat faktor-faktor yang
menghambat yang mengakibatkan keberhasilan bahkan kegagalan di masa lalu. Ini
dimaksudkan faktor penghalang dapat dieliminasi atau paling tidak diminimalisasi.

Ketiga, mengedepankan cara berfikir yang integralistik, strategik dan berorientasi


pada pemecahan masalah. Dalam hal ini pimpinan publik harus menumbuhkan dan
memperlakukan dinas yang dipimpinnya sebagai satuan bulat meskipun di dalamnya
terdapat satuan kerja yang menyelenggarakan berbagai kegiatan dengan aneka ragam
spesialisasi. Untuk itu pendekatakan holistik adalah jalan keluar untuk memungkinkan
interaksi dan interralasi antara satuan kerja yang dapat ditumbuhkan dan dipelihara
sehingga menghasilkan hubungan yang sifatnya simbiosis mutualis. (Solikhin, 2017)
Cara berfikir strategik adalah pimpinan publik harus mampu menganalisis mana prioritas
program yang utama, mendesak, penting, mana program yang harus dikerjakan sendiri,
mana yang harus dikerjakan orang lain dan menganalisis dampak-dampak alasannya
secara mendalam. Cara berfikir yang berorientasi pada pemecahan masalah jelas
menuntut publik memiliki kemampuan analitik, mulai dari identifikasi masalah,
pengumpulan dan penelaahan informasi yang diperlukan, alternatif pemecahan masalah
yang mungkin ditempuh, penentuan pilihan pemecahan sehingga implementasinya benar-
benar membawa kepada pemecahan yang tuntas dan akuntabel.

Keempat, pimpinan publik harus sepenuhnya memusatkan kepada organisasi publik


yang dipimpinnya. Ini dimaksudkan disamping optimalisasi kerja pimpinan, apabila
pimpinan publik tidak terfokus pada dinas yang dipimpinnya, akan berakibat pada daya
kognitif dan penalaran yang lemah. Dari banyak literatur yang ada, terutama
pimpinan publik, tidaklah harus seorang yang jenius tetapi yang penting ada daya
intelektualnya. Salah satu daya intelektual ini adalah daya ingat yang kuat. Daya ingat
bisa kuat apabila pimpinan hanya terpaku pada satu pusat perhatian.

98
Kompetensi Memanage Komunikasi

Menurut Sujak (1990: 77) komunikasi diartikan sebagai transfer informasi beserta
pemahamannya dari suatu pihak ke pihak lain, melalui alat-alat berupa simbol yang penuh
arti. Ini berarti suatu komunikasi merupakan media tukar menukar ide, sikap, nilai-nilai,
opini-opini dan fakta. Kompetensi memanage komunikasi berarti kemampuan seorang
pimpinan publik dalam menyampaikan ide, sikap, nilai-nilai kepada pegawainya. Peran
kompetensi komunikasi tidak boleh dianggap kecil karena paling tidak memiliki makna
(1) sebagai motivasi para pegawai untuk bekerja secara tekun dan giat, (2) sebagai
ekspresi emosi pimpinan, (3) sebagai penyampaian informasi, dan (4) sebagai
pengendalian perilaku pegawai.

Untuk itu, perilaku yang harus dilakukan pimpinan publik dalam memanage
komunikasi adalah sebagai berikut: pertama, hakekat komunikasi adalah
mengalihkan suatu pesan dari satu ke pihak lain. Agar pesan yang disampaikan
pimpinan publik tidak mengalami distorsi maka diperlukan NRGHQisasi¶ (SHOLIKIN
& Abdul Gaffar Karim, 2015) Kodenisasi berarti menerjemahkan pesan yang hendak
disampaikan dalam bentuk tertentu. Untuk itu pimpinan publik harus memiliki
ketrampilan dan menyusun pesan sehingga jelas bagi aparatur pemerintah dan
memudahkan kegiatan pemerintahan. Mc Gregor menyebutkan komunikasi juga dapat
diimplementasikan melalui reward atas tugas tertentu karena teori X mengharuskan
pemimpin menciptakan kontrol atas bawahan yang dianggap lalai mengerjakan tugas
yang dibebankan.
Kedua, pimpinan publik harus memiliki sikap yang tepat dalam penyampaian pesan
dan pengetahuan yang mendalam tentang latar belakang, tingkat pendidikan dan
kedudukan aparatur pemerintah baik dalam organisasi publik maupun di luar.

Ketiga, pimpinan publik harus menggunakan dan mengembangkan sistem


komunikasi terbuka. Artinya secara obyektif pemimpin publik disamping menyampaikan
informasi kepada pegawai, pimpinan publik harus siap mendengarkan informasi (tuntutan
dan keluhan) maupun kritik dari pegawai bawahannya. Ini berarti disamping pemimpin
publik sebagai sender juga siap sebagai pendengar yang baik.

Keempat, pimpinan publik harus mengatur media informasi yang dibutuhkan


pegawai dan kelima, mendorong timbulnya feed back.

Kompetensi Memanage Kemajemukan

Kemajemukan dalam sebuah organisasi publik adalah merupakan hal yang wajar.
Yang tidak wajar adalah mereka tidak diperlakukan sama oleh pimpinan publik.
Maka dalam hal ini strategi yang mungkin bisa diterapkan pimpinan organisasi
publik adalah: pertama, pimpinan publik harus mampu sebagai koordinator dan

99
intregator dari berbagai komponen organisasi, sehingga dapat bergerak sebagai sebuah
totalitas. (Solikhin, 2016)

Oleh karena itu, pendekatan yang harus dipakai adalah pendekatan holistik dan
integralistik karena pimpinan publik mau tidak mau harus menyusun organisasi
sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka ragam tugas dan kegiatan
yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi.

Kedua, tidak membiarkan cara berfikir dan bertindak yang terkotak-kotak.


Kemajemukan harus dipahami sebagai perbedaan dalam menjalankan tugas, bukan
perbedaan cara berfikir dan bertindak. Dengan bahasa lain kemajemukan merupakan
kenyataan hidup. Tetapi kebersamaan harus dijamin.

Kompetensi Memanage Etika

Etika secara sederhana dapat dipahami sebagai science of morality atau


sesuatu yang mendeskripsikan baik (Setiyono, 2005). Dalam organisasi privat lebih-
lebih organisasi sektor publik mutlak etika diperlukan, karena (1) setiap profesi
membutuhkan etika sebagai standard of conduct, (2) dapat menimbulkan public trust,
(3) ketiadaan etika dapat menyebabkan weakened support for government, distruisted
public officials, reduced civic engangement (MC Carthy dalam Setiyono, 2005).
Melihat hal ini, kemampuan seorang pimpinan publik dalam memanage etika adalah
suatu yang sangat dibutuhkan karena dengan etika keadilan yang merupakan salah satu
tujuan organisasi mungkin dapat diperlihatkan kepada publik.

Untuk itu, ada beberapa langkah yang harus dimiliki pimpinan di sektor publik
dalam memanage etika ini. Pertama, pimpinan publik harus mengembangkan sistem
yang terbuka (transparan). (Sholikin, 2018a) Keterbukaan merupakan kata yang mudah
untuk diucapkan, tetapi sampai saat ini hampir semua pimpinan publik masih enggan
bahwa isi dapurnya diobok-RERN¶ Rleh pegawainya, apalagi rakyat. Tetapi apabila
pimpinan publik tidak transparan, yang terjadi justru tingkat kepercayaan rakyat akan
menurun dan itu merugikan pemerintah.

Kedua, pimpinan publik harus mengedapankan pelayanan sebagai fokus utama


dalam sektor publik. Harus dipahami bahwa sektor publik tidaklah semata- mata
mengejar keuntungan seperti sektor privat, tetapi lebih mengedepankan nilai- nilai
kemanusiaan. Maka dari itu sikap yang seringkali cenderung mengatur dan memerintah
hendaknya segera dieliminasi. Selain itu yang harus dipahami pimpinan organisasi publik
sekarang ini masyarakat sudah mulai sadar dan mengerti bahwa mereka mengehendaki
sikap egalitarianisme, rasional dan demokrasi (Setiyono, 2004:
170).

100
Ketiga, pimpinan publik harus akuntabel. Akuntabilitas pimpinan publik tidak
boleh hanya pada atasan (accountability up wards), juga pada staf (accountability staff)
lebih diarahkan pada accountability down wards yaitu akuntabilitas yang diarahkan
dengan proses konsultatif dan kerjasama antara wakil rakyat dengan masyarakat di
tingkat lokal (Kumorotomo, 2005: 4-5). Terkait dengan ini pimpinan harus mampu
memperluas alternatif penyedia pelayanan publik serta menunjang informasi atau
menetapkan standar yang dapat menjamin adanya akuntabilitas yang baik dalam
pelayanan publik. Juga konsep self accountability yang merupakan proses akuntabilitas
internal yang sangat tergantung pada penghayatan mengenai nilai-nilai moral atau etika
pimpinan publik dalam melaksanakan tugas pelayanan publik. Menurut Denhard (1998:
18) akuntabilitas ini harus lebih diarahkan pada pentingnya kualitas subyektif, rasa
tanggung jawab dan pentingnya kontrol struktural.

Keempat, pemimpin publik harus lebih responsif. Untuk itu menurut Haylan dalam
Kumorotomo (2005: 8) pemimpin publik harus membuka lebar partisipasi masyarakat
dan konsultasi publik, debat publik, mentolerir dan memfasilitasi lembaga-lembaga
advokasi, sering mengadakan pertemuan-pertemuan yang bersifat publik dan
mempelopori kebebasan berpendapat.

Kelima, tegas. Apabila ada pejabat yang melanggar aturan dan kode etik yang
telah ditetapkan, sikap ewuh pekewuh¶ VXQJNDQisme, hendaknya dieliminasi.
Pemimpin harus tegas dalam merumuskan sesuatu dan mengambil tindakan yang
bersifat punitif jika setelah dipahami secara seksama membahayakan kehidupan
masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.

Kompetensi Memanage Tim

Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh pimpinan publik minimal dua hal
yaitu: pertama, menjaga kohesi antara anggota yang satu dengan yang lain. Atau mungkin
menjaga kohesi antara masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat yang lain, ini
dimaksudkan untuk menghindari terjadinya konflik baik pada pejabat bawahan juga
masyarakat yang sangat paternalistik.

Kedua, sebagai mediator. Dalam kehidupan organisasi situasi konflik akan selalu
ada untuk itu pimpinan publik harus mampu sebagai mediator. (Saraswati & Sholikin,
n.d.) Sebagai mediator pemimpin publik harus memiliki keyakinan berbagai kepentingan
dalam organisasi meskipun sukar pasti bisa dipertemukan. Ini mutlak diperlukan demi
kekompakan tim, karena kalau dibiarkan berlarut-larut tujuan organisasi akan terhambat.

101
Kompetensi Memanage Keragaman Budaya

Sudah menjadi hukum alam, bahwa manusia diciptakan tidak sama. Maka
pluralisme (keragaman) budaya dalam sebuah organisasi adalah sebuah kenyataan. Untuk
itu, strategi yang harus dilakukan pemimpin organisasi publik adalah sebagai berikut:

Pertama, perbedaan budaya harus dilihat sebagai sebuah kekayaan yang harus
dikembangkan bukan sebagai suatu ancaman. Karena setiap budaya pasti memiliki nilai-
nilai positif. Nilai-nilai positif inilah yang akan dijadikan input dalam
memajukan organisasi.

Kedua, sebagai integrator. Sikap mementingkan kelompok dan satuan kerja


sering kali mudah timbul dalam organisasi. Ini mungkin disebabkan karena dalam
organisasi tersebut menuntut adanya spesialisasi yang berlebihan, sistem alokasi dana
dan daya yang kurang atau tidak rasional dan kurangnya pendekatan pada kesisteman.

Keadaan ini seringkali biasanya terkait suasana kompetisi di kalangan kelompok


kerja yang ada yang diupayakan agar satuan kerja sendiri diperlakukan ‡satuan kerja
strategiN· Jika pimpinan publik membiarkan persepsi yang demikian berkembang, dapat
dipastikan bahwa satuan anggota kerja yang bersangkutan akan berjuang supaya satuan
kerja sendiri memperoleh alokasi dana, sarana dan prasarana dan tenaga yang lebih besar
dibandingkan dengan satuan kerja yang lain. Upaya yang demikian konsekuensinya akan
melahirkan cara berfikir dan bertindak yang terkotak- kotak.

Oleh karena itu pimpinan publik yang efektif tentunya tidak akan membiarkan cara
berfikir dan bertindak yang demikian karena organisasi publik yang diterapkan mampu
meningkatkan kualitas pelayanan, hanyalah yang bergerak sebagai satu totalitas.
Meskipun tidak bisa disangkal suatu organisasi pemerintahan modern disusun dalam
suatu struktur yang menggambarkan fungsi, tugas dan kegiatan yang beraneka ragam.
Keragaman itu menghilangkan perlunya interaksi, interrelasi dan interpendensi yang
didasarkan pada prinsip simbiosis mutualis. Ini artinya tidak ada organisasi publik yang
tujuan dan sasarannya bersifat mutually exclusive. (Sholikin,
2018b)

Kemampuan Memanage Perubahan

Perubahan dalam segala bidang kehidupan, termasuk sektor publik adalah sebuah
keniscayaan. Untuk itu sikap yang harus diaplikasikan oleh pimpinan publik dalam
memanage perubahan ini adalah: pertama, pemimpin publik harus mempunyai sikap

102
adaptabilitas yang tinggi, sikap adaptif mungkin bisa diwujudkan dalam beberapa contoh,
(1) seorang pemimpin publik tidak akan mudah melakukan generalisasi, melainkan
melihat setiap perkembangan situasi sebagai suatu yang khas. (2) dalam memecahkan
masalah, ia tidak akan terperangkap oleh cara pemecahan tertentu hanya karena cara
tersebut pernah dipergunakan di masa lalu dan dinilai membuahkan pemecahan yang
diharapkan. (3) dalam berkomunikasi dengan orang lain gaya, teknik dan bahasa
yang digunakan disesuaikan dengan tingkat pengetahuan, kedewasaan, dan kondisi
pihak dengan siapa pimpinan publik berkomunikasi. (4) menggunakan dan memakai
sarana organisasi dengan tehnologi terniki, demi menunjang efektifitas, efisiensi dan
kualitas pelayanan. (Saraswati &
Sholikin, n.d.)

Kedua, pimpinan publik harus fleksibel. Sikap fleksibel berarti mampu melakukan
perubahan dalam cara berfikir, cara bertindak, sikap dan perilaku agar sesuai dengan
tuntutan dan situasi serta kondisi tertentu yang dihadapi tanpa mengorbankan prinsip
yang dianut oleh organisasi publik. Karena itu, fleksibilitas hendaknya tidak diidentikan
dengan tidak ada pendirian, sifat EXQJlon¶ Slin-plDQ¶ dan sifat yang sejenis yang sering
kali dinilai negatif.

Agar pemimpin publik terhindar dari sikap yang kaku, maka hendaknya organisasi
publik sebagaimana gagasan Osborne dan Gaebler (1996:21-27) harus digerakkan
oleh misi bukan peraturan. Lanjutnya menurut Osborne dan Gaebler dalam Salam
(2002:185) pemerintahan yang digerakkan oleh misi jauh lebih memperhatikan
kepentingan pelaksanaan misi yang diembanya dari pada pemerintahan yang
digerakkan oleh peraturan yang kaku dan mengikat (transforming rule-driven
organization). Organisasi publik yang digerakkan oleh misi, aturan dilaksanakan secara
luwes dan memberikan otonomi kepada birokrat secara proporsional, sehingga aparatur
pemerintah memanfaatkan sumber daya dan lingkungan dengan seefektif dan seefisien
mungkin tanpa melanggar aturan yang baku organisasi (Tankilisan, 2005: 105).

Seperti yang ditulis oleh Osborne dan Gaebler dalam Tankilisan (2005: 105)
organisasi yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang
efisien karena kinerjanya lamban dan terkesan bertele-tele. Hal ini karena
mendudukan misi organisasi sebagai tujuan menjadikan organisasi publik yang
bersangkutan mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi
keleluasaan kepada anggota organisasi untuk mencapai misi tersebut.

Adanya peraturan memang suatu kenyataan yang memiliki tujuan yang baik, tetapi dalam
praktiknya organisasi berjalan lamban dan kurang mampu merespon tuntutan lingkungan
yang berubah dengan cepat. Alasannya adalah pemimpin publik tidak akan mampu
melakukan apa yang menurut pandangannya baik, karena takut terkena sanksi jika
ternyata perbuatan maupun keputusannya dianggap melanggar peraturan. Kondisi ini jika

103
berlarut-larut akan menimbulkan sikap dan tindakan aparatur pemerintah menjadi apatis
dan kehilangan inovasi dalam memberikan pelayanan publik.

Konsekuensi organisasi publik yang digerakkan oleh peraturan (meski peraturan


mungkin bisa menekan penyimpangan dan korupsi) tetapi akibatnya terjadi pemborosan.
Sedang menurut Osborne dan Gaebler (1996: 133-134) organisasi

publik yang digerakkan oleh misi memiliki keunggulan nyata yaitu : lebih efisien, lebih
efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel dan lebih mempunyai semangat lebih tinggi
ketimbang digerakkan oleh peraturan.

Untuk itu, maka syarat yang harus disediakan oleh pimpinan publik adalah (1)
menciptakan pernyataan misi yang jelas, konkrit dan terukur. (2) memecah organisasi
besar menjadi kelompok-kelompok kecil dan menyatukan beberapa tim dan
organisasi baru. (3) menciptakan suatu budaya organisasi dalam misi.

Akhirnya, tawaran sederhana ini tetap perlu didiskusikan lebih lanjut demi menciptakan
pelayanan publik yang lebih berkualitas.

Penutup

Bukan rahasia negara ini masih sangat minim pemimpin publik yang
kompeten. Mungkin krisis bangsa ini yang sampai sekarang tidak kunjung redah ini salah
satu faktor yang terpenting adalah bangsa ini masih belum memiliki pemimpin publik
yang kompeten. Dari tujuh kompetensi di atas yakni kompetensi memanage diri sendiri,
memanage komunikasi, memanage kemajemukan, memanage etika, kompetensi
memanage tim, memanage keragaman budaya, dan kompetensi memanage
perubahan belum dimiliki secara maksimal oleh putra-putra bangsa indonesia. Lebih-
lebih memanage etika dan memanage komunikasi masih menjadi masalah yang serius.
Moral pemimpin publik masih sangat rendah dibuktikan dengan praktek korupsi yang
merajalela. Pemimpin publik masih terlihat lebih mementingkan kepentingan pribadi dan
golongan sehingga akar masalah seperti kemiskinan, pengangguran, konflik, kesenjangan
sosial tidak megalami perubahan kualitas hidup yang signifikan.

Persoalannya sekarang adalah bagaimana stratregi menghasilkan pemimpin


publik yang kompeten? Bangsa ini telah sepakat memilih dan menerapkan sistem politik
demokratis. Mungkinkhah sistem politik demokratis mampu menghasilkan pemimpin
publik yang kompeten? Bukankah pemimpin publik dipilih langsung oleh rakyat?
Apakah ada korelasi yang signifikan antara kehendak rakyat dengan kompetensi seorang
pemimpin publik? Dalam iklim demokrasi seperti sekarang bagaimana cara memilih
pemimpin yang kompeten?

104
Ini adalah masalah yang perlu diskusi lebih lanjut, tetapi paling tidak untuk
menghasilkan pemimpin publik non-politis yang kompeten di dalam birokrasi
pemerintahan langkah yang mendesak yang harus dilakukan adalah reformasi sistem

rekruitmen. Sebuah sistem rekruitmen yang transparan (terbuka), mengedepankan


kemampuan pemimpin yang memiliki kemampuan kognitif yang mendalam dan skill
bukan karena lamanya kerja.

Pada sisi lain untuk menghasilkan pemimpin publik yang kompeten di


jabatan politik, solusi yang bisa ditawarkan untuk dapat memilih pemimpin adalah rakyat
minimal harus mengetahui latar belakang sosial-ekonomi, pendidikan, etika dan track
record dalam masyarakat. Tanpa itu pemimpin publik hanya dipenuhi oleh elit ekonomi
yang kompetensinya diragukan.

DAFTAR PUSTAKA

Echol, John M, dan Shadily, Hasan, 1993, Kamus Bahasa Inggris Indonesia, PT
Gramedia Jakarta.

Kumorotomo, Wahyudi, 2005, Akuntabilitas Birokrasi Publik, Sketsa pada Masa


Transisi, Magister Administrasi Publik dan Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Osborne, David dan Tet Gaebler, 1996, Reiventing Government: How The
Entrepreneurial Spirit Is Transforming The Public Sector, Mewirausahakan
Birokrasi (terj.) Abd Rosyid, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta.
Saraswati, A., & Sholikin, A. (n.d.). Reposisi CSR (Corporate Social Responsibility) di
Indonesia.
Sholikin, A. (2013). Pemikiran Politik Negara Dan Agama ‡Ahmad Syafii MaariI ·
UNIVERSITAS AIRLANGGA.
Sholikin, A. (2018a). Gerakan Politik Islam di Indonesia Pasca Aksi Bela Islam Jilid
I, II dan III. MADANI Journal of Social and Political Science, 10(1), 12–33. Sholikin,
A. (2018b). PERBEDAAN SIKAP POLITIK ELEKTORAL

105
MUHAMMADIYAH ANTARA PUSAT DAN DAERAH. POLINTER, 3(2).
SHOLIKIN, A., & Abdul Gaffar Karim, M. A. (2015). DEVIASI SIKAP POLITIK
ELEKTORAL MUHAMMADIYAH ANTARA PUSAT DAN DAERAH (Studi
Kasus Sikap Politik Elite Muhammadiyah pada Pilihan Presiden 2014 dan
Pilkada 2010 di Sleman dan Maros). Universitas Gadjah Mada.
Solikhin, A. (2016). ISLAM, NEGARA, DAN PERLINDUNGAN HAK-HAK

90
ISLAM MINORITAS. Journal of Governance, 1(1).
Solikhin, A. (2017). Menimbang Pentingnya Desentralisasi Partai Politik di
Indonesia. Journal of Governance, 2(1).

Salam, Dharma Setyawan, 2002, Manajemen Pemerintahan Indonesia, Jambatan, Jakarta

Setiyono, Budi, 2004, Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administrasi, Puskodak
FISIP Undip, Semarang.

Setiyono, Budi, 2005, Accountability and Ethic Management Morallity In Public


Sector, Bahan Mata Kuliah Manajemen Publik, Magister Ilmu Politik, Undip
Semarang.

Siagian, Shondang, PS, 1999, Teori dan Praktik Kepemimpinan, Rineka Cipta
Jakarta.

Sujak, Abu, 1990, Kepemimpinan Manager: Eksistensinya dalam Prilaku Organisasi,


Rajawali, Jakarta.

Syafi, Inu Kencana, 2006, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, PT Refika


Aditama, Bandung

Tangkilisan, Hessel Nogi S, 2005, Manajemen Publik, PT Gramedia Widiasarana


Indonesia, Jakarta.

Tim Pembina Mata Kuliah Teori Organisasi, 2000, Teori Organisasi, Pustitabnas,
Universitas Wijaya Putra, Surabaya.

106
Warella, 2005, Kompetensi Pimpinan Publik, Bahan Mata Kuliah Manajemen Publik,
Magister Ilmu Politik, Undip Semarang.

107
Kepemimpinan Demokratis dalam Lembaga Pendidikan Sekolah Menengah Atas
Rabu; 19 September 2012 [Admin, SMA TARAKANITA GADING] - Artikel Umum

KEPEMIMPINAN DEMOKRATIS DALAM LEMBAGA PENDIDIKAN


SEKOLAH MENENGAH ATAS: SUATU ILLUSTRASI KEPEMIMPINAN DI SMA
TARAKANITA GADING SERPONG

Oleh:
Yulita Rintyastini

1. Pengantar

Perkembangan lingkungan kehidupan belajar mengajar di lembaga pendidikan, baik


pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi pada saat ini berpengaruh terhadap aspek
kepemimpinan pada lembaga pendidikan tersebut. Pendidikan tinggi misalnya, bagaikan suatu
“pasar” yang penuh dengan persaingan serta permintaan dan permintaan masyarakat, terutama
kebutuhan peningkatan kualitas yang diharapkan oleh dunia kerja. Lembaga pendidikan
berpacu untuk meningkatkan daya saing berupaya untuk meningkatkan standar yang dapat
diakui secara internasional. Demikian pula dengan pendidikan menengah, indikasi persaingan
dan transaksi pasar “masyarakat” agar lembaga pendidikan memiliki daya saing dan kualitas
tidak kalah kuatnya dengan lembaga pendidikan tinggi.

Dalam konteks tersebut di atas, maka kepemimpinan merupakan salah satu faktor penting
yang turut menentukan tingkat penyebab organisasi pendidikan tersebut. Tulisan ini
menguraikan aspek kepemimpinan demokrasi dalam lembaga pendidikan menengah serta
penerapannya di salah satu lembaga pendidikan, yaitu SMA Tarakanita, Gading
Serpong. Tulisan ini berangkat dari dan pengembangan pemikiran dari John Gastil “ Definisi
dan Ilustrasi Kepemimpinan Demokratis ”. Dalam tulisan tersebut John Gastil menjelaskan
tentang kepemimpinan demokrasi dan memberikan ilustrasi kepemimpinan dalam kasus The
National Issues Forums di Amerika Serikat.

Selanjutnya makalah ini terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu pada bagian pertama
menjelaskan tentang konsep kepemimpinan. Dalam bagian ini akan terdapat pengertian
mengenai kepemimpinan, kepemimpinan, dan kepemimpinan yang demokratis. Selanjutnya
bagian kedua uraian mengenai aplikasi kepemimpinan yang demokratis di SMA Tarakanita
Gading Serpong, Tangerang. Pada bagian akhir bagian dari kertas ini adalah memuat.

2. Kepemimpinan Demokratis

1) Pengertian Kepemimpinan

Banyak aspek yang diuraikan mengenai kepemimpinan. Uraian yang sering dilakukan
adalah mengenai gaya kepemimpinan. Kurt Lewin dkk membedakan perbedaan kepemimpinan
demokratis dengan gaya autokratis dan gaya-2 kepemimpinan bebas ( laissez-faire ). Mereka
berpendapat bahwa kepemimpinan demokratisasi pada keputusan kelompok, interaksi anggota
yang aktif. Dalam kepemimpinan penghargaan dan disampaikan secara hormat dan tepat.

108
Bass pada tahun (1990) merumuskan kepemimpinan yang komprensif sebagai berikut:

Suatu kelompok yang terlibat dalam situasi dan persepsi serta harapan anggota yang
terstruktur dan terstruktur kembali. Kepemimpinan yang terjadi ketika salah satu anggota
kelompok yang memantau atau kompetensi anggota lainnya dalam kelompok. Anggota
kelompok dapat melaksanakan suatu kepemimpinan.

Hal Yang menarik Dari defenisi di differences Adalah Pertama, bahwa


KEPEMIMPINAN merupakan Suatu Interaksi, Bukan Sekedar aksi individu Seorang orang il
dalam suatu organisasi atau lembaga pendidikan. Dengan demikian, kepemimpinan bukan
terletak pada seorang individu saja, melainkan aksi dari banyak orang sehingga menjadi
interaksi. Hal kedua dari defenisi di atas adalah pentingnya situasi dan persepsi serta harapan
anggota yang terstruktur dan terstruktur kembali. Saya berpandangan, bahwa situasi dan
persepsi serta harapan merupakan faktor subyektif, yang tidak nampaknya dapat saya sebutkan
sebagai budaya organisasi tersebut. Jika hal ini melibatkan sering situasi dan persepsi, berarti
ingin mengatakan bahwa kepemimpinan tidak saja ditentukan dan dikuasai oleh aspek-aspek
teknis, sarana prasarana termasuk teknologi modern, tetapi juga membutuhkan komitmen,
komitmen dari anggota atau orang il dalam suatu organisasi. Pemikiran kedua ini mengambil
keputusan dengan rumusan berikutnya yang bertanggung jawab bahwa kepemimpinan terjadi
ketika salah satu anggota kelompok yang motivasi atau kompetensi anggota lainnya dalam
kelompok. Aspek ketiga yang penting dari rumusan kepemimpinan di atas adalah bahwa
anggota kelompok dapat melaksanakan sejumlah kepemimpinan. Hal ini menarik, karena
anggota kelompok dalam suatu organisasi merupakan pemimpin. Atau kepemimpinan tidak
saja diperankan oleh satu orang saja yang dinamakan ketua misalnya, tetapi oleh setiap individu
yang berorientasi pada tujuan organisasi tersebut.

Dari uraian di atas, pada akhirnya, kepemimpinan yang dipandang sebagai suatu perilaku
yang dibentuk untuk mencapai suatu kelompok atau organisasi, suatu pandangan yang sangat
positif mengenai “kepemimpinan”.

2) Kepemimpinan Demokratis

Beberapa penulis menjelaskan kepemimpinan demokrasi dengan


melawanka dan kepemimpinan yang otoriter, terkontrol, karismatis dan berbagai bentuk
kepemimpinan konvensional lainnya. Gaya kepemimpinan yang tidak demokratis
digambarkan dengan kondisi organisasi yang buruk seperti anggota kelompok yang apatis dan
tidak independen (pasif) (White dan Lippit: 1960), kebijakan yang bermutu rendah dan tidak
dapat diimplementasikan (Maier: 1952), proses pengambilan keputusan yang tidak memiliki
pola dan pemikiran yang jelas (Edelmen, 1988), dan dalam beberapa kasus kepemimpinan yang
menimbulkan atau menimbulkan konflik atau perselisihan dan perpecahan atau konflik dalam
suatu organisasi (Lewin dkk. 1939).

Elemen utama dari kepemimpinan kepemimpinan adalah perilaku yang mempengaruhi


orang yang konsisten dengan dan kondusif terhadap prinsip-prinsip dan proses yang
demokratis, seperti kebebasan untuk mengeluarkan pendapat atau kebebasan berekspresi,

109
menampilkan dan mengungkapkan, terbuka, partisipasi yang sama, dan mendengarkan banyak
pihak.

Gaya kepemimpinan yang demokratis diwujudkan dalam berbagai perspektif, yaitu


dalam hal ini dengan kekuasaan dan fungsi-fungsinya. Dalamnya dengan kekuasaan, bahwa
pemimpin yang kadang-kadang-kadang berada pada orang yang tidak memilik i kekuasaan
yang formal. Mohandas Gandhi merupakan tokoh legendaris kepemimpinan yang tidak
memiliki kekuasaan formal, namun memiliki karakte rkepemimpinan yang sangat
kuat. Idealnya, menurut penulis, yang demokratis, juga memiliki kekuasaan formal, walaupun
dalam prakteknya lebih banyak pemimpin yang kekuasaan formalnya, dibandingkan dengan
aspek demokratisnya. Pemikiran ini sejalan juga pandangan yang disampaikan oleh Bass
(1990) bahwa kepemimpinan merupakan perilaku (perilaku), bukan peringkat
(posisi). Kepemimpinan dilihat sebagai wujud dari tindakan-tindakan yang membantu
kelompok mencapai hasil yang utama, sehingga kepemimpinan mencakup semua tindakan
anggota kelompok yang membantu kelompok untuk mencapai keadaan yang diinginkan.

Secara konseptual, kepemimpinan demokratis memiliki tiga fungsi utama, yaitu (1)
pembagian tanggungjawab di antara anggota masyarakat / kelompok; (2) anggotadayakan
anggota kelompok; (3) membantu masyarakatt dalam merumuskan kebutuhan dan kebijakan.
Sebuah Membagi Tanggungjawab Pemimpin yang demokratis selalu mendorong
Partisipasi anggota dalam setiap kegiatan kelompok dalam menentukan tujuan
kelompok. Seorang pemimpin cend e rung untuk membagi tanggungjawab tanggung jawab
pada seseorang atau pada dirinya sendiri. Kehidupan masyarakat yang demokratis dengan
pendistribusian tanggungjawab. Oleh KARENA ITU, esensi Dari KEPEMIMPINAN Yang
demokratis Adalah mendorong Dan Membuka kesempatan ditunjukan kepada SEMUA
orang i l untuk review melahirkan Inisiatif Sesuai DENGAN Cara-Cara Yang diinginkan untuk
review tercapainya tujuan organisasi serta.

b. Pemberdayaan Anggota
Melibatkan anggota dalam merumuskan kebijakan publik merupakan salah satu ciri dari
kepemimpinan yang demokratis. Namun untuk itu, anggota anggotanya memerlukan berbagai
kemampuan dan ketrampilan dalam bidang misalnya kemampuan bicara, berpikir,
berorganisasi. Untuk mencapai kapasitas tersebut biasanya dilakukan dengan menetapkan
standar kemampuan yang tinggi terhadap setiap anggota dan mengembangkan kematangan
emosional dan kemampuan pemikiran moral. Pemimpin yang ada harus dapat
menjadi panutan bagi pengikut-pengikutnya.

Pembagian tugas dasar pula pada nilai hubungan antara anggota dalam suatu
organisasi. Ada 5 (lima) hal yang perlu diperhatikan oleh pengikut atau anggota suatu
kelompok, yaitu:

1) merupakan pendukung dari pemimpin.


2) harus bertanggungjawab atas setiap tindakannya dalam kelompok.

3) terus menjaga otonomi / independensi nya masing-masing.

110
4) mengakui cara-cara atau kepemimpinan dalam organisasi tersebut.
5) bekerja sama dengan p emimpin.

c. Mekanisme Musyawarah

Musyawarah merupakan jantung dari demokrasi dan musyawarah yang bermutu tinggi
kepemimpinan pemerintahan yang efektif. Kepemimpinan yang demokratis membantu proses
musyawarah partisipasi yang konstruktif (membangun), memfasilitasi, dan menjaga hubungan
yang sehat serta kondisi emosi yang positif. Partisipasi yang menentukan menentukan,
menganalisa dan memecahkan permasalahan kelompok melalui musyawarah.

Dahl (1989): menjelaskan landasan etis dan moral dari proses yang demokratis, yaitu
bahwa kepentingan dari semua orang / anggota kelompok yang merata / menyeluruh dalam
setiap perumusan kebijakan publik, dan setiap anggota kelompok memiliki posisi atau
kemampuan untuk mewakili kepentingannya dalam pembuatan kebijakan atau keputusan yang
bergantung pada diri mereka sendiri.

Namun dalam kasus-kasus-kasus kepemimpinan demokrasi tidak dapat diterapkan, atau


tidak semua masalah harus melalui sistem yang demokratis. Heifetz dan Sinder (1987)
menyatakan bahwa proses yang tidak cocok atau tidak terlalu perlu untuk suatu permasalahan
yang telah teridentifasi dengan jelas dan tinggal melaksanakan solusi yang sifatnya
teknis. Kemudian Haiman (1951) berpendap aT bahwa dalam hal mengimplementasikan
kebijakan atau peraturan yang telah disepakati, tidak perlu melalui demokrasi, karena hal
tersebut sudah pada level implementasi kebijakan kebijakan (pelaksana kebijakan). Maier
(1925) juga berpendapat bahwa proses demokrasi tidak diperlukan dalam hal anggota
kelompok atau kelompok yang tidak memiliki perbedaan dalam melihat suatu masalah dan
solusinya. Atau tidak ada perbedaan atau konflik kepentingan yang signifikan.

3. Kepemimpinan di SMA TARAKANITA


SMA Tarakanita Serpong merupakan lembaga pendidikan menengah yang
memiliki visi menuju subyek yang berhasil mencapai prestasi akademik yang menekankan
terbentuknya watak yang baik dan berkepribadian utuh. Sedangkan misi dari SMA tersebut
adalah:
1) Menumbuhkan suasana religius dan keutamaan moralitas seluruh anggota
komunitas sekolah.
2) Meningkatkan kedisiplinan seluruh anggota komunitas sekolah.
3) Meningkatkan prestasi belajar siswa dalam suasana kondusif dan kekeluarga.
4) Mewujudkan profesionalitas tenaga kependidikan.
5) Menumbuhkembangkan semangat pelayanan pada diri setiap tenaga kependidikan
komunitas sekolah yang dijiwai semangat cinta kasih.

Pada tahun 201 2 -201 3 jumlah karyawan SMA Tarakanita sebanyak 3 6 personel
dengan komposisi 23 orang karyawan edukatif, 4 orang staf TU, 1 orang Pustakawan, 4 orang
Tenaga Pembantu pelaksana, 4 orang Tenaga Pembantu Pengamanan, dan ditambah 2 Tenaga

111
Cleaning Service ( outsorsing), 3 guru dari unit lain. Kekuatan orang ini berkontribusi dalam
mendampingi siswa yang menyatakan 4 65 siswa.

Ilustrasi gaya kepemimpinan demokratis dalam penyelenggaraan SMA Tarakanita


Gading Serpong terlihat dalam implementasi prinsip-prinsip demokrasi yang mengutamakan
keterbukaan, kebebasan berekspresi, seperti kebebasan untuk mengeluarkan pendapat,
memberikan pernyataan, terbuka, partisipasi yang sama, dan mendengarkan banyak pihak.

Sejalan dengan visi dan misinya, SMA Tarakanita menerapkan kepemimpinan yang
demokratis dengan kerjasama dan partisipasi berbagai pemangku kepentingan di
lingkungannya, yaitu orang tua, instansi terkait, dan alumni dalam penyelenggaraan
pendidikan.

Kerjasama Dengan Orang Tua dilakukan dalam kegiatan-kegiatan:


Sebuah. Donatur dalam menunjang kegiatan dan sarana sekolah.
b. Mitra sekolah dalam pembinaan pendidikan.
c. Mitra dalam membimbing peserta didik.
1) Kerjasama dengan Instansi Terkait adalah antara lain:
Sebuah. Perguruan Tinggi Neg e ri dan Perguruan Tinggi Swasta dan konsultan
pendidikan dalam edufair.
b. Kerjasama dengan sekolah-sekolah sekitar , baik negeri dan swasta.
c. Rumah sakit Mayapada d an RSIA Santo Carolus, Rumah Sakit Rujukan Yayasan
Tarakanita wilayah Tangerang.
d. Universitas Atma Jaya dalam kegiatan praktik Fisika dan Biologi (PLS)
e. PMI, sebagai Pembina ekstrakurikuler PMR.
f. SMTA MPK KAJ, dalam berbagai kegiatan baik untuk siswa, guru, karyawan,
dan Kepala Sekolah.
g. Fajar Pendidikan, dalam program sinergi pendidikan sekolah-sekolah katolik.
h. Universitas Multimedia Nusantara (UMN) sebagai pendamping
ekskul. jurnalistik , dan nara sumbers eminar.
saya. ASJI (Asosiasi Sekolah Jesuit Indonesia) untuk kegiatan Kursus
Kepemimpinan Sekolah.

j. Universitas Pelita Harapan sebagai nara sumber seminar, bea siswa .


k. PTN dalam penerimaan mahasiswa jalur undangan.
l. BNN sebagai nara source dalam penyuluhun bagi siswa tentang catatan narkotika
dan obat-obat terlarang.

2) Kerja sama Dengan Alumni

Kontribusi sekolah yang diperoleh karena kerjasama dengan alumni selama tiga tahun ini
antara lain temu alumni, pelatih ekstr a kurikuler, dan terlibat dalam kegiatan promosi sekolah.

112
Dalam konteks kepemimpinan yang selanjutnya demokratis, dapat dilihat dalam aspek
pembagian peran dan tanggungjawab antara peson i l, pemberdayaan anggota / person i l and
the development for musicy ane and the business.

Pembagian tanggungjawab diimplementasikan dalam pelaksanaan program


sekolah. SMA Tarakanita Gading Seprong memiliki Oraganization Balance Score Card
(OBSC). OBSC memuat strategis program . OBSC diturunkan kedalam peta
tanggungjawab , setiap karyawan menyusun IBSC (Individual Balance Score Card) yang
berisi tentang pembagian tugas secara individu yang diturunkan dari program strategis dalam
lembaga OBSC. Model ini menggabarkan adanya pembagian tanggungjawab, menggambarkan
suatu gaya kepemimpinan yang menempatkan setiap personil menjadi pemimpin yang
melakukan interaksi dengan personil-personil lainnya, mencapai tujuan kegiatan pendidikan di
SMA Tarakanita Gading Serpong.

b. Pemberdayaan Anggota / Peningkatan Kapasitas Personil / Anggota

Melibatkan anggota melalui pendistribusian tanggungjawab merupakan salah satu fungsi


kepemimpinan. Namun untuk melaksanakan tugas tersebut setiap orang yang membutuhkan
peningkatan kapasitas diri mereka sendiri untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Dalam
konteks ini maka SMA Tarakanita Gading Serpong memberikan kesempatan kepada anggota
untuk meningkatkan kapasitasnya melalui forum pembelajaran , pelatihan, kursus bahasa
Inggris, seminar-seminar . Forum belajar adalah forum bagi guru untuk membagi pengetahuan
dan pengalamannya kepada guru-guru mengenai metode belajar yang digunakannya , dll. Para
guru siswa metode belajar dan juga memberikan saran bagaimana guru sejawat menyelesaikan
masalah yang dihadapinya dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. SMA Tarakanita
memberikan kesempatan kepada beberapa wakil Kepala Sekolah untuk mengikuti Kursus
Kepemimpinan Sekolah atas kerjasama dengan ASJI (Asosiasi Sekolah Jesuit
Indonesia). Supervisi klinis antar guru sejawat, juga menjadi salah satu upaya pemberdayaan
anggota dalam meningkatkan kapasitas personil sekolah / guru dalam satu rumpun.
c. Penggunaan mekanisme Musyawarah

Penggunaan musyawarah dalam penyelenggaraan pendidikan di SMA Tarakanita


diperlukan dalam berbagai kesempatan, yaitu

briefing pagi dan siang, rapat tim, rapat bulanan, rapat kepanitiaan. Pada kesempatan
tersebut, seluruh karyawan atau personel mempunyai kesempatan untuk memberikan
kontribusi demi kemajuan sekolah. Musyawarah atau kesempatan bagi siswa memberikan
aspirasi melalui kegiatan OSIS dan angket supervisi untuk guru, angket kepuasan layanan,
angket kepuasaan sarana prasarana. Kepemimpinan demokratis bagi siswa juga terlihat dalam
kelas melalui diskusi, tanya jawab dan presentasi. Sedangkan orang tua memberikan aspirasi
melalui pemanggilan orang tua, angket aspira si, pertemuan orangtua, dan seminar parenting.

4. Kesimpulan

113
Tulisan ini sampai pada beberapa kesimpulan, yaitu:
Pertama , kepemimpinan demokratis merupakan suatu kebutuhan dan jawaban terhadap
catatan dan dinamika masyarakat. Prinsip-prinsip kepemimpinan demokrasi sejalan dengan
prinsip-prinsip tata kelola yang baik, akuntabilitas, dan transparansi dalam suatu organisasi
atau lembaga. Kepemimpinan yang demokratis juga sangat mendukung dinamika dan
perkembangan masyarakat yang semakin demokratis.

Kedua , SMA Tarakanita Gading Serpong, sebagai suatu lembaga atau organisasi yang
memiliki visi dan misi telah menghapus gaya kepemimpinan yang demokratis dengan
melakukan pembagian tugas, pemberdayaan anggota, dan musyawarah dalam pengambilan
keputusan.

Ketiga, dalam kondisi kondisi kepemimpinan yang lain, juga digunakan


gabungan. untuk suatu permasalahan yang telah teridentif ik asi dengan jelas dan tinggal
solusi yang sifatnya teknis , tidak perlu proses demokrasi.

114
KARAKTERISTIK PENDIDIKAN KARAKTER; MENJAWAB TANTANGAN
MULTIDIMENSIONAL MELALUI IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013

Syaiful Islam

Institut Agama Islam Nurul Jadid Paiton Probolinggo Email : syaifulislam182@gmail.com

Abstract;

Pelaksanaan pendidikan karakter di lingkungan pendidikan formal memiliki Pengaruh


yang efektif dalam mengatasi fenomena anarkisme, pengenaan kehendak, perkelahian
Pelajar, proliferasi pengedar narkoba dan pengguna, krisis lingkungan, krisis moral, dan
Berbagai kecenderungan sosial lainnya. Pendidikan formal adalah sistem pendidikan
yang terorganisir, terarah, dan terukur. Kurikulum 2013 mengorientasikan dan
menekankan pada Penguatan nilai moral, afektif, dan nilai konsep KI-1 (sikap spiritual),
KI-2 (Sikap sosial), KI-3 (pengetahuan), dan KI-4 (penerapan pengetahuan).
Implementasi dari Pendidikan karakter dalam Kurikulum tahun 2013 dapat
dikembangkan dengan mengintegrasikan kognitif, Afektif, dan aspek psikomotor. Selain
itu, untuk mendorong dan memfasilitasi realisasi Sinergi antara pendidikan formal,
nonformal dan informal, dan mendorong untuk Terus meningkatkan kompetensi dan
model peran para pendidik untuk mengimplementasikan Kurikulum 2013.

Keywords; curriculum, Islamic education, educational character

Pendahuluan

Tidak dapat dipungkiri bahwasannya pendidikan membawa pengaruh besar terhadap


peningkatan kualitas dan perilaku hidup masyarakat karena pendidikan merupakan media
transformasi kepribadian dan pengembangan diri seseorang. Oleh karena itu, diperlukan
pendidikan dengan proses pembelajaran yang bermutu dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan. Pendidikan dapat dikategorikan bermutu bila memiliki forward linkage dan
backward linkage. Forward linkage yaitu pendidikan bermutu yang merupakan syarat utama
untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, adil dan sejahtera. Ada begitu banyak
pelajaran yang dapat dipetik dari sejarah perkembangan serta kemajuan bangsa yang modern
dan sejahtera, yaitu sistematika dan regulasi penddiikan yang bermutu (Sukmadinata, 2010:
27).
Pendidikan karakter merupakan salah satu upaya mendasar dalam menciptakan situasi
belajar yang memenuhi kebutuhan pengembangan diri siswa pada interaksi belajar yang
dirancang guna membentuk siswa berkarakter. Meskipun pembentukan dan pengembangan
karakter dapat dilakukan di rumah melalui bimbingan orang tua dan lingkungan sekitar.
Namun, sekolah juga memiliki peran penting dalam pembentukan karakter siswa (Suyadi,
2013: 3). Dengan harapan, bahwasannya melalui pendidikan karakter akan menjadikan siswa
sebagai sosok yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki keimanan yang kuat
sehingga melahirkan pribadi yang berbudi luhur, toleran terhadap sesama, memiliki motivasi

115
juang dan mempu bekerja keras, berprestasi dan disiplin, sikap menghargai orang lain dan
demokratis, bertanggungjawab, kreatif dan mandiri (Majid, 2011: 11). Tidak dapat dipungkiri,
pendidikan karakter yang mulai ditanamkan melalui proses pembelajaran di sekolah memiliki
andil yang sangat besar dan esensial sebagai bagian dalam proses pembentukan akhlak.
Agar dapat mengikuti perkembangan zaman, sebuah sistem pendidikan harus memiliki
kurikulum yang bersifat dinamis serta mengalami perubahan yang sistematis dan
pengembangan yang berkelanjutan dan terarah (Syarif, 2004: 17). Selain sebagai bentuk
penyesuaian akan kebutuhan pendidikan yang terus berkembang, Perubahan kurikulum
diperlukan karena ditemukannya beberapa kelemahan pada implementasi kurikulum
sebelumnya. Pada kurikulum yang diberlakukan pada periode sebelumnya, yaitu Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) di tahun 2006 yang memiliki kecenderungan bermuara
pada aspek pengetahuan saja meski terdapat aspek psikomotor dan afektif didalamnya. Namun,
hal itu tidaklah cukup untuk menghantar peserta didik menjadi generasi berkarakter dalam
sebuah sistem pendidikan yang baik (Mulyasa, 2013: 61).

Etimologi Karakterisitik Karakter

Dalam bahasa Yunani, Karakter (charasseim), berarti “mengukir” atau “dipahat”


(Kesuma, 2011: 11). Beberapa tokoh pang, seperti jujur, kejam, rajin dan lain sebagainya.
Selain itu, karakter juga berkaitan erat dengan personalitas seseorang. Hal itu menunjukkan
bahwa karakter merupakan nilai dari bentuk perilaku. Hanya saja nilai-nilai yang terkandung
di dalam perilaku seseorang bersifat relatif, sehingga nilai dari suatu perilaku sangat sulit
dipahami oleh orang lain (Megawangi, 2007: 9). Kualitas dan kekuatan mental atau moral,
akhlak atau budi pekerti merupakan kepribadian khusus yang menjadi pendorong atau
penggerak, serta pembeda satu individu dengan individu lainnya juga merupakan bagian dari
karakter. Dengan demikian, seseorang dapat dikatakan berkarakter jika telah berhasil menyerap
nilai-nilai dan keyakinan yang dikehendaki oleh masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan
moral dalam hidupnya.
Manusia sebagai makhluk yang diciptakan dengan potensi akal sebagai kemampuan
yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya memiliki kewajiban untuk terus mengembangkan
kapabilitas tersebut dan menjadi sosok yang mampu mengemban tugas dalam memelihara alam
ini, sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al Baqarah yang artinya “…dan ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, “sesungguhnya aku hendak menjadikan
khalifah dimuka bumi” Mereka berkata “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang
merusak dan menumpahkan darah dimuka bumi sedangkan kami bertasbih, memujiMu dan
menyucikan namaMu?”
Dia berfirman “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. Selain itu,
tujuan diciptakannya manusia adalah untuk mengabdi dan beribadah kepada Allah selaku
Dzat yang telah menciptakan manusia dan alam beserta isi, sebagaimana firmanNya (Q.S. 2:
30)”. Agar tujuan diciptakannya manusia sebagai makhluk paling mulia di sisiNya, maka
pengembangan karakter dalam diri manusia perlu terus terpelihara agar terbentuk sifat maupun
perilaku yang baik dan terpuji.
Demikian pula dengan pembentukan karakter seseorang dalam dunia pendidikan,
terutama dalam dunia pendidikan Islam. Pendidikan karakter dalam pendidikan Islam lebih

116
menekankan pada pengembangan individu melalui penanaman akhlak terpuji sehingga mampu
menjadikan dirinya sebagai individu yang baik bagi pribadi, orang disekitarnya dan masyarakat
luas. Hubungan pribadi dengan masyarakat dalam Islam, diikat oleh budaya di lingkungan
masyarakat yang kemudian disebut norma kemasyarakatan atau lebih dikenal dengan ‘ilqah
rūhiyyah khuluqiyah’ (interaksi yang diikat oleh kode etik).
Oleh karena itu, siswa sebagai bagian dari kelompok kecil dalam masyarakat
merupakan penerus tongkat estafet tradisi budaya masyarakat nantinya yang harus terus dibina
guna menumbuhkembangkan karakater beradab. Adapun pendekatan yang dapat dilakukan
guna merealisasikan tujuan tersebut di atas adalah (Hasan, 1985:32);
10. Keteladanan
Keteladanan merupakan sebuah sikap dan perilaku yang muncul dari hati, sehingga
apa yang dilakukan tidak menyimpang dari kehendak Tuhan dan norma kemasyarakatan
(Hidayatullah, 2010: 39).
11. Penanaman Disiplin
Kedisiplinan adalah ketaatan yang didukung oleh kesadaran guna menunaikan
tugas dan kewajiban serta berperilaku sesuai aturan atau tatanan yang berlaku dalam
suatu lingkungan tertentu (Muslich, 2011: 172). Melaksanakan aturan dan kaidah-kaidah
yang ada dengan kedisiplinan memiliki nilai yang dapat dijadikan tolok ukur kepribadian
seseorang. Hal ini merupakan usaha dalam membentuk pribadi yang berkarakater.
12. Pembiasaan
Tumbuh kembang seseorang dibentuk oleh lingkungan sekitarnya. Lingkungan
memiliki peran besar dalam pembentukan karakter seseorang akibat dari pembiasaan
yang dihadapinya tiap saat (Wibowo, 2013:7). Oleh karena itu, tugas pribadi-pribadi di
sekitarnya untuk menjadikan lingkungan sebagai media pembelajaran yang baik dalam
rangka membentuk dan mengembangkan potensi seseorang menjadi individu yang baik.
13. Menciptakan Suasana Kondusif
Perilaku kondusif dari lingkungan juga turut berperan dalam pembentukan karakter
seseorang, semakin baik atmosfir lingkungan tersebut, maka semakin baik pula karakter
yang terbentuk.

Rekonstruksi Karakteristik Karakter

Karakter merupakan sifat dasar yang dimiliki oleh seseorang. Bukan berarti karakter
seseorang tidak bisa berubah dan dibentuk hingga menjadi sosok yang semakin baik. Dalam
perkembangannya, ada 2 faktor yang mempengaruhi terbentuknya karakter seseorang, yaitu
(Megawangi, 2007:33);
10. Faktor Intern (Endogen)
Anak terlahir dalam kondisi belum mampu mengelola keinginankeinginannya
sendiri. Pembentukan karakter dapat dilakukan di usia dini anak. Penanaman sifat, sikap
dan tatanan sosial seorang anak tergantung dari motivasi yang diberikan orang tua, orang-
orang disekitarnya dan lingkungan. Disamping itu, anak juga memiliki sifat yang
mengalir dalam dirinya melalui bawaan sifat orang tua.
11. Faktor Eksogen/Nature (Faktor Lingkungan)

117
Manusia terlahir ke dunia hanya dibekali dengan sifat bawaan, baik berupa nilai-
nilai ketaqwaan (kebaikan) dan kemungkaran (kejelekan). Dari kedua hal tersebut, masih
sangat memungkinkan adanya potensi pengembangan dan perubahan melalui pelbagai
pengaruh (Megawangi, 2007: 60), a. Dimensi Pendidikan
Pada surat Al Luqman ayat 13 – 14 menggambarkan bagaimana pelaksanaan
pembelajaran dan pendidikan dalam keluarga, keutamaan akan pendidikan
ketuhanan dan keimanan jelas terurai dalam ayat tersebut. Begitu pentingnya
pendidikan keagamaan, ketuhanan dan keimanan karena dari aspek tersebut
memuat pondasi utama dari pembentukan karakter.
b. Dimensi Sosial
Selain dimensi pendidikan, dimensi sosial juga memiliki peran penting dalam
pembentukan karakter anak, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat.
a) Lingkungan Sosial dalam Keluarga
Lingkungan keluarga merupakan lingkungan terdekat dalam proses
tumbuh kembangnya anak. Lingkungan ini memiliki peran paling besar
dalam pembentukan karakter seseorang, terutama lingkungan sosial anak.
Fungsi utama keluarga seperti yang diuraikan dalam resolusi majelis umum
PBB adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh dan
mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya
agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik serta
memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga
yang sejahtera.
b) Lingkungan Sosial Sekolah
Dalam membentuk dan membangun karakter anak, peran interaksi
sosial dalam keluarga sangat besar. Akan tetapi, sebagian besar kehidupan
anak yang berstatus pelajar menghabiskan waktu dan bersosialisasi di
sekolah. Sekolah merupakan tempat yang paling tepat dalam rangkaian
pembentukan pendidikan karakter anak.
Pendidikan karakter bukan pendidikan yang mengajarkan aspek kognisi tentang
pilihan baik maupun buruk (Haryanto, 2012: 52). Pendidikan karakter merupakan
internalisasi nilai-nilai positif melalui proses pembelajaran yang baik dan benar
(Kesuma, 2011: 20).
Pemerintah telah mengidentifikasi 18 nilai-nilai yang mengindikasikan karakter yang
bersumber dari agama, budaya, sosial dan falsafah kabangsaan guna memperkokoh
pelaksanaan pendidikan karakter, yaitu (Syarbini, 2012: 25 - 28):
12. Religius
Nilai religius adalah prilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama, sikap
toleran atas pelaksanaan ibadah agama lain dan menjaga kerukunan antar pemeluk
agama/kepercayaan lain
13. Jujur
Nilai jujur adalah sikap berdasar pada usaha menjadi orang yang perkataan,
sikap dan tingkah lakunya terpercaya
14. Toleransi

118
Nilai dalam toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan
agama, suku, etnis, pendapat, sikap dan tindakan orang lain yang berbeda dari
dirinya.
15. Disiplin
Nilai disiplin adalah tindakan yang menunjukan perilaku tertib dan patuh
pada berbagai ketentuan dan peraturan
16. Kerja Keras
Nilai dalam kerja keras adalah perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-
sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta
menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.
17. Kreatif
Nilai kreatif adalah berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara
atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
18. Mandiri
Nilai mandiri adalah sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada
orang lain dalam menyelesaikan tugas.
19. Demokratis
Nilai demokratis adalah cara berfikir, bersikap dan bertindak yang menilai
sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
20. Rasa Ingin Tahu
Nilai rasa ingin tahu adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat
dan didengar.
21. Semangat Kebangsaan
Nilai semangat kebangsaan adalah cara berfikir, bertindak dan berwawasan
yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.
22. Cinta Tanah Air
Nilai cinta tanah air adalah cara berfikir, bertindak dan berbuat yang
menunjukkan kesetiaan, kepedulian dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa,
lingkungan fisik, sosial budaya, ekonomi dan politik bangsa.
23. Menghargai Prestasi
Nilai menghargai prestasi adalah sikap dan tindakan yang mendorong dirinya
untuk menhasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan mengakui serta
menghormati keberhasilan orang lain.
24. Bersahabat/Komunikatif
Nilai bersahabat/komunikatif adalah indakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul dan bekerja sama dengan orang lain
25. Cinta Damai
Nilai cinta damai adalah sikap, perkataan dan tindakan yang menyebabkan
orang lain merasa senag dan aman atas kehadiran dirinya.

119
26. Gemar Membaca
Nilai gemar membaca adalah kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
27. Peduli Lingkungan
Nilai peduli lingkungan adalah sikap dan tindakan yang selalu berupaya
mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sektarnya dan mengembangkan
upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
28. Peduli Sosial
Nilai peduli sosial adalah sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi
bantuan kepada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
29. Tanggung Jawab
Nilai tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya untuk seharusnya dia lakukan terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan negara dan Tuhan Yang Maha Esa.
Dari uraian di atas jelas bahwa kesamaan motif yang didasarkan pada kesamaan
kebutuhan, menyebabkan orang-orang menghimpun diri dan bekerjasama di dalam suatu
wadah yang disebut dengan lembaga atau institusi, keadaan seperti itu berlangsung juga
dalam bidang pendidikan, sehingga dapat dikatakan bahwa pendidikan diluar lingkungan
keluarga sebagai suatu kebutuhan bersama, harus dilaksanakan secara teratur, dan
terarah.

Dinamika Kurikulum Indonesia

Kurikulum dapat dipandang sebagai buku atau dokumen yang digunakan guru sebagai
pegangan dalam proses belajar mengajar. Kurikulum dapat juga dilihat sebagai produauk yaitu
apa yang diharapkan dapat dicapai siswa dan bagaimana proses mencapainya. Kurikulum dapat
juga diartikan sebagai sesuatu yang hidup dan berlaku selama jangka waktu tertentu dan perlu
direvisi secara berkala agar tetap relevan dengan perkembangan zaman. Meski terdapat
beberapa perbedaan atas definisinya, kurikulum tetaplah kurikulum yang menjadi perangkat
untuk mencapai tujuan.
Adapun fungsi kurikulum dalam pendidikan tidak lain merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendididkan. Dalam hal ini, alat untuk menempa manusia yang diharapkan sesuai
dengan tujuan yang diharapkan. Pendidikan suatu bangsa dengan bangsa lain tidak akan sama
karena setiap bangsa dan negara mempunyai filsafat dan tujuan pendidikan tertentu yang
dipengaruhi oleh berbagai segi, baik segi agama, idiologi, kebudayaan, maupun kebutuhan
negara itu sendiri.
Pemerintah sebagai pemangku kebijakan sistem pendidikan di Indonesia, memiliki hak
penuh guna menyusun dan mengelola pengembangan perangkat yang digunakan untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional yang telah ditetapkan. Melalui sistem pendidikan yang
disesuaikan dengan tuntutan global, pemerintah dengan BNSPnya berupaya membangun
sebuah sistem pendidikan yang dikelola guna memenuhi kebutuhan tersebut tanpa
mengesampingkan nilai kepribadian dan moralitas anak bangsa yang beradab, diharapkan
mampu membawa manusia
Indonesia ke arah yang lebih baik.

120
Undang-undang No. 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 1
Butir 9 UUSPN menyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar. Rumusan tentang kurikulum ini mengandung makna bahwa
kurikulum meliputi rencana, isi, dan bahan pelajaran dan cara penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar (Prihatin, 2008: 61).
Sejak diberlakukan pada tahun 2006 lalu, sebagian pemerhati pendidikan di Indonesia
menilai ada beberapa permasalahan yang terjadi seputar Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Adapun permasalah tersebut di antaranya (Mulyasa, 2013:
64);
20. Konten kurikulum yang masih terlalu padat, ini ditunjukkan dengan banyaknya
mata pelajaran dan banyak materi yang keluasan dan tingkat kesukarannya
melampaui tingkat perkembangan usia anak.
21. Belum sepenuhnya berbasis kompetensi sesuai dengan tuntutan fungsi dan tujuan
pendidikan nasional.
22. Kompetensi belum menggambarkan secara holistik domain sikap, keterampilan,
dan pengetahuan; beberapa kompetensi yang dibutuhkan sesuai dengan
perkembangan kebutuhan (misalnya pendidikan karakter, metodologi
pembelajaran aktif, keseimbangan soft skills dan hard skills, kewirausahaan) belum
terakomodasi di dalam kurikulum.
23. Belum peka dan tanggap terhadap perubahan sosial yang terjadi pada tingkat lokal,
nasional, maupun global.
24. Standar proses pembelajaran belum menggambarkan urutan pembelajaran yang
rinci sehingga membuka peluang penafsiran yang beraneka ragam dan berujung
pada pembelajaran yang berpusat pada guru.
25. Standar penilaian belum mengarahkan pada penilaian berbasis kompetensi (proses
dan hasil) dan belum secara tegas menuntut adanya remediasi secara berkala; dan
26. KTSP memerlukan dokumen kurikulum yang lebih rinci agar tidak menimbulkan
multi tafsir. Dalam alasan-alasan tersebut ada faktor kompetensi masa depan,
dimana lulusan harus mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mampu
mempertimbangkan segi moral suatu permasalahan.
Dari beberapa permasalahan tersebut di atas, pada tahun 2013 pemerintah menetapkan
pemberlakuan kurikulum baru berlabel Kurikulum 2013 menggantikan kurikulum sebelumnya.
Penyusunan Kurikulum 2013 adalah bagian dari melanjutkan pengembangan KBK yang telah
mulai di rilis pada 2004 dengan mencakup kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan

121
secara terpadu, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pada penjelasan pasal 35, dimana kompetensi lulusan merupakan kualifikasi kemampuan
lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan sesuai dengan standar nasional
yang telah disepakati (Chamistijatin, 2009: 32).

Kesimpulan

Pendidikan karakter merupakan usaha sadar yang terencana dan terarah melalui
lingkungan pembelajaran untuk tumbuh kembangnya seluruh potensi manusia yang memiliki
watak dan kepribadian baik, bermoral-berakhlak, dan berefek positif konstruktif pada alam dan
masyarakat. Aspek penting pendidikan karakter dalam pembangunan karakter bangsa, dapat
ditinjau secara filosofis, ideologis, dan normatif.
Kurikulum 2013 merupakan hasil review dari kurikulum sebelumnya, bertujuan untuk
mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan hidup sebagai pribadi dan warga
Negara yang beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada
kehidupan masyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia.
Implementasi pendidikan karakter dalam kurikulum 2013, dapat dilakukan melalui proses
integrasi capaian pembelajaran, mensinergikan peran lembaga pendidikan, guru manampakkan
diri sebagai guru berkompeten dan diteladani.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid, D. A. (2011). Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Yogyakarta: Remaja


Rosdakarya.

Chamistijatin. (2009). Pengembangan Kurikulum SD. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan


Tinggi.

Haryanto, M. S. (2012). Konsep dan Model Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosda
Karya.

Hasan, A. A. (1985). Nazariyah Al-TarbiyahFi Al-Qur'an wa-Tatbiqatuha fi Ahdi Rosulillah


SAW. Qairo: Dar Al-ma'arif.

Hidayatullah, F. (2010). Pendidikan Karakter Membangun Peradaban Bangsa. Surakarta:


Yuma Pustaka.

Kesuma, D. (2011). Pendidikan Karakter. Bandung: Rosdakarya.

Megawangi, R. (2007). Character Parenting Space. Bandung: Read.

Mulyasa. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Yogyakarta: Remaja


Rosdakarya.

Muslich, M. (2011). Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.


Jakarta: Bumi Aksara.

122
Prihatin, E. (2008). Konsep Pendidikan. Bandung: Karsa Mandiri Persada.

Sukmadinata, N. S. (2010). Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Suyadi. (2013). Strategi Pembelajaran Pendidikan Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Syarbini, A. (2012). Buku Pintar Pendidikan Karakter. Jakarta: Asa-Prima Pustaka.

Syarif, A. H. (2004). Pengembangan Kurikulum. Surabaya: Bina Ilmu.

Wibowo, A. (2013). Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

123
PENGEMBANGAN MODEL PERENCANAAN PENDIDIKAN

Fatkhul Mubin fatkhulmubin90@gmail.com

Abstrak

Perencanaan pendidikan adalah suatu proses menetapkan keputusan yang berkaitan


dengan tujuan yang akan dicapai, sumber sumber yang akan diberdayakan, dan teknik atau
metode akan dipilih secara tepat untuk melaksanakan tindakan selama kurun waktu tertentu
agar penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan secara efektif, efisien dan bermutu.
Depdikbud (1982), mengemukakan langkah-langkah yang ditempuh dalam proses
penyususnan perencanaan pendidikan yaitu: (a) pengumpulan dan pengolahan data, (b)
diagnosis, (c) perumusan kebijakan, (d) perkiraan kebutuhan masa depan, (e) perhtungan
biaya, (f) penetapan sasaran, (g) perumsan rencana, (h) perincian rencana, (i) implementasi
rencana, (j) evaluasi rencana, dan (k) revisi rencana. Dengan adanya langkah-langkah
perencanaan pendidikan tersebut diharapkan pendidikan di Indonesia akan semakin maju.
Masalah pendidikan di Indonesia seakan menjadi masalah pula untuk pemerintah dalam
merencanakan Sistem Pendidikan Nasional. Sistem Pendidikan Nasional selama ini seakan
belum meng-cover tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional begitu mulia,
tetapi implementasinya tidak sanggup mewujudkannya. Perencanaan sistem pendidikan ini
akan sesuai dengan tujuan pendidikan nasional, apabila masalah dalam pendidikan yang
telah dibahas dapat teratasi.32

PENDAHULUAN

Dalam suatu kegiatan apa pun bentuknya, perencanaan (planning) adalah faktor yang
sangat penting dan strategis sifatnya sebagai pemandu arah bagi pelaksanaan suatu kegiatan
dalam rangka mencapai tujuan/ sasaran/target yang diinginkan. Perencanaan sebagai suatu
rangkaian proses kegiatan, dilakukan untuk menyiapkan keputusan mengenai apa yang
diharapkan terjadi dan apa yang akan dilakukan. Pada dasarnya perencanaan memiliki makna
yang sangat kompleks. Perencanaan dapat didefinisikan dalam berbagai macam pengertian,
tergantung perspektif yang dipakai serta latar belakang yang memengaruhi seseorang dalam
mendefinisikannya. Dalam pengertian yang luas, perencanaan dapat dimaknai sebagai suatu
proses mempersiapkan kegiatan-kegiatan secara sistematis yang akan dilakukan untuk
mencapai tujuan tertentu.

Dalam bidang pendidikan Islam, perencanaan merupakan salah satu faktor kunci
efektivitas terlaksananya kegiatan pendidikan demi tercapainya tujuan pendidikan yang
diharapkan bagi setiap jenjang dan jenis pendidikan pada tingkat nasional maupun lokal.
Pentingnya perencanaan yang baik dalam bidang pendidikan Islam adalah oleh karena

32

https://www.researchgate.net/publication/335504424_TEKNIK_DAN_MODEL_PERENCANAAN_PEN
DIDIKAN

124
pendidikan Islam diyakini oleh umat Islam sebagai jalan hidup manusia yang paling baik.
Sebagai jalan yang paling baik, pendidikan Islam perlu direncanakan secara baik dan
sistematis, sehingga Pendidikan Islam benar-benar dapat menyejahterakan setiap Muslim, baik
di dunia maupun di akhirat. Namun dalam praktek pelaksanaan pendidikan Islam, faktor
perencanaan pendidikan baru atau masih lebih banyak dijadikan faktor pelengkap, sehingga
sering kali tujuan yang telah ditetapkan tidak tercapai secara maksimal. Penyebabnya adalah
karena para perencana pendidikan kurang memahami proses dan mekanisme perencanaan
dalam konteks yang lebih komprehensif. Selain itu, posisi bidang perencanaan belum
merupakan faktor kunci keberadaan suatu lembaga pendidikan, baik pada tingkat makro
maupun mikro. Karena itu, peran perencanaan pendidikan terhadap pencapaian visi, misi, dan
tujuan lembaga pendidikan belum dirasakan secara optimal.2

PEMBAHASAN A. Perencanaan dan Manajemen Pendidikan


Secara konseptual, manajemen pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan,
pengendalian, dan pengawasan mengenai (sumber daya manusia, sumber belajar,
kurikulum, dana, dan fasilitas) untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan
efisien (Engkoswara 1987; ISPI 1995; Manap 1999, 2008).3 Perencanaan pendidikan

2Saihu, S. (2019). RINTISAN PERADABAN PROFETIK UMAT MANUSIA


MELALUI PERISTIWA

TURUNNYA ADAM AS KE-DUNIA. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman,


3(2), 268-279, Saihu, S.
(2019). Pendidikan Pluralisme Agama: Kajian tentang Integrasi Budaya dan Agama
dalam Menyelesaikan Konflik
Sosial Kontemporer. Jurnal Indo-Islamika, 9(1), 67-90, Saihu, S. (2019).
IMPLEMENTASI MANAJEMEN
BALANCED SCORECARD DI PONDOK PESANTREN JAM’IYYAH
ISLAMIYYAH TANGERANG
SELATAN. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(1), 1-22. Saihu, S. (2019).
KOMUNIKASI
PENDIDIK TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DI SEKOLAH
KHUSUS ASY-SYIFA
LARANGAN. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam danManajemen Pendidikan Islam,
1(3), 418-440. Saihu, S., &
Marsiti, M. (2019). PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UPAYA MENANGKAL
RADIKALISME DI SMA NEGERI 3 KOTA DEPOK, JAWA BARAT. Andragogi: Jurnal
Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 1(1), 23-54. Saihu, S. (2019). KONSEP
MANUSIA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM PERUMUSAN TUJUAN PENDIDIKAN
ISLAM MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI. Andragogi: Jurnal Pendidikan
Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 1(2), 197-217. Saihu, S., & Rohman, B. (2019).
PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI MODEL PENDIDIKAN TRANSFROMATIFE
LEARNING PADA SANTRI DI
PONDOK PESANTREN NURUL IKHLAS BALI. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan
Islam, 8(02), 435-452.

125
3
Saihu, S., & Taufik, T. (2019). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI GURU. Al Amin:
Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 2(2), 105-116. Saihu, S. (2020). KONSEP
PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT FAZLURRAHMAN. Andragogi:
Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 2(1), 82-
95.Saihu, S. (2020). ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT KITAB TA’LIM
MUTA’ALIM. Al Amin: Jurnal
Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 3(1), 99-112. Saihu, Aziz, A., Mubin, F., & Sarnoto, A.
Z. (2020). Design of islamic
mempunyai peran penting dan berada pada tahap awal dalam proses manajemen
pendidikan, yang dijadikan sebagai panduan bagi pelaksanaan, pengendalian, dan
pengawasan penyelenggaraan pendidikan. Perencanaan merupakan suatu proyeksi
tentang apa yang harus dilaksanakan guna mencapai sasaran dan tujuan yang telah
ditetapkan (Kaufman 1972; Hadikumoro 1980).
Sebagai suatu proyeksi, perencanaan memiliki unsur kegiatan mengidentifikasi,
menginventarisasi dan menyeleksi kebutuhan berdasarkan skala prioritas, mengadakan
spesifikasi yang lebih rinci mengenai hasil yang akan dicapai, mengidentifikasi
persyaratan atau kriteria untuk memenuhi setiap kebutuhan, serta mengidentifikasi
kemungkinan alternatif, strategi, dan sasaran bagi pelaksanaannya. Kebutuhan
terhadap perencanaan pendidikan diakibatkan oleh adanya kompleksitas masyarakat
dewasa ini, seperti masalah jumlah penduduk, kebutuhan akan tenaga kerja, masalah
lingkungan, dan adanya keterbatasan sumber daya alam. Hal tersebut antara lain
dikemukakan Banghart dan Trull (1973:5) dalam bukunya yang menyatakan bahwa:
“The need for planning arose with the intensified complexcities of modern
technological society. Problems such as population, manpower needs, ecology,
decreasing natural resources and haphazard aplication of scientific developments all
place demand on educational institutions for solution”.4
Sampai saat ini, pendidikan di Indonesia masih mengalami krisis besar karena
perkembangan dan kebutuhan akan pendidikan tidak dapat terpenuhi oleh
sumbersumber yang tersedia. Sejak beberapa tahun lalu, Coombs (1968) dan Manap
(1999, 2008) menghimbau agar pendidikan direncanakan secara seksama. Caranya
dengan melihat pada keterbatasan yang ada dan diarahkan kepada penyelenggaraan
pendidikan yang lebih sesuai dengan kebutuhan perkembangan masyarakat. Untuk
mengatasi

education based on local wisdom (An analysis of social learning theories in forming
character through ngejot tradition in bali). International Journal of Advanced Science and
Technology, 29(6), 1278–1293. Ronaldo, R., Zulfikar, A., Saihu, Ismail, & Wekke, I. S.
(2020). International relations of the asia pacific in the age of trump. Journal of Environmental
Treatment Techniques, 8(1), 244–246. Saihu, M. M., & Aziz, A. (2020). Implementasi Metode
Pendidikan Pluralisme Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Belajea; Jurnal
Pendidikan Islam, 5(1), 131-150. Saihu, M. (2019). Urgensi ‘Urf dalam Tradisi Male dan
Relevansinya dalam Dakwah Islam di Jembrana-Bali. Jurnal Bimas Islam, 12(1), 173-201.
Saihu, S. (2020). The Effect of Using Talking Stick Learning Model on Student Learning
Outcomes in Islamic Primary School of Jamiatul Khair, Ciledug Tangerang. Tarbawi: Jurnal
Keilmuan Manajemen Pendidikan, 6(01), 61-68. Saihu, S. (2020). Pendidikan sosial yang

126
terkandung dalam Surat At-Taubah Ayat 71-72. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam,
9(01), 127-148.
4
Aziz, A., & Saihu, S. (2019). Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya
Kontekstualisasi Kaidah Bahasa Arab. Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, 3(2), 299-214.
Saihu, S. (2019). PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (STUDI DI
JEMBRANA BALI). Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 8(01), 69-90. Şahin, C.
RELIGIA.Saihu, S., & Mailana, A. (2019). Teori pendidikan behavioristik pembentukan
karakter masyarakat muslim dalam tradisi Ngejot di Bali. Ta'dibuna: Jurnal Pendidikan Islam,
8(2), 163-176. Mubin, F. KEADILAN DALAM GENDER: KAJIAN KEPEMIMPINAN
WANITA DALAM ISLAM1, Saihu, M.
(2019). Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme Agama
Di Jembrana-Bali). Deepublish. Mubin, F. (2019). TAFSIR EMANSIPATORIS:
PEMBUMIAN METODOLOGI TAFSIR
PEMBEBASAN. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(1), 131-151.
Mubin, F. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MADRASAH DAN
KEGIATAN LAIN YANG DIPERLUKAN DI DALAMNYA (FAKTOR
PENDUKUNGNYA).

permasalahan pendidikan secara komprehensif, Banghart dan Trull (1973:120)


merekomendasikan beberapa hal yang harus dicermati dalam merencanakan
pendidikan, di antaranya :
10. Mengidentifikasi berbagai kebijakan terkait dengan sistem pendidikan.
11. Mengevaluasi dan mempertimbangkan berbagai alternatif metode pendidikan dan
dalam kaitannya dengan masalah-masalah khusus pendidikan;
12. Mencermati masalah-masalah kritis yang memerlukan perhatian, penelitian, dan
pengembangan.
13. Mengevaluasi keunggulan dan kelemahan sistem pendidikan yang ada; serta
14. Melaksanakan kajian terhadap sistem pendidikan dan komponen-komponennya.
Perencanaan berfungsi sebagai pemberi arah bagi terlaksananya aktivitas yang
disusun secara komprehensif, sistematis, dan transparan. Perencanaan yang baik
adalah perencanaan yang paling mungkin untuk dilaksanakan. Melalui perencanaan
dapat dijelaskan tujuan yang akan dicapai, ruang lingkup pekerjaan yang akan
dijalankan, orang-orang yang terlibat dalam pekerjaan itu, berbagai sumber daya
yang diperlukan, serta langkah-langkah dan metode kerja yang dipilih berdasarkan
urgensi dan prioritasnya. Semua itu menjadi arah dan panduan dalam
mengorganisir unsur manusia dalam pendidikan, pengerahan, dan pemanfaatan
berbagai sumber daya guna menunjang proses pencapaian tujuan dan dapat
dijadikan sebagai alat pengendalian tentang pencapaian tujuan. Kekeliruan dan
kesalahan semestinya dapat dihindari dengan adanya rencana yang komprehensif,
terintergrasi, dan berdasarkan pada pemilihan strategi yang tepat. Ketepatan dan
keberhasilan dalam perencanaan menjadi barometer suksesnya pelaksanaan
kegiatan dan bermaknanya proses pengendalian kegiatan serta menjadi kunci bagi

127
efisiensi pemanfaatan berbagai sumber daya dan efektivitas dalam pencapaian
tujuan.33

B. Model Perencanaan Pendidikan


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata model diartikan sebagai contoh,
pola acuan ragam, macam, atau barang tiruan yang kecil dan tepat seperti yang ditiru.
Jadi model perencanaan pendidikan dapat diartikan sebagai contoh atau acuan yang
digunakan dalam penyusunan sebuah perencanaan, lebih umum membahas rencana dan
kebijakan tertinggi dalam instansi pendidikan. Menurut Suprayogi (2014) model dan
metode perencanaan pendidikan tentunya berbeda dengan model dan metode
perencanaan pengajaran, perencanaan pendidikan cakupannya lebih luas dan lebih
umum menyangkut rencana dan kebijakan yang dikeluarkan oleh pengambil kebijakan
tertinggi dalam instansi pendidikan. Sedangkan model perencanaan pengajaran
memuat komponen sistem pembelajaran dan unsur kegiatan yang dilakukan, baik oleh
guru maupun siswa dalam proses pembelajaran. Ada beberapa macam-macam model
perencanaan dalam pendidikan yaitu seperti berikut:

1. Model Perencanaan Komprehensif


Model ini digunakan untuk menganalisis perubahan-perubahan dalam sistem
pendidikan secara keseluruhan. Selain itu berfungsi sebagai suatu patokan dalam
menjabarkan rencana-rencana yang lebih spesifik ke arah tujuan-tujuan yang lebih
luas. Model ini berfungsi sebagai patokan dalam menjabarkan rencana-rencana
yang lebih spesifik atau khusus ke arah tujuan yang lebih global dan luas. Metode
ini juga dapat digunakan untuk menganalisis perubahan secara luas dalam suatu
sistem pendidikan secara menyeluruh. 34 a. Model Target Setting
Model ini diperlukan dalam upaya melaksanakan proyeksi atau
memperkirakan tingkat perkembangan dalam kurun waktu tertentu. Dalam
persiapannya dikenal model untuk analisis demografis dan proyeksi penduduk,
model untuk memproyeksikan jumlah siswa yang terdaftar dalam sekolah, dan
model untuk memproyeksikan kebutuhan tenaga kerja.
b. Model Pembiayaan dan Efektivitas Biaya
Model ini digunakan untuk menganalisis proyek-proyek dalam kriteria
efisien dan efektivitas ekonomis. Dengan model ini dapat diketahui proyek
yang paling fisibel dan memberikan suatu perbandingan yang paling baik di
antara proyek-proyek yang menjadi alternatif penanggulangan masalah yang
dihadapi. Penggunaan model ini dalam pendidikan didasarkan pada
pertimbangan bahwa pendidikan itu tidak terlepas dari masalah pembiayaan.
Dan dengan sejumlah biaya yang dikeluarkan selama proses pendidikan
diharapkan dapat memberikan keuntungan tertentu. Penggunaan model ini
dalam pendidikan didasarkan bahwa pendidikan tidak terlepas dari biaya yang

33
Dr. Manap Somantri, M.Pd, Perencanaan Pendidikan, (Bogor: IPB Press, 2014), hal 1-3
34
Fattah Nanang dalam Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, Bogor, Program
Pasca Srajana UIKA Bogor, 2009, Hlm. 55.

128
diharapkan membawa keuntungan atau benefit. Dapat dikatakan model ini
sama dengan model untung rugi.
c. Model PPBS PPBS (Planning, Programming, Budgetting System), dalam
bahasa Indonesia adalah sistem perencanaan, penyusunan program, dan
penganggaran (SP4).
Model Planning, Programming, Budgeting, System;atau biasa disebut
dengan PPBS merupakan sebuah sistem yang tidak bisa terpisahkan, dimana
dalam perencanaan tujuan harus dikembangkan pada program-program,
kemudian mempertimbangkan masalah pembiayaan yang akan dipilih sebagai
alternatif yang paling baik. Artinya dalam perencanaan pendidikan harus
melihat pada semua aspek secara komperhensif sehingga mendapatkan sebuah
keputusan terbaik.
Untuk memahami PPBS secara baik, ada beberapa sifat-sifat esensial dari
sistem ini. Esensi dari sistem ini adalah (a) merinci secara cermat dan
menganalisis tujuan yang akan dicapai (b) mencari alternatif-alternatif terbaik
untuk mencapai tujuan (c) menggambarkan pembiayaan total dari seluruh
proses, baik secara langsung ataupun tidak (d) menggambarkan efektifitas dari
setiap alternatif sehingga dapat lebih mudah mencapai tujuan yang diinginkan
(e) membandingkan semua alternatif dan memilihnya, mana yang paling baik
untuk mencapai tujuan.35
Menurut Fattah (2013: 51) model ini bermakna bahwa perencanaan,
penyusunan program, dan penganggaran dipandang sebagai suatu sistem yang
komprehensif untuk pengambilan keputusan yang efektif. Untuk memahami
PPBS secara baik, maka perlu kita perhatikan sifat-sifat esensial dari sistem ini.
Esensi dari PPBS adalah sebagai berikut:
14. Memerinci secara cermat dan menganalisis secara sistematik terhadap
tujuan yang hendak dicapai.
15. Mencari alternatif-alternatif yang relevan, cara yang berbeda-beda untuk
mencapai tujuan.
16. Menggambarkan biaya total dari setiap alternatif, baik biaya langsung
ataupun tidak langsung, biaya yang telah lewat ataupun yang akan datang,
baik biaya yang berupa uang ataupun biaya yang tidak berupa uang.
17. Memberikan gambaran tentang efektifitas setiap alternatif dan bagaimana
alternatif itu mencapai tujuan.
18. Membandingkan dan menganalisis alternatif tersebut, yaitu mencari
kombinasi yang memberikan efektifitas yang paling besar dari sumber yang
ada dalam pencapain tujuan (Jujun S., 1980). Model ini bermakna bahwa
perencanaan, penyusunan program, dan penganggaran dipandang sebagai
suatu sistem yang tak terpisahkan satu sama lainnya. PPBS merupakan
suatu proses yang komprehensif untuk pengambilan keputusan yang lebih
efektif. Menurut Kast dan Rosenwzweig (1979) PPBS merupakan suatu
pendekatan yang sistematik yang berusaha untuk menetapkan tujuan,

35
Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, Hlm. 55.

129
mengembangkan program-program untuk dicapai, menemukan besarnya
biaya dan alternatif, dan menggunakan proses penganggaran yang
merefleksikan kegiatan program jangka panjang. Harry J. Hartley (1968)
mengemukakan bahwa PPBS merupakan proses perencanaan yang
komprehensif yang meliputi program budget sebagai komponen utamanya.
Ciri-ciri SP4 (sistem perencaan penyusunan program dan penganggaran)
menurut Timan (2004) adalah sebagai berikut:
a SP4 dimulai dari penetapan tujuan nasional. Jadi perencanaan dengan
SP4 bersifat dari atas ke bawah (top down).
b Menghubungkan tujuan umum dengan program yang bersifat khusus.
c Menghubungkan program dengan sumber-sumber yang diperlukan.
d Menghubungkan masukan instrumental dengan uang yang diperlukan.

Tujuan penggunaan SP4 (sistem perencaan penyusunan program dan


penganggaran) menurut Timan (2004) adalah sebagai berikut:

a Membuat agar perencanaan jangka panjang merupakan kegiatan rutin.


b Memungkinkan rencana dan program dapat ditinjau kembali setiap saat
untuk dapat diadakan revisi.
c Mengadakan klasifikasi kegiatan organisasi dalam bentuk program dan
hasil yang diharapkan dan bukan lagi berdasarkan jumlah jabatan atau
yang hal-hal lain.
d Meningkatkan koordinasi antar berbagai program yang dirancang
untuk mencapai tujuan. 5. Mendorong perencanaan terpadu antar
Departemen/ bagian.

e Memungkinkan pengukuran kemajuan suatu program sesuai dengan


pertahapannya.36

C. Konsep Perencanaan Pendidikan


Perencanaan pendidikan adalah suatu proses menetapkan keputusan yang
berkaitan dengan tujuan yang akan dicapai, sumber sumber yang akan diberdayakan,
dan teknik atau metode akan dipilih secara tepat untuk melaksanakan tindakan selama
kurun waktu tertentu agar penyelenggaraan pendidikan dapat dilaksanakan secara
efektif, efisien dan bermutu. Depdikbud (1982), mengemukakan langkah-langkah yang
ditempuh dalam proses penyususnan perencanaan pendidikan yaitu:
a. Pengumpulan dan pengolahan data,
b. Diagnosis,
c. Perumusan kebijakan,
d. Perkiraan kebutuhan masa depan,
e. Perhtungan biaya,

36

file:///C:/Users/HP/Downloads/TEKNIK%20DAN%20MODEL%20PERENCANAAN%20PENDIDI
KA
N.pdf

130
f. Penetapan sasaran,
g. Perumsan rencana,
h. Perincian rencana,
i. Implementasi rencana,
j. Evaluasi rencana, dan
k. Revisi rencana.
Dengan adanya langkah-langkah perencanaan pendidikan tersebut diharapkan
pendidikan di Indonesia akan semakin maju. Masalah pendidikan di Indonesia seakan
menjadi masalah pula untuk pemerintah dalam merencanakan Sistem Pendidikan
Nasional. Sistem Pendidikan Nasional selama ini seakan belum meng-cover tujuan
pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional begitu mulia, tetapi implementasinya
tidak sanggup mewujudkannya. Perencanaan sistem pendidikan ini akan sesuai dengan
tujuan pendidikan nasional, apabila masalah dalam pendidikan yang telah dibahas
dapat teratasi.37

Perencanaan juga dapat di definisiskan sebagai proses pemilihan dan penetapan


tujuan, stategi, metode, anggaran, dan standar atau tolok ukur keberhasilan sesuatu
kegiatan. 38 Pengertian tersebut menunjukkan bahwa prencanaan merupakan proses
atau rangkaian beberapa kegiatan yang saling berhubungan dalam memilih salah satu
di antara beberapa alternatif tentang tujuan yang ingin dicapai oleh suatu organisasi.
Kemudian memilih strategi dan metode untuk mencapai tujuan tersebut. Sementara itu,
menurut Ritha F. Dalimunthe39 perencanaan adalah pemilihan dan penetapan kegiatan,
selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan
adalah suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan; rencana
haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan,
rencanarencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap berguna. “Perencanaan
kembali” kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri
dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin.

Conyers & Hills 40 mendefinisikan “perencanaan” sebagai ”suatu proses yang


bersinambungan”, yang mencakup “keputusankeputusan atau pilihan-pilihan berbagai
aiternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pada masa
yang akan datang.“ Dari pengertian-pengertian tersebut, maka perencanaan pendidikan
dimaksudkan untuk mempersiapkan semua komponen pendidikan, agar dapat
terlaksana proses belaj ar mengaj ar yang baik dalam penyelenggaraan pendidikan
dalam mencapai sasaran keluaran pendidikan seperti yang diharapkan.

37

https://www.researchgate.net/publication/335504424_TEKNIK_DAN_MODEL_PERENCANAAN
_PEN
DIDIKAN
38
Hadari Nawawi. Perencanaan SDM untuk Organiasi Profit. Yogyakarta: Gadjah Mada
University. 2001
39
Ritha F Dalimunthe, Keterkaitan antara Penelitian Manajemen dengan Pendidikan dan
Pengembangan Ilmu Manajemen. Medan: Universitas Sumatra Utara, 2003.
40
Conyers & Hills, Creative Human Resource Planning and Applications : A Strategic
Approach. New York Prectice Hall, Inc, 1994.

131
Pengorganisasian pendidikan ditujukan untuk menghimpun semua potensi komponen
pendidikan dalam suatu organisasi yang sinergis untuk dapat menyelenggarakan
pendidikan dengan sebaikbaiknya.
Kegiatan pendidikan adalah pelaksanaan dari penyelenggaraan pendidikan yang
telah direncanakan dan diselenggarakan oleh organisasi penyelenggara pendidikan
dengan memparhatikan rambu-rambu yang telah ditetapkan dalam perencanaan dalam
rangka mencapai hasil keluaran pendidikan yang optimal. Pengendalian pendidikan
dimaksudkan untuk menjaga agar penyelenggaraan pendidikan dilaksanakan sesuai
yang direncanakan dan semua komponen pendidikan digerakkan secara sinergis dalam
proses yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan yang dijabarkan dalam
sasaransasaran menghasilkan keluaran secara optimal seperti yang telah ditetapkan
dalam perencanaan pendidikan. Menurut John R. Kelly 41 perencanaan pendidikan
tersebut mengedepankan 4 unsur dasar perencanaan, yaitu:
30. Pemilihan Merencanakan berarti memilih. Perencanaan merupakan proses memilih
di antara berbagai kegiatan yang diinginkan, karena tidak semua yang diinginkan
itu dapat dilakukan dan dicapai dalam waktu yang bersamaan. Hal itu menyiratkan
bahwa hubungan antara perencanaan dan proses pengambilan keputusan sangat erat.
Oleh karena itu, banyak buku mengenai perencanaan membahas pendekatan-
pendekatan alternatif dalam proses pengambilan keputusan, terutama yang berkaitan
dengan faktor-faktor yang mempengaruhi pengambilan keputusan dan urutan
tindakan di dalam proses pengambilan keputusan;
31. Sumber daya Perencanaan merupakan alat pengalokasian sumber daya. Penggunaan
istilah sumber daya di sini menunjukkan segala sesuatu yang dianggap berguna
dalam pencapaian suatu tujuan tertentu. Sumber daya di sini mencakup sumber daya
manusia; sumber daya alam, sumber daya modal dan keuangan. Perencanaan
mencakup proses pengambilan keputusan tentang bagaimana sumber daya yang
tersedia itu digunakan sebaik-baiknya. Oleh karena itu, kuantitas dan kualitas
sumber daya tersebut sangat berpengaruh dalam proses memilih di antara berbagai
pilihan tindakan yang ada;
32. Tujuan Perencanaan merupakan alat untuk mencapai tujuan. Konsep perencanaan
sebagai alat pencapaian tujuan muncul berkenaan dengan sifat dan proses penetapan
tujuan. Salah satu masalah yang sering dihadapi oleh seorang perencana adalah
bahwa tujuan-tujuan mereka kurang dapat dirumuskan secara tepat. Sering kali
tujuan-tujuan tersebut didefinisikan secara kurang tegas, karena kadang kala tujuan-
tujuan tersebut ditetapkan oleh pihak lain.; dan
33. Waktu Perencanaan mengacu ke masa depan. Salah satu unsur penting dalam
perencanaan adalah unsur waktu. Tujuan-tujuan perencanaan dirancang untuk
dicapai pada masa yang akan datang. Oleh karena itu, perencanaan berkaitan dengan
masa depan.

D. Model dan Metode Perencanaan Sekolah Berbasis Islam-Kemasyarakatan


Tujuan pendidikan nasional yang tertuang dalam UU no 20 tahun 2003 adalah
mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
41
John R. Kelly. 1993. Leisure. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

132
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Sejatinya manusia yang telah dibekali dengan ilmu pengetahuan baru akan dihitung
kemanfaatannya setelah dapat mengamalkan ilmunya bagi orang disekitarnya.
Pendidikan Islam mengajarkan bagaimana menjadi manusia yang baik yaitu
dengan mencirikan manusia yang paling banyak memiliki nilai manfaat buat orang
lain. 42 Pentingnya responsibilitas sosial dalam Islam yaitu intuk menjamin
terbentuknya fondasi-fondasi yang kuat bagi masa depan masyarakat yang Islami
berdasarkan Alqur’an dan hadits. Karena dengan dasar itu dapat membentuk
masayarakat yang bebas dari kriminalitas 43 . Pada sisi lain, hasil dari pendidikan
seharusnya membuahkan perubahan bagi masyarakat luas. Pendidikan bagi anak-anak
dapat menjadi alternatif yang baik untuk memajukan masyarakat menjadi masyarakat
madani. Persoalan dimasyarakat dapat dipecahkan dan diselesaikan karena orang-
orang yang berpendidikan, dimana sebagai orang terdidik memiliki perbedaan cara
pandang dan berfikir. Banyak permasalahan dimasarakat tidak hanya dapat
diselesaikan dengan pendidikan. Hal ini disebabkan karena pendidikan tidak diarahkan
untuk menyelesaikan persoalanpersoalan dimasayarakat. Terlebih lagi pendidikan
Islam yang justru sangat penting ini belum memiliki fokus sebagai problem solver
dimasyarakat. Untuk itulah penting mendesain perencanaan lembaga pendidikan
berbasis Islam-Kemasyarakatan dengan menelisik model dan metode terbaik.Jika
menggunakan model PPBS maka dapat dirancang sebuah perencanaan yang
berhubungan dengan:
Tujuan daripada sekolah berbasis Islam-Kemasyarakatan adalah (a)
menumbuhkan jiwa sosial yang peka terhadap permasalahan di masyarakat (b)
menumbuhkan kesadaran akan tanggung jawab moral terhadap masayarakat (c)
menciptakan generasi yang siap terjun dimasyarakat dengan hard dan soft skill nya (d)
menciptakan generasi Islam yang memiliki nilai tinggi pada aspek keagamaan yang
matang dalam ilmu dan amal.
Fakta yang terjadi saat ini adalah tidak bertanggung jawabnya pendidikan sedari
dini terhadap permasalahan di masyarakat. Padahal dengan banyaknya persoalan
sosial, ekonomi, dan budaya dimasayarakat baik kota maupun desa dapat dijadikan
media pembelajaran disekolah untuk belajar mencari tahu permasalahan dan mencari
solusinya oleh siswa. Dengan demikian mereka akan belajar bagaimana menghadapi
masalah tersebut. Tentu dari jenjang yang paling rendah pengajarannya harus lebih
sederhana.
Jika menggunakan metode cause-effect (sebab-akibat), maka cara yang harus
ditempuh untuk mencapai tujuan agar siswa memiliki jiwa sosial yang peka terhadap
masalah masyarakat adalah: melibatkan dalam kegiatan masyarakat. Seperti kerja
bakti, mengurus pemberdayaan masjid, mengurus jenazah, memperbaiki saluran irigasi

42
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.” (Hadits Riwayat ath-
Thabrani, Al-Mu’jam al-Ausath, juz VII, hal. 58, dari Jabir bin Abdullah r.a.. Dishahihkan Muhammad
Nashiruddin al-Albani dalam kitab: As-Silsilah Ash-Shahîhah)

43
Ali Abdul Halim Mahmud, Fikih Responsibilitas dan tanggung Jawab Muslim , Jakarta, Gema
Insani Press, 2000, Hlm. 194-195.

133
petani, rapat dengan pihak desa dan lain sebagainya. Pengalaman riil tersebut
dibutuhkan bagi siswa nanti saat dewasa bagaimana bermasyarakat mengurus
kepentingan umum di masyarakat. Sehingga ilmu-ilmu yang didapatkan dibangku
sekolah baik yang bersifat teoritis dan praktis langsung dapat digunakan jika
dibutuhkan.
Kemudian cara yang harus ditempuh agar siswa memiliki jiwa dan tangungung
jawab moral adalah dengan memberikan tanggung jawab sejak dini di masyarakat.
Sekecil apapun mereka sudah harus diajarkan bertangunggung jawab, sehingga mereka
merasa keberadaan mereka sangat dibutuhkan kelak.
Kemudian untuk mempersiapkan generasi yang siap terjun di masyarakat dengan
hard dan soft skill adalah dengan mengajarkan pengetahuan-pengetahuan dan skill apa
saja yang di butuhkan di masyarakat. Yang paling sederhana adalah mereka diajarkan
menjadi imam shalat, sampai pada masalah yang membutuhkan keahlian khusus seperti
pembuatan tata ruang desa, sarana irigasi, perencanaan program desa dan lain
sebagainya.
Yang terakhir adalah ingin menjadikan manusia yang memiliki nilai tinggi pada
aspek keagamaan serta matang dalam bidang ilmu dan amal. Cara yang dapat
digunakan yaitu dengan memberikan pengajaran yang berorientasi kognitif
membangun pengetahuan agama seputar ibadah yang berdampak pada amalan sehari-
hari.
Untuk dapat mendirikan lembaga pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan
maka dapat digunakan metode Mean-Ways- end Analysis. Mean yang dimaksud adalah
apa saja yang dibutuhkan oleh lembaga ini, maka dapat dibuat semacam tabel
kebutuhan : pendanaan, kurikulum, SDM, dan partisipasi masyararakat. Sedangkan
Ways yaitu strategi atau cara yang dapat digunakan untuk mengatasi berbagai macam
kebutuhan di atas. Masalah pendanaan dimana penggunaannya untuk tahap awal
seperti ; pembangunan, pembuatan kelengkapan administrasi kelembagaan, dan
perlengkapan sarpras. Sedangkan untuk tahap lanjut seperti; operasional sekolah, gaji
SDM, media pembelajaran, kerja sama, dan lain-lain. Pada tahap awal pendanaan
dapat menggunakan cara; swadaya oleh rekan dan kerabat terdekat, bantuan
pemerintah. Sedangkan untuk tahap lanjut cara yang dapat digunakan seperti
melakukan kerjasama CSR, bantuan pemerintah, swadaya masyarakat, pengembangan
usaha sekolah, bantuan Dana Desa, orang tua siswa. Cara diatas dapat digunakan salah
satunya, dengan memilih alternatif mana yang paling baik untuk segera ditindak lanjuti.
Kurikulum sekolah berbasis IslamKemasyarakatan dapat disusun melalui bantuan
konsultan sekolah, dengan dibantu masyarakat umum, sedangkan penggagas atau
pendiri hanya membuatkan beberapa rambu-rambu kurikulum. Dilibatkannya jasa
konsultan kurikulum yaitu mempertimbangkan efektififitas waktu dan ketajaman
kurikulum yang diharapkan karena dikerjakan oleh ahlinya. Sedangkan tanpa
melibatkan konsultan dan hanya mengandalkan SDM guru baru akan menyulitkan
dalam eksekusi pembelajara karena belum tentu guru baru memiliki pengalaman teknis
pada persoalan kurikulum.
Kemudian untuk mendapatkan SDM yang diharapkan, akan mulai dilakukan
rekutmen guru dengan kriteria tertentu, seperti mempunyai kecakapan dalam hardskill
dan softskill, Islami, berpengetahuan agama, punya jiwa sosial, bergabung dalam
kepengurusan desa, dan lain-lain. Selain itu, sekolah juga akan melibatkan tokoh

134
masyarakat untuk masuk dalam beberapa kegiatan pembelajaran seperti pengenalan
program desa dan kegiatan-kegiatan sosial lainnya. Kepala desa juga dapat terlibat
menjadi bagian dari sekolah untuk membantu baik proses pembelajaran maupun dalam
kebijakan-kebijakan tingkat desa. Konsep sekolah yang bermasyarakat membutuhkan
partisipasi masyarakat, untuk itu diperlukan penyambutan yang baik dari masyarakat
sekitar terhadap seluruh proses pembelajaran. Cara yang dapat digunakan adalah
dengan melakukan kerjasama dengan aparat desa, sosialisasi kepada masyarakat,
kerjasama dengan kelompok kerja desa (kelompok tani, PKK, dan lain-lain).
Diharapkan dengan pengertian dan kerjasama yang baik para siswa dapat melakukan
pembelajaran dengan masyarakat dalam berbagai bidang, seperti pertanian,
perdagangan, kerajinan, dan lain-lain. Melalui serangkaian aktifitas baik secara
kelembagaan dan kurikulum diharapakan dapat mencapai end. Analisis terhadap hasil
output dapat dilihat pada tiap tahun dan apa akhir jenjang sekolah. Apakah akan ada
perbaikan dan penambahan terhadap seluruh proses atau tidak bergantung pada hasil
evaluasi dan analsisis secara menyeluruh.

KESIMPULAN

Model perencanaan dapat diartikan sebagai pola atau contoh atau acuan yang
digunakan dalam penyusunan sebuah perencanaan. Sedangkan metode perencanaan diartikan
sebagai cara atau langkah atau strategi yang ditempuh dalam penyusunan sebuah perencanaan.
Ada beberapa model perencanaan pendidikan, yaitu:

27. Perencanaan komperhensif

135
28. Target setting
29. Costing dan efektifitas biaya
30. Model planning, programming, dan budgeting system

Dalam perencanaan pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan dalam hal ini


menggunakan model PPBS dalam format yang sederhana. Sedangkan yang dimaksud dengan
pendidikan berbasis Islam-Kemasyarakatan adalah sebuah pendidikan yang menyandingkan
dengan pelbagai persoalan dimasyarakat, dimana juga memiliki tujuan pokok menjadikan
masyarakat lebih Islami dan berkemajuan. Untuk itu perlu disusunlah berbagai macam cara
untuk dapat merealisasikan sebuah lembaga pendidikan sebagaimana dimaksud.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Abdul Halim Mahmud, Fikih Responsibilitas dan tanggung Jawab Muslim, Jakarta,
Gema Insani Press, 2000, Hlm. 194-195.

Aziz, A., & Saihu, S. (2019). Interpretasi Humanistik Kebahasaan: Upaya Kontekstualisasi
Kaidah Bahasa Arab. Arabiyatuna: Jurnal Bahasa Arab, 3(2), 299-214
Conyers & Hills, Creative Human Resource Planning and Applications : A Strategic
Approach. New York Prectice Hall, Inc, 1994.

Dr. Manap Somantri, M.Pd, Perencanaan Pendidikan, (Bogor: IPB Press, 2014)

Fattah Nanang dalam Endin Mujahidin Dkk, Perencanaan Pendidikan, Bogor, Program
Pasca Srajana UIKA Bogor, 2009, Hlm. 55.

136
file:///C:/Users/HP/Downloads/TEKNIK%20DAN%20MODEL%20PERENCANAAN
%20PEN DIDIKAN.pdf

Hadari Nawawi. Perencanaan SDM untuk Organiasi Profit. Yogyakarta: Gadjah Mada
University. 2001

https://www.researchgate.net/publication/335504424_TEKNIK_DAN_MODEL_PERE
NCANA AN_PENDIDIKAN

https://www.researchgate.net/publication/335504424_TEKNIK_DAN_MODEL_PERE
NCANA AN_PENDIDIKAN

John R. Kelly. 1993. Leisure. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

Mubin, F. (2019). TAFSIR EMANSIPATORIS: PEMBUMIAN METODOLOGI TAFSIR


PEMBEBASAN. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(1), 131-151.
Mubin, F. KEADILAN DALAM GENDER: KAJIAN KEPEMIMPINAN WANITA DALAM
ISLAM1,
Mubin, F. MODEL-MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MADRASAH DAN
KEGIATAN LAIN YANG DIPERLUKAN DI DALAMNYA (FAKTOR
PENDUKUNGNYA).
Ronaldo, R., Zulfikar, A., Saihu, Ismail, & Wekke, I. S. (2020). International relations of the
asia pacific in the age of trump. Journal of Environmental Treatment Techniques, 8(1),
244–246.
Şahin, C. RELIGIA.
Saihu, Aziz, A., Mubin, F., & Sarnoto, A. Z. (2020). Design of islamic education based on
local wisdom (An analysis of social learning theories in forming character through ngejot
tradition in bali). International Journal of Advanced Science and Technology, 29(6),
1278– 1293.
Saihu, M. (2019). Urgensi ‘Urf dalam Tradisi Male dan Relevansinya dalam Dakwah Islam
di Jembrana-Bali. Jurnal Bimas Islam, 12(1), 173-201.
Saihu, M. (2019). Merawat Pluralisme Merawat Indonesia (Potret Pendidikan Pluralisme
Agama Di Jembrana-Bali). Deepublish.
Saihu, M. M., & Aziz, A. (2020). Implementasi Metode Pendidikan Pluralisme Dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam. Belajea; Jurnal Pendidikan Islam, 5(1), 131-150.
Saihu, S. (2019). IMPLEMENTASI MANAJEMEN BALANCED SCORECARD DI
PONDOK
PESANTREN JAM’IYYAH ISLAMIYYAH TANGERANG SELATAN. Mumtaz:
Jurnal
Studi Al-Quran dan Keislaman, 3(1), 1-22.
Saihu, S. (2019). KOMUNIKASI PENDIDIK TERHADAP ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS DI SEKOLAH KHUSUS ASY-SYIFA LARANGAN. Andragogi: Jurnal
Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam, 1(3), 418-440.
Saihu, S. (2019). KONSEP MANUSIA DAN IMPLEMENTASINYA DALAM
PERUMUSAN
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT MURTADHA MUTHAHHARI.
Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan
Islam, 1(2), 197-217.

137
Saihu, S. (2019). PENDIDIKAN KARAKTER BERBASIS KEARIFAN LOKAL (STUDI DI
JEMBRANA BALI). Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 8(01), 69-90.
Saihu, S. (2019). Pendidikan Pluralisme Agama: Kajian tentang Integrasi Budaya dan Agama
dalam Menyelesaikan Konflik Sosial Kontemporer. Jurnal Indo-Islamika, 9(1), 67-90,
Saihu, S. (2019). RINTISAN PERADABAN PROFETIK UMAT MANUSIA MELALUI
PERISTIWA TURUNNYA ADAM AS KE-DUNIA. Mumtaz: Jurnal Studi Al-Quran
dan
Keislaman, 3(2), 268-279,
Saihu, S. (2020). ETIKA MENUNTUT ILMU MENURUT KITAB TA’LIM
MUTA’ALIM. Al
Amin: Jurnal Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 3(1), 99-112.
Saihu, S. (2020). KONSEP PEMBAHARUAN PENDIDIKAN ISLAM MENURUT
FAZLURRAHMAN. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan
Islam, 2(1), 82-95.
Saihu, S. (2020). Pendidikan sosial yang terkandung dalam Surat At-Taubah Ayat 7172.
Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam, 9(01), 127-148.
Saihu, S. (2020). The Effect of Using Talking Stick Learning Model on Student Learning
Outcomes in Islamic Primary School of Jamiatul Khair, Ciledug Tangerang. Tarbawi:
Jurnal Keilmuan Manajemen Pendidikan, 6(01), 61-68.
Saihu, S., & Mailana, A. (2019). Teori pendidikan behavioristik pembentukan karakter
masyarakat muslim dalam tradisi Ngejot di Bali. Ta'dibuna: Jurnal Pendidikan Islam,
8(2), 163-176.
Saihu, S., & Marsiti, M. (2019). PENDIDIKAN KARAKTER DALAM UPAYA
MENANGKAL RADIKALISME DI SMA NEGERI 3 KOTA DEPOK, JAWA
BARAT. Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam dan Manajemen Pendidikan Islam,
1(1), 2354.
Saihu, S., & Rohman, B. (2019). PEMBENTUKAN KARAKTER MELALUI MODEL
PENDIDIKAN TRANSFROMATIFE LEARNING PADA SANTRI DI PONDOK
PESANTREN NURUL IKHLAS BALI. Edukasi Islami: Jurnal Pendidikan Islam,
8(02), 435-452.
Saihu, S., & Taufik, T. (2019). PERLINDUNGAN HUKUM BAGI GURU. Al Amin: Jurnal
Kajian Ilmu dan Budaya Islam, 2(2), 105-116.

138
Manajemen dan Organisasi Sekolah Kejuruan ... (Budi Sutrisno dan Sutama)

MANAJEMEN DAN ORGANISASI SEKOLAH KEJURUAN


DALAM PEMBENTUKAN SEKOLAH BERWAWASAN GLOBAL

Budi Sutrisno* dan Sutama**


*Program Studi Pendidikan Akuntansi FKIP UMS
**Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UMS
Jl. A. Yani Tromol Pos 1,Pabelan,Kartasura, Surakarta

ABSTRAK
esadaran tentang pentingnya pendidikan kejuruan untuk senantiasa tanggap terhadap
perubahan tuntutan dunia kerja dan industri, telah mendorong para ahli dan pengambil
K keputusan secara terus menerus mengadakan pembaharuan, yang akhirnya menuntut adanya
paradigma baru dalam dunia pendidikan, yaitu adanya pandangan holistik. Konsekuensinya,
manajemen pendidikan kejuruan akan menekankan pada pendekatan yang menyeluruh dan
bersifat global, yang bermuara pada lahirnya dua pembaharuan, yaitu (1) bahwa pendidikan
akan menekankan pada peserta didik “berpikir secara global dan bertindak serta bersifat
lokal, dan (2) pembaharuan bermakna efisiensi, yaitu tidak semata-mata bermakna ekonomis,
tetapi meliputi pula keharmonisan dengan lingkungan, solidaritas dan kebaikan untuk
semuanya.
Berdasarkan paradigma baru tersebut, maka tuntutan kualifikasi hasil pendidikan juga
akan berubah, berupa penekanan pada pemilikan kompetensi hard skill dan soft skill pada diri
peserta didik.Sebagai konsekuensi paradigma baru pendidikan kejuruan pada jalur sekolah,
dan tuntutan pembaharuan pendidikannya, maka diperlukan guru-guru dengan kualifikasi dan
ketrampilan baru yang dilengkapi pemilikan serifikat ketrampilan tertentu dari lembaga
sertifikat nasional independent. Untuk itu semua menuntut adanya pembaharuan paradigma
bagi lembaga pendidikan guru, aga mampu menghasilkan lulusan sesuai dengan tuntutan
kualifikasi masa new economy di mana masyarakat senantiasa berubah dengan cepat.

Kata kunci: Manajemen Pendidikan Kejuruan; sekolah berwawasan global; new economy.

139
PENDAHULUAN dan intelektual, (3) budaya inklusivisme, (4)
kebebasan untuk menyatakan sesuatu, (5)
Globalisasi merupakan proses di mana budaya inovasi, (6) budaya kematangan, (7)
masyarakat dunia menjadi semakin budaya untuk menyelidiki, (8) kekinian, (9)
terhubung ( interconnected ) satu sama lain kepekaan terhadap pengaruh interes
dalam berbagai aspek kehidupan. Sejalan korporasi, dan (10) kebudayaan otentik.
dengan globalisasi ini lahir new economy, Budaya baru dari n-gen ini merupakan
yaitu ekonomi berdasarkan ilmu suatu budaya global yang tidak terikat oleh
pengetahuan (EBI), seperti AFLA, AFTA, pengaruh-pengaruh atau kepentingan pihak
APEC dan berbagai Multinational lain. Informasi yang terbuka menyebabkan
Corporation, serta Industri Sunset (yang ngen mempunyai akses untuk berpikir bebas,
dikembangkan oleh Indonesia dalam bentuk membuka diri sehingga matang secara
Pelayanan). Perkembangan new economy ini emosional dan intelektual. Budaya generasi
menuntut perubahan-perubahan baik di baru n-gen tentunya memerlukan suatu
dalam sistem manajemen dan organisasi sekolah kejuruan yang berwawasan global,
maupun di dalam tingkah laku para pelaku di mana belajar dan pembelajarannya
ekonomi. Ditunjang oleh teknologi informasi berbeda, yaitu belum diterapkan pada
dan komunikasi (TIK), maka lalu lintas new generasi sebelumnya. Sekolah kejuruan
economy menunjukkan wajah yang menuntut berwawasan global ini bertujuan untuk
kualitas manusia tertentu di dalam mempersiapkan tenaga terdidik dan trampil
pelaksanaannya. pada kelas menengah dan profesional dengan
Kualitas manusia seperti apakah yang meningkatkan kompetensi individu dalam
diperlukan untuk dapat ikut serta di dalam memahami masyarakatnya dalam kaitan
mainstream new economy tersebut ? Menurut dengan kehidupan masyarakat dunia.
Becker (1993:19) kualitas manusia tersebut BEBERAPA AGENDA
berkaitan dengan (1) kreativitas, (2) PENGEMBANGAN SEKOLAH
produktivitas, dan (3) kompetitif. Ketiga KEJURUAN
kualitas manusia ini merupakan satu
kesatuan, yang dapat diciptakan melalui Pengembangan sekolah kejuruan
pergeseran sistem pendidikan terutama memiliki arti yang sangat luas, tidak hanya
kejuruan menuju sistem pembinaan yang terbatas pada masalah manajemen dan
mengerti dan dapat memanfaatkan TIK di organisasi, melainkan merupakan proses
dalam pengembangan peserta didik. yang berkelanjutan. Dalam hal ini, sekolah
Sistem pembinaan dalam pendidikan kejuruan diharapkan mampu menciptakan
kejuruan yang mengerti dan dapat iklim yang kondusif bagi perkembangan
memanfaatkan TIK memerlukan generasi pribadi peserta didik, dan menjadi sebuah
muda atau thenet-generation (n-gen) dengan lembaga sosial yang organik, demokratik,
sikap yang berlainan dengan sikap generasi serta inovatif.
tua. Berbagai sikap n-gen berdasarkan Pengembangan sekolah kejuruan
penelitian Don Tapscott (Tilaar, 2002:124- berwawasan global, diperlukan adanya
128) adalah (1) kecenderungan untuk syarat dasar, yaitu sikap positif terhadap
berpikir bebas, (2) keterbukaan emosional pembaharu-an untuk semua komponen dan

140
adanya sumber daya yang diperlukan untuk cara belajar, dan (4) penambahan dana
pembaharuan, serta pelaksanaannya pendidikan di tingkat sekolah.
mengacu pada tiga pilar sistem pendidikan 19. Pengelolaan sekolah; di sini para
yang baik. Tiga pilar sistem pendidikan yang pelaksanapendidikan bekerja sama
baik tersebut berkaitan dengan (1) akses, (2) dengan sektorsektor lain di masyarakat
kualitas, dan (3) dukungan, yang secara yang telah menjalankan usaha sesuai
visual dapat diperhatikan pada gambar 1.a. dengan perkembangan TIK dan
Pengembangan sekolah pada gambar 1.a. kebutuhan masyarakat. Pengelolaan
sekolah harus (1) menumbuhkan
terebut, berlaku untuk semua jenjang
komitmen untuk mandiri, (2)
pendidikan yang ada. Khusus bagi
mengutamakan kepuasaan pelanggan, (3)
Pendidikan Kejuruan yang bermutu total, menumbuhkan sikap responsif dan
Arcaro ( 1995) menyatakan adanya lima (5) antisifatif terhadap kebutuhan, (4)
pilar utama sebagai penyangganya, tetapi menciptakan lingkungan sekolah yang
dalam hal ini perlu dimodifikasi menjadi aman dan tertib, (5) menumbuhkan
enam (6) pilar dengan satu tambahan pilar budaya mutu di lingkungan sekolah, (6)
Intensitas; sebagaimana pada gambar 1.b. menumbuhkan harapan prestasi yang
bahwa pilar itu meliputi: Fokus pada tinggi, (7) menumbuhkan kemauan untuk
pelanggan ( Internal & Eksternal ), yang berubah, (8) mengembangkan
berbasis pada misi dan visi; Keterlibatan komunikasi yang baik, (9) mewujudkan
Total dan Pengukuran, yang berbasis pada team work yang kompak, cerdas, dan
keyakinan dan nilai-nilai; Komitmen yang dinamis, (10) melaksanakan transparansi
manajemen, (11) menetapkan secara
Konsisten, Perbaikan Berkelanjutan, dan
jelas serta mewujudkan visi dan misi
Intensitas Organisasi, yang berbasis pada
sekolah, (12) melaksanakan pengelolaan
Tujuan dan Sasaran serta Faktor Kritis tenaga kependidikan secara efektif, (13)
Sukses. meningkatkan partisipasi warga sekolah
Sebagaimana suatu bangunan, dan masyarakat, dan (14) menetapkan
kekuatan bangunan sekolah bermutu total, kerangka akuntabilitas yang kuat
yang paling utama bukan pada kelengkapan (Depdiknas, 2002).
pilarnya, melalinkan pada fondasi yang
menjadi dasar. Dengan demikian
membangun sekolah kejuruan bermutu total,
harus diawali dengan menanamkan nilai-
nilai yang terkandung di dalamnya seperti:
visi & misi yang berorientasi pada kualitas,
keyakinan dan nilai-nilia organisasi, dan
tujuan & sasaran serta faktor kritis
keberhasilan.
Hubungannya dengan pengembangan
sekolah, Mulyasa (2002:146-149)
menekankan prioritas yang perlu
diperhatikan yaitu: (1) pengelolaan sekolah,
(2) pemberdayaan guru, (3) pembaharuan

141
KAPABILITAS ORGANISASI

AKSESIBILITAS KUALITAS ORGANISASI


31. Murid siap untuk belajar - Kurikulum yang
32. Dukungan lingkungan relevan
pembelajaran - Dukungan kepada staf
33. Peluang memperoleh - Proses belajar mengajar
pendidikan yang baik
- Organisasi yang Sehat
- Konsumer Internasional

SISTEM PENDIDIKAN TANTANGAN TUJUAN PENDIDIKAN

DUKUNGAN LINGKUNGAN

a Pemerintahan yang baik


b Sumber daya yang memadai
c Evaluasi yang baik

Gambar 1.a. Tiga Pilar Sistem Pendidikan (Sumber : World Bank, 2000)

Gambar 1. b. Model Sekolah (Kejuruan) Bermutu Total (Arcaro, J.S. 1995: 10)
Dimodifikasi.

142
Kaitannya dengan pengembangan sekolah 72; Sallis, 1993: 130 ). Penerapan itu kejuruan
yang berwawasan global, penerapan dilaksanakan secara sistematis mengikuti Roda
Implementasi Manajemen Mutu Total urutan langkah dalam lingkaran pada Gambar mutlak
diperlukan ( MMT ) ( Arcaro, 1995: 2.

STANDAR: RENCANA
-Kepercayaan. STRATEJIK:

d Keterbukaan. - Identif. Kustomer.


e Mutu Kinerja. - Identif. Kebuth.
VALISA - Komitmen. kustomer
PROGRAM -Perbaikan - Identif. Proses
f Mengukur Menerus - Kriteria Sukses
KOMUNIKASI:
g Modifkasi Program - Menent ukan - Tujuan dan
Obj.
h Modifikasi Proses. Tujuan & - Berbagi
Informasi.
i Dukungan Proses & - Berbagi Gagasan.
Standar. –
Konferensi, Seminar. - Analisis Biaya Manfaat.
– Publikasi.
IMPLEMENTASI PROGRAM PENGUKURAN
PROGRAM.
j Paratisipasi Tim - Proses yang ada.
k Pelatihan & Arahaan. - Program Sosial
yang ada.
l jalur Program. SELEKSI MANAJ. - Program Bisnis
yg. Ada.
m Resolusi Maslh. PROGRAM. KONFLIK: - Program
Pelatihan
n Komunikasi. – Seleksi oleh - Kekuasaan yang ada
Tim ttg. Fokus lewat kekuasan
Pengembangan. -
Pengakuan atas ma- -
Kembangkan Proses salah & Pemahaman
Pengukuran. Atas Penyebab.
- Kembangkan Proses - Pemecahan masalah
untuk umpan balik. Secara Kolaboratif.

Gambar 2. Roda Implementasi Manajemen Mutu Terpadu Untuk Pendidikan

143
Perilaku Individu
Faktor Individu Prestasi (hasil yang Faktor Psikologi
 Kemampuan diharapkan)
keterampilan,  Persepsi
mental, fisik.  Sikap
 Latar belakang  Kepribadian
keluarga tingkat  Belajar
sosial dan  motivasi
pengalaman. Faktor Organisasi
 Demografi : umur,  Sumber daya
asal usul, jenis klmn  Kepemimpinan
 Imbalan
 Struktur Desain
Pekerjaan
 Sarpras memadai

Gambar 3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja ( Dominggo, 1997)


2. Pemberdayaan guru dapat dilakukan kemampuan (aspek kognitif) peserta didik,
melalui pengembangan karier yang tetapi yang terpenting adalah
ditangani secara baik, berkesinambungan memanfaatkan hasilnya untuk
dan terpadu, serta memperbaiki sistem memperbaiki proses pembelajaran.
penggajian yang lebih layak. Dalam Sedangkan pembaharuan cara belajar ini
pengembangan karier guru ada baiknya
ada baiknya memperhatikan konsep
memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja, seperti ditampilkan kompetensi individu seperti ditampilkan
pada gambar 3 berikut. pada gambar 4 berikut.
3. Pembaharuan cara belajar difokuskan 4. Penambahan dana pendidikan di
untuk mewujudkan proses pembelajaran tingkatsekolah bukan dilakukan dengan
yang efektif, dan menerapkan sistem penambahan beban biaya yang harus
evaluasi yang efektif dan melakukan dipikul peserta didik, tetapi ada baiknya
perbaikan secara berkelanjutan. digali dari lingkungan sekolah, masyarakat,
Pembelajaran efektif ditandai oleh sifatnya dan pemerintah kota/kabupaten di mana
yang menekankan pada pemberdayaan sekolah tersebut berada, melalui dewan
peserta didik secara aktif. Evaluasi belajar pendidikan
secara teratur bukan hanya ditujukan untuk
mengetahui tingkat daya serap dan
Watak

Motivasi Internal Pengetahuan

Kompetensi
Individu

Konsep Diri Ketrampilan

Gambar 4. Konsep Kompetensi Individu (Sumber : Spencer and Spencer, 1993)

144
maupun komite sekolah. demokratis. Untuk itu, pengembangan
Pemberdayaan lingkungan sekolah dapat sekolah harus dirancang sedemikian rupa
diorientasikan pada pengintegrasian memungkinkan para peserta didik
komponen kekuatan usaha yang mengembangkan potensi yang dimiliki
berkolaborasi dengan dunia usaha di secara alami dan kreatif dalam suasana
bidanag pertanian, perdagangan, industri, penuh kebebasan, kebersamaan dan
dan atau jasa perbankan, seperti Sertifikasi
tanggung jawab.
Internasional bagi lulusan SMK; Sekolah
bertaraf Internasional; Praktek Industri bagi Makmun (2000) secara umum menyebut
siswa; Pemagangan dan serapan lulusan; langkah-langkah yang perlu
dan pembentukan sekolah outlet; yang diperhatikan dalam perencanaan
mana bidang usaha ini merupakan bidang pengembangan sekolah adalah (1)
garap sekolah kejuruan yang bersangkutan. merumuskan masalah (mengidentifikasi
Dari usaha-usaha tersebut diharapkan masalah dan menganalisis kebutuhan),
sekolah menjadi komprehensif dan (2) merumuskan dan PERENCANAAN
penambahan dana pendidikan ditingkat PENGEMBANGAN SEKOLAH
sekolah dapat diupayakan, di samping juga
lebih kompetitif. Masyarakat di lingkungan Dalam menuju era globalisasi, sistem
sekolah diberdayakan dengan pendidikan kejuruan perlu pengembangan
menumbuhkan komitmen untuk dengan tekanan menciptakan sistem
membangun kesepahaman dan saling pendidikan yang komprehensif dan
pengertian dalam mengelola sekolah fleksibel, tetapi berorientasi pada
dengan memacu motivasi dan kesadaran
pelanggan. Hal ini diharapkan para
memajukan mutu sekolah. Dewan
pendidikan berkoordinasi dengan lulusannya dapat berfungsi secara efektif
pemerintah kota/kabupaten melalui dinas dalam kehidupan masyarakat global
pendidikan dan komisi E-DPRD untuk demokratis. Untuk itu, pengembangan
penggalian tambahan dana pendidikan di sekolah harus dirancang sedemikian rupa
tingkat sekolah. Sebagai alternatif memungkinkan para peserta didik
penggalian dana tersebut dapat diambilkan mengembangkan potensi yang dimiliki
dari sebagian (1) pajak penjualan, (2) pajak secara alami dan kreatif dalam suasana
pendapatan, (3) retribusi parkir, pedagang penuh kebebasan, kebersamaan dan
kaki lima, dan yang lainnya, dan (4) pajak- tanggung jawab.
pajak lain yang signifikan dapat Makmun (2000) secara umum
dialokasikan. Wacana ini perlu menyebut langkah-langkah yang perlu
pembicaraan lebih lanjut dan dibutuhkan
diperhatikan dalam perencanaan
peraturan-peraturan yang mantap.
pengembangan sekolah adalah (1)
PERENCANAAN PENGEMBANGAN merumuskan masalah (mengidentifikasi
SEKOLAH masalah dan menganalisis kebutuhan), (2)
merumuskan dan menganalisis tujuan, (3)
Dalam menuju era globalisasi, sistem menentukan persyaratan untuk mencapai
pendidikan kejuruan perlu pengembangan tujuan (mengembangkan alternatif
dengan tekanan menciptakan sistem kegiatan), (4) mengidentifikasi faktor-
pendidikan yang komprehensif dan faktor penunjang dan penghambat, (5)
fleksibel, tetapi berorientasi pada memilih dan menentukan strategi yang
pelanggan. Hal ini diharapkan para akan dilaksanakan, (6) melaksanakan
lulusannya dapat berfungsi secara efektif strategi yang dipilih, termasuk manajemen
dalam kehidupan masyarakat global dan kontrol terhadap strategi tersebut, (7)

145
menilai efektivitas pengembangan, dan (8) perlu memperhatikan juga pemetaan
menyempurnakan perencanaan. permasalahan sistem manajemen mutu dan
Secara diagramatik dan dengan lingkungan stratejik sekolah. Untuk
modifikasi seperlunya, langkah-langkah menyingkat penyajian, kedua hal ini dapat
perencanaan tersebut dapat dilihat pada diperiksa pada gambar 6 dan gambar 7,
gambar 5.. Di samping hal tersebut di atas, berikut ini:
dalam proses difusi pengembangan sekolah
Keadaan Sekolah
Sekarang Tujuan

Analisis
Sistem Proses Diagnosis

Masalah Yang Dihadapi


Revisi Rencana

Evaluasi Alternatif Proses Pengambilan


Rencana Pemecahan Masalah Keputusan

Implementasi
Rencana
Program-program
Menurut Urutan Kebijaksanaan
Perincian Prioritas
Rencana

Perumusan Analisis
Rencana Untung
Rugi

Gambar 5. Analisis Keadaan Sekolah

146
Gambar 6. Paradigma Sistem Manajemen Mutu Sekolah (Sumber : Yuniarsih, 1997)

147
Pada gambar 6. khususnya industri terbaru yang sangat
menyangkut penetapan Policy dan Strategi bermanfaat bagi siswa maupun guru.
dalam kompo-nen proses, untuk
mewujudkan sekolah kejuruan yang Selanjutnya, untuk komponen
berwawasan global dapat diupayakan Inverionmental In-put yang menyangkut
adanya: jaringan kerja sama atau kemitraan Komponen Organisasi Profesi, perlu
yang bertaraf internasional (International diciptakan:
Networking ) maupun nasional antara A. organisasi non-formal / formal
lembaga sekolah kejuruan dengan beberapa Alumni,yang kegiatannya tidak
sekedar temukangen, melainkan
perusahaan atau lembaga pendidikan
pada upaya penjaringan kesempatan
internasional/nasional. Untuk jaringan
produktif tentang kemungkinan
kemitraan internasional, dapat diawali adanya informasi yang berhubungan
melalui kontak bantuan dengan Kedutan RI dengan upaya kemajuan mutu
di negara lain maupun lewat pengusaha sekolah mapun kesempatan kerja
eksporter dan atau importer di Indonesia. serta kemungkinan adanya profil dan
Tujuan kemitraan ini antara lain : karakteristik lulusan sekolah
A. memberi jaminan kepada lulusan kejuruan yang dipersyatakan oleh
untukdapat bekerja di DU/DI baik DU/DI.
dalam maupun luar megeri, B. Organisasi antar guru dalam bidang
B. diperoleh masukan tentang studi/ ketrampilan tertentu, untuk
karakteristikkompetensi terbaru yang melakukan pengembangan yang
dipersyaratkan oleh DU/DI, dan menerus di bidangnya yang relevan
C. kemungkinan terwujudnya tenaga dengan kebutuhan kemajuan ilmu &
ahlimaupun mesin-mesin /peralatan teknologi.

148
VISI, MISI SEKOLAH

 Produk, Pasar dan Geografi


 Keunikan Kompetensi

Keamanan Internal LingkunganEksternal


Pada Tingkat Sekolah

(Strategi pengembangan (Strategi pengembangan masa


masa lalu & proyeksi masa lalu & proyeksi masa yang akan
yang akan datang. datang.

- Identifikasi faktor - Identifikasi faktor


keamanan internal untuk eksternal dari Daya Tarik
mencapai keunggulan Sekolah
bersaing. ‐ Penilaian keseluruhan
‐ Penilaian keseluruhan terhadap Daya Tarik Sekolah

Definisi kekuatan dan Identifikasipeluang dan


kelemahan ( S + W ) ancaman ( O + T )

Formulasi Strategi
Sekolah
Serangkaian Program
Tindakan Luas Untuk
Jangka Panjang

Program Stratejik
Definisi dan Evaluasi
Program Tindakan Khusus
(6 – 18 bulan)

Penganggaran
Program Pendanaan
Stratejik & Anggaran
Fungsional

Pengendalian Manajemen

Gambar 7. Profil Sekolah Dalam Proses Formulasi Stratejik(Sumber : Sumarto, 2002)

149
Mengenai Komponen Dunia Kerja, banyak dipengaruhi oleh “aturan main”
harus diupayakan: atau regulasi yang dianut dan diciptakan
A. penggalangan kemitran dengan oleh guru. Level ini mencakup suasana
DU/DIbaik bertaraf nasional psikologis kelas yang nyaman, iklim
maupun. pembelajaran yang kondusif (menarik),
B. terciptanya pemilikan sertifikat motivasi dan gairah belajar peserta didik
kompe-tensi para lulusan dari yang tinggi.
lembaga DU/DI maupun dari 2. Level Mediator (profesi) merupakan
lembaga independen yang repre-sentasi dari karakter-karakter
legal, profesional para pengelola sekolah,
C. adanya Jaminan Serapan lulusan yaitu kepala sekolah, guru, dan tenaga
oleh DU/
administratif sekolah. Level ini
DI, dan
mencakup karakter kepemimpinan
D. penelusuran kompetensi kerja
kepala sekolah dan sifatsifat individual
terbarudalam DU/DI guna
menghilangkan atau paling tidak pengelola sekolah, seperti dedikasi,
mengurangi adanya kesenjangan motivasi, kompetensi, kreativitas, dan
antara sekolah dan dunia kerja. kolaborasi.
3) Level Sekolah (manajemen) merupakan
MODEL SEKOLAH SEBAGAI MINI representasi dari karakter kolektif
SOCIETY warga sekolah secara keseluruhan, atau
Model sekolah sebagai mini society iklim sekolah. Level ini banyak
direpresentasikan oleh watak para dipengaruhi oleh kepemimpinan dan
manajerial kepala sekolah. Level ini
penggunanya, yaitu para pengelola sekolah.
mencakup berbagai iklim sekolah
Dalam anatomi yang disederhanakan, seperti budaya mutu, budaya progresif,
model sekolah sebagai mini society dapat demokratis, partisipasi warga, aman dan
dikelompokkan dalam tiga level pokok tertib, kejelasan visi dan misi, serta
sesuai fungsinya, yaitu sebagai berikut : caring and sharing”. (Depdiknas,
“1)Level Kelas (regulator) merefleksikan 2002).
karakter pembelajaran di kelas, yang

Level Sekolah

Level Mediator

Level Kelas

150
151
paradigma baru dalam dunia serifikat ketrampilan tertentu dari lembaga
pendidikan, yaitu adanya pandangan holistik. sertifikat nasional independent. Sebagai
Pandangan ini berarti pendidikan akan konsekuensi lebih lanjut, berarti
menekankan pada pendekatan yang pembaharuan pendidikan kejuruan tersebut
menyeluruh dan bersifat global. Pandangan menuntut adanya pembaharuan bagi lembaga
holistik ini akan menimbulkan dua pendidikan guru. Pembaharuan pada
pembaharuan di dalam dunia pendidikan lembaga pendidikan guru diharapkan mampu
pada jalur sekolah, yaitu (1) bahwa menghasilkan lulusan (guru) sesuai dengan
pendidikan akan menekankan pada peserta tuntutan kualifikasi masa new economy di
didik “berpikir secara global dan bertindak mana masyarakat senantiasa berubah dengan
serta bersifat lokal, dan (2) pembaharuan cepat
bermakna efisiensi, yaitu tidak semata-mata
bermakna ekonomis, tetapi meliputi pula
keharmonisan dengan lingkungan,
solidaritas dan kebaikan untuk semuanya.
Berdasarkan paradigma baru tersebut,
maka tuntutan kualifikasi hasil pendidikan
juga akan berubah. Pendidikan Kejuruan
dituntut untuk menekankan pengembangan
kemampuan tertentu pada diri peserta didik,
yaitu antara lain :
(1) kemampuan untuk mendekati
permasalahan secara global dengan
pendekatan multidisipliner, dan berorientasi
kepada ketrampilan kerja, (2) kemampuan
untuk menyeleksi arus informasi yang
semakin deras, untuk kemudian dapat
diperguna-kan dalam kehidupan sehari-hari,
(3) kemampuan untuk menghubungkan
peristiwa satu dengan yang lain secara
kreatif, (4) meningkatkan kemandirian
peserta didik karena tingkat otonomi
kehidupan pribadi dan keluarga semakin
tinggi, dan (5) menekankan pembelajaran
lebih pada learning how to learn , to Do, dan
Life Together dari pada learning something.
Sebagai konsekuensi paradigma baru
pendidikan kejuruan pada jalur sekolah, dan
tuntutan pembaharuan pendidikannya, maka
diperlukan guru-guru dengan kualifikasi dan
ketrampilan baru yang dilengkapi pemilikan

152
DAFTAR PUSTAKA

Arcaro, Jerome S. ( 1995 ). Quality In Educstion: An Implementation Handbook. Florida,


Delray Beach: St. Lucie Press.
Becker, Gary S. (1993). Human Capital: A Theoretical and Empirical Analysis With Special
Reference to Education (Third Edition). Chicago: The University of Chicago Press.
Depdiknas. (2002). Penyelenggaraan School Reform Dalam Konteks MPMBS di SMU. Jakarta:
Dirjen Dikdasmen.
Dominggo, RT. (1997). Quality Means Survival. Singapore: Prentice Hall.
..................., Republik Indonesia: Biro Perencanaan Depdiknas, dan BAPPENAS.
Makmun, Abin S. (2000). Kumpulan Materi Seri Perencanaan Pendidikan. Jakarta:
Depdiknas.
Mulyasa, E. (2002). Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik, dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sallis, Edward. (1993). Total Quality Management In Education. London: Kogan Page Ltd.
Spencer, Lyle M & Spencer, Signe M. (1993). Competence at Work, Models for Superior
Performance. John Willey & Sons, Inc.
Sumarto. (2002). “Faktor-faktor Lingkungan Stratejik Dalam Pengembangan Perguruan
Tinggi”. Disertasi. UPI Bandung (Tidak diterbitkan).
Tilaar, H.A.R. (2002). Membenahi Pendidikan Nasional. Jakarta: Rineka Cipta.
Yuniarsih, T. (1997). “Kontribusi Kepemimpinan Kepala Sekolah Te

153
PENGENDALIAN DAN PENJAMINAN MUTU PENGAJARAN
MELALUI SUPERVISI KLINIS

Anggriati Ledu Ngaba


942016028@student.uksw.edu
Program Studi Magister Manajemen
FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

Anggit Ginanjar P
942016014@student.uksw.edu
Program Studi Magister Manajemen
FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

Erfy Melany Lalupanda


942016031@student.uksw.edu
Program Studi Magister Manajemen
FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

Sherly Istika Sari


942016005@student.uksw.edu
Program Studi Magister Manajemen
FKIP – Universitas Kristen Satya Wacana

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan mutu pengajaran guru melalui supervisi
klinis. Penelitian ini adalah penelitian tindakan sekolah dengan menggunakan pendekatan
deskriptif kuantitatif. Penelitian dilakukan pada salah satu sekolah dasar di Kabupaten
Semarang. Pengumpulan data menggunakan: (1) studi dokumentasi, (2) observasi, dan (3)
wawancara. Hasil penelitian dengan analisis Quality Control ditemukan bahwa guru disekolah
tersebut mengalami permasalahan dalam pengajaran, analisis Quality Assurance menghasilkan
diagnosis penyebab permasalahan dalam pengajaran, analisis Quality Improvement
menghasilkan tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi dengan
melakukan supervisi klinis. Hasil supervisi klinis menunjukkan adanya peningkatan mutu
pengaran yang dilakukan guru pada siklus I dan II, analisis Capacity Building bertujuan untuk
memaksimalkan keberhasilan supervisi klinis yang menghasilkan program tindak lanjut yang
dapat dilakukan kepala sekolah sebagai pendamping supervisi klinis yaitu melakukan teknik
supervisi kelompok.

Kata kunci: pengendalian mutu, penjaminan mutu, mutu pengajaran, supervisi klinis
PENDAHULUAN ditentukan oleh guru sebagai pelaksana
pembelajaran. Sekolah memiliki peran
Pendidikan merupakan salah satu faktor
sebagai lembaga yang memproses lulusan
penting yang menentukan kemajuan suatu
untuk bidang-bidang pekerjaan dalam
negara. Keberhasilan pendidikan sangat
kehidupan masyarakat secara luas. Peran yang

154
diberikan kepada sekolah adalah sebagai adalah dengan menerapkan program supervisi
bentuk tanggungjawabnya untuk klinis yang dilakukan oleh pengawas atau
mencerdaskan anak bangsa. Oleh karena itu kepala sekolah terhadap guru. Tujuan utama
sekolah melaksanakan kegiatan layanan supervisi klinis adalah perbaikan proses
belajar sesuai dengan pp no 19 tahun 2005 belajar mengajar untuk meningkatkan mutu
pasal 1 ayat 1 yang menyatakan standar proses dan mutu hasil pembelajaran peserta
nasional pendidikan adalah kriteria minimal didik. Selain itu supervisi klinis juga dapat
tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah meningkatkan kinerja guru dalam mengajar
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Inti dari (Purwanto, 2009).
kegiatan sekolah adalah memberi layanan Sasaran utama supervisi klinis adalah
belajar kepada peserta didik sesuai dengan kemampuan guru dalam merencanakan/
standar minimal yang yang telah ditentukan. mempersiapkan kegiatan pembelajaran,
Pelaksanaan pendidikan perlu penjaminan melaksanakan kegiatan pembelajaran, menilai
mutu yang bertujuan untuk memenuhi atau hasil pembelajaran, memanfaatkan hasil
melampaui standar nasional pendidikan. penilaian untuk peningkatan layanan
Salah satu hal penting yang perlu dilakukan pembelajaran, menciptakan lingkungan
berkaitan dengan mutu pendidikan adalah belajar yang menyenangkan, memanfaatkan
mutu layanan belajar. Artinya peserta didik sumber belajar yang tersedia, dan
mendapat layanan yang berkualitas dari mengembangkan interaksi pembelajaran
sekolah dengan seluruh perangkat yang ada antara peserta didik dan guru (strategi,
didalamnya yang disebut dengan layanan metode, teknik) yang tepat. Supervisi klinis
belajar yang berkualitas (Sagala, 2010). diharapkan dapat meningkatkan kualitas
Layanan yang berkualitas salah satunya pembelajaran, peserta didik akan terlayani
ditentukan oleh kompetensi guru. Kompetensi secara baik untuk meningkatkan kemampuan
ini berkaitan dengan kemampuan guru dalam sesuai potensinya, serta meningkatkan
menyiapkan proses pembelajaran seperti prestasi dan persentase lulusan dari satuan
menyiapkan rencana pembelajaran, lembaga pendidikan (Purwanto, 2009).
melakukan proses pembelajaran sampai pada Pendapat tersebut sejalan dengan hasil
evaluasi hasil belajar siswa. Kompetensi guru penelitian I Wayan Korma (2012) di SD
di indonesia masih rendah. Berdasarkan data Gugus IV Kecamatan Denpasar Selatan yang
Neraca Pendidikan 2016 nilai UKG guru SD menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
tingkat nasional adalah 54,33, untuk daerah signifikan dari implementasi supervisi klinis
provinsi Jawa Tengah nilai UKG untuk guru secara simultan terhadap wawasan
SD adalah 61,88 dan untuk kota salatiga nilai kompetensi pedagogik dan kualitas
UKG guru SD adalah 68,14. Hal ini pengelolaan pembelajaran. Hal serupa juga
menunjukan mutu pembelajaran yang rendah, ditunjukkan dalam penelitian yang dilakukan
terlebih pada aspek kompetensi pedagogik oleh Yusni Siregar (2016) di SMPN
yang berkaitan langsung dengan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batu
pembelajaran di kelas. Bara yang bertujuan untuk meningkatkan
Peningkatan kualitas pembelajaran kinerja guru melalui supervisi klinis. Hasil
menuju pendidikan yang lebih baik perlu penelitian menunjukkan bahwa ada
dilakukan dengan upaya yang sistematis dan peningkatan kinerja guru dalam hal
berkelanjutan seperti menerapkan manajemen penyusunan perangkat pembelajaran,
mutu terpadu (total quality management) perencanaan kegiatan pembelajaran, dan
yang mempunyai prinsip, yaitu fokus pada penilaian pembelajaran IPA di SMP Negeri
kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap Kecamatan Medang Deras pada siklus I dan
orang, manajemen berdasarkan fakta, dan siklus II.
perbaikan berkesinambungan (Ahmad, 2017). Berdasarkan hasil observasi dan
Salah satu cara memperbaiki mutu pengajaran wawancara terhadap guru dan kepala sekolah,
155
guru di SD Negeri Rowosari secara didik meliputi pemahaman terhadap peserta
administrasi sudah mempersiapkan rencana didik, perancangan dan pelaksanaan
pembelajaran. Namun proses pembelajaran pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
tidak sesuai dengan perencanaan, guru jarang pengembangan peserta didik untuk
menerapkan pembelajaran PAKEM sehingga mengaktualisasi ragam potensi yang
mempengaruhi kualitas pembelajaran. dimilikinya.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti ingin
Kompetensi pedagogik merupakan
menerapkan supervisi klinis untuk
kemampuan guru dalam melakukan
meningkatkan mutu pengajaran. Hasil
pengelolaan pembelajaran di kelas, yang
penelitian ini diharapkan dapat memberikan
meliputi aspek-aspek: (a) pemahaman
sumbangan pemikiran terhadap
wawasan dan landasan kependidikan, (b)
pengembangan pelaksanaan supervisi klinis
pemahaman terhadap peserta didik, (c)
dalam rangka meningkatkan kompetensi
pengembangan kurikulum/silabus, (d)
pedagogik guru. Secara praktis, dapat menjadi
perancangan pembelajaran, (e) pelaksanaan
umpan balik dan masukan kepala sekolah
pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (f)
untuk melaksanakan supervisi secara
pemanfaatan teknologi pembelajaran, (g)
terprogram dan terstruktur, meningkatkan
evaluasi hasil belajar (EHB), dan (h)
motivasi guru untuk menjadi tenaga pengajar
pengembangan peserta didik untuk
yang profesional, dan dapat digunakan oleh
mengaktualisasikan berbagai potensi yang
pihak terkait sebagai pedoman penyusunan
dimilikinya (Balqis dkk, 2014).
strategi dalam peningkatan mutu sekolah.
Supervisi Klinis
KAJIAN PUSTAKA Mutu Pengajaran
Muslim (2009) menyebutkan bahwa
Mutu pengajaran sangat ditentukan oleh
guru merupakan suatu profesi yang sedang
kompetensi yang dimiliki oleh guru itu
tumbuh. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
sendiri. Mutu guru dalam mengajar pada
sebagai suatu profesi, guru tentu harus bekerja
hakekatnya merupakan interaksi dari berbagai
secara profesional. Guna mendukung peran
faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor
tersebut, guru dituntut memiliki kualifikasi
yang datang dari dalam dan luar diri guru.
dan kompetensi yang memadai untuk
Faktor dari dalam antara lain kesehatan,
membimbing peserta didik dalam melakukan
potensi dan kemampuan diri, bakat, sikap dan
proses pembelajaran. Guru juga dituntut untuk
kepribadian. Sedangkan faktor yang berasal
mengembangkan kompetensi pedagogiknya
dari luar antara lain faktor kepemimpinan untuk dapat mengatasi berbagai masalah atau
kepala sekolah, peserta didik dan sarana
persoalan pembelajaran di kelas. Peningkatan
prasarana.
proses atau kualitas pembelajaran ini
Guru yang bermutu adalah guru yang dianggap penting, karena berdampak
profesional. Profesionalisme guru di
langsung terhadap peserta didik sebagai hasil
Indonesia mengacu pada UU Nomor 14 pendidikan. Salah satu upaya yang dapat
Tahun 2005 tentang guru dan dosen, yaitu 1)
dilakukan dalam proses peningkatan dan
memenuhi syarat kualifikasi akademik yaitu
pengembangan kompetensi pedagogik guru
memiliki latar belakang pendidikan yang yaitu melalui kegiatan pengawasan atau
memadai dan relevan dengan bidang ajarnya; supervisi. Supervisi secara umum
dan 2) menguasai empat kompetensi guru memberikan hal positif baik bagi guru
yaitu: kompetensi pribadi, pedagogik, maupun kepala sekolah. Bagi guru kegiatan
profesional dan sosial (Andriani, 2009).
supervisi dapat mengurai berbagai masalah
Standar Nasional Pendidikan pasal 28 ayat (3)
yang terjadi selama pembelajaran di kelas.
butir menyatakan bahwa yang dimaksud Bagi kepala sekolah dapat meninjau atau
dengan kompetensi pedagogik adalah menilai langsung proses pembelajaran yang
kemampuan mengelola pembelajaran peserta terjadi dikelas dan dapat saling bertukar
156
pikiran berkaitan demi kemajuan kualitas. melakukan pekerjaan dengan lebih baik dan
Berkaitan dengan istilah acuan yang dipakai menjadi alat yang efektif untuk memperbaiki
model supervisi dibagi menjadi empat bentuk: kinerja guru.
a) model konvensional (tradisional), b) model Beberapa definisi tersebut, dapat
supervisi ilmiah, dan (c) model supervisi disimpulan bahwa supervisi klinis adalah
klinis dan d) model artistik. Model yang suatu teknik supervisi yang dilakukan oleh
digunakan dalam penelitian ini adalah model supervisor (kepala sekolah) untuk
supervisi klinis (Achmad, 2017: 141). memberikan bantuan yang bersifat
Supervisi klinis merupakan salah satu profesional yang diberikan berdasarkan
jenis supervisi yang dilakukan oleh kepala kebutuhan guru yang bersangkutan dalam
sekolah terhadap guru. Jenis supervisi ini mengatasi masalah yang dihadapi dalam
merupakan bantuan profesional yang proses belajar mengajar melalui bimbingan
diberikan secara sistematis kepada guru yang intensif yang disusun secara sistematis
berdasarkan kebutuhan guru tersebut dengan dengan tujuan untuk meningkatkan
tujuan untuk membina guru dan juga dapat kemampuan mengajar dan meningkatkan
meningkatkan profesionalisme dalam profesionalisme guru.
melaksanakan proses pembelajaran. Kepala Langkah-langkah pelaksanaan supervisi
sekolah selaku supervisor klinis selain sebagai klinis menurut Pidarta (2002) ada 4 langkah
penanggungjawab tugas-tugas supervisi dalam supervisi klinis yaitu: (1) Tahap
klinis, juga harus melakukan akuntabilitas pertemuan awal atau perencanaan terdiri dari
terhadap tugas-tugas tersebut. Dengan kata menciptakan hubungan yang baik dengan cara
lain, jika tanggung jawab merupakan usaha menjelaskan makna supervisi klinis,
agar apa yang dibebankan kepadanya dapat menemukan aspek-aspek perilaku apa dalam
diselesaikan sebagaimana mestinya dalam proses belajar mengajar yang perlu diperbaiki,
waktu tertentu, maka akuntabilitas harus dan membuat skala prioritas aspekaspek
melebihi dari kewajiban itu. perilaku yang akan diperbaiki; (2) Tahap
Pidarta (2002:251) mengemukakan, persiapan meliputi persiapan diri guru sebagai
pengertian supervisi klinik adalah clinical subjek supervisi dan kepala sekolah sebagai
artinya berkenaan dengan menangani orang supervisor; (3) Tahap pelaksanaan yang
sakit selanjutnya, dokter mengadakan terdiri dari pengamatan pelaksanaan
diagnosis dan resep untuk mengobati penyakit pembelajaran oleh supervisor dengan
pasiennya. Sama halnya dengan mendiagnosa memperhatikan aspek-aspek yang perlu
dalam proses belajar mengajar, untuk diperbaiki; (4) Tahap pertemuan akhir
menemukan aspek-aspek mana yang meliputi tanggapan guru terhadap ulasan dari
membuat guru itu tidak dapat mengajar supervisor, menyimpulkan bersama hasil
dengan baik. Jadi supervisi klinik merupakan yang dicapai, dan menentukan rencana
satu model supervisi untuk menyelesaikan selanjutnya.
masalah tertentu yang sudah diketahui Sesuai dengan permasalahan yang
sebelumnya dengan menggunakan cara ini. dihadapi oleh guru sekolah dasar, yaitu masih
Purwanto (2009: 76) mengungkapkan bahwa rendahnya kompetensi pedagogik guru dalam
supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan kegiatan belajar mengajar, strategi yang
yang direncanakan untuk membantu para guru digunakan untuk mengatasi masalah tersebut
dan pegawai sekolah lainnya dalam adalah dengan melakukan supervisi klinis.
melakukan pekerjaan mereka secara efektif. Pokok pemikiran peneliti dalam penelitian ini
Supervisi dalam pendidikan bukan hanya adalah sebagai berikut:
sekadar untuk melihat apakah segala kegiatan/
aktivitas yang dilakukan telah dilaksanakan
sesuai dengan rencana yang telah digariskan
tetapi dapat memotivasi guru untuk
157
Kondisi Pedagogik Guru penetapan tujuan, pembuatan keputusan,
Awal Masih Rendah perencanaan, pengorganisasian,
penginisiasian, dan penilaian.
Identifikasi Masalah
Siklus I, II, Tindakan:
A... Supervisi Klinis Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara terhadap guru dan kepala sekolah,
guru di SD Negeri Rowosari secara
Kondisi Mutu Guru administrasi sudah mempersiapkan rencana
Akhir Meningkat pembelajaran. Namun, dalam proses
pembelajaran tidak sesuai dengan yang
Gambar 1 Kerangka Pikir Penelitian direncanakan dalam administrasi. Terkadang
guru kurang menerapkan pembelajaran
PAKEM, dan tidak jarang guru menerapkan
METODE PENELITIAN
pembelajaran ceramah. Dalam setiap akhir
Jenis penelitian ini adalah penelitian pembelajaran, guru jarang memberikan
tindakan sekolah dengan menggunakan evaluasi terhadap siswa.
pendekatan deskriptif kuantitatif. Waktu Diagnosis Masalah
penelitian Febuari-Maret 2017. Subjek
penelitian adalah tiga orang guru pada salah Masalah pada penelitian ini
satu sekolah dasar di Kabupaten Semarang. didiagnosis menggunakan pohon masalah
Pengumpulan data menggunakan studi seperti gambar 2:
dokumentasi, observasi, dan wawancara.
Studi dokumentasi dilakukan terhadap
dokumen hasil supervisi yang telah dilakukan
oleh kepala sekolah, dan data hasil penilaian
kinerja guru. Penilaian hasil observasi
dihitung dengan menggunakan rumus dan
klasifikasi berikut:

Rumus : Nilai = x 100

Nilai hasil observasi tersebut kemudian Gambar 2 Pohon Masalah


diklasifikasikan dalam lima kategori sebagai Penetapan Tujuan dan
berikut: Pembuatan Keputusan
Tabel 1 Klasifikasi penilaian hasil observasi
Interval Nilai Kualifikasi Keterangan Tujuan yang ditetapkan dalam
90 - 100 A Amat baik penelitian ini adalah meningkatkan mutu
80 - 89 B Baik pengajaran guru dengan melakukan tindakan
60 - 79 C Cukup supervisi klinis.
51 - 59 D Kurang Perencanaan
< 50 E Sangat
Kurang Perencanaan dalam penelitan ini adalah
Penelitian ini menggunakan sebagai berikut: (1) membuat instrumen
langkahlangkah manajemen perbaikan mutu supervisi klinis; (2) menentukan subjek yang
menurut gorton yang meliputi identifikasi akan disupervisi; (3) mentukan waktu
masalah, diagnosis masalah, pelaksanaan; (4) melakukan supervisi klinis;

158
(5) menganalisis hasil supervisi klinis; dan (6) Pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai
tindak lanjut. dengan rencana pembelajaran yang telah
dibuat; 2). Guru kurang menerapkan
Pengorganisasian
pembelajaran PAKEM. Guru lebih
Dalam penelitian ini kepala sekolah menggunakan ceramah; 3). Guru jarang
bertindak sebagai supervisor menggunakan memberikan evaluasi terhadap siswa pada
teknik supervisi klinis. Sedangkan subjek setiap akhir pmbelajaran. Analisis Quality
penelitian adalah tiga orang guru. Peneliti Assurance (QA) diperoleh hasil bahwa
bertindak sebagai pendamping supervisor dan Kemampuan mengajar guru rendah atau
observer. Penginisiasian Kompetensi Pedagogik Guru Rendah.
Analisis Quality Improvement (QI) diperoleh
Penginisiasian dilakukan dalam 2 tahap hasil bahwa untuk meningkatkan kompetensi
yaitu: tahap 1 merupakan tes awal untuk guru, perlu dilakukannya supervisi klinis.
mengetahui kompetensi pedagogik guru
Prosedur pelaksanaan supervisi klinis
sebelum dilakukan tindakan dan tahap 2
dilakukan dengan sistem siklus yaitu pra
merupakan pelaksanaan supervisi klinis.
siklus, siklus I dan siklus II. Pada kegiatan pra
Prosedur pelaksanaan supervisi klinis ada tiga siklus, nilai penyusunan RPP oleh guru 1
tahap yaitu: (1) tahap perencanaan (tahap adalah 58 berada pada kategori kurang
pertemuan awal); (2) tahap observasi
sedangkan nilai pelaksanaan PBM adalah 68
mengajar, dan (3) tahap evaluasi dan analisis
berada pada kategori cukup. Nilai penyusunan
(pertemuan balikan). Tahap perencanaan
RPP oleh guru 2 adalah 68 berada pada
meliputi usaha menciptakan suasana yang kategori cukup dan nilai pelaksanaan PBM
hangat dan bebas antara guru dengan adalah 73 berada pada kategori cukup. Nilai
supervisor, telaah dan diskusikan penyusunan RPP oleh guru 3 adalah 66 berada
keterampilan yang akan dilatih, telaah rencana pada kategori cukup dan nilai pelaksanaan
pelajaran dan cermati tujuan pelajaran dan PBM adalah 75 berada pada kategori cukup.
tujuan dari latihannya mendiskusikan isi
Pelaksanaan supervisi dilakukan pada
instrumen yang akan digunakan. Tahap
siklus I. Hasil supervisi klinis siklus I
observasi meliputi pengamatan yang
menunjukkan nilai penyusunan RPP oleh guru
dilakukan supervisor dengan cara merekam 1 adalah 63 berada pada kategori cukup
fokus kegiatan maupun interaksi yang terjadi sedangkan nilai pelaksanaan PBM adalah 70
baik antara guru dengan siswa, maupun antara
berada pada kategori cukup. Nilai penyusunan
siswa dengan siswa, dengan menggunakan
RPP oleh guru 2 adalah 70 berada pada
instrumen yang telah disepakati. Tahap
kategori cukup dan nilai pelaksanaan PBM
evaluasi dan analisis meliputi konfirmasi adalah 75 berada pada kategori cukup. Nilai
supervisor kepada guru tentang peranannya penyusunan RPP oleh guru 3 adalah 70 berada
selama melakukan latihan mengajar, melihat
pada kategori cukup dan nilai pelaksanaan
kembali target keterampilan dan fokus utama
PBM adalah 76 berada pada kategori cukup.
latihan yang disepakati.
Hasil pra siklus dan siklus
Penilaian 1, menunjukkan adanya peningkatan nilai
pada penyusunan RPP dan pelaksanaan PBM.
Penilaian menggunakan Strategi
Namun nilai tersebut masih berkategori
Penjamin Mutu melalui analisis quality
cukup, sehingga diperlukan adanya siklus II.
control (QC), quality assurance (QA), quality
improvement (QI), dan capacity building
(CB).
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Hasil penelitian berdasarkan analisis
Quality Control (QC) diperoleh hasil: 1).
159
Hasil supervisi siklus II menunjukkan dan nilai pelaksanaan PBM adalah 85
nilai penyusunan RPP oleh guru 1 adalah 80 berkategori baik. Rekapitulasi hasil supervisi
berkategori baik sedangkan nilai pelaksanaan klinis pra siklus, siklus I, dan siklus II,
PBM adalah 83 berkategori baik. Nilai disajikan pada Tabel 2.
penyusunan RPP oleh guru 2 adalah 84
berkategori baik dan nilai pelaksanaan PBM
adalah 86 berkategori baik. Nilai penyusunan
RPP oleh guru 3 adalah 83 berkategori baik
Pembahasan

Pengendalian mutu atau Quality


Control (QC) merupakan kegiatan yang telah
melalui proses standar yang telah ditetapkan.
Tabel 2 Rekapitulasi Hasil Supervisi Klinis
Pra Siklus Siklus I Siklus II
Menyusun aksanakan enyusun Melaksanakan enyusun
No Guru
Mel RPP M PBM RPP M PBM Melaksanakan
RPP PBM
1. Guru 1 58 68 63 70 80 83
2. Guru 2 68 73 70 75 84 86
3. Guru 3 66 75 70 76 83 85
Proses pengendalian mutu terdiri dari
kegiatan mengamati, membandingkan
kinerja dengan standar dan mengambil
keputusan (Pasaribu, 2015). Hasil penelitian
dengan memperhatikan kinerja guru dengan
standar yang telah ditetapkan, menunjukkan
bahwa pelaksanaan pembelajaran tidak
sesuai dengan rencana pembelajaran yang
telah dibuat, guru kurang menerapkan
pembelajaran PAKEM, guru lebih
menggunakan ceramah, dan guru jarang
memberikan evaluasi terhadap siswa pada
setiap akhir pembelajaran, sehingga perlu
dilakukannya penjaminan mutu.
Penjaminan mutu atau Quality
Assurance (QA) adalah proses penetapan dan
pemenuhan standar mutu pengelolaan
pendidikan secara konsisten dan
berkelanjutan sehingga para stakeholders dan
pihak lain yang berkepentingan mendapatkan
kepuasan (Aspranawa, 2015). Penjaminan
mutu Quality Assurance (QA) digunakan
untuk menetapkan standar-standar mutu dari
semua komponen yang bekerja dalam
produksi atau transformasi lulusan yang
meliputi

160
pendekatan pembelajaran aktif, kolaboratif, pemecahan masalah. Hasil supervisi klinis di
kooperatif, konstruktif dan tuntas (Suti, sekolah menunjukkan peningkatan
2011). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kompetensi pedagogik guru. Hal ini berarti
penjaminan mutu di sekolah yang menjadi bahwa mutu pembelajaran dapat ditingkatkan
subjek penelitian, khususnya pada guru tidak melalui supervisi klinis untuk mencapai hasil
dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan yang maksimal, perlu dilakukan
sehing-ga kemampuan mengajar atau pendampingan.
kompetensi pedagogik guru rendah yang Pendampingan atau Capacity
berakibat pada rendahnya mutu Building (CB) dapat dimaknai sebagai proses
pembelajaran. Proses penjaminan mutu membangun dan memperkuat kapasitas
sekolah seharusnya melibatkan pihak-pihak individu, kelompok, atau organisasi yang
terkait seperti orang tua, komite sekolah, dicerminkan melalui pengembangan
masyarakat, dan lembaga lain penerima kemampuan, keterampilan, potensi, bakat
lulusan sehingga penjaminan mutu di sekolah dan penguasaan sehingga dapat bertahan dan
dapat berjalan secara maksimal. Kelanjutan mampu mengatasi tantangan perubahan yang
proses penjaminan mutu adalah dengan terjadi secara tepat serta dapat pula dimaknai
melakukan perbaikan dan peningkatan. sebagai proses kreatif dalam membangun
Perbaikan dan peningkatan atau kapasitas yang belum nampak (Ratnasari
Quality Improvement (QI) merupakan proses dkk, 2013). Berdasarkan hasil analisis
yang dilakukan secara terus-menerus untuk Quality Improvement (QI) dalam rangka
menjamin semua komponen membangun dan mengembangkan
penyelenggaraan pendidikan dalam kompetensi mengajar guru secara
mencapai standar mutu yang telah ditetapkan berkelanjutan, sekolah dalam hal ini Kepala
dan bertujuan untuk memperbaharui proses Sekolah, melaksanakan program prioritas
pendidikan berdasarkan tuntutan pelanggan perbaikan bagi guru, salah satunya dengan
Tabel 3 Hasil analisis Strategi Penjamin Mutu Pendidikan di Sekolah
QA(Quality QI(Quality CB
QC(Quality Control) Assurance) Improvement) (Capacity
Building)
Pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai Kemampuan Melakukan Program
dengan rencana pembelajaran yang mengajar guru supervisi klinis prioritas
telah dibuat rendah atau untuk perbaikan bagi
Guru kurang menerapkan pembelajaran Kompetensi meningkatkan guru dengan
PAKEM. Guru lebih menggunakan Pedagogik kompe- melaksanakan
ceramah Guru Rendah tensi guru supervisi
Guru jarang memberikan evaluasi kelompok yang
terhadap siswa pada setiap akhir dilakukan oleh
pembelajaran Kepala Sekolah
8
(Suti, 2011). Berdasarkan hasil analisis melaksanakan supervisi kelompok sebagai
Quality Control (QC) dan Quality Assurance pendamping supervisi klinis. Supervisi
(QA), masalah rendahnya mutu pembelajaran kelompok ini bertujuan untuk membantu
di sekolah dapat diatasi dengan menerapkan guru menyelesaikan masalah yang dihadapi
supervisi klinis. Tujuan supervisi klinis secara berkelompok. Analisis strategi
adalah membantu guru melihat dengan jelas penjamin mutu pendidikan di sekolah secara
masalah yang dialami dalam proses lengkap disajikan pada Tabel 3.
pembelajaran, menganalisisnya secara kritis Pelaksanaan supervisi klinis
dan mendorong guru menemukan alternatif merupakan kegiatan yang dilakukan dalam

161
upaya pengendalian mutu di SD Negeri Balqis, P dkk. Kompetensi Pedagogik Guru
Rowosari pada bagian QI (Quality dalamMeningkatkan Motivasi Belajar
Improvement). Pelaksanaan supervisi klinis Siswa Pada SMPN 3 Ingin Jaya
dilakukan oleh kepala sekolah dan Kabupaten Aceh Besar. Jurnal
peneliti bertindak sebagai pendamping. Administrasi Pendidikan Pascasarjana
Universitas Syiah Kuala ISSN 2302-
KESIMPULAN 0156pp. 25- 38, 2014.
Hasil penelitian dengan analisis Quality Korma, I Wayan. Pengaruh Implementasi
Control ditemukan bahwa guru di sekolah Pendekatan Supervisi Klinis Terhadap
tersebut mengalami permasalahan dalam wawasan Kompetensi Pedagogik dan
pengajaran, analisis Quality Assurance Kualitas Pengelolaan Pembelajaran
menghasilkan diagnosis penyebab Para Guru di Gugus IV SD Kecamatan
permasalahan dalam pengajaran, analisis Denpasar Selatan. Jurnal Penelitian
Quality Improvement menghasilkan tindakan Pascasarjana Undiksha. Volume 2 No
yang dilakukan untuk mengatasi masalah 2, 2012.
yang dihadapi dengan melakukan supervisi Muslim, S. B. Supervisi
klinis. Hasil supervisi klinis menunjukkan pendidikan meningkatkan
adanya peningkatan mutu pengaran yang kualitas profesionalisme guru.
dilakukan guru pada siklus I dan II, analisis Bandung:
Capacity Building dilakukan untuk Alfabeta, 2009.
memaksimalkan keberhasilan supervisi Pasaribu, Romindo. Manajemen
klinis yang menghasilkan program tindak Mutu. Sumatera Utara: Fakultas
lanjut yang dapat dilakukan kepala sekolah Ekonomi Universitas HKBP
sebagai pendamping supervisi klinis yaitu
Nommensen, 2015.
melakukan teknik supervisi kelompok.
Pidarta, Made. Pemikiran tentang supervisi
DAFTAR PUSTAKA
pendidikan. Jakarta: bumi aksara,
Achmad, Said Suhil. Profesi Kependidikan. 2002.
Modul. Online. http://saidsuhil Purwanto, M. N. Administrasi dan supervisi
achmad.yolasite.com/resources/Profes pendidikan (edisi ke 20). Bandung:
i_Kependidikan/Kegiatan%207_Gena remaja rosda karya, 2009.
p11.pdf.Akses 24-07-2017, 03:55
Ratnasari, Jenivia Dwi dkk. Pengembangan
Ahmad, M. Analisis Manajemen Mutu
Kapasitas (Capacity
Terpadu (TQM) dalam Pelayanan
Building) Kelembagaan Pada
Rumah Sakit (Online) Diakses 28
Februari 2017 dari repository. Badan
ung.ac.id/.../ANALISIS-MA Kepegawaian Daerah Kabupaten
NAJEMEN-MUTU-TERPADU, Jombang. Jurnal Administrasi Publik
2017. Universitas Brawijaya. Volume 1 No 3,
2013.
Andriani, Dwi Esti. Mutu Guru dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan.
Jurnal Manajemen Pendidikan, 5 (1)
Aspranawa, A. D. Putransu. Memahami 9
Quality Assurance Menjadikan Budaya Siregar, Yusni. Upaya Meningkatkan
Mutu Perguruan Tinggi. Jurnal Kinerja Guru Melalui Supervisi Klinis
Ekonomi Syariah An-Nisbah. Volume di SMPN Kecamatan Medang Deras
1 No 2, 2015. Kabupaten Batu Bara. Digital
162
Repositori Universitas Negeri Medan,
2016.
Suti, Marsus. Stategi Peningkatan Mutu di
Era Otonomi Pendidikan.
Jurnal MEDTEK. Volume 3 No 2,
2011.

163
MANAJEMEN TENAGA PENDIDIK DAN KEPENDIDIKAN

Oleh: Murni44

ABSTRAK

Manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai
dari tenaga pendidik dan kependidikan itu masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya
berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian
kempensensi, penghargaan, pendidikan dan latihan pengembangan dan pemberhentian.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan pegawai) mutlak harus diterapkan oleh kepala sekolah
agar dapat mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk mencapai hasil
yang optimal. Sesuai dengan hal ini, maka seorang kepala sekolah harus dapat mencari,
memposisikan, mengevaluasi, mengarahkan, memotivasi, dan mengembangkan bakat setiap guru
dan pegawainya serta mampu menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.

Kata Kunci: manajemen, Pendidik dan kependidikan

A. PENDAHULUAN

Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan strategis
terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian dan nilai-
nilai yang diinginkan. Dipandang dari dimensi pembelajaran, peranan pendidik (Guru, Dosen,
Pamong Pelajar, Instruktur, Tutor, Widyaiswara) dalam masyarakat Indonesia tetap dominan
sekalipun teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran
berkembangdengansangatcepat (Endang Herawan dan Nani Hartini, 2015: 253). Hal ini
disebabkan karena ada dimensi-dimensi proses pendidikan, atau lebih khusus lagi proses
pembelajaran yang diperankan oleh pendidik dan tidak dapat digantikan oleh teknologi. Fungsi
mereka tidak akan bisa seluruhnya dihilangkan sebagai pendidik dan pengajar bagi peserta
didiknya, begitu pun dengan tenaga kependidikan (Kepala Sekolah, Pengawas, Tenaga
Perpustakaan, Tenaga Administrasi, dll), mereka bertugas melaksanakan administrasi,
pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses
pendidikan pada satuan pendidikan.
Sehubungan dengan tuntutan kearah profesionalisme tenaga pendidik dan kependidikan,
maka semakin dirasakannya desakan untuk peningkatan mutu pendidikan pada setiap jenis dan
jenjang pendidikan yang telah menjadi komitmen pendidikan nasional. Peningkatan

44
Dosen Tetap STAI Tgk Chik Pante Kulu Darussalam Banda Aceh
164
profesionalisme itu diwujudkan melalui suatu proses yang sistematis dan terintegrasi dalam bentuk
pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan, mulai dari proses perencanaan hingga evaluasi
dan prosedur pemberhentian.

B. PEMBAHASAN

1. Defenisi Manajemen Tenaga Pendidikan dan Kependidikan


Pemahaman Konsep manajemen tenaga pendidik dan kependidikan, baiknya terlebih
dahulu harus mengerti arti manajemen dan tenaga pendidik dan kependidikan. Sebagai ilmu,
konsep manajemen bersifat universal dengan menggunakan kerangka berfikir keilmuan,
mancakup kaedah-kaedah dan prinsip-prinsipnya.
a. Definisi Manajemen
Kata manajemen berasal dari bahasa Inggris, management yang
dikembangkan dari kata to manage yang artinya mengatur atau mengelola. Kata manage itu
sendiri berasal dari itali maneggio yang di adopsi dari bahasa latin managiare, yang berasal dari
kata manus yang memiliki arti tangan.Dengan begitu defenisi manajemen dapat dikemukakan
bahwa “bekerja dengan orang-orang untuk mencapai tujuan organisasi dengan pelaksanaan fungsi-
fungsi perencanaan (planing), pengorganisasian
(organizing), penyusun personalia (staffing), pengarah dan kepemimpinan (leading), dan
pengawasan (controlling)”
b. Definisi tenaga pendidik dan kependidikan
Pendidik merupkan hal yang paling penting dalam sebuah lembaga pendidikan, karena
dialah yang menjadi motor penggerak dan perubahan, bahkan bukan hanya sebagai agen
perubahan (agent of change) tapi juga sebagai orang yang mendidik, mengarahkan, membimbing,
dan mengevaluasi para peserta didiknya sehingga ia mampu mencapai tujuan yang diinginkannya.
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kehususannya,
seperti berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan (Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dari pengertian ini jelas bahwa guru merupakan seorang
pendidik ditingkat sekolah dasar dan menengah yang berperan langsung dalam menjalankan tugas
dan kewajibannya di sekolah. Tugas guru yang paling penting adalah mengajar dan mendidik
murid. Sebagai pengajar guru menyampaikan ilmu pengetahuan atau keterampilan kepada orang
lain dengan menggunakan cara-cara tertentu sehingga pengetahuan itu dapat menjadi milik orang

165
tersebut. Adapaun sebagai pendidik merupakan perantara aktif akan nilai-nilai dan norma-norma
susila yang tinggi dan luhur untuk bekal bermasyarakat. 45
Seperti yang telah dikemukakan di atas tentang definisi pendidik, maka bukan hanya guru
yang dimaksudkan dalam kategori pendidik ada juga yang kita kenal dengan sebutan dosen yang
bertugas mengajar di perguruan tinggi. Guru pamong yang bertugas membimbing siswa secara
aktif dan mandiri. Tutor adalah orang bertugas mendidik di lembaga-lembaga non-formal.
Fasilitator bisa dari kalangan guru atau masyarakat yang memiliki kualifikasi atau kemampuan
mendidik untuk membantu siswa mencapai tujuan. Instruktur adalah orang yang memiliki
kemampuan dibidang-bidang khusus seperti kesenian, olahraga, dan bela diri.
Sedangkan tenaga kependidikan yang berada di dalam satuan pendidikan tertentu apa bila
merujuk kepada Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
adalah “Anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan” seorang tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan diangkat dan
didaya gunakan untuk menjalani tugas-tugas yang sesuai dengan bidang dan keahlianya masing-
masing dan mendukung semua programprogram yang disusun oleh kepala sekolah demi
tercapainya sebuah tujuan sekolah dengan efektif dan efisien. Yang dapat dikategorikan sebagai
tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan tertentu adalah pengawas sekolah, kepala sekolah,
kepala tata usaha (administrasi), wakil kepala sekolah yang membidangi hal khusus, pustakawan,
laboran, penjaga dan anggota kebersihan sekolah.

Menurut Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional pasal 1


ayat 5 dan 6 yang di maksud dengan tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Sedangkan
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, pamong pelajar,
dan sebagainya.

2. Definisi Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Mengacu pada beberapa teori tentang manajemen sumber daya manusia pada organisasi
swasta/perusahaan sehingga sebelum di uraikan defenisi manajemen tenaga pendidik dan
kependidikan terlebih dahulu akan di paparkan defemnisi manajemen sumber daya manusia
a. MSDM di pandang sebgai fungsi atau subsistem diskrit yang di harapkan mampu
menyelesaikan tugas-tugas khusus, misalnya staffing yang efektif.

45
Imam Wahyudi, Mengejar Profesionalisme Guru, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012), hlm. 14.
166
b. MSDM merupakan serangkaian sistem yang terintegrasi dan bertujuan untuk
meningkatkan performansi SDM.
c. Penerapan konsep outsourching untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas
d. Pemanfaatan teknologi dalam memberikan layanan informasi secara timbal balik
e. Pergeseran peran human capital menjadi peran sentral yang membantu organisasi
untuk memenangkan persaingan.
Berdasarkan penjelasan di atas, manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah
aktivitas yang harus dilakukan mulai dari tenaga pendidik dan kependidikan itu masuk ke dalam
organisasi penddikan sampai akhirnya berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan,
seleksi, penempatan, pemberian kempensensi, penghargaan, pendidikan dan latihan
pengembangan dan pemberhentian.
Manajamen merupakan seni yang harus dimainkan oleh seorang pimpinan organisasi atau
kepala sekolah secara piyawai. Disebut seni karena obyeknya adalah manusia atau sumber daya
manusia yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya. Dan
seorang manager atau kepala sekolah harus mampu membaca potensi-potensi yang dimiliki setiap
anggotanya untuk ditempatkan diposisi dan bagian yang sesuai dengan kualifikasi dan keahliannya
masing-masing. Put the raight man in the raight place! (Posisikan orang yang tepat pada posisi
yang tepat)
Kemampuan memimpin seorang kepala sekolah sangat mempengaruhi keberhasilan dalam
mencapai tujuan yang diinginkan. Prilakunya juga harus dapat meningkatkan kinerja, motivasi,
dan semangat orang-orang yang dipimpinnya dengan menunjukkan rasa bersahabat, dekat, dan
penuh pertimbangan. Seorang kepala sekolah juga harus memiliki kemampuan untuk tetap dapat
menjaga iklim dan suasana kerja yang kondusif bagi seluruh penghuninya.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan pegawai) mutlak harus diterapkan oleh kepala
sekolah agar dapat mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk
mencapai hasil yang optimal. Sesuai dengan hal ini, maka seorang kepala sekolah harus dapat
mencari, memposisikan, mengevaluasi, mengarahkan, memotivasi, dan mengembangkan bakat
setiap guru dan pegawainya serta mampu menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personalia) mencakup (1) perencanaan
pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan
mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi dan penghargaan. 46 Hal-hal tersebut mutlak
dilakukan oleh seorang kepala sekolah secara serius, baik, dan benar agar apa yang diharapkan

46
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009), hlm. 42.
167
dari para tenaga kependidikan dapat terealisasi dengan tepat sesuai dengan kualifikasi dan
kemampuan yang sesuai sehingga dapat menjalani tugas dan pekerjaannya dengan optimal.
1) Perencanaan Pegawai.
Perencanan merupakan salah satu fungsi dari manajemen yang tidak boleh ditinggalkan.
Bisa dikatakan bahwa perencanaan dalam pendidikan merupakan praktik yang terjadi sepanjang
waktu.47 Hal ini dimaksudkan untuk menentukan kebutuhan pegawai, baik itu secara kuantitas atau
secara kualitas yang akan ditempatkan pada posisi-posisi yang dibutuhkan sekarang dan masa yang
akan datang. Untuk merencanakan kebutuhan pegawai seorang kepala sekolah harus
mengidentifikasi atau menganalisis terlebih dahulu bentuk pekerjaan, tugas, dan jabatan yang
sangat urgent dibutuhkan agar tidak terjadi kesalahan dalam recruitment dan penempatan posisi.
Salah satu metode dalam perencanaan pendidikan yang dapat digunakan adalah metode
proyeksi. Bukan berarti proyeksi itu dapat diartikan sama dengan perkiraan, keduanya merupakan
hal yang berbeda. Proyeksi adalah suatu aktivitas memperkirakan suatu kondisi dimasa depan
berdasarkan dat dan informasi dimasa lampau dan masa kini.48 Sedangkan perkiraan biasa disebut
forcasting yang tidak menggunakan atau membutuhkan data atau informasi, baik itu dimasa yang
akan datang, sekarang dan masa lampau.
2) Pengadaan Pegawai
Setelah merencanakan kebutuhan pegawai baik secara kuantitas dan kualitas barulah
kepala sekolah melakukan recruitment untuk mendapatkan calon-calon tenaga kependidikan
dengan cara mengumumkannya di media-media elektronik dan cetak. Setelah banyak pelamar
yang mendaftarkan diri mereka kepala sekolah harus melakukan penyaringan atau seleksi calon-
calon tenaga kependidikan melalui tes tertulis, lisan, dan praktek agar mendapatkan tenaga-tenaga
kependidikan yang handal sesuai dengan klasifikasi dan kualifikasi yang dibutuhkan.
Pengadaan guru dan pegawai harus dilakukan kepala sekolah dengan cermat dan pemilihan
yang ketat demi mendapatkan personalia yang tepat dan memenuhi syarat. Jika hal ini dilakukan
sembarangan atau dalam kata lain terkesan sembarangan maka bisa jadi dalam melaksanakan tugas
dan kewajibannya di sekolah tidak akan maksimal, yang pada akhirnya akan berdampak kepada
ketercapaian tujuan sekolah.
3) Pembinaan dan Pengembangan Pegawai

47
Matin, Perencanaan Pendidikan: Perspektif Proses dan Teknik dalam Penyusunan Rencana
Pendidikan, (Jakarta: Rajawali Press, 2013), hlm. 10.
48
Matin, Perencanaan Pendidikan: Perspektif Proses dan Teknik dalam Penyusunan Rencana
Pendidikan…, hlm. 101.
168
Kegiatan ini sangat perlu dilakukan bagi seorang kepala sekolah apa bila diperjalanan karir
dan masa tugas para tenaga pendidik dan kependidikan tersebut mengalami kemunduran dan
melemahnya kinerja mereka yang mengakibatkan pada buruknya kualitas kerja mereka. Untuk
dapat mengembalikan kualitas dan motivasi kerja mereka, seorang kepala sekolah harus mampu
melakukan pembinaan yang intensif dan evaluasi kerja secara mendalam. Salah satu caranya
adalah dengan mengadakan pelatihan-pelatihan dan seminar tentang wawasan kerja dan keahlian.
Seorang kepala sekolah juga harus mengetahui penyebab dasar dari melemahnya motivasi
dan kinerja mereka, agar nantinya kepala sekolah mampu mengambil langkah bentuk pembinaan
atau pelatihan apa yang cocok diberikan kepada mereka agar motivasi dan kinerja mereka dapat
kembali optimal dan dapat melaksanakan semua tugas maupun kewajiban mereka. Jangan sampai
kepala sekolah menutup mata dalam kasus ini, apabila ini terjadi dalam jangkan yang lama bukan
hanya kondisi dan lingkungan kerja sekolah yang tidak kondusif tapi bisa jadi proses belajar
mengajar dikelas juga akan berdampak parah yang pada akhirnya mutu dan kualitas sekolah
menjadi harga yang harus dibayar mahal oleh sekolah.
4) Promosi dan Mutasi
Seiring dengan berjalannya waktu maka seorang kepala sekolah harus sudah mengkantongi
potensi dan kelemahan para pegawainya agar dapat melakukan penaikan pangkat, jabatan, atau
statusnya bagi mereka yang memiliki kualitas terbaik dan kinerja yang memuaskan. Namun bagi
mereka yang terkesan malas, tidak produktif, dan tidak mampu menjalani tugas dengan baik maka
kepala sekolah dapat melakukan rotasi jabatan atau mutasi demi mendapatkan penyegaran dan
penyesuaian.
Khusus untuk promosi kenaikan status guru atau pegawai harus sangat diperhatikan,
apalagi bagi guru yang sudah ekerja cukup lama maka kepla sekolah harus cepat mengambil
keputusan kenaikan apa yang pantas diterima guru tersebut? Hal yang paling awal mungkin guru
dapat melakukan penaikan gaji misalnya, atau dengan kenaikan status dari guru tidak tetap menjadi
guru tetap. Atau memfasilitasi guru tersebut untuk melakukan pengurusan sertifikasi. Promosi-
promosi jabatan dan satus ini sangat besar dampaknya bagi guru dan pegawai yang bersangkutan
karena ini menjadikan mereka merasa dihormati dan dihargai keberadaan mereka di sekolah.
Apabila mereka mersa dihargai dan dihormati maka guru dan pegawai tersebut akan mampu
mengeluarkan segenap usaha dan upayanya dalam memajukan dan mensukseskan sekolah dalam
proses belajar mengajar dan mencapai tujuan yang diinginkan sekolah.
5) Pemberhentian
Yang dimaksud dengan hal ini adalah pencopotan atau pelepasan seseorang dari tugas dan
tanggung jawabnya yang diputuskan oleh pimpinan atau kepala sekolah karena hal dan sebab
169
tertentu. Apabila seorang pegawai yang sudah tidak mampu lagi menjalankan tugas dan tanggung
jawabnya sebaik dan semaksimal mungkin, maka kepala sekolah harus bisa mengambil tindakan
tegas dengan memberhentikannya dengan syarat sudah menjalani pertimbangan yang matang dan
mendalam terhadap kasus yang berjalan.
6) Penghargaan
Yang dimaksud dengan kompensasi adalah balas jasa yang diberikan organisasi kepada
pegawai, yang dapat dinilai dengan uang dan mempunyai kecendrungan diberikannya secara
tetap.49 Bentuk kompensasi tersebut dapat berupa gaji, tunjangan, dan fasilitas hidup. Hal-hal ini
penting untuk mendongkrak atau menigkatkan kinerja dan kualitas kerja para guru dan tenaga
kependidikan, karena hal ini bisa saja menjadi peluang bagi setiap orang yang melihat ini sebagai
motivasi dari luar untuk melakukan pekerjaan dan tugasnya lebih baik lagi hari demi hari. Seorang
kepala sekolah harus mampu menentukan kedua hal tersebut di atas dengan bijak, tentu pemberian
kompensasi atau rewards ini harus disesuaikan dengan hasil dan kualitas yang sudah dicapai oleh
setiap guru atau pegawai.
Dari keenam hal yang berkaitan dengan manajemen tenaga kependidikan diatas kita dapat
membayangkan bahwa tugas seorang kepala sekolah bukanlah perkara yang mudah, disamping ia
harus mengatur sekolah dengan baik untuk dapat mencapi tujuan yang diinginkannya ia juga
dituntut untuk bisa piawai dalam mengatur sumberdaya manusia yang ada agar berjalan sesuai
dengan apa yang diharapkan dan mencapai tujuan organisasi dengan efektif dan efesien.

3. Tujuan Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Tujuan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan berbeda dengan manajemen sumber
daya manusia pada konteks bidang bisnis, di dunia pendidikan tujuan manajemen SDM lebih
mengarah pada pembanguna pendidikan yang bermutu, membentuk SDM yang handal, produktif,
kreatif, dan berprestasi.
Berdasarkan (Permendiknas No 8 tahun 2005) tugas DITJEN PMPTK, mempunyai tugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan standarisasi tenis di bidang epningkatan mutu
pendidikan dengan tenaga kependidikan. Fungsi Ditjen PMPTK adalah sebagai berikut.
a. Penyiapan perumusan kebijakan departemen di bidang peningkatan mutu pendidik dan
tenaga kependidikan
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang peningkatan mutu pendidik dan tenaga kependidikan

49
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah…, hlm. 45.
170
c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang peningkatan
mutu pendidik dan tenaga kependidikan
d. Pelaksanaan pengurusan admistrasi direktorat Jenderal
Syaefudin (2005: 103) menyebut bahwa tujuan pengelolaan tenaga pendidik dan
kependidikan adalah agar mereka memiliki kemampuan, motivasi dan creativitas untuk:
a. Mewujudkan sistem sekolah yang mampu mengatasi
kelemahan-
kelemahannya sendiri;
b. Secara kesinambungan menyelesaikan program pendidikan sekolah terhadap
kebutuhan kehidupan belajar peserta didik dan persaingan terhadap kehidupan
masyarakat secra sehat dan dinamis;
c. Menyediakan bentuk kepemimpinan yang mampu mewujudkan human
organization yang pengertiannya lebih dari human relationship pada setia jenjang
manajemen organisasi pendidikan nasional.
Dari uraian-uraian di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa tujuan manajemen tenaga
pendidikan dan kependidikan secara umum adalah:
a. Memungkinkan organisasi mendapatkan dan mempertahankan tenaga kerja yang
cakap, dapat di percaya dan memiliki motivasi yang tinggi;
b. Meningkatkan dan memperbaiki kapasitas yang dimiliki oleh karyawan;
c. Mengembangkan sistem kerja dan kinerja tinggi yang meliputi prosedur perkrutan dan
sleksi yang ketat, sistem konpensasi dan inseftif yang disesuaikan dengan kinerja,
pengembangan manajemen serta aktivitas pelatihan yang berkaitan dengan kebutuhan
organisasi dan individu.
Mengapa manajemen tenaga pendidik dan kependidikan diperlukan? Pertanyaan ini
menarik untuk mengawali pembahasan kali ini. Sesungguhnya setiap manusia tidak akan pernah
lepas dari sebuah organisasi, baik organisasi dalam skala besar atau dalam skala kecil. Manusia
sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran orang lain (al-Insan
Madaniyyun bitthab`i). Begitu juga kehidupan lembaga pendidikan yang tidak akan berjalan
apabila hanya dikelola oleh satu atau dua orang saja. Maka mustahil akan mampu meraih hasil
maksimal dan mencapai tujuan. Berangkat dari hal di atas kita dapat simpulkan bahwa lembaga
pendidikan merupakan sekumpulan orang yang memiliki kegiatannya masing-masing tapi
mempunyai kesamaan dalam mencapai tujuan yang disepakati. 50

50
E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah …, hlm. 45.
171
Untuk mengelola sumber daya pendidikan yang terlibat di dalamnya, dibutuhkan
pemimpin atau manager (kepsek) yang bertanggung jawab untuk membantu mewujudkan
hasil dan ketercapaian tujuan. Keberadaan kepala sekolah di dalam lembaga pendidikan sangat
penting, karena ia adalah penentu dari kebijakan yang diambil dan pengendali jalannya kegiatan
pendidikan.
Selain faktor human sebagi penggerak yang dapat mengatur sumber daya manusia, ada
faktor lain yang menjadi penentu yaitu, sistem dan manajemen. Tanpa ada manajemen, sebuah
lembaga pendidikan hanyalah sebuah perkumpulan murid, guru, dan tenaga kependidikan yang
tidak menghasilkan apa-apa, karena tidak melakukan apa-apa, mudah mati bahkan ditinggalkan.
Dengan adanya manajemen semua kegiatan, aktifitas, dan program dapat dijalankan dengan
mudah. Dari sini dapat disimpulkan inti dari lembaga pendidikan adalah manajemen, dan inti
manajemen adalah kepala sekolah, dan inti dari kepala sekolah adalah pengambilan keputusan dan
kebijakan.

4. Tugas dan Fungsi Tenaga Pendidik dan Kependidikan

Secara khusus tugas dan fungsi tenaga pendidk (guru, dosen) di dasrkan pada undang-
undang no 14 tahun 2007. Yaitu sebagi agen untuk meningkatkan mutu pendidikan nasioanl,
pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni, serta mengabdi pada masyarakat. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional tenaga pendidik dan kependidikan harus
memiliki kopentensi yang disyaratkan
yaitu sebagai berikut.
20. Pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan serta sertifikasi yang sesuai dengan
jenjang kewenangan mengajar, sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan
untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
21. Pendidik untuk pendidikan formal pada jenjang pendidikan usia dini, pendidikan dasar,
pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi di hasilkan oleh perguruan tinggi yang
terakreditasi.
Mereka pun memiliki hak dan kewajiban dalam melaksanakan tugasnya,
diantaranya adalah sebagai berikut:
15. Pendidik dan tenaga pendidik berhak memperoleh
a Penghasilan dan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai
b Penghargaan sesuia dengan tugas dan restasi kerja
c Pembinaan karier sesuaidengan tuntutan pengembangan kualitas
d Perlindungan hukum dan melaksanakan tugas dan hak atas hasil

172
kekayaan intelektual
e Kesempatan untuk mengguanakan sarana prasarana dan fasilitas pendidikan
untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas
16. Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban
a Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan,
kreatif, dinamis dan dialogis
b Mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatan mutu
pendidikan.
c Memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan
sesuai dengan kepercayaan yang di berikan kepadanya.

5. Fungsi Dan Peranan Tenaga Kependidikan

Keberadaan tenaga kependidikan (personalia) di tengah-tengah lembaga pendidikan tidak


dapat kita kesampingkan akan peran dan fungsinya yang sangat membantu kegiatan dan program-
program sekolah. Karena hampir 50% penigkatan mutu dan pelayanan pendidikan berada ditangan
dan pundak mereka. Oleh karena itu kepala sekolah sebagai pemimpin utama di organisasi
kepindidikan harus mampu mengatur dan mengelolah keberadaan mereka dengan sebaik mungkin
agar berjalan efektif dan efesien.
Apabila ingin dijabarkan fungsi para tenaga kependidikan secara umum adalah sebagai
berikut:
a. Menjamin kelangsungan sebuah sistem pendidikan
b. Memantau jalannya sistem dan program yang ditargetkan dalam lembaga pendidikan.
c. Memfasilitasi para tenaga pendidik, peserta didik dan atau tenaga kependidikan satu
dengan yang lainnya dalam menjalani suatu aktifitas pendidikan
d. Memberikan rasa aman dan nyaman bagi seluruh orang yang terlibat dalam lingkungan
pendidikan.
e. Melayani kebutuhan peserta didik dan guru dalam melaksanakan kegiatan pendidikan.
Adapun peranan tenaga kependidikan dalam satuan pendidikan tertentu adalah segabai
berikut:
34. Membantu pelaksanaan dan penyelenggaraan pendidikan ditiap-tiap satuan
pendidikan;
35. Membantu merencanakan sistem, tujuan dan desain pendidikan yang akan dijalankan;
36. Membantu kepala sekolah dalam menciptakan lingkuangan pendidikan yang aman,
nyaman, dan kondusif;

173
37. Membantu kepala sekolah, guru dan peserta didik mencapai tujuannya masing-masing;
38. Membantu teciptanya hubungan dan komunikasi yang baik antara sekolah dengan
masyarakat atau sekolah dengan pemerintah (Dinas terkait)

6. Aktivitas Manajemen Tenaga Pendidik dan Kependidikan a. Perencanaan

Perencanaan manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah pengembangan dan


strategi dan penyusunan tenaga pendidik dan kepndidikan (sumber daya manusia) yang
komperhensif guna memenuhi kebutuhan organisasi di masa depan. Walaupun merupakan langkah
awal dari pelaksanaan, perencanaan ini sering kali tidak diperhatikan dengan seksama. Dengan
melakukan perencanaan ini segala fungsi sumber daya manusia dapat dilaksanakan dengan efektif
dan efesien.
Merujuk pada teori perencanaan sumber daya manusia maka ada beberapa metode yang
dapat di pakai dalam perencanaan SDM antara lain:
1) Metode tradisional
Metode ini biasanya di sebut sebagai perencanaan tenga kerja, semata-mata
memperhatikan masalah jumlah tenaga kerja serta jenis dan tingkat keterampilan dalam organisasi.
2) Metode Perencanaan Terintegrasi
Dalam perencanaan terintegrasi kita dapat melihat bahwa segala aspek yang penting dalam
pembuatan dan pencapaian Visi organisasi ataupun SDM turut diperhatikan. Dalam perencanaan
terintegrasi segala perencanaan berpusat pada Visi strategis. Yang mana Visi tersebut dijadikan
standar pencapaian
3) Seleksi
Selection atau seleksi di defenisikan sebagai sutu proses pengambilan keputusan di mana
individu dipilih untuk mengisi suatu jabtan yang di dasarkan pada penilaian terhadap seberapa
beser karakteristik individu yang bersangkutan, sesuia dengan syaratkan oleh jabatan tersebut.
Permasalahan pokok yang selalu dihadapi oleh organisasi adalah bagaimana memilih calon
terbaik utnuk mengisi setiap kekosongan jabatan:
a) Bagaimana sistem dapat memastikan bahwa keputusan dan tindakan dalam seleksi
sejalan dengan strategi serta sesuai dengan hukum dan perundangan yang berlaku;
b) Bagaimana sistem dapat mengembangkan informasi yang prediktif yang lebih baik
mengenai para pelamar dan bagaimana agar mendapatkan tingkat kecocokan antara
mereka yang dipilih dengan situasi kerja yang mereka tempati;
c) Bagaimana persyaratan jabatan ditetapkan agar mendapatkan tingkat kesesuaian yang
tinggi antara personalitas pelamar dengan jabatan yang dilamar.
174
Adapun tujuan utama dari proses seleksi tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan ini adalah sebagai berikut:
1) Mengisi kekosongan jabatan dengan personil yang memenuhi persyaratan yang ditentukan
dan dinilai mampu dalam:
a) Menjalankan tugas dalam jabatan tersebut;
b) Mendapatkan kepuasan dalam jabatannya sehingga dapat bertahan dalam sistem;
c) Menjadi kontributor efektif bagi pencapaian tujuan dalam sistem
d) Memiliki motivasi untuk mengembangkan diri;
e) Mambantu meminimalisasi pemborosan waktu, usaha dan biaya yang harus di
investasikan bagi pengembangan pendidikan para pegawai.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari pelaksanaan sistem seleksi tradisional
adalah efektivitas biaya, penurunan tingkat pemborosan dana dan waktu pengawasan,
dan meminimalisasi masalah penempatan kerja.
Seleksi ini akan diatur dalam sebuah prose yang terencana dan sistematik.
Diantaranya adalah dengan menerapkan kegiatan berikut ini:
12. Pra Seleksi
Terdapat dua gagasan utama pengujian dalam tahap pra seleksi yaitu
Pengembangan kebijakan seleksi dan keputusan prosedur pra seleksi
13. Seleksi
Dalam konteks ini, ada dua aspek yang penting di cermati, yaitu Penilaian data
dan pelamar dan Implikasi tanggung jawab dari keputusan seleksi
14. Pasca Seleksi
Dalam pasca seleksi ini, paling sedikit ada dua hal yang paling penting
diperhatikan yakni yang berkaitan dengan kontrak dan kerangka pekerjaan. Kontrak,
merupakan suatu kesepakatan antara dua orang atau lebih untuk tidak melakukan
pelanggaran-pelanggaran nyata dan mematuhi perjanjianperjanjian kontrak. Hal ini
berimplikasi pada rangkaian aktivitas yang harus
dilalui dalam proses seleksi yang cukup komperhensif dengan menitikberatkan
pada kekuatan sistem imformasi berupa kelengkapan dan keakuratan data yang
dibutuhkan baik mengenai diri pelamar maupun posisi yang ditawarkan.

b. Manajemen Kinerja

Manajemen kerja adalah suatu proses yang berlangsung terus-menerus yang berkaitan
denga fungsi-fungsi manajerial kinerja.
Berdasrkan defenisi di atas manejemen kinerja tenaga pendidikan dan
175
kependidikan itu meliputi:
1) Fungsi kerja esensial yang diharapkan oleh tenaga pendidik dan kependidikan;
2) Seberapa besar kontribusi pekerjaan tenaga pendidik dan kependidikan bagi
pencapaian tujuan pendidikan;
3) Apa arti konkrit mengerjakan pekerjaan yang baik;
4) Bagaimana prestasi kerja yang akan diukur;
5) Mengenali berbagai hambatan kerja dan menyingkirkannya
Bila manajemen kinerja dipergunakan dengan tepat, banyak sekali keuntungan yang dapat
diperoleh, menurut Robert (2002: 6) ada beberapa keuntungan manajeman kinerja yaitu:
34. Bagi para manejer
35. Bagi karyawan
36. Bagi organisasi
Ada satu alasan mengapa manajemen kinerja itu penting sebuah alasan hukum yang serius.
Pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah telah menetapkan beberapa
undang-undang, ketentuan dan peraturan yang mengatur apa yang boleh di lakukan perusahaan
berkenaan dengan pemutusan hubungan kinerja.

c. Kriteria Manajemen Kinerja Yang Baik


Achmad S Ruky (2004: 35) agar sebuah manajemen kinerja yang efektif hendaknya
memiliki syarat-syarat sebagai berikut:
1) Relevance
2) Sensitivity
3) Accepbility
4) Practicability
Langkah-langkah manajemen kinerja adalah sebagai berikut.
6) Persiapan pelaksanaan proses;

7) Penyusunan rencana kerja;

8) Pengkomunikasian data, pengamatan dan dokumentasi;

9) Mengevaluasi kinerja;

10) Pengukuran dan penilaian kinerja;

11) Pemberian konpensasi

Program konpensasi atau balas jasa umumnya bertujuan untuk kepentingan


perusahaan, karyawan dan pemerintahan. Supaya tujuan tercapai dan memberikan

176
kepuasan bagi semua pihak hendaknya program pemberian kompensasi didasarkan pada
prinsip adil dan wajar.
Tujuan kompensasi Melayu mengemukakan bahwa tujuan pemberian
kompensasi adalah sebagai berikut:
1) Ikatan kerja sama
2) Kepuasan kerja
3) Pengadaan efektif
4) Motivasi
5) Stabilitas karyawan
6) Disiplin
d. Pengembangan Karier

Pengembangan karier adalah suatu kondisi yang menunjukan adanya peningkatan-


peningkatan status seseorang dalam suatu organisasi dalam jalur karier yang telah ditetapkan
dalam organisasi yang bersangkutan.
1) Pentingnya karier
Berangkat dari asumsi demikian maka merupakan suatu hal yang logis jika dalam
kehidupan kekaryaan seseorang menanyakan berbagai pertanyaan berkaitan dengan:
a) Kemampuan pengetahuan dan ketrampilan apa yang akan di tuntut;
b) Sistem promosi apa yang berlaku dalam organisasi;
c) Jika promosi menuntut pelatihan tambahan, apakah
organisasi
menyelenggarakan latihan tersebut;
d) Apakah organisasi menganut kebijaksanaan;
e) Mana yang lebih penting, kemampuan kerja atau kesiapan beradaptasi.

2) Hakikat dan Tujuan Pengembangan Karier


Pengembangan karier merupakan bagian dari pengembangan personil yang dirumuskan
dengan jelas. Menurut Oteng Sutisna (1989) pengembangan karier hendaknya mempunyai tujuan-
tujuan yakni sebagai berikut:
a) Pertumbuhan pribadi
b) Pengembangan profesional
c) Tindakan perbaikan unit atau sistem
d) Mobilitas ke atas
e) Ektivitas jabatan
177
Hal tersebut membawa implkasi pertama pengembangan sumber daya manusia di perlukan
untuk perubahan dan meningkatkan kemajuan organisasi. Kedua posisi pekerjaan tersebut akan di
tinggalkan seseorang padahal posisi strategis merupakan suatu kebuthan yang di cari-carai
kehidupan manusia.

3) Perencanaan Karier
Pengalaman banyak organisasi menunjukan bahwa terdapat tiga alasan yang sering
dikemukakan mengapa hal itu terjadi:
a) Sukar menyusun suatu rencana karier bagi para pegawai untuk jangkauan tertentu;
b) Diperlukan biaya yang besar untuk menyelenggarakan berbagai jenis program
pelatihan dan pengembangan bagi semua pegawai yang akan mengalami promosi;
c) Perencanaan karier dipandang sebagai urusan dan kepentingan para pegawai itu
sendiri dan bagaia pengelolaan sumber daya manusianya berkewajiban untuk
membantu pegawai
4) Pengembangan Karier
Betapapun baiknya suatu perencanaan karier yang telah dibuat oleh seorang pekerja
disertai oleh satu tujuan karier yang wajar dan realistik, rencana tersebut tidak akan menjadi
kenyataan tanpa adanya pengembangan karier yang sistematik dan programatik.
5) Peranan departemen SDM dalam pengembangan karier
P. Siagiaan (2003: 221) mengemukakan lima sasaran dalam pengembangan
karier pegawai yaitu:
6. Membantu pegawai dalam mengembangkan karier masing-masing yang pada
gilirannya menumbuhkan loyalitas karena merasa
dibantu oleh organisasi dalam meraih kemajuan dalam kariernya yang
biasanya mengurangi keinginan pindah ke organisasi lain;
7. Tersedianya sekelompok pegawai yang memiliki potensi
dan
kemampuan untuk dipromosikan di masa yang akan datang;
8. Membantu para pelatih mengidentifikasikan kebutuhan para pegawai dalam
pelatihan dalam pengembangan tertentu.
6) Pemberhentian
Pemberhentian adalah fungsi komperatif terakhir manajemen sumber daya manusia istilah
pemberhentian sinonim dengan separation, pemisah atau pemutusan hubungan tenaga kerja yang

178
dari suatu organisasi perusahaan. Pemberhentian didasarkan pada UU no 12 tahun 1964 KHUP,
berprikemanusiaan dan menghargai pengabdian yang diberikannya kepada organisasi.
➢ Alasan-Alasan Pemberhentian
a) Undang-undang
b) Keinginan perusahaan
c) Keinginan karyawan
d) Pensiun
e) Kontrak kerja berakhir
f) Kesehatan karyawan
g) Meninggal dunia
h) Perusahaan dilikuidas

➢ Proses Pemberhentian
a) Musyawarah karyawan dengan pemimpin
b) Musyawarah pemimpin serikat buruh dengan pimpinan
c) Memutuskn berdasarkan keputusan pengadilan negeri.

C. KESIMPULAN
Tenaga pendidik dan kependidikan dalam proses pendidikan memegang peranan
strategis terutama dalam upaya membentuk watak bangsa melalui pengembangan kepribadian
dan nilai-nilai yang diinginkan.
Manajemen tenaga pendidik dan kependidikan adalah aktivitas yang harus dilakukan mulai
dari tenaga pendidik dan kependidikan itu masuk ke dalam organisasi pendidikan sampai akhirnya
berhenti melalui proses perencanaan SDM, perekrutan, seleksi, penempatan, pemberian
kempensensi, penghargaan, pendidikan dan latihan pengembangan dan pemberhentian.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan pegawai) mutlak harus diterapkan oleh kepala
sekolah agar dapat mendayagunakan tenaga kependidikan secara efektif dan efesien untuk
mencapai hasil yang optimal. Sesuai dengan hal ini, maka seorang kepala sekolah harus dapat
mencari, memposisikan, mengevaluasi, mengarahkan, memotivasi, dan mengembangkan bakat
setiap guru dan pegawainya serta mampu menyelaraskan tujuan individu dan organisasi.
DAFTAR KEPUSTAKAAN

E. Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009.

179
Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, Manajemen Pendidikan,
Bandung: Alfabeta, 2015.

Imam Wahyudi, Mengejar Profesionalisme Guru, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2012.

Matin, Perencanaan Pendidikan: Perspektif Proses dan Teknik dalam Penyusunan Rencana
Pendidikan, Jakarta: Rajawali Press, 2013.

M. Rudi, Manajemen Pendidikan, Banjar: 2011, Tersedia di http://www.scribd.com/feeds/rss


diakses pada tanggal 2 Mei 2016.

Sadili Samsudin, ”Manajemen Sumber Daya Manusia,” Bandung: Pustaka Setia, 2006.

180
Daftar Pustaka

http://sma-gs.tarakanita.or.id/artikel/2012/09/19/kepemimpinan-demokratis-dalam-
lembaga-pendidikan-sekolah-menengah-atas-366bc8cf.html

https://online-journal.unja.ac.id/jimih/issue/view/372

http://guruidaman.blogspot.com/2013/07/gagasan-tentang-pendidikan-karakter.html?m=1

http://mulok.library.um.ac.id/index3.php/58578.html

https://jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/intel/article/view/4445/2926

http://jurnal.untirta.ac.id/index.php/GAGASAN

https://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/INTUISI/article/view/13322

https://ejournal.unuja.ac.id/index.php/edureligia/article/view/50/46

https://jurnal.ugm.ac.id/jps/article/view/23419/15419

https://online-journal.unja.ac.id/jimih/article/view/2177

https://ojs.unud.ac.id/index.php/jiab/article/view/2636/1850

181

Anda mungkin juga menyukai