Anda di halaman 1dari 5

Kotak Takdir

Langit mulai menghitam, suara gemuruh angin menyeruak memecah keheningan, seketika aku melompat
ke arah jendela dan menutupnya. Tak sengaja, kotak kecil yang tidak pernah ku buka seja 3 tahun lalu
tersenggol olehku, jatuh dan memuntahkan segala isinya berserakan di lantai. Perlahan aku jongkok dan
memunguti satu persatu. Sesaat hati dan tanganku bergetar, tak lama ku sadari aku menangis seketika air
mataku menetes mengenai punggung tanganku.
***
“Hai, Rin!” Sapa Giita saat mendapati ku di lobi rumah sakit. Ia adalah sahabat dan satu-satunya sahabat
yang aku miliki, sampai saat ini pun aku tak mengetahui pasti sejak kapan dan bagaimana kita menjadi
sahabat satu sama lain, tapi faktanya seperti itu.
”Hai, Git” jawabku lemah sambil menuju ruang dokter. Diikuti oleh Gita di sebelah kiriku. Namaku Rina
Nugraheni Saputri, seorang dokter.
“Malam ini kamu jaga, Rin?” tanyanya memastikan kedatanganku.
“ Iya ...”Jawabku singkat.
“kenapa matamu, Rin?” tanyanya mulai menyadari dan curiga dengan sikapku yang tidak biasa.
“kamu habis nangis ya ?” lanjutnya menatapku tajam.
“nggak kok, tadi cuma kehujanan dan kena debu” jawabku menutupi kecurigaan Gita.
“Aku masuk dulu, Git. Daa “ lanjutku masuk ruang dokter serambi membuka pintu kaca.
“Ya..” sahutnya masih dalam sikap curiganya.
Aku taruh tas yang ku bawa di atas meja kemudian aku cek dan pelajari berkas rekam medis pasien yang
harus aku kunjungi petang ini.
***
Aku tatap Jam dinding di ruanganku, tampaknya waktu sudah menunjukkan pukul 19.30 WIB. Aku bergegas
membawa peralatan periksa dan menuju ke ruang perawat yang tak terlalu jauh, berada di sebelah kanan
ruanganku untuk melakukan pemeriksaan dan kunjungan pasien.
“Mari, dok.. Kita mulai kunjungan pasien” kata salah satu perawat, dan itu, ternyata Gita.
“Ya..” sahutku pelan. Mungkin Gita sengaja menjadi perawat pendampingku karena masih curiga dengan
sikapku tadi sore, pikirku.
Benar saja, tak lama berjalan, Gita mulai menginterogasi dengan naluri detektifnya.
“Kamu benar-benar nggak papa, Rin?” tanya Gita penasaran.
“nggak papa..” jawabku berusaha menutupi perasaanku
“Kamu nggak seperti biasanya lho, Rin.... Sikapmu aneh, pasti ada sesuatu..., kita bertemen hampir 8
tahun, aku tahu banget kamu, jujur deh , Rin... ada apa?” tanyanya dengan nada dan ekspresi serius.
“nggak papa... beneran” jawabku datar berusaha membentengi diri dengan bersikap biasa saja sebisa
mungkin.
Sepanjang kunjungan, Gita berusaha mencari sebab kecurigaannya terhadap sikapku yang tidak biasanya,
namun, aku tetap bertahan dan menyembunyikannya, Gita belum saatnya tahu, pikirku.
***
Aku melihat smartphoneku, ternyata tidak ada pesan atau notifikasi percakapan. tampaknya waktu telah
cukup larut, pukul 22.30 WIB tertulis di layar smartphone. Bergegas aku melakukan ritual sebelum tidur,
entah mengapa hari ini terasa begitu melelahkan. Tiba-tiba bunyi notifikasi pesan percakapan terdengar.
“sudah makan, Rin? Makan yuk..” ku baca pelan pesan dari Gita.
“Nggak ah, aku mau tidur, capek banget hari ini.. maaf ya” balasku dengan pesan suara.
“Ya sudah, met istirahat” balasan Gita lewat pesan suara dengan nada kecewa.
Aku bukannya tidak lapar, tapi aku mencoba menghindari kecurigaan Gita setidaknya untuk hari ini.
***
Pagi ini, mentari bersinar dengan semangat, terasa hangat sinarnya menerpa kulitku lewat jendela. Aku
pun membereskan barang-barang dan merapikannya sebelum pulang. Aku tinggalkan ruanganku dengan
rasa letih dan kantuk karena semalaman mata ini tak bisa dipejamkan. Ku tekan tombol Ground Level pada
lift di depanku dan bergegas masuk ke dalamnya.
Di parkiran, tampak seorang wanita berbaju putih dengan paras ayu, tinggi, langsing, rambut tergerai
panjang, tas kecil warna hitam menggantung di bahunya. Dengan gestur letih namun tetap menanti
bersandar di samping kiri kap mesin mobil sambil sesekali melihat smartphone yang dipegangnya. Ya, Dia
Gita, mungkin telah menunggu ku cukup lama.
“Hai, Git” sapaku lembut saat menghampirinya sambil membuka pintu mobil.
“Lama banget, sih” jawab ketus Gita dengan nada sewot serambi membuka pintu dan masuk ke dalam
mobil.
“Lho...kok masuk?” tanyaku heran
“iya, aku ikut ke rumahmu kalo perlu aku menginap sampai aku tahu apa yang kamu sembunyikan dari ku”
jelas Gita dengan wajah serius menatapku. Aku injak pedal gas meninggalkan parkiran tanpa menanggapi
Gita.
***
“Hai, ma..” sapaku sambil mencium tangan mama, saat mendapati mama sedang menyapu halaman rumah.
“Hello, Tante..” sapa Gita kemudian bersalaman dan mencium tangan mama.
“Hai, Git..”jawab mama agak heran karena memang sudah lama Gita tidak main ke rumah.
“Ma, kami masuk duluan” kataku menghindari mama menanyakan lebih banyak hal ke Gita.
“Ya..” sahutnya serambi mengamati kami sampai masuk rumah.
“Ah...nyaman sekali” kata Gita sambil menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur.
“Rasanya sudah lama sekali aku tak merasakannya” imbuh Gita, ya setelah ayahnya meninggal 1 tahun
yang lalu, ia belum pernah ke rumahku lagi, berat rasanya meninggalkan Ibunya seorang diri, karena beliau
adalah satu-satunya keluarga yang Ia miliki sekarang.
Aku membersihkan diri dari make up dan melepaskan perhiasan/ aksesoris yang menempel di tubuhku
sambil mendengarkan celoteh Gita tentang persahabatan kita.
Belum selesai aku membersihkan diri, tiba-tiba Gita menarik tanganku membawa tubuhku ke tempat tidur
sambil berkata “berbaringlah sini di sebelahku..”
Kami berbaring di tempat tidur dengan baju yang semalam kami kenakan, sepertinya memang kita sudah
cukup lama tidak seperti ini.
“Sudah berapa lama kita berteman, Rin?” tanyanya serius sambil menatap langit-langit kamar.
“8 tahun.. mungkin lebih.. aku tak tahu.. yang pasti sudah cukup lama.. “ jawabku pelan sambil mengingat
yang sudah kita lalui bersama.
“Lama ya.. tapi mengapa kamu merahasiakan sesuatu dariku? Apakah kamu tak mempercayai ku?”
tanyanya pelan dan perlahan namun aku bisa merasakan keseriusannya.
“Bukan aku tak percaya kamu, juga bukan aku bermaksud merahasiakannya” jawabku hati-hati agar tak
melukai hati Gita.
“Lalu? Kenapa?” tanyanya penasaran sambil mengubah posisi tidurnya menghadap ku yang berada di
sebelah kanannya, menatapku tajam.
Aku terdiam sejenak kemudian, “aku bingung, dan aku tak cukup percaya diri” kataku pelan.
“Ini tentang apa, Rin? Tak biasanya kamu seperti ini” tanyanya dengan serius dan menatap tajam mataku.
“Kamu benar-benar ingin mengetahui?” Tanyaku memastikannya.
“ Kalo itu tentangmu, pasti.. aku harus mengetahuinya..” jelasnya dengan wajah serius dan penasaran.
“kamu lihat kotak hitam di atas meja dekat jendela? ”tanyaku.
“Ya..” sahutnya dengan pandangan melihat ke dekat jendela.
“bukalah..” perintahku pelan
Perlahan Gita meninggalkan aku yang terbaring menuju kotak hitam. Kemudian, Ia duduk di depan meja
dan membuka kotak itu, selanjutnya tidak ada suara Gita lagi dan kamar menjadi hening.
***
“Pagi, cantik..” sapa seorang perawat cantik dengan senyum lebar di wajah, ya dialah Gita, ternyata dia
bertugas shift pagi, setelah 2 hari yang lalu bertugas shift malam bersama ku.
“Pagi, Git “ sahutku lembut.
“maaf, kemarin aku pulang tanpa memberi tahu mu soalnya kamu tertidur sepertinya kamu kelelahan, jadi,
aku nggak ingin membangunkan mu” Jelasnya dengan ekspresi meminta maaf.
“Iya, nggak papa” jawabku dengan sedikit tersenyum melihat ekspresi Gita yang cukup lucu.
Aku berlalu meninggalkan Gita masuk ke ruangku, namun belum sempat membuka pintu, Gita berseru
“nanti pulang kerja kita makan ramen1 ya, aku yang traktir dan kamu nggak boleh nolak” sambil memberi
ekspresi wajah mengancam. Aku hanya mengangguk dan bergegas membuka pintu, dan masuk ruangan,
aku tidak menjawab, namun tidak juga menolaknya, karena memang sudah lama kita tidak makan ramen
bersama, tanpa berpikir panjang.
***
Malam mulai menjemput mentari ke peraduan saat kami berdua tiba di tempat ramen yang Gita pilih.
Seketika kaki terasa kaku, hati bergetar dan pikiranku terasa ragu dan bingung, ini adalah tempat ramen
yang tidak ingin aku kunjungi sejak 3 tahun yang lalu.
“Rin, ayo turun” suara Gita memecah lamunanku dari luar mobil.
“Tapi ...”sahutku, Gita tak menghiraukan jawabanku, ia membuka pintu dan menggandeng tanganku turun
dari mobil sembari berceramah “Jangan terlalu dipikirkan, ini kan tempat ramen paling enak dan favorit
kita...jangan terlalu khawatir dan nikmati saja ramennya”. Itulah Gita, dia seseorang yang berpikir secara
sederhana dan tak terlalu peduli dengan apa yang belum terjadi.
Gita memilih tempat di sudut ruangan bagian depan, dari jendela di dekat ku, terlihat kendaraan dan pejalan
kaki berlalu lalang menuju tempat yang tak aku ketahui.

1 Ramen adalah masakan mi kuah yang berasal dari Jepang dan Tiongkok
“Rin...kamu kah itu?” seketika hatiku tersentak dan tanganku bergetar memegang sumpit, suara yang tak
pernah aku dengar sejak 3 lalu itu serasa mengores gendang telingaku. Aku palingkan wajahku ke arah
suara berasal, sesosok laki-laki tinggi, tegap, dan berwajah ramah berada di samping tempat duduk. Ya,
Dialah Irwan, seseorang yang tak pernah aku lihat lagi dan tidak ingin aku temui sejak 3 tahun lalu. Seketika
itu aku teringat sepenggal pesan yang ku temukan diantara berserakannya isi kotak yang aku jatuhkan
sore itu. Masih teringat jelas di ingatanku isi pesan itu:
Rina Nugraheni Saputri, maukah kamu menikah dengan ku?”
Aku tahu, waktu itu, kamu tidak akan mendengarkan penjelasanku dan dengan karaktermu, kamu pasti
pergi begitu saja, Oleh karenanya, aku buat pesan ini.
Maafkan, aku sangat mencintaimu, namun sebagai seorang guru, aku terpanggil untuk mengabdi pada
negeri ini melalui program SM3T2 di tempat dimana sebagian dari masyarakat tidak dapat mengeyam
pendidikan dengan baik secara layanan maupun fasilitas.
Sebelum pergi, aku ingin menikah dengan mu, aku sangat mencintaimu dan pergiku bukan untuk
meninggalkan mu....
...................
“Bisa kita bicara sebentar di luar” tanyanya lembut membuyarkan lamunanku, Belum sempat aku
memberikan tanda persetujuan, dia sudah meraih tanganku dan membawaku ke luar, entah mengapa aku
mengikutinya begitu saja.
“Kamu sudah membuka kotak yang kuberikan 3 tahun yang lalu?” tanya Irwan dengan penuh rasa ingin
tahu.
“Ya, 2 hari yang lalu” jawab ku pelan tertunduk.
“Pantas..” sahut Irwan dengan nada kecewa.
“Kenapa??” tanyaku penasaran.
“Pentingkah itu?” tanyanya dengan serius.
“Ya...” jawabku menantikan penjelasannya.
“Sesampainya di Maluku, aku mencoba menghubungi mu, namun aku tak bisa, mungkin kamu telah
memblokir nomor HP dan sosial mediamu, karena kamu tak membuka kotak itu” jelasnya dengan nada
serius namun juga kecewa.
“maafkan aku..” jawabku pelan menyesal,
“ya, nggak apa-apa, itu tak penting lagi” katanya mengakhiri kejadian masa lalu kita.
“Sekarang, bagaimana perasaanmu padaku?” tanya Irwan dengan lembut namun penuh harap.
“hmmzz .,” aku hanya bisa bergumam untuk beberapa saat.
***
Ku pandangi kartu undangan pernikahan dengan rasa haru dan tiba-tiba meneteslah air mataku tepat
mengenai kartu undangan itu, dengan pelan dan hati bergetar ku baca tulisan yang tertera “ Rina Nugraheni
Saputri binti Harun Wijayanto dengan Irwan Chandra Kusuma bin Kartosuwiryo pada tanggal 02 Mei 2020
di rumah mempelai wanita” tangisku pecah. Ya, tanggal 02 Mei ku pilih sebagai tanda rasa sayang dan
cintaku untuk dirinya yang memilih jalan pengabdian menjadi seorang guru dan menjadikan ku satu-satunya
wanita yang ia cintai selamanya.

2SM3T merupakan Program untuk mengatasi permasalahan kekurangan guru, terutama pada daerah yang
tergolong terdepan, terluar, dam tertinggal (3T)
`Selesai `

Biodata Penulis

Nama : Hendri Andrias Aribowo


Instansi : SMPN 1 Padureso
Email : hendriaribowo46@guru.smp.belajar.id.
No. HP : 089525775082
Cerpen ini didedikasikan bagi para guru yang telah dengan keikhlasan dan keteguhan hati
mengabdi pada negeri melalui program SM3T untuk memberikan pelayanan pendidikan pada daerah
terpencil, terluar dengan fasilitas dan akses terbatas, harus meninggalkan orang-orang yang disayangi dan
dicintai.

Anda mungkin juga menyukai