Rumah itu baru saja direnovasi, masih rapi dan bersih. Lokasi strategis, ga terlalu jauh dari kampus.
Terletak di sekitaran jalan Cikutra Barat, ga jauh dari taman makam pahlawan Bandung. Teman2 di Bandung yg
suka nongkrong di "Rumah Kopi" pasti sering lewat rumah ini..
😁
Dan juga yang pasti, harganya murah. Dikala kost lain harga sudah 500ribu s/d 1 juta, di rumah ini hanya dipatok
300ribu perkamar..hehe, pokoknya surga buat kami.
Begitulah alasannya, secara fisik rumah itu "aman", nyaman, dan ekonomis..
Awalnya, sang pemilik membeli rumah yg sudah lama kosong ini untuk tempat tinggal dua anaknya yg kuliah di
Bandung.
Tapi karna banyaknya kamar, mereka memutuskan menyewakan kamar2 yg ada sebagai kamar kost.
Mungkin karna memang orang kaya, jadi ya ga terlalu mahal mematok harga.
Tapi mau gimana lagi, lagi pula teteh mengganggu ga sampe melukai atau merusak. Yang gw lihat, beliau hanya
ingin menunjukkan eksistensinya aja.
Jadi si teteh ini, sepanjang yg gw ingat, sering "muncul"nya malah pada malam minggu, bukan malam jumat.
Dan yg lebih aneh lagi, teteh hampir ga pernah muncul kalau Sisi dan Memi ada di rumah,
Sekedar mengingatkan lagi, Sisi dan Memi adalah anak perempuan dari pemilik rumah, mereka menempati dua
kamar yg ada di lantai dua, orang tua mereka tinggal di Sumatera.
Setelah menempati rumah itu, kami malah jarang melihat mereka di rumah, lebih banyak berkegiatan di luar.
Oh iya, malam ini gw akan cerita waktu pertama kali gw menginjakkan kaki di rumah itu.
Awal dari semua kisah seram yg kami alami..
~~~~
Begitu Rudi bilang ada kost2an baru di dekat rumahnya, gw dan Nando langsung memutuskan untuk meninjau
lokasi, survey lah kira2..
Rudi adalah teman satu kampus, yang kebetulan rumahnya terletak tepat di depan rumah teteh, kami mengetahui
rumah kost ini dari beliau.
Menurut Rudi juga, rumah itu sudah lama kosong. Tapi ya sudah, Rudi cuma cerita sebatas itu aja, ga cerita macam2
atau aneh2.
Ketika kami tiba, Ibu pemilik rumah kost menyambut di depan pintu dengan ramah, waktu itu sekitar jam 8 malam.
Sebelumnya Rudi sudah memberitahu beliau, kalau kami akan datang untuk melihat2 rumahnya,
Ibu ini sangat ramah, kami langsung berbincang akrab. Dia menceritakan asal mula membeli rumah itu, hingga
merenovasinya. Dan dia ga lupa menceritakan tentang dua anak perempuannya yg kuliah di Bandung juga.
Setelah dipersilahkan masuk, kami berbincang di ruang keluarga yg cukup besar, gw duduk tepat menghadap tangga
yg menuju lantai dua.
Lorong tangga terlihat gelap, gw ga tau itu memang sengaja di buat gelap atau ada alasan lainnya. Lantai dua terlihat
kosong.. Beberapa saat kemudian tante mengajak kami untuk berbincang di halaman yg ada di belakang.
Tapi gw memutuskan memisahkan diri untuk melihat2 keadaan seluruh ruangan, kecuali ruangan di lantai atas.
Saat itu gw belum merasakan hal aneh apapun, perasaan gw biasa aja.
Dapur ini posisinya di bagian belakang rumah, tapi dari depan dapur gw bisa melihat ke ruang tengah,
Nah..pada saat di dapur inilah, tiba2 gw melihat ada perempuan yang keluar dari kamar depan, dan berjalan menuju
tangga ke lantai dua..
Walau hanya beberapa detik, tapi gw lihat dgn jelas perempuan berambut panjang itu..
Berpakaian daster sebatas lutut,
Kami ga sempat beradu pandang, karna dia langsung menuju ke lantai dua.
"Oh..jadi itu salah satu anaknya si Tante, cakep juga.." gumam gw dalam hati.
Kamar depan yg baru aja gw lihat ada perempuan keluar dari situ, adalah kamar yg nantinya akan gw tempati,
selama dua tahun kedepan..
~~~~
Gak lama kemudian.. Nando dan tante sudah muncul dari halaman belakang dan kami bertiga kembali berbincang di
ruang tengah.
Dan ketika di ruang tengah ini, gw kembali melihat perempuan itu berdiri halaman belakang,
Gw bisa melihatnya dari sela2 jendela. Ga begitu jelas, tapi gw yakin itu perempuan yg sama dengan yg gw lihat
dari dapur tadi.
Waktu itu, gw pikir mungkin ada tangga yg menghubungkan kamar atas dengan halaman belakang. Jadi perempuan
itu bisa tiba2 ada di belakang.
Tapi sebelum gw tanya2 mengenai hal itu ke Tante, kami sudah harus pulang..
Malam itu tante lebih banyak berbincang dengan Nando, sedangkan gw lebih banyak melihat2 seisi rumah.
Akhirnya, saat itu, kami mewakili teman yg lain, bilang ke tante kalo kami setuju untuk kost di rumah itu. Dan
segera untuk segera pindah dan menempati.
Tapi, setelah duduk di belakang kemudi mobil yg terparkir di halaman rumah, tiba2 gw lihat perempuan itu lagi..
Kali ini dia berdiri di teras kamar atas. Teras itu memang gelap, tapi gw lihat dengan cukup jelas kalo perempuan itu
berdiri memandang kami yg ada di mobil..
"Emang lo liat anaknya tante dimana Brii..?" Balas nando dengan tanya,
Trus gw cerita, kalo tadi beberapa kali gw lihat anaknya tante di rumah itu.
Jawaban Nando berikutnya bikin gw kaget..
"Brii.., tante tuh tadi di rumah sendirian. Setelah menemui kita, rencananya dia langsung ke hotel, suaminya
menunggu di sana. Terus.. dua anak perempuannya masih ada di Sumatera..."
Kaget gw mendengarnya, benar kata Nando, trus perempuan yg gw lihat di rumah itu tadi siapa?
Itulah pertama kali gw "berkenalan" dengan beliau, ini menjadi awal cerita pengalaman gw dan teman2 tinggal
selama dua tahun di rumah teteh.
Setelahnya, banyak kejadian seram dan menakutkan yg gw dan teman2 alami di rumah itu.
Rumah teteh itu...
entah sirkulasinya yg bagus ato gimana, udara di dalamnya selalu segar. Jadi membuat selalu betah
berlama2 di dalamnya
"Bandung kan emang udaranya dingin Brii...." iya juga sih. Tapi kan ada rumah yg isinya engap, angin ga
ngalir, walaupun udara di luar sejuk.
Suasananya "rumah" banget, karna bentuknya emang rumah, bukan kaya kost2an pintu baris gitu.
Makanya teman2 satu kampus atau setongkrongan betah banget main ke situ.
Walaupun jarang ada yg mau nginep kalo gak terpaksa, karna tau yg punya rumah menyeramkan, ya si
teteh itu..😁
Nah malam ini gw akan cerita, ketika ada teman dari luar kota yg menginap beberapa hari di rumah Teteh.
Namanya Deddy, kami berteman sejak SMP. Ketika gw kuliah di Bandung, dia kuliah di salah satu Institut
Pertanian yg ada Di Bogor, iyalah, IPB, gak ada lagi.
Kalau sedang libur kuliah biasanya anak satu ini jalan ke Bandung, dan menginap di kostan gw.
Nah..gw mau cerita ketika Deddy untuk kali pertama berkunjung ke rumah Teteh.
Waktu itu Deddy belum tau alamat rumah Jadi rencananya gw mau jemput dia di terminal sepulang dari
kampus. Lupa waktu itu hari apa, yg pasti bukan sabtu ato minggu. Tapi gw inget sebelum ke terminal
leuwi panjang, gw sempatkan untuk pulang ke rumah dulu.
Ketika sampe rumah, gw kaget. Lah ternyata tiba2 Deddy udah ada di kamar. Ya sukurlah, gw jadi ga perlu
jauh2 ke terminal..hehe
"Kok dah sampe aja lo ded? Kok bisa? Gimana caranya? Kan jauh dari terminal.." tanya gw penasaran.
"Iya.., tadi dari terminal gw telpon ke rumah ini.., karna HP lo ga aktif. Malas gw lama2 nunggu di
terminal.."
"Lah..tadi siapa yg angkat telpon rumah?" Tanya gw lagi,
"Kayanya pembantu lo deh, dia yg kasih tau petunjuk jalan ke rumah ini"
"Gw harus naik angkot apa, turun dimana, jelas banget dia ngasih taunya. Ketika gw sampe pun dia yg
bukain pintu, trus ngasih tau kamar lo yg mana.." jawab Deddy santai sambil cengengesan.
Hmmm..ok..
Di rumah memang ada mbak yg beberes rumah dan cuci pakaian, tapi hanya datang pada hari sabtu dan
minggu. Dan waktu itu bukan hari sabtu atau minggu, tapi gw lupa pastinya hari apa.
"Emang dia bilang apa waktu lo telpon?" Tanya gw penasaran.
"Dia bilang 'ini Teteh..' trus dia kasih petunjuk jalan" jawab Deddy.
Waktu itu sekitar jam dua siang, setelah Deddy bilang begitu, gw langsung cek kamar lain satu persatu.
Iyaa...tebakan kalian benar, di rumah gak ada siapa2, kosong, cuma ada Deddy aja. Itu yg buat gw yakin
kalo perempuan itu adalah Teteh.
Intinya begini percakapan Deddy dan Teteh via telpon:
😁: "Halo, Brii nya ada?"
😁: "Brii nya kuliah, ini siapa?"
😁: "Ini Deddy, teman Brii yg dari Bogor, maaf ini siapa?"
😁: "Ini Teteh..., mas Deddy langsung kesini aja"
Setelah itu Teteh langsung kasih alamat lengkap rumah dan petunjuk jalan. Deddy pun langsung meluncur
ke rumah Teteh.
Begitu sampai di depan rumah, Deddy langsung mengetuk pintu.
Menurut ceritanya, dia cukup lama menunggu di depan rumah, karna gak ada yg membukakan pintu.
Masih menurut cerita Deddy, kira2 30menit kemudian pintu akhirnya ada yg buka. Dari dalam rumah
muncul perempuan yg mempersilahkan masuk.
"Silahkan masuk mas, kamar Brii yang sebelah sini, pintunya gak dikunci kok" Teteh bilang begitu seraya
menunjukkan yg mana kamar gw.
Setelah memperkenalkan diri dan mengucapkan terimakasih, Deddy langsung masuk kamar, dan Teteh
berjalan ke arah bagian belakang rumah.
"Pembantu lo kayanya sakit tuh, wajahnya pucat, kuyu gitu keliatannya.." kata Deddy menambahkan,
sambil mengakhiri cerita.
Selama sekitar tiga hari Deddy tinggal di rumah teteh, gw dan teman2 penghuni lain gak pernah cerita
apapun tentang teteh, belum waktunya. Deddy penakut, bisa ribet ntar. Biarin aja dia tetap berpegang
pada ceritanya sendiri.
Masih pada hari itu juga, ketika malam menjelang kami ngobrol berdua di kamar sampai hampir tengah
malam. Tapi sekitar jam 12 gw ngantuk berat, dan akhirnya ketiduran.
Setelah gak lama gw tidur, Sekitar jam satu gw terbangun, gw lihat Deddy ga ada di kamar. "Kemana tuh
anak.."
Ah mungkin ke toilet, pikir gw dalam hati..
Ga lama, Deddy kembali masuk kamar.
"Cewe di kamar sebelah kaya punya masalah berat ya Brii. Nangis dan ngomong sendirian"
Jadi, Deddy memang beneran ke toilet yg dekat kamar. Dan dia mendengar ada suara perempuan
menangis tersedu2 dan bicara sendiri di kamar sebelah. Padahal kamar itu ga ada penghuninya, alias
kosong. Pernah beberapa kali ada yg mengisi, tapi ga pernah ada yg betah lama2, pada ga tahan.
"Lo ngupingin kamar sebelah Ded?" Tanya gw,
"Nggak ngupingin, ga sengaja dengar, pas gw lewat depan pintunya. Dia nangis tersedu2.. jadi ikutan sedih
dengarnya" jelas Deddy.
Pada malam itu gw gak cerita yg sebenarnya ke Deddy, gak bilang kalo kamar sebelah itu kosong.
Gw ga mau dia jadi ketakutan.
Tapi pada akhirnya nanti gw terpaksa cerita juga mengenai Teteh, karna dia terbilang sering main ke
Bandung. Reaksinya seru, nanti gw cerita kapan2..
Sebelum Deddy datang berkunjung, gw juga beberapa kali dengar suara yg berasal dari dalam kamar itu.
Kadang terdengar suara perempuan tertawa, kadang bicara sendiri, kadang suara cekikikan kecil,
Kadang terdengar menangis sedih dengan suara bergetar menahan perih 😁
Kalo lagi takut, begitu mendengar suara2 itu, gw langsung lari ke kamar lain yg ada penghuninya.
Kalo lagi berani, gw malah penasaran.
Pernah suatu kali gw pingin tau, perempuan dalam kamar ini lagi ngomong apa sih. Dan gw dekatkan
telinga ke pintu kamarnya.
Perempuan itu bicara dengan logat sunda, campur antara bahasa Indonesia dan bahasa Sunda.
"Masalah gak pernah selesai.."
"Aku gak kuat lagi..."
Kira2 begitu keluh kesah dari suara yg gw tangkap. Suaranya terdengar seperti suara perempuan berumur
30-an.
Belakangan kami semua menganggap suara itu adalah suara TETEH.
Gw sampe sekarang masih sedih kalo ingat..😁
~~~~~~~
Jadi..semasa kuliah dulu, dimanapun tempat gw kost, kamar gw selalu jadi base camp. Karna isi kamar
lengkap, ada tv, sound system, gitar, komputer, playstation, dan lain2, lengkap.
Gak pernah rapih jadinya, acak2an melulu..
Begitu juga ketika gw tinggal di rumah Teteh, sama aja.
Jadi seringkali kalau pergi, pintu kamar gak gw kunci, penghuni rumah yg lain bebas keluar masuk kamar.
Alhamdulillah, teman gw baik2 semua, gak pernah ada yg aneh2 di kamar, gak pernah ada barang hilang
juga. Aman..
Sisi dan Memi juga sama aja, mereka kadang nonton tv di kamar gw malam2, padahal di atas ada tv. Sering
kali gw-nya udah tidur tapi mereka tetap lanjut nonton tv sampai larut malam.
Kalo gak nonton tv ya mereka make komputer atau sekedar dengerin musik..
Untung gw asik..😁
Nah..pada suatu malam, gw lupa malam apa. Sisi nonton tv di kamar. Awalnya ada Doni, tapi pada
akhirnya Doni balik ke kamarnya duluan. Tinggallah gw berdua Sisi dalam kamar gw.
Catat, selama gw tinggal di situ ga pernah terjadi hal2 yg diinginkan..hehe,
Aman..😁
Hingga tiba saatnya ketika gw ngantuk berat..
"Sisi...aku tidur duluan ya, tiba2 ngantuk berat, Kamu sok aja lanjut nonton..."
"Iya mas...aku juga bentar lagi ke atas kok, tanggung nih acaraya" Jawab Sisi, waktu itu kira2 jam 10
malam.
Akhirnya gw terlelap..
Nyenyak..
Kasur gw tanpa ranjang, jadi langsung di atas lantai.
Saat itu posisi gw tidur menghadap kiri (menghadap tembok), membelakangi tempat Sisi yg sedang duduk
menonton tv.
Sebelum benar2 terlelap, beberapa kali gw dengar Sisi cekikikan sendiri melihat acara tv.
Beberapa kali gw terjaga karna mendengar suara tertawa Sisi. Tapi hanya sebentar, sampai pada akhirnya
gw benar2 terlelap..
😁😁😁
Gw punya kebiasaan jelek yg dilakukan sejak dulu sampai sekarang. Saat gw tidur, HP selalu gw taruh di
bawah bantal.
Dan info aja, pada saat itu belum ada BBM ataupun Whatsapp, masih SMSan..hehehe.
Satu atau dua tahun kemudian baru deh muncul Blackberry..😁
Lanjut ya..
~~~~
Hingga pada akhirnya gw terbangun lagi tengah malam, posisi tidur belum berubah, masih menghadap
tembok. Tapi lampu kamar sudah dalam keadaan mati, tv masih menyala, gw masih dengar suaranya.
Gw juga masih mendengar suara Sisi tertawa cekikikan menonton tv..
"Buset, Sisi masih nonton aja, udah jam dua juga" gumam gw dalam hati, tanpa melihat ke arah Sisi
maupun ke arah tv.
Posisi badan tetap menyamping menghadap tembok, membelakangi Sisi dan tv.
Kemudian tangan gw meraih HP dari balik bantal, dan melihat ada beberapa SMS yg masuk.
Setelah gw cek satu persatu, ternyata ada SMS yg bikin gw bingung dan kaget.
SMS dari Sisi, yang isinya "Mas Brii, aku dan Memi ke rumah tante yg di Buah batu ya, maaf tv lupa aku
matikan, tadi buru2 banget.."
SMS masuk jam 11 malam, sedangkan saat itu adalah jam dua...😁
Dan suara perempuan yg pada awalnya gw pikir Sisi, masih terdengar ter-tawa2 kecil di belakang gw. Itu
bukan Sisi..
Iya, ternyata itu Teteh yg cekikikan sambil nonton tv. Posisi Teteh persis di dekat punggung. Jaraknya
kira2 hanya satu meter..
Kebayang gak situasinya? 😁
Gw ga berani ngapa2in, pura2 tetap tidur dan memejamkan mata. Berdoa sebisanya..
Berusaha sebisa mungkin menahan agar badan gak bergerak sedikitpun..😁
Tiba2 gw mencium semerbak bau wangi, gw gak tau itu wangi apa. Bau wangi khas yg gw masih ingat
sampai sekarang.
Sambil terus berharap semoga Teteh ga sadar kalo gw sudah terjaga. Jantung gw berdetak ga karuan,
pingin nangis..😁
Hingga tiba2, suara tertawa kecil berubah menjadi suara tangis selama beberapa menit. Setelah itu kembali
Teteh tertawa cekikikan kecil.
Semua itu berlangsung cukup lama..
Hingga tiba2 Suasana berubah menjadi hening, hanya terdengar suara tv. Bau wangi juga ikut menghilang.
Gw masih belum berani membalikkan badan.
Keheningan itu berlangsung agak lama, hingga gw dengar suara orang yg membuka pagar rumah.
Ternyata Sisi dan Memi yg membuka pagar. Alhamdulillah.., lega mendengar suara mereka di luar.
Barulah gw berani membalik badan dan melihat keadaan kamar. Teteh udah ga ada..
Setelah mereka sudah masuk ke dalam rumah, kami ngobrol sebentar di ruang tengah. Ternyata mereka
buru2 pergi pada jam 11, karna mendengar kabar kalau ada sepupu mereka yg kecelakaan.
Setelah itu gw ga berani tidur di kamar, gw ngungsi tidur di kamar Doni sampai pagi..
Malam sebelum dia pulang ke Bogor, ada kejadian yg membuat dia bingung, dan sedikit menyeramkan.
Kejadiannya hanya sebentar..Sekitar jam satu malam, dia ke toilet. Selesai aktivitas di toilet, Deddy kembali ke
kamar.
Dalam perjalanan, deddy melihat ada perempuan yg sedang duduk di meja makan. Perempuan itu duduk sendirian.
Penasaran, Deddy pura2 ambil air ke dapur agar lewat depan perempuan itu.
Selama tiga hari tinggal di situ, Deddy belum pernah bertemu dengan Memi atau Sisi. Makanya, Deddy
penasaran dengan perempuan di meja makan itu.Deddy mengira itu Memi atau Sisi.
Padahal pada malam itu mereka ga ada dirumah, gw lupa sedang ada urusan apa di luar rumah. Ketika tepat
melintas di depan perempuan itu, Deddy mencoba berbasa-basi,
Maaf, ini mbak Memi atau Sisi? Kenalkan..saya Deddy temannya Brii," ucap Deddy sambil mengulurkan tangan
mengajak bersalaman.
Deddy bilang, malam itu lampu di atas meja makan dalam keadaan menyala,
sehinga dengan jelas dia bisa melihat penampilan dan wajah perempuan itu. Apalagi setelah perempuan itu
menatap balik..
Menurut Deddy juga, perempuan itu gak membalas uluran tangan Deddy.
Dan ternyata, setelah bertatap muka, Deddy baru sadar kalau perempuan itu adalah perempuan yang
membukakan pintu waktu dia pertama kali datang.
Hanya saja, malam itu dia tampak lebih cantik dan bersih, wajahnya gak pucat seperti pertama kali Deddy
melihatnya."Oh...kirain Memi ato Sisi, ternyata Teteh.." ucap Deddy sambil cengengesan.
Teteh hanya tersenyum, gak berkata apapun. Deddy kemudian ambil gelas dan mengisinya dengan air.Setelah
mengambil minum dari dispenser, Deddy balik badan dan kembali menghadap ke meja makan.
Ternyata Teteh udah ga ada di meja makan,
"Kmana si Teteh? Kok cepat amat perginya.." ucap deddy dalam hati.
• Tiba2 perasaan Deddy jadi ga enak, merinding. Dan bergegas dia lari ke kamar.."Iya ded...itu teteh, dia penunggu di
rumah itu. Knapa gw baru cerita sekarang? ya karna takut lo jadi ketakutan aja..😁"
6
Sembunyikan atau laporkan ini
• Kebiasaan di tempat kost lama (sebelum di rumah teteh), beberapa dari kami sering membawa pacar masing2 ke
kost-an, kadang sampai larut malam, atau malah (ehem..maaf) sampai pagi.
Tapi gw gak gitu ya, paling hanya sampai malam, gak sampai menginap.
28
Nando, perawakannya mirip banget dengan Tengku Firmansyah waktu muda, tampan. Anak Medan ini termasuk
playboy kelas mahasiswa, pacarnya cakep2.
28
Sepanjang yg gw tau, semua usahanya gagal, gak pernah ada pacarnya yg sukses menginap sampai pagi.
28
27
29
25
Dari situ gw bisa melihat hampir seluruh halaman depan rumah teteh dan garasinya.
25
27
Lanjut..Setelahnya, gw langsung kembali ke tempat tidur. Dalam ketakutan, gw banyak pertanyaan di dalam kepala,
25
24
25
26
"Itu Sisi bukan sih?" Tanya gw ke Memi. "Iya...itu Kakak" jawab Memi lega, gw juga ikutan lega.
25
Dan benar, ternyata itu Sisi. Pelan2 Memi mulai membangunkannya dari tidur.
27
~~~
28
28
24
Cukup lama gw berada di tempat tidur. Badan terasa sangat lelah setelah beraktivitas seharian.
25
Sekitar jam satu, gw berniat menuju ke dapur untuk ambil minum. Haus ternyata..
28
Gw melihat sesuatu di ruang tengah.. Gw melihat ada perempuan duduk di sofa ruang tengah.
26
Sembunyikan atau laporkan ini
27
27
28
25
27
32
27
25
31
32
24
26
25
28
29
😁
…Lihat Lainnya
32
23
25
Sembunyikan atau laporkan ini
Kegiatan mereka berhenti setelah Teteh "datang" dan mulai berinteraksi. Ketakutan, kumpul2 pun bubar.
25
28
27
27
34
29
Gak terlalu kaget sih, sudah biasa dengan kebiasaan teman2 yg lain, tapi gw masih yakin kalau mereka akan tiba
pada hari itu juga.
24
24
23
24
26
Sendirian...
34
27
29
27
Sembunyikan atau laporkan ini
29
26
Sejak sore gw sudah memperhatikan, kalau rumah tetanggga kanan kiri dan depan masih dalam keadaan kosong.
26
Dan, teror pun dimulai beberapa saat setelah lewat tengah malam..
28
27
Setelahnya, sayup2 gw mendengar ada suara perempuan tengah berbicara sendirian, suaranya mengambang antara
ada dan tiada..
25
29
29
Gw semakin ketakutan..
25
Sebisa mungkin gak mengeluarkan suara sekecil apapun dari dalam kamar..
27
Beberapa detik kemudian, entah apa yang ada di dalam pikiran saat itu, tiba2 rasa penasaran mengalahkan rasa
takut.
27
27
24
24
25
Entahlah..
26
27
Sembunyikan atau laporkan ini
26
29
Mereka duduk mengelilingi meja makan yang berbentuk lingkaran berbahan kaca.
29
Di depan Teteh, duduk juga seorang laki2, menggunakan kaos berwarna gelap dan bercelana pendek..
23
27
27
Knapa gw tahu? Karena setelah wajah teteh benar2 menghadap ke arah gw, beliau tersenyum..
Melihat itu semua, pelan2 gw menutup pintu kamar, dan mundur beberapa langkah menjauhi pintu.
27
Setelah pintu benar2 tertutup, gw langsung mematikan tv dan merebahkan tubuh di atas tempat tidur.…Lihat
Lainnya
26
25
Gak bisa, saat itu badan terasa kaku dan sama sekali gak bisa bergerak, entah knapa..
24
Setelah pintu terbuka sebagian, dengan suara tercekat gak bisa bicara, gw melihat teteh berjalan perlahan memasuki
kamar,
25
Gw hanya bisa menatapnya dengan ketakutan, itu adalah jarak terdekat dengan teteh yg pernah gw alami..
24
Setelah itu, kembali gw melihat satu lagi teman teteh masuk ke kamar. Kali ini yg perempuan, ketika di meja makan
dia hanya tertunduk diam. Kemudian dia berdiri diam tepat di sebelah Teteh, di samping tempat tidur.
29
Gw ketakutan, jantung berdegup kencang gak beraturan, sementara badan sama sekali gak bisa digerakkan, mulut
gak mampu mengeluarkan sepatah katapun..…Lihat Lainnya
24
24
o Suka
o · Balas
o · 28m
o · Diedit
• Fitri Shilla Suara Asep yang mengetuk jendela kamar membangunkan gw dari tidur panjang. Langsung melirik
ke arah jam dinding, ternyata sudah pukul sembilan pagi. Betapa leganya ketika melihat Asep datang, mengingat
peristiwa yg baru gw alami malam tadi..
26
Walaupun begini, dulunya gw ngeband juga loh..😁 Sampe sekarang sih sebenernya, tapi gak seaktif dulu.
Karna sekarang penampilan udah gak layak perform juga..hihihi.
Sekarang cuma sekedar hobi, genjrang genjreng di studio aja bareng teman2 yg tersisa.
• Jaman kuliah, gw gabung band yg gak tenar2 amat, tapi beberapa kali dapet gigs di cafe2 terkenal di Bandung.
Cuma beberapa kali aja, gak sering.
Biasa membawakan lagu2 top 40 pada masa itu: Pulp (disco 2000), Manic Street Preacher (Australia), the calling
dan lain2..
Di band itu gw pegang gitar dan backing vocal..
23
Nah...cerita malam ini berhubungan dengan dunia ngeband dan Teteh, mungkin sedikit gak masuk akal, tapi benar2
terjadi..☺️
25
Oh iya, waktu itu lagi suka banget sama lagunya The Calling "Where ever you will go", lagu itu sering banget gw
mainkan di komputer.
24
Tiba2 MP3 player memutar "Where ever you will go", gw seneng2 aja, karna memang lagi suka2nya sama lagu itu.
25
24
Penasaran, gw ubah setingannya. Gak gw set shufle lagi, dan buat playlist baru tanpa lagu "Where ever you will go".
22
Trus, entah "Where ever you will go" udah keputar keberapa kali, ketika gw dengar dari ruang tengah ada yg ikut
nyanyi, perempuan..😁
29
Gw diam, mencoba menajamkan pendengaran, tapi suara perempuan itu ikutan menghilang ketika gw menurunkan
volume speaker PC.
22
Tau apa yg terjadi? Jendela kamar yg selalu gw biarkan terbuka, tiba2 kaya ada yg banting, BRAAKK!!
33
Oke, gw nyerah setelah ada yg marah. Akhirnya gw putar lagu itu, dan gw set repeat.
27
Iya...itu si Teteh..
~~~~~~
29
Pernah suatu malam, ketika gw pulang perform di daerah lembang. Waktu itu satu mobil berdua dengan vocalist gw
(Adri),…Lihat Lainnya
25
Sembunyikan atau laporkan ini
24
26
Nah, gw yg sebelumnya pernah punya pengalaman aneh dengan lagu ini langsung merinding. Gw gak cerita apa2 ke
Adri, kaya gak terjadi apa2..
Tapi gw masih bertanya2 dalam hati, "Masa iya Teteh ikut sih?" Oke...
33
Trus dia langsung turun dan tutup pintu sebelum gw sempat berkata apapun.
26
Sembunyikan atau laporkan ini
Ketika melintasi jalan Dipatiukur, hp gw bunyi. Nama "Adri" muncul di layar Hp..…Lihat Lainnya
24
29
33
32
Tujuan gw jawab begitu supaya mereka tenang aja kalo pas perform, gak mikir macam2. Walaupun gw beberapa
kali lihat hal2 aneh di beberapa tempat.
26
Tenar banget tempatnya, station terkenal lah.. 😁. Anak lama Bandung pasti tau tempat ini.
27
26
28
24
Mahluk itu begitu tingginya sampai hanya terlihat dari kaki sampai ke dada, leher dan kepalanya gak kelihatan,
karna tembus sampai ke langit2.
27
29
25
~~~~~
27
Gw ingat, waktu itu hari jumat, karna band gw waktu itu dapat kontrak untuk perform di cafe and lounge "station
terkenal" setiap jumat malam, pas lagi rame2nya..
27
Ada yg aneh,
28
29
38
26
29
25
27
Iya..itu Teteh..😁
…Lihat Lainnya
31
29
27
Bingung gw jawabnya,
24
28
Rejeki malam itu adalah kami dapat menyantap makanan rumah hasil dari masakan mamanya Irwan, super lezat.
Lumayanlah untuk perbaikan gizi.. :)
Setelahnya, sebagian dari kami berbincang di ruang tengah,
27
26
"Gak lah, aku mana bisa tidur kalau kamar penuh begitu, kan sudah ada papa mama yang tidur di kamar kamu.
Kakak tidur di kamar yang kosong aja..." Jawab kakak Irwan..
30
Gw tahu, sebisa mungkin Irwan melarang kakaknya untuk tidur bersama Ana di kamar kosong. Irwan khawatir
nantinya mereka berdua akan diganggu oleh teteh.
27
30
Malam semakin larut, satu persatu kami beranjak masuk ke kamar masing2..
27
28
28
27
Sembunyikan atau laporkan ini
Masih memikirkan keadaan kakak Irwan dan Ana, yg tidur di kamar teteh. Gw berdoa semoga mereka gak
mengalami gangguan dalam bentuk apapun.
28
29
25
Gw mulai curiga..
30
29
Lima menit...
Belum terdengar ada suara apa2..
27
Sunyi..
28
26
29
28
Ngapain Ana tertawa dan lari2 Sendirian tengah malam di ruang tengah?
30
27
Dari suaranya, perempuan dewasa itu terdengar seperti sedang bermain bersama Ana..
27
Berfikir dan mencoba memastikan siapa yg sedang menemani Ana bermain di ruang tengah..
29
34
29
Ketika hendak mendorong pintu dan membukanya, tiba2 suara tawa hilang, sama sekali hilang, gak terdengar lagi.
26
32
27
27
26
Gw bingung, karena Ana hanya berdiri diam dan menatap ke arah gw, jarak kami hanya sekitar empat meter..
30
31
"Ana lagi apa? Kok malam2 masih main sendirian?" Tanya gw, sambil tetap menahan pintu agar gak terbuka
sepenuhnya.…Lihat Lainnya
30
Gw melihat teteh berdiri di sebelah kanan Ana. Malam itu teteh menggunakan baju terusan berwarna putih bermotif
kembang2, rambut panjangnya terurai tanpa menghalangi wajahnya sedikitpun.
25
Teteh tersenyum..
30
Kaki gak mampu menahan berat badan, gw jatuh terduduk lemas ketakutan..
29
"Teteh, tolong jangan ganggu Ana ya. Brii mohon, Ana masih kecil. Tolong jangan ganggu dia ya teh.."
26
Ternyata Ana sudah berdiri tepat di hadapan, dengan raut wajah yg terlihat sedih, tapi juga tampak lelah.
31
"Iya Ana, tante tetehnya pulang dulu ya.., sekarang ana masuk kamar trus bobo ya sayang.." Ajak gw sambil
menggandeng tangannya.
27
Setelah Ana masuk ke kamarnya, gw yg masih lemas dan ketakutan, langsung masuk ke kamar gw dan mengunci
pintu..
29
Gimana dengan malam kedua dan malam ketiga? Ternyata jauh lebih seram..
"Interogasi" terhadap Ana kami lakukan dengan sabar dan hati2, gak mau juga nantinya Ana malah jadi
terintimidasi dengan pertanyaan2 kami.
Tapi gw lebih banyak diam dan memperhatikan, karena pertanyaan2 yg ada di dalam benak sudah
diwakilkan oleh yg lain.
Pada intinya, pengakuan Ana selama "hilang" adalah seperti ini:
Ketika sudah tidur, tiba2 Ana terbangun karena merasa ada yang memegang keningnya.
Ternyata itu teteh, yang berdiri membangunkannya dari sisi tempat tidur. Lalu teteh menggandeng tangan
dan membawanya keluar kamar.
Mereka berdua berjalan ke arah belakang rumah.
Tapi sebelum itu. Ana bilang ke Teteh agar boleh mengajak om Brii untuk ikut serta, teteh bilang boleh.
Kemudian Ana langsung mengetuk pintu kamar, dan gw muncul dari dalam.
Ana mengajak gw pergi, dan beberapa saat kemudian mereka pergi ke arah lorong belakang rumah.
Pada saat itulah gw kehilangan Ana..
• Kemudian Ana bilang tiba2 mereka sampai di suatu taman, dengan Teteh yg masih menggenggam erat tangannya.
Taman luas dan besar, beralaskan rumput hijau dan bersih. Suasananya seperti sore hari, dengan matahari bersinar
gak terlalu panas.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
Ana gak sendirian, ada beberapa anak2 kecil lain yg bermain di situ. Mereka tampak gembira dan senang, sesekali
bertegur sapa dengan Ana. Mereka gembira semua.
24
Tiga orang dewasa itu hanya berdiri diam di pinggir taman, sama seperti teteh.
25
Sampai pada saat teteh bilang kalau mereka harus kembali pulang.
Sebelum pulang, teteh berjanji akan mengajak Ana kembali ke taman itu esok hari..
23
Kurang lebih seperti itulah rangkuman cerita Ana yg bisa kami tangkap.
24
Setelah Ana bercerita, gw dan Irwan gak bisa bohong dan menutupi lagi. Kepada papanya Irwan dan keluarga,
akhirnya kami cerita tentang sosok teteh di rumah teteh seluruhnya.
26
Tapi papanya Irwan beda, beliau malah tertawa melihat anak perempuannya yg ketakutan.
28
27
~~~
25
Sampai jam sembilan malam itu, kami (gw, irwan, papanya Irwan, Asep, dan Nando) masih berbincang di ruang
tengah. Sebagian besar pembicaraan membahas tentang "petualangan" Ana pada malam sebelumnya.
24
Gw dan teman yg lain mulai was-was dengan cara berfikir dan omongan beliau, takut teteh mendengar dan marah.
27
25
Omongan beliau memang benar, tapi kan.. takut ya tetep aja takut..
29
28
28
28
23
Yang biasanya jendela kamar dibiarkan terbuka, kali ini gw tutup rapat2, selain gak tahan dengan angin dingin yg
masuk, juga karena takut ada hal-hal seram mungkin terlihat dari luar.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
24
25
27
26
23
24
24
26
25
Sembunyikan atau laporkan ini
24
26
24
Tinggi teteh nyaris sama dengan gw, kulitnya putih kecoklatan, berparas cukup cantik, dengan rambut hitam terurai
hampir menyentuh pinggangnya.
28
23
"Brii...brii...!!" Suara orang di luar kamar membangunkan gw dari tidur. Kaget, gw langsung keluar kamar..
25
29
Gw mencoba tenang dan gak ikutan panik, walaupun gw masih agak kebingungan dengan mimpi yg baru aja gw
alami.
27
26
26
27
Ana hanya bercerita kalau dia memang diajak teteh bermain di taman yg sama dengan malam sebelumnya.
28
Begitu katanya..
30
23
Tapi alhamdulillah, hanya Ana yg diajak "jalan-jalan" oleh teteh, gak pernah terulang lagi kejadian yg pernah
dialami oleh Ana..
Gak terasa, kami sudah memasuki sekitar bulan ke-enam tinggal di rumah Teteh. Antara terbiasa dan
nggak, saat itu kami semakin menyadari akan keberadaan Teteh, dan juga harus mengerti dan
menghormati kalau beliau sudah lebih dulu tinggal di situ.
Secara langsung maupun gak langsung, kehidupan kami di rumah itu juga jadi terpengaruh dengan
keberadaan beliau.
Tapi gak bisa dihindari juga, beberapa kebiasaan yang kami lakukan di tempat kost lama sebelum pindah
ke rumah Teteh, terbawa juga.
Masing-masing penghuni memiliki hobi yang berbeda, gw dan Nando yang hobi bermusik, Asep yang
kebetulan bekerja sambil kuliah, selalu membawa pekerjaan kantornya ke rumah. Doni biasa melakukan
olahraga di halaman belakang rumah, Irwan yang hobi mendengarkan musik keras-keras.
Itulah, masing-masing memiliki kebiasaan yang masih sering dilakukan di rumah Teteh.
Bukan tanpa kendala, ada saja peristiwa-peristiwa aneh yang terjadi ketika kami sedang melakukan hal-hal
yang kami sukai.
Contohnya, beberapa kali sound system di kamar irwan tiba-tiba hidup sendiri, atau malah tiba-tiba mati
sendiri.
Kadang kalau gw dan Nando sedang bermain gitar sambil bernyanyi di ruang tengah sampai larut malam,
tiba-tiba terdengar sayup-sayup ada suara teteh yang ikut bernyayi, tanpa pikir panjang kami pun
langsung bubar dan masuk ke kamar masing-masing.
Asep juga sering mengalami hal-hal yang aneh dikala dia menempati kamarnya yang terletak di paling
pojok lorong samping rumah.
Beberapa kali pekerjaan kantor yang sudah dia kerjakan semalaman, tiba-tiba berantakan semua pada pagi
hari.
Beberapa kali juga Asep menemukan Komputernya dalam keadaan hidup, padahal dia yakin kalau pada
malam sebelum tidur dia gak lupa mematikannya.
Beda lagi dengan Doni, walau badannya besar berotot dan bertampang sangar, dia adalah penghuni rumah
yang paling penakut, borangan kalo kata orang sunda, dan kadang rasa takutnya gak wajar.
Sering kali dia gak berani ke toilet sendirian, harus ditemani.
Dan menurut gw, teteh beberapa kali menjaili Doni dengan cara yang terlihat "bercanda", sepertinya teteh
tau kalau Doni penakutnya keterlaluan..
Biasanya Doni diganggu dengan cara yang sederhana, seperti selimut ditarik ketika sedang tidur, hp atau
bungkus rokok yang tiba-tiba menghilang, tapi beberapa saat kemudian tiba-tiba muncul lagi, tirai kamar
yang bergeser terbuka sendiri.
Begitu kira-kira contohnya,
Biasanya ke-usil-an teteh terhadap Doni gak berlangsung lama, karena sebelum semakin jadi lebih
menyeramkan, Doni sudah keburu melarikan diri, panik ketakutan.
25
23
23
22
24
Awalnya semua berjalan normal, gak ada gangguan apapun. Sampai ketika menjelang tengah malam, sesuatu mulai
terjadi.
22
Nando dan pacarnya menyadari itu, dan seketika ketakutan mulai melanda perasaan keduanya.
Diawali dengan tiba-tiba ada yang mengetuk pintu kamar, tapi ketika Nando membukanya ternyata gak ada siapa-
siapa, Nando pun kembali menutup pintu.
22
Hal itu membuat pacar nando semakin ketakutan dan memaksa untuk pulang, tapi Nando tetap mencoba untuk
bertahan, sambil terus menenangkan..
Sampai suatu ketika, sayup-sayup terdengar suara tangisan perempuan yang bersumber dari luar kamar...
21
Perlahan Nando mendekat ke arah jendela, berniat untuk mengintip ke luar. Letak Jendela Kamar langsung
berhadapan dengan taman kecil belakang rumah teteh.
22
Dan benar saja, di dalam gelapnya malam itu, sedikit dibantu oleh cahaya lampu teras, Nando dan pacarnya melihat
sosok perempuan berambut panjang berdiri di pojok taman,
22
Teteh berdiri menatap ke arah kamar dengan raut wajah yang sebagian tertutup rambut panjangnya.
22
Panik..
23
Gak bisa berbuat apa-apa lagi, ketika keadaan sudah mulai tenang, Nando membuka pintu kamar dan beranjak ke
luar rumah melalui pintu depan.
24
26
Itu salah satu contoh kejadian yang kami alami apabila mencoba untuk membawa teman perempuan untuk
bermalam, atau hanya sekedar berbincang di dalam kamar sampai larut.
23
Membuatnya gak pernah mau lagi datang ke rumah Teteh, for good..
25
***
oke lanjut,
25
Asep kelahiran Cimahi, tetapi dari kecil hingga lulus kuliah tinggal di Jakarta.
23
Sama dengan yang lain, Asep juga sering mengalami kejadian seram selama tinggal di rumah teteh.
22
Asep seorang yang flamboyan, banyak teman wanitanya, pergaulan luas, sangat supel orangnya.
23
Kesehariannya adalah bekerja siang hari dan kuliah pada malam hari.
23
Pada suatu hari, Asep baru saja sampai di rumah ketika jam menunjukkan hampir pukul satu tengah malam.
24
Ketika sampai di rumah, Asep lebih sering masuk lewat pintu samping, langsung melewati lorong dan masuk ke
dalam kamar.…Lihat Lainnya
22
Setelah sudah ada di dalam kamar, Asep langsung merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Tapi walaupun dalam keadaan yang sudah teramat lelah setelah melakukan aktifitas seharian, Asep masih ingat
kalau dia belum sholat isya.
22
Untuk ke toilet, Asep harus melalui lorong samping yang cukup menyeramkan. Lorong yang gelap, karena gak ada
satupun lampu yang terpasang.
21
Tapi karena sudah berniat untuk sholat, Asep tetap memaksa diri untuk mengambil air wudhu, padahal dia sudah
merasa takut sejak pertama melangkahkan kaki keluar kamar.
24
sepi..
Asep mempercepat langkah kaki, karna dia merasa seperti ada yang mengikuti dibelakangnya ketika berjalan di
lorong menuju kamar.. 😁
26
Sampai sekarangpun gw gak habis pikir, kenapa lorong itu kami biarkan selalu gelap?
Bisa dilihat lagi denah rumah teteh. Asep kamar no.5, Doni no. 4, Irwan no. 3, lorong ada di depan kamar Asep
Doni.
26
Toilet yang dituju oleh Asep adalah toilet yang letaknya di sebelah kamar Irwan, agak jauh memang, tetapi itulah
toilet yang paling dekat dengan kamar Asep.
25
Nah, ternyata Asep melihat ada yang aneh di dalam kamar.…Lihat Lainnya
25
sajadah yang tergelar ternyata ada dua, satu sajadah sebagai imam, satu sajadah lagi ada di belakang sebelah kanan,
sebagai makmum.
Aneh..
28
Tanpa pikir panjang, dan mencoba gak berfikir macam-macam, Asep langsung melipat sajadah yang berposisi
sebagai makmum, dan meletakkannya di atas tempat tidur.
Tapi gak bisa dipungkiri, di titik ini Asep sudah mulai curiga, dan perasaannya sudah mulai gak enak.
26
Asep langsung mengambil posisi sholat di atas sajadah, dengan posisi kiblat menghadap ke jendela, membelakangi
pintu kamar..…Lihat Lainnya
25
20
19
Tapi ketika memasuki raka’at yang ketiga, tiba-tiba Asep mendengar suara pintu kamar terdengar seperti ada yang
membuka.
23
Gak memperdulikan hal itu, Asep tetap meneruskan sholat dengan khusyu..…Lihat Lainnya
23
"Sreek..sreeekk.."
Begitu kira-kira bunyinya..
24
26
Perempuan itu tetap mengikuti gerakan-gerakan sholat Asep layaknya sebagai makmum.
29
26
12
28
23
24
Siang itu, gw tiba di rumah teteh hampir bersamaan dengan Nando, kebetulan dia baru saja pulang dari
luar kota. Tiga hari sebelumnya dia pergi bersama dengan teman satu fakultas untuk melaksanakan tugas
dari salah satu mata kuliah.
Kami berbincang di ruang tengah.
Nando bercerita dengan heboh tentang pengalaman yang baru saja dia alami selama tiga hari berada di
salah satu desa di jawa tengah bersama dengan teman-teman fakultasnya.
Tugas dari mata kuliah Antropologi itu mewajibkan Nando dan teman-teman untuk melakukan penelitian
tentang kehidupan masyarakat yang ada di desa itu, begitulah kira-kira.
Gw cukup senang kalau mendengarkan Nando bercerita, heboh dan bersemangat.
Hingga pada suatu titik, Nando cerita kalau ada satu teman yang bernama Hendro.
Hendro ternyata pernah mengalami kejadian aneh yeng berhubungan dengan rumah teteh.
Dia salah satu dari beberapa teman Nando yang mengikuti kegiatan tugas kampus ke luar kota, karena
itulah makanya Hendro bisa bercerita panjang lebar mengenai pengalamannya kepada Nando.
Hendro memang sudah beberapa kali berkunjung ke rumah teteh, gw juga mengenalnya walau gak terlalu
akrab, karena memang beda jurusan kuliah.
Nah, menurut Nando, dia belum pernah bercerita apapun mengenai teteh kepada Hendro.
Kami penghuni rumah memang sengaja gak pernah bercerita tentang “seru”nya rumah teteh kepada teman
ataupun keluarga, karena kami gak mau mereka menjadi takut dan gak berani datang mengunjungi lagi.
Kecuali kalau beberapa dari mereka memang mengalami sendiri kejadian-kejadian seram di rumah teteh,
maka kami dengan terpaksa akan menceritakan dan memberikan penjelasan.
**
Pada suatu hari, Hendro berniat mengunjungi Nando di Rumah teteh.
Sebelum berangkat, Hendro menyempatkan diri dulu untuk menelpon ke rumah teteh untuk memastikan
keberadaan Nando.
Hendro: “Halo, bisa bicara dengan Nando?”
Wanita: “Nando gak ada, sedang keluar sebentar. Ini dengan siapa ya?” (logat sunda)
Hendro: “Ini Hendro.., kebetulan saya mau ke situ. Ini dengan siapa ya?”
Wanita: “Ini Teteh.., mas Hendro ke sini aja, sebentar lagi juga Nandonya pulang”
Percakapanpun selesai.
Saat itu, Hendro masih belum tahu siapa sebenarnya Teteh.
Sebelum Hendro, percakapan via telpon seperti itu sudah beberapa kali dialami oleh teman dari penghuni
rumah teteh.
Percakapan yang cukup sederhana dan gak menyeramkan apabila yang mengalaminya belum tahu
mengenai Teteh.
Tapi sebaliknya, orang2 yang pernah mengalami percakapan itu pada akhirnya gak ada yang berani lagi
menelpon ke rumah, setelah kami elaskan bahwa yang menerima telpon adalah Teteh, penghuni rumah
yang sebenarnya,
ada teman yang gak pernah mau datang berkunjung lagi, trauma..
Hendro tetap berniat datang karena menurut wanita yang menerima telpon tadi, Nando hanya keluar sebentar.
Seorang wanita terlihat tersenyum menyambut Hendro dari balik pintu. Yang pada akhirnya, kami semua termasuk
Hendro, dapat memastikan bahwa yang membuka pintu itu adalah Teteh.
Hendro berjalan memasuki rumah dan langsung menuju kamar Nando yang berada di bagian belakang.
Karena sebelumnya Nando pernah bilang kalau kami sedang mencari pembantu untuk mencuci pakaian dan
membereskan rumah,
27
Yang cukup aneh, gak terdengar juga ada penghuni lain yang beraktifitas, Hendro merasa sendirian di dalam rumah
sejak dia datang.
Gak terdengar tanda-tanda pergerakan teteh juga, rumah benar-benar dalam keadaan sepi.
Dan tiba saat dimana rasa haus melanda, Hendro berniat mengambil air minum di dapur, yang jaraknya cukup dekat
dari kamar Nando.
Hendro sedikit tersentak kaget, ketika saat akan masuk ke dapur, dia melihat ada perempuan berambut panjang
sedang duduk di meja makan.
Itu adalah perempuan yang menerima telpon dan membuka pintu rumah untuknya tadi ketika datang.
“Punten Teh, saya mau ambil air minum ya..” Hendro meminta ijin.
Teteh hanya diam, gak bergerak sedikitpun, tatapannya kosong memandang lurus ke depan.
Selesai mengambil minum Hendro membalikkan badan, berniat berjalan kembali menuju kamar.
Hendro kaget, ketika mendapati Teteh sudah gak ada di tempatnya lagi, menghilang dari meja makan tempatnya
duduk waktu Hendro melihatnya pertama kali.
Seketika itu pula bulu kuduk Hendro berdiri, perasaannya gak enak.
Dia langsung bergegas dan melangkah menuju kamar Nando, masuk dan langsung menutup pintu serta
menguncinya.
26
Beberapa saat kemudian dia mendengar sesuatu, seperti ada suara orang berbicara..
Ada perempuan yang berbicara sendirian di meja makan, Hendro yakin itu.
Mencoba memastikan, Hendro mendekat ke pintu, dan mencoba mendengarkan suara perempuan berbicara itu.
“Nando sebentar lagi pulang, tunggu aja sebentar..” tiba-tiba ada suara pelan setengah berbisik terdengar dari balik
pintu..
“Iya teh, saya akan tunggu..” gemetar Hendro menjawab, dan langsung mundur beberapa langkah menjauhi pintu.
Hendro langsung mengambil HP nya, dan mencoba menghubungi Nando, berharap HP Nando sudah dalam keadaan
aktif.
“Lo dimana Ndo? Gw di kamar lo nih..” jawab Hendro dengan suara panik.
“Gw di Rumah Rudi, ya sudah tunggu, gw balik sekarang ya..” jawab Nando.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu lagi, Hendro semakin panik, gak berani membukanya.
“Iya Teh, ada apa?” ucap Hendro sambil menjauh dari pintu,
“Nando sebentar lagi datang ya..” jawab Teteh dengan suara pelan.
Beberapa menit kemudian, terdengar suara pintu depan ada yang membuka.
Dan terdengar suara ketukan sekali lagi.
“Ndro, buka pintunya Ndro, knapa dikunci..?” terdengar suara Nando dari balik pintu.
Legaaaa, Hendro pun membuka pintu, dan langsung menarik Nando keluar rumah.
“Lo gimana caranya bisa masuk rumah?, kan rumah kosong gak ada siapa-siapa..”
“Tadi Teteh yang buka pintu Ndo..” Jawab Hendro dengan wajah masih terlihat pucat
Tapi belum sempat bertanya apa-apa hendro sudah buru-buru pulang. Padahal banyak pertanyaan di benaknya ketika
melihat Hendro terlihat pucat setelah "berinteraksi" dengan Teteh.
**
39
Selama beberapa hari itu Hendro menceritakan semua kejadian seram yang pernah dia alami di rumah teteh,
termasuk kejadian yang paling terakhir.
Nando mendengarkan semuanya, dan kemudian memberikan penjelasan dengan caranya sendiri mengenai teteh dan
rumah teteh, semuanya..
“Knapa lo gak cerita dari dulu sih Ndo?” tanya Hendro sedikit kesal,
“Kami gak pernah cerita tentang teteh kepada siapapun juga Ndro, kecuali kepada orang-orang yang merasakan
sendiri kejadiannya, kaya lo gitu, hehehe…” jawab Nando.
Setelah merasakan kejadian yang cukup seram itu dan mendapatkan penjelasannya, Hendro jadi sangat jarang
datang berkunjung ke rumah teteh, dia sangat menhindari, kecuali kalau benar-benar terpaksa.
**
30
Menurut Hendro juga, mungkin teteh punya hal-hal yang ingin disampaikan kepada kami sebagai penghuni rumah.
“Menurut lo, kira-kira apa yang mau teteh sampaikan Ndro?” tanya Nando.
“Ya mana gw tau, hanya teteh dan Tuhan yang tau” jawab Hendro sambil tersenyum.
“Tapi gw tau satu cara supaya kalian bisa komunikasi dengan Teteh..” sambung Hendro.
Hendro bilang, salah satu caranya adalah dengan menggunakan papan Ouija, kebetulan dia memilikinya di rumah,
dan akan meminjamkan jika nando mau dan berani mencoba menggunakannya.
Nando tertarik, dia penasaran, karena itulah sepulangnya dari sana dia mampir ke rumah Hendro untuk
meminjamnya.
Itulah salah satu oleh-oleh yang Nando bawa pulang, papan Ouija..
**
Gw sama sekali gak setuju dengan rencana untuk berkomunikasi dengan teteh, menggunakan papan Ouija.
Kami sudah sempat membahasnya bersama-sama, dan sialnya hanya gw yang gak setuju, sementara yang lain
setuju, apalagi bang kopral, semangat banget dia.
Mereka bilang, itu dilakukan untuk mengobati rasa penasaran, kira-kira seperti apa hasilnya kalau bisa ngobrol
dengan teteh, apa yang akan teteh bilang.
Menurut mereka lagi, mungkin teteh gak akan jadi menyeramkan kalau kami sudah mengenalnya lebih jauh.
Ada-ada aja..
“Oke, terserah kalian, pokoknya gw tetap gak setuju. Apapun rencana kalian dengan papan itu, tolong acaranya
dilakukan kalau gw sedang gak ada di rumah..” begitu omongan gw setelah kami baru aja selesai “meeting”.
Satu, gw takut..
Dua, gw gak mau setelahnya bakal ada masalah, takut nanti tiba-tiba ada yang kesurupan, atau hal jelek lainnya.
Tiga, tau dari mana kalau yang datang nantinya benar-benar teteh? Kalo bukan gimana?
Tapi walaupun begitu, mereka tetap akan melaksanakannya dengan kebulatan tekad, tanpa gw..
Ya sudah..
**
29
“Jam satu-an deh kayanya, knapa emang Ndo?” jawab gw dengan tanya.
“Semalam kami sudah coba menggunakan papan Ouija itu Brii..” timpal Irwan sambil cengengesan.
Jadi ternyata, Nando, Doni, Irwan, dan bang kopral, malam sebelumnya sudah menggunakan papan Ouija untuk
mencoba berkomunikasi dengan teteh.
“Gak terjadi apa-apa Brii, teteh gak datang, gak ada komunikasi apa-apa. Gak tau tuh knapa..” Nando sedikit
menjelaskan.
Iya, mereka gagal pada percobaan pertama menggunakan papan itu, gak membuahkan hasil apapun, teteh gak
terlihat aktifitasnya, apalagi berkomunikasi.
Agak sedikit lega gw mendengarnya.
“Sudahlah, gak usah dilanjut lagi. Gw takut ada kejadian gak enak nantinya” lanjut gw.
Tapi walaupun begitu, ada sedikit rasa penasaran juga dalam hati gw, knapa teteh kok gak datang. Karna, dengan
sifat teteh yang sudah cukup kami kenal, harusnya beliau “datang” kalau kami undang, harusnya begitu.
“Hmmm.., ngomong-ngomong, semalam Memi atau Sisi ada gak di rumah?” tanya gw, masih di meja makan.
“Lengkap, mereka berdua ada di lantai dua, gak ikutan main Ouija. Knapa emang Brii..?” tanya Nando.
“Kalian ini gimana sih, pantesan teteh gak muncul, kaya yang baru kenal teteh aja..” timpal gw.
Begitulah, sepanjang yang kami tau, teteh paling jarang muncul kalau Sisi dan Memi ada di dalam rumah, kami gak
tau knapa.
Yang bisa gw hitung ada dua kejadian seram yang melibatkan Teteh, Memi, dan Sisi, kejadian yang sangat
menyeramkan.
26
Dan mereka langsung merencanakan untuk melakukan percobaan kedua, tentu saja menunggu saat Sisi dan Memi
gak ada di rumah.
**
32
“Waaahh…, tidur aja lo Brii ah, udah jam sebelas ini..” Tiba-tiba Nando masuk kamar, merusak ketenangan.…Lihat
Lainnya
26
Setelah selesai makan malam, Nando dan Doni berbincang di ruang tengah, tentu saja membicarakan rencana yang
akan mereka lakukan beberapa jam lagi, hanya tinggal menunggu kedatangan bang kopral.…Lihat Lainnya
28
Papan Ouija berbahasa Indonesia sudah tergelar rapih di atas meja, lengkap dengan beberapa pucuk bunga melati,
yang menurut mereka adalah bunga kesukaan teteh.
Lampu utama dimatikan, ruangan menjadi gelap, hanya mengandalkan sinar lampu yang berasal dari dapur dan
ruang makan.
Sebelumnya Nando sudah menyusun daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada teteh, tertulis di atas secarik
kertas.
Jadi, papan Ouija memiliki huruf antara “A” sampai “Z”, angka “0” sampai “9”, dan kata “Iya” dan “Tidak”, pada
permukaannya.
Nantinya para peserta permainan memegang papan kecil berbentuk bulat yang nantinya digunakan “Arwah” yang
datang untuk berkomunikasi, dengan cara menggerakan papan kecil itu menunjuk ke huruf-huruf yang ada dan
membentuk kata atau malah kalimat.
Setelah semuanya sudah dinyatakan siap, mereka bertiga mulai malakukan prosesi..
Ketiganya memegang papan kecil yang ada di atas papan yang besar, menunggu sampai benda itu bergerak ke arah
huruf atau angka yang “Dia” mau.
Sudah hampir pukul 10 malam, tapi suasana sudah sangat sepi dan mulai mencekam..
“Teteh ada lagi di rumah ini gak..?” bang kopral membuka pertanyaan,
Gak ada pergerakan apapun, papan kecil hanya diam pada tempatnya.
Mereka bertiga hanya bisa terdiam menunggu, dengan rasa takut yang sudah mulai muncul di benak masing-masing.
“Teh..? ada di sini bareng kita gak?” sekali lagi bang kopral bersuara, sementara nando dan Doni hanya terdiam dan
sudah mulai menunjukkan wajah ketakutan.
Suasana semakin mencekam, ketika tiba-tiba ada angin berhembus yang berasal dari bagian belakang rumah..
Nando dan Doni mulai terlihat panik, sementara bang kopral malah tersenyum kecil..
Kemudian papan kecil yang mereka pegang bersama itu mulai bergerak perlahan, menurut mereka papan bergerak
sendiri tanpa ada yang mengarahkan, ke arah pojok kiri atas papan yang ada tulisan “Iya”.
Nando dan Doni mulai berfikir untuk menghentikan permainan, mereka ketakutan..
“Tenang, ini baru sebentar, jangan takut..” bang kopral coba menguatkan mereka berdua.
Sementara bang kopral tetap ingin melanjutkan permainan, dan mulai akan mengajukan pertanyaan berikutnya.
Tiba-tiba Doni berdiri, “Gw gak kuat, gw takut ah, gw udahan ya..” dan dia langsung pergi ke kamarnya, gak
memperdulikan reaksi dari Nando dan bang kopral.
38
“Teh, lanjut gak Teh?” Tanya bang kopral dengan sedikit bercanda.
Papan kecil bergerak, kali ini bergerak cepat, tapi menuju ke kata “Tidak”..
Nando langsung mengangkat tangannya dari atas papan, mundur menjauh dari meja. Bang kopral juga mengikuti,
kali ini wajahnya sudah terlihat sedikit ketakutan.
Tiba-tiba, “BRAAAKK..!!, terdengar pintu kamar mandi, yang ada di sebelah kiri mereka, ada yang membanting
dengan keras.
Mereka kaget, dan mengarahkan pandangan ke kamar mandi, gak terlihat apa-apa..
23
o Suka
o · Balas
o · 28m
• Fitri Shilla Kemudian terdengar sayup-sayup suara cekikikan perempuan dari dalam kamar kosong sebelah
kamar gw, kami menyebutnya sebagai kamar teteh.
Dan terdengar lagi suara keras, kali ini terdengar dari dalam kamar, “BRAAAKK..!!!” seperti suara pintu lemari
dibanting.
Setelah itu sambung menyambung muncul suara beberapa benda dibanting, benda-benda yang ada di dalam kamar
teteh.
Teteh terdengar sedang mengamuk, dan menurut Nando, baru kali itu dia melihat wajah bang kopral terlihat
ketakutan.
“Teh, jangan marah teh, kami minta maaf, kami berhenti ya, gak main Ouija lagi..” bang kopral berbicara ke arah
kamar.
Tiba-tiba suasana menjadi hening seketika, gak ada suara-suara benda dibanting lagi.
“Bang, kita ke kamar Doni yuk, kumpul di situ aja..” Ajak Nando dengan suara ketakutan.
“Lo aja deh, gw pulang aja..” jawab bang kopral, masih terlihat ketakutan.
Setelah itu, Nando langsung ke kamar Doni, sementara Bang kopral pulang ke rumahnya.
**
Nando dan Doni sangat penakut, mereka menjadi semakin ketakutan ketika menyadari bahwa hanya tinggal mereka
berdua yang ada di dalam rumah, setelah bang kopral pulang.
Ditambah suasana yang masih mencekam, setelah kejadian papan Ouija tadi.
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas lewat, ketika dari dalam mereka mendengar suara tawa teteh di lorong depan
kamar.
Suaranya terdengar jelas, tertawa cekikikan. Pintu dalam keadaan terkunci, mereka berharap dan berdoa semoga
Teteh tetap “beraktifitas” di luar kamar..
23
Nando dan Doni semakin ketakutan, tapi tetap saja gak berani berbuat apa-apa.
Gak lama, pintu samping rumah, yang letaknya di depan kamar Asep, seperti ada yang membuka.
Tetap saja, mereka berdua belum berani membuka pintu kamar untuk memastikan.
Setelah itu, pintu kamar Asep terdengar terbuka. Mereka berfikir, kemungkinan besar itu benar-benar Asep yang
pulang.
Belum, mereka berdua belum juga berani membuka pintu kamar, memilih membiarkan Asep tetap di kamarnya.
Kalau itu benar Asep..
Selama beberapa menit suasana hening dan sepi, gak terdengar suara apapun.
**
Setelah sudah berada di kamar Doni, Asep bilang dia melihat teteh di ruang tengah.
Sebelum masuk rumah, Asep menyempatkan mengintip ke dalam, karena mendengar ada suara tawa perampuan
yang terdengar dari dalam. Makanya setelah itu dia memutuskan untuk masuk dari pintu samping.
Bertiga mereka kumpul di kamar Doni. Ketiganya ketakutan, karena setelah itu suara tawa dan tangis teteh kembali
terdengar, dan sesekali menghilang, kemudian muncul kembali, begitu seterusnya.
24
Sekitar jam 12 malam gw sampai dan langsung ke kamar. Menyalakan televisi dan merebahkan badan di tempat
tidur.
Rumah dalam keadaan sepi waktu gw sampai, entah memang rumahnya kosong atau penghuni lain ada di kamarnya
masing2, waktu itu gw gak tau.
Cukup lama gw berada di tempat tidur. Badan terasa sangat lelah setelah beraktivitas seharian.
Dan seperti biasanya, udara Bandung malam itu menusuk tulang, ditambah jendela kamar memang gw biarkan
terbuka.
Sekitar jam satu, gw berniat menuju ke dapur untuk ambil minum. Haus ternyata..
Gw beranjak berdiri dan membuka pintu, setelah pintu kamar terbuka sepenuhnya, gw kaget..
Gw melihat ada perempuan duduk di sofa ruang tengah. Karna gelapnya ruangan itu, gak terlalu jelas gw melihat
wajahnya, dan juga karna sebagian tertutup oleh rambut panjang yg terurai.
Dia berpakaian terusan panjang. Posisi duduknya tegak, tanpa bersandar pada sandaran kursi.
"Ah...Sisi ternyata kumat lagi, tidur kok sambil duduk di ruang tamu", gw berfikir perempuan itu adalah Sisi, karna
malam sebelumnya melihat dia tidur berdiri di halaman rumah kan..
Tanpa berfikir panjang gw melanjutkan langkah ke dapur untuk mengambil air minum.
Gw gak ada perasaan apa2 ketika selesai minum dan melihat Sisi masih duduk di sofa ruang tengah, dengan posisi
yg sama.
Gw gak mau membangunkan Sisi dari tidurnya, biar Memi aja nanti..
Karna suaranya emang terdengar pelan, gw sampai harus meyakinkan diri kalo itu emang suara ketukan pintu
kamar.
22
Dalam keremangan gw memperhatikan wajahnya, Lama kelamaan kalau gw perhatikan lebih seksama, sekilas wajah
itu gak terlihat seperti wajah Sisi..😁
Gw merinding ketakutan, tapi tetap mencoba meyakinkan diri sendiri kalo itu memang Sisi.. 😁
"Halo.., Sisi..km lagi dimana?" Tanya gw, seraya berharap Sisi Sedang berada di kamarnya.
"Mas Brii..., aku ada di Buah Batu, Memi menginap di rumah temannya.., ada apa Mas?"
Gw gambah ketakutan setelah berbicara dengan Sisi. Ketika masih sedikit shock, tiba2 pintu kembali terdengar
seperti ada yg mengetuk pelan.
Suara yg muncul berganti menjadi suara tangisan Teteh dari ruang tengah. Suaranya terdengar pelan dan
mengambang, antara ada dan tiada.
Setelah suara tangisan menghilang, tiba2 terdengar suara pintu kamar sebelah seperti ada yg membuka.
Dan kemudian.."Braakk..!" Pintu dibanting sangat kencang. Hampir loncat gw mendengarnya, kaget..
Suaranya keras banget, karna memang kamar itu ada di sebelah kamar gw persis.
Suara tangisan kembali terdengar, kali ini terdengar dari kamar sebelah.
Gw makin ketakutan, karna suara tangisan sesekali dibarengi dengan suara barang2 yg dibanting ke lantai. Sesekali
teteh tertawa cekikikan juga..😁
Beberapa menit serangkaian kejadian itu mengurung gw di kamar dalam keadaan sangat ketakutan.
Gw juga gak tau, sebelumnya gw gak pernah melihat Teteh sengamuk itu.
Setelah masuk kamar Doni gw kaget, karna ternyata ada Nando dan Asep. Mereka bertiga tidur di situ.
Setelah itu kami ngobrol panjang lebar. Saat itulah gw tau, kalau ternyata ketika gw pergi, mereka bertiga plus bang
Kopral bermain Ouija Board di ruang tengah.
Akhirnya kami memutuskan untuk tidur di kamar Doni, gak berani keluar kamar sampai pagi menjelang.
Teh Yanti, seorang ibu ber-anak satu yang tinggal dekat rumahteteh. Letak rumahnya di ujung paling
depan gang, tepat di pinggir jalan utama, hanya berjarak sekitar 40 meter dari rumahteteh.
Seorang perempuan yang berparas cukup cantik, waktu itu berumur sekitar 35 tahun.
Dia memiliki warung makan yang dikelolanya sendiri, warung yang berdiri di halaman depan rumahnya.
Masakan sunda menjadi andalannya, dia memasak makanan jualannya sendiri tanpa bantuan siapun.
Harus diakui, hasil masakannya cukup enak.
Dan iya, bisa ditebak, kalau warung makan miliknya itu menjadi langganan kami. Disamping memang
masakannya enak, harganya juga cukup ramah dengan kantong mahasiswa.
Ditambah, teh Yanti orangnya sangat ramah dan baik hati, gak butuh waktu lama bagi kami untuk
mengakrabkan diri.
Warung makan teh Yanti tergolong cukup ramai pembeli, jadi bukan hanya kami yang menjadi pembeli
tetap.
Kebanyakan pembelinya berasal dari lingkungan sekitar.
Warungnya berbentuk seperti layaknya warung makan kebanyakan, dibangun semi permanen berbahan
dasar bambu.
Cukup besar dan nyaman tempatnya, karna itulah kami sering menghabiskan waktu di warung itu hingga
malam, walau hanya sekedar minum kopi.
Oh iya, gw mau cerita sedikit tentang teh Yanti.
Walaupun terlahir di Bandung, tetapi sejak kecil dia tinggal di Jakarta, ikut dengan tantenya. Hanya
sesekali teh Yanti kecil mengunjungi rumah orang tuanya di Bandung, biasanya pada waktu libur sekolah.
Beliau baru pindah dan menetap di Bandung setelah dewasa, ketika berpisah dari suaminya.
Kembali ke Bandung dan menempati rumah orang tua, rumah yang pada akhirnya menjadi tempat dia
mendirikan warung makan.
Ayah teh Yanti sudah lama meninggal, sedangkan ibunya tinggal di rumah adiknya yang tinggal di daerah
Margahayu, masih di Bandung juga.
Teh Yanti mulai membuka warung kira-kira setelah hampir satu tahun kami tinggal di rumahteteh.
• Gw bingung, tapi memutuskan untuk gak ambil pusing dan langsung mengambil makanan.
Oh iya, di warung teh Yanti, gw dan teman-teman penghuni rumah teteh sudah biasa mengambil makanan sendiri
sesuai selera, self service lah ceritanya.
22
o Suka
o · Balas
o · 28m
• Fitri Shilla Warung sudah mulai sepi ketika gw selesai makan, hanya tinggal beberapa orang yang masih
duduk di kursinya.
Masih penasaran dengan omongan teh Yanti ketika gw baru datang tadi, akhirnya gw membuka perbincangan.
“Teh, kok tadi bilang saya mau makan yang kedua kali?” tanya gw.
“Kamu tuh gimana sih, kan tadi teteh udah kirim makanan buat kamu dan Sisi. Adit yang antar makanannya ke
rumah jam sebelas tadi.” Jawab teh Yanti, terlihat yakin.
27
Hmmm…
27
Kalau teh Yanti sedang senggang dan gak terlalu sibuk, maka dia yang mengantarkan sendiri makanan pesanan
kami.
Tapi kalau dia sedang gak bisa, Adit yang bertugas mengantarkan makanan.
24
26
“Adit, tadi waktu nganter makanan, yang bukain pintu siapa?” tanya gw penasaran.
“Yang buka pintu Teteh, yang ambil makanan Teteh, yang kasih uangnya juga Teteh..” Adit menjawab dengan
lancar.
26
Sembunyikan atau laporkan ini
“Teteh itu siapa Brii?” tanya teh Yanti membuyarkan lamunan gw.
“Oh, itu temannya Sisi teh, kebetulan sedang ada di rumah” jawab gw menutupi dengan menjawab sekenanya, karna
gw sendiri masih kaget mendengar cerita Adit.
25
Dan yang lebih aneh lagi, gw melihat di meja makan ada dua bungkusan nasi berada di atas piring.
21
Gw ambil kesimpulan kalau dua bungkus nasi itu adalah makanan yang diantarkan oleh Adit sebelumnya.
Penasaran, gw membuka bungkusan itu, dan benar, di dalamnya berisi nasi dan lauk pauknya.
27
Gw gak berani melihat langsung, tapi dapat dipastikan itu adalah Teteh, yang hanya berdiri diam tak bergerak, tanpa
mengeluarkan suara sedikitpun.
27
Teh Yanti sering berkunjung ke rumah teteh, gak selalu ketika harus mengantarkan pesanan makanan, tapi kadang
memang hanya ingin berbincang dengan penghuni rumah.
31
Kami banyak berteraksi dengannya hanya ketika sedang di warungnya aja, entah ketika sedang makan atau pun
sekedar minum kopi.
28
Jadi, sewaktu kecil, entah alasannya apa, Teh Yanti dititipkan ke tantenya yang tinggal di Jakarta.
Sedangkan orangtuanya tetap tinggal di Bandung, di rumah yang teh Yanti dirikan warung nasi di halamannya.
26
"Kalo gitu, tahun 80an teh Yanti udah sering main ke sini dong ya..?" Tanya gw penasaran.
"Oh iya Brii, biasanya libur sekolah aja. Bisa satu bulan tinggal di rumah ini," jawab teh Yanti.
23
"Kenal, waktu tahun 80an kan teteh sudah SMP. emang ada apa Brii?" Jawab teh Yanti yang diakhiri dengan
pertanyaan.
Menurut informasi yang sebelumnya gw dapatkan, rumah teteh itu mulai kosong sejak akhir tahun 80an, setelah itu
cukup lama kosong dan gak ter-urus. Baru terisi lagi setelah dijadikan rumah kost oleh pemiliknya yang baru.
25
**
25
Banyak kejadian-kejadian aneh dan menyeramkan yang kami rasakan. Sudah banyak kengerian-kengerian yang
kami lewati bersama.
25
Kami merasa sudah seperti "keluarga", walaupun pada setiap kejadian yang melibatkan Teteh kami masih ketakutan,
masih ngeri.
23
Oh iya, nantinya di skripsi gw tertera ucapan terima kasih buat teteh, karena telah sering menemani dalam
pengerjaannya. :)
Ditemani oleh teteh kadang membuat gw terjaga sepanjang malam, membuat pengerjaannya lebih cepat selesai.
39
Pada waktu itu, gw melihat ada yang aneh dari teh Yanti.
Teh Yanti yang tadinya sering berkunjung ke rumah teteh, entah untuk mengantar makanan atau sekedar ingin
ngobrol, belakangan gw perhatikan dia gak pernah datang lagi.
25
Gw sempat tanya ke Sisi dan Memi mengenai hal ini, mereka bilang gak tau, teh Yanti gak bilang apa-apa.
24
Kecuali Irwan..
Dengan gaya khasnya Irwan bilang, "Mungkin teh Yanti ketemu teteh, jadi ketakutan dia...hehe" begitu katanya.
24
24
Sambil menghabiskan makan malam, gw sengaja menunggu warungnya sepi, menunggu saat yang tepat untuk
berbincang dengan teh Yanti, dan menanyakan tentang kenapa dia gak pernah lagi mampir ke rumah teteh.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
Teh Yanti adalah tipikal orang yang senang bercerita tentang apapun, sering kali gw hanya menjadi pendengar yang
baik, perbincangan hampir selalu beliau yang lebih banyak bercerita.
26
"Teh, knapa belakangan ini gak pernah mampir lagi ke rumah? Ada apa teh?"
Teh Yanti langsung terdiam, air mukanya langsung berubah, yang tadinya berseri-seri mendadak menjadi datar
tanpa ekspresi. Gw menyadari gelagat yang aneh ini.
24
Setelah menarik napas sebentar, akhirnya teh Yanti bilang, "gak ada apa-apa Brii, teteh sibuk aja di warung, udah
mulai rame banget kan", katanya sambil melepas senyum yang tampak dipaksakan.
27
"Sebenarnya, teteh gak mau cerita, takut kalian jadi gak betah tinggal di rumah itu. Teteh gak mau seperti itu.."
begitu katanya.
26
"Yasudah kalau begitu, teteh akan ceritakan semuanya. Tapi kamu janji ya, jangan sampe kalian tiba-tiba langsung
pindah semua.." begitu teh Yanti bilang.
**
Sekitar dua bulan sebelumnya, pada suatu malam, teh Yanti sedang membereskan warungnya yang memang sudah
mau tutup.
Teh Yanti langsung masuk ke dalam rumah untuk menerima telpon tersebut.
Perbincangan di telpon itu terjadi sangat singkat, hanya beberapa kalimat aja.
27
"Yanti, bisa mampir ke rumah gak? Temani aku dong, di rumah sepi.."
Awalnya teh Yanti bingung, siapa perempuan di ujung telpon itu. Tapi beberapa detik kemudian teh Yanti menebak
kalau itu adalah Sisi.
22
Sembunyikan atau laporkan ini
Tapi ada yang aneh dengan perbincangan tadi, Sisi memanggil teh Yanti hanya dengan sebutan "Yanti" bukan "teh
Yanti" seperti biasanya.
Teh Yanti sempat bertanya-tanya mengenai itu, tapi akhirnya memutuskan untuk gak ambil pusing.
Setelah selesai membereskan warung, teh Yanti langsung berangkat ke rumah teteh yang jaraknya cukup dekat
dengan rumahnya, sendirian.
30
Gak berfikir macam-macam, teh Yanti berjalan ke pintu depan, dan mengetuknya.
Tapi tiba-tiba pintu terbuka sendiri, gak terbuka penuh, hanya sebagian. Tampak terbukanya seperti ditiup angin.
Teh Yanti melanjutkan berjalan ke ruang tengah, keadaannya sama, gelap dan kosong, hanya sedikit cahaya dari luar
yang membantu penglihatannya.
26
Teh Yanti sempat untuk mengurungkan niat dan pulang, karna dia pikir rumah dalam keadaan kosong. Ditambah
perasaannya mulai gak enak..
Sempat beberapa saat teh Yanti berdiri di ruang tengah sambil memperhatikan seisi rumah.
25
24
Langsung menghentikan langkah, teh Yanti menjawab, "iya Si.., teteh kira gak ada siapa-siapa.."
24
Perlahan teh Yanti menaiki tangga itu satu persatu di dalam gelap..
Di depan meja dan kursi itu ada lorong buntu. Di sebelah kanan lorong ada dua pintu kamar, masing-masing kamar
Memi dan Sisi.
27
Menurutnya, saat itu dua kursi kayu di depan tangga terlihat kosong, kedua pintu kamar juga tertutup.
21
"Assalamulaikum, Sisi...ini Teh Yanti..." teh Yanti kembali mencoba memanggil Sisi..
24
Tiba-tiba..
"Yanti.."
22
Teh Yanti langsung diam membisu, badannya kaku gak bisa bergerak, ketika dia melihat kursi kayu yang tadinya
kosong, tiba-tiba sudah ada yang duduk di atasnya..
21
Walaupun sebagian wajah perempuan itu tertutup rambut panjang, dan ditengah redupnya lampu ruangan, teh Yanti
dapat melihat wajahnya cukup jelas.
Perempuan itu terlihat tersenyum memandang teh Yanti yang masih saja diam gak bisa bergerak.
Kaku, kaki teh Yanti seperti mati rasa, gak bisa digerakkan.
30
Teh Yanti perlahan mengangkat wajahnya, dan menatap ke arah perempuan itu berada.
26
Perlahan teh Yanti berhasil memaksa tubuhnnya untuk berdiri, dan berjalan menuruni tangga..
Mempercepat langkahnya menuju pintu keluar, tanpa berani sedikitpun melihat ke belakang.
29
Beberapa hari setelah kejadian itu, teh Yanti pergi berkunjung ke rumah adiknya di Margahayu, untuk menemui
ibunya. Dan mencari tau tentang perempuan yang dia lihat di rumah teteh.
26
Teh Yanti langsung teringat masa kecilnya yang sering berkunjung ke lingkungan rumah teteh. Yang membuat teh
Yanti langsung ingat siapa dia.
Menurut ibu teh Yanti, perempuan itu meninggal di rumahnya sendiri, cukup menyedihkan prosesnya..
28
23
"Ini perempuan itu Brii.." teh Yanti menunjukan satu poto yang berisi beberapa orang. Jarinya menunjuk ke
perempuan yang cukup cantik, rambut panjang terurai dengan senyum di wajahnya.
27
"Namanya Helena..,dulu orang-orang di lingkungan sini memanggilnya dengan panggilan Teh Lena..."
•
• Tapi gw penasaran, pingin tau apa yang akan dilakukan om Deni di luar.
Sebelum menutup pintu, gw melihat ke luar kamar. Gw lihat om Deni duduk di meja makan, duduk di kursi yang
ada di sebelah kanan, duduk menghadap dapur.
Ruang tengah, meja makan, dan dapur dalam kondisi gelap. Kami memang sengaja mematikan semua lampunya
dari awal datang tadi.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
Tapi di hadapannya gak ada siapa-siapa, om Deni sendirian di meja makan, sendirian di ruangan itu.
23
"Sini Brii..., gabung sini, ajak Irwan sekalian. Gak apa-apa, supaya kalian semakin kenal.."
28
Itu teteh..
25
Senyum tipis terlihat menghiasi wajah pucatnya. Kali ini dia berpakaian terusan berwarna putih, tetap dengan motif
bunga.
21
Masih tetap berdiri diam, perlahan tangan gw mendorong pintu. supaya tertutup.
25
Gw gak berani..
23
25
22
Sayup-sayup terdengar suara, suara yang ketika itu sudah sangat familiar, suara logat sunda yang sangat pelan dan
lembut,
25
Sesekali om Deni terdengar berbicara juga, kalimatnya lebih banyak seperti pertanyaan.
22
25
Sekali lagi, tiba-tiba semerbak wangi bunga kembali tercium menyengat di dalam kamar.
Ketika itu pula, gak terdengar lagi suara dari luar, entah itu suara teteh maupun om Deni.
Hening dan sepi..
24
23
“Trus teteh kemana om?” Irwan penasaran, masih dengan selimut yang membalut tubuhnya.
“Ya gak tau, mungkin di kamarnya. Besok ajalah om ceritanya ya.." kata om Deni menutup perbincangan.
25
Tapi, yang biasanya kalau gak ada Memi atau Sisi, teteh akan muncul dengan tawa atau tangisnya, malam itu kami
bisa tidur nyenyak. Gak ada gangguan apapun, gak ada suara apapun.
25
Hari sabtu itu gw ada kuliah pagi. Begitu juga dengan Irwan, hari itu ada kuliah.…Lihat Lainnya
24
rumah teteh masih sepi, penghuninya masih hanya ada gw dan Irwan, ditambah dengan om Deni yang rencananya
baru akan pulang ke Lampung pada hari minggu keesokan harinya.
Entah hanya sugesti aja atau gimana, suasana rumah waktu itu terasa lebih tenang dan adem.
24
Begitu juga dengan Irwan, dia terlihat berani kesana kemari tanpa terlihat takut, bahkan berani masuk ke kamar teteh
dengan maksud mencari sesuatu.
33
Tapi memang iya, sore itu suasana rumah gak terlalu mencekam.
24
Perbincangan dengan topik yang gak ada habisnya, tapi tetap saja pada akhirnya akan menyinggung tentang Teteh
juga.
24
“Kalian gak perlu takut sama teteh, dia baik dan gak pernah bermaksud mengganggu.” Lanjut om Deni.
Ah tetap aja, kami mana bisa gak takut, teteh kan sudah bukan manusia lagi.
Walaupun menurut om Deni teteh gak pernah bermaksud mengganggu, tetap aja kami merasa takut.
26
Irwan langsung masuk ke dalam kamarnya, malam itu dia sudah berani tidur sendirian.
22
Cukup lama kami berbincang, yang sepertinya gak pernah kehabisan bahan perbincangan.
Di tambah, kalo udah ada om Deni, dalam situasi dan kondisi apapun gw akan menjadi lebih tenang.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
23
Gw menoleh ke arah om deni, yang duduk sebelah kanan gw. Om Deni tersenyum.
24
“Gak usah takut, kamu harus belajar untuk jangan takut, gak akan kenapa-kenapa” begitu kata om Deni.
Gak, gw gak bisa menuruti kemauannya, gw tetap merinding ketakutan, bulu kuduk
tetap berdiri semua, jantung tetap berdetak gak beraturan.
23
Tiba-tiba,
Tangan kiri gw terasa dingin sekali, seperti ada es yang menempel. Gak berani menoleh ke arah kiri, karena gw
takut teteh ada di situ.
Gw langsung mengubah posisi duduk menjadi menyamping, hanya memandang om Deni yang matanya terlihat
memandang ke arah belakang gw duduk, sambil tersenyum.
30
24
25
Dalam keadaan mata terpejam, gw masih mencium wangi bunga yang sangat kuat, yang menandakan kalau
sumbernya amat sangat dekat.
23
24
Masih dalam keadaan ketakutan ditambah dengan suasana mencekam, akhirnya pelan-pelan gw melihat dengan
mata terbuka..
23
Dari sudut mata, gw melihat teteh berdiri tepat di sebelah kiri gw duduk.
“Gak apa-apa Brii, lihat teteh, kamu harus berani..” kembali om Deni bicara.
25
Rambut panjang terurai, menutupi sebagian wajahnya, wajah yang sedikit menunduk tanpa ekspresi.
24
Gw gak mampu berkata apa-apa, gak bisa berbuat apa-apa. Tangan kanan semakin kuat menggenggam tangan om
Deni.
Gw tetap ketakutan.
22
Gak berapa lama kemudian, teteh membalikkan badan, dan terlihat bergerak pelan menuju pintu kamarnya,
kemudian menghilang.
29
Di dalam kamar, gw gak bisa tidur hingga subuh menjelang, sedangkan om Deni tidur dengan nyenyaknya.
Kejadian malam itu adalah peristiwa yang memiliki kesan mendalam buat gw, walau hanya sebentar tapi banyak
makna.
23
Semuanya..
27
"Gak mau pulang besok-besok aja om, sekalian liburan. Kan belum sempat jalan-jalan..,"
Kecewa gw mendengarnya..
26
"Waktu malam pertama, apa yang om Deni dan teteh perbincangkan di meja makan sih om?" Tanya gw penasaran.
21
24
"Teteh hanya ingin berteman, dia suka melihat kelakuan kalian yang gak pernah berbuat macam-macam.."
27
22
Gw melihat ada secarik kertas yang tergeletak di atas tempat tidur. Padahal gw yakin, sebelum berangkat, gak ada
benda apapun di atas tempat tidur.
22
24
Aneh..
24
Yang membuat gw penasaan banget, karena pada kertas itu tertulis satu kata: "Berteman.."
• Pada awalnya, ketika mulai menyadari tentang keberadaan teteh, kami gak pernah bercerita tentang kejadian-
kejadian seram dan aneh yang kami alami kepada mereka.
Memutuskan untuk gak bercerita, dengan tujuan agar mereka gak ketakutan. Gak mau mengambil resiko, kami
memilih diam.
Karena kami pikir, toh teteh gak pernah menampakkan sosoknya ketika Memi dan Sisi sedang berada di rumah.
26
Tapi ternyata tanggapan Sisi dan Memi di luar perkiraan, kami cukup terkejut mendengarnya,
Benar-benar kaget..
30
Umur mereka hanya berbeda satu tahun lebih. Berkuliah pada satu almamater tetapi beda fakultas.
Hingga pada akhirnya, Tante Lusi dan Om Aan sebagai orang tua mereka, berniat akan membeli rumah untuk
tempat tinggal mereka selama berkuliah di Bandung.
30
Maka tanpa dikomando, mereka langsung mulai mencari rumah yang menurut mereka akan cocok dan nyaman
untuk ditempati.
Tante Lusi dan om Aan menyerahkan sepenuhnya kepada kedua anaknya itu untuk memilih rumah yang akan dibeli,
jadi yang pada akhirnya memutuskan rumah teteh sebagai tempat tinggal, murni adalah keputusan Memi dan Sisi,
om Aan dan tante Lusi setuju-setuju saja.
Proses pencarian rumah juga gak terlalu lama, rumah teteh adalah rumah ketiga yang mereka kunjungi untuk
disurvey.
Menurut informasi yang mereka dapatkan, kalau rumah tersebut akan dijual. Rumah yang akan dikunjungi ini
terletak di daerah Cigadung, jalan yang mengarah ke daerah Dago.
Ini adalah rumah kedua yang menjadi sasaran survey, rumah pertama gagal, karena menurut mereka kondisi
rumahnya kurang bagus.
29
Terletak pada salah satu dataran tinggi di kota Bandung, jadi udara masih cukup dingin dan sejuk.
Melihat rumahnya, Mereka sebenarnya cukup cocok, dan mulai berpikir untuk menjadikan rumah tersebut sebagai
rumah yang akan dipilih.
28
Tampaknya, 99% mereka akan memilih rumah itu, dan segera menghubungi orang tua mereka untuk
memberitahukan bahwa mereka sudah mendapatkan rumah yang akan dibeli.
Setelah selesai survey dan berbincang cukup lama dengan pemiliknya, mereka pamit pulang.
27
Intinya, mereka cocok dengan rumah itu, dan gak sabar untuk segera memberitahu orang tua mereka tentang hal ini.
25
Tiba-tiba motor yang mereka tumpangi mogok, berhenti tepat di depan salah satu jalan kecil di sekitar daerah
Cikutra.
24
Memi dan Sisi mendorong motor ke dalam mulut jalan itu, dan berhenti tepat di bawah gapura kecil yang sudah
terlihat kusam.
“Kenapa tiba-tiba motor mogok ya?, kan kakak baru kemarin servis.” Ucap Sisi dengan nada sedikit kesal.
24
“Aku jalan deh Kak, siapa tau di sekitar sini ada bengkel.” Memi berinisiatif untuk mencoba mencari bengkel.
25
Memperhatikan sekitar, Sisi tersadar kalau ternyata jalan itu sangat sepi, hanya sesekali orang melintas melaluinya.
23
Ketika sudah cukup lama Sisi menunggu Memi yang tak kunjung datang, tiba-tiba sudah ada perempuan yang
berdiri di sampingnya.
26
Perempuan berumur sekitar 30an yang berwajah cantik, berambut panjang dengan kulit kuning langsat, berpakaian
baju panjang warna putih bermotif bunga.
Cukup kaget Sisi melihat perempuan itu, karena dia benar-benar gak menyadari kehadirannya.
25
24
Perempuan itu menunjuk ke arah rumah yang jaraknya hanya sekitar 30 meter dari tempat mereka berdiri.
27
“Itu rumah siapa teh, rumah teteh?” Tanya Sisi sedikit penasaran.
“Itu ada nomor telpon yang bisa dihubungi kok, tertulis di tembok depan rumah.” ucap perempuan itu tanpa
menjawab pertanyaan Sisi.
27
Perempuan itu mengangguk tersenyum, kemudian menjauh, berjalan ke arah rumah yang dia tunjuk tadi.
25
Sekali lagi Sisi terkejut karena tiba-tiba Memi sudah berdiri di sampingnya.
“Aku lihat dari jauh, tadi kakak seperti sedang bicara sendirian, aneh kakak ini..”
“Siapa yang bicara sendirian, kakak ngobrol dengan perempuan itu kok..” Jawab Sisi sambil menunjuk ke arah
perempuan yang baru saja bicara dengannya.
28
“Mungkin dia sudah masuk ke rumahnya.” Jawab Sisi, yang akhirnya jadi ikut sedikit bingung.
“Oh iya dek, tadi perempuan itu bilang, kalau rumah itu akan dijual, kita lihat yuk sebentar, siapa tau bagus. Gak ada
salahnya kan” Sisi menunjuk salah satu rumah yang ada di sebelah kanan jalan,
Sambil mendorong motor, mereka berdua berjalan mendekat ke rumah yang dimaksud oleh perempuan tadi.
28
Rumah berlantai dua dengan halaman yang cukup luas, terlihat agak kusam, seperti sudah lama tidak ditempati.
Rumah itu terlihat harus dicat ulang dan diperbaiki pada beberapa bagian, tapi struktur bangunannya masih tampak
kokoh.
24
Dan pastinya, rumah itu terlihat sangat nyaman, Sisi seperti langsung jatuh hati.
“Ya sudah kak, itu ada nomor telpon yang bisa dihubungi.” Memi mencatat nomor telpon yang terpampang di
tembok depan rumah.
23
Aneh, mesin motor menyala normal, seperti gak pernah mogok sebelumnya.
Mereka berdua berpandang-pandangan, “kok Bisa..?” begitu pertanyaan yang timbul di benak keduanya.
25
Kenapa motor tiba-tiba mogok dan kemudian tiba-tiba bisa hidup kembali?
Kebetulan?
22
Singkat cerita, sekitar jam tujuh malam mereka berdua sudah berada di depan rumah, menunggu sang pemilik
datang.
23
Gak terlalu lama, ketika tiba-tiba ada mobil yang berjalan mendekat.
Dari dalamnya keluar seorang bapak yang langsung menghampiri mereka seraya memperkenalkan diri.
24
“Iya pak, saya Sisi, ini adik saya Memi” Sisi menjawab sambil menjulurkan tangan mengajak bersalaman.
Setelah berbincang singkat, Pak Trisno mengajak Sisi dan Mimi untuk langsung masuk ke dalam rumah.
24
Debu tampak menutupi hampir setiap sudut ruangan, seperti sudah lama tidak dimasuki manusia.
Tapi walaupun begitu, udara di dalam rumah terasa nyaman dan sejuk, tidak pengap seperti layaknya rumah yang
sudah lama kosong.
24
"Kebetulan saya dan keluarga memang sejak lama ingin tinggal di Bandung” Pak Trisno membuka perbincangan.
“Terus, kenapa Pak Trisno menjualnya lagi? Kan belum lama bapak membelinya.” Tanya Sisi penasaran.
25
“Syukurlah, Perusahaan mengerti dengan keadaan saya, dan memenuhi permintaan saya agar dimutasi kembali ke
Jogyakarta.”
25
“Terus, kenapa rumah tampak berdebu pak?, seperti sudah lama gak berpenghuni, Bapak gak tinggal di rumah ini
selama di Bandung?" Tanya Memi penasaran.
“Hmmmm.., setelah anak dan istri saya kembali ke Jogja, saya mengontrak rumah yang lebih kecil. Saya gak bisa
tinggal sendirian di rumah sebesar ini.” Begitu penjelasan pak Trisno.
Beberapa bagian dari penjelasan pak Trisno memang agak membingungkan, tapi Memi dan Sisi gak terlalu
memikirkan hal itu.
27
Alasan yang paling besar adalah karna harga yang ditawarkan jauh lebih murah dari pada rumah yang di Cigadung,
dengan luas tanah dan bangunan yang jauh lebih besar pula.
25
Tangga yang kokoh mengantarkan langkah mereka bertiga untuk naik, tangga yang pada kanan kirinya adalah
tembok.
Di ujung tangga sebelum berbelok ke kiri, ada lukisan bunga yang berwarna-warni, lukisan besar itu sudah terlihat
agak kusam tapi masih indah dipandang mata.
24
“Nggak neng, itu sudah ada sebelum saya membeli rumah ini.” Jawab pak Trisno.
Pak Trisno bilang, dia suka dengan lukisan itu, sayang kalau harus dibuang atau dijual. Dan memang benar, menurut
Sisi dan Memi lukisan itu memang bagus.
25
Yang pertama ditemui adalah sepasang kursi kayu jati berwarna gelap yang mengapit meja yang bundar.
23
Hanya ada satu kamar yang memiliki toilet, tapi masing-masing memiliki akses menuju balkon.
24
Pak Trisno cukup antusias menjelaskan dan memberikan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang keluar dari mulut
Sisi dan Memi, tampak sekali dia sangat menginginkan agar rumahnya cepat terjual.
25
“Ada beberapa neng, tapi semuanya mundur tanpa alasan yang jelas. Ya saya gak bisa memaksakan..” Jawab pak
Trisno singkat.
Cukup lama di lantai atas, mereka akhirnya memutuskan untuk kembali ke lantai dasar, dan melanjutkan
perbincangan di bawah.
25
Dia selalu menghindar ketika mereka minta untuk masuk ke salah satu kamar, yaitu kamar yang ada di sebelah toilet
paling depan. Kamar agak kecil yang berjendela menembus ke ruang tengah.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
24
“Oh, itu lebih bagus neng. Jadi rame kan rumahnya ya.” Pak Trisno terlihat cukup lega mendengar informasi seperti
itu.
24
“Tolong dijadikan saja ya neng, saya sudah ingin cepat-cepat pulang ke Jogja. Saya jamin, neng sekeluarga gak akan
kecewa dengan rumah ini.” Begitu pak Trisno menutup pertemuan.
25
Tiba-tiba..
24
Sembunyikan atau laporkan ini
Sisi yakin, kalau perempuan itu adalah perempuan yang memberikan informasi mengenai rumah yang akan dijual,
sewaktu motor mereka mogok pada hari sebelumnya.
22
Sisi menghentikan motornya, kemudian tersenyum dan berkata: “Teh, terimakasih ya, saya baru aja ke rumah
itu.”…Lihat Lainnya
24
“Ini ada teteh yang kemarin memberi tahu tentang rumah itu dek,”
21
Benar saja, ketika Sisi memaling kan wajah kembali ke tempat perempuan itu berdiri, ternyata dia sudah gak ada di
tempatnya, sudah menghilang.
25
Seketika itu juga, Sisi langsung tancap gas meninggalkan tempat itu, menuju pulang.
Beberapa hari kemudian om Aan dan tante Lusi datang ke Bandung, tentu saja untuk membicarakan niat
mereka untuk membeli rumah.
Dari awal, mereka memang menyerahkan sepenuhnya pemilihan rumah yang akan dibeli kepada Sisi dan
Memi, hanya mengikuti kemauan kedua anaknya.
Tapi tentu saja, mereka ingin datang mengunjungi rumah itu terlebih dahulu, rumah yang sudah membuat
Memi dan Sisi jatuh hati.
***
Pak Trisno sudah menunggu di depan rumah ketika tante Lusi, om Aan, Memi, dan Sisi akhirnya tiba,
dengan senyum khasnya pak Trisno menyambut dengan ramah.
Setelah dipersilahkan masuk, mereka berbincang di dalam rumah, di ruang tengah.
Rumah sudah dalam keadaan bersih dan rapih, sangat berbeda keadaannya dengan waktu Sisi dan Memi
pertama kali datang, sepertinya pak Trisno sudah membersihkan dan merapihkannya terlebih dahulu.
“Pak, rumahnya bersih sekali ya, senang melihatnya. Dan di beberapa sudut rumah tercium wangi bunga,
memang ada tanaman bunga di sekitar sini ya Pak?” Tante Lusi membuka perbincangan ketika mereka
selesai berkeliling.
“Oh, memang ada beberapa tanaman bunga di taman belakang Bu. Dan ditambah juga saya tadi
menyemprotkan parfum aroma bunga, supaya segar saja.” Jawab pak Trisno.
Sisi melihat ada gelagat yang aneh dari pak Trisno ketika menjawab pertanyaan tante Lusi, dia terlihat
gugup dan gelagapan, seperti gak siap dengan jawaban dari pertanyaan itu.
Memang, menurut Sisi dan memi, di rumah itu beberapa kali tercium aroma wangi bunga yang hanya
selintas kemudian menghilang, di beberapa sudut ruangan.
Wangi bunga yang mereka gak tau wangi dari bunga apa.
Dan benar apa yang dikatakan oleh pak Trisno, di taman belakang memang ada beberapa tanaman bunga,
tapi wanginya gak seperti wangi yang ada di dalam rumah.
Memi dan Sisi gak terlalu memikirkan hal itu, mereka sudah terlanjur jatuh cinta dengan rumahnya.
Ketika tangga sudah berbelok ke kanan, dari situ Sisi sudah dapat melihat ke lantai bawah.
Ruang tengah yang gelap, hanya secercah cahaya dari luar yang membantu Sisi melihat sebagian ruangan.
22
Sembunyikan atau laporkan ini
Ini yang membuat Sisi berpikir kalau wangi bunga itu sumbernya bukan dari bawah, tapi dari lantai atas.
22
Pada anak tangga terakhir, wanginya kembali muncul menyeruak, Sisi kembali menghentikan langkahnya.
22
o Suka
o · Balas
o · 28m
• Fitri Shilla Dia semakin penasaran dengan sumbernya, berpikir keras untuk bisa menemukan jawaban.
Kembali dia melangkahkan kakinya, mengikuti aroma khas yang semakin kuat.
Beberapa detik kemudian langkahnya kembali terhenti, kali ini Sisi berhenti tepat di depan pintu kamar Memi.
24
Berdiri menghadap pintu, Sisi diam membisu, mencoba menajamkan indera penciumannya. Sangat jelas, dia
menjadi sangat yakin kalau sember wangi yang tercium berasal dari kamar Memi.
Perasaan Sisi mulai gak enak, saat dia mulai merasakan ada yang aneh.
24
Sebagian ruangan kamar sudah terlihat ketika pintu sudah terbuka setengah, dibantu dengan penerangan yang
seadanya, hanya cahaya dari luar yang masuk melalui sela-sela jendela.
23
Suara engsel pintu yang berderit pelan terdengar, menambah mencekamnya suasana saat itu..
Tiba-tiba..
25
Itu terjadi ketika dia pada akhirnya dapat melihat dengan jelas seluruh isi kamar..
25
Bukan..
Tapi bukan itu yang menyebabkan Sisi merinding dalam ketakutan, ada hal lain..
23
Sosok itu berdiri diam menghadap ke arah tempat Memi terbaring, yang masih larut dalam mimpinya
Perempuan berambut panjang, berpakaian baju terusan warna putih dan bermotif bunga.
23
Itu adalah perempuan yang pernah Sisi temui sebelumnya, perempuan yang memberitahu tentang rumah ini ketika
motor mogok tempo hari.
24
Sembunyikan atau laporkan ini
Sisi gak bisa berbuat apapun, tubuhnya terpaku gak bisa bergerak, sama sekali..
Kemudian dia tersenyum, wajah cantiknya terlihat pucat, walaupun gerai rambut panjang menutupi sebagian
wajahnya..
28
Sisi memaksa diri untuk tersenyum, walau dia yakin kalau sosok di hadapannya itu bukan manusia..
Sisi ingin berteriak untuk membangunkan Memi, namun tenggorokannya tercekat gak bisa mengeluarkan suara
sedikitpun.
24
Sisi berusaha untuk menangkap apa yang hendak dikatakan perempuan itu, karena Sisi hanya dapat melihat gerakan
bibirnya saja, tanpa mengeluarkan suara..
23
“Jangan takut..”,
22
Setelah itu Sisi menghabiskan malam dalam ketakutan, mengunci pintu dari dalam dan menutup semua jendela,
lampu dibiarkan menyala sampai pagi menjelang.
22
bukankah dia yang pertama kali memberitahu kalau rumah ini akan dijual?,
22
23
Sembunyikan atau laporkan ini
Pertanyaan-pertanyaan tetap ada di dalam kepalanya, pertanyaan tentang keberadaan perempuan itu.
22
Tapi harapan tinggal harapan, kenyataannya ternyata gak sesuai dengan apa yang diinginkan..
22
Sisi membuka percakapan pada suatu siang. Waktu itu kondisi rumah sudah rapih dan bersih, lantai bawah maupun
atas.
Setiap ruangan sudah memiliki perabot dasarnya masing-masing, tempat tidur, meja kursi, dan lemari pakaian.
Sudah benar- benar siap untuk digunakan sebagai kamar kost.
22
23
Sembunyikan atau laporkan ini
“Iya, setelah kakak pikir-pikir, kalau laki-laki nantinya bisa menjaga rumah ini lebih baik dari pada perempuan.”
Jawab Sisi.
22
“Oke kak, kalau begitu nanti aku bilang ke Mas Rudi deh, kan kemarin dia bilang ada beberapa temannya yang
sedang mencari kost-kostan” Memi menutup pembicaraan pada topik itu.
23
Dia memikirkan kejadian yang menimpanya beberapa hari sebelumnya, tentang sosok perempuan yang muncul di
kamar Memi, yang sampai saat itu Sisi belum menemukan jawaban dari banyak pertanyaan pada benaknya.
23
Itulah awalnya, ketika Sisi dan Memi pada akhirnya nanti akan bertemu dengan gw dan kawan-kawan.
21
Saat itu, gw dan teman-teman belum pindah ke rumah itu, jadi penghuninya masih hanya ada Sisi dan Memi.
22
Setelah membuka pintu dan masuk, Memi duduk di sofa ruang tamu untuk melepas sepatu.
21
Sebelum naik ke lantai dua, dia memutuskan untuk ke dapur dahulu untuk mengambil air minum.
Sama dengan ruang tamu, ruang tengah juga sudah dalam keadaan temaram, hanya dibantu cahaya dari halaman
belakang.
24
Aroma bunga yang sebelumnya sudah pernah tercium olehnya, dan Sisi juga.
21
Sesampainya di dapur, dia langsung membuka lemari es dan mengambil segelas air.
23
1 balasan
• Fitri Shilla Cahaya yang keluar dari lemari es memantulkan sinar yang cukup membantunya untuk dapat
melihat ke ruang tengah.
Hanya sekilas, tetapi Memi sempat melihat ada sosok perempuan yang berjalan keluar dari kamar yang letaknya di
sebelah kamar mandi.
“Ah, Kakak ngapain sudah tengah malam begini masuk ke kamar bawah.” Sisi bergumam dalam hati sambil
meminum air putih yang ada di tangannya.
23
22
Kali ini, perasaannya mulai gak enak, karena aromanya semakin tajam tercium ketika dia mulai melangkah naik.
21
21
Perasaannya semakin gak enak, semakin berat langkah kakinya untuk menaiki tangga..
Dan benar saja, ketika Memi sudah sampai di depan lukisan bunga di tengah-tengah lorong tangga, dan dia
mengikuti arah tangga yang berbelok ke arah kiri, dia melihat sesuatu..
20
Ada perempuan yang tengah duduk di kursi yang letaknya paling dekat dengan lorong tangga.
22
“Kak..?”,
Mencoba memastikan, dan menyingkirkan keraguan yang sudah menyergap, Memi mencoba berpikir positif kalau
itu adalah Sisi, kakaknya.
21
Tapi, rasa takut memaksa dia untuk diam berdiri di tempatnya, ketika perempuan itu hanya diam gak bergerak ketika
di panggil.
20
Dalam temaramnya cahaya ruangan, ketika perempuan itu sudah benar-benar dalam posisi menoleh ke arahnya,
akhirnya Memi dapat melihat wajahnya..
22
Sembunyikan atau laporkan ini
Perempuan itu lantas tersenyum, dengan wajah cantiknya yang terlihat pucat..
Memi gak balas tersenyum, dia hanya terdiam terkesima dengan pemandangan yang ada di hadapannya.
23
Memi masih diam membeku, gak bisa menggerakkan badannya sedikitpun. Cukup lama keadaan itu berlangsung.
24
Sosok perempuan itu menghilang, begitu juga aroma wangi bunga yang dari awal sudah mengiringi.
25
“Kakak di rumah tante May, ponsel kamu gak bisa dihubungi dari tadi. Kakak gak berani di rumah sendirian.” Agak
panjang Sisi menjelaskan keberadaannya dari ujung telpon.
22
20
Hujan mengguyur kota Bandung turun terus menerus tanpa henti sedari pagi, menghalangi niat kami
untuk pergi beraktifitas dan berkegiatan sehari-hari.
Cuaca dingin memaksaku untuk tetap berselimut di atas tempat tidur. Menurutku teman-teman yang lain
juga begitu, nyaman berdiam diri di kamarnya masing-masing.
Di hari sabtu itu seharusnya aku keluar rumah, ada satu keperluan yang harus dilakukan, tetapi ya itu tadi,
hujan menggagalkan semuanya.
• Begitulah, ternyata sejak tadi hanya ada aku dan Doni di rumah.
Malam minggu, Sisi dan Memi sedang tidak ada di rumah, dua keadaan yang biasanya memiliki kemungkinan besar
kalau Teteh akan menampakkan diri secara langsung atau pun tidak langsung, aku dan Doni sadar akan hal itu.
21
Kami berbincang seru, yang sedikit banyak dapat menyingkirkan kekhawatiran akan kondisi yang tengah terjadi.
23
Doni memberikan ide yang cukup cemerlang ketika perasaan kami mulai tidak enak.
22
Berpayung, menembus hujan yang cukup deras, menuju warung Teh Yanti yang letaknya di pinggir jalan besar.
***
24
21
Sembunyikan atau laporkan ini
Kami berdua langsung ambil piring dan mengambil makanan, seperti biasanya.
“Yang lain pada ke mana? Kok kalian hanya berdua?” Tanya Teh Yanti kemudian.
24
"Iya Teh, mereka juga sedang tidak ada di rumah.." aku menambahkan.
Sambil mengangguk-angguk, raut wajah Teh Yanti berubah menjadi sedikit cemas.
"Tenang Teh, semoga dalam beberapa jam ke depan teman-teman yang lain pulang."
28
Teh Yanti yang memang sudah mengetahui dan mengenal Teteh, dia pasti khawatir kalau-kalau nanti akan ada teror
terhadap kami di rumah teteh.
***
24
Angin mulai bertiup kencang, suara petir kembali bersahut-sahutan, tampaknya cuaca semakin bertambah buruk.
22
"Kalian hati-hati ya..." ucap Teh Yanti setelah kami pamit pulang.
"Iya teh..."
***
22
20
Kemudian kami tidak membahas hal itu lagi, dan berjalan masuk menuju ruang tengah.
24
Sejak sore tadi, perasaan memang sudah tidak enak, oleh sebab itulah mengapa semaksimal mungkin kami
mengurangi keadaan yang dapat membuat ketakutan, membiarkan seluruh ruangan terang benderang adalah salah
satu caranya.
***
24
Hujan yang masih turun dengan deras, ditambah dengan suara angin yang menderu, membuat suasana di dalam
rumah mulai sedikit mencekam.
24
Saat itu kami yakin, kalau Teteh sedang berada di sekitar kami..
22
"Brii, kita pergi aja yuk., perasaanku semakin tidak enak." Setengah berbisik Doni mengajakku pergi keluar rumah.
20
Sembunyikan atau laporkan ini
Kami kembali berbincang sambil menonton tv, mencoba mengalihkan pikiran dari hal-hal yang menakutkan.
25
"Hihihihi..."
23
Saling berpandangan, untuk beberapa saat kami tidak berani mengucapkan sepatah kata pun..
24
"Kamu yakin kalau Memi dan Sisi tidak ada di kamarnya Don?"
23
Suasana semakin mencekam, ketika suara tawa Teteh terdengar mendekat, sepertinya dia sudah berada di lorong
tangga.
23
20
Angin dingin bertiup masuk dari sela-sela jendela belakang, menggerakan tirai yang persis berada di samping meja
makan. Menambah suasana semakin mencekam..
Tiba-tiba...
22
Gelap gulita..
Kami semakin panik..
23
21
23
Ternyata memang semua rumah dalam keadaan gelap, mati lampu juga, bukan hanya di rumah teteh.
21
Di situ Doni sudah duduk di kursi yang letaknya menghadap ke ruang tengah, sementara aku duduk di kursi yang
menghadap ke dapur.
23
Setelah duduk di meja makan dan mendapatkan sedikit penerangan dari sebatang lilin, kami mencoba kembali
berbincang, memaksa mengalihkan pikiran.
23
Hujan di luar sudah mulai berkurang intensitasnya, hanya suara gerimis kecil yang terdengar masih menemani
kesendirian kami di dalam kegelapan.
24
Kami terdiam..
23
Kami yakin kalau Teteh sudah berada dekat dengan tempat kami duduk, mungkin hanya kegelapan yang membatasi
jarak kami, membatasi pandangan.
24
Kami masih tetap terdiam, tidak berani mengucapkan sepatah kata pun...
"Hihihihi...."
24
Sepertinya Teteh sudah berada di ruang tamu, ruang tamu yang jaraknya hanya beberapa meter dari tempat kami
duduk.
24
Sementara Doni, dengan wajah pucat yang terlihat sangat ketakutan, berposisi duduk yang langsung menghadap ke
ruang tengah, tempat di mana kami perkirakan Teteh sedang berada saat itu.
23
24
Sambil menunduk dan terdengar menahan tangis, dengan suara bergetar Doni berkata:
"Teteh Brii..."
24
Perlahan aku menoleh ke arah kiri, mencoba melihat ke arah yang Doni tunjuk.
22
Aku melihat teteh sedang berdiri di ruang tengah, persis di depan lorong tangga.
25
Sementara Doni tetap menunduk dan mulai menangis, tangannya mencengkram tanganku semakin kuat.
24
21
23
Tidak tega melihat Doni yang sangat ketakutan, aku mengangguk setuju.
24
Nama gw Rai Pati, kuliah di Bogor teman-teman memanggil dengan panggilan Rai.
Gw akan menceritakan satu kisah pengalaman yang pernah gw alami, pengalaman seram ketika berlibur di
Bandung.
Pengalaman yang gak akan gw lupakan seumur hidup.
Pengalaman di rumah teteh.
Karna sudah cukup lama gw gak mengunjungi Bandung, gw berencana liburan ke sana dulu sebelum mudik ke
kampung halaman.
Brii ini teman lama, walau pun berbeda kota tempat kuliah namun kami tetap berkomunikasi dan saling
mengunjungi, entah dia yang datang ke Bogor atau gw yang ke Bandung.
25
Dia bilang juga, tempat kost yang baru berbentuk rumah yang cukup besar dan nyaman, dia tinggal di situ bersama
teman-teman kuliahnya.
Ya sudah kebetulan, gw jadi sekalian bisa merasakan menginap di tempat kost dia yang baru.
***
24
Setelah sekian lama, akhirnya gw dapat menghirup udara sejuk kota kembang lagi. Cuaca siang yang cukup panas,
tapi udaranya masih terbilang sejuk bila dibandingkan udara yang gw hirup di Jabotabek.
Berkendara mobil sendirian membelah jalan Juanda Dago, yang kanan kirinya dipenuhi oleh Factory outlet.
Kaca jendela mobil gw biarkan terbuka setengahya, untuk menghirup udara yang sudah gw kangen sejak lama.
24
Sampai akhirnya sekitar jam empat sore memutuskan cukup untuk jalan-jalan sendirian, lalu langsung menuju
tempat kost Brii.
Sebelumnya, Brii sudah kasih alamat lengkap dan nomor telpon tempat kost-nya, tapi karna masih belum terlalu
hapal seluk beluk Bandung, gw malah nyasar, gak ketemu tempatnya.
21
Tapi ketika beberapa kali gw coba telpon, hanya nada sambung yang terdengar, gak ada jawaban.
Hingga entah pada panggjlan ke berapa akhirnya telpon seperti ada yang mengangkat.
Gak ada jawaban, gak juga terdengar suara apa-apa di ujung telpon.
25
Tapi ada yang aneh, tiba-tiba di ujung telpon terdengar ada suara orang yang sedang berbincang
Gw sampai menghentikan mobil di pinggir jalan supaya bisa mendengar lebih jelas lagi.
Beberapa menit mendengar percakapan dua orang itu, hingga akhirnya gw memutuskan sambungan telpon, karna
berpikir mungkin gw salah sambung, salah pencet nomor.
24
Hanya dua atau tiga nada sambung, kemudian telpon ada yang mengangkat..
Tapi ada yang aneh lagi, kali ini terdengar ada suara perempuan yang bicara sendirian di ujung telpon
22
23
Selanjutnya gw meminta gambaran lengkap alamat tempat kost kepada perempuan yang menyebut dirinya "Teteh"
itu.
Ternyata, tempatnya sudah gak terlalu jauh dari tempat gw berhenti, hanya berjarak beberapa ratus meter aja.
Setelah melamun sebentar memikirkan kejadian yang baru aja terjadi, gw bergerak menuju rumah kost Brii.
***
23
26
Sembunyikan atau laporkan ini
Lalu gw mengintip melalui jendela yang di sebelah kiri pintu, terlihat ruang tamu dan sebagian ruang tengah,
kosong, gak ada orang sama sekali..
27
Sambil duduk dan membakar rokok, gw coba menghubungi ponsel Brii sekali lagi, tapi masih belum juga ada
jawaban.
Cukup lama duduk melamun sendirian, sampai akhirnya mendengar suara pintu terbuka.
23
Gw terkejut, ketika tiba-tiba ada perempuan muncul dari balik pintu. Perempuan berparas cukup cantik, dengan
rambut hitam panjang yang diikat ke belakang.
"Briinya belum pulang, masuk aja, kamarnya gak pernah dikunci." Begitu kata Teteh, dengan logat sunda
Bandungnya yang kental
Gw langsung masuk ke dalam rumah, Teteh mengantarkan sampai ke pintu kamar Brii.
"Ini kamar Brii, tunggu aja, sebentar lagi dia pulang" Begitu katanya.
26
Selanjutnya, beberapa kali gw mencium wangi bunga yang semerbak masuk ke dalam kamar, gw meyakini kalau
wanginya bersumber dari ruang tengah, atau ruangan lain di dalam rumah.
Penasaran, ketika wangi bunga tercium entah untuk yang keberapa kali, gw berdiri melihat ke luar.
Ketika sudah berada di pintu kamar, ternyata gw melihat Teteh sedang berdiri menghadap jendela yang ada di
belakang meja makan.
24
Hari sudah semakin sore dan beranjak gelap, suasana di dalam rumah sudah berangsur temaram, tapi gw masih
dapat melihat Teteh dengan jelas ketika dia membalikkan tubuhnya, kemudian berjalan ke arah tempat gw berdiri.
Gw membalas senyumannya.
"Teteh itu siapa ya? Kayaknya udah bukan mahasiswi lagi kalo dilihat dari penampilannya."
***
24
Akhirnya, sambil menunggu brii datang, gw memutuskan untuk mengambil air wudhu kemudian mendirikan sholat.
Gw belum tahu letak toilet di rumah ini, sepertinya harus eksplorasi sendiri.
Lampu kamar sudah dalam keadaan menyala terang, tetapi ruang tengah dan bagian rumah yang lainnya masih gelap
gulita.
24
Teteh tetap diam, tapi tangan kirinya menunjuk ke arah pintu yang berada di sebelah kanan kamar Brii.
Kemudian gw melangkah ke pintu yang ditunjuk oleh Teteh tadi, dan benar, itu pintu toilet. Gw masuk ke dalamnya
dan berwudhu.
25
Gak ada pikiran macam-macam atau perasaan gak enak, gw langsung masuk ke kamar dan sholat.
Kekhusyuan agak sedikit terganggu, karena selama sholat terus-terusan tercium wangi bunga, semerbak cukup kuat
aromanya.
Sampai akhirnya, ketika mengucapkan salam kedua pada rakaat terakhir, gw mendengar ada suara perempuan yang
mengucapkan salam juga.
"Assalamualaikum wr wb.."
***
24
Sekilas gw lihat dari sela-sela jendela kamar, ternyata Brii yang datang, semakin lega perasaan.
"Eh udah nyampe lo Rai? Hehe, maap, ponsel gw mati seharian, lupa ngecas tadi pagi. Gw pikir lo datangnya
malam, jadi gw santai ajaa.."
24
"Awalnya susah, nyasar dikitlah. Sampe akhirnya gw telpon ke sini. Yang ngangkat Telpon Teteh, dia yang ngasih
tau petunjuk jalan, sampe deh."
"Teteh juga, kayaknya rumah ini kosong deh, cuma ada Teteh aja sejak gw datang tadi."
24
Kemudian dia seperti mengalihkan pembicaraan dengan menanyakan kabar, lalu kami berbincang seru melepas
kangen.
Gw diperkenalkan kepada mereka semua, ada yang namanya Doni, ada yang namanya Asep, Irwan, dan satu lagi
yang datang paling terakhir, Nando namanya.
24
Lalu gw melempar pertanyaan yang ada di kepala, pertanyaan yang membuat mereka semua tiba-tiba terdiam,
"Kan udah gw bilang tadi, Teteh penghuni rumah ini juga, tapi jarang kelihatan."
"Itu, di sebelah kamar gw." Jawab Brii sambil menunjuk pintu kamar yang letaknya di antara toilet dan kamar dia.
23
Sekitar jam sembilan malam Asep dan Doni berpamitan, mereka hendak pergi dan menginap di rumah salah satu
temannya.
Hanya tinggal gw, Brii, dan Irwan yang ada ruang tengah, sedangkan Nando masuk ke kamarnya beberapa saat
setelah Asep dan Doni pergi.
Perbincangan gak seramai sebelumnya karena berkurangnya jumlah personil. Mulai banyak terjadi jeda diam yang
agak lama di antara percakapan.
Tiba-tiba tercium semerbak wangi bunga, menyeruak aromanya yang seperti memenuhi seluruh isi ruangan. Brii dan
Irwan saling berpandangan, pada saat itu gw langsung sadar kalau mereka juga mencium wangi yang sama.
“Ini wangi bunga dari mana ya?, tadi sore pas gw baru datang juga beberapa kali tercium.”
Pertanyaan yang gw lontarkan gak mendapatkan jawaban dari Brii atau pun Irwan, keduanya diam.
“Oh, ini wangi bunga dari rumah sebelah Rai. Mereka emang punya taman bunga di sekeliling rumahnya.”
22
“Ah tapi gw juga udah ngantuk, lanjut ngobrol besok aja ya.” Irwan menimpali.
“Hahaha, ya sudah gak apa-apa, lanjut besok aja. Gw juga udah agak ngantuk nih.”
Kami membubarkan diri, Irwan masuk ke kamarnya, sementara gw dan Brii masuk ke kamar paling depan, kamar
Brii.
***
24
Ada yang sedikit mengganggu pikiran, beberapa kali gw menyinggung tentang Teteh, tapi Brii selalu menjawab
sekenanya, seperti menghindari membahas tentang hal itu.
Sampai gw punya pemikiran kalau Teteh mungkin gak terlalu cocok dengan penghuni rumah yang lainnya, mungkin
juga gak seiring sejalan, atau mungkin juga ada masalah di antara mereka, entahlah..
***
24
Dia langsung ambil posisi di sebelah kiri gw, kami berdua tidur di atas karpet yang letaknya di sebelah tempat tidur
dimana Brii ada di atasnya.
***
23
Sudah jam satu lewat sedikit, ketika gw melirik ke arah jam dinding.
Merubah posisi supaya lebih dekat lagi ke pintu, setelah itu barulah gw dapat mendengar lebih jelas lagi.
Ternyata salah, bukan orang berbincang yang gw dengar, tapi suara perempuan yang sedang bicara sendirian..
Iya, suara perempuan yang bicara sendiri dengan nada suara yang datar tanpa emosi, tawa kecil sesekali terdengar di
sela-sela kalimatnya.
24
Rasa penasaran yang cukup besar akhirnya menimbulkan niat untuk membuka pintu dan coba melihat langsung
siapa perempuan itu sebenarnya.
Gw terkejut, ketika dalam posisi hendak berdiri untuk membuka pintu, tiba-tiba ada tangan yang memegang bahu
gw.
Ternyata itu tangan Irwan, dia menghentikan niat gw untuk melihat ke ruang tengah.
“Itu siapa Wan?” Gw bertanya dengan suara berbisik yang nyaris gak terdengar.
“Itu Teteh, biarin aja, jangan ganggu.” Irwan juga menjawab dengan berbisik sangat pelan.
23
Sementara itu Teteh masih terus aja bicara sendirian di ruang tengah, suaranya terdengar masih datar tanpa emosi,
diselingi dengan tawa kecil yang sesekali muncul di sela omongan.
Dalam keheningan itu, beberapa kalimat dapat gw tangkap, gw mendengar apa yang menjadi keluh kesah dari
perempuan yang membukakan pintu rumah untuk gw sore tadi.
Keluh kesah yang sedikit banyak menggambarkan kisah hidup yang Teteh jalani..
***
22
Selanjutnya, pagi itu gw dan Brii duduk di meja makan bersama Irwan dan Nando, sementara Asep dan Doni belum
pulang.
Kami berbincang sambil menyantap kupat tahu yang entah mereka beli dari mana.
Dalam perbincangan, sesekali gw melirik ke arah kamar yang sangat membuat gw penasaran, kamar yang menurut
Brii dan teman-temannya adalah kamar Teteh.
Gw berharap pintu kamar itu akan terbuka dan Teteh keluar dari dalam.
24
“Teteh udah berangkat kerja tadi pagi, sebelum lo bangun.” Nando menimpali dengan sedikit tersenyum.
“Ooh, gitu ya.” Jawab gw sambil mengangguk-angguk. Pembahasan mengenai Teteh pun berhenti.
Singkat cerita, akhirnya pada hari itu gw diajak Brii untuk mengikuti kegiatan dia seharian penuh.
***
23
Isi rumah terlihat gelap, hanya lampu halaman yang menyala terang.
Benar, rumah tampak kosong ketika kami sudah di dalam, sama sekali gak ada penghuninya.
Gw langsung masuk ke dalam kamar ketika Brii berkeliling rumah untuk menyalakan semua lampu.
Hari yang sangat melelahkan, ditambah dengan malam sebelumnya sangat kekurangan tidur, membuat gw ingin
cepat-cepat istirahat dan terlelap.
26
Gw melihat di atas tempat tidur ada Brii yang dalam keadaan terlelap.
Gak ada Irwan, hanya kami berdua yang berada di kamar yang dalam keadaan gelap ini.
Pelan-pelan gw tersadar, kalau ternyata di ruang tengah ada suara seperti kemarin lagi. Suara perempuan berbicara
sendirian.
Kali ini gw memberanikan diri untuk langsung berdiri dan mendekatkan telinga ke pintu.
Sama dengan kemarin, itu suara Teteh sedang bicara sendirian di ruang tengah, gw sangat yakin..
Tapi sebentar, ternyata gw salah, karena tiba-tiba terdengar juga suara laki-laki.
24
Entah apa yang ada di pikiran saat itu, tiba-tiba gw berniat untuk keluar kamar dan melihat keadaan.
Celah kecil itu ternyata belum cukup untuk melihat keseluruhan luar kamar.
Tapi ruang tengah terlihat temaram, hanya sedikit cahaya dari luar rumah yang membantu penerangan.
Sementara itu suara perbincangan Teteh dan lawan bicaranya terus aja terdengar.
23
Sembunyikan atau laporkan ini
Ketika pintu sudah terbuka cukup lebar, barulah gw dapat melihat sebagian besar ruang tengah.
Selanjutnya, gw akan merasakan pengalaman yang gak akan terlupakan seumur hidup.
***
16
Teteh duduk di sofa panjang, duduk bersandar dengan kaki disilangkan dengan kedua tangan berada di pangkuan.
Di depannya, terhalang meja kayu panjang, berdiri seorang laki-laki dengan perawakan tinggi besar, berkemeja
putih, bercelana panjang berwarna gelap.
Mereka terus saja berbincang, seperti gak menyadari kehadiran gw, seperti gw gak ada di ruangan itu.
Seperti ada yang menggerakkan kaki, gw berjalan keluar kamar, mendekat ke tempat Teteh dan lawan bicaranya
berada.
24
Gw terus berjalan mendekat, hingga akhirnya memutuskan untuk duduk di sofa kecil yang ada di sebelah sofa
panjang tempat Teteh berada.
Terus gw perhatikan mereka berdua, terus merekam di dalam kepala apa yang mereka perbincangkan.
26
Teteh beberapa kali mengusap air mata yang jatuh di pipinya, kesedihan tergambar dari tutur kata yang keluar dari
mulutnya, bergetar menahan emosi dan kepedihan.
Gw terpana,
***
25
Seperti hari kemarin, gw dan Brii berkumpul di meja makan, kali ini ada Asep dan Nando yang ikut bergabung.
“Ok, gw gak mau mati penasaran, coba tolong jelasin siapa Teteh sebenarnya.”
“Ssssst, Rai.., jangan keras-keras. Nanti gw jelasin semuanya, tapi gak di sini, gak sekarang.”
***
26
Tapi sebelum pulang, Brii mengajak gw makan siang di warung depan dekat dengan Rumah kost-nya, para
penghuni rumah menyebutnya warung Teh Yanti.
“Jadi, Teteh itu siapa Brii?” Tanya gw langsung ke pokok bahasan, ketika kami sudah selesai makan.
“Teteh itu penghuni rumah juga, dia sudah tinggal di situ lama sebelum kami datang. Dia jarang muncul, karena
memang dia bukan manusia seperti kita. Katanya Teteh tinggal di rumah itu sekitar tahun 80an, dan meninggal di
rumah itu juga tahun 80an akhir.”
25
“Kenapa gw gak cerita dari awal?, karena gak mau lo jadi ketakutan nantinya Rai.” Tutup Brii sambil tersenyum.
Pantas aja..
Tapi, walaupun begitu, gw cukup “mengenal” Teteh walau pun hanya dua hari dua malam tinggal di rumahnya.
Setelah itu, gw menceritakan semua kajadian yang gw alami kepada Brii, dari awal salah sambung telpon, sampai
dengan Mimpi yang gw rasakan.
Gw ceritakan semuanya,
Menurut Brii ada cerita dari gw yang mereka belum pernah ketahui sebelumnya.
Ada sebagian cerita hidup Teteh yang gw ketahui lebih dulu dari mereka..
***
26
Jadi, Rai ini terkaget-kaget setelah mendengarkan semua penjelasan mengenai Teteh.
Seperti yang tadi Rai Bilang, ada cerita hidup Teteh yang gw dan teman-teman gak tahu sebelumnya.
Itu benar..
Menurut Rai, ketika dia pertama kali mencoba menghubungi telpon Rumah Teteh, yang dia pikir itu salah sambung,
ternyata dia mendengarkan suara perempuan dan laki-laki yang tengah bertengkar tapi tanpa teriak-teriak.
Seorang perempuan dan seorang laki-laki sedang bertengkar di ujung telpon, Rai sampai menghentikan mobil untuk
mendengarkan percakapan mereka,
“Aku gak kuat lagi, aku gak sanggup kalau terus-terusan seperti ini.”
Si perempuan berkata seperti itu, dengan nada bahasa berlogat sunda Bandung. Rai bilang kalau itu seperti
perbincangan sepasang suami istri.
25
Sesekali terdengar suara tangisan dari si perempuan, tangisan tersedu-sedu yang mengiris hati. Sementara si lelaki
bicara dengan emosi yang sangat datar.
Kira-kira seperti itu perbincangan yang Rai dengarkan, sebelum dia menutup telpon karna mengira dia menekan
nomor yang salah.
Hingga beberapa saat kemudian Rai kembali mencoba untuk menelpon ke Rumah Teteh lagi.
Pada usaha yang kedua ini kembali Rai mendengarkan suara misterius, kali ini hanya terdengar suara perempuan
berbicara sendirian..
“Aku sudah berikan semuanya buat kamu, aku sudah abdikan hidupku berusaha menjadi istri yang baik, tapi yang
aku terima seperti ini..”
“Aku gak bisa terima semua ini lagi, aku gak sanggup,”
Suara perempuan itu datar tanpa emosi, tapi terdengar bergetar menahan tangis dan sedih.
Perempuan yang yang sepertinya sama dengan perempuan yang Rai dengar sebelumnya, Rai yakin itu.
25
Pada akhirnya Rai yakin kalau dia gak salah, yakin kalau menekan nomor yang benar, karena ketika mencoba untuk
yang ketiga kali, akhirnya telpon ada yang menjawab.
Ada perempuan yang menjawab, perempuan yang kemudian mengaku sebagai Teteh.
Setelah mendengarkan penjelasan siapa Teteh sebenarnya, Rai semakin yakin, kalau yang dia dengar suaranya di
telpon adalah suara Teteh, yang sedang bertengkar dengan suaminya adalah Teteh, yang biacara sendirian adalah
Teteh..
Teteh, ternyata secara gak langsung menceritakan sebagian jalan hidupnya kepada Rai.
• Jam delapan lewat sedikit, gw baru aja pulang makan dari warung Teh Yanti.
16
Iya, gw menghindari sendirian pada malam itu, perasaan gak enak, sangat gak enak.
Kenapa begitu?
***
12
Gak muncul..
Gak ada juga kejadian atau peristiwa menyeramkan yang menunjukkan eksistensinya..
Itulah peristiwanya, momen yang gak pernah terjadi selama kami tinggal di rumah ini.
17
Jangan salah, kami bukannya lega atau merasa senang karna Teteh "Gak ada kabar", suasana rumah malah seperti
ada anggota keluarga yang hilang, gak seperti biasanya.
***
12
Asep dan Doni menjawab, mereka bilang akan pulang tapi entah jam berapa. Nando gak memberi kabar, gak pasti
kapan pulang, begitu juga dengan Irwan, gak jelas.
Sudah hampir jam sepuluh malam, gw masih berposisi leyeh-leyeh di atas tempat tidur menonton tv.
Seperti biasa, udara malam itu cukup dingin, anginnya menghembus masuk melalui celah jendela yang gw biarkan
tetap terbuka.
Seperti yang sudah gw ceritakan tadi, nyaris satu bulan lamanya kami gak melihat dan merasakan kehadiran teteh di
rumah ini, gak ada kejadian atau peristiwa apa pun juga yang mengarah ke aktifitas Teteh, gak ada.
Tapi anehnya, suasana rumah malah terasa “kosong”, seperti ada yang hilang.
Walaupun gak bisa dipungkiri kalau sering kali penampakan dan kehadiran Teteh membuat kami ketar ketir
ketakutan, berteman sih berteman, tapi ya tetap saja mencekam.
Teteh, sosok yang “baik” tapi menyeramkan, sedikit banyak kami merasa kehilangan..
***
16
“Tolong cek ke kamar aku, ada dompet aku gak, soalnya baru sadar kalau aku gak bawa dompet, kamar gak dikunci
kok,”
“Oh, ok, nanti aku lihat ke atas ya. Ngomong-ngomong, ini Sisi di mana? Bareng Memi juga kah?”
Sisi bilang dia sedang di rumah Tantenya yang di Buah Batu, dia bilang gak sedang bersama Memi, tapi sebentar
lagi Memi akan datang juga ke Buah Batu.
Jadi, dapat dipastikan kalau malam itu mereka berdua gak akan ada di rumah.
Biasanya, kalau Memi dan Sisi sedang gak ada di rumah, Teteh akan datang..
***
18
Sudah jam setengah dua belas malam ketika gw masih terus saja bergulat dalam hati apakah akan beranjak ke lantai
atas seperti yang Sisi minta atau nggak, karna saat itu perasaan gak enak, insting mengatakan kalau ada sesuatu yang
akan terjadi.
Teteh sudah lama gak muncul, tetapi malam itu bayangannya selalu ada di kepala, seperti memberikan sinyal
pertanda kalau beliau akan datang segera.
Beberapa kali gw abaikan pikiran itu, berharap firasat gw salah, berharap malam ini akan baik-baik aja.
"Kriiing..kriiing.."
15
"Mas Brii, ini Sisi, ponselku mati. Sekali lagi aku minta tolong ya Mas, tolong lihat di kamarku ada dompetku atau
nggak. Karna ada catatan di kertas kecil yang aku perlu."
"Oke Si, aku ke atas sebentar lagi ya, nanti aku telpon."
Percakapan selesai..
***
15
Tapi itu tadi, Sisi meminta tolong gw untuk ke kamarnya di lantai atas, gak enak untuk menolaknya.
Ketika nyali sudah sedikit terkumpul, gw melangkah ke luar, dengan ponsel di tangan yang memang sengaja gw
bawa.
***
15
Sembunyikan atau laporkan ini
Kok gelap? Padahal tadi semua lampu sudah menyala, termasuk ruang tengah.
Entahlah, gw gak terlalu ambil pusing, lalu lanjut membawa kaki ini melangkah menuju tangga dan menaikinya.
Sudah beberapa kali gw ceritakan, kalau lorong tangga keadaannya selalu gelap, kami memang membiarkannya
seperti itu.
Di ujung tengah tangga ada lukisan yang menurut gw menyimpan banyak cerita dan misteri, yaitu lukisan bunga
berwarna ungu.
15
Intinya, lukisan sudah ada di tempatnya sejak lama, kami gak tau milik siapa dan siapa yang melukisnya, misterius.
Beberapa detik gw berdiri menatapnya, pigura kaca yang sudah terlihat kusam membingkai lukisan yang sepertinya
menyimpan banyak cerita, sepertinya juga menjadi salah satu saksi dari banyak peristiwa yang sudah pernah terjadi
di rumah ini.
Perlahan gw usap permukaannya dengan tangan, menyeka debu tipis yang menyelimutinya.
15
Heningnya suasana melempar pikiran gw jauh ke belakang, membayangkan apa gerangan yang telah terjadi di
rumah ini, peristiwa apa yang pernah terjadi di rumah Teteh..
"Sreekkk.."
Gw yakin kalau itu suara kursi kayu yang bergeser berpindah posisi..
Lama berdiri diam di tengah anak tangga, berperang bathin memilih untuk tetap terus naik atau memutuskan untuk
turun kembali ke kamar.
Suasana semakin hening dan sepi, gak ada suara apa pun..
Dead silence..
15
16
Berdiri diam sebentar, lalu memutar gagang pintu, memastikan kalau memang benar-benar dalam keadaan gak
terkunci.
12
"Brii..."
Ada suara pelan yang memanggil, suara yang sepertinya bersumber dari ujung lorong..
11
Sosok itu menghadap ke arah gw, berdiri dengan rambut panjangnya yang terurai..
Itu Teteh..
***
11
Seketika itu juga wangi bunga menyeruak memenuhi ruangan, menyentuh indera penciuman, menabrak nyali yang
semakin melebur habis.
Gw takut..
Sial, ternyata pintu gak ada anak kuncinya, terpaksa membiarkannya dalam keadaan tidak terkunci..
15
Masih terngiang suara Teteh yang menyebut nama gw, dari jarak yang sangat dekat..
Cukup lama gw diam sambil terus memperhatikan pintu kamar, berharap Teteh tetap beraktifitas di luar,
***
16
Tempat tidur di sisi kiri, karpet rajutan terhampar di tengah-tengah. Di sisi kanan, ada meja yang cukup besar, di
atasnya ada monitor komputer dan beberapa buku tergeletak gak beraturan, seperti baru saja dibaca.
10
Terus aja gw menerawang ke seluruh sudut kamar, sambil juga mencari dompet Sisi.
Pandangan terhenti di ujung tempat tidur, menyembul ujung dompet yang terlihat malu-malu dari bawah bantal.
16
"Buka dompetnya Mas, di kantong paling luar ada secarik kertas yang isinya alamat dan nomor telpon temanku, bisa
tolong dibacain Mas?"
Gak lama, gw menemukan secarik kertas yang Sisi maksud, kemudian membacakan isinya untuk Sisi.
Percakapan selesai..
***
16
Gak terasa, Jam sudah lewat jauh dari angka dua belas..
Yang biasanya sesekali suara motor yang seliweran terdengar di depan rumah, kali ini sepi, seperti gak
berpenghuni..
Keluar kamar Sisi dan berlari ke bawah?, belum ada nyali untuk itu..
Bingung.
***
17
Gak ada angin gak ada hujan, tiba-tiba ayunan pendulum yang ada di meja bergerak dengan sendirinya,
menghasilkan suara khas membangun kesempurnaan suasana mencekam.
"Trak.. Trak.. Trak.."
Gw terkesima keheranan..
Entah ada nyali dari mana, gw akhirnya memutuskan untuk ke luar aja, lalu berdiri dan berjalan menuju pintu..
16
Gelap seketika..
Hanya cahaya lampu dari luar yang masuk dari sela jendela yang membantu penglihatan.
Ketika hendak memutar gagang pintu, seketika tercium wangi bunga, wangi bunga khas Teteh..
15
"Brii.."
Sumber suara berasal dari balik pintu, Teteh berada tepat di balik pintu..
Ketika sudah beberapa langkah menjauh, gw melihat gagang pintu bergerak sendiri, seperti ada yang mencoba
memutarnya dari luar, berniat untuk membuka pintu..
***
15
Setelah sudah bersandar di pintu teras, gw mencoba untuk membukanya, memutar anak kunci dan membuka
pintunya..
15
Samar gw melihat baju terusan warna putih muncul dari balik pintu, Teteh sudah terlihat..
Gak tahan lagi, gw lari menuju sudut teras yang sebelah kanan..
***
13
Rambut panjangnya tergerai tertiup angin, baju putihnya melambai mengikuti gerakan langkahnya yang masih terus
berjalan ke sudut.
Tepat di ujung teras, Teteh berhenti, lalu memutar tubuhnya jadi menghadap ke depan rumah..
13
Malam sepertinya akan sangat panjang, ketika gw terjebak bersama Teteh di teras atas..