Anda di halaman 1dari 4

Semilir angin di malam hari masih saja dirasakan di waktu subuh ini.

Embun pagi masih


membasahi rerumputan. Mentari masih malu tuk menyinari bumi. Ustadz sudah siap
untuk membangunkan para santri khususnya pembimbing di pagi ini.
“qum-qum, yaa akhi...”
“ah…,masih ngantuk” timbalku sambil membalikan badan, ku kira yang
membangunkanku tadi adalah temanku ternyata itu ustadz.
“hah… ustadz, waduh kirain si Rendy” gumamku dalam hati.
“cepat bangun, nanti kamu terlambat” ustadz membangunkanku tuk kedua
kalinya
Aku bergegas pergi ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. Dan bersiap-
siap pergi ke masjid untuk sholat subuh berjama’ah. Pagi ini aku merasakan ada
semangat yang baru karena mulai pagi ini aku akan memulai kehidupan baruku
menjadi seorang pembimbing bukan menjadi anggota lagi. Karena aku sudah hidup di
pondok lebih dari empat tahun. Dan kini memasuki tahun yang kelima di pondok ini, aku
harus belajar untuk membimbing adik kelasku. Di pondok ini kita diajarkan untuk
mandiri. Setiap hari kami berbincang-bincang dengan bahasa inggris ataupun arab.
Walaupun aku sendiri bekum fasih menggunakan inggris maupun arab.
Hari demi haripun berganti, baru saja aku duduk di kelas 5 TMI, tapi mengapa
aku merasakan perasaan jenuh dan bosan tuk menjadi diriku yang dulu, yang hanya
bisa mematuhi semua peraturan dan tak pernah ada sedikit pun di benakku tuk
melanggar peraturan-peraturan itu. Aku merasa hampa dengan hidupku yang hanya
lurus tak pernah ada liku-likunya.
“hai…, kok kamu ngelamun terus sih?” tanya Rendy sambil menepuk pundakku,
yang aku pun tak tau dia datang dari mana.
“tidak kok, tidak apa-apa” ujarku pelan.
“tapi kok, kamu sepertinya punya problem?” tanya Rendy penasaran.
“tidak kok, bener dech” jawabku mencoba meyakinkan Rendy.
“sudahlah… kamu jangan bohong sama aku!, aku sudah lama kenal kamu.
“ya, nih Rendy, kenapa yach, kok… aku ngerasa bosan banget untuk jadi diriku
sendiri yang selalu taat aturan” jawabku mencoba menjelaskan.
“ya sudah, kalo kamu bosan, kamu cari kerjaan lain aja, yang tidak bikin kamu
bosan”
“ah..., orang di sini mah Cuma kaya gitu aja kerjaannya.” gumamku.
“terus kamu maunya apa?” Tanya Rendy.
“gimana kalo kita coba kita kabur saja dari sini?, seperti waktu anggota belum
datang”
“tapikan, itu masih belum aktif, jadi peraturan masih belum aktif juga” jawab Rendy
mencoba meyakinkanku untuk tidak melakukannya.
“dari pada begini terus, emang kamu tidak bosan?”.
“ya sich, aku juga merasa bosan, tapi kalo mau kabur, kaburnya kapan?”jawab Rendy
polos.
“tenang aja, itu mah bisa diatur”.
“ya udah deh, terserah kamu aja”
“okay dah, sip” Aku mengacungkan jempolku.
Malampun telah tiba, dimalam ini aku dan Rendy masih berfikir mengapa kami
merasa bosan hidup dipondok ini. Kamipun berfikir akan rencana kami dipagi tadi.
Setelah melihat situasi dan kondisi yang aman terkendali tak ada seorangpun yang
mengetahui. Kamipun mencari posisi untuk melompati tembok tinggi ini. Bagaikan
spiderman yang bisa melompat tinggi, walaupun pada akhirnya sawah tidak bersahabat
dengan kami.
“aduh, sial nich aku” kata Rendy sambil membersihkan celananya yang kotor
terkena lumpur sawah.
“iya nich, baru pertama sudah kaya begini, apa Allah tidak meridhoi?” gumamku.
“hus, ya nggaklah, masa Allah meridhoi kita untuk kabur, Allah tuh meridhoi kita
untuk belajar, dan mematuhi peraturan” Rendy mulai berceramah bagaikan khotib
berceramah diatas mimbar.
“alah mulai ceramah dech pak ustadz, kalo mau ceramah tuh mimbar kosong
tadz…, sekarang juga ustadz lagi kaburkan? Dasar ustadz gadungan”
“oh…iya lupa aku” jawab Rendy polos seperti tak bersalah. Iya pun memegangi
jidatnya.
Kami berduapun berjalan melintasi sawah, mengarungi sungai, berjalan di atas
selokan. akhirnya kamipun sampai di tempat tujuan.
Sesampainya di warung nasgor Memet. Kamipun memesan nasgor 2 porsi.
“okay, siap boss” ujar tukang nasgor.
“yang satu pedas, yang satu tidak pedas”
pesanan kamipun telah selesai dihidangkan. Perut kamipun yang tadinya didemo
oleh cacing-cacing diperut kami karena sudah tidak diberi makan, kamipun makan
dengan lahapnya sampai kami tidak sadar dengan beberapa menit saja nasi kami telah
habis.
“bang 2 lagi !!!” ujarku sambil mengacungkan 2 jariku.
“dibungkus boss?” tanya tukang nasgor sambil membawa piring kotor kami.
“nggak disini aja, masih laper nich !!!” Rendy menimpal sambil memegang
perutnya yang masih kosong.
“hah…” tukang nasgorpun tercengang karena ia mengira nasgor yang kedua ini
akan dibungkus, tapi tenyata kami memesannya untuk dimakan disini langsung.
Tukang nasgorpun membuatkan nasgor untuk kedua kalinya, “ini orang udah
kelaparan nggak makan dua minggu, apa kenapa ya? Gumam tukang nasgor dalam
hati.
Setelah mereka selesai makan dua piring nasgor yang kedua, kamipun menuju
warnet yang pernah kami kunjungi, ketika belum aktif. Kami membuka situs-situs
facebook dan tidak lupa update status.
Hari-hari berganti hari kami melakukan aktifitas ini setiap malam, namun tak ada
seorangpun yang mengetahui kecuali kami, aktifitas ini kami lakukan seperti aktifitas
sehari-hari untuk menghilangkan kepenatan dan kepusingan ini, hingga sampainya
disuatu hari, mungkin hari dimana kesialan menimpa kami. Seperti halnya dalam
pribahasa sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan terjatuh dan sepandai-
pandainya menyembunyikan bangkai pasti akan tercium pula baunya.
Seperti biasanya waktu maghrib tiba semua santri pergi ke masjid begitu pula
aku dan Rendy. Tak pernah kami menduga dimaghrib ini akan terjadi kejadian yang
merubah kehidupan kami. Tiba-tiba sebuah pengumuman terlintas ditelinga kami. “hope
to come the name written on this papers to TMI office, namely Rendy and Aldy,
soonly”
“Ada apa ini Ren?” Tanyaku kepada Rendy.
“gak tau tuh!!!” jawab Rendy sambil merapihkan sejadahnya.
“Ren…,kamu punya perasaan tidak enak nggak?, kok kita dipanggil ya”
“tidak tuh, enjoy aja sich paling dipanggil mau dijadiin manager teladan” jawab
Rendy kepedean dengan nada bercanda.
“hah…ada-ada aja kamu mah bener nich aku jadi was-was” desisku seperti
orang ketakutan.
“masa kita ketahuan kabur sich!!!”.
“mungkin juga sich, terus gimana dong?”
“ya sudah kita tenang aja, ya…mungkin ini sudah waktunya, kita harus terima
resiko. Karena terlalu sering melakukan perlanggaran” Rendy mulai berkhotbah lagi.
“ya sudah, ayo cepat kita ke kantor!!!” seruku sambil berjalan.
Kami menuju kantor TMI dengan perasaan gelisah tak tenang, kami bertanya-
tanya mengapa kami dipanggil bagian pengasuhan. Sesampainya di kantor kami
langsung memberi salam.
“assalamu’alaikum”.
“wa’alaikumsalam, silahkan masuk!!!” jawab ustadz bagian pengasuhan yang
sedang duduk dikursi, iapun langsung bertanya untuk mengintrogasi kami.
“Aldy, kamu ada dimana malam minggu tanggal 13?”
“di pondok ustadz” jawabku merasa tak berdosa.
“terus kamu Rendy?”
“sama ustadz di pondok” jawab Rendy.
“Aldy kamu punya facebook tidak?” Tanya ustadz.
“punya ustadz “ jawabku.
“malam minggu bener ada di pondok? Mengapa difacebook kamu statusnya
baru, terus Rendy mengapa bisa komenter statusnya Aldy?” Tanya utadz mendesak
kami.
“mmm…mungkin kakak saya ustadz yang buka, lagi pula dia yang
membuatkannya untuk saya.” Jawabku mencoba membantah.
“Lalu ini apa?” ustadz membentak, sambil memberikan kertas hasil percakapan
di facebook.
“ini tertulis tentang perasaan kalian berdua di pondok sementara tidak mungkin
orang lain menulis seperti ini” ustadz mendesak kembali.
“Tapi ustadz itu bener bukan saya” aku mencoba meyakinkan.
“ya udah,saya nggak mau denger alasan dari kamu lagi, yang penting kamu besok
harus botak”ustadz menegaskan pada kami berdua. Kami tak berdaya dan harus
menerima semua kenyataan karena inilah buah dari perbuatan yang kami perbuat.
Kami langsung menuju asrama dengan perasaan yang kacau-balau laksana kaca yang
pecah berkeping-keping.tak ada kata-kata lagi yang keluar dari mulutku..
Pagi pun tiba matahari menyinari bumi dengan sinarnya yang terang-benderang,cahaya
matahari terasa lebih terang hari ini, karena telah muncul dua matahari baru, kilauan
cahaya itu dari dua kepala yang telah digunduli hingga botak tak tersisa sehelai rambut
pun, dan jika ada kutu yang hinggap di kepala kami maka kutu itu akan terpeleset
karena kepala kami sangat licin saking botaknya.
Dari sini kami menyadari bahwa kami tidak boleh bosan untuk menjadi orang baik.
Untuk mengenang kejadian ini aku menulis sebuah puisi yang berisi akan
penyesalanku.
Penyesalanku
Telah ku langgar segala peraturan
Telah ku lewati semua larangan
Untuk menghilangkan kepenatan
Hingga ku rasakan kebahagiaan
Namun semua itu hanya tipu daya setan
Yang telah menjerumuskaku ke jurang penyesalan
Ku menyesali atas semua kakhilafan
Kini yang ku rasakan hanyalah penyesalan
Semua penyesalan kurasakan
Setelah mahkotaku berguguran
Semua ini adalah hukuman
Yang mengjariku arti kehidupan
Kini aku mengerti bahwa hidup ini sangat berarti bukan hanya untuk mengejar
kesenangan belaka, akan tetapi aku harus menjalani hidup ini dengan penuh
kasabaran, karena hidup hanyalah satu kali maka aku harus melakukan sesuatu yang
berarti. Aku kembali seperti dulu selalu taat akan semua peraturan.

Anda mungkin juga menyukai