Anda di halaman 1dari 9

Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

EVALUASI PENGELOLAAN SMK BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI DI


PROVINSI GORONTALO MENGGUNAKAN MODEL CIPP

Arip Mulyanto1, Dian Novan2


1,2
Prodi Pendidikan Teknik Informatika, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Gorontalo

Jl. Prof. Dr. Ing. B.J. Habibie, Desa Moutong, Kec. Tilongkabila, Kab. Bone Bolango, Gorontalo 96113

E-mail : arip.mulyanto@ung.ac.id, aadian@ung.ac.id

ABSTRAKS

Pendidikan vokasi diharapkan menghasilkan lulusan yang siap kerja. Namun kenyataannya, lulusan pendidikan
vokasi belum siap kerja, dan tidak mau langsung kerja.. Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi terhadap
pengelolaan Pendidikan Vokasi (SMK) di bidang Teknologi Informasi. Penelitian ini menggunakan metode
penelitian evaluasi model CIPP (Context, Input, Process, Product). Evaluasi dilakukan terhadap 73 responden
yang meliputi Dikbudpora Provinsi Gorontalo, Kepala Sekolah, Alumni, dan Dunia Usaha/Dunia Industri. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan pendidikan vokasi bidang teknologi informasi di Provinsi
Gorontalo belum optimal. Hasil evaluasi konteks yang meliputi pengelolaan kurikulum, kelembagaan, perserta
didik dan pengembangan karakter, dan pendidik dan tenaga kependidikan masuk kategori baik. Hasil evaluasi
input yang meliputi kurikulum, sarana prasarana, dan guru menunjukkan kategori cukup. Hasil evaluasi proses
yang meliputi pembelajaran dan prakerin menunjukkan kategori baik. Hasil evaluasi produk berupa lulusan
menunjukkan kategori baik.

Kata Kunci: Evaluasi Kebijakan, Pendidikan Teknologi dan Kejuruan, Pengelolaan, Teknologi Informasi

1. PENDAHULUAN

Pendidikan Teknologi Kejuruan atau pendidikan kejuruan merupakan salah satu jenjang pendidikan yang
menekankan peserta didik pada keterampilan di dunia kerja (Sudira, 2016). Undang-Undang Sisdiknas Nomor
20 Tahun 2003 menjelaskan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta
didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu. Urgensi pendidikan kejuran dikaji dari fungsinya (DIKMEN,
2013) menjelaskan pendidikan kejuruan memiliki multi-fungsi yang kalau dilaksanakan dengan baik akan
berkontribusi besar terhadap pencapaian tujuan pembangunan nasional. Dalam penelitiannya, Graham & Shier
(2014) menyatakan “employment opportunities not being aligned to the educational background of some young
adults and there were no direct links between educational institutions and the labour market in supporting
successful employment. These findings suggest a misalignment between educational demand and labour market
supply”. Sehingga pendidikan kejuruan sangat berpengaruh dalam menentukan karir seseorang disertai dengan
keahlian yang dimiliki.
Pendidikan kejuruan bertujuan menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki
kemampuan teknis profesional dalam menerapkan dan menyebarluaskan teknologi dan/atau kesenian. Menurut
Pavlopa (2009) tujuan utama dari pendidikan kejuruan adalah untuk mempersiapkan peserta didik secara
langsung dalam dunia kerja. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang memperkuat
keberadaan pendidikan kejuruan.

1
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

Salah satu upaya memperkuat keberadaan pendidikan kejuruan yaitu dengan melakukan perubahan
orientasi pendidikan. Fiske (1998), dan McGin & Welsh (1999) mengemukakan orientasi kebijakan pendidikan
vokasi di era desentralisasi adalah pendidikan sebagai alat menghadapi masalah regional dan penanaman
ideologi negara, mendayagunakan otonomi lokal, debirokratisasi pendidikan, peningkatan kesejahteraan guru,
pelimpahan masalah fiskal ke daerah, menumbuhkembangkan demokrasi dan alat pembangunan ekonomi.
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah Republik Indonesia terkait perubahan orientasi kebijakan
pendidikan khususnya pendidikan kejuruan. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003,
memberikan penegasan bahwa pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik
untuk dapat bekerja dalama bidang tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2010 pasal 01 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyatakan bahwa Sekolah Menengah Kejuruan, yang
selanjutnya disingkat SMK, adalah salah satu bentuk satuan pendidikan formal yang menyelenggarakan
pendidikan kejuruan pada jenjang pendidikan menengah sebagai lanjutan dari SMP, MTs, atau bentuk lain yang
sederajat atau lanjutan dari hasil belajar yang diakui sama atau setara SMP atau MTs.
Kebijakan lainnya adalah kebijakan pembalikan proporsi jumlah siswa SMA:SMK dari proporsi
70%:30% menjadi 30%:70% yang dibuat oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2015.
Kebijakan terbaru adalah Kebijakan Pemerataan Ekonomi, yang salah satu pilar dari kebijakan tersebut adalah
peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan pendidikan dan pelatihan vokasi. Kebijakan
tersebut dituangkan dalam buku Kebijakan Pengembangan Vokasi di Indonesia 2017-2025, yang secara garis
besar berisi ulasan terkait kebutuhan kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan pasar dan kesiapan tenaga kerja
menghadapi industri 4.0.
Dengan berbagai upaya pemerintah tersebut, minat masyarakat terhadap SMK meningkat tajam. Hal tersebut
ditandai dengan semakin banyaknya SMK baik negeri maupun swasta yang lahir. Salah satu bidang kejuruan
yang banyak diminati masyarakat adalah bidang teknologi informasi. Hal ini dapat dimaklumi, karena
perkembangan dunia usaha semakin besar kebutuhannya terhadap tenaga ahli di bidang teknologi informasi.
SMK bidang teknologi informasi yang paling banyak diminati adalah Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ0,
Rekayasa Perangkat Lunak (RPL), dan Multimedia (MM).
Di tengah meningkatnya minat masyarakat terhadap SMK khususnya bidang teknologi informasi, masih
terdapat beberapa permasalahan dalam pengelolaan SMK. Permasalahan yang sering muncul adalah lulusan
SMK dianggap belum siap kerja. Masih terdapat kesenjangan antara kompetensi lulusan SMK dan kebutuhan di
dunia kerja. Bahkan SMK dianggap sebagai penyumbang angka pengangguran terbesar di Indonesia. Pemerintah
baik pusat maupun daerah terus berupaya memperbaiki pengelolaan SMK. Salah satunya adalah dengan
beralihnya tanggungjawab pengelolaan SMK dari pemerintah Kabupaten/Kota ke pemerintah Provinsi, seperti
yang berlaku di Gorontalo. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan mutu SMK.
Untuk mengetahui apakah pengelolaan SMK ini berhasi latau tidak, maka perlu dilakukan evaluasi.
Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi terhadap kebijakan pengelolaan SMK khususnya di bidang
Teknologi Informasi di Provinsi Gorontalo. Menurut Djaali, Mulyono dan Ramli (2000) mendefinisikan bahwa
Evaluasi sebagai proses menilai sesuatu berdasarkan standar objektif yang telah ditetapkan kemudian diambil
keputusan atas obyek yang dievaluasi.
Salah satu teknik dalam evaluasi ialah model evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product). Model
evaluasi CIPP ini merupakan salah satu dari beberapa teknik evaluasi suatu program yang ada. Model ini
dikembangkan oleh salah satu pakar evaluasi, Stufflebeam yang dikembangkan pada tahun 1971 dengan
berlandaskan pada keempat dimensi yaitu dimensi context, dimensi input, dimensi process, dan dimensi product.
Evaluasi model ini bermaksud membandingkan kinerja dari berbagai dimensi program dengan sejumlah kriteria
tertentu, untuk akhirnya sampai pada deskripsi dan judgment mengenai kekuatan dan kelemahan program yang
dievaluasi. Stufflebeam (2003) melihat tujuan evaluasi sebagai: 1) Penetapan dan penyediaan informasi yang
bermanfaat untuk menilai keputusan alternatif; 2) Membantu audience untuk menilai dan
mengembangkan manfaat program pendidikan atau obyek; dan 3) Membantu pengembangan kebijakan dan
program. Keempat kata yang disebutkan dalam singkatan CIPP tersebut merupakan sasaran evaluasi, yang tidak
lain adalah komponen dari proses sebuah program kegiatan. Dengan kata lain, model CIPP adalah model
evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.
2
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

2. METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian evaluasi. Evaluasi dilakukan terhadap
pengelolaan Pendidikan Kejuruan bidang Teknologi Informasi. Evaluasi menggunakan Model CIPP yang
meliputi Context, Input, Process, dan Product. Data dikumpulkan melalui wawancara dan kuisioner yang
melibatkan 73 responden yang meliputi Dinas Pendidikan Provinsi, Kepala Sekolah SMK, siswa, guru, alumni,
dan Dunia Usaha Dunia Industri (DUDI).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Evaluasi terhadap pengelolaan pendidikan teknologi kejuruan bidang teknologi informasi di Provinsi
Gorontalo meliputi perencanaan program, proses pelaksanaan program dan hasil/dampak pelaksanaan program,
selaras yang disampaikan oleh Arikunto (1988). Salah satu bentuk dari penilain program adalah CIPP. CIPP
merupakan singkatan, yaitu: Context evaluation (evaluasi terhadap konteks), Input evaluation (avaluasi terhadap
masukan), Process evaluation (evaluasi terhadap proses), Product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Model
CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem (Stufflebeam,
2003).

3.1 Context Evaluation

Tujuan utama evaluasi konteks adalah untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan dari program yang
dievaluasi (Stufflebeam, 2003). Stufflebeam (2003) menyebutkan, tujuan dari evaluasi konteks yang utama ialah
untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan, sehingga dapat diberikan arahan perbaikan
yang dibutuhkan. Konteks evaluasi ini membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan
dicapai oleh program, dan merumuskan tujuan program. Evaluasi konteks dilakukan terhadap pengelolaan SMK
bidang teknologi informasi. Pengelolaan dan penyelenggaraan program pendidikan SMK di Provinsi Gorontalo
berada di bawah koordinasi Dinas Pendidikan, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Dikbudpora) Provinsi
Gorontalo. Saat ini (tahun 2020) Dikbudpora Provinsi Gorontalo, mengelola 57 SMK seperti ditunjukkan tabel
1.

Tabel 1. Data SMK di Provinsi Gorontalo


SMK
No. Kabupaten/Kota Jumlah
Negeri Swasta
1. Kab. Gorontalo 7 7 14
2. Kab. Bone Bolango 6 0 6
3. Kab. Boalemo 10 0 10
4. Kab. Pohuwato 8 4 12
5. Kab. Gorontalo Utara 4 2 6
6. Kota Gorontalo 5 4 9
Total 40 17 57
Sumber: dapo.dikdasmen.kemdikbud.go.id

Dari total 57 SMK pada tabel 1, terdapat 28 SMK yang mengelola jurusan bidang Teknologi Informasi
yang meliputi Rekaysa Perangkat Lunak (RPL), Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), dan Multimedia (MM),
sebagaiamana ditunjukkan tabel 2.

3
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

Tabel 2. Data SMK bidang Teknologi Informasi di Provinsi Gorontalo


No. Nama Sekolah Nama Jurusan Nilai Akreditasi
1. SMKN 1 Boalemo Teknik Komputer dan Jaringan A
2. SMKN 2 Paguyaman Teknik Komputer Jaringan, Rekayasa B
Perangkat Lunak
3. SMKN 1 Wonosari Teknik Komputer Jaringan B
4. SMKS Cendekia Boliyohuto Teknik Komputer dan Jaringan C
5. SMKN 1 Batudaa Teknik Komputer Jaringan A
6. SMKN 1 Limboto Teknik Komputer dan Jaringan, Rekayasa B
Perangkat Lunak, Multimedia
7. SMKN 2 Limboto Teknik Komputer Jaringan B
8. SMKS Teknologi Muhammadiyah Teknik Komputer Jaringan B
Limboto
9. SMKS Almamater Telaga Teknik Komputer Jaringan C
10. SMKN 1 Pulubala Teknik Komputer Jaringan B
11. SMKN 1 Mootilango Teknik Komputer Jaringan A
12. SMKN 1 Gorontalo Utara Teknik Komputer Jaringan B
13. SMKN 2 Gorontalo Utara Teknik Komputer Jaringan B
14. SMKS Taruna Bahari, Gorontalo Rekayasa Perangkat Lunak C
Utara
15. SMKN 1 Popayato Rekayasa Perangkat Lunak B
16. SMKN 1 Marisa Teknik Komputer Jaringan B
17. SMKS Integral Hidayatullah Rekayasa Perangkat Lunak, Multimedia C
18. SMKN 1 Popayato Timur Teknik Komputer Jaringan, Rekayasa B
Perangkat Lunak
19. SMKN 1 Duhiadaa Teknik Komputer dan Jaringan B
20. SMKN 1 Suwawa Teknik Komputer dan Jaringan, Teknik B
Audio Video
21. SMKN 1 Bonepantai Teknik Komputer Jaringan B
22. SMKN 1 Bulango Utara Teknik Komputer Jaringan B
23. SMKN Model Gorontalo, Bone Teknik Komputer Jaringan A
Bolango
24. SMKN 1 Bulango Selatan Teknik Komputer Jaringan C
25. SMKN 1 Gorontalo Teknik Komputer dan Jaringan, Rekayasa B
Perangkat Lunak, Multimedia
26. SMKN 3 Gorontalo Teknik Komputer dan Jaringan, Rekayasa A
Perangkat Lunak
27. SMKN 4 Gorontalo Teknik Komputer dan Jaringan A
28. SMKN 5 Gorontalo Teknik Komputer dan Jaringan, Rekayasa C
Perangkat Lunak
Sumber: referensi.data.kemdikbud.go.id

Sesuai Pergub Gorontalo Nomor 23 Tahun 2017, pengelolaan SMK terdiri dari Bidang Pembinaan SMK
yang meliputi pengelolaan kurikulum dan penilaian, kelembagaan dan sarana prasarana, dan peserta didik dan
pembangunan karakter, serta Bidang Pembinaan Ketenagaan yakni pembinaan tenaga kependidikan SMK. Hasil
4
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

evaluasi terhadap kebijakan dan pengelolaan SMK bidang teknologi informasi dari sisi konteks ditunjukkan pada
tabel 3.

Tabel 3. Evaluasi Kebijakan dan Pengelolaan SMK bidang TI dari Aspek Context
No. Aspek Context Hasil Evaluasi Pembahasan dan Keputusan Peneliti

1. Pengelolaan Kurikulum yang digunakan SMK Kurikulum yang diterapkan SMK di Provinsi
Kurikulum: adalah kurikulum nasional, yaitu Gorontalo sesuai dengan kurikulum nasional
K-13 Rev. yaitu K-13 Rev.
Kurikulum harus
Kurikulum SMK secara umum diakui alumni
menjawab kebutuhan
uptodate terhadap perkembangan IPTEK dan
dunia kerja dan
berhasil menjadikan alumni siap kerja.
kurikulum menjamin
Namun perlu lebih dioptimalkan terkait
lulusan siap kerja.
keterampilan kewirausahaan siswa dan alumni.
2. Kelembagaan: Mewujudkan SMK menjadi Seluruh SMK di Provinsi Gorontalo terakreditas
lembaga yang diakui dengan BAN-S/M. Namun masih terdapat SMK yang
Mewujudkan SMK terakreditasi oleh BAN-S/M terakreditasi C. Perlu ada upaya dari pihak
menjadi lembaga yang sekolah dan Dikbudpora untuk meningkatkan
diakui dengan Seluruh SMK terakreditasi BAN- nilai akreditasi.
terakreditasi oleh S/M.
BAN-S/M
3. Peserta Didik dan Peserta didik disiapkan menjadi Peserta didik disiapkan menjadi tenaga kerja siap
Pengembangan tenaga kerja siap pakai di dunia pakai di dunia industri.
Karakter: industri dan memiliki karakter yang Ke depannya diharapkan peserta didik selain siap
baik. pakai di dunia industry juga mampu membuka
Menghasilkan peserta
lapangan kerja dengan berwirausaha sesuai
didik sebagai tenaga
bidang dan keahlian Jurusan.
kerja siap pakai di
dunia industri dan
memiliki karakter yang
baik.
4. Tenaga Pendidik dan 1. Tenaga pendidik (guru) Tenaga pendidik (guru) khususnya guru produktif
Kependidikan: khususnya guru produktif memiliki kualitas dan kompetensi baik untuk
memiliki kualitas dan menyiapkan alumni siap kerja.
- Guru produktif
kompetensi baik untuk Untuk lebih meningkatkan kompetensi guru,
memiliki kualitas
menyiapkan alumni siap kerja. sebaiknya guru diikutsertakan dalam pelatihan
dan kompetensi baik
2. Beban mengajar guru masih sertifikasi keahlian (nasional dan internasional).
- Beban mengajar
tinggi melebihi 24 jam/minggu. Perlu ada upaya yang lebih optimal dalam hal
Guru maksimal 24
83% guru mengajar di atas 24 penyediaan guru produktif untuk mengurangi
jam/minggu
jam, bahkan 39% guru mengajar beban mengajar guru yang sangat tinggi. Dengan
di atas 30 jam beban mengajar yang tinggi waktu guru untuk
meningkatkan kompetensi menjadi berkurang,
dan ini akan berakibat pada kualitas
pembelajaran.

Berdasarkan hasil evaluasi dari aspek context pada tabel 3, terdapat 4 (empat) aspek konteks dalam
pengelolaan SMK di Provinsi Gorontalo yakni: pengelolaan kurikulum, kelembagaan, peserta didik dan
pengembangan karakter, dan pendidik dan tenaga kependidikan. Secara umum, keempat aspek konteks tersebut
masuk dalam kategori baik. Aspek contect menjawab pertanyaan apa yang perlu dilakukan dalam pengelolaan
SMK untuk mengatasi permasalahan yang ada. Sedikit catatan terkait konteks dalam pengelolaan SMK adalah:
kurikulum harus dapat mengakomodir kewirausahaan sesuai bidang ilmu dan keahlian jurusan, guru

5
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

diikutsertakan dalam pelatihan sertifikasi keahlian, dan perlu adanya upaya dari Dikbudpora dan pihak sekolah
dalam hal penyediaan guru produktif untuk mengurangi bebean jam mengajar.

3.2 Input Evaluation

Evaluasi input dilakukan untuk membantu mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada,
alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai tujuan, dan bagaimana prosedur kerja untuk
mencapainya (Stufflebeam, 2003). Input Evaluation pada dasarnya mempunyai tujuan untuk mengaitkan tujuan,
konteks, input, dan proses dengan hasil program. Evaluasi ini juga untuk menentukan kesesuaian lingkungan
dalam membantu pencapaian tujuan dan objektif program. Tabel 4 menunjukkan hasil evaluasi terhadap
kebijakan dan pengelolaan SMK bidang teknologi informasi dari aspek input.

Tabel 4. Evaluasi Kebijakan dan Pengelolaan SMK bidang TI dari Aspek Input
No. Aspek Input Hasil Evaluasi Pembahasan dan Keputusan Peneliti

1. Kurikulum Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum
kurikulum nasional yang memenuhi nasional yang memenuhi kebutuhan dunia kerja,
Kurikulum harus
kebutuhan dunia kerja, yaitu K-13 yaitu K-13 Rev.
adaptif dan
Rev.
antisipatif terhadap
Kurikulum belum sepenuhnya mengakomodir
kebutuhan dunia
keterampilan kewirausahaan siswa
kerja, yaitu K-13
Rev.
2. Sarana prasarana 50% SMK memiliki sarana prarana Pengadaan sarana prasarana lebih mengandalkan
cukup dan kurang memadai. bantuan dari pemerintah pusat dan daerah.
Sarana prasarana
memadai yang
Diperlukan kerjasama antara sekolah dengan
sesuai dengan
pihak industri dalam penyediaan fasilitas
sarana prasarana di
praktikum/praktek.
tempat kerja.
3. Guru - Guru memiliki keahlian yang Sistem pengadaan guru belum optimal
dibutuhkan di dunia kerja.
- Guru memiliki
- Guru memiliki sertifikat Diperlukan kerjasama antara sekolah dengan
keahlian yang
kompetensi sesuai keahlian industri dan Perguruan Tinggi dalam proses
dibutuhkan di
pembelajaran
dunia kerja.
- Guru memiliki
sertifikat
kompetensi
sesuai keahlian

Evaluasi terhadap pengelolaan SMK bidang IT dalam aspek input menjawab pertanyaan “bagaimana
melakukan program dalam hal ini pengelolaan SMK bidang IT?”. Terdapat 3 aspek input : kurikulum, sarana
prasarana, dan guru. Berdasarkan hasil evaluasi, kurikulum yang digunakan harus adaptif dan antisipatif
terhadap kebutuhan dunia kerja yaitu denga menggunakan K-13 Rev. Pengadaan sarana prasarana bersumber
dari pemerintah baik pusat maupun daerah. Dari aspek sarana prasarana, menunjukkan 50% SMK mengatakan
sudah memadai dan sangat memadai, selebihnya cukup memadai dan kurang memadai. Diperlukan kerjasama
antara sekolah dengan pihak industri dalam penyediaan fasilitas praktikum/praktek. Hal ini bisa dilakukan
dengan model teaching factory maupun pengadaan sarana prasarana. Aspek guru merupakan hal yang sangat
vital dalam pengelolaan SMK. Hasil kuisioner menunjukkan bahwa jumlah guru bidang TI tidak sebanding
dengan jumlah siswa. 78% SMK IT kekurangan guru tetap, bahkan ada SMK yang hanya memiliki 1 guru tetap
tanpa ada guru tidak tetap harus menangani semua kelas yang ada. Hal ini mengakibatkan besarnya beban
mengajar guru yang akan berdampak pada kualitas pembelajaran.
6
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

3.3 Process Evaluation

Menurut Stufflebeam (2003), evaluasi proses digunakan untuk mendeteksi atau memprediksi rancangan
prosedur atau rancangan implementasi selama tahap implementasi, menyediakan informasi untuk keputusan
program dan sebagai rekaman atau arsip prosedur yang telah terjadi. Evaluasi proses meliputi koleksi data
penilaian yang telah ditentukan dan diterapkan dalam praktik pelaksanaan program. Pada dasarnya evaluasi
proses dilakukan untuk mengetahui sampai sejauh mana rencana telah diterapkan dan komponen yang perlu
diperbaiki. Evaluasi proses pada penelitian ini meliputi proses pembelajaran, dan Praktek Kerja Industri
(Prakerin) seperti pada tabel 5.
Tabel 5. Evaluasi Kebijakan dan Pengelolaan SMK bidang TI dari Aspek Process
No. Aspek Process Hasil Evaluasi Pembahasan dan Keputusan Peneliti

1. Pembelajaran Proses pembelajaran lebih Proses pembelajaran lebih menekankan pada


menekankan pada keterampilan keterampilan dibanding pengetahuan.
Proses pembelajaran
dibanding pengetahuan. Beban mengajar guru yang sangat besar sehingga
lebih menekankan
1. 78% terlaksana dengan baik dan mempengaruhi kualitas proses pembelajaran.
pada keterampilan
sangat baik Diperlukan upaya peningkatan proses
dibanding
2. 83% jam mengajar guru di atas pembelajaran dengan melibatkan industry dan
pengetahuan.
24 jam perguruan tinggi dalam proses pembelajaran.
3. 39% jam mengajar guru di atas Misalnya program Dosen mengajar di SMK,
30 jam Industri mengajar di SMK, dan Magang
4. 86% alumni berpendapat bahwa mahasiswa di sekolah untuk mengajar.
kurikulum sudah menjadikan
alumni siap kerja
5. 91% alumni menganggap bahwa
kurikulum uptodate terhadap
perkembangan IPTEK
6. 61% pihak sekolah menganggap
bahwa kurikulum belum
maksimal dalam mengakomodir
keterampilan kewirausahaan
2. Prakerin Proses prakerin harus memberikan Proses prakerin harus memberikan pengalaman
pengalaman kerja di industri. kerja di industri.
Proses prakerin
1. 33% siswa melaksanakan Kegiatan prakerin belum sepenuhnya optimal
harus memberikan
Prakerin tidak sesuai jurusan karena terbatasnya jumlah industri di Gorontalo.
pengalaman kerja di
2. 100% pelaksanaan Prakerin di Sebagian siswa melakukan prakerin tidak sesuai
industry.
Provinsi Gorontalo jurusan di SMK.
3. 18% siswa mengaku bahwa ilmu Diperlukan upaya lain dengan mengirm siswa
dari sekolah tidak diterapkan di prakerin di luar Gorontalo.
tempat Prakerin
4. 20% siswa tidak puas terhadap
pelaksanaan Prakerin

Secara umum proses pembelajaran di SMK sudah berjalan baik. Terdapat sedikit catatan pada aspek
pembelajaran ini yaitu masih tingginya beban mengajar guru di beberapa sekolah yang mempengaruhi proses
pembelajaran. Proses kegiatan prakerin bertujuan memberikan pengalaman kerja di industri. Namun yang
menjadi persoalan adalah terbatasnya jumlah industri di Gorontalo dibandingkan jumlah siswa SMK yang akan
melaksanakan prakerin. Akibatnya sebagian siswa melaksanakan prakerin di tempat yang tidak sesuai dengan
jurusan di SMK.

7
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

3.4 Product Evaluation

Evaluasi proses diharapkan dapat membantu pimpinan proyek atau guru untuk membuat keputusan yang
berkenaan dengan kelanjutan, akhir, maupun modifikasi program (Stufflebeam, 2003). Evaluasi produk ialah
untuk melayani daur ulang suatu keputusan dalam program. Dari evaluasi produk diharapkan dapat membantu
pimpinan proyek dalam mengambil suatu keputusan terkait program yang sedang terlaksana, apakah program
tersebut dilanjutkan, berakhir, ataukah ada keputusan lainnya. Keputusan ini juga dapat membantu untuk
membuat keputusan selanjutnya, baik mengenai hasil yang telah dicapai maupun apa yang dilakukan setelah
program itu berjalan. Evaluasi produk diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada
masukan mentah. Evaluasi produk pada penelitian ini meliputi lulusan yang ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6. Evaluasi Kebijakan dan Pengelolaan SMK bidang TI dari Aspek Product
No. Aspek Product Hasil Evaluasi Pembahasan dan Keputusan Peneliti

1. Lulusan: Lulusan langsung bekerja sebesar 36%, Lulusan langsung bekerja sebesar 36%,
dengan 75% bekerja sesuai keahlian yang dengan 75% bekerja sesuai keahlian yang
Lulusan langsung diperoleh di SMK. diperoleh di SMK.
bekerja sesuai 1. 36% alumni bekerja setelah lulus Perlu ada program pemberian motivasi
keahlian yang 2. 76% alumni bekerja pada perusahaan kepada lulusan untuk berani bekerja di luar
diperoleh di SMK 3. 24 % alumni berwirausaha Gorontalo yang memiliki lebih banak
4. 75% alumni bekerja sesuai dengan industri.
jurusan di SMK
5. 25% alumni bekerja tidak sesuai
jurusan di SMK
6. 64% alumni lanjut studi setelah lulus
7. 81% alumni lanjut studi pada jenjang
akademik (S1)
8. 19% alumni lanjut studi pada jenjang
vokasi

Berdasarkan evaluasi pada aspek product, bahwa hanya 36% lulusan SMK yang langsung bekerja. Sisanya
64% memilih melanjutkan studi. Hal ini terjadi karena terbatasnya jumlah industri di Gorontalo. Lulusan lebih
memilih melanjutkan studi ke jenjang sarjana dibanding diploma, juga disebabkan terbatasnya jumlah industri di
Gorontalo. Akhirnya lulusan lebih memilih jenjang sarjana dengan tujuan menjadi PNS.

4. KESIMPULAN

Evaluasi terhadap pengelolaan SMK di Provinsi Gorontalo pada penelitian ini dilakukan menggunkan
model CIPP. Aspek context dalam pengelolaan SMK di Provinsi Gorontalo yang meliputi pengelolaan
kurikulum, kelembagaan, peserta didik dan pengembangan karakter, dan pendidik dan tenaga kependidikan
masuk dalam kategori baik. Sedikit catatan terkait context dalam pengelolaan SMK adalah: kurikulum harus
dapat mengakomodir kewirausahaan sesuai bidang ilmu dan keahlian jurusan, guru diikutsertakan dalam
pelatihan sertifikasi keahlian, dan perlu adanya upaya dari Dikbudpora dan pihak sekolah dalam hal penyediaan
guru produktif untuk mengurangi beban jam mengajar.
Aspek input yang meliputi kurikulum, sarana prasarana, dan guru masuk dalam kategori cukup. Aspek
kurikulum sudah berjalan dengan baik dengan menggunakan K-13 Rev. yang adaptif dan antisipatif terhadap
kebutuhan dunia kerja. Aspek sarana prasarana masih perlu ditingkatkan lagi, dengan melakukan kerjasama
dengan industri dalam penngadaan sarana prasarana selain dari bantuan pemerintah. Aspek guru menunjukkan
8
Seminar Nasional Teknologi, Sains dan Humaniora 2020 (SemanTECH 2020) ISBN:978-623-91695-9-6

Gorontalo, 03 Desember 2020

bahwa jumlah guru tidak sebanding dengan jumlah siswa, yang mengakibatkan guru tidak memiliki waktu luang
untuk meningkatkan kompetensi mereka.
Aspek process dalam pengelolaan SMK masuk kategori baik. Terdapat sedikit catatan pada aspek
pembelajaran ini yaitu masih tingginya beban mengajar guru di beberapa sekolah yang mempengaruhi proses
pembelajaran. Proses kegiatan prakerin bertujuan memberikan pengalaman kerja di industri. Namun yang
menjadi persoalan adalah terbatasnya jumlah industri di Gorontalo dibandingkan jumlah siswa SMK yang akan
melaksanakan prakerin. Akibatnya sebagian siswa melaksanakan prakerin di tempat yang tidak sesuai dengan
jurusan di SMK.
Aspek product dalam pengelolaan SMK bidang IT masuk kategori baik. Lulusan cenderung lebih banyak
melanjutkan studi dibandingkan bekerja. Lulusan SMK bidang IT cenderung lebih memilih melanjutkan studi
ke jenjang akademik (Sarjana) dibandingkan bekerja atau melanjutkan studi ke jenjang vokasi. Hal tersebut
disebabkan terbatasnya jumlah industri di Gorontalo.

PUSTAKA

Arikunto, S. (1988). Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan dan Tenaga
Kependidikan.
Dikmen. (2013). Tantangan Guru SMK Abad 21. Direktorat Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Pendidikan Menengah. Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Djaali, M.P. dan Ramly. (2000). Pengukuran Dalam Bidang Pendidikan. Jakarta: Program Pasca Sarjana
Universitas Negeri Jakarta
Fiske, E.B. (1998). Desentralisasi Pengajaran: Politik dan Konsensus. Jakarta: Graznido.
Graham, J.R., & Shier, M.L. (2014). Misalignment Between post-secondary Education demand and labour
market supply: Preliminary Insight from Young Adults on The Evolving School to Work Transition.
International Journal Education and Vocational Guidance. 14, 199-219.
McGin, W., & Welsh, T. (1999). Decentralization of Education: Why, When, What and How? Paris: UNESCO
& Scientific and Cultural Organization.
Pavlopa, M. (2009). Technology and vocational education for sustainable development. Brisbane: Springer.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19, Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan.
Republik Indonesia. (2003). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003, tentang sistem
pendidikan nasional.
Stufflebeam D.L. (2003) The CIPP Model for Evaluation. In: Kellaghan T., Stufflebeam D.L. (Eds)
International Handbook of Educational Evaluation. Kluwer International Handbooks of Education, vol.
9. Springer, Dordrecht
Sudira, P. (2016). TVET abad XXI filosofi, teori, konsep, dan strategi pembelajaran vokasional. Yogyakarta:
UNY Press.

Anda mungkin juga menyukai